Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik (Studi Kuasi Eksperimen Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar Menganalisis Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Sumedang
JAJANG SUHARNADI, 2015
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK
(Studi Kuasi Eksperimen Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar
Menganalisis Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia Kelas XI IPS
SMA Negeri 2 Sumedang Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh :
JAJANG SUHARNADI
1201276
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
(2)
JAJANG SUHARNADI, 2015
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK
(Studi Kuasi Eksperimen Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar
Menganalisis Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia Kelas XI IPS
SMA Negeri 2 Sumedang Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh
Jajang suharnadi
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan (M.Pd) pada program studi Pendidikan Ekonomi SPs UPI
Bandung
© Jajang Suharnadi 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang,
difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
(3)
JAJANG SUHARNADI, 2015
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING
Pembimbing I
Prof.Dr.Hj.Tjutju Yuniarsih,M.Pd
NIP. 195309121979032001
Pembimbing II
Dr.H.Edi Suryadi,M.Si
NIP. 196004121986031002
Mengetahui
Ketua Program studi Pendidikan Ekonomi
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
(4)
JAJANG SUHARNADI, 2015
NIP 19590209 198412 1 001
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL TESIS
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK
(Studi Kuasi Eksperimen Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar
Menganalisis Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia Kelas XI IPS
SMA Negeri 2 Sumedang Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh
Jajang Suharnadi
Telah Diuji pada Ujian Sidang Tahap I Hari Senin, 19 Januari 2015
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING
Pembimbing I
Prof.Dr.Hj.Tjutju Yuniarsih,M.Pd
NIP. 195309121979032001
(5)
JAJANG SUHARNADI, 2015
Dr.H.Edi Suryadi,M.Si
NIP. 196004121986031002
PENGUJI I
Prof. Dr. H. Eeng Ahman, MS
NIP.19611022 198603 1 002
PENGUJI II
Dr. H. Dadang Dahlan, M.Pd
NIP. 195712051982031002
(6)
JAJANG SUHARNADI, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting yang harus ditangani oleh
suatu bangsa, karena pada hakekatnya pendidikan merupakan proses untuk
membangun sumber daya manusia dalam mengembangkan dirinya agar dapat
menghadapi segala perubahan dan permasalahan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Memasuki abad ke-21, keadaan sumber daya manusia Indonesia tidak
kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Report tahun 2013 versi
UNDP. HDI Indonesia hanya bernilai 0,629 dari nilai ideal satu dan Indonesia
berada pada peringkat ke-121 dari 187 negara yang dinilai, peringkat HDI (Human
Development Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia, jauh di bawah
Filipina (114), Thailand (103), Malaysia (64), Brunei Darussalam (30), dan
Singapura (18). (http://hdr.undp.org)
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan
kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar
teoritis tetapi mereka miskin aplikasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak
anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. (Sudarman:2005).
Pendidikan nasional diarahkan untuk mengembangkan dan membangun
karakter serta potensi yang dimiliki siswa. Proses pendidikan kita sekarang ini
belum bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
(7)
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. (Undang-undang No. 20, pasal 3
Tahun 2003).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan di Indonesia mengharapkan peserta didik untuk mengembangkan
kemampuannya dalam proses pembelajaran salah satunya adalah berpikir kreatif.
Berikut ini diagram batang yang menunjukkan kemampuan berpikir kreatif
peserta didik di Indonesia berdasarkan hasil TIMSS (Trends in Mathematics and
Science Study).
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional
Gambar 1.1
Refleksi dari Hasil TIMSS 2010
Berdasarkan gambar 1.1 di atas menunjukkan bahwa kualitas sumber
daya manusia indonesia di nilai masih rendah. Kemampuan siswa dalam dalam
berpikir tingkat tinggi masih rendah dimana siswa Indonesia belum mampu
mengerjakan soal-soal yang memerlukan tanggapan (reasoning). Hanya 5% siswa
Indonesia yang dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori tinggi dan advance
(memerlukan reasoning), sedangkan 71% siswa Korea sanggup menyelesaikan
soal-soal dalam kategori tinggi dan advance. Dalam perspektif lain, 78% siswa
Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori rendah (hanya
(8)
JAJANG SUHARNADI, 2015
memerlukan knowing, atau hafalan), sedangkan hanya 10% siswa Korea yang
hanya dapat mengerjakan soal-soal tersebut.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas Mulyasa (2013:6)
menjelaskan bahwa :
Dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan global dan
persaingan pasar bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, dan
teknologi khusunya teknologi informasi yang semakin hari semakin
canggih, pemerataan layanan pendidikan perlu diarahkan pada
pendidikan yang transparan, berkeadilan, dan demokratis (democratic
education).sekolah sebagai sebuah masyarakat kecil (mini society) yang
merupakan wahana pengembangan peserta didik, dituntut untuk
menciptakan
iklim
pembelajaran
yang
demokratis
(democratic
instruction),agar terjadi proses belajar yang menyenangkan (joyfull
learning). Dengan iklim pendidikan yang demikian diharapkan mampu
melahirkan calon-calon penerus pembangunan yang sabar, kompeten,
mandiri, kreatif, rasional,cerdas,kreatif, dan siap menghadapi berbagai
macam tantangan, dengan tetap bertawakal terhadap sang penciptanya.
Bahwa apa yang dihadapi, apa yang terjadi, merupakan kehendak ilahi
yang harus dihadapi dan disyukuri.
Untuk kepentingan tersebut di atas diperlukan perubahan yang cukup
mendasar dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan mendasar tersebut
berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan
mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan
lain. Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan
melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis
karakter (competency and character based curriculum), yang dapat membekali
peserta didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan
perkembangna zaman dan tuntutan teknologi. Kurikulum berbasis karakter dan
kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa,
khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik,
melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara
efektif,efesien, dan berhasil guna. Oleh karena itu merupakan langkah yang
positif ketika pemerintah (Mendikbud) merevitalisasi pendidikan karakter dalam
seluruh jenis dan jenjang pendidikan, termsuk dalam pengembangan Kurikulum
(9)
2013. Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada
tingkat dasar, yang akan menjadi pondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui
pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi,
kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya
mempunyai nilai tambah (added value), dan nilai jual yang bisa ditawarkan
kepada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga kita bisa bersaing,
bersanding, bahkan bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
global. Hal ini dimungkinkan kalau implementasi kurikulum 2013 betul-betul
dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter.
Pendidikan karakter sangat efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi
dan berpikir kreatif peserta didik. Berpikir kreatif merupakan salah satu bagian
yang menjadi tujuan dalam kurikulum 2013, Seperti yang dikatakan oleh
Mulyasa (2013:65) “melalui kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi
”
.
Selanjutnya Mulyasa (2013:21), menjelaskan bahwa lulusan pendidikan
menengah umum yang diharapkan dalam kurikulum 2013 memiliki ciri atau
profil sebagai berikut :
-
Memiliki keimanan dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
mulai mapan
-
Memiliki etika (sopan santun dan beradab)
-
Memiliki penalaran yang baik (dalam kajian materi kurikulum, kreatif,
inisiatif serta memiliki tanggung jawab) dan penalaran sebagai
penekanannya
-
Kemampuan berkomunikasi (tertib, sadar aturan dan
perundang-undangan, dapat bekerja sama, mampu bersaing, toleransi,
menghargai hak orang lain, dapat berkompromi), dan
-
Dapat mengurus dirinya dengan baik
Mata pelajaran ekonomi merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan
di jenjang Sekolah Menengah Atas. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menjelaskan mata
pelajaran Ekonomi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut :
(10)
JAJANG SUHARNADI, 2015
1.
Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa
dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang
terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan negara;
2.
Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi
yang diperlukan untuk mendalami ilmu ekonomi;
3.
Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan
memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen,
dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga,
masyarakat, dan negara;
4.
Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai
sosial ekonomi dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala
nasional maupun internasional.
Oleh karena itu pembelajaran ekonomi memiliki sumbangan yang penting
untuk perkembangan kemampuan berpikir kreatif dalam diri setiap individu siswa
agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif juga dapat berimplikasi pada
rendahnya prestasi siswa. Diantara penyebab rendahnya pencapaian siswa dalam
pembelajaran adalah proses pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses
pembelajaran umumnya guru sibuk sendiri menjelaskan apa-apa yang telah
dipersiapkan. Demikian juga siswa sibuk sendiri menjadi penerima informasi yang
baik. Akibatnya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan
pengertian sehingga dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan
sesuai apa yang dikatakan guru dan apa yang dibaca didalam buku. Hal tersebut
menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan
alternatif lain dapat disebabkan karena siswa kurang memiliki kemampuan
fleksibilitas yang merupakan komponen utama kemampuan berpikir kreatif. Fakta
menunjukan kurangnya perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam
pembelajaran ekonomi beserta implikasinya, dengan demikian perlu untuk
memberikan perhatian lebih pada kemampuan dalam pembelajaran Ekonomi saat
ini.
Kurang kreatifnya siswa dalam berpikir dan prestasi belajar yang rendah
dalam pembelajaran dapat terjadi karena metode yang digunakan kurang
melibatkan aktivitas siswa secara langsung. Pembelajaran di kelas masih banyak
(11)
didominasi oleh guru sehingga kurang mampu membangun persepsi, minat, dan
sikap siswa yang lebih baik. Proses pembelajaran saat ini menyebabkan anak didik
mengalami kebosanan dalam mengikuti pelajaran sebagian besar disebabkan oleh
metode pengajaran yang berpusat pada guru. Akibatnya kurangnya minat dan
sikap siswa tersebut berdampak terhadap prestasi belajar yang secara umum kurang
memuaskan.
Sejalan dengan itu maka dalam pembelajaran idealnya semua peserta didik
terlibat dalam proses tersebut. Sehingga dalam proses pembelajaran bukan hanya
peserta didik tertentu saja yang aktif, tapi diharapkan seluruh peserta didik terlibat
aktif. Dalam pembelajaran ekonomi dikelas, setiap guru dituntut untuk menjadi
teman dalam proses memahami konsep-konsep ekonomi. Salah satu cara untuk
mengoptimalkan peran guru sebagai fasilitator adalah dengan mengaplikasikan
sebuah metode pembelajaran dan model yang akan menggunakan pendekatan siswa
sebagai pusat aktivitas belajar (student center), hal ini akan menaikan minat dan
keaktifan peserta dalam aktivitas pembelajaran sehingga hasil belajar pun akan
meningkat.
Berdasarkan pernyataan di atas, permasalahan kreatifitas menjadi salah
satu faktor penting dalam menunjang proses belajar mengajar. Maslow dalam
Munandar (
2012:31) mengatakan “Kreati
fitas penting karena dengan berkreasi
orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri merupakan kebutuhan
pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia”. Pendapat lain
mengenai
pentingnya kreatifitas karena kreatifitas dituntut dalam pekerjaan dan kreatifitas
juga dibutuhkan untuk pembangunan. Jika proses pembelajaran memuat
kemampuan berpikir yang kreatif maka tentu saja aktivitas belajar akan terjadi dan
kesemuanya itu akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat dimiliki
siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar
diantaranya adalah : tenaga kependidikan, latar belakang siswa, sarana seperti
media pembelajaran, model pembelajaran, metode pembelajaran, alat-alat
(12)
JAJANG SUHARNADI, 2015
pembelajaran lainya, kelengkapan prasarana, dan lingkungan. Adapun faktor
yang di duga rendahnya berpikir kreatif siswa adalah sarana dalam pembelajaran
yang digunakan guru kurang efektif.
SMA Negeri 2 Sumedang berada di Jalan terusan 11 April Km 3
Rancamulya Sumedang. Sekolah ini mempunyai masukan atau input siswa
dengan prestasi belajar yang beraneka ragam. Menurut hasil pengamatan yang
dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan guru mata
pelajaran ekonomi kelas XI IPS di SMA Negeri 2 Sumedang tahun pelajaran
2014/2015 menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi mata pelajaran ekonomi
kurang optimal. Standar KKM yang berlaku di kelas XI SMA Negeri 2 Sumedang
yaitu sebesar 70, standar ini ditetapkan untuk memotivasi peserta didik dalam
keseriusan belajar. Namun penerapan standar ini belum berhasil untuk memacu
peningkatan hasil belajar peserta didik, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar peserta
didik terutama kelas XI-1, XI-2 yang rata-rata nya masih dibawah KKM seperti
tampak pada tabel 1.1:
Tabel 1.1
Nilai UAS Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI Semester ganjil
SMA Negeri 2 Sumedang Tahun Pelajaran 2013-2014
Kualifikasi
90-100
80-89
70-79
< 69
Jumlah
XI-1
Jumlah
0
0
5
25
30
Persentase
0
0
16,67%
83.33%
100%
XI-2
Jumlah
0
0
10
19
29
Persentase
0
0
33,33 %
63,33%
100%
Sumber : Data diolah dari Daftar Nilai UAS
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui tidak ada satu kelas pun
yang mendapat nilai di atas 80, dan dapat terlihat pula bahwa pada pembelajaran
ekonomi sebagian besar peserta didik belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan oleh guru yaitu 70, seperti yang terdapat pada tabel
1.2.
Tabel 1.2
Nilai UAS Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI Semester ganjil
SMA Negeri 2 Sumedang Tahun Pelajaran 2013-2014
(13)
Berdasarkan KKM
Kelas
Siswa Yang Berada Dibawah
KKM
Siswa Yang Berada di atas
KKM
XI-1
5X 100% = 83,33 %
5X 100 % = 16,67 %
XI-2
99
X 100 % = 63,33 %
9X 100 % = 33,33 %
Sumber : Data diolah dari daftar nilai UAS
Data hasil belajar pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 mendukung observasi dan
wawancara yang pernah dilakukan terhadap guru mata pelajaran ekonomi kelas XI
IPS SMAN 2 Sumedang. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut
diperoleh informasi bahwa fenomena yang terjadi dalam PBM antara lain sebagai
berikut:
1.
Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran karena masih
didominasi oleh guru.
2.
Metode yang digunakan masih konvensional sehingga siswa merasa
jenuh dalam proses pembelajaran.
3.
Motivasi siswa dalam proses pembelajaran rendah ini bisa dilihat pada saat
proses pembelajaran berlangsung masih banyak yang tidak memperhatikan.
4.
Hasil belajar yang mengacu pada prestasi siswa belum menunjukkan
hasil yang maksimal, dengan ditandai nilai rata-rata mid semester untuk
mata pelajaran ekonomi rendah.
