Dampak pengalaman traumatik dalam pembentukan konsep diri remaja adopsi sebuah studi kasus

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAMPAK PENGALAMAN TRAUMATIK
DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA ADOPSI
(SEBUAH STUDI KASUS)
SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:
Stanislaus Murdisantana
NIM: 081114026

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013

i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI

TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok,
karena hari besok mempunyai kesusahan sendiri.
Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
(Mat. 6:33-34)

PERSEMBAHAN
Bersama dengan Tuhan Yesus yang telah memampukanku dan selalu
membimbingku dengan segala macam cara-Nya, memberikan petunjuk jalan

untuk ku lalui, dan segala anugerah dalam hidupku untuk mengingatkanku
juga akan doa,
Maka kupersembahkan skripsi ini untuk yang tercinta:

Ayah, Ibu, dan Kakakku yang Terkasih, Penuh Kesabaran,
Kasih Sayang, dan Dukungan Doa.

Lucia Sumiyati, teman-teman keluarga besar BK Sanata Dharma, dan
saudara-saudara yang telah banyak membantu dengan segala doa,
dukungan, kerjasama, dan perhatiannya.
Terima kasih untuk semuanya.

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
DAMPAK PENGALAMAN TRAUMATIK
DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA ADOPSI
(SEBUAH STUDI KASUS)
Penelitian ini bermaksud untuk memahami permasalahan yang dihadapi

subyek dan memperoleh gambaran tentang perkembangan sosial yang mengalami
hambatan karena tekanan yang dipengaruhi oleh adanya penolakan dan tuntutan
dari masyarakat dengan harapan untuk diterima dan pengalaman nyata yang
berdampakpada pembentukan konsep diri. Hal tersebut di latar belakangi oleh
status subyek saat ini sebagai remaja adopsi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif
dengan desain penelitian studi kasus. Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah metode observasi, kunjungan rumah, dan wawancara konseling sebagai
suatu usaha untuk membantu subyek mengatasi masalah. Data atau informasi
yang diperoleh peneliti manfaatkan untuk menggambarkan keadaan serta
permasalahan subyek saat ini. Data peneliti peroleh dari subyek dan beberapa
sumber informasi lainnya, sehingga peneliti dapat menentukan pendekatan
konseling yang tepat san sesuai dalam memberikan pendampingan. Subyek
penelitian ini adalah seorang mahasiswa dari universitas swasta di Yogyakarta,
berusia 21 tahun. Saat penelitian berlangsung, subyek duduk di semester
sembilan.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa subyek mengalami permasalahan
yang berkaitan dengan pikiran/pandangan yang irrasional terhadap diri sendiri dan
orang lain, yaitu: subyek beranggapan bahwa, permasalahan dan kegagalan
selama ini bersumber dari penilaian orang dan diri subyek secara negatif

mengenai status subyek sebagai anak adopsi, sehingga mengakibatkan hilangnya
percaya diri subyek. Berdasarkan pandangan atau tanggapan yang irrasional
tersebut, maka penekatan konseling Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
sangat tepat digunakan dalam menangani kasus ini. Setelah peneliti mengadakan
wawancara konseling dengan subyek selama lima kali pertemuan, subyek mulai
menunjukkan perubahan, yaitu memiliki pandangan yang rasional terhadap diri
sendiri maupun orang lain. Pandangan rasional tersebut mempengaruhi cara
subyek dalam berpikir, berperasaan, merefleksikan, dan berperilaku suatu
kejadian. Subyek menyadari bahwa sesungguhnya kegagalan dan permasalahan
yang dialami bukan disebabkan oleh orang lain, tetapi bersumber pada cara
menanggapi suatu permasalahan, subyek menyadari bahwa anak adopsi bukanlah
suatu kesalahan, namun karena dianggap masih asing di masyarakat. Perilaku
nyata yang sesuai dan realistis subyek, nampak pada keinginan untuk bergaul
dengan teman-teman lainnya, ikut secara aktif dalam obrolan dan dalam kegiatan
yang ada. Subyek mulai membaur, tidak sekedar diam atau menyendiri, mulai
berkonsentrasi dengan studi dan segala kegiatan yang ada.

vii

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
THE IMPACT OF TRAUMATIC EXPERIENCE IN FORMING
THE SELF-CONCEPT IN ADOPTED ADOLESCENT
(A CASE STUDY)
This study intends to understand the problems faced by the subject and
to gain an overview of social development. The obstacles appear due to the
pressure that is affected by the rejection and the demands of the society. The
subjects expect to be accepted around the community, as well as real experiences
that have an impact on the formation of the subject’s self-concept. The condition
happened due to the current subject status as an adopted teenager.
The type of this research is descriptive-qualitative research with case
study research design. The methods of data collection in this study are
observation, home visits, and counseling interviews in an effort to help the
subject overcome the problem. The data or information obtained is used to

