DESAIN PEMBELAJARAN INTERAKSI ANTAR-MOLEKUL MENGGUNAKAN KONTEKS PRINTER INKJET UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA.

(1)

Gita Handika Warakusumah, 2013

DESAIN PEMBELAJARAN INTERAKSI ANTAR-MOLEKUL MENGGUNAKAN KONTEKS PRINTER INKJET UNTUK MENCAPAI

LITERASI SAINS SISWA SMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh:

Gita Handika Warakusumah

0802969

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Gita Handika Warakusumah, 2013

DESAIN PEMBELAJARAN INTERAKSI

ANTAR-MOLEKUL MENGGUNAKAN

KONTEKS PRINTER INKJET

UNTUK MENCAPAI

LITERASI SAINS SISWA SMA

Oleh

Gita Handika Warakusumah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Gita Handika Warakusumah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Gita Handika Warakusumah, 2013

LEMBAR PENGESAHAN GITA HANDIKA WARAKUSUMAH

DESAIN PEMBELAJARAN INTERAKSI ANTAR-MOLEKUL MENGGUNAKAN KONTEKS PRINTER INKJET UNTUK MENCAPAI

LITERASI SAINS SISWA SMA

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I,

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir M.Si NIP. 196611211991031002

Pembimbing II,

Dr . Hernani, M. Si. NIP. 196711091991012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si NIP. 196611211991031002


(4)

i

Gita Handika Warakusumah, 2013

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul desain pembelajaran interaksi antar-molekul menggunakan konteks printer inkjet untuk mencapai literasi sains siswa SMA dilakukan untuk memperoleh desain pembelajaran meliputi desain didaktis (DD) dan antisipasi didaktis pedagogis (ADP) yang akan dituangkan dalam RPP. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif, dengan model rekonstruksi didaktik. Karakteristik desain pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan aspek kompetensi dan aspek sikap PISA (2009) pada konten pembelajaran yang mengkaitkan pembelajaran interaksi antar-molekul dengan konteks printer inkjet. Tahapan penyusunan pokok materi pada desain pembelajaran mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran STL yang dikemukakan oleh Nentwig et al. (2002) yang disesuaikan dengan kriteria pembelajaran STL menurut Holbrook (2005). Tanggapan guru kimia terhadap desain yang dikembangkan diperoleh dari angket rating scale. Tanggapan terhadap RPP Topik 1 (Interaksi Antar-molekul) dan perangkatnya berdasarkan komponen penilaian adalah sangat baik dengan perolehan persentase 90,57%, sedangkan terhadap RPP Topik 2 (Tegangan permukaan dan viskositas) dan perangkatnya adalah juga sangat baik dengan perolehan persentase 93,10%. Desain pembelajaran yang telah dikembangkan dapat dikategorikan sangat baik dan layak untuk diimplementasikan.


(5)

ii

Gita Handika Warakusumah, 2013

ABSTRACT

This reasearch draw instructional design inter-molecular force using inkjet printer as a context to achieve sains literacy of student in secondary school. The aims are to result instructional design consist of didactical design (DD) and didactical pedagogic antisipation (ADP). DD and ADP are arranged in lesson plan or called RPP such as, student worksheet, instructional mulimedia, and instructional assesment to increase student’s scientific literacy. This research use descriptive explanation methode with reconstruction of education as a model of design. Characteristics of instructional design developed are learning content that appears on linking learning to the context of inkjet printer as technology development, competence and attitude of PISA 2009. The stage of arranging main matter in intructional design folowing some step from STL lesson (Nentwig et al. (2002)) that appropriate with criteria of STL from Holbrook (2005). The idea of chemistry teacher toward this developing design have resulted from calculation of rating scale questionnare. The idea toward RPP in the firts topic (inter-molecular force) and other equipment by virtue of assessment have very good result with percentage 90,57%, whereas the idea toward RPP in second topic (surface tension and viscosity) and other equipment also have very good result with pencentage 93,10%. This intructional design that have been developed go into very good category and suitable for implementing.


(6)

iii


(7)

iv

Gita Handika Warakusumah, 2013

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH……….. iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Penjelasan Istilah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Literasi Sains ... 8

B. Analisis Wacana untuk Pengembangan Desain Pembelajaran ... 12

1. ... Peng halusan Teks Sumber ... 13

2. ... Penur unan Struktur Makro Teks ... 14

3. ... Ekspl anasi Ilmiah dan Eksplanasi Pedagogi ... 17


(8)

v

Gita Handika Warakusumah, 2013

D. ... Desai n Pembelajaran yang Mengadaptasi Pembelajaran Berbasis Literasi Sains dan Teknologi (STL) ... 19 1. ... Desai

n Pembelajaran ... 19 a. ... Renc ana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 22 b. ... Peran

gkat Pendukung RPP ... 25 2. ... Pemb

elajaran Berbasis Literasi Sains dan Teknologi (STL) ... 25 a. ... Peng ertian Pembelajaran Berbasis STL ... 25 b. ... Taha pan Pembelajaran Berbasis STL ... 27 E. Tinjauan Materi ... 30 1. ... Kont eks Utama Pembelajaran: Printer Inkjet sebagai Kemajuan Teknologi Pencetak ... 30 2. ... Kont en Pembelajaran: Interaksi Antar-molekul ... 34 a. ... Intera

ksi Dipol-dipol ... 36 b. ... Ikata n Hidrogen ... 37 c. ... Intera

ksi Dispersi London ... 38 d. ... Tega ngan Permukaan ... 42 e. ...