Mata pelajaran ekonomi juga termasuk mata pelajaran yang kurang diminati
oleh peserta didik. Mereka beranggapan bahwa mata pelajaran ekonomi terlalu
bersifat hapalan sehingga mengundang kebosanan, karena banyak konsep yang harus
mereka hafalkan dan dirasa terlalu membebani proses berpikir. Dalam proses
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ekonomi belum bisa menciptakan suasana
belajar yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar aktif dalam
mengkonstruksi pemikirannya, sehingga kemampuan siswa untuk berpikir kreatif
dan pemecahan masalah pun sangat rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat dari pembuatan
soal-soal ujian akhir semester ganjil dimana tidak ada soal-soal yang menggunakan ranah
(14)
JAJANG SUHARNADI, 2015
kognitif C6. Revisi Taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Kratwohl dan
Anderson, menempatkan berpikir kreatif pada tingkatan C6 yaitu mencipta (create).
Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.3 di bawah ini:
Tabel 1. 3
Analisis Soal Ujian Akhir Semester Genap
Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI SMA Negeri 2 Sumedang
Tahun Pelajaran 2013/2014
Proses Kognitif
C1
C2
C3
C4
C5
C6
Jumlah
13
20
7
-
-
-
Sumber: soal uas semester genap
Berdasarkan tabel 1.3 menunjukan bahwa soal ujian akhir semester genap
mata pelajaran ekonomi hanya pada ranah kognitif C1,C2, dan C3, sedangkan soal
yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif peserta didik
yaitu soal dengan ranah kognitif C6. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa soal
UAS yang dibuat belum tentu mengukur kemampuan berpikir kreatif peserta didik,
artinya guru tidak pernah memberikan atau membuat tes yang mengukur
kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Implikasinya yaitu kemampuan
berpikir kreatif peserta didik akan lemah dikarenakan soal-soal yang dibuat hanya
berisikan ranah kognitif C1, C2 dan C3.
Beragam teknik pembelajaran telah dikembangkan oleh para tenaga
pengajar dalam upaya mengatasi dan mengeliminasi masalah pendidikan yang
terjadi di lapangan. Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif,
diperlukan suatu cara pembelajaran dan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan kemampuan tersebut. Sehingga pembelajaran dapat merangsang
siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Salah satu teknik pembelajaran yang bisa digunakan dalam
(15)
pembelajaran ekonomi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
kreatif, dan lebih aktif adalah dengan teknik pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sehingga diharapkan bahwa
kemampuan berpikir kreatif siswa dapat ditunjukkan dan meningkat.
Arend (2008 : 43)
mengatakan “
Problem Based Learning (PBL) membantu
siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi
masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang
mandiri”.
Pembelajaran problem-based learning (PBL) bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar dan motivasi siswa, karena melalui pembelajaran berbasis masalah
problem based learning (PBL) siswa belajar bagaimana menggunakan sebuah
proses iteratif untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa
yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi dan secara kolaborasi
mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka telah kumpulkan. (William
& Shelagh dalam Yasa, 2002: 4).
Dengan menggunakan pendekatan problem based learning (PBL) dalam
pembelajaran Ekonomi, siswa tidak hanya sekadar menerima informasi dari guru
saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan
siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan
diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dibelajarkan.
Karakteristik problem based learning (PBL) lebih mengacu kepada aliran
pendidikan konstruktivisme, dimana belajar merupakan proses aktif dari pebelajar
untuk membangun pengetahuannya. Proses aktif yang dimaksud tidak hanya
bersifat secara mental tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya, melalui aktivitas
secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang
telah dimiliki pebelajar dan ini berlangsung secara mental. (Matthews dalam
Suparno, 1997:56).
John Dewey dalam Arend (2008 : 46) mengatakan bahwa
“Sekolah
seharusnya menjadi laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata
(16)
JAJANG SUHARNADI, 2015
memberikan fondasi filosofis untuk pembelajaran berbasis masalah
”
.
Selain itu, Arends (2008
:47) mengungkapkan bahwa “Teori
-teori
konstruktivistik tentang belajar, menekankan pada kebutuhan peserta didik untuk
menginvestigasi lingkungannya dan mengkonstruksi pengetahuan yang secara
personal berarti, memberikan dasar teori untuk PBL.”
Berdasarkan uraian di atas , penulis menyimpulkan bahwa metode
pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif peserta didik dan membantu pelajaran ekonomi menjadi lebih
menarik dan menyenangkan sehingga pada akhirnya siswa bisa mengembangkan
pemikirannya secara kreatif dalam menghadapi permasalahan dalam pelajaran
ekonomi dan hasil belajar peserta didikpun akan lebih meningkat. Penulis
melakukan penelitian eksperimen untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif
peserta didik dalam pembelajaran ekonomi di kelas XI IPS. Penulis dalam
penelitian
ini mengambil judul “ Pengaruh Metode Pembelajaran
Problem Based
Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik (Kuasi
Eksperimen pada Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar Menganalisis
Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia Kelas XI IPS SMA Negeri 2
Sumedang Tahun Ajaran 2014/2015)
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1.
Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif peserta didik antara
hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen yang menggunakan metode
pembelajaran problem based learning (PBL)?
2.
Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif peserta didik antara
hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol yang menggunakan metode
pembelajaran konvensional?
3.
Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif peserta
didik pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran problem based
learning (PBL) dengan kelas yang menggunakan metode konvensional?
(17)
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran
Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
Berdasarkan rumusan masalah penelitian maka tujuan yang lebih khusus dari
penelitian ini adalah:
1.
Untuk menemukan perbedaan kemampuan berpikir kreatif peserta didik antara
hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen yang menggunakan metode
pembelajaran problem based learning (PBL).
2.
Untuk menemukan perbedaan kemampuan berpikir kreatif peserta didik antara
hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol yang menggunakan metode
pembelajaran konvensional.
3.
Untuk menemukan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
peserta didik pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran problem
based learning (PBL) dengan kelas yang menggunakan metode konvensional.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil dari sebuah penelitian adalah untuk memberi manfaat yang dapat
dirasa semua kalangan. Secara khusus manfaat penelitian ini adalah.
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis dilaksanakan dan diharapkan dapat menjadi
sumbangan pada dunia pendidikan khususnya pengembangan strategi
pembelajaran dalam pengajaran Ekonomi serta sebagai landasan awal bagi
pengembangan penelitian-penelitian sejenis yang terkait.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini dilaksanakan dan diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain :
1.
Untuk siswa, dengan metode pembelajaran problem based learning (PBL)
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
2.
Untuk guru, metode pembelajaran problem based learning (PBL) dapat
dijadikan salah satu variasi pembelajaran. Khususnya guru mata pelajaran
(18)
JAJANG SUHARNADI, 2015
ekonomi sebagai masukan untuk mempersiapkan program perbaikan kegiatan
belajar mengajar dalam meningkatkan berpikir kreatif siswa.
3.
Untuk sekolah, dapat dijadikan salah satu bahan masukan dalam rangka
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Untuk peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan berpijak dalam rangka
menindaklanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas
(19)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode quasi eksperimen (eksperimen
semu). Arikunto (20006:84) mengatakan bahwa “Metode quasi eksperimen
disebut juga dengan Pre Experimental Design (ekperimen yang
belum baik)”.
Quasi eksperimen hampir sama dengan eksperimen sebenarnya. Perbedaannya
pada penggunaan subjek yaitu pada quasi eksperimen tidak dilakukan penugasan
random, melainkan menggunakan kelompok yang ada. Metode ini bertujuan
untuk menyelidiki pengaruh langsung (sebab-akibat) dari perlakuan atau kondisi
yang dimanipulasi.