describe the current situation as well as the subject’s problems. The researchers
obtained the data from the subject and other resources, so that the researcher can
determine the appropriate approach for counseling in providing assistance. The
subject of this study is a student of a private university in Yogyakarta, aged 21
years. During the research, the subject was in semester 9.
From the research, it is revealed that the subject encountered problems
related to irrational mind/view towards himself and others, namely: the subject
thinks that, the problems and failures encountered come from the subject’s and
others’ self-assessment which tend to be negative on the status of the subject as
an adopted child, and thus resulting in subject’s loss of self-confidence. Based on
the views or responses that are irrational, then the Rational Emotive Behavior
Therapy counseling approach (REBT) is highly appropriate in this case. After the
researcher conducted an interview with the subject for five counseling sessions,
the subject began to show changes, that is having a rational view towards himself
and others. The rational view of the subject affects the way of thinking, feeling,
reflecting, and acting in certain circumstances. The subject realizes that the real
failures and problems experienced were not caused by someone else, but it came
from how to respond to a problem, the subject realizes that an adopted child is not
a mistake, but because the society thinks an adopted child as an uncommon
thing. The subject’s true behavior which is appropriate and realistic appears in the

subject’s intention to mingle with other friends, participate actively in the chat
and certain activities. The subject begins to mingle, not just silent or aloof, and
he begins to concentrate with his study and all existing activities.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak terhingga penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yesus
Kristus yang telah melimpahkan dan memampukan penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat selesai tentu pula karena adanya
bantuan dari berbagai pihak. Bantuan berupa bimbingan, kritik, saran, dukungan
maupun doa, maka dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang setulustulusnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling, serta selaku pembimbing yang dengan sabar dan penuh perhatian
mendengarkan keluh kesah penulis, memberikan kesempatan pada penulis
untuk menulis skripsi dengan model studi kasus pada Program Studi
Bimbingan dan Konseling.
2. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah banyak
memberikan bekal dan bantuan kepada penulis, selama menjalani studi di
Universitas Sanata Dharma.
3. Isan (bukan nama yang sebenarnya), atas kesediaannya menjadi subyek
penelitian dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dengan baik.
4. Khusus kepada orangtua dan kakak yang telah sabar menanti kelulusan
penulis dalam menyelesaikan studi S1, serta selalu memberikan motivasi,
materi, dan doa restu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
MOTTO ....................................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN........................................................................................................ iv
PERNYATAAN HASIL KARYA................................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
ABSTRACT............................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xiii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian............................................................................................... 8
E. Batasan Istilah ..................................................................................................... 9
F. Rencana Terapi bagi Kasus ............................................................................... 10
BAB II......................................................................................................................... 11
KAJIAN TEORITIS ................................................................................................... 11
A. Hakekat Remaja ................................................................................................ 11
1. Pengertian Remaja ......................................................................................... 11
2. Ciri-ciri Masa Remaja.................................................................................... 12
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja .............................................................. 15
B. Konsep Diri ....................................................................................................... 17
1. Pengertian Konsep Diri.................................................................................. 17
2. Terbentuknya Konsep Diri............................................................................. 18
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ........................................... 19
4. Penggolongan Konsep Diri............................................................................ 21
5. Konsep Diri pada Anak atau Remaja Adopsi ................................................ 22
C. Pengalaman Trauma ......................................................................................... 22
D. Dampak Pengalaman Traumatik Anak Adopsi terhadap Pembentukan Konsep Diri... 25
xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB III ....................................................................................................................... 27
METODE PENELITIAN............................................................................................ 27
A. Desain Penelitian ............................................................................................... 27
B. Subyek Penelitian .............................................................................................. 28
C. Setting Penelitian ............................................................................................... 28
D. Instrumen Penelitian.......................................................................................... 29
E. Validasi Data ..................................................................................................... 33
F. Teknik Analisis Data ......................................................................................... 33
BAB IV ....................................................................................................................... 35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................................... 35
A. Deskripsi Umum Kasus..................................................................................... 35
B. Analisis Lingkungan Keluarga, Sosial, dan Suasana Akademik....................... 36
C. Sintesis............................................................................................................... 46
D. Diagnosis ........................................................................................................... 49
E. Prognosis ........................................................................................................... 50
F. Pengobatan/Treatment....................................................................................... 50
G. Evaluasi dan Tindak Lanjut............................................................................... 63
BAB V......................................................................................................................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 64
A. Kesimpulan........................................................................................................ 64
B. Saran .................................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 72

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Panduan Pertanyaan Wawancara ......................................................................... 31
Tabel 2
Panduan Observasi ……….................................................................................. 32

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini disajikan latar belakang masalah, fokus dan pertanyaan
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan rencana terapi bagi kasus.
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga terbentuk karena adanya ikatan perkawinan yang lazim
yaitu pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
kemudian menjadi sepasang suami dan istri. Pernikahan merupakan suatu
ikatan yang erat, sakral dan suci. Ikatan pernikahan banyak mengandung
kewajiban dan tanggung jawab yang perlu dilaksanakan oleh masing-masing
peran suami dan istri. Dikatakan banyak mengandung kewajiban dan tanggung
jawab, karena perkawinan bukan sekedar cara manusia memuaskan kebutuhan
biologisnya saja, melainkan sebagai pemenuhan dari fungsi kemanusiaan
terhadap kebutuhan untuk saling mencintai. Dari suatu ikatan perkawinan
setiap pasangan suami istri mendambakan keluarga yang bahagia, sejahtera,
dan langgeng. Untuk itu suami istri harus saling membantu dan saling
melengkapi, sehingga masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
untuk mencapai harapan. Setiap pasangan suami istri mendambakan kehadiran
anak untuk melengkapi keluarga yang telah mereka bangun bersama.