(9)

vi

Gita Handika Warakusumah, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 45

B. Prosedur Penelitian ... 48

C. Instrumen Penelitian ... 51

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 52

E. Pengolahan Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ... Kara kteristik Desain Pembelajaran Interaksi Antar-Molekul Menggunakan Konteks Printer Inkjet ... 54

B. ... Tang gapan Guru Kimia terhadap Desain Pembelajaran yang Dikembangkan ... 70

1. ... Penil aian Terhadap Desain Pembelajaran ... 72

2. ... Kom entar dan Saran Guru Kimia terhadap Desain Pembelajaran ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(10)

vii


(11)

viii

Gita Handika Warakusumah, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tiga Aspek Kategori Sains ... 11

2.2 Format Analisis Wacana ... 17

4.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 55

4.2 Daftar Buku yang digunakan sebagai Eksplanasi Ilmiah ... 62


(12)

ix

Gita Handika Warakusumah, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Framework PISA 2009 ... 10

2.2 Model Struktur Makro ... 16

2.3 Segitiga Kansanen Hasil Modifikasi ... 21

2.4 Mapping Teknologi Inkjet ... 31

2.5 Sistem Inkjet Drop on Demand ... 32

2.6 Modus Panas ... 32

2.7 Modus Getar ... 33

2.8 Sistem Inkjet Continous ... 33

2.9 Bentuk Tetesan pada Kertas ... 34

2.10 Perbandingan Ikatan Kovalen dan Interaksi Antar-molekul ... 35

2.11 Interaksi Dipol-dipol ... 36

2.12 Ikatan Hidrogen pada Air dan Amoniak... 37

2.13 Titik Didih Hidrida Golongan VA – VII A ... 38

2.14 Interaksi Dispersi London ... 38

2.15 Interaksi Dua Molekul Nonpolar ... 39

2.16 Pengkutuban Dua Molekul Nonpolar ... 40

2.17 Pembentukan Dipol Terimbas ... 40

2.18 Dipol Terimbas ... 40

2.19 Gaya Antar-molekul yang Bekerja pada Suatu Molekul pada Lapisan Permukaan dan pada Daerah dalam Suatu Cairan ... 43

2.20 Air yang Memiliki Viskositas Rendah dan Oli yang Memiliki Viskositas Tinggi ... 44

3.1 Tiga Komponen Rekonstruksi Pendidikan ... 46

3.2 ... Lang kah-Langkah Menuju Struktur Konten Pembelajaran ... 47


(13)

x

Gita Handika Warakusumah, 2013

3.3 ... Baga

n Alur Penelitian ... 49

3.4 ... Kate gori Interval Rating Scale ... 53

4.1 ... Kate gori Interval Rating Scale ... 72

4.2 ... Hasil Penilaian Angket terhadap RPP 1 dan RPP 2 ... 73

4.3 ... Perse ntase Guru Kimia yang Memberikan Saran Perbaikan terhadap Desain Pembelajaran Interaksi Antar-molekul Menggunakan Konteks Printer Inkjet ... 75

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A.1 Indikator Aspek Kognitif ... 83

A.2 Indikator Aspek Sikap ... 86

B.1 Analisis Wacana Tahapan Penghalusan ... 90

B.2 Analisis Wacana Penurunan Proposisi Struktur Makro dan Mikro . 126 B.3 Analisis Wacana Pemetaan Struktur Makro ... 151

C. Lesson Sequence Map (Peta Sekuensi) ... 153

D. Desain Didaktis ... 154

E. Antisipasi Didaktis Pedagogis ... 156

F.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 ... 183

F.2 Lembar Kuisioner ... 217

F.3 Multimedia RPP ... 219

G.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ... 223


(14)

xi

Gita Handika Warakusumah, 2013

H.1 Soal RPP 1 dan RPP 2 ... 240

H.2 Rubrik Penilaian Soal RPP 1 dan RPP 2 ... 246

H.3 Kisi-kisi Soal RPP 1 dan RPP 2 ... 253

I. Angket Tanggapan Terhadap Desain Pembelajaran ... 267


(15)

1

Gita Handika Warakusumah, 2013

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penjelasan istilah.

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan sains pada abad ke-21 ini seharusnya dapat merangsang pembahasan hubungan timbal balik antara ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat berkaitan dengan pentingnya isu-isu yang ada dan terjadi di sekitar siswa. Pendidikan seharusnya dapat mendorong tumbuhnya kemampuan siswa untuk dapat mengambil keputusan (Laherto, 2010). Hal ini diperkuat oleh pendapat Laugksch dalam Gardner et al., (2010) yang menyatakan bahwa tujuan yang paling penting dalam seluruh domain sains dan tingkatan sains adalah mampu melahirkan siswa yang scientific literate atau melek sains.

Literate terhadap sains ini penting dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan cara mereka dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Literate dalam sains ini dikenal dengan literasi sains (Hayat dan Suhendra, 2010). Literasi sains adalah gabungan dari konsep, histori, dan filosofi yang membantu kita untuk memahami isu sains dalam kehidupan kita (Hazen, 2002).

Literasi sains berkaitan dengan kapasitas siswa dalam memahami informasi proses terjadinya ilmu pengetahuan dan fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan kaitannya dengan masa yang akan datang, serta kemampuan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jauh lagi, pencapaian para siswa dalam pengetahuan dan keterampilan sains juga berimplikasi pada kesiapan mereka dalam menghadapi era pemanfaatan


(16)

2

Gita Handika Warakusumah, 2013

teknologi canggih di masa yang akan datang dan untuk meningkatkan daya saing internasional pada umumnya. Dengan demikian literasi sains siswa perlu dikembangkan agar kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan di lingkungan semakin berkembang.

Program internasional yang dilaksanakan untuk menilai tingkat literasi sains siswa adalah PISA (Programme for International Student

Assesment). Indonesia ikut berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2000

sampai 2009. Dari hasil studi PISA tahun 2009 yang diikuti oleh 65 negara, berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh Indonesia pada penguasaan literasi sains yakni sebesar 383, menempatkan Indonesia pada rangking ke-44 dari 65 negara partisipan. Hal tersebut menunjukan literasi sains siswa di Indonesia memiliki nilai literasi sains yang masih di bawah rata-rata dan secara umum kemampuan siswa Indonesia berada pada tahapan terendah skala pengukuran PISA, yaitu hanya dapat menjelaskan konsep sederhana. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa Indonesia belum mampu menjelaskan dan mengaplikasikan pengetahuan sains mereka dalam situasi yang kompleks dan belum mampu untuk membuat keputusan menggunakan pengetahuan sains yang telah dimiliki. Hasil laporan ini tentunya menjadi permasalahan yang cukup serius sejak diselenggarakan dari tahun 2000, 2003, 2006 sampai 2009, kecenderungan prestasi siswa Indonesia selalu berada pada posisi bawah (Yusuf, 2008).

