PENGEMBANGAN NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN TOKOH K.H. ABDUL HALIM.

(1)

PENGEMBANGAN NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN

TOKOH K.H. ABDUL HALIM

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas XI IPS di

SMA Negeri 2 Majalengka)

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun Oleh :

Prima Purnama Sumantri, S.Pd 1101635

PROGRAM PENDIDIKAN SEJARAH S2

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

PENGEMBANGAN NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN

TOKOH K.H. ABDUL HALIM

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas XI IPS di

SMA Negeri 2 Majalengka)

Oleh

Prima Purnama Sumantri, S.Pd Bandung 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

© Prima Purnama Sumantri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING DAN PENGUJI:

Pembimbing I

Dr. Nana Supriatna, M.Ed NIP. 196110141986011

Pembimbing II

Didin Saripudin, Ph.D NIP. 197005061997021

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Agus Mulyana, M.Hum NIP. 196608081991031


(4)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

MELALUI KAJIAN TOKOH K.H. ABDUL HALIM

Oleh: Prima Purnama Sumantri

Penelitian ini bertolak dari kenyataan di lapangan terhadap rendahnya nilai entrepreneurship dalam pembelajaran sejarah dan kesadaran akan tokoh lokal yang tidak dikenal oleh para peserta didik. Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana mengembangkan nilai-nilai entrepreneurship siswa dalam proses pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim melalui kegiatan (1) Bagaimana perencanaan yang dilakukan (2) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran (3) Bagaimana kendala yang ditumbulkan (4) Bagaimana implikasi pembelajaran berbasis biografi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian tindakan kelas dilakukan terhadap siswa SMA Negeri 2 Majalengka kelas XI IPS-5. Tenik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan observasi, wawancara, dan skala. Hasil penelitiaan pengembangan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim di SMA Negeri 2 Majalengka ini dimulai dengan melakukan (1) Desain pembelajaran, pembuatan RPP, perencanaan tindakan: perubahan orientasi dalam orientasi dalam penetapan tujuan pembelajaran dengan mengembangkan nilai entrepreneruship (2) Tahap pelaksanaan, dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup: pemberian inovasi pembelajaran dengan mengaktifkan sisi dari nilai entrepreneurship siswa (3) Tahap tindak lanjut, hasil observasi tindakan, kekuatan dan kelemahan setiap tindakan memberikan hasil yang dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan tindakan selanjutnya (4) Implikasi pembelajaran sejarah berbasis biografi tokoh lokal mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah diantaranya aspek kepercayaan diri, kemampuan berorientasi pada tugas, kemampuan dalam pengambilan risiko, orientasi masa depan, kemandirian siswa, dan kreatif melalui pengembangan nilai entrepreneurship tokoh K.H. Abdul Halim yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk merespon situasi dan keadaan serta tantangan yang dihadapi siswa di masa mendatang.


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………. i

PERNYATAAN ……….. ii

ABSTRAK ………... iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ………... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ……...……… 10

C. Paradigma Penelitian ………. 11

D. Tujuan Penelitian ………... 11

E. Manfaat Penelitian ………. 12

F. Sistematika Penulisan ……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Entrepreneurhip dalam Pembelajaran Sejarah …... 14

B. Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Sejarah ……... 26

C. Biografi ……….. 33

D. Pembelajaran Sejarah Berbasis Biografi ………... 35

E. K.H. Abdul Halim ………. 37

F. Mengembangkan Nilai Entrepreneurship Siswa Melalui Kajian Tokoh K.H. Abdul Halim 1. Konsep Teori yang digunakan ……… 45


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian, Subjek, dan Guru Mitra

1. Lokasi Penelitian ……… 56

2. Subjek ………. 57

3. Guru Mitra ……….. 57

4. Waktu Penelitian ……… 58

5. Lama Tindakan ………... 58

6. Jadwal Kegiatan Penelitian ………. 59

B. Prosedur Penelitian 1. Rencana Tindakan ……….. 60

2. Pelaksanaan Tindakan ……… 61

3. Observasi ……… 62

4. Refleksi ………... 62

C. Analisis, Validasi, dan Interpretasi Data 1. Teknik Pengumpulan Data ………. 65

2. Validasi Data ……….. 70

3. Interpretasi Data ………. 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal Proses Pembelajaran ……… 71

B. Analisis dan Refleksi Awal Pembelajaran ………. 75

C. Perencanaan Pelaksanaan Siklus dan Tindakan ……… 76

D. Sosialisasi Pembelajaran Nilai Entrepreneurship pada Kajian Tokoh K.H. Abdul Halim ……….. 78

E. Deskripsi Pelaksanaan Siklus dan Tindakan Pembelajaran 1. Pelaksanaan Siklus I ………... 79

a. Perencanaan Tindakan ke-1 ……….. 79

b. Pelaksanaan Tindakan ke-1 ………... 81

c. Observasi Tindakan ke-1………. 81

d. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-1 ………. 86


(7)

f. Pelaksanaan Tindakan ke-2 ………... 88

g. Observasi Tindakan ke-2………. 91

h. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-2 ………. 94

2. Pelaksanaan Siklus II ……….. 95

a. Perencanaan Tindakan ke-3 ………... 95

b. Pelaksanaan Tindakan ke-3 ………... 96

c. Observasi Tindakan ke-3………. 98

d. Analisis Tindakan ke-3 ……….. 101

e. Perencanaan Tindakan ke-4 ………... 102

f. Pelaksanaan Tindakan ke-4 ………... 103

g. Observasi Tindakan ke-4 ……… 104

h. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-4 ………. 107

3. Pelaksanaan Siklus III ……… 108

a. Perencanaan Tindakan ke-5 ………... 108

b. Pelaksanaan Tindakan ke-5 ………... 109

c. Observasi Tindakan ke-5………. 111

d. Analisis Tindakan ke-5 ……….. 112

e. Perencanaan Tindakan ke-6 ………... 113

f. Pelaksanaan Tindakan ke-6 ………... 114

g. Observasi Tindakan ke-6……….... 115

h. Analisis Tindakan ke-6 ……….. 117

F. Pembahasan 1. Analisis Orientasi Pembelajaran ………. 118

2. Analisis Terhadap Tindakan Pembelajaran ……… 119

3. Kendala-kendalan yang ditemukan dalam Pembelajaran ……... 125

G. Implikasi Teoritis Pembelajaran Berbasis Biografi Melalui Kajian Tokoh K.H. Abdul Halim dalam Mengembangkan Nilai Entrepreneurship Siswa dalam Pembelajaran Sejarah ...…………. 128


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ……… 132

B. Rekomendasi ………. 134

DAFTAR PUSTAKA ……….. 136

LAMPIRAN ……… 140


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kemampuan guru dalam penerapan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-1) .………... 81 Tabel 4.2 Aktivitas siswa dalam pendidikan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-1) ……... 85 Tabel 4.3 Kemampuan guru dalam penerapan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-2) .………... 91 Tabel 4.4 Aktivitas siswa dalam pendidikan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-2) ……... 94 Tabel 4.5 Kemampuan guru dalam penerapan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-3) .………... 98 Tabel 4.6 Aktivitas siswa dalam pendidikan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-3) ……... 99 Tabel 4.7 Aktivitas siswa dalam pendidikan nilai entrepreneurship siswa

pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim (Tindakan ke-5) ……... 110 Tabel 4.8 Aktivitas siswa dalam pendidikan nilai entrepreneurship siswa


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian ……….. 12 Gambar 3.1 Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis ……….… 63 Gambar 3.2 Langkah-langka pengamatan ……….. 66


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran sejarah dengan pendekatan tokoh, khususnya di SMA Negeri 2 Majalengka sangat masih kurang mendapatkan perhatian dari para tokoh pendidikan ataupun dari para pengajarnya. Biografi sebagai riwayat perjalanan dari seorang tokoh mempresentasikan nilai-nilai, baik secara tesurat ataupun tersirat. Nilai-nilai seperti kerja keras, pandangan yang berorientasi ke depan, hemat, jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkunganya serta semangat kemandirian atau kewiraswastaan memiliki peran penting untuk ikut serta dalam menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan nilai.

Entrepreneurship merupakan kata sifat yang disandang oleh seseorang dengan adanya tingkah laku tertentu yang pada dasarnya berbasis kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif yang dimiliki oleh siswa kemudian dikembangkan dan diimplementasikan dengan nilai entrepreneurship dalam pembelajaran sejarah. Aspek ini lah yang kurang mendapatkan perhatian secara serius dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Majalengka. Untuk mendapatkan nilai entrepreneurship diperlukan tokoh yang dekat dengan lingkungan siswa.

K.H. Abdul Halim sebagai tokoh lokal dari Majalengka merupakan tokoh yang mempresentasikan nilai-nilai yang perlu diteladani khsusnya nilai entrpereneruship sebagai jawaban setiap tantangan yang dihadapinya. Pendekatan tokoh menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna dan lebih hidup.sebagai dampak dari pembelajaran sejarah yang kering dan miskin nilai, menimbulkan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sejarah

Permasalahanan yang terjadi di lapangan dalam pembelajaran sejarah ialah anggapan yang mengatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah pembelajaran yang menjenuhkan, membosankan, model pembelajaran yang monoton, dan kemampuan guru yang tidak optimal dalam melakukan pengembangan. Pendapat tersebut tidak hanya keluar dari pemahaman siswa akan tetapi dari guru-guru tersebut pada saat melakukan persiapan pembelajaran. Terkadang ada anggapan


(12)

bahwa mengajar sejarah itu terlalu mudah hanya tinggal membaca buku yang sama dengan siswa kemudian dijelaskan, padahal hal tersebut keliru.

