IMPLEMENTASI HURUF BRAILLE DALAM PEMBELAJARAN AL-QUR’AN PADA SISWA TUNANETRA DI KELAS VII SMPLB/ A YPAB SURABAYA.

(1)

IMPLEMENTASI HURUF BRAILLE DALAM

PEMBELAJARAN AL-

QUR’AN PADA SISWA TUNANETRA

DI KELAS VII SMPLB/ A YPAB SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :

DURROTUL FIKRIYAH

NIM. D01212009

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FEBRUARI 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI HURUF BRAILLE DALAM PEMBELAJARAN

AL-QUR’AN PADA SISWA TUNANETRA DI KELAS VII SMPLB/ A YPAB SURABAYA

Nama : Durrotul Fikriyah

NIM : D01212009

Dosen Pembimbing : Dra. Ilun Muallifah, M. Pd.

Penelitian ini mempunyai tujuan yang pertama untuk mengetahui implementasi

huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII

SMPLB/ A YPAB Surabaya. Kemudian yang kedua untuk mengetahui kemampuan

membaca Al-Qur’an melalui implementasi huruf braille dalam pembelajaran

Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya.

Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data interview atau wawancara, dokumentasi, dan observasi. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskripsi, reduksi, interpretasi (penafsiran), dan verifikasi (penarikan kesimpulan).

Implementasi huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa

tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya tergolong aktif dan menyenangkan. Karena didalam pembelajaran guru senantiasa menciptakan suasana yang menyenangkan dengan berbagai ide baru dalam metode pengajarannya, sehingga siswa tidak jenuh dan mudah menerima pembelajaran dengan baik. Serta siswa yang selalu aktif dalam proses belajar.

Kemudian kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi huruf

braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A

YPAB Surabaya terbilang meningkat. Karena dari 7 siswa yang belajar Al-Qur’an

braille terdapat 2 siswa mempunyai kemampuan awal sangat baik yang tetat bertahan dengan kemampuan sangat baik, 1 siswa mempunyai kemampuan awal baik yang meningkat menjadi kemapuan yang sangat baik, 1 siswa mempunyai kemampuan awal cukup yang meningkat menjadi kemapuan yang baik, dan 3 siswa mempunyai kemampuan awal kurang meningkat menjadi kemapuan yang cukup.

Jadi proses pembelajaran Al-Qur’an braille pada siswa tunanetra di kelas VII

SMPLB/ A YPAB Surabaya termasuk berhasil karena kemampuan siswa yang meningkat dari kemampuan awal setelah adanya pembelajaran didalam kelas.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 12 C. Tujuan Penelitian 12 D. Manfaat Penelitian 13 E. Batasan Masalah 13 F. Definisi Operasional 14 G. Sistematika Pembahasan 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Implementasi Huruf Braille 20 1. Tinjauan tentang Huruf Brille 20 B. Tinjauan Pembelajaran Al-Qur’an 29 1. Tinjauan pengertian Pembelajaran Al-Qur’an 29

2. Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an 33

C. Tinjauan Tunanetra 34

1. Pengertian Tunanetra 34

2. Klasifikasi Tunanetra 38

3. Karakteristik Tunanetra 43

4. Kebutuhan-Kebutuhan Tunanetra 49

5. Prinsip Pendidikan dan Pengajaran bagi Tunanetra 53

D. Hubungan Braille dengan Tuna Netra 55

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 57

B. Subjek dan Objek Penelitian 58

C. Tahap-tahap Penelitian 59

D. Sumber dan Jenis Data 59

1. Data Primer 60

2. Data Sekunder 61

E. Teknik Pengumpulan Data 61


(7)

2. Interview atau wawancara 63

3. Dokumentasi 63

F. Teknik Analisis Data 64

1. Deskripsi 64

2. Reduksi 64

3. Interpretasi (penafsiran) 65

4. Verifikasi (penarikan kesimpulan) 65

G. Keabsahan Data 66

1. Derajat kepercayaan (kredibilitas) 66

2. Keteralihan (transferability) 67

3. Kebergantungan (dependability) 67

4. Kepastian (confirmability) 67

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 69

1. Profil SMPLB/ A YPAB Surabaya 70

2. Identitas Sekolah 72

3. Sumber Daya Sekolah 72

4. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan 72

5. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah 74

6. Struktur Organisasi SMPLB/ A YPAB Surabaya 75

7. Keadaan Guru SMPLB/ A YPAB 75

8. Keadaan siswa SMPLB/ A YPAB Surabaya 78

9. Keadaan Sarana dan Prasarana SMPLB/ A Surabaya 81

B. Penyajian Data... 84

1. Implementasi huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an

pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya ... 84

2. Kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi

huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa

tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya 97

C. Analisis Data 102

1. Implementasi huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an

pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB

Surabaya 102

2. Kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi

huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa

tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya 113

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 118 B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Daftar guru SMPLB/ A YPAB Surabaya ... 76

4.2 Dftar siswa SMPLB/ A YPAB Surabaya ... 79

4.3 Data siswa kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya dan agamanya ... 80

4.4 Sarana Prasarana ... 81

4.5 Inventaris Media Laboratorium PAI SMPLB/ A YPAB 83 4.6 Standar Nilai pembelajaran AL-Qur’an kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya 98 4.7 Hasil Ulangan Harian pembelajaran Al-Qur’an Kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya 102 4.8 Perbandingan kemampuan awal siswa dengan kemampuan akhir setelah dilakukan pembelajaran ... 115


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Koleksi Al-Qur’an Braille di perpustakaan SMPLB/ A YPAB

Surabaya 84

4.2 Pengkoreksian pekerjaan siswa oleh guru 106

4.3 Penanaman makhorijul huruf oleh guru kepada siswa 108

4.4 Kartu permainan berisi surat Adh-Dhuha yang bertuliskan arab

braille 109

4.5 Siswa menulis arab braille 112

4.6 Guru membagikan kartu game kepada siswa 113

4.7 Siswa yang sudah mulai mahir mengaji memberi contoh kepada


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Silabus pembelajaran Al-Qur’an kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya

2. Kunci simbol arab braille


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan saran yang sangat strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa. Pendidikan menjadikan sesorang berilmu dan berpengetahuan. Namun ilmu pengetahuan harus tetap seimbang dengan keimanan. Sebab ilmu pengetahuan yang maju tanpa dasar agama yang benar hanya akan menjadikan kesombongan dan bahkan kerusakan. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan keimanan harus tetap seimbang untuk mencapai derajat yang mulia. Sebagaimana Allah telah menjanjikan terangkatnya derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan di

dalam Al-Qur’an surat 58 (Al-Mujaadilah) ayat 11 sebagai berikut:

اوُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا ِِ اوُحّسَفَ ت ْمُكَل َليِق اَذِإ اوُنَمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ اَي

ِحَسْفَ ي

اوُزُشْنا َليِق اَذِإَو ْمُكَل ُهّللا

اوُنَمآ َنيِذّلا ُهّللا ِعَفْرَ ي اوُزُشْناَف

ريِبَخ َنوُلَمْعَ ت اَِِ ُهّللاَو ٍتاَجَرَد َمْلِعْلا اوُتوُأ َنيِذّلاَو ْمُكْنِم

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.1

1

Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Jumanatul Ali-Art, 2005) h. 543.


(12)

2

Janji Allah didalam ayat tadi menjadikan tuntutan dan kewajiban kepada manusia untuk senantiasa menuntut ilmu dari lahir sampai ke liang lahat.

Bangsa yang mengutamakan pendidikan akan melahirkan peradaban yang tinggi dan tidak mudah dijajah. Sebaliknya jika tidak mengutamakan pendidikan maka akan rawan kebiadaban dan juga mudah diperalat oleh bangsa lain. Kita lihat negara tetangga yang maju seperti Singapore dan Malaysia, mereka sangat memperhatikan pendidikan. Namun juga tidak kalah hebatnya Negara kita Indonesia ketika memperhatikan pendidikan. Pemerintah Indonesia telah memutuskan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

1. Tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran

2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran

nasional, yang diatur dengan undang-undang.2

Merujuk undang-undang tadi dijelaskan bahwa pendidikan dan pengajaran berhak didapatkan oleh seluruh warga Negara Indonesia baik individu yang tumbuh secara normal ataupun yang berkebutuhan khusus. Sebab pada dasarnya pendidikan mempunyai tujuan untuk membantu individu dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya seoptimal mungkin, dalam upaya memperoleh kedewasaan yang lebih baik.

Ilmu pengetahuan harus seimbang dengan pendidikan agama. Sebab pendidikan agama adalah sebagai pondasi kuatnya iman seseorang. Setinggi

2


(13)

3

apapun ilmu pengetahuan seseorang jika tanpa dasar agama yang benar maka tidak akan ada artinya. Dan bahkan ilmu pengetahuan yang maju tanpa dasar agama yang benar hanya akan menjadikan kesombongan dan kerusakan.