Tingkat literasi sains siswa di Indonesia yang rendah, menurut PISA diduga karena kurikulum, pembelajaran dan asesmen di Indonesia masih menitikberatkan pada dimensi konten seraya melupakan dimensi proses dan konteks sains (Firman, 2007). Oleh karena itu, para praktisi pendidikan, khususnya guru, perlu mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan literasi sains siswa melalui topik materi yang dipelajari di sekolah dengan materi yang dikembangkan, salah satunya materi yang berkaitan dengan sains dan teknologi, yang merupakan fenomena-fenomena atau isu terkini yang terjadi di sekitar mereka.


(17)

3

Gita Handika Warakusumah, 2013

Teknologi nano merupakan salah satu fenomena terkini yang sangat penting dalam pembahasan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan pendapat itu, Amborgi, et al., (2008) menyatakan bahwa pembelajaran nano dapat memberikan hasil pembelajaran yang positif, tidak hanya kognitif tetapi juga sikap terhadap sains. Banyak negara-negara maju yang telah mengembangkan teknologi nano sebagai dasar untuk menciptakan alat yang super cepat dan canggih. Hal ini karena sifatnya yang super kecil namun dapat memiliki potensi sangat besar dalam memberikan jawaban dan penyelesaian dalam berbagai masalah kompleks di dunia. Mulai dari dunia kesehatan, masalah pangan, masalah lingkungan, masalah ekonomi, dunia komunikasi, industri, elektronika, manufaktur, informatika, transportasi dan banyak lagi. Para ahli teknologi nano menargetkan bahwa pada tahun 2020 sebagian besar teknologi akan berbasis pada skala nanometer (Abdullah, 2009).

Bukan hal yang mudah untuk mengenalkan teknologi nano kepada pelajar di tingkat sekolah menengah, karena sebetulnya teknologi nano merupakan konsep lanjutan yang akan dipelajari di tingkat perguruan tinggi. Jika ingin mengenalkan teknologi nano sejak dini, perlu adanya metode pembelajaran, bahan ajar, media dan penilaian yang tepat. Pendekatan untuk mengajarkan teknologi nano kepada siswa sekolah menengah dapat dilakukan melalui pembelajaran literasi sains (Laherto, 2010).

Salah satu konteks ilustrasi teknologi nano yang sangat dekat dengan kehidupan siswa adalah printer inkjet. Pembahasan materi kimia dalam printer inkjet diharapkan dapat meningkatkan literasi sains siswa menyangkut aspek konten, proses, konteks aplikasi, dan sikap terhadap sains. Aspek konten dan konteks aplikasi merujuk pada penguasaan pengetahuan, aspek proses merujuk pada kemampuan berpikir (tingkat tinggi) dan aspek sikap terhadap sains merujuk pada karakter. Konteks memberi makna terhadap konten. Pemahaman yang lebih terhadap konten dapat dicapai siswa jika dikaitkan dengan konteks dan diberikan konteks yang lebih luas di dalamnya sehingga siswa akan membuat hubungan antara konten dan konteks yang akan mempermudah dalam pemahaman konsep siswa. Penguasaan aspek


(18)

4

Gita Handika Warakusumah, 2013

konteks aplikasi sains siswa dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam belajar, sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan dan mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari (Hernani, et. al., 2009).

Pada penelitian ini dikembangkan desain pembelajaran untuk membelajarkan teknologi konteks printer inkjet pada siswa SMA melalui prinsip-prinsip dasar dan kerangka pembelajaran literasi sains dan teknologi (science and technological literacy, STL) yang dikembangkan Hollbrook (1998 dan 2005) dan Nentwig, et al. (2002). Pembelajaran STL merupakan pembelajaran yang mengaitkan isu-isu sosial, juga melibatkan pembuatan keputusan berbasis sosio-ilmiah. Konteks pembelajaran yang digunakan adalah printer inkjet, merupakan suatu perangkat keras komputer yang berfungsi sebagai pencetak tulisan atau gambar berkaitan dengan tinta dan kertas yang sistem kerjanya dihubungkan dengan konsep interaksi antar-molekul. Pemilihan konteks yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria yang dirumuskan oleh Jong (2006) yaitu, 1) Konteks yang digunakan dikenal dan relevan untuk siswa (perempuan dan laki-laki), 2) Konteks yang digunakan tidak mengganggu perhatian siswa terhadap konsep yang dihubungkan, 3) Konteks yang digunakan tidak terlalu menyulitkan bagi siswa, dan 4) Konteks yang digunakan tidak membingungkan siswa.

Pemilihan materi pokok interaksi antar-molekul didasarkan pada tiga prinsip pemilihan konten sains dalam PISA (Hayat dan Yusuf, 2010).

Pertama, konsep yang diujikan harus relevan dengan situasi kehidupan

keseharian yang nyata. Kedua, konsep itu diperkirakan masih akan relevan sekurang-kurangnya untuk satu dasawarsa ke depan. Ketiga, konsep itu harus berkaitan dengan kompetensi proses, yaitu pengetahuan yang tidak hanya mengandalkan daya ingat siswa dan berkaitan hanya dengan informasi tertentu. Materi pokok interaksi antar-molekul merupakan materi yang terdapat di SMA kelas dua semester pertama. Konsep interaksi antar-molekul ini dipandang telah memenuhi kriteria pemilihan konsep pada PISA. Teknologi yang berbasis printer inkjet menyediakan konteks aplikasi yang


(19)

5

Gita Handika Warakusumah, 2013

cukup untuk mengembangkan pemahaman interaksi antar-molekul, karena dapat mewakili pemikiran yang bertingkat dalam sains, termasuk di dalamnya kimia. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian

mengenai “Desain pembelajaran interaksi antar-molekul menggunakan konteks printer inkjet untuk mencapai literasi sains siswa SMA”

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana desain pembelajaran interaksi antar-molekul menggunakan konteks printer inkjet yang dikembangkan untuk mencapai literasi sains/kimia siswa SMA?”