Seorang guru harus mendorong siswa untuk terus berkembang dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dihasilkan proses pembelajaran yang tidak hanya satu arah (dari guru terhadap siswa) akan tetapi berbagai arah dari guru kepada siswa, dari siswa kepada guru, dan dari siswa kepada siswa, sehingga terbentuk suasana seperti tersebut pembelajaran tidak akan membosankan karena siswa memberikan kontribusi kepada pembelajaran sejarah.

Penggunaan sumber pembelajaran pada saat proses pembelajaran juga masih terdapat masalah yang ditemukan langsung di lapangan. Pembelajaran sejarah masih terfokus pada penggunaan buku teks tanpa melihat fakta dan sumber yang terdapat di lingkungan lokal. Dapat dikatakan buku teks merupakan satu-satunya sumber pembelajaran yang disampaikan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung tanpa melihat potensi yang kaya baik itu dari siswa maupun dari lingkungan sosial siswa tersebut.

Menurut Supriatna, (2007: 157) lingkungan sosial siswa merupakan sumber belajar yang sangat kaya bagi pembelajaran. Apabila dalam pembelajaran tradisional guru lebih banyak mengandalkan sumber berupa buku teks dan diceramahkan kembali di kelas maka pemanfaatan sumber dari luar kelas (lingkungan sosial) melalui berbagai strategi akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pembelajaran sejarah yang dekat dengat aspek sosial.

Pandangan-pandangan di atas, sesuai dengan sumber-sumber mengenai permasalahanan dalam proses pembelajaran sejarah. Menurut Hasan (2012: 127-128) ada beberapa anggapan keliru yang berkembang di masayarakat, guru, maupun peserta didik mengenai pembelajaran sejarah. Kekeliruan tersebut adalah; pertama, materi sejarah merupakan materi yang mudah dipelajari; kedua, pelajaran sejarah hanya berkenaan dengan kehidupan manusia masa lalu, karena itu mempelajari sejarah sama dengan mempelajari yang sudah usang, lapuk, dan tidak berkaitan dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang, ketiga; mata pelajaran sejarah hanya untuk mengembangkan kemampuan


(13)

mengingat (kognitif tingkat pertama), mereka hanya mengingat nama tokoh, peritiswa, dan angka tahun.

Menurut Hasan, (2012: 74) permasalahan utama pendidikan sejarah adalah kenyataan bahwa orang lebih memperhatikan materi dan disiplin sejarah dibandingkan dengan kepentingan peserta didik. Beberapa kenyataan yang teerdapat dalam pembelajaran sejarah ialah pemahaman yang keliru lainnya pada pembelajaran sejarah dimana memfokuskan pada pemahaman materi sebagai bekal siswa dalam memenuhi kebutuhan siswa. Padahal selain materi ada hal yang lebih penting yaitu perubahan kebribadian dan pola pikir siswa ketika dihadapkan kepada suatu masalah baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan lingkungannya.

Permasalahan lain yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah yaitu masih menggunakan metode teacher oriented dimana pembelajaran berpusat dan bersumber pada guru menjadikan pembelajaran tersebut menjadi kurang diminati oleh para siswa. Siswa tidak bisa mengeksplorasi kemampuan dan pengetahuan mereka. Siswa hanya terpaku pada hal-hal yang diberikan oleh pengajar kepada siswa. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di satu sekolah akan tetapi dominannya sekolah di Indonesia seperti itu. Kondisi pendidikan sejarah di tanah air yang diajarkan hanya menghapal nama dan tahun maka kemampuan murid hanya sebatas kemampuan tersebut (Asvi Marwan Adam dalam Wineburg, 2006: ix).

Kemampuan guru yang lemah dalam penguasaan materi dan metode menjadikan esensi dari pendidikan dan pembelajaran tidak tersampaikan. Mereka lebih suka membuat ujian dengan menggunakan soal multiple choice ketimbang menyuruh siswa membuat karya tulis, itupun dikerjakan dengan asal-asalan, sampai-sampai ada anekdot tentang soal yang tidak dibuat dengan logis. Selain dari masalah guru dan siswa, persoalan yang lain menyangkut bahan ajar. Pengajaran sejarah diuraikan dalam bentuk butir-butir (strandar kompetensi) kurikulum. Penjelasan standar kompetensi itu terdapat pada buku teks yang selama ini dibuat berdasarkan buku standar yaitu SNI (Asvi Marwan Adam dalam Wineburg, 2006: x).


(14)

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di SMA Negeri 2 Majalengka, proses pembelajaran sejarah biasanya dilaksanakan secara konvensional dan kurang adanya partisipasi dalam merespon pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan-tanggapan siswa dinilai masih kurang. Hal ini mungkin dikarenakan model pembelajaran dengan menggunakan teacher oriented yang terfokus pada eksplorasi guru dan kurang terbiasanya siswa untuk selalu berfikir dan melakukan suatu terobosan baru. Selain kurang terbiasanya siswa melakukan hal-hal baru, siswa masih terbelenggu oleh sikap pasif ketika proses pembelajaran yaitu dengan budaya diamnya.

Siswa cenderung bersifat pasif karena menganggap pembelajaran sejarah membosankan dan terbelenggu dengan culture silence (budaya diam). Budaya diam dapat dipahami dimana masyarakat harus tunduk dan menerima setiap kehendap pemerintah, tanpa boleh bertanya sedikitpun. Budaya diam tentu saja merupakan hal yang bertolak belakang dengan roh pendidikan kita. Pendidikan justru harus berperan dalam membangun kesadaran dan jiwa kritis. Perubahan paradigma pola berfikir dan bersikap untuk mengaktifkan siswa dalam prosen pembelajaran.

Selain dengan budaya diam yang dialami oleh para siswa, masalah juga terdapat di ranah guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Menurut Leming

(dalam Lickona, 2008: 371), masalah tersebut berdasarkan fakta “high school teachers tend tend to identify themselves as subject matter spacial ists and give less emphasis to character development than theachers in elementary and middle schools. High school teacher, when asked to define their profesional focus, tend to

say, ‘I teach history’ or some other subject area”. Padahal dalam pembelajaran sejarah bisa dilakukan kolaborasi dan memasukan nilai-nilai moral dalam pembelajaran.

Permasalahan-permasalahan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, harus ada upaya untuk melakukan perbaikan dalam pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sejarah. Diperlukan usaha untuk meningkatkan kemampuan pengajar dalam melakukan inovasi dan kreativitas pembelajaran. Optimalisasi kemampuan siswa seperti kemampuan berfikir kritis, kreativitas, dan memahaman


(15)

manfaat pembelajaran bagi kehidupan mereka. Guru sebagai pengembang kurikulum memilki akses atau kemampuan dalam interpretasi tujuan pendidikan dengan mendorong siswa untuk berperan aktif. Sumber pembelajaran yang paling baik adalah sumber pembelajaran yang dekat dengan siswa sehingga pembelajaran yang dicapai menjadi bermakna bagi siswa.

Pelaksanaan Kurikulum Satuan Pendidikan memberikan kesempatan kepada Guru untuk dapat mengoptimalkan kemampuan yang terdapat di dalam diri seorang guru dan juga kemampuan siswa sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki. Menyusun RPP dan Silabus sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa yang dikehendaki dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna dan bernilai. Akan tetapi kenyataan berkata lain dimana guru kurang begitu memanfaatkankannya sehingga tidak bisa menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.

Peran pendidikan dan pembelajaran hendaknya dapat menjawab masalah yang dihadapi oleh siswa pada era globalisasi saat ini. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia khususnya para siswa sebagai subjek pendidikan seperti rendahnya etos kerja (work etic) serta menurunnya jiwa entrepreneurship hendaknya dapat dijawab oleh praktisi pendidikan di sekolah. Respon yang harus tunjukkan oleh siswa dalam menghadapi pengaruh globalisasi bisa menggunakan nilai-nilai pokok yang terdapat dalam entrepreneurship. Enam nilai pokok dalam nilai entrepreneurship yakni mandiri, kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, dan kerja keras (Kemendiknas, 2010: 12). Nilai-nilai pokok tersebut bisa mengubah siswa menjadi lebih berani untuk mengambil sikap dalam menghadapi tantang-tangan yang dihadapannya.

Menurut Supriatna, (2007: 2) pembelajaran sejarah di sekolah menengah memiliki peran yang penting untuk ikut serta dalam menyiapkan peserta didik memiliki kemampuan dalam mengembangkan nilai-nilai kerja keras, pandangan yang berorientasi pada masa depan, hemat, jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkungan sekitarnya serta semangat kemandirian atau entrepreneurship.

Menurut Ciputra, (2010) siswa harus dilatih untuk memfungsikan pengetahuan dan skills yang telah dimiliki untuk dapat menghasilkan ciptaan yang


(16)

bernilai. Kata lain seorang yang belajar akan selalu "menantang" dirinya dengan pertanyaan, "Dengan pengetahuan dan kecakapan yang saya miliki, saya dapat menghasilkan apa?" dan "Apakah inovasi yang saya akan hasilkan dapat diterima oleh komunitas?". Siswa ditanamkan sikap untuk selalu berfikir dan berusaha menghasilkan berdasarkan apa yang telah dipelajari dan dimiliki oleh siswa tersebut. Pembelajaran sejarah dapat merangsang pengetahuan siswa ke arah tersebut dengan catatan pembelajaran harus memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh setiap siswa dan tidak berhenti hanya pada proses memahami.

Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa melakukan konstruksi kondisi masa sekarang dengan mengkaitkan atau melihat masa masa lalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah. Kemampuan melakukan konstruksi ini harus dikemukakan secara kuat agar pembelajaran tidak terjerumus dalam pembelajaran yang bersifat konservatif. Kontekstualitas sejarah harus kuat mengemuka dan berbasis pada pengalaman pribadi para siswa. Dampaknya siswa sebagai subjek dari pembelajaran bisa dan mampu mengamalkan apa yang dipelajari pada saat proses pembelajaran. belajar itu tidak hanya di kelas setelah itu kemudian ditinggalkan akan tetapi bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya.