Sudah menjadi tugas orang tua, pendidik, dan mereka yang peduli akan pendidikan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak

agar mendapatkan pendidikan agama islam.3 Kewajiban kedua orang tua

untuk berusaha memenuhi kebutuhan – kebutuhan fitrah anak, karena ia

dianggap masih lemah dan belum dapat melayani dirinya sendiri. Pendeknya, syariat Islam datang untuk mengatur hak-hak anak. Islam memberikan perhatian besar kepada anak menyangkut masalah akal dan tubuhnya. Itu sebabnya, seorang anak belum dibebani apapun oleh agama hingga dia

mampu menilai secara syar‟i dari apa yang dia kerjakan. Rasulullah telah

memberi tauladan dalam mendidik anak salah satunya agar orang tua memberikan pendidikan agama yang benar dan memperhatikannya ketika melaksanakan ibadah bagi anaknya ketika sudah baligh. Karena katika sudah

baligh seorang anak ketika melaksanakan sesuatu akan dinilai secara syar’i.

Pada dasarnya manusia memiliki hakikat jasmani dan rohani. Kebutuhan rohani adalah yang utama karena rohani berpengaruh pada jasmani. Kebutuhan rohani tidak lain adalah keimanan kepada Allah. Maka dari itu pendidikan agama islam sangat diperlukan sebagai pondasi keimanan kepada Allah dengan memahami dan mengamalkan ajaran agama islam. Pendidikan

3

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1993) h. 25


(14)

4

agama islam harus didapatkan oleh seluruh anak didik. Tidak memandang anak didik yang normal maupun anak didik yang berkebutuhan khusus. Pendidikan agama islam juga dibutuhkan oleh peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk yang dapat di didik.

Di ungkapkan dalam konvensi hak anak (PBB), pasal 23:

Seorang anak luar biasa/cacat mempunyai hak atas perawatan, pendidikan, dan pelatihan khusus untuk membantunya menikmati kehidupan yang penuh dan layak dengan martabat dan memperoleh tingkat terbesar atas kepercayaan

diri dan kemungkinan integrasi sosial.4

Bukan alasan kuat jika anak luar biasa/cacat harus berhenti sekolah. Namun pastinya pendidikan dan pegajaran yang dibutuhkan anak luar biasa/cacat berbeda dengan anak yang normal. Harus mendapatkan perhatian, pendidikan dan pengajaran yang khusus. Sebab pada hakikatnya mereka mempunyai hakikat pendidikan dan potensi kegaman yang sama dengan anak

didik yang normal. Sebagaimana didalam Al-Qur’an surat 2 (Al-Baqarah )

ayat 18 sebagai berikut:

َنوُعِجْرَ ي ا ْمُهَ ف ريْمُع رمْكُب ّمُص

Yang artinya: “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan

kembali (ke jalan yang benar)”.5

Ayat tadi memberikan penjelasan bahwa seorang yang berkebutuhan khusus bukan menjadi hambatan pada dirinya untuk tidak mencari ilmu dan

4

Arif Sadiman et al, Media Pendidikan, (Jakarta: Seri Pustaka Pendidikan No. 6, Pustekkom dan CV. Rajawali, 1990), h. 7

5


(15)

5

mendapatkan pendidikan agama. Begitupun anak tuna netra. Anak tuna netra yang mempunyai hambatan pada panca indra penglihatan membutuhkan perhatian, pendidikan dan pengajaran yang khusus.

Anak tuna netra adalah salah satu dari sekian jenis anak luar biasa, kurang atau tidak berfungsinya indera penglihatan yang mereka miliki dengan sempurna dapat menjadi sebab terjadinya hambatan dalam proses belajar. Di dalam penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 72: Tunanetra adalah kerusakan atau cacat yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat/buta.

Termasuk tunanetra adalah seseorang yang kurang daya penglihatannya.6

Pengertian tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam pengelihatannya. Dipandang dari segi bahasa, kata tunatra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990: 971) Tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki. Sedangkan netra

(Depdikbud, 1990: 613) artinya mata.7

Anak tunanetra mempunyai keterbatasan di panca indera penglihatannya. Maka dari itu untuk memahami sebuah ilmu penegatahuan anak tuna netra harus mengggantungkan diri pada indera-indera lain. Seperti indera perabaan, penciuman, parasa atau pengecap serta indera kinestetik.

6

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72, 1991, h. 3

7

Anastasia Widjajantin dan Imanuel Hitipeuw, “Ortopedagogik Tunanetra I”, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), h. 4


(16)

6

Guru mempunyai peranan penting dalam pendidikan formal di sekolah. Proses belajar mengajar guru adalah komponen dominan yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak didik utnuk mencapai hasil belajar yang optimal. Namun, tidak mudah untuk mencapai hal tersebut. Karena banyak hal yang mempengaruhi anak didik untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal, misalnya kemampuan, minat, motivasi, dan kondisi tempat belajar, prasarana dan sarana belajar. Faktor tersebut yang mempengaruhi terhadap proses belajar siswa. Oleh karena itu agar seorang guru dapat memberikan sebuah pendidikan dan pengajaran khusus itu cocok atau sesuai dengan peserta didiknya yang berkebutuhan khusus, seorang guru harus mengetahui dan memahami segala masalah yang di hadapi serta menjadi hambatan peserta didiknya dalam proses belajar. Termasuk masalah yang dihadapi oleh siswa yang berkebutuhan khusus yaitu siswa tunanetra. Sebab penegasan atas hak pendidikan oleh siswa berkebutuhan khusus dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 32. Pada pasal 32 ayat 1 yang

berbunyi “ Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa ”.8

Undang-undang ini menjelaskan bahwa peserta didik yang mempunyai kelainan pada inderanya termasuk penglihatannya sehingga ia menjadi tunanetra juga harus mendapatkan pendidikan. Yaitu dengan pendidikan khusus.

8

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h.17.


(17)

7

Mengingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik

anaknya agama islam, maka apapun usaha harus dilakukan. Sumber – sumber

pokok ajaran Islam yang berupa Al-Qur’an dan Al-Hadist, banyak

mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan hidup yang dapat menyejahterakan pribadi dalam masyarakat, sehingga dengan kesejahteraan yang berhasil diciptakannya, manusia secara individual dan sosial, mampu meningkatkan derajat dan martabatnya, baik bagi kehidupannya didunia

maupun di akhirat nanti.9 Oleh sebab itu Al-Qur’an merupkaan pedoman bagi

umat Islam. Sehingga setiap umatnya dituntut untuk dapat membaca

Al-Qur’an dan memperlajari setiap kandungannya.

Bila seseorang mendengar kata Al-Qur’an atau Qur’an disebut, ia segera

mengetahui bahwa yang dimaksud adalah “kalam Allah” atau kalamullah

subhanahu wa ta‟alaa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW: membacanya ibadah, susunan kata dan isinya merupakan mukjizat, termaktub

di dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.10

Hakikat diturunkannya Al-Qur’an adalah menjadi ancuan moral secara

universal bagi umat manusia untuk memecahkan problema sosial yang timbul

ditengah-tengah masyarakat. Itulah sebabnya, Al-Qur’an secara kategoris dan

tematik, justru dihadirkan untuk menjawab berbagai problema aktual yang dihadapi masyarakat sesuai dengan konteks dan dinamika sejahteranya. Karena itu, masuk akal jika para mufasir sepakat bahwa profesi penurunan

9

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) h. 3

10


(18)

8

Al-Qur’an ke muka bumi, mustahil dilakukan oleh Allah secara sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur, disesuaikan dengan kapasitas intelektual

dan konteks masalah yang dihadapi umat manusia.11 Maka dari itu sangatlah

penting untuk mempelajari Al-Qur’an.

Pembelajaran Al-Qur’an dalam masyarakat tidak lagi menjadi sesuatu

yang asing. Pada saaat ini dalam pembelajaran Al-Qur’an sudah menjadi hal

yang diharuskan dilakukan oleh umat Islam tidak memandang usia dalam

belajar. Pembelajaran Al-Qur’an yang ada di masyarakat sering menggunakan

pedoman dengan metode. Metode pembelajaran Al-Qur’an di masyarakat

bermacam-macam. Sebagai contoh terdapat metode Ummi yang marak digunakan oleh masyarakat Surabaya. Kemudian metode At-Tartil, metode tilawati dan banyak lagi metode yang digunakan sebagai acuan dan pedoman

untuk belajar Al-Qur’an. Metode-metode tersebut digunakan oleh orang yang

awas atau dapat disebut dengan orang yang mempunyai pengelihatan normal. Namun sekarang yang menjadi pembahasan adalah pembelajaran bagi tunanetra yaitu orang yang mempunyai kelaina pada alat penglihatannya.