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2

Kehadiran anak sebagai anggota baru di dalam keluarga menjadi
kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri. Dengan hadirnya anak
dalam keluarga, peran pasangan tunggal berubah bukan sekedar peran sebagai
suami istri, melainkan peran suami istri menjadi orang tua bagi anak-anaknya.
Orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh anak hingga tumbuh dewasa.
Untuk melengkapi keluarga agar menjadi “Keluarga Ideal”, terdapat pilihan
mempunyai anak kandung atau mengadopsi anak dari orang lain. Adopsi
biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau
pasangan suami istri yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak yang
mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga
bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam
perkawinan, namun ingin memiliki anak, mereka dapat mengadopsi anak
sesuai dengan prosedur yang ada. Keluarga adalah lingkungan sosial bagi
anak untuk mulai tumbuh dan berkembang. Anak mulai belajar bersosialisasi
dengan anggota keluarganya. Setiap anggota keluarga penting pula untuk
memberikan kasih sayang bagi anak tersebut dan bagi setiap anggota lainnya.
Kehadiran anak kandung maupun adopsi di dalam keluarga, tidak
terlepas dari perannya sebagai anggota dalam masyarakat. Proses penerimaan
anak di dalam masyarakat tidak sepenuhnya dapat diterima begitu saja,
khususnya bagi anak adopsi. Ejekan, perlakuan yang berbeda dan juga
sindiran, terkadang menimbulkan tekanan pula bagi si anak, karena
keberadaannya di masyarakat belum dapat diterima dan dihargai. Saat masih
kanak-kanak mungkin anak tersebut tidak memikirkan apa yang dikatakan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3

orang lain terhadapnya, namun pada saat beranjak remaja atau dewasa,
pengalaman masa kanak-kanak dapat diingat kembali dan dapat memicu
timbulnya suatu masalah. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, anak akan
mengalami berbagai kejadian, entah itu kejadian yang menyenangkan atau
kejadian yang dianggapnya tidak menyenangkan. Kejadian yang tidak
menyenangkan akan dipendam dan direkam dalam ingatan karena
ketidakmampuan anak menyelesaikan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak menyenangkan saat itu. Pada saat kejadian yang tidak
menyenangkan yang mirip dengan kejadian sebelumnya terjadi kembali, hal
tersebut akan menjadi beban dan seringkali menimbulkan perasaan
tersinggung, marah, sakit hati, tidak dihargai atau perasaan negatif lainnya.
Apabila anak berada di dalam lingkungan yang tidak mendukung baginya,
anak akan merasa tidak nyaman dan tidak tenang, sehingga muncullah pikiran
dan perilaku untuk “membentengi diri”. Perilaku “membentengi diri” dapat
berupa kurangnya bersosialisasi dengan orang sekitar, menjadi pendiam,
bersikap acuh tak acuh, atau menjadi seorang yang suka memberontak.
Perilaku tersebut muncul karena kejadian yang tidak menyenangkan yang
pernah dialami yaitu, perasaan tidak dihargai kehadirannya di lingkungan
tempat ia berada.
Masalah-masalah yang dialami individu seringkali dan hampir semua
berasal dari dalam diri. Tanpa sadar individu telah menciptakan rantai masalah
yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan yang pernah
dialami. Pengalaman tidak menyenangkan tersebut hanyalah disimpan dan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4

suatu waktu dapat muncul kembali dan mempengaruhi pembentukan konsep
diri. Konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya. Burns (1993)
menjelaskan konsep diri merupakan pusat dunia seseorang dan kerangka
referensi dalam membuat pengamanan terhadap dirinya. Tiga hal yang
berpengaruh pada pembentukan konsep diri. Pertama, pengalaman masa lalu.
Kedua, kelompok di mana subyek mengidentifikasikan dirinya. Ketiga, peran
dalam kehidupan, yaitu peran yang dicapai oleh subyek seperti kecerdasan dan
keterampilan serta peran sosial yang diberikan oleh masyarakat seperti peran
menurut umur maupun menurut jenis kelamin. Terbentuknya konsep diri
subyek tidak dapat dilepaskan dari pengalamannya selama hidup.
Anak mulai mengingat kembali kejadian yang tidak menyenangkan
saat masa kanak-kanak dimulai saat anak beranjak pada masa remaja. Dapat
pula kejadian yang tidak menyenangkan yang pernah dialaminya, dialami
kembali pada masa remaja sehingga rentan bagi anak dalam membentuk
konsep diri. Menurut Erikson (1982), masa remaja atau pubertas adalah
sebuah tahapan krusial karena pengertian seseorang tentang identitas muncul
di periode ini. Seringkali individu pada masa remaja harus menolak kebajikan
orangtua atau nilai kelompok sebayanya, sebuah dilema yang semakin
meningkatkan kebingungan identitas. Menurut Erikson (Jess Feist & Gregory
J. Feist, 2008) Kebingungan identitas adalah gejala masalah yang mencakup
gambar-diri yang terpecah-belah, sebuah ketidakmampuan membangun
keintiman, perasaan kemendesakan waktu, kurangnya kosentrasi pada tugas-