Bentuk desain penelitian ini adalah dengan menggunakan
“
nonequivalent
control group design
”
(sugiyono, 2008:76-79). Dimana desain ini terdapat dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, Rancangan
eksperimen ditunjukan pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1
Nonequivalent Control Group Desaign
Eksperimen
O
X
O
Kontrol
O
-
O
Sumber : Sugiyono (2008:79)
Keterangan :
O
: Pre-test Kelompok Kelas eksperimen
O
: Post test Kelompok Kelas Eksperimen
O
: Pre-test Kelompok Kelas Kontrol
O
: Post-test Kelompok Kelas kontrol
(20)
JAJANG SUHARNADI, 2015
X
: Penerapan Metode pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning)
3.2
Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber diperolehnya data dari suatu
penelitian yang dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 2 Sumedang
yang berlokasi di Jl. Terusan 11 April KM 03 Sumedang, Jawa Barat, dengan
subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas
XI IPS 1 dan XI IPS 2.
Kelas yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol
didasarkan dengan cara melihat nilai rata-rata kelas hasil Pretes, dan pertimbangan
guru dengan melihat kemampuan kognitif yang mendekati sama. Kelas yang
rata-rata nilainya tinggi dijadikan sebagai kelas kontrol dengan menggunakan metode
pembelajaran konvensional, sedangkan kelas yang rata-rata nilainya rendah
dijadikan sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan metode pembelajaran
Problem Basede Learning.
3.3
Definisi Operasional
3.3.1 Metode Problem Based Learning
Dalam pandangannya tentang metode problem based learning, Arends
(2012:397) menjelaskan sebagai berikut :
Problem based learning was not designed to help teachers convery huge
quantities of information to student. Direct instruction and presentation are
better suited to this purpose. Rather Problem based learning was designed
primarily to help student develop their thinking, problem solving, and
intellectual skill;learn adult roles by experiencing them throught real or
simulated situations;and become independent, autonomos learnes.
Diterjemahkan menjadi PBL tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan
informasi dengan jumlah besar kepada siswa. Pengajaran langsung lebih cocok
untuk maksud ini. Alih-alih PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan
(21)
keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan
intelektualnya; mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya
melalui melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan; menjadi pelajar
yang mandiri dan otonom.
Menurut Arends (2008:56) ada lima fase yang harus dilakukan guru dalam
melaksanakan PBL yaitu sebagai berikut :
a.
Memberikan orientasi permasalahan kepada siswa.
Pada tahap ini, guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan
berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
b.
Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
c.
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
d.
Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model
yang dapat membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang
lain.
e.
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Guru
membantu
siswa
untuk
melakukan
refleksi
terhadap
investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan fase-fase yang dikemukakan di atas tahapan pelaksanaan
PBL lebih memberikan ruang kepada peserta didik untk melakukan pembelajaran
secara mandiri, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.
3.3.2 Kemampuan Berpikir Kreatif
Torrance dalam Filsaime (2008:20) berpendapat bahwa berpikir kreatif
adalah sebagai berikut:
Sebuah proses menjadi sensitif pada atau sadar akan masalah-masalah,
kekurangan, dan celah-celah dipengetahuan yang untuknya tidak ada
solusi yang dipelajari;membawa serta informasi yang ada dari gudang
memori atau sumber-sumber eksternal;mendefinisikan kesulitan atau
mengidentifikasi
unsur-unsur
yang
hilang;mencari
solusi-solusi;menduga,menciptakan alternatif-alternatif untuk menyelesaikan
masalah,
menguji
dan
menguji
kembali
alternatif-alternatif
(22)
JAJANG SUHARNADI, 2015
tersebut;menyempurnakannya dan akhirnya mengkomunikasikan
hasil-hasilnya.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan inti dari proses kreativitas, hal
ini diungkapkan oleh Torrance dalam Baker (http://www.bookza.org) yang
menyebutkan :
“The core of the gestation phase of the creative process model is the
creative attributes as creative thinking abilities. These creative
attributes were fluency, flexibility, originality, elaboration, abstractness
of the title, resistance to closure, emotional expressiveness,
articulateness, movement or action, expressiveness, synthesis or
cmbination, unusual visualization, internal visualization, extending or
breaking the boundaries, humor, richness of imagery, colorfulness of
imagery, and fantasy. The Torrance Test of Creative Thinking (TTCT) is
an instrument that can be used to operationalize these creative
attributes.”
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam mengukur kemampuan berpikir
kreatif bisa menggunakan The Torrance Test of Creative Thinking (TTCT) yang
menggunakan atribut berpikir kreatif terdiri dari: Fluency, Flexibility, Originality,
Elaboration, Abstractness of the title,Resistance to closure,Emotional
expressiveness, Articulateness, Movement or action, Expressiveness, Synthesis or
combination, Unusual visualization, Internal visualization, Extending or breaking
the boundaries, Humor, Richness of imagery, Colorfulness of imager, Fantasy.
Dalam penelitian ini The Torrance Test of Creative Thinking (TTCC) yang
digunakan adalah fluency, flexibility, originality, dan elaboration.
3.4
Skenario Pembelajaran
Perlakuan yang diberikan pada kelas XI IPS berbeda antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas yang diteliti
adalah seperti yang terlihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Skenario Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
(23)
Penerpan Metode PBL
Penerapan Metode Konvensional
Fase 1 : Melakukan orientasi masalah
kepada siswa :
Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran,
menjelaskan
logistik
(bahan dan alat) apa yang diperlukan
bagi
penyelesaian
masalah
serta
memberikan motivasi kepada siswa agar
menaruh perhatian terhadap aktivitas
penyelesaian masalah.
Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk
belajar :
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan pembelajaran
agar
relevan
dengan
penyelesaian
masalah
Fase 3 : Mendukung Kelompok
Investigasi :
Guru mendorong siswa untuk mencari
informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan
pemecahan masalahnya.
Fase
4
:
Mengembangkan
dan
menyajikan
artefak
dan
memamerkannya:
Guru
membantu
siswa
dalam
perencanaan dan perwujudan artefak
yang
sesuai
dengan
tugas
yang
diberikan
seperti:
laporan,video,dan
model-model, serta membantu mereka
saling berbagi satu sama lain terkait
hasil karyanya.
Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah:
1.
Tahap persiapan
- Merumuskan tujuan yang ingin
dicapai
- Menentukan pokok-pokok materi
yang akan diceramahkan.
- Mempersiapkan alat bantu.
2.
Tahap-tahap pelaksanaan
Pembukaan
Meyakinkan siswa untuk memahami
tujuan pemebelajaran yang akan
dicapai, melakukan apersepsi untuk
menghubungkan materi pelajaran
yang lalu dengan materi pelajaran
yang akan disampaikan.
Penyajian
Tahap
penyajian
adalah
tahap
penyampaian materi pembelajaran
dengan cara bertutur
Penutup
Ceramah harus ditutup agar materi
pembelajaran yang sudah dipahami
dan dikuasai siswa tidak lupa
kembali.
a.
Membimbing peserta didik untuk
menarik
kesimpulan
atau
merangkum materi pelajaran yang
baru saja disampaikan
b.
Merangsang peserta didik untuk
dapat menanggapi atau memberi
semacam ulasan tentang materi
pembelajaran
yang
telah
disampaikan
c.