Pembelajaran Al-Qur’an pada tunanetra atau lebih mengerucut adalah

siswa tunanetra, menurut pengamatan selama ini tidak maksimal dilakukan oleh orang tuanya dirumah. Kecuali orang tua siswa tunanetra yang memang benar-benar memperhatikan pendidikan anaknya khususnya dalam segi agama. Bagi orang tua yang memperhatikan pendidikan agama anaknya, sebagai contoh orang tua dapat mengajak anaknya yang tunantera untuk

11


(19)

9

menghadiri majlis Al-Qur’an seperti khataman Al-Qur’an. Setidaknya mereka

dapat mendengar orang yang sedang membaca Al-Qur’an sebagai rangsangan

anak tunanetra melalui alat pendengar (audio). Orang tua siswa tunanetra lebih mempercayakan pendidikan anaknya pada sekolahan. Termasuk

pembelajaran Al-Qur’an. Pada akhirnya yang menjadi tugas guru adalah

bagaimana seorang siswa tunanetra agar dapat belajar AL-Qur’an sehinga

dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar seperti halnya seorang

siswa yang awas atau mempunyai penglihatan yang normal.

Sedangkan untuk belajar membaca Al-Qur’an bagi siswa tunanetra yang

membutuhkan pendidikan dan perhatian khusus akan diberikan pendidikan

belajar membaca Al-Qur’an dengan menggunakan huruf braille. Huruf braille

ini disajikan dengan menggunakan perumpamaan simbol timbul yang mengartikan huruf hijaiyah dan tanda bacanya. Sesuai dengan firman Allah

SWT didalam Al-Qur’an surat 13 (Ar-Ra’ad) ayat 17 sebagai berikut:

َر اًدَبَز ُلْيّسلا َلَمَتْحاَف اَِرَدَقِب رةَيِدْوَأ ْتَلاَسَف ًءاَم ِءاَمّسلا َنِم َلَزْ نَأ

اَِِّو اًيِبا

ُبِرْضَي َكِلَذَك ُهُلْ ثِم ردَبَز ٍعاَتَم ْوَأ ٍةَيْلِح َءاَغِتْبا ِراّنلا ِِ ِهْيَلَع َنوُدِقوُي

َساّنلا ُعَفْ نَ ي اَم اّمَأَو ًءاَفُج ُبَ ْذَيَ ف ُدَبّزلا اّمَأَف َلِطاَبْلاَو ّقَْْا ُهّللا

ُبِرْضَي َكِلَذَك ِضْرأا ِِ ُثُكْمَيَ ف

َلاَثْمأا ُهّللا

Artinya: “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada


(20)

10

harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di

bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.12

Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy menjelaskan ayat diatas didalam tafsirnya Al-Maraghi bahwa setelah membuat perumpamaan orang yang

melihat dan orang yang buta bagi orang Mu’min dan orang kafir, serta

perumpamaan cahaya dan kegelapan bagi keimanan dan kekufuran,

selanjutnya Allah membuat dua perumpamaan bagi yang haq dalam pahala

dan kekayaan, serta bagi yang bathil dalam kerusakan dan kemusnahannya. Kemudian, menerangkan kesudahan masing-masing dari orang yang berbahagia dan orang yang sengsara, serta apa yang disediakan bagi masing-masing di hari kiamat. Juga menerangkan, bahwa keadaan mereka di sisi-Nya tidak sama, dan bahwa orang yang memahami serta menjadikan perumpamaan itu sebagai pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal

pikiran sehat.13

Ayat diatas memberikan penjelasan bahwa kekuasaan Allah tidak akan

ada yang sia – sia. Ayat diatas juga menjelaskan tentang pendidikan Islam

dapat dilakukann dengan menggunakan metode pemberian perumpamaan

atau metode imstal.14 Yaitu memberikan sebuah perumpamaan dari

kekuasan Allah sehingga seorang anak akan memahami tentang pengetahuan yang disampaikan. Yang dimaksud perumpamaan yang diberikan kepada siswa tunanetra disini adalah sebuah simbol timbul yang di umpamakan

12

Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, ibid, h. 251

13

Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1988), h. 151

14


(21)

11

huruf-huruf hijaiyah dan tanda bancanya. Yang dimaksud perumpamaan simbol yang timbul disini dapat disebut dengan huruf Braille.

Huruf Braille adalah serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabaan jari oleh orang tunanetra. Braille bukanlah bahasa tetapi kode yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman dan

lain-lain dapat dibaca dan ditulis.15 Namun huruf Braille disini difokuskan pada

Braille hijaiyah karena untuk pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra.

Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) / A Surabaya terdapat kelas VII,VII dan IX. Pada penelitian ini akan fokus pada kelas VII, karena kelas VII adalah kelas awal pada SMP. Maka di kelas awal ini terdapat siswa-siswa yang berasal dari bermacam-macam lingkungan, tamatan sekolah dan latar belakangnya. Ada yang dari SDLB, MI, dan lain sebagainya. Siswa yang terdapat pada kelas VII ini ada yang sudah pernah mengenal Braille huruf hijaiyah ataupun belum pernah mengenal. Dan bahkan ada juga yang sudah faham akan Braille huruf hijaiyah, sehingga

guru lebih mudah mengajarkan AL-Qur’an.

Pada kelas VII di SMPLB/ A Surabaya ini dalam pembelajaran

Al-Qur’an khususnya belajar membaca Al-Qur’an terbiasa menggunakan metode drill. Guru menggunakan metode drill karena dianggap metode drill adalah salah satu metode yang mudah untuk diterapkan pada siswa tunanetra dengan menggunakan huruf Braille. Setiap pagi lima belas menit sebelum pelajaran keagamaan dimulai, guru menerapkan metode drill untuk belajar

15

Juang Sunanto, Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h. 72


(22)

12

membaca Al-Qur’an pada siswa tunanetra. Namun disisi lain untuk membuat

pembelajaran Al-Qur’an semakin bervariasi, guru juga membuat

pembelajaran Al-Qur’an dengan media Card dan lain sebagainya.

Dari beberapa uraian di atas cukuplah jelas untuk di jadikan sebagai alasan bahwa penulis akan melakukan pengamatan tentang cara seorang

guru agama dalam mengajarkan pembelajaran membaca Al-Qur’an pada

siswa tunantra di kelas VII SMPLB/ A Suarabaya dengan mengangkat judul

“Implementasi Huruf Braille dalam Pembelajaran Al-Qur’an pada Siswa

Tunanetra Di Kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an

pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya?

2. Bagaimanakah kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi

huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas

VII SMPLB/ A YPAB Surabaya? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat di ambil tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui implementasi huruf braille dalam pembelajaran


(23)

13

2. Ingin mengetahui kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi

huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas

VII SMPLB/ A YPAB Surabaya. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini penyusun berharap dapat memberikan sumbangsi kemikiran dalam pengembangan keilmuan di UIN Sunan Ampel Surabaya

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan keilmuan penulis dalam pendidikan agama Islam khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus, khususnya siswa tuna netra.

b. Bagi Lembaga

Penelitian ini dapat digunakan sebagai intropeksi diri oleh sekolah

tersebut, agar dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan bagi siswa tunanetra. Dan juga sebagai tambahan wawasan serta keilmuan guru pendidikan agama islam di sekolah tersebut untuk lebih dapat mengembangkan kompetensi dasar dalam pengajarannya.

E. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar dan lebih terfokus. Dalam

penelitian ini penulis membatasi pembahasan tentang “Implementasi Huruf


(24)

14

SMPLB/ A YPAB Surabaya”. Implemenatasi Huruf Braille disini menjelaskan tentang penerapan huruf Braille yaitu serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabaan jari oleh orang tunanetra. Huruf Braille disini difokuskan pada Braille huruf Hijaiyah, karena mengingat pembahasan

tentang pembelajaran Al-Qur’an. Kemudian pembelajaran Al-Qur’an disini

akan dibatasi tentang cara membaca Al-Qur’an. Sedangkan siswa tuna netra

adalah siswa yang mempunyai kelaianan pada indera penglihatannya. Sehingga dia membutuhkan indera yang lainnya seperti perabaan, penciuman, parasa atau pengecap serta indera kinestetik dalam memahami pengetahuan. Sehingga ia berhak untuk mendapatkan pengetahuan seperti layaknya seorang siswa yang normal, termasuk berhak medapat pengajaran agar dapat

membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Sedangkan SMP Luar Biasa/A

Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta Surabaya adalah sekolah khusus anak tuna netra yang ada di Jl. Gebang Putih No. 5 Sukolilo Surabaya.

F. Definisi Operasional

Untuk memberikan pemahaman yang benar akan makna dari judul penelitian ini, penulis memberikan definisi istilah sebagai berikut:

1. Implementasi.

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru pengertian dari

implementasi adalah pelaksanaan; penerapan.16 Kemudian beberapa

pendapat lain implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis sehingga

16

Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Amelia Surabaya, 2003), h. 181


(25)

15

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan,

maupun nilai dan sikap.17 Implementasi biasanya dilakukan setelah

perencanaan sudah dianggap fix. Implemenatsi juga bisa berarti

pelaksanaan yang berasal dari kata bahsa Inggris Implementasi yang

berarti melaksanakan.18

Maka yang dimaksud dengan implementasi dari beberapa definisi di atas adalah penerapan atau pelaksanaan yang merupakan proses penerapan ide dan sebuah perencanaan yang sudah di anggap fix.

2. Huruf Braille

Huruf Braille adalah serangkaian titik timbul sebagai simbol atau perumpamaan dari angka, huruf atau tanda baca yang digunakan oleh tunanetra untuk belajar atau menggali pengetahuan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada Braille huruf hijaiyah.