Permasalahan tersebut diuraikan menjadi sub-sub masalah berikut:

1. Bagaimana karakteristik desain pembelajaran interaksi antar-molekul menggunakan konteks printer inkjet yang direkonstruksi untuk mencapai literasi sains/kimia siswa?

2. Bagaimana tanggapan guru kimia terhadap desain pembelajaran yang dikembangkan?

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian lebih terarah dan memberikan gambaran yang jelas, maka penelitian ini dibatasi pada konteks printer inkjet yang digunakan yaitu proses menempelnya tinta pada kertas. Metode yang digunakan adalah deskriptif, dengan model yang digunakan yaitu rekonstruksi pendidikan. Model rekonstruksi pendidikan terdiri dari 3 komponen, yaitu 1) klarifikasi dan analisis wacana, 2) penelitian mengajar dan belajar, dan 3) implementasi dan evaluasi. Pada penelitian ini hanya dibatasi pada komponen 1, klarifikasi dan analisis wacana (Duit, R., et al., 2012)

D. TUJUAN PENELITIAN


(20)

6

Gita Handika Warakusumah, 2013

1. Desain pembelajaran meliputi desain didaktis dan antisipasi didaktis pedagogis yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

2. Informasi tentang tanggapan guru kimia terhadap desain yang dikembangkan.

E. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil manfaat yang cukup luas cakupannya, manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai desain pembelajaran interaksi antar-molekul sehingga dapat memberikan referensi baru bagi guru kimia mengenai strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada materi pokok interaksi antar-molekul.

2. Institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di institusi terkait.

3. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan peneliti lain untuk mengembangkan desain pembelajaran pada konten dan konteks kimia yang sama ataupun berbeda.

F. PENJELASAN ISTILAH

Dalam penelitian ini terdapat istilah-istilah yang digunakan oleh peneliti, untuk menghindari kesalahpahaman pengertian, maka peneliti akan mendefinisikan istilah-istilah tersebut sebagai berikut:

1. Désain adalah kerangka bentuk atau rancangan. Desain pembelajaran merupakan rancangan pembelajaran berupa suatu rangkaian situasi didaktis (hubungan siswa dengan materi) beserta antisipasi didaktis pedagogis (tindakan yang akan dilakukan guru berdasarkan prediksi


(21)

7

Gita Handika Warakusumah, 2013

respon siswa terhadap situasi didaktis yang tercipta) untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (KBBI, 2005 dan Suryadi, 2010).

2. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam. Literasi sains terdiri atas empat aspek yang berkaitan, yaitu konteks, konten, kompetensi, dan sikap. Konteks dapat mengenalkan situasi kehidupan dengan melibatkan sains dan teknologi. Konten untuk memahami alam melalui pengetahuan sains, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang alam dan pengetahuan tentang sains itu sendiri. Kompetensi (proses) untuk menunjukan pencapaian ilmiah berupa kapasitas untuk meningkatkan sumber kognitif dan non-kognitif pada berbagai konteks. Sikap untuk mengindikasikan ketertarikan sains, mendukung penyelidikan ilmiah, motivasi untuk bertindak penuh tanggung jawab, sebagai contoh, sumber alam dan lingkungan (OECD,2009).


(22)

45 Gita Handika Warakusumah, 2013

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengolahan data

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif yang memuat aspek kualitatif juga kuantitatif. Menurut Niaz (1997), penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dapat berupa perpaduan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa karakteristik desain yang dikembangkan dan data kuantitatif yang digunakan berupa persentase penilaian ahli berdasarkan angket skala rating scale.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk menggambarkan (to describe), menjelaskan, dan menjawab persoalan-persoalan tentang fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang fenomena sebagaimana adanya maupun analisis hubungan antara berbagai variabel dalam suatu fenomena. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-veriabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya (Hartoto, 2009). Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka. Penelitian deskriptif meliputi penelitian yang diarahkan pada penelitian kualitatif atau kuantitatif (Sukmadinata, 2010).

Model penelitian yang digunakan adalah model rekonstrusi pendidikan (educational rescontruction) (Duit, et al., 2012). Model ini berkaitan dalam proses analisis mengubah urutan (atau mengubah bentuk) pengetahuan manusia (warisan budaya) seperti bidang ilmu pengetahuan yang khusus (eksplanasi ilmiah) menjadi ilmu pengetahuan untuk tingkat sekolah (eksplanasi pedagogis) yang memberikan kontribusi terhadap literasi sains siswa. Belajar selalu terjadi dalam konteks situasional tertentu, konsep ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip tidak dapat disajikan dalam bentuk abstrak,


(23)

46

Gita Handika Warakusumah, 2013

tetapi harus diletakkan dalam konteks tertentu juga. Model ini menggambarkan kerangka acuan yang menunjukkan bahwa isu-isu yang sangat kompleks dalam proses pembentukan pengetahuan ilmiah harus direkonstruksi untuk membuat titik pandang ilmu yang dimengerti dan bermakna bagi peserta didik (Kattman, 1992 dalam Duit, et al., 2012). Pada model ini, struktur konten sains untuk topik tertentu secara tidak langsung diganti menjadi struktur konten pembelajaran. Konten tersebut dibuat sedemikian agar dapat diterima oleh siswa, tetapi juga diperkaya dengan meletakkannya ke dalam konteks yang membuat pelajar mengerti dan ingin mengetahuinya (Duit, et al., 2012).

Model ini didesain dengan tujuan spesifik menyediakan kerangka teori untuk merekonstruksi fakta sains. Model rekonstruksi pembelajaran menggabungkan penelitian pendidikan analitik dan empirik dengan perkembangan solusi pembelajaran praktis. Satu dari ide fundamental model tersebut adalah struktur konten untuk pelajaran tidak bisa diambil secara langsung dari struktur konten sains, tetapi secara spesial direkonstruksi dengan memperhatikan tujuan pembelajaran baik kognitif dan perspektif siswa. Menurut model ini, ketika mengembangkan solusi pembelajaran, materi konten sains dan konsepsi siswa harus seimbang dan dihubungkan bersama-sama secara hati-hati. Seperti diperlihatkan pada gambar 3,1 model ini memiliki tiga komponen yaitu klarifikasi dan analisis wacana, penelitian mengajar dan belajar, dan implementasi dan evaluasi dan hubungannya yang saling berkaitan.