Melakukan
evaluasi
untuk
mengetahui kemampuan peserta
didik
menguasai
materi
pembelajaran yang baru saja
(24)
JAJANG SUHARNADI, 2015
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi terhadap hasil penyelidikannya
serta proses-proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan
Sumber: Arends (2008:57)
disampaikan.
Moestafa dan Sondang (2013: 255)
3.5
Instrumen Penelitian
“Instrumen penelitian atau alat penelitian merupakan sesuatu yang dapat
digunakan untuk mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas dan
mencapi tujuan secara lebih efektif dan efisien”. (Suharsimi Arikunto, 2013 : 40)
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes
kemampuan berpikir kreatif. Suharsimi Arikunto (2013:46)
menjelaskan “Tes
merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok”.
Tes digunakan untuk mengukur variabel terikat (kemampuan berpikir
kreatif), digunakan The Torrance Test of Creative Thinking (TTCC). Dalam
penelitian ini tes hanya dilakukan dua kali yaitu pre test yang dilakukan sebelum
perlakuan (treatment) dan post test yang dilakukan setelah perlakuan (treatment).
Adapun lagkah-langkah sistematis dari penyusunan tes kemampun berpikir kreatif
adalah :
a.
Menentukan SK, KD, Indikator dan tujuan pembelajaran
b.
Membuat kisi-kisi tes
Kisi-kisi menggambarkan penyebaran jumlah pokok uji yang akan dibuat
untuk pokok bahasan dan jenjang tertentu. Pembuatan kisi-kisi tertulis sebagai
rancangan tes harus merujuk pada kompetensi dasar, indikator pembelajaran,
sub materi pokok uji, dan jumlah soal.
(25)
c.
Menyusun tes kemampuan berpikir kreatif
d.
Melakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.
e.
Merevisi tes kemampuan berpikir kreatif sampai di dapat hasil tes yang valid.
Tabel 3.3
Kisi-kisi Alat Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
KOMPETENSI INTI: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR ASPEK BERPIKIR KREATIF NO SOAL Menganalisis permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia Merumuskan cara-cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja
Berpikir lancar (fluency): Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan ditandai dengan kemampuan menemukan berbagai macam penyelesaian masalah dan memilih salah satu diantaranya.
1.
Berpikir luwes (fleksibel): Menghasilkan
gagasan-gagasan yang seragam ditandai dengan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara beragam.
2.
Berpikir orisinal: memberikan jawaban
yang tidak lazim, lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang ditandai dengan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri.
3.
Berpikir terperinci (elaborasi): Memperluas
suatu gagasan ditandai dengan kemampuan merinci dalam menyelesaikan suatu masalah
(26)
JAJANG SUHARNADI, 2015
Megeneralisasi
sistem upah yang berlaku di Indonesia
Berpikir lancar (fluency): Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan ditandai dengan kemampuan menemukan berbagai macam penyelesaian masalah dan memilih salah satu diantaranya.
5.
Berpikir luwes (fleksibel): Menghasilkan
gagasan-gagasan yang seragam ditandai dengan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara beragam.
6.
Berpikir orisinal: memberikan jawaban
yang tidak lazim, lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang ditandai dengan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri.
7.
Berpikir terperinci (elaborasi): Memperluas
suatu gagasan ditandai dengan kemampuan merinci dalam menyelesaikan suatu masalah 8. Memperjelas jenis-jenis pengangguran dan sebab-sebabnya
Berpikir lancar (fluency): Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan ditandai dengan kemampuan menemukan berbagai macam penyelesaian masalah dan memilih salah satu diantaranya.
9.
Berpikir luwes (fleksibel): Menghasilkan
gagasan-gagasan yang seragam ditandai dengan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara beragam.
10.
Berpikir orisinal: memberikan jawaban
yang tidak lazim, lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang ditandai dengan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri.
11.
Berpikir terperinci (elaborasi): Memperluas
suatu gagasan ditandai dengan kemampuan merinci dalam menyelesaikan suatu masalah
(27)
Sumber:kisi-kisi alat tes
3.6
Analisis Alat Tes
“P
rasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen penelitian seperti tes
hasil belajar yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesulitan butir soal dan daya
pembeda
”
. (Syaodih, 2012:228)
3.6.1 Uji Validitas
“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau
sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah”. (Suharsimi Arikunto, 2010:211)
Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi
antar bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara
mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah
tiap skor butir, dengan rumus Pearson Product Moment :
=
∑
− ∑
∑
√{ ∑
2− ∑
2}{ ∑
2− ∑
2}
Keterangan :
= Angka korelasi product momment
N
= Number of Cases (Jumlah Siswa)
∑
= Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y
∑
= Jumlah skor X
∑
= Jumlah skor Y
Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun
karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat
mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan
hubungan kebalikan sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran.
Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2010:75)
seperti pada table 3.4
(28)
JAJANG SUHARNADI, 2015
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi
Interpretasi
0,80 < rxy
≤
1,00
Sangat tinggi
0,60 < r
xy≤
0,80
Tinggi
0,40 < rxy
≤
0,60
Cukup
0,20 < r
xy≤
0,40
Rendah
0,00 < rxy
≤
0,20
Kurang
Sumber :Arikunto (2010:75)
Untuk penafsiran harga koefisien korelasi harus dikonfirmasi dengan tabel
harga kritik product momment dengan taraf signifikasi 95%, sehingga dapat
diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut.
disebut juga r
hitung. Hasil r
hitung yang diperoleh, harus dikonfirmasikan dengan harga distribusi r kreatif dengantaraf signifikasi (α) = 0,05 yang ar
tinya peluang membuat kesalahan sebesar 5%
setiap item akan terlihat tingkat kesalahannya. Apabila harga r
hitung > r tabel makakorelasi tersebut dinilai valid (signifikan) dan sebaliknya. (Suharsimi
Arikunto,2013:89)
Berikut ini hasil uji validitas butir alat tes dengan menggunakan SPSS
versi 21.0 pada α = 0,05 dengan derajat bebas (df) = N –
2. Jumlah butir soal pada
uji coba alat tes kali ini adalah 12 soal, dengan sampel 24 peserta didik (df =
24-2= 22). Berdasarkan hasil pengolahan data untuk validitas alat tes pemahaman
konsep menggunakan SPSS versi 21.0 disajikan pada tabel 3.5
Tabel 3.5
Rekapitulasi Validitasi Item Alat Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
BUTIR
SOAL
Koefisien r
Sig-2 tailed
Keterangan
1
0,830
0,000
valid
(29)
3
0,772
0,000
valid
4
0,517
0,010
valid
5
0,660
0,000
valid
6
0,486
0,016
valid
7
0,620
0,001
valid
8
0,717
0,000
valid
9
0,496
0,014
valid
10
0,597
0,002
valid
11
0,668
0,000
valid
12
0,545
0,006
valid
Sumber data : Lampiran 5
Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan Product Momen Pearson,
seluruh soal yang diujicobakan valid semuanya.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, validitas dihitung dengan menggunakan rumus alpha
cronbach, (Arikunto, 2010: 239)
Keterangan:
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= varians butir soal
= varians total
Untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat
evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (Ruseffendi,
2005:160), seperti pada table 3.6
Tabel 3.6
Interpreatasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
2 2 111
1
ik
k
r
11r
2 i
2
(30)
JAJANG SUHARNADI, 2015
Koefisien Korelasi
Interpretasi
0,90 < r11
≤
1,00
Sangat tinggi
0,60 < r
11≤
0,90
Tinggi
0,40 < r11
≤
0,70
Sedang
0,20 < r
11≤
0,40
Rendah
r11
≤
0,20
Sangat rendah
Sumber: J.P Guilford (Ruseffendi, 2005:160)
Selain dengan langkah di atas, reliabilitas suatu instrument dapat juga
diuji dengan bantuan program SPSS versi 21.