3. Pembelajaran Al-Qur’an

Pembelajaran berasal dari kata belajar. Menurut Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia Terbaru pengertian dari belajar adalah berusaha, berlatih

untuk mendapat pengetahuan.19 Sedangkan pembelajaran adalah sebuah

proses dalam berusaha, berlatih untuk mendapat pengetahuan.

Kemudian menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru

pengertian dari Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang berisi

17

Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 237

18

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 56

19


(26)

16

firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantaraan malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalakan

sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.20

Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat

menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.21

Dari beberapa pengertian di atas dapat di tarik pengertian tentang

pembelajaran Al-Qur’an adalah sebuah proses dalam berusaha dan berlatih

untuk mendapat pengetahuan tentang kitab suci umat Islam yang berisi tentang firman-firman Allah yang merupakan bacaan sempurna serta tidak ada

seorang pun yang mampu menandingi kemurnian Al-Qur’an itu sendiri.

4. Siswa Tuna Netra

Anak yang mempunyai kelainan pada indera penglihatan yaitu yang disebut tuna netra. Tuna netra adalah kerusakan atau cacat yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat/buta. Termasuk tunanetra

adalah seseorang yang kurang daya penglihatannya.22 Jadi anak tuna netra

ini mempunyai kelainan pada penglihatannya, sehingga harus

menggunakan indera lain yang masih normal dan dapat digunakan untuk memahami pengetahuan. Seperti perabaan, penciuman, parasa atau pengecap serta indera kinestetik.

20

Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, ibid, h. 27

21

Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai

Persoalan Umat, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), h.3

22


(27)

17

5. SMP Luar Biasa

SMP Luar Biasa adalah sebuah sekolah formal setingkat Sekolah Menengah Pertama yang menyediakan pendidikan khusus bagi anak penderita ketunaan. Disini akan diberikan pendidikan, pengajaran, dan perhatian khusus agar anak penderita ketunaan tetap bisa berkembang layaknya anak normal. Sekolah luar biasa ini merupakan bentuk perhatian pemerintah pada pendidikan anak yang menderita ketunaan.

6. Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB) Surabaya

Sebuah yayasan yang khusus untuk anak buta yang berada di Jl. Gebang Putih No. 5 Surabaya.

Maka yang di maksud dengan implementasi huruf braille dalam

pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB

Surabaya adalah pelaksanaan yang merupakan proses pembelajaran

Al-Qur’an dengan menggunakan serangkaian titik timbul sebagai simbol atau perumpamaan dari angka, huruf dan tanda baca lainnya atau disebut dengan huruf Braille yang di terapkan pada siswa tunanetra di kelas VII SMP Lur Biasa bagian A Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB) yang ada di Kota Surabaya.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini agar lebih mudah untuk dipahami, maka penulis memberikan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab satu pendahuluan. Bab ini meliputi langkah-langkah penelitian. Dalam pendahuluan di ungkapkan beberapa unsur antara lain latar belakang,


(28)

18

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab dua kajian pustaka. Pada bab kajian pusataka ini terdiri dari huruf Braille, yang meliputi tentang sejarah huruf Braille dan pengertian huruf

Braille, dan lain sebagainya. Kemudian pembelajaran Al-Qur’an, kajian

tentang siswa tunanetra, yang meliputi tentang pengertian, penyebab, klasifikasi dan karakteristiknya. Selanjtnya tentang kajian tentang

implementasi huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an pada siswa

tunanetra, khususnya dalam cara membacanya.

Bab tiga metode penelitian. Unsur pokok yang terdapat pada bagian ini

antara lain adalah pendekatan dan jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, dan teknik analisis data.

Bab empat paparan dan analisis data. Pada bab ini dipaparkan beberapa

data antara lain tentang hasil wawancara kepada guru tentang implementasi

huruf braille dalam pembelajaran al-qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII

SMPLB/ A YPAB Surabaya, wawancara tentang kemampuan membaca

Al-Qur’an melalui implementasi huruf braille dalam pembelajaran Al-Qur’an pada siswa tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya, observasi pembelajaran guru tentang implementasi agama islam untuk melatih

membaca Al-Qur’an melalui huruf braille pada siswa tunanetra di kelas VII

SMPLB/ A YPAB Surabaya, dan dokumentasi penelitian. Kemudian tentang analisis data juga membahas temuan penelitian bertujuan untuk menjawab


(29)

19

masalah penelitian, menafsirkan temuan-temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan memodifikasi teori yang ada atau menyusun teori baru.

Bab lima penutup. Bab lima penutup ini terdiri atas simpulan dan saran.

Yaitu simpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dan saran merupakan masukan untuk membangun lebih baik lagi.


(30)

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan Implementasi Huruf Braille

1. Tinjauan tentang Huruf Brille

a. Pengertian Huruf Brille

Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil.

Melalui perjalanan yang panjang tulisan Braille sekarang telah diakui efektifitasnya dan diterima sebagai tulisan yang digunakan oleh tunanetra di seluruh dunia. Selain itu huruf Braille bukan saja sebagai alat komunikasi bagi para tunanetra tetapi juga sebagai representasi suatu

kompetensi, kemandirian, dan juga persamaan (equality).24

Braille adalah serangkaian titik timbul yang dapat dibaca dengan perabahan jari oleh tunanetra. Braille bukanlah bahasa tetapi kode yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis.

Membaca dan menulis Braille masih digunakan secara luas oleh

tunanetra baik di negara maju maupun negara-negara berkembang.25

Maka Huruf Braille adalah huruf yang diberupa serangkaian titik timbul dengan cara penggunaan yang khusus serta digunakan oleh

24

Juang Sunanto, Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan, ibid, hal 72-73

25

Ibid.


(31)

21

tunantera untuk menggali ilmu pengetahuan mulai dari ilmu umum,

sosial, agama melalui A-Qur’an dan lain sebagainya.

b. Sejarah Huruf Brille

Pengembangan metode membaca dan menulis dengan perabaan dimulai pada akhir abad ke-17. Telah banyak metode perabaan dicobakan tetapi tidak banyak yang bertahan dan mencapai keberhasilan yang optimal. Pada abad ke-18 ditemukannya tulisan timbul oleh Louis Braille memberikan perubahan monumental bagi kehidupan para tunanetra dan

kemajuan di bidang literatur (bacaan), komunikasi, dan pendidikan.26

Louis Braille dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1809 di sebuah rumah batu tua yang terletak di kaki bukit barbatu-batu di wilayah pedesaaan Coupvray, kurang lebih 40 kilometer sebelah timur kota Paris. Ayahnya seorang tukang sepatu dan pelana kuda bernama Rene Braille.

Louis Braille sejak kecil teganggu kesehatannya. Ia seorang anak yang lincah, periang, dan cerdas. Suka membantu ayahnya dan sebagai lazimnya anak kecil, suka pula ia bermain-main dengan barang dan peralatan yang terdapat di tempat kerja ayahnya.

Suatu hari, nasib lain menentukan. Pada usia 3 tahun ia menjadi buta karena pada waktu bermain dengan mempergunakan peralatan tukang milik ayahnya dan ia terjatuh. Sebelah matanya luka, infeksi mempengaruhi mata yang sebelah, dan akhirnya ia menjadi buta sama sekali.

26


(32)

22

Louis Braille memang anak yang sangat cerdas. Kecerdasan menarik perhatian pendeta Abbe Paliuy. Sejak berusia 5 tahun Louis telah menjadi murid pendeta tersebut. Dengan telaten Louis dididik sebagaimana halnya mendidik anak-anak lain. Lima tahun lamanya ia belajar bersama dengan teman-teman sedesanya. Tetapi akhirnya dirasa bahwa pendidikan semacam itu di desanya tidak lagi sesuai dengan keadaan Louis.

Pada tanggal 15 Februari 1819, jadi setelah berusia 10 tahun Louis masuk sekolah tunanentra di Paris, pada usia 17 tahun ia dapat menyelesaikan pendidikannya dengan nilai paling baik, karenanya ia diminta oleh sekolah untuk menjadi guru pada sekolah tersebut.

Sebagai pemuda yang rajin dan cerdas ia haus akan kemajuan. Ia tidak puas dengan keadaan pendidikan untuk anak tunanetra pada saat itu. Dianggapnya terlampau lamban belajar dengan mempergunakan huruf Roma yang ditimbulkan sangat sukar dan yang paling pokok ialah anak tunanetra sendiri tidak dapat menulis. Pada waktu senggangnya ia selalu mencari jalan untuk menemukan cara membaca dan menulis yang

paling tepat.27

Demi menyesuaikan kebutuhan para tuna netra, Louis Braille mengadakan uji coba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa kawan tunanetra. Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf

27

Munawir Yusuf, Pendidikan Tunanetra Dewasa dan Pembinaan Karir, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), h. 110


(33)

23

Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau

spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L‟Institution

Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra.