(24)

47

Gita Handika Warakusumah, 2013

Pada gambar 3.2 terdapat langkah-langkah yang digunakan untuk membuat struktur konten untuk pembelajaran.

Struktur Konten Sains (Eksplanasi

Ilmiah)

Struktur Konten Pembelajaran

(Eksplanasi Pedagogis)

  

Elementarisasi Rekonstruksi

   Ide Dasar Konten (Proposisi Makro-Mikro)

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Menuju Struktur Konten Pembelajaran (Duit, et al., 2012)

Secara singkat, struktur konten dari suatu bidang tertentu harus diubah menjadi susunan konstruksi konten (lihat gambar 3.2). Kedua struktur tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata. Struktur konten ilmu pengetahuan untuk suatu topik tertentu kemungkinan tidak ditransfer secara langsung menjadi sebuah struktur konten untuk pengajaran. Struktur konten ilmu pengetahuan seharusnya didasarkan oleh 2 hal yaitu, dengan membuatnya mudah diterima untuk siswa juga diperkaya dengan menempatkannya ke dalam konteks yang berguna bagi siswa.

Para guru dan juga tenaga pendidik sains berpikir bahwa dalam struktur konten untuk pengajaran harus menjadi "lebih sederhana" dibandingkan dengan struktur konten ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memenuhi pemahaman siswa. Dengan demikian, mereka menyebutnya proses mendesain struktur konten dalam rangka untuk mereduksi pengajaran. Namun, pandangan ini tidak tepat sasaran. Di satu sisi, dalam struktur konten untuk pengajaran bias jadi harus menjadi jauh lebih kompleks dibandingkan dengan


(25)

48

Gita Handika Warakusumah, 2013

struktur konten ilmu pengetahuan dalam memenuhi kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, penting untuk menanamkan ilmu pengetahuan abstrak ke dalam berbagai macam konteks dalam rangka untuk menunjukkan kemampuan belajar peserta didik dan kesulitannya (Duit, et al, 2012).

Ilmu pengetahuan sering kali disajikan dengan cara abstrak dan cara yang singkat, sehingga diperlukan suatu rekonstruksi konten dengan langkah yang disajikan pada gambar 3.2. Gagasan kunci dari rekonstruksi pendidikan mencakup gagasan bahwa struktur konten ilmu pengetahuan tertentu harus diubah ke dalam struktur konten untuk pengajaran. Menurut Gambar 3.2 kedua proses dimasukkan, yaitu elementarisasi yang mengarah pada ide-ide dasar dari konten di bawah pemeriksaan dan konstruksi struktur konten untuk pengajaran. Dalam kedua proses masalah konten ilmu pengetahuan dan isu-isu perspektif siswa (konsepsi siswa dan pandangan tentang konten maupun variabel afektif seperti minat dan konsep ilmu pengetahuan yang dimiliki siswa) harus diperhitungkan. Gambar 3.2 menunjukkan bahwa struktur konten sains harus disesuaikan dengan struktur konten pembelajaran (Duit, et

al.,2012).

B. Prosedur Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka diperlukan alur penelitian. Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi beberapa tahap, seperti terlihat pada Gambar 3.3.


(26)

49

Gita Handika Warakusumah, 2013

Berikut dijelaskan secara lebih rinci setiap tahapan yang sesuai dengan Gambar 3.3, yaitu :

Gambar 3.3 Bagan Alur Penelitian

Tidak valid

Perancangan Desain Didaktis Perancangan Antisipasi Didaktis Pedagogis

Perancangan RPP Perancangan Alat Ukur Penilaian Perancangan LKS Perancangan Media Revisi Tidak valid Revisi

Perumusan Indikator dan Tujuan Pembelajaran Aspek Sikap melalui Telaah

Konteks, Konten, dan Aspek Sikap PISA 2009

Perumusan Indikator dan Tujuan Pembelajaran Aspek Kognitif melalui

Telaah Konteks, Konten, dan Aspek Kompetensi PISA 2009

Valid

Kesimpulan Pengolahan Data Validasi

Penyebaran Angket Tanggapan Guru Kimia Telaah Kepustakaan

Literasi Sains

Telaah Kepustakaan Pembelajaran Literasi Sains Telaah Standar Isi Mata

Pelajaran Kimia SMA

Valid Tidak valid

Revisi

Penyusunan Lesson Sequence Map Validasi


(27)

50

Gita Handika Warakusumah, 2013

1. Tahap Persiapan

a. Menelaah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan submateri pokok interaksi antar-molekul dalam standar isi mata pelajaran kimia SMA.

b. Menelaah kepustakaan literasi sains melalui jurnal-jurnal penelitian dan internet.

c. Menelaah kepustakaan pembelajaran literasi sains berbasis konteks printer inkjet melalui jurnal-jurnal penelitian, monograf dan internet. d. Merumuskan indikator pembelajaran berdasarkan aspek literasi sains

(aspek kognitif & aspek sikap) disesuaikan dengan kompetensi PISA 2009.

e. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan aspek literasi sains (aspek kognitif & aspek sikap) disesuaikan dengan kompetensi PISA 2009.

f. Merumuskan, memvalidasi, dan merevisi indikator dan tujuan pembelajaran aspek kognitif disesuaikan dengan kompetensi PISA 2009.

g. Merumuskan, memvalidasi, dan merevisi indikator dan tujuan pembelajaran aspek sikap disesuaikan dengan PISA 2009 (sikap terhadap sains).

h. Melakukan klarifikasi dan analisis wacana materi pokok interaksi antar-molekul menggunakan konteks inkjet printer yang disesuaikan dengan rekonstruksi pendidikan. Wacana yang dianalisis berupa wacana konten dan wacana konteks. Analisis wacana yang dilakukan melalui tahapan penyusunan analisis wacana, yaitu proses penghalusan teks, penurunan proporsisi struktur makro dan mikro, dan pembuatan struktur makro.

i. Menyusun lesson sequence map berdasarkan tujuan dan wacana pembelajaran materi pokok interaksi antar-molekul dengan konteks inkjet printer disesuaikan dengan tahapan-tahapan pembelajaran STL (Sains, Technology and Literacy).