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5

tugas yang disyaratkan, dan penolakan terhadap standar keluarga atau
komunitas.
Pengalaman anak adopsi tidak dihargai kehadirannya yang timbul
saat kanak-kanak dengan adanya cemoohan dan perilaku negatif lainnya,
menimbulkan perasaan-perasaan negatif dan konflik batin yang dapat memicu
timbulnya suatu masalah khususnya pembentukan konsep diri anak pada masa
remaja. Dilihat dari sikap orangtua yang memutuskan untuk melakukan
adopsi, terdapat dua kemungkinan, yakni:
Pertama, tidak dapat menerima kenyataan, di dalam hati pasangan
suami istri ada perasaan memberontak, karena mereka beranggapan adalah
suatu aib apabila mereka tidak dapat melahirkan anak-anak sendiri. Masingmasing pihak melemparkan kesalahan kepada pihak lain.
Kedua, menerima kenyataan ini dengan rela dan wajar, tidak
menganggap hal ini sebagai suatu kelemahan. Suami istri semacam ini
beranggapan bahwa kebahagiaan suatu keluarga tidak hanya ditentukan oleh
ada tidaknya anak kandung dalam suatu keluarga.
Pasangan itu menganggap adopsi sebagai suatu hal yang wajar dan
tidak perlu ditutup-tutupi, tetapi tidak berarti juga untuk diceritakan kepada
sembarang orang tanpa alasan-alasan tertentu. Sikap anak-anak adopsi
merupakan pantulan dari sikap orangtua yang mengadopsi mereka. Hal inilah
yang menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk mengambil judul “Dampak
Pengalaman Traumatik dalam Pembentukkan Konsep Diri Remaja Adopsi”.
Subyek penelitian adalah seorang mahasiswa yang saat ini duduk di semester

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6

genap di sebuah perguruan tinggi swasta Yogyakarta. Subyek menceritakan
adanya hambatan-hambatan yang terasa saat mulai menjalani masa remaja.
Adanya ketakutan, kecemasan, kekhawatir, dan perasaan-perasaan lainnya
dalam diri yang mengganggu akibat tanggapan negatif lingkungan sekitar
yang mengetahui akan statusnya sebagai anak adopsi hingga saat ini.
Perasaan-perasaan yang ditangkap tersebut, mempengaruhi pola pikir yang
beragam serta mempengaruhi sikap yang nampak seperti tertutup untuk
menceritakan masalah yang dihadapi dan berani cerita hanya pada orangorang tertentu yang dia percayai. Selain itu, menurut beberapa teman-teman
subyek, subyek dianggap sebagai orang yang sombong, pendiam dan juga
egois, namun selain pendapat negatif terhadap subyek, terdapat pula pendapat
bahwa subyek adalah orang yang sederhana, perhatian, dan juga jujur.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menggali, memahami, mendiskripsikan
sejauh mana pengalaman traumatik bagi anak adopsi dalam membentuk
konsep diri seorang remaja. Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan akan dirinya sebagai
anak adopsi?
2. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan keluarga asuhnya?
3. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan lingkungan di luar
keluarga asuhnya?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

7

4. Apakah dampak pengalaman traumatik sebagai anak adopsi melukai
konsep diri subyek?
5. Bagaimana subyek mampu menumbuhkan rasa aman dalam dirinya?
6. Bagaimana subyek memenuhi kebutuhan rasa dicintai dan dimiliki dalam
dirinya?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian
tujuan penelitian adalah:
1. Mengetahui bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan akan
dirinya sendiri sebagai anak adopsi.
2. Mengetahui bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan keluarga
asuhnya.
3. Mengetahui bagaimana cara subyek memaknai penerimaan/penolakan
lingkungan di luar keluarga asuhnya.
4. Mengetahui dampak pengalaman traumatik subyek sebagai anak adopsi
melukai konsep diri subyek.
5. Mendiskripsikan kemampuan subyek dalam menumbuhkan rasa aman
dalam dirinya.
6. Mendiskripsikan bagaimana subyek memenuhi kebutuhan rasa dicintai dan
dimiliki dalam dirinya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

8

D. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat teoritik:
Penelitian ini dapat mendiskripsikan kepada pembaca mengenai
pengalaman traumatik anak adopsi dalam membentuk konsep diri sebagai
remaja, sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana berempati,
memberlakukan dan bersikap terhadap individu yang merupakan anak
adopsi.