Usaha Louis Braille mendapat tempat dan dukungan Charles Barbier. Charles Barbier adalah seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi

sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night

writing atau tulisan malam. Sehingga Charles Barbier pada tahun 1825 menciptakan tulisan yang dapat dibaca di tempat yang gelap. Tulisan itu terdiri dari 12 titik berjajar dua dari atas ke bawah, dengan mudah dapat dirabah.

Atas dasar penemuan Braille ini, pada tahun 1834 Louis Braille selesai mengembangkan tulisan untuk anak tunanetra. Bertolak dari penemuan Barbier, Louis menyusun tulisan terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga-tiga. Dengan menempatkan titik-titik tersebut dalam berbagai posisi telah disusun seluruh abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut dapatlah kini anak tunanetra membaca dan menulis lebih mudah.


(34)

24

Kontroversi mengenai kegunaan huruf Braille di Perancis sempat muncul hingga berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan Braille di tempat Louis mengajar. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tuna netra. Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau,

asisten direktur L‟Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau

kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tuna netra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.

Louis juga mendapat pengakuan akan karyanya dari gurunya yang dulu yaitu Valentine Hauy. Walaupun pengakuan tersebut harus menunggu hingga 2 tahun setelah ia meninggal. Louis meninggal tahun 1852, pada usia 43 tahun.

Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama ‘tulisan Braille’. Di tahun 1956, Dewan Dunia


(35)

25

the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai musium.

Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris.28

Jadi sejarah adanya huruf Braille ini bermula dari sebuah pengalaman seorang tentara yaitu M. Charles Barbier, kemudian dilanjutkan dengan penemuan Louis Braille, sehingga Braille banyak digunakan oleh tunanetra, sehingga mereka dapat belajar ilmu pengetahuan.

Pada awalnya huruf Braille tidak mendapatkan banyak dukungan karena berbagai kendala. Namun dengan berkembangnya zaman dan usaha, akhirnya huruf Braille ini di akui dan mendapat dukungan luar biasa sehingga sampai sekarang Huruf Braille masih digunakan oleh siswa tunanetra didunia pendidikan.

c. Penggunaan Huruf Brille

Huruf-huruf Braille disusun berdasarkan pola enam titik timbul dengan posisi tiga vertikal dan titik horisontal (seperti pola kartu domino). Titik-titik tersebut diberi nomor tetap 1, 2, 3, 4, 5, 6 pada posisi sebagai berikut:

1) Susunan titik huruf Braille cara baca

Untuk keperluan mambaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan.

28


(36)

26

1 4

2 5

3 6

4 1

5 2

6 3

Titik satu pada penulisan Braille terdapat pada titik sebelah kiri atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf Braille terdiri dari satu atau kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.

2) Susunan titik huruf Braille cara tulis.

Untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan mambaca. Cara menulis huruf Braille tidak seperti pada umumnya yaitu dimulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis Braille secara negatif dan menghasilkan tulisan secara timbul positif.

Titik satu pada penulisan Braille terdapat pada titik sebelah kanan atas. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf Braille yang ditulis dari kanan ke kiri. Huruf Braille terdiri dari satu atau


(37)

27

kombinasi beberapa titik tersebut. Dengan bantuan nomor dari setiap titik, maka suatu huruf dapat dinyatakan dengan menyebutkan nomor dari titik-titiknya.29

Demikian penggunan huruf Braille untuk siswa tunanetra. Dengan mempergunakan huruf Braille seorang tunantera tidak saja membaca tetapi juga dapat menuliskan apa yang dipikir serta

kemudian membacanya kembali.30 Ketika menggunakan huruf

Braille ada beberapa hal yang harus dicatat:

1) Bahwa dengan demikian terdapat perbedaan pengggunaan huruf

untuk orang tunanetra dan orang awas.

2) Huruf Braille:

a) Lama menuliskannya

b) Memerlukan tempat lebih banyak

c) Tidak dapat diperkecil

d) Memerlukan alat khusus untuk menuliskannya.31

Namun dengan berkembangnya zaman, Braille kemungkinan kurang digunakan lagi sebagai metode utama dalam membaca, sebab pembaharuan dan kemungkinan di bidang teknologi memampukan anak membaca dengan menggunakan alat-alat yang mengubah tulisan kedalam bentuk suara dan juga tersedia bahan rekaman. Hal

29

Wahyudi Hartono, Materi Pelatihan Dasar Baca Tulis Braille Untuk Orang Tua Anak Tunanetra, (Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya), h.1-2

30

Munawir Yusuf, Pendidikan Tunanetra Dewasa dan Pembinaan Karir, ibid, h.111

31

Ts. Soekini Pradopo, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976), h. 36


(38)

28

ini didukung oleh filosofi bahwa anak yang sisa penglihatannya seminim mungkin, harus diajarkan menggunakan sebanyak mungkin. Mereka yang buta total Braille tetap jadi metode utama dalam membaca. Braille tetap berguna juga untuk komunikasi sesama tunanetra dan lagi tidak semua tunanetra memiliki alat-alat teknologi tersebut yang relatif mahal. Metode mula-mula menulis Braille dengan menggunakan mesin tik Braille dengan menggunakan

reglet dan pen (Stylus).32

Penggunaan Braille sebenarnya sama antara huruf abjad dengan huruf Al-Quran. Namun yang membedakan memang rumus atau kode huruf abjad dengan huruf hijaiyah berbeda, karena untuk membaca dan menulis kembali pengetahuan bagi tunanetra.

Huruf Brille merupaka modal utama dan dasar untuk menulis dan membaca bagi tunanetra. Meskipun berkembangnya zaman banyak alat elektronik seperti alat perekam, dan lain-lain yang juga dapat membantu siswa tunanetra mendapatkan ilmu pengetahuan, namun jika siswa tunanetra ingin menulisknannya kembali, maka harus menggunakan huruf Braille. Oleh karena itu, huruf Braille merupakan modal utama belajar bagi siswa tunanetra.

32


(39)

29

B.Tinjauan Pembelajaran Al-Qur’an

1. Tinjauan pengertian Pembelajaran Al-Qur’an

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang tua atau makhluk hidup belajar. Jadi sebuah pembelajaran berisi mengenai sebuah bentuk atau konstruksi yang dirancang secara baik berdasar pada teori-teori yang berkaitan langsung dengan proses, cara menjadikan orang belajar. Menurut Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, karyawan dan lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, slide, audio visual, dan juga komputer. Prosedur meliputi jadwal, metode

penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebaginya.33

Belajar sendiri maerupakan sebuah perubahan perilaku berikut pengalaman dan latihan. Karena itu belajar harus membawa perubahan kepada individu yang belajar. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi pada sapek intelektualnya saja, tetapu juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, dan minat. Pendeknya perubahan itu

terjadi pada segala aspek organisme atau probadi seseorang.34

33

Hamalik, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: Bima Aksara, 2001), h. 57

34


(40)

30

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses menjadikan orang mengalami perubahan tingkah laku dengan latihan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar atau sistematis. Dari sini pola dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran harus terjalin hubungan yang sistematis anatara komponen dalam pembelajaran agar tujuan pembelajran dapat tercapai.

b. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang

dapat menndingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia

itu.35

Pendapat lain juga menjelaskan tentang pengertian Al-Qur’an adalah

sumber rujukan paling pertama dan utama dalam ajaran Islam. Ia diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw., untuk

disampaikan kepada umat manusia.36

Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di

sekitar pengertian Al-Qur’an baik dari segi bahasa maupun istilah. Dari

segi bahasa Asy-Syafi’i misalnya, mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan

berasal dari akar kata apapun, dan bukan ditulis menggunakan hamzah. Lafazd tersebut sudah lazim dipakai dalam pengertian kalamullah

35

Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai

Persoalan Umat, ibid.

36

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam


(41)

31

(firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad). Sementara

Al-Farra berpendapat kata al-Qur’an berasal dari kata Qarain jamak

dari kata Qarinah yang berarti kaitan, karena ayat-ayat dalam

Al-Qur’an saling berkaitan.37

Ada juga yang mengatakan bahwa asal kata Al-Qur’an adalah Qara‟a, yaqra‟u, qira‟atan, qur‟anan, tanpa al yang artinya adalah ‘bacaan’. Selanjutnya kata tersebut lazim dipakai untuk Al-Qur’an yang di kenal sekarang ini.38

Kemudian sebagian pendapat juga menjelaskan bahwa Al-Qur’an

atau disebut dengan “kalam Allah” atau kalamullah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.; membacanya ibadah, susunan kata dan isinya merupakan mukjizat, termaktub di dalam

mushaf dan dinukil secara mutawatir.39

Dari segi istilah Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada

tandingnya (mukjizat), yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,

penutup para nabi dan rasul dengan perantara malaikat Jibril alaihis

salam, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan an-Nas, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawattir (oleh banyak orang), serta mempelajarinya merupakan suatu

ibadah.40 Definisi tersebut telah disepakati oleh banyak ulama dan ahli

ushul.

37

Lihat Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, (terj.), Pustaka Firdaus dari judul asli Mabahits Fii Ulumil Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), cet. II, h. 9

38

Ajat Sudrajat, Din, h. 30

39

Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an, ibid.