(28)

51

Gita Handika Warakusumah, 2013

j. Merumuskan desain didaktis dan antisipasi didaktis pedagogis materi pokok interaksi antar-molekul konteks sains ink-jet printer sebagai kerangka awal desain pembelajaran. Urutan pembelajaran pada antisipasi didaktis pedagogis disesuaikan dengan lesson sequence

map yang telah disusun.

k. Merumuskan RPP dan perangkat pendukung RPP. l. Memvalidasi RPP oleh pakar pendidikan.

m. Merevisi urutan lesson sequence map, desain didaktis dan antisipasi didaktis pedagogis.

n. Merevisi RPP.

o. Menganalisis karakteristik desain pembelajaran yang telah dikembangkan.

2.Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dilakukan penyebaran angket pada guru kimia untuk mengetahui tanggapan guru kimia mengenai kesesuaian konten dan konteks dengan desain pembelajaran yang telah dikembangkan. format penilaian desain pembelajaran mengadaptasi format penilaian Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) (2006).

3.Tahap Akhir

Tahap Akhir yaitu tahap pengolahan data dan penulisan laporan (skripsi).

C. Instrumen Penelitian

1. Instrumen penelitian yang disusun untuk penelitian ini diantaranya :

a. Format validasi kesesuaian indikator dan tujuan pembelajaran aspek kognitif dengan SK, KD, konteks, konten dan kompetensi PISA 2009. b. Format validasi kesesuaian indikator dan tujuan pembelajaran aspek

sikap dengan SK, KD, konten, serta aspek sikap PISA 2009 (sikap terhadap sains)


(29)

52

Gita Handika Warakusumah, 2013

c. Format validasi kesesuaian langkah-langkah pembelajaran RPP, media pembelajaran dengan tujuan pembelajaran dan perangkat pendukungnya.

2.Angket tanggapan guru kimia terhadap desain pembelajaran yang dikembangkan.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap tahapan pengembangan desain. Data penelitian diperoleh pada saat penyusunan, validasi, revisi setiap perangkat desain dan hasil pengembangan desain pembelajaran. Pengumpulan data pada hasil pengembangan desain pembelajaran yaitu pengumpulan data menggunakan instrumen format tanggapan guru kimia terhadap desain yang dikembangkan.

E. Pengolahan Data

1. Menganalisis data penelitian yang dihasilkan dari instrumen-instrumen penelitian 1. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan deskripsi karakteristik desain pembelajaran interaksi antar-molekul yang dikembangkan. Desain tersebut diungkapkan dalam bentuk RPP dan perangkatnya.

2. Data angket yang diperoleh diolah dengan rating scale.

Menggunakan rating scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif (Sugiyono, 2011). Penggunaan rating scale lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap suatu fenomena. Penyusunan instrumen rating scale harus dapat mengartikan setiap persetujuan yang diberikan pada alternatif jawaban untuk setiap item instrumen (Sugiyono, 2011).

Berdasarkan instrumen yang diberikan kepada responden sejumlah

p, jumlah item sebanyak q, dan skor tertinggi adalah 3, maka jumlah skor


(30)

53

Gita Handika Warakusumah, 2013

Instrumen ini diberikan kepada 5 responden, dan sebelum dianalisis, data yang diperoleh harus ditabulasikan terlebih dahulu.

Untuk skor terendah tiap butir = 1 jumlah butir pertanyaan = 29 dan jumlah responden = 5, maka jumlah skor kriterium adalah = 1 29 5 = 145. Untuk skor sedang tiap butir = 2, maka jumlah skor kriterium adalah = 2 29 5 = 290. Untuk skor tertinggi tiap butir = 3, , maka jumlah skor kriterium adalah = 3 29 5 = 435. Secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:

145 290 435

Kurang baik baik Sangat baik

Gambar 3.4 Kategori interval rating scale

Interval rating scale ditentukan melalui perhitungan antara skor tiap butir (dari yang terendah sampai yang tertinggi), dengan jumlah butir pertanyaan yang akan diukur dan jumlah responden yang diberikan angket.


(31)

77 Gita Handika Warakusumah, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1.Desain pembelajaran interaksi antar-molekul pada konteks printer inkjet mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Penyusunan struktur materi pembelajaran (perancangan eksplanasi konten interaksi antar-molekul) dibuat berdasarkan eksplanasi ilmiah (buku teks dan monograf) yang direkonstruksi menjadi eksplanasi pedagogis. Pengkompositan konteks printer inkjet dengan konten interaksi antar-molekul disesuaikan dengan standar isi mata pelajaran kimia SMA. 2) Berorientasi pada konteks dan menanamkan proses pembelajaran ke masalah yang autentik (sebenarnya). Konteks yang digunakan yaitu printer inkjet yang merujuk pada pertanyaan isu, printer inkjet mana yang akan dipilih (modus getar atau modus panas). 3) Adanya peta konsekuensi (peta urutan pembelajaran) yang digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan desain pembelajaran. 4) Menggunakan rancangan desain didaktis sebagai alur pembelajaran yang dibuat untuk mempermudah siswa dalam mengetahui garis besar hubungan antara konten pembelajaran interaksi antar-molekul dan konteks aplikasi printer inkjet.

2.Tanggapan guru mengenai desain pembelajaran yang dikembangkan pada materi pokok interaksi antar-molekul dalam konteks Printer Inkjet memberikan hasil yang positif sehingga desain pembelajaran layak untuk diimplementasikan

B. SARAN

Sebagai akhir dari skripsi ini diampaikan saran-saran dengan harapan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan penelitian lain di


(32)

78

Gita Handika Warakusumah, 2013

masa yang akan datang. Adapun saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pengembangan desain pembelajaran yang berdasarkan prakonsepsi siswa dan guru, terutama pada topik-topik kimia yang dikaitkan dengan isu teknologi yang sedang berkembang.

2. Perlu dilakukan implementasi terhadap desain pembelajaran yang dikembangkan penulis.

3. Perlu dikembangkan video yang menunjang desain pembelajaran interaksi antar-molekul yang telah dikembangkan penulis.


(33)

79

Gita Handika Warakusumah, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2009). Pengantar Nanosains. Bandung: Penerbit ITB.