2. Manfaat praktis:
a. Bagi subyek
Membantu

individu

sebagai

subyek

penelitian

untuk

memiliki pemahaman yang kian baik tentang konsep dirinya sebagai
anak adopsi, sehingga dapat mengaktualisasikan potensinya sebagai
makhluk individual, sosial, spiritual, menuju kepada keseimbangan
hidup yang lebih sejahtera.
b. Bagi orangtua
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan tentang peran
orang tua yang menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi
terbentuknya konsep diri anak. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan untuk lebih memahami kehidupan dan
perkembangan perilaku anak.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

9

c. Bagi masyarakat umum
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan untuk
mengetahui lebih dalam tentang anak adopsi dalam membentuk konsep
diri, serta memperluas wawasan masyarakat awam sebagai bahan
pertimbangan dalam memahami dan memberlakukan anak adopsi.
d. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai
pengalaman traumatik anak adopsi dalam membentuk konsep diri pada
subyek penelitian. Selain itu peneliti juga dapat berlatih dalam
menggunakan

teori

mengaktualisasikan

yang

diperoleh

kemampuan

yang

dalam
dimiliki

perkuliahan
dalam

dan

bidang

penelitian.

E. Batasan Istilah
1. Pengalaman traumatik adalah suatu benturan atau suatu kejadian yang
dialami seseorang dan meninggalkan bekas yang bersifat negatif.
2. Anak adopsi adalah anak yang diangkat dalam suatu keluarga untuk
menjadi anggota keluarga tersebut yang bukan merupakan keluarga
biologisnya.
3. Konsep diri adalah keseluruhan gambaran, pandangan, keyakinan dan
penghargaan, penilaian seseorang tentang dirinya.
4. Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan
perkembangan seorang individu secara utuh dan mendalam dengan tujuan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

10

memahami keberadaan dirinya dengan lebih baik dan membantunya dalam
perkembangan selanjutnya.

F. Rencana Terapi bagi Kasus
Bentuk terapi yang peneliti rencanakan untuk menolong kasus adalah
pendekatan konseling Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT).
Pendekatan ini bermaksud membantu merubah pikiran dan perasaan irasional
subyek agar menjadi labih rasional dalam menghadapi permasalahannya,
terlebih pikiran irasional subyek mengenai pengalaman adopsi.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
KAJIAN TEORITIS
Dalam bab ini disajikan pengertian pengalaman, trauma, adopsi, konsep
diri, hakekat remaja, dan konsep diri remaja anak adopsi.
A. Hakekat Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja sering disebut sebagai masa adolesen, yang berasal
dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.
Kedewasaan atau kematangan ini mencakup kematangan fisik, mental,
emosional, dan sosial (Sudirman, 1995:121).
Sarlito (1989:14) menjelaskan bahwa untuk masyarakat Indonesia,
masa remaja berlangsung pada usia antara 11-14 tahun, sedangkan menurut
WHO tahun 1974 (dalam Sarlito, 1989:9) remaja adalah suatu masa di
mana:
a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Indvidu mengalami perkembagan psikologi pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

11

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

12

2. Ciri-ciri Masa Remaja
Adapun ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock, (1980:207):
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
Bagi sebagian besar anak muda antara 12-16 tahun, masa
remaja merupakan tahun yang penuh kejadian yang menyangkut
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan
fisik merupakan hal yang penting karena perkembangan fisik yang
cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada
awal masa remaja. Perkembangan fisik pada remaja mengakibatkan
seorang remaja perlu melakukan penyesuaian mental dan membentuk
sikap, nilai dan minat yang baru dalam melakukan kegiatannya.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan.
Peralihan tidak berarti lepas dari kejadian atau peristiwa yang
terjadi

sebelumnya,

perkembangan

ke

melainkan
tahap

berkembang

perkembangan

dari

satu

berikutnya.

tahap

Artinya,

pengalaman terhadap kejadian yang telah terjadi sebelumnya akan
meninggalkan bekas pada masa sekarang dan yang akan datang.
Kadang perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi pada masa anak
akan meninggalkan bekas dan mempengaruhi masa remaja.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi
dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat.
Ada tiga perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu:

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

13

1) Meningginya emosi yang intesitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi
2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok
sosial, menimbulkan masalah baru.
3) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan. Mereka sering takut bertanggung jawab akan
akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat
mengatasi tanggung jawab tersebut.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit di atasi,
baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan karena:
1) Sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan
remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.
2) Para remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Seperti dijelaskan Erikson (Hurlock, 1980:207) identitas diri
yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, dan
apa peranannya dalam masyarakat. Remaja mempertanyakan apakah ia
seorang anak atau orang dewasa; apakah ia mampu percaya diri;
apakah ia akan berhasil atau gagal.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