40


(42)

32

Abd al-Wahhab al-Khallaf mendifinisikan al-Qur’an dengan lebih

lengkap lagi. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang

diturunkan kepada hari Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jubril dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia

menjadi hujjah bagi rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi

undang-undang bagi manusia, dan menjadi petunjuk bagi umat manusia. Ia terhimpun dalam Mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, disampaikan secara mutawattir, dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan

pergantian.41

Meskipun terjadi perbedaan dalam definisi tersebut, akan tetapi semua definisi masih dapat ditampung oleh sifat ataupun karakteristik al-Qur’an dan tidak keluar darinya. Sehingga dari beberapa pendapat

tentang definisi Al-Qur’an di atas dapat diambil pendapat penulis

tentang pengertian Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad melalui Jubril dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya yang benar, sebagai pedoman hidup umat manusia, serta tidak akan ada yang bisa menyamai isi didalamnya sehingga akan terjaga selamanya.

c. Pengertian Pembelajaran Al-Qur’an

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat di ambil sebuah

pengertian tentang pembelajaran Al-Qur’an adalah suatu proses

41

Abd al-Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (terj.) Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib dari judul asli ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Al-Majlis al-A’la al-Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyyah, 1972), h. 23


(43)

33

menjadikan orang mengalami perubahan tingkah laku dengan latihan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar atau sistematis tentang firman Allah yang diturunkan kepada hari Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jubril dengan lafadz bahasa Arab dan maknanya

yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi rasul, bahwa ia benar-benar

Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, dan menjadi petunjuk bagi umat manusia yang terhimpun dalam Mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, disampaikan secara mutawattir, dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian, serta tidak akan ada yang bisa menyamai isi didalamnya sehingga akan terjaga selamanya.

2. Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an

Ruang lingkup Belajar Al-Qur’an terdapat membaca, menulis,

menghafal, memahami, dan lain sebagainya. Namun beberapa pendapat lain juga memberi penjelasan bahwa ruang lingkup pembelajaran Al-Qur’an yaitu belajar membaca sampai baik dan lancar dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam qiraat dan tajwid, belajar arti dan maksud yang

terkandung di dalamnya dan yang terakhir adalah menghafalnya.42

Menurut Muttaqien Said, belajar Al-Qur’an meliputi beberapa hal yaitu:

a. Belajar membacanya sampai lancar dan fasih sesuai kaidah yang

berlaku yaitu ilmu Qira’at dan Tajwid.

b. Mengahafalkan al-Qur’an di luar kepala

42


(44)

34

c. Mempelajari, memperdalam isi kandungan Al-Qur’an dan mengerti

maksudnya

d. Mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an sebaik-baiknya.43

Dari beberapa paparan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa dasar

utama dalam mempelajari Al-Qur’an adalah belajar membaca Al-Qur’an.

Pada tingkat anak-anak, belajar membaca AL-Qur’an menjadi modal

penting untuk kemudian hari mempelajari Al-Qur’an lebih mendalam.

Maka dalam penelitian ini akan membahas mengenai pembelajaran Al-Qur’an yang akan di fokuskan pada pembelajaran membaca Al-Qur’an. C.Tinjauan Tunanetra

1. Pengertian Tunanetra

Kata tunanetra itu sendiri tidak asing bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang belum memahaminya. Pengertian tunanetra itu sendiri banyak ragamnya, sebab dapat ditinjau dari segi harfiah, kiasan, metafisika, medis, fungsional atauapun dari segi pendidikan. Secara bahasa Tuna Netra berasal dari dua kata yaitu:

a. Tuna (Tuno: Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan

dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki.

b. Netra (Netro: Jwa) yang berarti mata.

Namun demikian kata tuna netra adalah satu kesatuan yang tidak

terpisahkan yang berarti rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya.

43

Muttaqien Said, Menuju Generasi Al-Qur‟an, (Ponorogo: Pusat Pengembangan Studi Ilmu Amal Pondok Pesantren Modern Ponorogo), h. 16


(45)

35

Berbagai pendapat ilmuwan tentang definisi tunanetra antara lain, menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut:

a. Seorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision) dari ke

dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.

b. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman

penglihatan 20/ 200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.

Menurut Alana M. Zambone, Ph.D., dalam bukunya yang berjudul Teaching Children With Visual And Additional Disabilities (Alana, 1992: 59) seseorang dikatakan buta total bila tidak mempunyai bola mata, tidak dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat memproses apa yang dilihat pada otaknya yang masih berfungsi.

Menurut DeMott (1982:272) dalam bukunya yang berjudul Exceptional Children and Youth istilah buta (blind) diberikan pada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi cahaya.

Menurut pendidikan kebutaan (blindness) difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan penglihatan sebagai suatu saluran untuk belajar.


(46)

36

Dalam konteks kesehatan, organisasi kesehatan dunia (WHO) membedakan istilah impairment, disability, dan handicap. Impairment mempunyai arti kehilangan atau ketidaknormalan atau kelemahan struktur atau fungsi psikologi, fisiologi, atau anatomis. Visual Impairment berarti penglihatan yang tidak berfungsi. Tidak berfungsinya penglihatan karena kerusakan pada mata. Kerusakan tersebut dapat disebabkan saraf rusak, bola mata tidak ada, bola mata terlalu kecil, dan lain-lain. Disability mempunyai arti keterbatasan atau ketidakmampuan atau kekurangmampuan sebagai akibat dati impairment. Visual Disability berarti penglihatan atau mata tidak dapat digunakan karena ada kerusakan. Mata tidak dapat dipergunakan untuk melihat karena sarafnya rusak, atau karena bola mata hilang, atau bola mata terlalu kecil. Handicap mempunyai arti hambatan atau kondisi yang kurang baik bagi seseorang akibat impairment atau disability. Berat ringannya hambatan tersebut tergantung pada usia, jenis kelamin, faktor-faktor sosial dan budaya orang tersebut. Visually handicap berarti seseorang tidak dapat menggunakan penglihatannya karena ada kerusakan pada saraf mata, atau bola mata. Akibatnya penglihatannya tidak berfungsi. (WHO, 1980)44.

Sedangkan pengertian tunanetra dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya.

44


(47)

37

Pengertian dari segi pendidikan, oleh Barraga (1976) tunanetra

diartikan sebagai suatu cacat penglihatan sehingga mengganggu proses belajar dan pencapaian bejajar secara optimal sehingga diperlukan metode pengajaran, pembelajaran, penyesuaian, bahan pelajaran dan lingkungan belajar.

Pendapat lain juga menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya sehingga dalam proses belajar akan

bergantung kepada indera pendengar (auditif), perabahan (tactual), dan

indera lain yang masih berfungsi (Hardman. 1990.313).45

Namun pendapat lain juga memberikan penjelasan tentang hakekat tunanetra. Bahwa kata tunanetra berasal dari kata-kata tuna dan netra yang masing-masing berarti rusak dan mata. Jadi, tunanetra berarti rusak mata atau rusak penglihatan. Jika tunanetra berarti penglihatan yang rusak, maka anak tunanetra adalah anak yang rusak penglihatannya, sedangkan para tunanetra adalah mereka yang menyandang kerusakan mata atau kerusakan penglihatan. Kita mengetahui bahwa banyak orang yang mengalami kerusakan mata, tetapi masih mampu menggunakan penglihatan mereka walaupun terbatas. Mereka itu jelas bukan orang-orang buta. Meskipun demikian, mereka itu adalah tunanetra. Sebaliknya, orang-orang yang buta adalah orang-orang yang juga rusak penglihatan mereka. Dengan demikian maka mereka tunanentra. Dari keterangan tadi dapatlah ditarik kesimpulan bahwa orang tunanetra itu belum tentu buta, sedangkan orang buta itu pasti

45

Purwaka Hadi, Kemandirian Tuna Netra, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h. 36-38


(48)

38

tunanetra. Lebih lanjut dapat dinyatakan bahwa kebutaan adalah tingkat

ketunanetraan yang paling berat.46

Dari berbagai pendapat ilmuwan dan dilihat dari berbagai segi maka dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya buta adalah orang yang tidak mampu melihat walaupun menggunakan kacamata, atau hanya dapat merangsang cahaya, karena terdapat kerusakan mata. Sedangkan tunanetra adalah kerusakan pada mata sehingga tidak dapat melihat secara maksimal, namun tidak separah kerusakan seperti kebutaan. Disini maksud tunanetra masih dapat melihat namun tidak sepenuhnya.

2. Klasifikasi Tunanetra

Disini akan dibahas tentang klasifikasi atau pengelompokan tunantera yang ditinjau dari segi pendidikan.

a. Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan. (Snellen

Tes)

1) 6/6 m –6/6 m atau 20/20 feet -20/50 feet.

Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau bahkan masih dapat dikatakan normal.

2) 6/20 m -6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet.

Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially sigh ataupun tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu malihat dengan bantuan kaca mata.

46

Sjamsuar Mochtar, Ortodidaktik Anak Tunanetra A1, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), h. 6-7


(49)

39

3) 6/60 lebih atau 20/200 lebih.