“
Suatu instrument penelitian
diindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha Cronbach
lebih besar atau sama dengan 0,70”. (Hair, An
derson, Tatham & Black, 1998)
dalam Kusnendi (2008:96).
Data di uji reliabilitas menggunakan metode
Cronbach’s Alpha
menggunakan SPSS versi 21.0 . Adapun hasil pengolahan data untuk uji
reliabilitas disajikan pada tabel 3.7
Tabel 3.7
Reliability Statistics
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized
Items
N of Items
,863 ,869 12
Sumber data: lampiran 6
Berdasarkan tabel 3.7 dapat diketahui koefisien reliabilitas alat tes
kemampuan berpikir kreatif sebesar 0,863. Maka dapat disimpulkan bahwa
butir-butir alat tes tersebut reliabel dengan kategori Tinggi
(31)
3.6.3 Analisis Butir Soal
Analisis butir soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal
yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. “Dengan analisis soal dapat diperoleh
informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan
perbaikan”. (Suharsimi Arikunto,
2013:222).
3.6.3.1 Tingkat Kesukaran
Berkaitan dengan tingkat kesukaran soal, Arikunto (2013:222)
menjelaskan sebagai berikut :
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar
akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Untuk menghitung tingkat kesukaran, digunakan rumus :
� =
Keterangan :
P
= indeks kesukaran
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS
= jumlah seluruh siswa peserta tes
Sedangkan untuk mengukur tingkat kesukaran soal essay digunakan rumus
sebagai berikut :
� =
�ℎ
�ℎ � �� �� �
� �� � � � �
��
�
� � �
� � =
� �
�
(Safari, 2008)
Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :
(32)
JAJANG SUHARNADI, 2015
P 0,31-0,70
= Soal dianggap sedang
P 0,71-1,00
= Soal dianggap mudah
Perhitungan tingkat kesulitan alat tes kemampuan berpikir kreatif
dilakukan menggunakan program ANATES versi 4.0.5 yang dikembangkan oleh
Karnoto dan Yudi Wibisono pada tahun 2004. Berdasarkan hasil perhitungan
tingkat kesukaran 12 butir soal tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik
terdapat 10 soal dengan kategori sedang, 2 soal dengan kategori mudah. Hasil dari
perhitungannya di sajikan pada tabel 3.8 berikut ini.
Tabel 3.8
Tingkat Kesulitan Soal Kemampuan Berpikir Kreatif
NO
Indeks Tingkat Kesukaran
Klasifikasi
1
0,639
Sedang
2
0,639
Sedang
3
0,556
Sedang
4
0,806
Mudah
5
0,528
Sedang
6
0,500
Sedang
7
0,778
Mudah
8
0,611
Sedang
9
0,611
Sedang
(33)
11
0,667
Sedang
12
0,472
Sedang
Sumber data: lampiran 7.
3.6.3.2 Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda
adalah :
� =
−
= � − �
Dimana :
J
= Jumlah peserta test
JA
= Banyaknya peserta kelompok atas
JB
= Banyaknya peserta kelompok bawah
BA
= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar
BB
= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar
PA
= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P, sebagai
indeks kesukaran)
PB
= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal essay adalah
sebagai berikut :
�� =
�
� −
� �
�
�
���ℎ
(Safari, 2008)
Kriteria daya pembeda diklasifikan sebagai berikut :
D≤0,00
= Sangat jelek
(34)
JAJANG SUHARNADI, 2015
0,20<D≤0,040
= Cukup (Satisfactory)
0,40<D≤0,70
= Baik (Good)
0,70<D≤1,00
= Sangat baik (Excellent)
Untuk uji daya beda terhadap alat tes pemahaman konsep maka pengujian
dilakukan menggunakan program ANATES versi 4.0.5 yang dikembangkan oleh
Karno To dan Yudi Wibisono pada tahun 2004. Berdasarkan hasil perhitungan
daya pembeda pada 12 soal kemampuan berpikir kreatif terdapat 7 soal dalam
klasifikasi baik, 5 butir soal dalam klasifikasi cukup. Hasil dari uji daya beda alat
tes kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada tabel 3.9 sebagai berikut.
Tabel 3.9
Interpretasi Daya Pembeda Butir soal
No Soal
Nilai Indeks
Keterangan
1
0,500
Baik (Good)
2
0,611
Baik (Good)
3
0,556
Baik (Good)
4
0,278
Cukup (Satisfactory)
5
0,389
Cukup (Satisfactory)
6
0,333
Cukup (Satisfactory)
7
0,444
Baik (Good)
8
0,556
Baik (Good)
9
0,222
Cukup (Satisfactory)
10
0,278
Cukup (Satisfactory)
11
0,444
Baik ( Good)
12
0,500
Baik (Good)
Sumber data: lampiran 8
Berdasarkan 12 soal essay yang diuji cobakan, semua soal dapat
digunakan dalam tes kemampuan berpikir kreatif . Rincian hasil uji coba soal
tersebut dapat dilihat pada tabel 3.10
(35)
Rincian Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Butir
Soal
Validitas
Reabilitas
Tingkat
Kesukaraan
Daya
Pembeda
Keterangan
Nilai
Kriteria
1
Valid
0,863
Tinggi
Sedang
Baik
Dipakai
2
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
3
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
4
Valid
Mudah
Cukup
Dipakai
5
Valid
Sedang
Cukup
Dipakai
6
Valid
Sedang
Cukup
Dipakai
7
Valid
Mudah
Baik
Dipakai
8
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
9
Valid
Sedang
Cukup
Dipakai
10
Valid
Sedang
Cukup
Dipakai
11
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
12
Valid
Sedang
Baik
Dipakai
3.7
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini diawali dengan melakukan studi pendahuluan
untuk mengumpulkan data awal yang berkaitan dengan penelitian dengan
melakukan wawancara dengan guru bidang studi ekonomi kelas XI, dan
melakukan analisis pra penelitian untuk melihat kemampuan berpikir kreatif
peserta didik. Selanjutnya merumuskan masalah yang akan diteliti, kemudian
melakukan studi literatur untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam hal ini
penerapan metode pembelajaran PBL.
(36)
JAJANG SUHARNADI, 2015
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK
Dalam penelitian ini diambil dua kelas untuk dijadikan objek penelitian.
Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pre test (tes awal) untuk
mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment).
Kemudian kedua kelas sama-sama diberikan perlakuan (treatment) dengan
metode pembelajaran yang berbeda yaitu metode pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) dan metode pembelajaran konvensional yang biasa
dilakukan guru kelas XI. Setelah pembelajaran selesai kedua kelompok diberikan
post test (test akhir). Selanjutnya dilakukan penskoran, mengubah skor menjadi
nilai, gain, uji normalitas, homogenitas dan hipotesis. Setelah pengolahan data
selesai kemudian dibuat interpretasi hasil penelitian dan kesimpulan. Alur
prosedur penelitian digambarkan pada gambar 3.1
Gambar 3.1
Prosedur Penelitian
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah
Studi Literatur
(37)
3.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
3.8.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan bagian penting dalam penelitian , karena
dengan melakukan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna dalam pemecahan masalah penelitian.