Pengembangan kemampuan siswa dalam segala aspek kehidupan sejalan dengan definisi pendidikan berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1): “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.” Dengan demikian, nilai-nilai entrepreneurship sejalan dengan tujuan pendidikan yang telah disetujui oleh pemerintah.

Sekolah dan orang tua merupakan kunci sukses dari penanaman nilai entrepreneurship. Sekolah sebagai wadah bagi anak mendapatkan ilmu dan menerapkan ilmunya untuk melatih dan mengembangkan jiwa entrepreneurshipnya dan kedudukan orangtua sebagai motivator bagi anak


(17)

(Nurseto, 2010: 2). Jika ini bisa diwujudkan pada semua atau sebagian besar masyarakat dan sekolah-sekolah di Indonesia maka generasi entrepreneur yang kuat tidak akan kekurangan. Entrepreneur yang kuat dan dengan jumlah yang banyak membuat bangsa ini semakin kokoh karena terciptanya masyarakat yang tidak mudah menyerah, berani mengambil risiko, dan berorientasi pada tindakan masa depan.

Pengembangan nilai-nilai entrepreneurship dapat dikatakan sebuah pilihan yang dianggap potesial untuk dikembangkan dalam pembelajaran sejarah. Pertama, terdapat beberapa fakta di sekitar siswa tentang tokoh-tokoh entrepreneur yang telah banyak memberikan kontribusi pada perkembangan ekonomi dan sosial (Ciputra, 2010). Hal demikian dapat dijadikan sebagai pemicu dalam perubahan mindset siswa tentang permasalahan yang dihadapi sekarang. Sumber belajar tidak hanya terdapat dalam buku teks saja akan tetapi lingkungan juga dapat dijadikan terutama tokoh-tokoh entrepreneur yang dekat dengan siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis biografi. Pembelajaran menjadi sebuah proses interaksi yang menarik antara realitas yang ditemukan dengan siswa yang belajar.

Entrepreneur mempunyai semangat dan jiwa yang terus ingin tetap maju, berkembang, dan mandiri. Banyak hal lain yang menarik dan dapat dipelajari dari karakter dan skills seorang entrepreneur seperti keberanian mengambil resiko, strategi mengatasi masalah, kemampuan berkomunikasi, cara mengubah ide menjadi sebuah rencana, cara menangkap dan mengeleloa peluang. Karakter dan

skills seperti itu sangat penting untuk dipelajari dan diaplikasikan di semua bidang di era sekarang termasuk dalam pembelajaran sejarah.

Kedua, Pendidikan entrepreneur sudah banyak diterapkan di banyak negara seperti negara-negara eropa dan Amerika sehingga paling tidak kita tidak berangkat dari nol dalam mengembangkan sistem ini. Sudah ada contoh-contoh yang dapat dijadikan inspirasi pengembangan. Dilihat dari sisi metodologi dan kurikulum yang ada, seperti pendekatan belajar inquiry dan problem based, dapat dikembangkan dalam proses pembalajaran dengan mengacu pada


(18)

landasan-landasan yang sudah diterapkan oleh pengembangan sebelumnya termasuk dalam pembelajaran sejarah.

Diperlukan model atau metode pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan lokal untuk mengembangkan nilai yang terdapat dalam diri siswa sesuai dengan kebutuhannya. Proses pembelajaran dengan menjadikan nilai entrepreneurship sebagai pengembangan pembelajaran dapat menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna bagi siswa. Dengan kata lain, siswa belajar dari lingkungan sehingga nilai entrepreneurship siswa bisa tumbuh dan dapat dikembangkan baik pada saat belajar ataupun setelah keluar dari kelas.

Nilai-nilai entrepreneurship bisa tercermin dan diteladani dari beberapa tokoh sejarah baik tokoh dunia, nasional, bahkan lokal dengan mengembangkan pembelajaran sejarah berbasis biografi. Secara logika tokoh lokal seharusnya lebih dikenal dibandingkan dengan tokoh nasional karena lingkungannya dekat sekali dengan kehidupan siswa. Akan tetapi tokoh lokal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari para siswa karena kurangnya pengetahuan akan tokoh tersebut. Salah satu tokoh lokal yang sudah menjadi pahlawan nasional di kabupaten Majalengka adalah K.H. Abdul Halim tetapi sangat sedikit sekilai siswa yang mengenal tentang tokoh tersebut.

Beberapa peninggalan KH. Abdul Halim terletak tidak terlalu jauh dari SMA Negeri 2 Majalengka. Peninggalan-peninggalan tersebut bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran yang dapat membangkitkan pemikiran siswa terutama nilai-nilai entrepreneurship dari tokoh tersebut. Siswa bisa merasakan jiwa jaman ketika KH. Abdul Halim menggunakan sikap entrepreneurnya dalam menghadapi setiap masalah sebagai perwujudan atau eksistensi diri.

Kajian tentang tokoh lokal dalam pembelajaran sejarah dapat dijadikan sebagai salah satu contoh materi untuk mengembangkan dan memahami isyu-isyu sosial kontemporer di lingkungan setempat siswa berada (Supriatna, 2007:145). Penyampaian materi tentang kajian tokoh bisa menggunakan pembelajaran berbasis biografi sehingga terstruktur dan dapat tersampaikan kepada siswa. Pengembangan kajian tokoh tidak lepas dari nilai-nilai yang dapat ditiru atau diteladani oleh para siswa dari tokoh tersebut. K.H. Abdul Halim sebagai tokoh


(19)

sejarah mempunyai nilai-nilai yang dapat diteladani dan mempunyai ciri sebagai seorang entrepreneur.

Enam nilai pokok dalam nilai-nilai entrepreneurship tercermin pada riwayat dari K.H.Abdul Halim. Pertama, mandiri, statusnya sebagai anak yatim tidak membuat Otong Syatori/Abdul Halim menjadi anak yang menutup diri. Sebaliknya, ia merupakan anak yang mudah bergaul dibandingkan dengan teman-teman sebayanya dan tumbuh sebagai anak yang cenderung lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kehidupan Abdul Halim kecil dihiasi dengan hidup mengembara dari pesantren ke pesantren. Selama pengembaraannya dari satu pesantren ke pesantren lainnya, yang menonjol dalam diri Otong Syatori tidak hanya kecerdasannya dalam menguasai ilmu keislaman. Kemandirian jiwanya pun begitu menonjol dibandingkan dengan teman-teman santri lainnya. Hal tersebut nampak dari jiwa kewirausahaan yang dimilikinya sehingga berbagai rintangan yang dihadapinya selama nyantri mampu diatasi oleh dirinya (Falah, 2009: 10).

Kedua, kreatif, keterampilan dijadikan sebagai rencana pendidikan secara komprehensif agar seluruh komponen pesantren dapat memiliki jiwa yang produktif. Keterampilan yang diberikan oleh K. H. Abdul Halim kepada para santrinya bertujuan untuk menciptakan kemandirian hidup sehingga para lulusannya dapat melakukan bekerja secara mandiri (Falah, 2009: 96).

Ketiga, berani mengambil resiko, Abdul Halim tergolong sebagai orang yang berani ketika dihadapkan pada situasi yang merugikan kehidupan masyarakat pada saat itu. Dalam syiar Islamnya, menyelenggarakan tablig, menerbitkan majalah, dan brosur sebagai media organisasi. Selain itu, K. H. Abdul Halim juga aktif sebagai wartawan di berbagai media baik politik maupun dakwah dan telah menulis sembilan buah buku sebagai bentuk perlawan kolonial.

Keempat, berorientasi pada masa depan, mendirikan lembaga pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren yang tidak hanya mengandal kan ilmu keagamaan saja akan tetapi akan diberi pelajaran ilmu-ilmu agama (ruhaniyah

-geestelijk), pengetahuan umum (aqliyah-intellect), dan keterampilan (amaliyah


(20)

bekal para santri untuk menjadi “santri lucu” bukan menjadi “santri kaku” (Falah, 2009: 74-75).

Kelima, kepemimpinan, pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai seorang ulama dan pemimpin, K. H. Abdul Halim tidak hanya ikut-ikut mengungsi mengamankan diri dan keluarganya (Falah, 2009:110). Ia ikut bergerilya bersama para pejuang lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan basis di sekitar kaki Gunung Ciremai. Dalam aksi gerilyanya itu, K. H. Abdul Halim langsung memimpin anak buahnya menghadang pergerakan militer Belanda di wilayah Keresidenan Cirebon.

Keenam, kerja keras, K.H. Abdul Halim sebagai seorang ulama yang mempunyai kecerdasan dalam segala bidang, terus berusaha melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat pada saat itu seperti dalam usahanya mendirikan koperasi dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada para pedagang pribumi untuk lebih cerdas dan mampu mengelola kehidupannya agar lebih sejahtera.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil rumusan masalah Pengembangan Nilai Entrepreneurship Siswa dalam Pembelajaran Sejarah melalui Kajian Tokoh K.H. Abdul Halim.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana mengembangkan nilai-nilai entrepreneurship siswa dalam proses pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?

Sedangkan yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimana perencanaan yang dilakukan pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?


(21)

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?