14

f. Anggapan stereotip budaya.
Bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak
dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang
dewasa yang harus memimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
Keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang
remaja membuat peralihan remaja ke masa dewasa menjadi sulit. Hal
di atas menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang tua,
sehingga orang tua dan remaja terjadi jarak yang menghalangi anak
untuk meminta bantuan orang tua apabila menemui masalah.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.
Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana
yang ia inginkan dan bukan sebagaiman adanya terlebih daam cita-cita.
Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi
juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya
emosi remaja. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman
keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat perbuatan seks. Mereka
menganggap bahwa apabila melakukan kegiatan seperti yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

15

dilakukan orang dewasa, remaja akan dianggap dewasa dan dapat
diterima oleh lingkungan tempat tinggalnya.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Pada setiap tahap perkembangan dalam kehidupan manusia ada
sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui. Tugas perkembangan
pada masa remaja menuntut adanya perubahan besar dalam sikap dan pola
perilaku. Havighurt (Willis, 1981:8) mendefinisikan tugas perkembangan
adalah suatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan
individu, jika tugas perkembangan itu berhasil akan menimbulkan
kebahagiaan individu, sebaliknya jika tugas itu gagal akan menimbulkan
kesulitan baginya pada masa mendatang.
Menurut Wattenberg (Mappiare, 1982:106) tugas perkembangan
remaja sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa.
Ketika memasuki masa remaja seorang remaja diharapkan
dapat mengontrol dirinya sendiri. Tugas perkembangan ini timbul
karena remaja sudah dianggap seperti orang dewasa yang umumnya
mampu mengontrol dirinya. Kemampuan dalam mengontrol dirinya
membuat dia diterima oleh lingkungannya.
b. Memperoleh kebebasan.
Memperoleh kebebasan termasuk salah satu diantaranya
tugas perkembangan yang penting bagi remaja. Remaja diharapkan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

16

belajar dan berlatih membuat rencana, bebas membuat alternatif
pilihan, dan bebas melaksanakan pilihan-pilihannya itu dengan
bertanggung jawab. Remaja diharapkan dapat melepaskan diri dari
ketergantungannya pada orang tua atau orang dewasa lainnya secara
berangsur-angsur.
c. Bergaul dengan teman lawan jenis.
Di dalam hati remaja mulai muncul rasa tertarik dengan
lawan jenisnya. Pada mulanya mereka merasa ragu dan malu untuk
bergaul lebih dekat dengan lawan jenisnya, tetapi lama-kelamaan
mereka terbiasa bahkan ada yang lebih banyak bergaul dengan lawan
jenisnya.
d. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru.
Remaja

diharapkan

mulai

belajar

mengembangkan

ketrampilan-ketrampilan baru yang sesuai dengan tuntutan hidup dan
pergaulannya dalam masa dewasa kelak. Ketrampilan-ketrampilan
baru itu tidak saja menyangkut apa yang dituntut pada bidang
pekerjaan, melainkan juga bersangkutan dengan ketrampilan dalam
kehidupan berkeluarga. Remaja perempuan misalnya dapat melakukan
latihan mengatur meja makan, memasak, mencuci dan sebagainya.
Remaja lelaki dapat membantu membersihkan halaman, mengepel
lantai dan sebagainya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

17

e. Memiliki citra diri yang realistis.
Remaja diharapkan dapat memberi penilaian terhadap dirinya
secara apa adanya. Mereka diharapkan dapat mengukur kelebihan dan
kekurangannya dan dapat menerima diri apa adanya, memelihara dan
memanfaatkannya secara positif. Remaja juga diharapkan memiliki
gambaran diri secara realistis dan bukan lagi berdasarkan fantasi
seperti yang pernah mereka alami semasa anak-anak.

B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Noesjirwan (1979:13), konsep diri adalah seluruh pandangan
seseorang tentang dirinya. Pandangan itu adalah hasil dari bagaimana
seseorang melihat dirinya, bagaimana pemikiran atau pendapatnya tentang
dirinya sendiri, bagaimana sikapnya terhadap dirinya.
Menurut Rogers (Takiuddin, 1999) konsep diri adalah suatu
bentuk konseptual yang tetap, teratur dan koheren yang dibentuk oleh
persepsi-persepsi individu tentang kekhasan dirinya yang berhubungan
dengan orang lain. Lebih lanjut ia mengatakan konsep diri merupakan
gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya yang meliputi
pengamatan, penilaian dan sikap-sikap yang dianggap sebagai miliknya
sendiri.
Hurlock, (1992:58) berpendapat bahwa konsep diri adalah
gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Gambaran ini

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

18

merupakan gambaran dari kenyataan yang dimiliki tentang dirinya sendiri
yang mencakup citra fisik diri dan citra psikologis diri. Terbentuknya citra
fisik berkaitan dengan penampilan fisik seseorang, daya tariknya, dan
kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, dan berbagai
bagian tubuh untuk berperilaku, dan harga diri orang tua di mata yang lain.
Dasar psikologis diri adalah pikiran, perasaan, dan emosi yang terdiri atas
kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada
kehidupan seperti kejujuran, keberanian, kemandirian, kepercayaan diri,
dan kemampuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri
(self-concept) adalah keseluruhan gambaran, pandangan, keyakinan, dan
penghargaan, perasaan seseorang tentang dirinya sendiri yang diperoleh
dari bagaimana individu itu melihat dirinya, dan perhatian individu
terhadap lingkungan atau orang lain kepadanya yang meliputi dimensi
fisik, moral, sosial, dan psikologis.