Pada tingkat ini sudah dikatakan tunantera berat. Taraf ini masih mempunyai tingkatannya yaitu:

(a) Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter.

(b) Masih dapat melihat gerakan tangan

(c) Hanya dapat membedakan terang dan gelap

4) Mereka yang memiliki visus 0, sering disebut buta.

Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun.

b. Berdasarkan saat terjadinya kebutaan

1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir

Kelompok ini terdiri tunanetra yang sejak dalam kandungan atau sebelum satu tahun sudah mengalami kebutaan.

2) Tunanetra batita

Saat ini di bawah 3 tahun telah mengalami tunanetra.

3) Tunanetra balita

Saat ini dibawah 5 tahun telah mengalami kebutaan disebut tunanetra balita.

4) Tunanetra pada usia sekolah

Kelompok ini meliputi anak tunanetra dari usia 6 tahun sampai dengan 12 tahun.

5) Tunanetra remaja


(50)

40

6) Tunanetra dewasa

Kelompok ini terjadi pada usia 19 tahun keatas. Mereka telah memiliki keterampilan yang mapan dan kemungkinan pekerjaan yang dapat diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya.

c. Menurut tingkat kelemahan visual

1) Tidak ada kelemahan visual (normal)

Memiliki ketajaman penglihatan lebih besar dari 20/25 dan luas lantang pandang lebih besar dari 120 derajat.

2) Kelemahan visual ringan

Memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/25 dan luas lantang pandang kurang dari 120 derajat.

3) Kelemahan visual sedang

Memiliki katajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang 60 derajat.

4) Kelemahan visual parah

Memiliki katajaman penglihatan lebih besar dari 20/60 dan luas lantang pandang 20 derajat.

5) Kelemahan visual sangat parah

Memiliki katajaman penglihatan sangat rendah. Ia hanya bisa membaca atau menghitung jari pada jarak 5m dengan lantang pandang 10 derajat.


(51)

41

Iahanya bisa membaca dan menghitung jari 1m dengan lantang pandang 5 derajat.

7) Kelemahan visual total

Pada taraf ini sudah tidak dapat lagi menerima tangsang cahaya. Ia sudah dapat dikatakan buta.

d. Menurut ketidakmampuan dalam melihat

1) Ketidakmampuan melihat taraf ringan

Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan tanpa harus menggunakan alat bantu khusus. Kegiatan sehari-hari dapat dikerjakan tanpa hambatan.

2) Ketidakmampuan penglihatan taraf sedang

Pada taraf ini masih dapat melakukan kegiatan dengan menggunakan kedekatan sinar, dan alat bantu khusus.

3) Ketidakmampuan penglihatan pada taraf parah

Pada taraf ini ada beberapa tingkat kemampuan:

a) Dapat melakukan kegiatan dengan bantuan alat bantu

penglihatan tetapi tidak lancar dalam membaca, cepat lelah sehingga tidak tahan lama dalam melihat.

b) Tidak dapat melakukan tugasnya secara detail atau terinci

walau telah dibantu dengan alat bantu penglihatan.

c) Mengalami hambatan dalam melakukan tugas-tugasnya secara


(52)

42

d) Penglihatan sudah tidak dapat diandalkan lagi sehingga

memerlukan indera lain karena yang mampu dilihat hanyalah terang-gelap.

e) Penglihatannya benar-benar tidak dapat dipergunakan lagi

sehingga tergantung pada kemampuan indera lainnya.47

Sedangkan pendapat lain juga mengklasifikasikan tentang

tunanetra. Menurut kemampuan melihat, tunanetra (visual

impairment) dapat dikelompokkan pada:

a. Buta ( Blind ), ketunanetraan jenis ini terdiri dari:

1) Buta total (totally blind) adalah mereka yang tidak dapat

melihat sama sekali baik gelap maupun terang.

2) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka

yang masih bisa membedakan antara terang dan gelap.

b. Kurang Penglihatan ( Low Vision ), jenis-jenis tunanetra kurang lihat adalah:

1) Light Perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan gelap.

2) Light Projection, tenanetra ini dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya.

3) Tunnel Vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra adalah terpusat (20) sehingga apabila melihat obyek hanya terlihat bagian tengahnya saja.

47


(53)

43

4) Periferal Vision atau penglihatan samping, sehingga pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian tepi.

5) Penglihatan Bercak, pengamatan terhadap obyek ada

bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat.

Berbagai pendapat tentang klasifikasi tunanetra dapat di ambil kesimpulan bahwa klasifikasi tunanetra dapat dilihat dari berdasarkan ketajaman penglihatan, berdasarkan saat terjadinya kebutaan, menurut tingkat kelemahan visual, menurut ketidakmampuan dalam melihat atau dapat juga diklasifikasikan berdasarkan kemampuan melihat yang di bagi menjadi klasifikasi buta dan klasifikasi kurang penglihatan.

3. Karakteristik Tunanetra

Sebelum membahas mengenai karakteristik, perlu dibedakan antara karakteristik dan karakter. Karakteristik adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang. Sedangkan karakter adalah sifat

seseorang. 48 Karakteristik ketunanetraan mempunyai relevansi dalam

proses perkembangan: awal usia terjadinya, tipe dan derajat penglihatannya, serta prognosanya.

Perilaku tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu, namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua tunanetra pada golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama, diantaranya adalah:

a. Karakteristik fisik

48


(54)

44

Ciri khas ketunatraan dapat dilihat langsung dari keadaan organ mata secara anatomi maupun fisiologi maupun keadaan postur tubuhnya. yaitu:

1) Ciiri khas fisik tunanetra buta

Mereka yang tergolong buta bila dilihat dari organ matanya biasanya tidak memiliki kemampuan normal, misalnya bola mata kurang atau tidak pernah bergerak, kelopak mata kurang atau tidak pernah berkedip, tidak bereaksi terhadap cahaya.

2) Ciri khas fisik tunanetra kurang penglihatan

Tunanetra kurang lihat karena masih adanya sisa penglihatan biasanya berusaha mencari atau upaya rangsang dengan mengarahkan mata ke cahaya, serta melihat ke suatu obyek dengan cara sangat dekat.

b. Karakteristik psikis

Ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra buta dengan tunanetra kurang lihat juga berpengaruh pada karakter psikisnya. yaitu:

1) Ciri khas psikis tunanetra buta

Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat. Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan lingkungan.


(55)

45

2) Ciri khas psikis tunanetra kurang lihat

Tunanera kurang lihat seolah-olah berdiri dalam dua dunia, yaitu antara tunanetra dengan awas. Hal ini menimbulkan dampak psikologis bagi penyandangnya.

Perilaku tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu, namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua tunanetra pada golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama, baik karakteristik fisik, karakteristik emosi, dan karakteristik

lainnya.49

Sementara Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipeuw dalam bukunya Ortopedagogik Tunanetra membedakan antara karakteristik kebutaan dan tunanetra. Menurutnya karakteristik kebutaan (tunanetra total) adalah sebagai berikut:

a. Rasa curiga pada orang lain

Keterbatasan akan rangsang penglihatan yang diterimanya akan menyebabakan para tunanetra kurang mampu untuk berorientasi dengan lingkungannya.

b. Perasaan mudah tersinggung

Perasaan tersinggung ini timbul karena sehari-hari yang selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain.

c. Ketergantungan yang berlebihan

49

Purwaka Hadi, Kemandirian Tuna Netra, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005), ibid, 49-51.


(56)

46

Sikap ketergantungan ini mereka tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri. Mereka cenderung untuk mengharapkan uluran tangan orang lain. Hal ini terjadi karena dua sebab. Sebab yang pertama datang dari diri tunanentra sendiri adalah belum atau tidak mau berusaha sepenuh hati untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Yang kedua dari luar tunanetra adalah karena selalu ada rasa kasih sayang dan perlindungan yang berlebihan dari orang lain di sekitarnya.

d. Blindism

Blindism merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari.

e. Rasa rendah diri

Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain yang normal.

f. Tangan ke depan dan badan agak membungkuk

Tunanetra cenderung untuk agak membungkuk badan dan tangan ke depan. Maksdunya untuk melindungi badannya dari sentuhan benda atau teruntuk benda tajam.

g. Suka melamun

Mata yang tidak berfungsi mengakibatkan tunanetra tidak dapat mengamati kedaan lingkungan, maka waktu yang kosong sering dipergunakan untuk melamun.


(57)

47

h. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek

Fantasi ini sangat berkaitan dengan melamun. Lamunannya akan menimbulkan fantasi pada suatu objek yang pernah diperhatikan dengan rabaannya. Fantasi ini cukup bermanfaat untuk perkembangan pendidikan tunanetra.

i. Kritis

Keterbatasan dalam penglihatan dan kekuatan dalam berfantasi mengakibatkan tunanetra sering bertanya pada hal-hal yang belum dimengerti sehingga mereka tidak salah konsep. Tunanetra tidak pernah berhenti bertanya bila ia belum mengerti.

j. Pemberani

Tunanetra akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh tanpa ragu-ragu. Sikap ini terjadi bila mereka mempunyai konsep dasar yang benar tentang gerak dan lingkungannya, sehingga kadang-kandang menimbulkan rasa cemas dan was-was bagi orang lain yang melihatnya.

k. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)

Kebutaan menyebabkan dalam melakukan suatu kegiatan akan terpusat. Perhatian yang terpusat ini sangat mendukung kepekaan indera yang masih ada dan normal.