Amborgi, P., Caselli, M., & Venturi, M. (2008). "Make sense of nanochemistry and nanotechnology". Chem. Educ. Res. Pract., 9, 5-10.

Brady, J. E. (2005). Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi ke 5 Jilid 2 (Penterjemah : Maun, S et.al dari: General Chemistry). Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Brown, T. L., Lemay, H. E., Jr., & Bursten, B. E. (2009). Chemistry Contexts

Edisi 11. Australia : Pearson Education Australia

BSNP. (2007). Standar Proses. Jakarta: BSNP

Chang, R. (2008). Kimia dasar: Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2 (Penterjemah: Achmadi, S. S dari: General Chemistry : The Essensial

Concept). Jakarta: Erlangga.

De Jong, O. (2006). Context- Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Duit, R., Gropengießer, H., Kattmann, U., Komorek, M., & Parchman, I. (2012). “The Model of Educational Rescontruction- A Framework for Improving Teaching and Learning Science”. Dalam Jorde and Dillon (Ed.). Science Educational Reaserch and Practice in Europe.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang

Depdiknas.

Gardner, G., Jones G., Taylor, A., Forrester, J., & Robertson, L. (2010). "Students' risk perception of nanotechnology application: implication for science education". International Journal of Science Education, 32 (14), 1951-1969.

Hartoto. (2009). Penelitian Deskriptif. [Online]. Tersedia: http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-penelitian-deskriptif.html. [23 Oktober 2012]

Hayat, B., & Yusuf, S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hazen, M. R. (2002). Why Should you be Scientifically Literate?. [online]. Tersedia: http:// www.actionbioscience.org/.../hazen.html. [30 Maret 2013]


(34)

80

Gita Handika Warakusumah, 2013

Hernani, Mudzakir, A., & Aisyah, S. (2009). Membelajarkan Konsep Sains Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP.

Jurnal Pengajaran MIPA. 13, (1), 71-93.

Holbrook, J. (1998). A Resource Book for Teachers of Science Subject. UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical

Education International. 6(1), 1-12.

Johari, J. M. C., & Rachmawati, M. (2007). Kimia 1 SMA dan MA untuk Kelas X. Jakarta : Esis.

Kdrews. (2008). Bond vs Intermolecular Force. [Online]. Tersedia: http://www.chemistry.edu/index.php/reaserch/article-education/molecule- interaction.html. [25 Desember 2012]

Laherto, A. (2010). "An analysis of educational significance of nanoscience and nanotechnology in scientific and technology literacy". International

Council of Associations for Science Education, 21, (4), 160-175.

Lunberg, A. (2011). Ink-Paper Interaction and Effect on Print Quality in Inkjet

Printing. Thesis for the degree of Licentiate Sundsvall, Sweden:

Department of Information, Technology and Media.

Magdassi, S. (2010). Chemistry of Inkjet Inks. World Scientific Publising Co. Pte. Ltd: Israel Hebrew University of Jerussalem.

McMurry, F. (2004). Chemistry 4th Edition. New York: McGraw Hill.

Munawar, N.A. (2008). Teknik Refill Inkjet, Teknik Refill Laser, dan Proses

Pembuatan Tinta. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: CV Alfabeta.

Munthe, B. (2010). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri. Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Grasel, C., & Ralle B. (2002). “Chemie

im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic

development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium

Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

Niaz, M. (1997). Can We Intregrate Qualitative and Quantitative Research In

Science Education?. Netherland : Cluwer Academic Publisher.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Grasindo.


(35)

81

Gita Handika Warakusumah, 2013

NRC (National Research Council). (1996). National Science Education

Standards. Washington: National Academy Press.

OECD (2009). PISA 2009 Assesment Framework Key Competencies in Reading,

Mathematics and Science. [online]. Tersedia: http://

www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.pdf [10 September 2010]

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran

Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, W. (2011). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiadi, R., & Agus, A. (2001). Dasar-dasar Pemrograman Software

Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Shwartz, Y., Benzvi, R., & Hofstein, A. (2006). "The Use of Scientific Literacy

Taxonomy for assesing the development of Chemical Literacy among high-school Student". Chemical Education Research and Practice,7(4),203-225.

Silberberg. (2009). Principal of General Chemistry Second Edition. Mc. Graw Hill: International Edition.

Siregar, N. (1998). Penelitian Kelas; Teori, Metodologi dan Analisis. Bandung: CV Andira.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2010). Metode Penelitian dan Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Sunarya, Y., & Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suryadi, D. (2010). “Metapedadidaktik dan Didactical Desain Research (DDR):

Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Leson Study”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia.Bandung: FPMIPA UPI.

Tim Penyusun. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi


(36)

82

Gita Handika Warakusumah, 2013

Ullrich, C. (2008). Pedagogicaly Founded Coursware Generation for Web Based

Learning. Germany : Springer-verlag Berlin Heidelberg.

Yamin, M. (2009). Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yusuf, S. (2008). Perbandingan Gender dalam Prestasi Literasi Siswa

Indonesia.[online].Tersedia:http://suhendrayusuf.blogspot.com/2008/02/lit

erasi-membaca-siswa-indonesia.html [7 Oktober 2011]

Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. (2006). Instrumen Penilaian Kinerja


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1.Desain pembelajaran interaksi antar-molekul pada konteks printer inkjet mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Penyusunan struktur materi pembelajaran (perancangan eksplanasi konten interaksi antar-molekul) dibuat berdasarkan eksplanasi ilmiah (buku teks dan monograf) yang direkonstruksi menjadi eksplanasi pedagogis. Pengkompositan konteks printer inkjet dengan konten interaksi antar-molekul disesuaikan dengan standar isi mata pelajaran kimia SMA. 2) Berorientasi pada konteks dan menanamkan proses pembelajaran ke masalah yang autentik (sebenarnya). Konteks yang digunakan yaitu printer inkjet yang merujuk pada pertanyaan isu, printer inkjet mana yang akan dipilih (modus getar atau modus panas). 3) Adanya peta konsekuensi (peta urutan pembelajaran) yang digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan desain pembelajaran. 4) Menggunakan rancangan desain didaktis sebagai alur pembelajaran yang dibuat untuk mempermudah siswa dalam mengetahui garis besar hubungan antara konten pembelajaran interaksi antar-molekul dan konteks aplikasi printer inkjet.