3. Bagaimana kendala-kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim?

C. Paradigma Penelitian

MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

MELALUI KAJIAN TOKOH K.H. ABDUL HALIM

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian Tujuan

Pembelajaran

Kinerja Guru Aktivitas Siswa

Siswa Berfikir Entrepreneur

Metode, Pendekatan

Media, Sumber Metode,

Pendekatan

Pembelajaran

Berbasis Biografi Pembelajaran 1,2,3 dst


(22)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memperoleh gambaran perencanaan yang dilakukan pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

2. Memperoleh gambaran pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

3. Memaparkan refleksi yang dilakukan dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

4. Menjelaskan implikasi pembelajaran berbasis biografi melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim dalam mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Siswa, memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih mengembangkan berfikir entrepreneurship dengan terus berfikir, menghasilkan, dan berinovasi dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

2. Bagi Guru, memberikan pemahaman dalam menerapkan pembelajaran berbasis biografi dan mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik dengan mengoptimalkan segala kemampuan siswa dan lingkungan dan masyarakatnya.

3. Bagi Sekolah, meningkatkan potensi sekolah terutama dalam pembelajaran sejarah dan meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru, serta memotivasi guru lain untuk selalu berinovasi dalam melakukan pengelolaan proses pembelajaran yang sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya.


(23)

F. Sistematika Penulisan

Bab I membahas pendahuluan. Bab ini menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, fokus masalah dan pertanyaan penelitian, paradigma penelitian, tujuan dan maksud dari penelitian, manfaat penelitian dari pemilihan masalah tersebut. Bab ini menggambarkan keresahan peneliti tentang permasalahanan yang muncul pada pendidikan nilai entrepreneurship dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

Bab II membahas tinjauan pustaka. Bab ini mencoba menguraikan tentang berbagai buku dan hasil penelitian terdahulu dalam memahami berbagai permasalahanan nilai, ruang lingkup entrepreneurship, definisi biografi, deskripsi tokoh K.H. Abdul Halim, pembelajaran sejarah, dan mengembangkan nilai entrepreneurship siswa melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim mulai dari konsep teori yang digunakan sampai kepada strategi pembelajaran yang digunakan.

Bab III membahas metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini, yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian tindakan kelas. Peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung dalam proses penelitian dengan melakukan kolaborasi dengan guru mitra yang mengajar di SMA Negeri 2 Majalengka. Selain itu, peneliti akan melakukan analisis dokumentasi berupa hasil yang ditemukan di lapangan yang sesuai pada penelitian tindakan yang diharapkan.

Bab IV membahas pembahasan hasil penelitian. Hasil peneltian yang akan dideskripsikan antaralain deskripsiksi awal proses pembelajaran, analisis dan refleksi hasil pembelajaran, perencanaan pelaksanaan siklus dan tindakan, sosialisasi pembelajaran nilai entrepreneurship, deskripsi pelaksanaan siklus dan tindakan pembelajaran, analisis data temuan hasil penelitian tindakan,dan implikasi teoritis pembelajaran berbasis biografi melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim dalam mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah.

Bab V membahas kesimpulan. Bab ini akan menguraikan secara singkat hasil temuan yang dihasilkan oleh peneliti sehingga mampu menjawab pertanyaan


(24)

penelitian yang berkenaan dengan pengembangan nilai entrepreneurship siswa melaui kajian tokoh K.H. Abdul Halim yang merupakan tokoh tersebut adalah tokoh lokal yang sangat dekat dengan lingkungan siswa. Proses pembelajaran dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada kendala-kendala yang ditemukan oleh peneliti pada saat penelitian tindakan kelas.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini (Wiriaatmadja, 2012: 12).

Pemilihan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam upaya menerapkan nilai entrepreneurship K.H. Abdul Halim dalam pembelajaran sejarah, didasarkan pada alasan bahwa; Penelitian Tindakan Kelas mempunyai fungsi aplikatif bagi guru dalam menjalankan tugasnya dan dalam usaha meningkatkan kemampuan atau kompetensi guru dalam proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas ini tidak hanya memberikan saran bagi guru tapi juga solusi. Sehingga dengan penelitian ini peneliti sebagai guru mendapatkan masukan dan sekaligus pedoman dalam menjalankan tugas sebagai guru sejarah yang inovatif dan kreatif. Sehingga tumbuh nilai entrepeneurship pada diri siswa yang dapat dijadikan sebagai pengembangan diri dan daya saing dalam menghadapi berbagai persoalan.

Model yang diacu dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Kemmis & Taggart (Harianti, 2010: 15) yang terdiri dari: planning

(perencanaan), acting & observing (pelaksanaa dan pengamatan), serta reflecting

(refleksi). Sedangkan siklus yang direncanakan meliputi beberapa siklus sesuai dengan kebutuhan dan tingkat keberhasilan yang dianggap cukup serta disesuaikan dengan batas waktu penelitian.


(26)

A. Lokasi Penelitian, Subjek, dan Guru Mitra (Kolaborator), 1. Lokasi Penelitian

Tempat yang dijadikan sebagai Lokasi Penelitian adalah di SMA Negeri 2 Majalengka. SMA Negeri 2 Majalengka memiliki lokasi yang sangat strategis yaitu di pusat perkotaan. Didukung oleh beberapa tenaga Pendidik dan Kependidikan yang profesional, Sarana dan Prasarana sehingga cocok untuk dijadikan sebagai tempat penelitian.

Alasan pemilihan lokasi ini oleh peneliti, adalah karena terkait dengan penelitian untuk mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dengan kajian tokoh K.H.Abdul Halim, karena jarak sekolah ini dengan beberapa peninggalan dari tokoh K.H. Abdul Halim tidak terlalu jauh hanya sekita 500meter dan dapat ditempuh dengan berjaln kaki sekitar 10 menit.

SMA Negeri 2 Majalengka merupakan salah satu SMA unggulan yang ada di Kabupaten Majalengka yang secara geografis terletak di daerah pusat pemerintahan karena bertasan langsung dengan gedung Pendopo Kabupaten Majalengka. Bila dilihat dari struktur SMA di kabuoaten majalengka, SMAN 2 Majalengka memiliki budaya defab jarakteristik siswanya yang khas sebagai berikut:

- Dilihat dari kemampuan akademik termsuk kelompok sedang; - Partisipasi atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran kurang;

- Motivasi belas dan minat baca siswa terhadap materi pembelajaran kurang; - Dilihat dari ekonomi keluarga, sebagian besar siswa berasal dari ekonomi

menengah;

- Tingkat ketepatan waktu kehadiran dinilai sudah cukup baik meskipun beberapa siswa dating terlambat.

Pada saat menghadapi karakteristik siswa dengan karakter tersebut, para guru sering menghadapi beberapa kendala yang menimbulkan semngat dan motivasi pada para guru dalam bertugas menjadi kurang atau menurun. Terdapat beberapa fakta yang ada adalah:

- Sebagian besar guru kurang termotivasi untuk mengembangkan kemampuannya.


(27)

- Sebagian besar guru kurang dalam melakukan inovasi dalam pembelajaran.

- Terdapat beberapa guru yang ketika memasuki jam mengajar tidak langsung untuk memasuki kelas akan tetapi menunggu seluruh siswanya masuk terlebih dahulu.

Hal demikian yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah ini. Dengan harapan, peneliti dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa terutama pola piker siswa menjadi entrepreneur.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS-2 Semester Genap SMA Negeri 2 Majalengka Tahun Pelajaran 2012-2013. Pemilihan subjek penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas XI IPS perlu mendapatkan perhatian. Karena selama ini kelas ini dianggap kurang memiliki semangat percaya diri, orientasi pada tugas, pengambilan risiko, orientasi masa depan, kepemimpinan, mandiri, dan kreatif dalam pembelajaran sejarah yang semuanya itu termasuk dalam indikator dari nilai-nilai entrepreneurship.

Siswa menganggap bahwa pembelajaran sejarah adalah pembelajaran yang membosankan. Padahala bila melakukan integrasi pembelajaran sejarah dengan penerapan nilai-nilai entrepreneurship dari tokoh yang dapat mereka teladani maka akan terjadi perubahan sikap ke arah yang lebih baik. K.H. Abdul Halim dianggap sebagai tokoh yang dijadikan sebagai panutan dalam bersikap akan tetapi nilai-nilainya tidak mereka sadari.

3. Guru Mitra

Guru mitra dalam penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan peneliti bernama Asep Hardianto S.Pd. Lahir di Majalengka tanggal 25 Oktober 1972 dan telah berpengalaman mengajar selama 15 tahun dan SMA Negeri 2 Majalengka selama delapan tahun. Guru mitra merupakan lulusan Progam S1 Jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Galus Ciamis lulusan tahun 1996.


(28)

Tugas guru mitra dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai subjek pengajar dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru mitra memberikan masukan-masukan dalam proses diskusi dan refleksi kepada peneliti dalam upaya kelancaran penelitian tindakan ini. Peran dari guru mitra ini diharapkan bisa membantu terutama dengan sikap kooperatif dan kesediaan dalam meluangkan waktu demi terlaksananya penelitian ini.

4. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Januari sampai bulan Juni 2013. Kegiatan penelitian meliputi perencanaan (Planning), pelaksanaan (Actuating), dan pelaporan (Reporting).

Pelaksanaan penelitian ini diperkirakan dilakukan melalui tiga siklus, yang diharapkan dengan treatment dalam tiga siklus tersebut terjadi peningkatan kemampuan nilai entrepreneur siswa. Adapun rincian pelaksanaan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

Siklus I terdiri atas dua tindakan yaitu:

- Tindakan ke-1, dilaksanakan pada hari Rabu, 1 Mei 2013 - Tindakan ke-2, dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Mei 2013 Siklus II terdiri atas tiga tindkan yaitu:

- Tindakan ke-3, dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Mei 2013 - Tindakan ke-4, dilaksanakan pada hari Rabu, 22 Mei 2013 Siklus III terdiri atas dua tindakan yaitu:

- Tindakan ke-5, dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Mei 2013 - Tindakan ke-6, dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Juni 2013

5. Lama Tindakan

Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam rangka upaya mengembankan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H.Abdul Halim, memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Hal ini disebabkan karena perkembangan nilai entrepreneurship itu tidak bisa nampak dalam waktu yang singkat. Jiwa entreprenur sebagai suatu kebiaan


(29)

haruslah dikembangkan secara terus menerus dalamwaktu yang cukup lama. Sehingga tindakan yang harus dilakukanpun memerlukan waktu yang cukuplama juga.