Data dalam penelitian ini didapat dari kelas eksperimen dari hasil pretest
dan post-test. Setelah terkumpul data dari kelas eksperimen maka dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
(38)
JAJANG SUHARNADI, 2015
1.
Menskor tiap lembar jawaban tes siswa sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan.
2.
Menghitung skor mentah dari setiap jawaban pretest dan posttest.
Pemberian skor dengan menggunakan sistem bobot dalam memberikan
nilai terhadap siswa untuk setiap nomor. Bobot nilai menggunakan skala
1-3. (Sudjana, 2011: 42)
3.
Memberikan penilaian dengan rentang 0-100% untuk mengukur berpikir
kreatif peserta didik dengan menggunakan rumus:
4.
Persentase
% =
∑
∑
skor maksimum
skor perolehan
x 100%
(Arikunto, 2009: 236)
Tabel 3.11
Kriteria Persentase Keterlaksanaan Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Sumber: Adaptasi dari Arikunto (2009 : 236)
5.
Menghitung nilai rata-rata keseluruhan dan nilai rata-rata yang diperoleh
siswa untuk masing-masing kelompok, yaitu kelompok tinggi, sedang dan
rendah.
Nilai rata-rata =
jumlah nilai jawaban siswa
jumlah siswa
6.
Menghitung
nilai
N-Gain
dengan
menggunakan
rumus
Hake
(Kusnendi,2013) sebagai berikut :
Gain ternormalisasi (g) =
� ℎ� − �� − �
No.
Persentase Kategori
Persentase Kategori
1
81% - 100%
Sangat Kreatif
2
66% - 80%
Kreatif
3
56% - 65%
Cukup kreatif
4
41% - 55%
Kurang kreatif
(39)
Keterangan :
(g)
= gain yang dinormalisir
Postest = tes diakhir pembelajaran
Pretest = tes diawal pembelajaran
Acuan kriteria perolehan gain yang sudah dinormalisasikan dapat
dilihat pada tabel 3.12 sebagai berikut :
Tabel 3.12
Kriteria Indeks Gain
Skor
Kategori
(g)≥0,70
Tinggi
0,30≤(g)˂0,70
Sedang
(g)˂0,30
Rendah
Sumber: kusnendi (2013)
3.8.2 Teknik Analisis Data
Analisis akan berfokus pada data hasil belajar peserta didik pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Teknik yang akan dilakukan menggunakan bantuan
software komputer SPSS versi 21 dengan pendekatan statistik. Sebelum dilakukan
uji hipotesis, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu.
3.8.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan penyelidikan dengan
menggunakan tes distribusi normal. Kondisi data berdistribusi normal menjadi
syarat untuk menguji hipotesis menggunakan statistik parametrik.
Pengujian
normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov Z dengan menggunakan
bantuan software komputer SPSS versi 21.0 Kriteria pengujiannya adalah jika
nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05 maka distribusi adalah tidak
normal, sedangkan jika nilai Sig. (Signifikansi) atau nilai probabililtas > 0.05
maka distribusi adalah normal.
(40)
JAJANG SUHARNADI, 2015
3.8.2.2
Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui data sampel pada setiap
kelompok dapat dikatakan homogen atau tidak, dan bisa atau tidaknya digabung
untuk dianalis lebih lanjut. Dalam hal ini, untuk menguji homogenitas data
normalisasi gain dilakukan dengan menggunakan program pengolah data dengan
uji Levene (Levene Test). Uji Levene akan muncul bersamaan dengan hasil uji
beda rata-rata atau uji-t. Kriteria pengujiaanya adalah apabila nilai Sig.
(Signifikansi) atau nilai probabilitas < 0.05 maka data berasal dari
populasi-populasi yang mempunyai varians tidak sama, sedangkan jika nilai Sig.
(Signifikansi) atau nilai probabilitas > 0.05 maka data berasal dari
populasi-populasi yang mempunyai varians yang sama.
3.8.2.3
Uji Hipotesis
1. Hipotesis Pertama dan Kedua
Untuk hipotesis pertama menguji kemampuan berpikir kreatif peserta didik
sebelum dan sesudah menggunakan pembelajaran dengan metode Problem Based
Learning maka diuji dengan menggunakan Paired Dependent. Jika data pretest
dan post test berdistribusi normal dan homogen maka pengujian dilakukan
menggunakan statistik Parametik menggunakan Paired Samples t Test, tetapi
apabila data tidak berdistribusi normal atau tidak homogen maka pengujian
dilakukan menggunakan statistik Nonparametik menggunakan
Wicolxon’s
Matched Pairs Test (Wilcoxon Signed Rank Test).
Uji hipotesis dilakukan menggunakan SPSS 21.0 dengan Kriteria pengujian
adalah apabila probabilitas Asymp. Sig (sig 2-
tailed) ≤
0,05
(α),
baik
menggunakan Paired Samples t Test maupun menggunakan
Wicolxon’s Matched
Pairs Test (Wilcoxon Signed Rank Test).
2. Hipotesis Ketiga
Untuk uji hipotesis ketiga dalam penelitian di dasarkan pada data
peningkatan kemampuan peserta didik terhadap berpikir kreatif, yaitu N-Gain
(41)
nilai pre-test dan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk
menghitung Normalized Gain (N-Gain) digunakan rumus sebagai berikut:
)
(
)
(
test
pre
skor
maksimum
skor
test
pre
skor
test
post
skor
Gain
N
Jika data N-Gain uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi, maka
dilanjutkan dengan statistik parametik menggunakan Independent Sample t Test.
Dan apabila data N-Gain tidak normal maupun tidak homogen maka dilanjutkan
pengujian statistik Nonparametik menggunakan Mann Whitney U Test. Uji ini
digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua
kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, rata-rata manakah
yang lebih tinggi.
Adapun kriteria uji adalah nilai p-
value (Sig) ≤ 0,05 (2tailed test) atau
p-value
(Sig/2) ≤ 0,05 (1
-tailed test) maka Ho ditolak. Dan selanjutnya untuk
melihat besarnya pengaruh variabel independen dan variabel dependen maka
gunakan Effect Size. Secara umum ukuran pengaruh (Effect Size) dapat diukur
dengan koefisien Eta Square (
ɳ
2)*.