2.Tanggapan guru mengenai desain pembelajaran yang dikembangkan pada materi pokok interaksi antar-molekul dalam konteks Printer Inkjet memberikan hasil yang positif sehingga desain pembelajaran layak untuk diimplementasikan

B. SARAN

Sebagai akhir dari skripsi ini diampaikan saran-saran dengan harapan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan penelitian lain di


(2)

78

masa yang akan datang. Adapun saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pengembangan desain pembelajaran yang berdasarkan prakonsepsi siswa dan guru, terutama pada topik-topik kimia yang dikaitkan dengan isu teknologi yang sedang berkembang.

2. Perlu dilakukan implementasi terhadap desain pembelajaran yang dikembangkan penulis.

3. Perlu dikembangkan video yang menunjang desain pembelajaran interaksi antar-molekul yang telah dikembangkan penulis.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2009). Pengantar Nanosains. Bandung: Penerbit ITB.

Amborgi, P., Caselli, M., & Venturi, M. (2008). "Make sense of nanochemistry and nanotechnology". Chem. Educ. Res. Pract., 9, 5-10.

Brady, J. E. (2005). Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi ke 5 Jilid 2 (Penterjemah : Maun, S et.al dari: General Chemistry). Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Brown, T. L., Lemay, H. E., Jr., & Bursten, B. E. (2009). Chemistry Contexts Edisi 11. Australia : Pearson Education Australia

BSNP. (2007). Standar Proses. Jakarta: BSNP

Chang, R. (2008). Kimia dasar: Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2 (Penterjemah: Achmadi, S. S dari: General Chemistry : The Essensial Concept). Jakarta: Erlangga.

De Jong, O. (2006). Context- Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Duit, R., Gropengießer, H., Kattmann, U., Komorek, M., & Parchman, I. (2012). “The Model of Educational Rescontruction- A Framework for Improving Teaching and Learning Science”. Dalam Jorde and Dillon (Ed.). Science Educational Reaserch and Practice in Europe.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

Gardner, G., Jones G., Taylor, A., Forrester, J., & Robertson, L. (2010). "Students' risk perception of nanotechnology application: implication for science education". International Journal of Science Education, 32 (14), 1951-1969.

Hartoto. (2009). Penelitian Deskriptif. [Online]. Tersedia: http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-penelitian-deskriptif.html. [23 Oktober 2012]

Hayat, B., & Yusuf, S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hazen, M. R. (2002). Why Should you be Scientifically Literate?. [online]. Tersedia: http:// www.actionbioscience.org/.../hazen.html. [30 Maret 2013]


(4)

80

Hernani, Mudzakir, A., & Aisyah, S. (2009). Membelajarkan Konsep Sains Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Jurnal Pengajaran MIPA. 13, (1), 71-93.

Holbrook, J. (1998). A Resource Book for Teachers of Science Subject. UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical

Education International. 6(1), 1-12.

Johari, J. M. C., & Rachmawati, M. (2007). Kimia 1 SMA dan MA untuk Kelas X. Jakarta : Esis.

Kdrews. (2008). Bond vs Intermolecular Force. [Online]. Tersedia: http://www.chemistry.edu/index.php/reaserch/article-education/molecule- interaction.html. [25 Desember 2012]

Laherto, A. (2010). "An analysis of educational significance of nanoscience and nanotechnology in scientific and technology literacy". International Council of Associations for Science Education, 21, (4), 160-175.

Lunberg, A. (2011). Ink-Paper Interaction and Effect on Print Quality in Inkjet Printing. Thesis for the degree of Licentiate Sundsvall, Sweden: Department of Information, Technology and Media.

Magdassi, S. (2010). Chemistry of Inkjet Inks. World Scientific Publising Co. Pte. Ltd: Israel Hebrew University of Jerussalem.

McMurry, F. (2004). Chemistry 4th Edition. New York: McGraw Hill.

Munawar, N.A. (2008). Teknik Refill Inkjet, Teknik Refill Laser, dan Proses Pembuatan Tinta. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: CV Alfabeta.

Munthe, B. (2010). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri.

Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Grasel, C., & Ralle B. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic

development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium

Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

Niaz, M. (1997). Can We Intregrate Qualitative and Quantitative Research In Science Education?. Netherland : Cluwer Academic Publisher.


(5)

NRC (National Research Council). (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academy Press.

OECD (2009). PISA 2009 Assesment Framework Key Competencies in Reading,

Mathematics and Science. [online]. Tersedia: http://

www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.pdf [10 September 2010]

Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, W. (2011). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiadi, R., & Agus, A. (2001). Dasar-dasar Pemrograman Software Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Shwartz, Y., Benzvi, R., & Hofstein, A. (2006). "The Use of Scientific Literacy Taxonomy for assesing the development of Chemical Literacy among high-school Student". Chemical Education Research and Practice,7(4),203-225. Silberberg. (2009). Principal of General Chemistry Second Edition. Mc. Graw

Hill: International Edition.

Siregar, N. (1998). Penelitian Kelas; Teori, Metodologi dan Analisis. Bandung: CV Andira.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2010). Metode Penelitian dan Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Sunarya, Y., & Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Suryadi, D. (2010). “Metapedadidaktik dan Didactical Desain Research (DDR): Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Leson Study”, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia.Bandung: FPMIPA UPI.

Tim Penyusun. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: PT.Humaniora.


(6)

82

Ullrich, C. (2008). Pedagogicaly Founded Coursware Generation for Web Based Learning. Germany : Springer-verlag Berlin Heidelberg.

Yamin, M. (2009). Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

Yusuf, S. (2008). Perbandingan Gender dalam Prestasi Literasi Siswa Indonesia.[online].Tersedia:http://suhendrayusuf.blogspot.com/2008/02/lit erasi-membaca-siswa-indonesia.html [7 Oktober 2011]

Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. (2006). Instrumen Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.