2. Terbentuknya Konsep Diri
Terbentuknya konsep diri seseorang dimulai sejak kanak-kanak,
dan bukan merupakan bawaan sejak lahir. Ini didukung oleh pendapatnya
Burns (1993:186) bahwa konsep diri merupakan hasil belajar, bukan
bawaan sejak lahir, tetapi perkembangan secara bertahap sebagai hasil
pemahaman tentang dirinya dan orang lain yang diperolehnya dari
pengalaman-pengalaman.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

19

Rogers (dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa gambaran
diri yang sudah tertanam dengan baik di masa kecil akan berkembang dan
mengambil cara khusus untuk mengungkapkannya. Salah satu alasan
mengapa rasa hormat dan penghargaan terhadap diri seseorang sangat
penting adalah ketika orang melepaskan sikap kekanak-kanakkannya dan
memperluas pandangannya di masa dewasa, dia tetap mempertahankan
gambaran dirinya yang sudah terbentuk dan akan memilih tujuan-tujuan
serta mengerjakan apa yang dirasa tepat untuk orang sepertinya. Apabila
gambaran baik mengenai diri sendiri dicemoohkan oleh orang lain,
pengalaman ini merupakan pengalaman yang menyakitkan bagi dirinya.
Jadi, konsep diri merupakan hasil dari pengalaman belajar, bukan
pembawaan sejak lahir, berkembang secara bertahap sebagai hasil dari
pemahaman tentang dirinya dan orang lain yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Hurlock (1980:235) menjelaskan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi konsep diri pada remaja:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, diperlakukan seperti orang yang
hampir dewasa akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Sedangkan remaja
yang matang terlambat, diperlakukan seperti anak kecil akan merasa

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

20

salah mengerti dan bernasib kurang baik sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri
meskipun perbedaan yang ada menambah daya tari fisik. Tiap cacat
fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan
perasaan rendah diri, sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan
penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah
dukungan sosial.
c. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang
anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan
ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
d. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu
remaja mencapai konsep diri yang baik.
e. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya
menilai namanya buruk atau bila mereka memberikan julukan yang
bernada cemoohan.
f. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi konsep diri dalam dua cara.
Pertama konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

21

tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua ia berada
dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang
diakui kelompok.
g. Kreativitas
Remaja yang sejak kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain
dan dalam mengerjakan tugas-tugas akan mengembangkan perasaan
dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep diri.
h. Cita-cita
Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik ia akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain
atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih
banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan, ini akan
menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar
yang memberikan konsep diri yang lebih baik.

4. Penggolongan Konsep Diri
Konsep diri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Konsep diri positif
Menurut Burns (1993:72) konsep diri positif selalu dianggap
sinonim dengan gambaran diri yang menyenangkan, konsep diri yang
baik atau harga diri yang tinggi. Seseorang yang memiliki konsep diri
yang positif biasanya mampu menerima dirinya apa adanya, baik

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

22

;kekurangan maupun kelebihannya, dan mampu mengembangkan
kemampuannya secara baik.
b. Konsep diri negatif
Menurut Burns (1993:72) konsep diri negatif sinonim dengan
harga diri rendah. Konsep diri rendah menunjukkan pada orang-orang
yang umumnya memiliki perasaan rendah diri, ragu-ragu tentang nilai
yang dimiliki, merasa diri tidak berharga, tidak merasa puas dengan
keunikan dirinya. Konsep diri negatif diartikan sebagai evaluasi diri
yang negatif dan membenci diri. Orang yang memiliki konsep diri
negatif merasa tidak diperhatikan, merasa tidak disenangi, dan
bersikap pesimis terhadap kompetisi. Orang yang memiliki konsep diri
negatif peka terhadap kritikan dan cenderung menyalahkan dirinya atas
pengalaman buruk yang menimpanya.

5. Konsep Diri pada Anak atau Remaja Adopsi
Adopsi

mencakup

tindakan

mengadopsi

dan

diadopsi.

Mengadopsi adalah untuk mengambil ke dalam keluarga seseorang (anak
dari orang tua lain), terutama akibat perbuatan hukum formal. Hal ini juga
dapat berarti tindakan hukum mengasumsikan orangtua seorang anak yang
bukan milik sendiri (Wikipedia, 2011).
C. Pengalaman Trauma
Pengalaman merupakan sesuatu yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung, dsb.). Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