Lama tindakan dalam penelitian ini akan ditentukan oleh tingkat peningkatan dalam keberhasilan dalam pelaksanaan untuk memperoleh data yang cukup lengkap dan penelitian telah memperoleh data yang mencukupi dan memenuhi sampai pada tingkat jenuh. Artinya penelitian ini akan berakhir bila telah terpenuhinya data mengenai nilai entreprenuership siswa dalam pembelajaran dengan kajian tokoh K.H.Abdul Halim, baik kemampuan moral knowing, moral feeling, maupun moral action secara memuaskan sesuai dengan harapan peneliti.

6. Jadwal Kegiatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Januari sampai bulan Juni 2013. Kegiatan penelitian meliputi perencanaan (Planning), pelaksanaan (Actuating), dan pelaporan (Reporting).

Adapun jadwal kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: No

Jenis

Kegiatan

Januari Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4

1 Persiapan Rencana Proposal Penyusunan Draft Proposal Orientasi

Seminar Proposal

2 Pelaksanaan Siklus I

Siklus II


(30)

3 Penyusunan Laporan Menyusun Konsep Laporan Tesis/ Proses Bimbingan Menyusun Draft Laporan Tesis

B. Prosedur Penelitian 1. Rencana Tindakan

Pengembangan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H.Abdul Halim, dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas. Dalam penelitian ini, perencanaan dilakukan di setiap siklus dengan menyususn perencanaan pembelajaran. Perencanaan yang dilakukan bukan hanya pada tujuan atau kompetensi yang dicapai akan tetapi juga harus lebih mengutamakan perlakuan khususnya oleh guru dalam proses pembelajaran,ini berarti perencanaan yang harus disusun harus dijadikan pedoman seuntuhnya dalam proses pembelajaran.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti dan guru mitra berbagi tugas, yaitu guru mitra bertugas sebagai guru yang melaksanakan inovasi pembelajaran, sedangkan peneliti bertugas sebagai pengamat (observer) dan terjadang melakukan kolaborasi atau dengan team teaching. Hal ini dilakukan berdasarkan permintaan dari guru mitra dengan alasan beliau tidak siap melaksnakan inovasi karena kurang menguasai penggunaan alat pembelajarannya. Meskipun hal ini cukup berat, tetapi peneliti menganggap hal itu merupakan tangtangan yang harus diatasi, dan peneliti harus teliti sehingga hal yang dituju bisa tercapai secara baik. Peneliti tidak dapat mengandalkan sepenuhnya informasi hasil observasi dari guru mitra, karena pada dasarnya yang mengerti dan memahami lebih mendalam mengenai penelitian ini adalah peneliti sendiri ketika melakukan team teaching.


(31)

Tindakan lain yang direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan keadaan tentang situasi yang berlangsung di lapangan adalah dengan upaya orientasi (reconnaissance) yang harus dilaksanakan dengan baik. Kedudukan peneliti sebagai pendatang atau tamu menjadikan siswa merasa asing dan menimbulkan kesan yang tidak biasa. Peneliti membiasakan dengan melakukan adaptasi sebelum berlangsungnya proses tindakan yang akan dilaksanakan setelah proses orientasi menemukan titik yang natural. Sehingga suasana alamiah dalam proses pembelajaran dapat tercipta.

2. Pelaksanaan Tindakan

Kemampuan siswa dalam menumbuhkan nilai entrepreneurship yang diharapkan dapat dikembangkan dari diri siswa. Diperlukan upaya dari guru dengan melalui proses pembelajaran sebagai tindakan yang baru, kreatif, dan inovatif. Hal demikian dapat tercipta dengan penggunaan metode dan model pembelajaran yang tepat. Hasilnya nilai entrepreneurship siswa bisa berkembang dan tumbuh dengan baik.

Menurut Sanjaya (2010: 79) pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Pelaksanan tindakan direncanakan, dilaksanakan, dan disusun berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada saat proses pembelajaran. Dapat dikatakan proses pembelajaran diseting sesuai dengan keinginan peneliti dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Upaya untuk mengembangkan nilai entrepreneurship siswa melalui kajian tokoh K.H. Abdul Halim dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas ini,merupakan inovasi yang dilaksanakan oleh guru dalam pemeblajaran sejarah. Pelaksanaannya diawali dengan penyususnan Rencana Pengajaran dan Pembelajaran yang berkaitan dengan Perlwanan dan Peranan Tokoh pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus pembelajaran Sejarah Kelas XI IPS SMA, dengan mengembangkan tujuan pembelajaran yang diarahkan kepada terlihatnya kemampuan dan berfikir entrepreneurship siswa baik


(32)

melalui tampilan siswa, pertanyaan siswa, dan jawaban siswa. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai perkembangan nilai entrepreneurship siswa ini, dilakukan proses pembelajaran dengan tujuh kali tindakan dalamtiga siklus. Setiap siklus memiliki tujuan dan fokus penelitian tersendiri.

Selama pelaksanaan kegiatan atau program, diadakan evaluasi dan monitoring atau pengumpulan data dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (Sukmadinata, 2011: 148). Hal pengumpulan data didokumentasikan secara seksama dan lengkap untuk kemudian digunakan baik bagi penyempurnaan rancangan maupun pelaksanaan kegiatan.

3. Observasi

Perkembangan nilai entrepreneurship siswa dalam proses pembelajaran melalui kajian tokoh K.H.Abdul Halim ini, dapat dilihat melalui upaya pengamatan yang cermat dan fokus. Diperlukan kegiatan observasi yang terencana dengan baik dimana menggunakan format observasi serta catatan lapangan yang terinci dan lengkap. Semua keadaan dan tindakan yang terdapat di kelas bisa terekam dengan baik. Hal tersebut sangat dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan refleksi dan tindakan selanjutnya.

Observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telas disusun. Melalui pengumpulan informasi, obseerver dapat mencatat berbagai kelemahan dan kekuatan yang dilakukan guru dalammelaksanakan tindakan, sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan ketika guru melakukan refleksi untu penyusunan ulang dalam memasuki siklus berikutnya.

4. Refleksi

Proses tindakan yang telah dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran, perlu direnungkan sebagai upaya untukmelihat berbagai kekurangan dan kemajuan yang telah dicapai terkait dengan perkembangan nilai entrepreneurship siswa. Termasuk penggunaan metode, model pembelajaran, serta faktor-fakto yang mempengaruhi selama proses pembelajaran berlangsung. Hal


(33)

demikian dimaksudkan supaya guru dan peneliti mengetahui kekurangan dan kekuatan pada saat tindakan sehingga berusaha untuk memperbaiki sampai pada nilai yang diharapkan terus meningkat.

Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan (Santyasa, 2007: 14). Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan.

Refleksi merupakan tahap yang sangat penting dalamproses penelitian tindakan kelas. Melalui kegiatan refleksi ini, guru dan peneliti dapat meliat berbagai kekurangan dan keberhasilan yang muncul dalam proses tindakan. Guru dan peneliti dapat bekerjasama dan saling mengisi dengan penuh tanggung jawab. Secara bijaksana guru mitra dan peneliti dapat menentukan langkah-langkah yang baik dan tererinci dalam merencanakan setiap tindakan. Refleksi yang baik danmendalam akan mengarahkan pada perencanaan yang baik dan terarah pada tujuan yang diharapkan.

Secara partisipatif peneliti dan guru mitra sebagai tim melakukan kerja sama yang dmulai dari tahap reconnaissance dilanjutkan dengan menyusun perencanaan yang kemudian dilanjutkan dengan persiapan-persiapan yang diperlukan, pelaksanaan tindakan dalam siklus, diskusi yang bersifat analitik dilakukan setelah pelaksanaan tindakan. Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan atas semua kegiatan yang telah berlangsung dalam siklus pertama untuk kemudian merencanakan tahap modifikasi, koreksi atau perbaikan dan penyempurnaan dalam siklus selanjutnya dan seterusnya.


(34)

Pelaksanaan tindakan dalam setiap siklusnya menggunakan Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis.

GAGASAN AWAL

RECONNAISSANCE

Rencana Umum Langkah 1 Langkah 2 Langkah dst. Implementasi

Langkah 1

Evaluasi

Perbaikan Rencana Langkah 1 Langkah 2 Implementasi Langkah 2

Evaluasi dst

Gambar 3.1. Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis (sumber Wiriaatmadja, 2012: 62)

Menurut Wiriaatmadja (2012: 62), menjelaskan bahwa model ini menggamarkan spiral dari beberapa siklus kegiatan. Bagan yang melukiskan kegiatan yang terdiri dari mengidentifikasi gagasan umum, melakukan

reconnaissance, menyusun rencana umum, mengembangkan langkah tindakan yang pertama, mengimplementasikan langkah tindakan, mengevaluasi, dan memperbaiki rancangan umum. Apabila dalam implementasinya kemudian dievaluasi masih terdapat kesalahan atau kekurangan, dapat memperbaiki atau


(35)

memodifikasi ke perencanaan tindakan kedua. Siklus dalam spiral ini baru berhenti apabila tindakan substantif yang dilakukan oleh penyaji sudah dievaluasi baik, yaitu penyaji atau guru mitra sudah menguasai materi ajar atau tujuan yang diharapkan tercapai pada penelitian tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data, Validasi, dan Interpretasi Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sebagai penelitian yang bertradisi kualitatif memiliki karakteristik yang khas yang berkaitan dengan peran peneliti. Creswell (2010: 261) menyatakan bahwa salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument), dimana peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Dengan demikian peran peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan instrumen utama dalam upaya mendapatkan data yang lengkap dan akurat.

Peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini, melaksanakan dengan menggunakan tiga tahapan siklus berdasarkan pada landasan teori dalam pencapaian pendidikan nilai. Lickona membagi tahapan pendidikan nilai ke dalam tiga tahapan yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Tahapan ini pula yang dilakukan oleh peneliti

a. Observasi

(1) Pengertian Observasi

Menurut Sanjaya (2010: 86), observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati dan diteliti. Pada umumnya observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari teori, seperti yang dikemukakan oleh Karl Popper dalam Hopkins (Wiriaatmadja, 2008: 104). Namun dalam kelas, observasi harus berlangsung secara alamiah tanpa adanya justifikasi bahkan penyangkalan dari sebuah teori.


(36)

Posisi peneliti sebagai observer bertugas untuk mengamati seluruh tindakan yang dilakukan. Pemanatan dilakukan dimulai ketika perencanaan, pelaksanaan, sampai pada refleksi yang dihasilkan. Hasil dari observasi tersebut digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan tindakan atau siklus selanjutnya.

(2) Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Menurut Wiriaatmadja (2008: 104), pada saat pengamatan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang sejalan dengan apa yang dilaksanakan oleh penulis dalam kegiatan penelitian tindakan kelas. Adapun penjelannya adalah seperti berikut.

 Peneniliti memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah yang umum atau yang khusus. Kegiatan umum yang harus diobservasi berarti segala sesuatu yang terjadi di kelas harus diamati dan dikomentari, serta dicatat dalam Catatan Lapangan. Peneliti melakukan pengamatan secara umum mulai dari keadaan situasi dan kondisi sekolah, pengamatan khusus dilakukan oleh peneliti terfokus pada proses pembelajaran pengembangan nilai entrepreneurship pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim.

 Peneliti menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu mendiskusikan ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan dengan guru mitra. Secara cermat, ukuran-ukuran baik, sedang, lemah, efisien, tidak efisien, dan lain ukuran yang dipakai dalam pertimbangan observasi dibicarakan terlebih dahulu, dan kemudian disetujui. Hal ini akan menghindarkan kesalahpahaman antara peneliti dengan guru mitra apabila tindakan dilakukan. Kriteria observasi ini selanjutnya akan menjadi penentu apakah pengumpulan data penelitian mengikuti standar tersebut, atau tidak.

(3) Fase Observasi

Fase observasi yang dilaksanakan adalah tiga fase observasi (Wiriaatmadja, 2008:106). Tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas adalah


(37)

pertemuan perencanaan pihak guru yang menyajikan dan pihak pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran. Peneliti melakukan penyajikan langkah-langkah pembelajaran dilakukan dan bagaimana pengamatan akan mulai dengan pengumpulan data melalui observasi dilakukan dengan melibatkan guru mitra sehingga pengembangan nilai entrepreurship pada kajian tokoh K.H. Abdul Halim tercapai. Pengumpulan data objektif dari tindakan belajar mengajar guru seperti sudah disepakati bersama, selanjutnya akan dianalisis dalam diskusi balikan sesudah tampilan pembelajaran selesai. Guru dan peneliti akan mempelajari bersama hasil observasi, menyepakati hasil pengamatan yang berbentuk kekurangan atau keberhasilan untuk dijadikan catatan lapangan, dan mendiskusikan langkah-langkah berikutnya.

Gambar 3.2 Langka-langkah Pengamatan (sumber Wiriaatmadja, 2012:106)

Peneliti ini memfokuskan pada bentuk observasi terfokus dan terstruktur. Observasi terstruktur yang dilakukan oleh peneliti ialah dengan memfokuskan pada tindakan yang betujuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Sedangkan observasi terstruktur dilakukan oleh guru mitra sebagai pengamat dengan maksud untuk memudahkan dalam melihat kondisi yang terjadi dalam situasi kelas dengan menggunakan format observasi yang sudah disepakati sebelumnya.

Pertemuan Perencanaan

Observasi Kelas Diskusi


(38)

Penelitian kualitatif sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka dalam penelitian ini alat-alat penelitian yang digunakan antara lain sebagai berikut:

a. Catatan lapangan (field note): berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data atau informan. Catatan lapangan ini digunakan selama peneliti mewawancarai informan di SMA Negeri 2 Majalengka, terutama siswa-siwa Kelas XI IPS dan Staf yang terdapat di lembaga tersebut.

b. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan selama peneliti mewawancarai informan atau sumber data. c. Handycam: alat ini selain digunakan untuk merekam aktifitas masyarakat,

juga dapat digunakan sebgai kamera yang memotret segala kegiatan pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 2 Majalengka. Pengambian gambar dilakukan ketika kegiatan wawancara dan observasi berlangsung, dan dengan adanya kegiatan alat penelitian ini maka keabsahan penelitian lebih terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan pengumpulan data.

b. Wawancara

Menurut Denzig (Wiriaatmadja, 2012: 117) wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. Sedangkan menurut Hopkins (1993: 125 dalam Wiriaatmadja, 2012) wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang diawancarai oleh peneliti termasuk beberapa siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa, dan lain-lain. Mereka disebut informan atau key


(39)

informant, yaitu mereka yang mempunyai kemampuan pengetahuan khusus, satatus, atau keterampilan komunikasi.

Guru dalam posisinya mengajar di kelas dan di sekolah atau ruang kelas, lebih baik yang melakukan wawancara adalah mitra peneliti. Dalam diskusi, guru mendengarkan atau membaca laporan wawancara dengan sikap terbuka dan sikap tidak berpihak. Apabila sikap objektif ini secara transparan terlihat, guru mungkin saja melakukan wawancara sendiri.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar wawancara berlangsung secara efektif adalah:

- Bersikap sebagai pewawancaa yang simpatik, yang berperhatian dan pendengar yang baik, tidak berperan terlalu aktif, untuk menunjukkan bahwa anda menghargai pendapat anak.

- Besikaplah netral dalam relevansinya dengan pelajaran. Janganlah anda menyatakan pendapat anda sendiri tentang hal itu, atau mengomentari pendapat anak. Upayakan jangan menunjukkan sikap terheran-heran atau tidak menyetujui terhadap apa yang dinyatakan atau ditunjukkan anak. - Bersikaplah tenang, tidak terburu-buru atau ragu-ragu dan anak akan

menunjukkan sikap yang sama.

- Mungkin anak yang diwawancarai mereka takut kalau-kalau mereka menunjukkan sikap atau gagasan yang salah menurut anda. Bahwa apa yang mereka pikirkan penting bagi anda, dan bahwa wawancara ini bukan tes atau ujian.

- Secara khusus perhatikan bahwa yang Anda gunakan untuk wawancara, ajukan frasa yang sama pada setiap pertanyaan, selalu ingat garis besar tujuan wawancara; ulangi pertanyaan apabila anak menjawab terlalu umum atau kabur sifatnya.

(Wiriaatmadja, 2012: 118)

Wawancara yang akan dilakukan dalam PenelitianTindakan Kelas ini adalah wawancara terstruktur. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan fokus yang direncanakan. Melalui wawancara ini, peneliti memperoleh data yang cukup memadai dan akurat. Wawancara ini ditujukan kepada beberapa orang siswa kelas XI IPS-2. Sedangkan untuk mendapatkan informasi dari Wali Kleas dan guru, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur untuk mendapatkan informasi beragam mengenai kondisi kelas XI IPS-2. Wawancara pun dilakukan secara tidak formal atau sambil berdiskusi dalam perbincangan biasa.


(40)

c. Skala

Skala, yang dimaksud dengan skala yaitu seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat, nilai-nilai, dan minat. Ada beberapa jenis skala sikap yang dapat digunakan dalam penelitian, diantaranya skala Likert, skala Guttman, skala Thurstone, skala perbedaan makna (semantic defferential scale), dan rating scale (Nasir, 2005: 74).

Dalam penelitian ini hanya akan membahas salah satunya saja yaitu skala Likert. Skala Likert merupakan jenis skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi dari seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial. Pada jenis skala ini, jawaban setiap item instrument mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif atau pernyataan selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah. Instrument penelitian yang menggunakan skala Likert mempunyai dua bentuk yaitu checklist dan pilihan ganda.

2. Validasi Data

Validitas dalam Penelitian Tindakan Kelas mengacu pada kredibilitas dan derajat keterpecayaan dari hasil penelitian Borg dan Gall (Wiriaatmadja, 2008:164-168), sebagai berikut.

Validitas hasil, yang peduli dengan sejauh mana tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah dan mendorong dilakukannya penelitian tindakan atau dengan kata lain, seberapa jauh keberhasilan dapat dicapai.

Peneliti dan guru mitra membahas hasil temuan dilapangan kemudian diproses hasil tindakan tersebut.

Validitas proses, yaitu memeriksa kelayakan proses yang dikembangkan dalam berbagai fase penelitian tindakan. Diperlukan upaya dari peneliti sendiri untuk lebih cermat dan teliti terhadap proses penelitian yang dilakukan. Hal demikian bertujuan untuk mengurangi kekurangan yang tidak terperhatikan pada saat penelitian berlangsung.