�
2=
� ��Tabel 3. 13
Kriteria Effect Size
Eta Square (
η
2)
Kriteria
≤ 0,10
Kecil
0,10 <
η
2≤ 0,24
Sedang
0,24 <
η
2≤ 0,37
Besar
(42)
JAJANG SUHARNADI, 2015
> 0,37
Sangat Besar
Jacob Cohen (hayati 2014:57)
Tabel 3.14
Hipotesis dan Statistik Uji
Hipotesis
Hipotesis
Statistik
Statistik Uji
Kriteria Uji
Parameti
k
Non
parametik
1. Terdapat
perbedaan
kemampuan
berpikir kreatif
peserta didik
sebelum dan
sesudah
menggunakan
metode
pembelajaran
problem based
learning pada
kelas eksperimen
Ho : Ŷpost =
Ŷpre
H
1: Ŷpost > Ŷpre
Paired
Samples t
Test
Wicoxon’s
Matched
Pairs Test
Ho tidak dapat
diterima jika
p-value
≤ 0,05
(1-tailed test,
Sig/2)
2. Terdapat
perbedaan
kemampuan
berpikir kreatif
peserta didik
sebelum dan
sesudah
menggunakan
metode
konvensional pada
kelas kontrol
Ho : Ŷpost =
Ŷpre
H
1: Ŷpost > Ŷpre
Paired
Samples t
Test
Wicoxon’s
Matched
Pairs Test
Ho tidak dapat
diterima jika
p-value
≤
0,05 (1-tailed
test, Sig/2)
3.Terdapat
perbedaan
peningkatan
Ho :
G_ekspeimen =
G_kontrol
Independe
nt Samples
t Test
Mann
Whitney U
Test
Ho tidak dapat
diterima jika
(43)
Hipotesis
Hipotesis
Statistik
Statistik Uji
Kriteria Uji
Parameti
k
Non
parametik
kemampuan
berpikir
kreatif
peserta didik yang
menggunakan
metode
pembelajaran
problem
based
learning
(PBL)
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
peserta
didik
yang
menggunakan
metode
konvensional
H1 : G_ekspeimen
> G_kontrol
0,05 (1-tailed
test, Sig/2)
(1)
Hipotesis Hipotesis Statistik
Statistik Uji
Kriteria Uji Parameti
k
Non parametik kemampuan
berpikir kreatif peserta didik yang menggunakan metode pembelajaran
problem based learning (PBL)
lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan metode konvensional
H1 : G_ekspeimen > G_kontrol
0,05 (1-tailed
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Lorin W & David R. Krathwohl. 2010. Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen (Revisi Taksonomi Bloom).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Annur Fitri Hayati.(2014). Pengaruh Metode Blended Learning Terhadap
Pemahaman Konsep (Studi Kuasi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar Konsep Koperasi dan Pengelolaan Koperasi pada Peserta Didik Kelas X SMA Kartika XIX-2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014). Tesis. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI. Tidak
diterbitkan.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
---. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
---. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
---. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin & Esa Nur Wahyuni. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Cipta Suhud Wiguna.(2013). Pengaruh Model Pembelajaran Poe (Predict,
Observe, Explain) Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik (Studi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas X Di Sma Negeri Darmaraja Kabupaten Sumedang).
Tesis. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI. Tidak diterbitkan.
Cropley, A. 1999. Encyclopedia of Creativity Vol.1.California: Academic Press Dennis K. Filsaime (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kreatif Dan Kreatif.
Jakarta:Prestasi Pustaka Raya
Depdiknas. 2006a. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:BSNP.
Duch, Barbara Susan E. Groh, and Deborah E. Allen. (2001). The Power of Problem Based Learning (A Practical “How To” for Teaching
(3)
Undergraduate Courses in Any Discipline). Virginia. Stylus Publishing,
LLC
Helly Prajitno S dan Sri Mulyantini S. (2008). Effective Teaching (Evidence and
Practice). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hurlock, E. B. (1993). Perkembangan Anak Jilid 2. Terjemahan oleh Thandrasa. Jakarta: PT. Erlangga
Ibrahim, M., dan Nur, M.(2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:UNESA University Press.
Jalaludin Rakhmat,( 1998 ). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jauhar. M, (2011). Implementasi PAIKEM dari behavioristik sampai
konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya
Kementrian Pendiidkan Nasional. [Online]. Tersedia: http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=ngOsU931DIS7 uASU5oHwCw&url=http://perpustakaan.kemdiknas.go.id/diskusi/Konsep %2520Pengemb%2520RSBI.ppt&cd=6&ved=0CCkQFjAF&usg=AFQjC NEV51Q3W014iclxe5SqLjAuYpDjUg. Tanggal akses 20 Januari 2015 Kusnendi. 2008,. Model-Model Persamaan Struktural. (Satu dan Multigroup
Sampel Dengan LISREL). Bandung : Alfabeta
---. (2013). Skala Pengukuran dan Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Non
Eksperimen dan Eksperimen. Bandung: Universits Pendidikan Indonesia.
Liliasari, dkk. (1999). Pengembangan Model Pembelajaran Materi Subyek untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Mahasiswa Calon Guru IPA, Laporan Penelitian, Bandung: FMIPA IKIP
Bandung. .
Mangunhardjana, A.M. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kansius Matt Baker, Rick Rudd, Carol Pomeroy. Relationships Between Critical and
Creative Thinking. Tersedia [Online]: http://www.bookza.org. Tanggal akses 28 Oktober 2014
Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:Rosda
Moestofa, M. dan Meini Sondang S. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada Standar Kompetensi Memperbaiki Radio
(4)
Penerima di SMK Negeri 3 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro No. 1. VoL. 02.
Poedjiadi, A. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.
Putu Yasa, 2002. “Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Dengan Pendekatan Kelompok Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika Siswa Kelas III SLTP
Negeri 2 Singaraja”. Tesis: Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Pengetahuan Alam, IKIP Negeri Singaraja Desember 2002. Tidak diterbitkan.
Ramsay, J. and Sorrell, E. (2006). Problem Based Learning: A Novel Approach to
Teaching Safety, Health and Environmental Courses. In Journal of SH&E Research (Online), Vol. 3, (2), Page 8. Avaliable:
http://www.asse.org/academicsjournal/archive/vol3no2/06summer_ramsa y.pdf (20 Februari 2014)
Richard I. Arends. (2007). Belajar Untuk Mengajar Edisi Ketujuh. Diterjemahkan oleh Soetjipto.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Richard I.Arends. (2012). Learning To Teach Ninth Edition. Published by McGraw-Hill,a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc .,1221 Avenue of the Americas, New York, NY 10020.
Ruseffendi. 1998. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang-bidang
Noneksakta Lainnya . Semarang: IKIP Semarang Press.
Rusman, (2011). Model – model pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali Pers
Safari. (2008). Analisis Butir Soal. Jakarta : Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional.
Savery, J. R. (2006). “Overview of Problem-based Learning:Definitions and Distinctions”. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning (Online). Volume 1, (1), Page: 9 - 20. Avaliable: http://www.tne.uconn.edu/Case%20Method/Savery,%202006.pdf (20 Februari 2014)
Sudarman, 2005. “Problem Based Learning Suatu Model Pembelajaran Untuk
Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan
Masalah”. Samarinda: FKIP Universitas Mulawarman Samarinda.Tidak diterbitkan.
(5)
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sudjana, H.D., (2005). Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah, Falah Production, Bandung.
Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Suparno.(2012). Pengaruh Metode Problem Based Learning Menggunakan
Hypermedia Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Studi Eksprimen di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Nurul Fikri, Depok Tahun Pelajaran 2012/1013).Tesis. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI. Tidak
diterbitkan.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kasinus.
Suyono &Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran (Teori dan Konsep
Dasar). Bandung:Remaja Rosdakarya
Suyanto dan Asep J. 2013. Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Esensi Syaodih, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda
Trianto (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report. 2013 1 UN Plaza, NewYork, NY 10017, USA. 2013
(http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/14/hdr2013_en_complete.pd f), diakses tgl 20 Februari 2014
Utami Munandar (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
---. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
(6)
Warsono, dan Hariyanto ( 2013). Pembelajaran Aktif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Watson,G. (2002, 30 April). Using Technology to Promote Success in PBL Courses. A Publication of Michigan Virtual University (Online), Page 5. Tersedia: http://ts.mivu.org/default.asp?show=article&id=969. (20 Februari 2014)
Winter. (2001). Problem Based Learning. Journal of Speaking of Teaching, Vol. 11 (1), hlm. 1-8
Zulkarnain (2002). Hubungan Kontrol Diri Dengan Kreativitas Pekerja. USU Digital Library. (on-line). Available FTP http://duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/12kontrol-diri-dan