23

memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut
pengetahuan (Vardiansyah, 2008).
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut
digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami
seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti
suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan
bekas. Biasanya bersifat negatif, dalam istilah psikologi disebut posttraumatic syndrome disorder. Trauma (psikologis) adalah pengalamanpengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri,
sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya
(Supratiknya, 1995).
Pengalaman trauma berarti kejadian yang menjadikan seseorang tahu
akan peristiwa yang meninggalkan bekas dan menjadi suatu benturan jika
kejadian terulang kembali dan sifat kejadian negatif. Selain trauma,
hubungan-hubungan yang patogenik terhadap orangtua atau masyarakat
sekitar pun mempengaruhi pembentukan konsep diri. Patogenik adalah
hubungan tidak serasi yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan
tertentu pada individu. Coleman, Butcher dan Carson (1980), ada tujuh
macam pola hubungan yang bersifat patogenik:
a. Penolakan
Bentuk-bentuknya antara lain melantarkan secara fisik, tidak menunjukkan
cinta dan kasih sayang, tidak menunjukkan perhatian pada minat dan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

24

prestasi, tidak meluangkan waktu, menghukum secara kejam dan
sewenang-wenang, tidak menghargai hak dan perasaan.
b. Overproteksi dan sikap serba mengekang
Bentuknya antara lain mengawasi secara berlebihan, menyediakan
berbagai kemudahan hidup secara berlebihan, menerapkan aturan-aturan
yang ketat sehingga membatasi otonomi dan kebebasan individu.
c. Menuntut secara tidak realistik
Memaksa individu agar memenuhi standar yang sangat tinggi dalam segala
hal, sehingga menimbulkan rasa tidak mampu pada individu.
d. Bersikap terlalu memanjakan
Perlakuan yang seperti ini akan menjadikan individu egois, serba
menuntut, dan sebagainya.
e. Disiplin yang salah
Penanaman disiplin yang terlalu keras atau terlalu longgar oleh orang tua
dan masyarakat sekitar. Yang penting adalah memberikan rambu-rambu
dan bimbingan sehingga individu tahu apa yang dianggap baik atau buruk
serta apa yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.
f. Komunikasi yang kurang atau yang irasional
Situasi komunikasi di mana terjadi ketidakcocokan antara kata dan
perbuatan dalam menyampaikan suatu pesan (Bateson, 1960).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

25

g. Teladan buruk dari orang
Orang memberikan teladan yang tidak baik kepada individu. Teladan
buruk dari orang dapat menjadi persemaian bagus untuk melahirkan
individu yang bermasalah.

D. Dampak Pengalaman Traumatik Anak Adopsi terhadap Pembentukan
Konsep Diri
Salah satu kebutuhan anak adopsi adalah penerimaan dirinya, baik
secara fisik dan juga psikologis, selain itu adanya penghargaan dan juga
kepercayaan akan apa yang dikerjakan sebagai sebuah rasa aman anak. Saat
anak masih kecil, anak belum mengerti akan apa yang dilontarkan orang lain
terhadap dirinya. Anak cenderung mengerti akan keberadaannya pada suatu
lingkungan, namun belum paham akan aura atau perasaan-perasaan yang
terlontar dari orang lain pada dirinya. Perasaan-perasaan negatif yang
terlontar pada diri anak, baru dapat diolah pada saat anak masuk usia remaja
dengan berbagai anggapan yang menjadikan mempengaruhi pembentukan
konsep diri.
Saat masih kecil, cenderung anak melakukan aktivitasnya atas
tuntutan dari orang tuanya. Namun saat anak mulai beranjak dewasa dan
belajar untuk menentukan sebuah pilihan, penghargaan dan kepercayaan
sangatlah dibutuhkan dan diharapkan oleh anak. Namun terkadang orangtua
pun selaku yang mengasuh, belum dapat menerima anak asuhnya menentukan
sebuah pilihan penting sebelum menjadi orang yang sukses terlebih dulu. Hal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

26

itu pun yang menjadi salah satu sumbangan orang tua dalam membentuk
konsep diri anak, khususnya bagi anak adopsi dalam mewujudkan tuntutan
dari pihak luar dirinya.
Pada masa pertumbuhannya seorang anak membutuhkan lingkungan
yang mampu menyediakan figur yang lengkap. Yang paling penting adalah
figur ayah dan figur ibu, lebih beruntung lagi jika ia mampu menemukan
figur seorang kakak dan adik. Figur kakak dan adik akan membantu
perkembangan relasi sosialnya, yakni suatu kesediaan untuk berbagi dan peka
akan kebutuhan orang lain. Figur ayah dan ibu akan membantu membentuk
norma-norma dasar hidupnya. Figur seorang ayah akan memenuhi
perkembangan rasionalitasnya: cara berpikir logis, sikap tegas, pengambilan
keputusan. Sedangkan figur seorang ibu akan memenuhi perkembangan
afeksinya: nilai rasa, kepekaan, sikap sosial, emosi, dan perasaannya.
Keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan akan figur-figur
yang lengkap akan terasa sama seperti keadaan panti asuhan ataupun model
single parent bagi si anak. Sisi-sisi perkembangannya tidak sempurna. Baik
dalam aspek kognitif, afeksi ataupun kemandirian terjadi ketimpangan. Aspek
yang satu akan mendominasi aspek defisit tersebut.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti menyajikan hal-hal yang terkait dengan
metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu: desain penelitian, subyek
penelitian, setting pe