Validitas demokratis, yaitu merujuk kepada sejauh mana penelitian tindakan berlangsung secara kolaboratif dengan para mitra peneliti, dengan


(41)

perspektif yang beragam dan perhatian terhadap bahan yang dikaji. Pada penelitian ini, peneliti membagi tugas dimana peneliti bertugas sebagai observer dan guru sebagai guru mitra dalam proses pembelajaran.

Validitas dialog, yaitu merujuk pada dialog yang dilakukan dengan sebaga mitra peneliti dalam menyusun dan mereview hasil penelitian beserta penafsirannya.

3. Interpretasi Data

Kegiatan terpenting dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah interpretasi data. Data yang diinterpretasi adalah data yang terkumpul melalui berbagai instrumen dimana akan memberikan makna yang tepat bisa diinterpretasikan dengan tepat pula. Harus dilakukan secara terperinci dan terfokus sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tergambarkan dengan baik.

Data kemampuan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah melalui kajian tokoh K.H.Abdul Halim, dapat diperoleh melalui observasi selama tindakan berlangsung, kemudian ditulis dalam catatan lapangan. Selain itu, data diperoleh melalu skala sikap yang ditunjukkan oleh siswa, dan dokumentasi. Berdasarkan data di atas, peneliti bisa melakukan interpretasi dengan secara menyeluruh.

Tahap interpretasi data yang terkumpul dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penafsiran sesuai dengan pendapat Hopkins. Menurut Hopkins (1993 dalam Wiriaatmadja, 2012:186) dalam Penelitian Tindakan Kelas, kegiatatannya mencakup menyesuaikan hipotesis kerja pemikiran sehingga menjadi bermakna. Hal ini berarti, bahwa hipotesis kerja tersebut dihubungkan dengan teori,dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam praktek sehari-hari, atau bahkan dengan naluri guru dalam menilai pembelajaran yang baik. Dengan cara ini, peneliti memberikan makna kepaa serangkaian observasi yang dilakukannya dalam penelitian tindakan kelasnya, dari yang tadinya beruba data dan konstruk hasil pengamatan.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Nilai entrepreneurship sebagai pola pikir yang tertanam dalam diri siswa yang merupakan hasil dari pembelajaran dengan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan secara berkala dan bertahap. Entrepreneurship sebagai perubahan cara berfikir dalam pembelajaran bahwa dalam belajar tidak hanya untuk mengerti dan menghafal tapi bisa menghasilkan.

Mengembangkan nilai entrepreneurship siswa dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan oleh guru sejarah dengan melakukan aplikasi atau penerapan pembelajaran melalui kajian tokoh lokal yang dekat dengan kehidupan siswa yang dihubungkan dengan pokok pembahasan mteri pelajaran sejarah yang sesuai dengan SK dan KD yang tedapat dalam Silabus. Proses dalan pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan pengembangan nilai entrepreneurship dari K.H. Abdul Halim dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan mengintegrasikan antara Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dengan nilai entrepreneurship yang didapat dari analisis biografi K.H. Abdul Halim.

Pembelajaran sejarah dengan menggunakan kajian tokoh K.H. Abdul Halim dengan mengembangkan nilai entrepreneurship dari tokoh tersebut merupakan sebuah inovasi dalam pembelajaran sejarah, terutama dalam meningkatkan partisipasi, motivasi, dan kemampuan siswa dalam belajar sejarah. Standar Kompetensi yang terdapat pada kelas XI IPS semester 2 yaitu Menganalisis Perkembangan Bangsa Indonesia sejak Masuknya Pengaruh Barat sampai dengan Pendudukan Jepang. Sedangkan untuk Kompetensi Dasar yaitu Menganalisis Proses Interaksi Indonesia-Jepang dan Dampak Pendudukan Militer Jepang terhadap Kehidupan Masyarakat di Indonesia. Berdasarkan uraian pada hasil pembahasan hasil penelitian yang menjadi temuan peneliti peroleh di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan pada ketercapaian yang akan dituju pada setiap siklus. Munculnya kesadaran dari guru untuk melakukan


(43)

perubahan pada saat perencanaan yang bertujuana untuk penyampaian nilai entrepreneurship dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran sejarah yang direncakan dengan menggunakan metode VCT Analisis Nilai selalu berorientasi pada pencapaian nilai entrepreneurship dari tokoh K.H. Abdul Halim.

2. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam tiga siklus. Pada siklus I dilaksanakan untuk melihat ketercapain atribut pendidikan nilai khususnya dalam aspek pengetahuan (moral knowing) terhadap kajian tokoh K.H. Abdul Halim. Indikator keberhasilan dari siklus I ini adalah pengetahuan siswa terhadap tokoh lokal yang dijadikan sebagai materi pelajaran sejarah. Indikator yang digunakan berdasarkan pada intrumen yang telah dirancang dalam pengembangan nilai entrepreneurship siswa. Perhatian dan kepedulian siswa terhadap pelajaran sejarah dan pembelajaran mengenai pendidikan nilai entrepreneurship tokoh K.H. Abdul Halim. Siklus II direncakan untuk mengembangkan nilai entrepreneurship siswa yaitu aspek mempengaruhi (moral feeling) atau kesadaran siswa dengan analisis meliputi kemampuan memecahkan masalah dengan menempatkan dan memberikan pengaruh nilai entrepreneurship siwa sampai pada akhirnya siswa dapat menarik sebuah kesimpulan. Siklus III direncakan untuk melihat ketercapain kemampuan nilai entrepreneurship siswa dengan aspek aksi (moral action). Pada tahap ini siswa membuat hasil karya yang dapat dijadikan sebagai aplikasi dari nilai entreprenuership yang telah ditanamkan pada tahapan sebelumnya.

3. Bagian orientasi kendala yang ditemukan untuk menemukan kekuatan dari siklus dan setiap tindakan. Hasil observasi tindakan memperlihatkan perubahan ke arah perbaiakan dari setiap setiap tindakan. Temuan ini dijadikan sebagai timbal balik dasar guru dalam melakukan pembelajaran sejarah yang berorientasi pada nilai entrepreneurship.


(44)

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan terhadap nilai entrepreneurship K.H. Abdul Halim sebagai kajian pembelajaran sejarah. Terdapat beberapa rekomendasi yang peneliti berikan dengan tujuan untuk kemajuan pendidikan nilai pada pembelajaran sejarah antara lain:

1. Bagi Guru

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai peristiwa sejarah lokal khsusnya di Majalengka sebagai sumber pembelajaran sejarah yang semula kurang mendapatkan perhatian dari para pengajar sejarah dengan melakukan pendekatan pembelajaran.

b. Guru harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengembangan pembelajaran dengan tidak pernah berenti untuk belajar. Perubahan pola pikir dengan menginternalisasikan nilai entrepreneurship dan memiliki SK dan KD yang tepat disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. c. Memaksimalkan potensi yang dimilki oleh siswa berdasarkan pada

keadaan lingkungan yang dekat kehidupan siswa sehingga siswa bisa menjadikan lingkungan sebagai sumber pembelajaran dan siswa bisa menjadi pelaku sejarah di jamannya.

2. Bagi Sekolah

a. Sekolah harus terus memberikan motivasi dan dorongan kepada guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan tugasnya tanpa harus membatasi guru untuk berkreasi dan membatasi .

b. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada guru untuk mengoptimalkan potensi guru dalam memaksimalkan nilai entreprenuerhsip bahkan bisa menjadikan sekola tersebut menerapkan

schoolpreneursip sebagai integrasi dari nilai entrepreneruship.

c. Sekolah harus mengadakan kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan potensi dan kemampuan baik kemampuan secara profesiaonal maupun kemampuan secara pedagogik melalui pendidikan dan pelatihan.


(45)

3. Bagi Dinas Pendidikan

a. Dinas Pendidikan harus memberikan pelatihan profesi kepada guru-guru mata pelajaran Sejarah dalam memanfaatkankan sejarah lokal sebagai sumber pembelajaran karena sejarah lokal bisa dijadikan sebagai aset nilai entrepreneursip bagi daerah itu sendiri.

b. Dinas Pendidikan menfasilitasi dalam memberikan informasi mengenai tokoh-tokoh lokal di daerah dan buku-buku sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber sejara dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan pendekatan biografi yang menginternalisasikan nilai entrepreurship.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2012). “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Di Kelas”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Nasional. IKAHA Jombang.

Alfian, M. (2007). “Pendidikan Sejarah dan Permasalahanan yang Dihadapi’. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Apriono, D. (2011). “Problem Based Learning (PBL) : Definisi, Karakteristik, dan Implementasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila”. Prospektus Unirow Tuban. (XI). 11-21.

Ardiansyah. (2011). Karakteristik Pembelajaran Kontekstual . [Online]. Tersedia:

http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/karakteristik-pembelajaran-kontekstual.html. [7 April 2013]

Arifin, M. dan Barnawi. (2012). Schoolpreneursip: Mengembangkan Jiwa dan Sikap Kewirausaaan Siswa. Jogjakarta: Ar-ruzzmedia.

Barell, J, (2000). PBL: Probelam Based Learning, an Inquiry Approach. Australia: Hawker Brwnlow Education.

Baumfield, V. Elaine Hall dan Kate Wall. (2011). Actiona Research in the Classroom: Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ciputra. (2010). FAQ - Pendidikan Entrepreneur K-12 / CES. [Online]. Tersedia:

http://www.ciputra.org/node/509/faq-pendidikan-entrepreneur-k-12-ces.htm?page=0%2C1. [10 Maret 2013].

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fadhil, M. (1993). al-Falsafah at-Tarbawiyyah Fil Qur’an, diterjemahkan Judi al -Falasani, Konsep Pendidikan Qur’ani (Cetakan 1). Solo: Ramadhani. Falah, M. (2008). Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim. Bandung: Masyarakat

Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.