Demikian beberapa karakteristik kebutaan. Sedangkan


(58)

48

a. Selalu mencoba mengadakan fixition atau melihat suatu benda

dengan memfokuskan pada titik-titik benda.

b. Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama

pada benda yang kena sinar, disebut visually function.

c. Bergerak dengan penuh percaya diri baik dirumah maupun di

sekolah.

d. Merespon warna. Ia akan selalu memberikan komentar pada

warna benda yang dilihatnya.

e. Mereka dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk

besar dengan sisa penglihatannya.

f. Memiringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu

pekerjaan. Hal ini tejadi karena mereka mencoba untuk menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.

g. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya.

h. Tertarik pada benda yang bergerak.

i. Mencari benda jatuh selalu menggunakan penglihatannya. Hal ini

dikerjakan untuk membuktikan bahwa ia masih mampu melihat.

j. Mereka akan selalu menjadi menuntun bagi temannya yang buta.

k. Jika berjalan sering membentur atau menginjak benda tanpa

disengaja.

l. Berjalan dengan menyeretkan atau menggeserkan kaki atau salah

salah langkah. Tidak jarang mereka berjalan dengan


(1)

117

Berikutnya kemampuan yang ada pada Sella. Sella yang awalnya mempunyai kemampuan membaca cukup, setelah melakukan pembelajaran dirumah maupun disekolah, ia sampai pada kemampuan kriteria baik. Dari hasil tesnya ia mendapatkan hasil baik. Memang dia adalah siswa yang mempunyai semangat tinggi untuk bisa mengaji Al-Qur’an sampai baik dan lancar serta hafal dan faham hukum bacaan tajwidnya.

Setelah Sella ada Denny, Eric, dan Lestari. Denny, Eric, dan Lestari adalah siswa yang memang belajar dari awal. Dari mereka mulai menghafal huruf hijaiyah dan menghafal simbol-simbol arab braille sampai mereka mulai bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Pada awalnya mereka mempunyai kemampuan yang kurang dalam membaca Al-Qur’annya. Akan tetapi setelah mereka mengikuti pembelajaran Al-Qur’an dengan baik dan tekun, mereka ketika tes membaca mendapatkan hasil yang cukup. Ini merupakan proses seorang siswa yang baik, karena mereka mempunyai semangat tinggi, sehingga mereka merasakan perubahan pada kemampuan diri mereka didalam membaca Al-Qur’an braille.

Demikian hasil kemampuan belajar membaca Al-Qur’an braille di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya. Kemampuan mereka yang tergolong meningkat. Karena siswa mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar, serta didorong oleh kemampuan guru yang kreatif dalam mengajar.


(2)

118

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terbukti dari analisis data bahwa: 1. Implementasi huruf braille dalam pembelajaran Al-qur’an pada siswa

tunanetra di kelas VII SMPLB/ A YPAB Surabaya tergolong baik. Karena didalam pembelajaran guru senantiasa menciptakan suasana yang menyenangkan serta siswa yang aktif dalam belajar. Pertama guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang kunci simbol arab braille yang sedang dipelajari. Kemudian siswa menulis simbol arab braille yang sudah disebutkan diatas kertas bufalo. Setelah selesai, guru mengkoreksi tulisan siswa. Jika sudah benar, maka siswa membaca tulisan tersebut. Penanaman untuk memahami huruf hijaiyah, simbol arab braille dan tanda baca, guru biasanya menggunakan permainan kartu. Kemudian untuk makhorijul huruf guru menggunakan jari-jari tangan untuk menjelaskan tempat huruf yang ada dilidah atau mulut. Sedangkan untuk menjelaskan hukum bacaaan tajwid, guru biasanya mengemas hukum bacaan dan huruf-hurufnya menjadi sebuah lagu. Agar siswa mudah memahami dan menghafal. Setelah itu untuk melancarkan membaca pada siswa, guru senantiasa menggunakan metode drill dalam proses pembelajarannya. 2. Kemampuan membaca Al-Qur’an melalui implementasi huruf braille


(3)

119

SMPLB/ A YPAB Surabaya tergolong meningkat. Karena dari tujuh siswa yang belajar Al-Qur’an braille terdapat dua siswa mempunyai kemampuan awal sangat baik yang tetap bertahan dengan kemampuan sangat baik, satu siswa mempunyai kemampuan awal baik yang meningkat menjadi kemapuan yang sangat baik, satu siswa mempunyai kemampuan awal cukup yang meningkat menjadi kemapuan yang baik, dan tiga siswa mempunyai kemampuan awal kurang meningkat menjadi kemapuan yang cukup.

B. Saran

Dari penelitian yang sudah dilakukan, maka peneliti akan memberikan saran sebagai berikut:

1. Agar hasil belajar siswa lebih baik, maka perlunya seorang guru melaksanakan pembelajaran dengan istiqomah. Istiqomah dengan maksud melakukan pembelajaran secara rutin dan tidak aka libur jika tidak ada halangan yang memang benar-benar tidak dapat ditinggalkan. Karena pembelajaran yang istiqomah juga akan mempengaruhi perkembangan kemampuan siswa.

2. Kemudian selanjutnya, agar kemampuan diri siswa juga berkembang dengan baik, maka hendaknya siswa juga mulai belajar untuk membaca Al-Qur’an braille dirumah secara rutin. Karena pembiasaan untuk membaca Al-Qur’an akan berpengaruh pada kelancaran mengaji atau membaca Al-Qur’an yang ada pada dirinya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khallaf. Al-Wahhab. Abd, Ilmu Ushul al-Fiqh, (terj.) Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib dari judul asli ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Al-Majlis al-A’la al -Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyyah, 1972)

Al-Maraghiy. Mushthafa. Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1988)

Anwar. Desy, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Amelia Surabaya, 2003).

Arifin. Muhammad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993)

Arikunto. Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakartaa: Rineka Cipta, 2002).

As-Shaabuuniy. Ali. Muhammad, Studi.

As-Shalih. Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, (terj.) Pustaka Firdaus dari judul asli Mabahits Fii Ulumil Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991). BKS-PTN Wilayah Barat, Bahan Penataran P-4, (UUD 1945: GBHN, 1987). Bungin. Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rajawali Press,

2003).

Bungin. Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001).

Daradjat. Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1993).

Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit Jumanatul Ali-Art, 2005).

file:///E:/Membaca%20al-qur'an%201.html, di akses pada tanggal 3 Desember 2015.

Gay. R. L, Eductional Research: Competencies for Analysis and Applicatio, Fifth Edition (United States of America: Florida International University, 1996). Hadi. Purwaka, Kemandirian Tuna Netra, (Jakarta: Departemen Pendidikan


(5)

Hamalik, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: Bima Aksara, 2001).

Hamalik. Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007).

Hartono, Wahyudi, Materi Pelatihan Dasar Baca Tulis Braille Untuk Orang Tua Anak Tunanetra, (Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya).

Hermawan. Acep, „Ulumul Qur‟an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011). Khalid al-‘Am. Najib, Mendidik Cara Nabi SAW., (Bandung: Pustaka Hidayah,

2002).

Mochtar. Sjamsuar, Ortodidaktik Anak Tunanetra A1, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983).

Moleong. J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2008).

Mulyasa. E, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).

Nasution. S, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). Nazir. Mohammad, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72, 1991.

Pradopo. Soekini. Ts, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976).

Putra. Nusa, Lisnawati. Santi, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012).

Sadiman. Arif, Media Pendidikan, (Jakarta: Seri Pustaka Pendidikan No. 6, Pustekkom dan CV. Rajawali, 1990).

Sarwono. Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006).

Shihab. Quraish. Muhammad, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998).

Shihab. Quraish. Muhammad, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Ata Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998).


(6)

Shihab. Umar, Kontekstualitas Al-Qur‟an, (Jakarta: PT. Penamadani, 2005). Shihab. Umar, Kontekstualitas Al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum

dalam Al-Qur‟an, (Jakarta: PT. Penamadani, 2005).

Subagyo. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004).

Sudjana. Nana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru Algensindo Bandung, 2010).

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2010). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2009).

Sunanto. Juang, Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005).

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Jakarta: Sinar Grafika, 2003).

Usman. Husaini, Akbar. Setyadi. Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1996).

Wesna. Ketut. I, Materi Pelatihan Aspek Psikologis Ketunanetraan Dan Pengaruh Terhadap Pembelajaran.

Widjajantin. Anastasia, Hitipeuw. Imanuel, “Ortopedagogik Tunanetra I”, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).

www.masbied.com/2011/02/01/metode-penelitian-macam-penelitian/

Yusuf. Munawir, Pendidikan Tunanetra Dewasa dan Pembinaan Karir, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).