Fraenkel, J.R. (1977). How to Teach About Values: An Analytik Approach. Enflewood Cliffs. New Jersedy: Prentice Hall, Inc.


(47)

Hasan, S.H. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: Isu dalam Ide dan Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press.

Isjoni. (2007). Pembelajaran Sejarah . Bandung : Alfabeta. Ismaun. (2005). Filsafat Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan. Jakarta: Kemendiknas BPPK

Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah. Jakarta : Grasindo

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Reflika Aditama.

Kosasih, A. (2008). Konsep Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPIPS/M_K_D_U/19650917 1990011-ACENG_KOSASIH/. [14 September 2012].

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah (edisi kedua). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lickona, T dan Kevin R. (2010). Character Development: The Challenge And The Model. [Online]. Tersedia: http://www.crvp.org/book/Series06/VI-3/chapter_i.htm. [7 April 2013].

Lickona, T. (2008). Educating for Character. Bantam Book: New York. Lickona, T. (2012). Character Matters. Jakarta: Bumi Aksara.

Lickona, T. Mattew, D. dan Vladimir K. (2008). Handbook of Moral and Character Education (Smart and Good School: A New Paradigm for High School Character Education). Francis: Library of Congress Catalog in Publication Data.

Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Mulyana, R. (2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Narmoatmojo, W. (2010). “Implementasi Pendidikan Nilai di Era Global”.

Makalah pada Seminar Regional UNISRI, Surakarta.

Narmoatmojo. W. (2010). “Pendidikan Nilai di Era Global”. Makalah. Disajikan


(1)

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan terhadap nilai entrepreneurship K.H. Abdul Halim sebagai kajian pembelajaran sejarah. Terdapat beberapa rekomendasi yang peneliti berikan dengan tujuan untuk kemajuan pendidikan nilai pada pembelajaran sejarah antara lain:

1. Bagi Guru

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai peristiwa sejarah lokal khsusnya di Majalengka sebagai sumber pembelajaran sejarah yang semula kurang mendapatkan perhatian dari para pengajar sejarah dengan melakukan pendekatan pembelajaran.

b. Guru harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengembangan pembelajaran dengan tidak pernah berenti untuk belajar. Perubahan pola pikir dengan menginternalisasikan nilai entrepreneurship dan memiliki SK dan KD yang tepat disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. c. Memaksimalkan potensi yang dimilki oleh siswa berdasarkan pada

keadaan lingkungan yang dekat kehidupan siswa sehingga siswa bisa menjadikan lingkungan sebagai sumber pembelajaran dan siswa bisa menjadi pelaku sejarah di jamannya.

2. Bagi Sekolah

a. Sekolah harus terus memberikan motivasi dan dorongan kepada guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan tugasnya tanpa harus membatasi guru untuk berkreasi dan membatasi .

b. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada guru untuk mengoptimalkan potensi guru dalam memaksimalkan nilai entreprenuerhsip bahkan bisa menjadikan sekola tersebut menerapkan schoolpreneursip sebagai integrasi dari nilai entrepreneruship.

c. Sekolah harus mengadakan kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan potensi dan kemampuan baik kemampuan secara profesiaonal maupun kemampuan secara pedagogik melalui pendidikan dan pelatihan.


(2)

3. Bagi Dinas Pendidikan

a. Dinas Pendidikan harus memberikan pelatihan profesi kepada guru-guru mata pelajaran Sejarah dalam memanfaatkankan sejarah lokal sebagai sumber pembelajaran karena sejarah lokal bisa dijadikan sebagai aset nilai entrepreneursip bagi daerah itu sendiri.

b. Dinas Pendidikan menfasilitasi dalam memberikan informasi mengenai tokoh-tokoh lokal di daerah dan buku-buku sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber sejara dalam melaksanakan pembelajaran sejarah dengan pendekatan biografi yang menginternalisasikan nilai entrepreurship.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2012). “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Di Kelas”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Nasional. IKAHA Jombang.

Alfian, M. (2007). “Pendidikan Sejarah dan Permasalahanan yang Dihadapi’. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Apriono, D. (2011). “Problem Based Learning (PBL) : Definisi, Karakteristik, dan Implementasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila”. Prospektus Unirow Tuban. (XI). 11-21.

Ardiansyah. (2011). Karakteristik Pembelajaran Kontekstual . [Online]. Tersedia: http://www.majalahpendidikan.com/2011/03/karakteristik-pembelajaran-kontekstual.html. [7 April 2013]

Arifin, M. dan Barnawi. (2012). Schoolpreneursip: Mengembangkan Jiwa dan Sikap Kewirausaaan Siswa. Jogjakarta: Ar-ruzzmedia.

Barell, J, (2000). PBL: Probelam Based Learning, an Inquiry Approach. Australia: Hawker Brwnlow Education.

Baumfield, V. Elaine Hall dan Kate Wall. (2011). Actiona Research in the Classroom: Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ciputra. (2010). FAQ - Pendidikan Entrepreneur K-12 / CES. [Online]. Tersedia:

http://www.ciputra.org/node/509/faq-pendidikan-entrepreneur-k-12-ces.htm?page=0%2C1. [10 Maret 2013].

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fadhil, M. (1993). al-Falsafah at-Tarbawiyyah Fil Qur’an, diterjemahkan Judi al -Falasani, Konsep Pendidikan Qur’ani (Cetakan 1). Solo: Ramadhani. Falah, M. (2008). Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim. Bandung: Masyarakat

Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.

Fraenkel, J.R. (1977). How to Teach About Values: An Analytik Approach. Enflewood Cliffs. New Jersedy: Prentice Hall, Inc.


(4)

Hasan, S.H. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia: Isu dalam Ide dan Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press.

Isjoni. (2007). Pembelajaran Sejarah . Bandung : Alfabeta.

Ismaun. (2005). Filsafat Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan. Jakarta: Kemendiknas BPPK

Kochhar, S.K. (2008). Pembelajaran Sejarah. Jakarta : Grasindo

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Reflika Aditama.

Kosasih, A. (2008). Konsep Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPIPS/M_K_D_U/19650917 1990011-ACENG_KOSASIH/. [14 September 2012].

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah (edisi kedua). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lickona, T dan Kevin R. (2010). Character Development: The Challenge And The Model. [Online]. Tersedia: http://www.crvp.org/book/Series06/VI-3/chapter_i.htm. [7 April 2013].

Lickona, T. (2008). Educating for Character. Bantam Book: New York.

Lickona, T. (2012). Character Matters. Jakarta: Bumi Aksara.

Lickona, T. Mattew, D. dan Vladimir K. (2008). Handbook of Moral and Character Education (Smart and Good School: A New Paradigm for High School Character Education). Francis: Library of Congress Catalog in Publication Data.

Miarso, Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Mulyana, R. (2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Narmoatmojo, W. (2010). “Implementasi Pendidikan Nilai di Era Global”. Makalah pada Seminar Regional UNISRI, Surakarta.

Narmoatmojo. W. (2010). “Pendidikan Nilai di Era Global”. Makalah. Disajikan


(5)

Nasir, M. (2005). Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia:

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Natawidjaja, R. (2007). Pohon Ilmu Pendidikan dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Nurseto, T. (2010). “Pendidikan Berbasis Entrepreneur”. Jurnal Pendidikan Akutansi Indonesia. (VIII), (2), 2-13.

Pondok Pesantren Net. (2011). K.H. Abdul Halim. [Online]. Tersedia: http://www.pondokpesantren.net/ponpren/index.php?option=com_content &task=view&id=175. [25 Nopember 2012].

Sanjaya. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prenada.

Santosa, G, (2009). Pengembangan Kurikulum Sejarah Berbasis Skill dan Entrepreneurship untuk Peningkatan Kompetensi Lulusan, Makalah Lokakarya Nasional: PPS Undip Semarang.

Santyasa, I. W. (2007). “Metodologi Penelitian Tindakan Kelas”. Makalah pada Workshop Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Rosda.

Schiller, P. dan Bryant, T. (2002). Values Book for Chilren, 16 Moral Dasar Bagi Anak, disertai kegiatan yang bisa diolakukan orang tua bersama anak, Jakarta: PT Elex Mesia Komputindo.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogayakarta: Ombak.

Stephens. (2012). Biography. [Online]. Tersedia: http://shopkins.socialsciencecentre.org.uk/2012/10/09/biography/. [2 April 2013].

Subakti, Y.K. (2010). Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, S.N. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung: Historia Utama Press.


(6)

Suryana. (2004). Memahami Karakteristik Kewirausahaan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menangah Kejuruan.

Syah, M. (2006). Psikologi Belajar, Cet V. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ulwiyah, N. (2010). “Integrasi Nilai-nilai Entrepreneurship Dalam Proses Pembelajaran di Kelas Guna Menciptakan Academic Entrepreneur

Berkarakter”. Makalah pada Loka Karya Prodi PGMI, Fakultas Agama Islam, Unipdu Jombang.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Warren, A.K. (1992). Biography and Autobiography in the Teaching of History

and Social Studies. [Online]. Tersedia:

http://www.historians.org/perspectives/issues/1992/9201/9201TEC.cfm. [19 Maret 2013].

Wasdopo, M. (2012). “Strategi Pembelajaran dan Efikasi Diri Warga Belajar terhadap Capaian Hasil Belajar”. Teknologi Pendidikan UIKA, Bogor. (Vol. 1). 1-10..

Wijanto, S. (2012). Entrepreunership Untuk SMA/SMK. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Wineburg, S. (2006). Berfikir Historis. Jakarta: Obor.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global. Bandung: Historia Utama Press .

Wiriaatmadja, R. (2012). Metode Penelitian Tindakan Tindakan Kelas. Bandung: Rosda.

Zimmerer, T.W. dan Norman M. S. (1993: 5). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta: Salemba Empat.