Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan
Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)
Diajukan oleh :
TEGUH HARYO YUDANTO
060904086
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ABSTRAKSI
Fokus penelitian ini mengambil tema komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. Masalah yang diangkat membuka peluang bagi keluarga yang mungkin memiliki remaja yang dianggap mempunyai konsep diri negatif dapat memahami bahwa, orang tua memiliki perana penting dalam membina suatu hubungan yang baik dalam keluarga. Komunikasi adalah akar dari pembentukan konsep diri itu sendiri, dan orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. Remaja sangat membutuhkan perhatian dari orang tua terhadap masalah-masalah yang di hadapinya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan lalu diambil kesimpulan. Objek yang diamati dan diwawancarai memiliki kesamaan latar belakang keluarga yaitu keluarga harmonis dan keluarga kurang harmonis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat penting komunikasi antarpribadi orang tua terhadap keluarga dalam membentuk konsep diri remaja. Lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya, dikarenakan lingkungan adalah rumah kedua bagi remaja yang menjelang dewasa. Dukungan dan keterbukaan dalam keluarga harus ada. Atas dasar inilah keluarga dapat mengetahui sejauh mana mereka memahami kondisi satu sama lainnya dalam lingkungan keluarga tersebut. Orang tua juga harus menyadari bahwa merekalah pengaruh besar terbentuknya konsep diri dalam diri remaja yang akan dibawanya hingga dia dewasa.
(3)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya yang berlimpah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep diri (Studi Kasus Mengnai Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Pembentuka Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)”. Skripsi ini merupakan tugas akhir perkuliahan penulis sebagai syarat pendidikan sarjana (S-1). Penulis berharap ke depannya skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian. Tentunya skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan gagasan baru, kritik, serta saran yang membangun demi perbaikan ke depan.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikan skripsi ini. Khususnya, dorongan dari kedua orang tua penulis baik moril maupun materil serta do’a. Mereka yang selama ini telah mendidik dan menjadi contoh terbaik dalam hidup ini, ananda belum bisa membahagiakan kalian, semoga Allah SWT memberikan kesempatan untuk itu. Mereka adalah Ayahanda tercinta Almarhum Drs. Siswo Suroso, M.Sp yang tanpa cinta dan semangatnya peneliti tidak akan berdiri
(4)
sampai di sini dan Ibunda tercinta Rukmini yang selalu ada di rumah untuk membimbing dan memberikan semangat, cinta, dan kasih sayangnya. Untuk abang dan adik saya Teguh Hariwibowo, AMD dan Teguh Triantoro terima kasih telah selalu mendoakan penulis dalam setiap kesempatan dan yang selalu berharap bahwa penulis nantinya akan menjadi manusia yang berguna di masa yang akan datang.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Begitu banyak pihak yang memberi kontribusi, baik berupa materi, pikiran, maupun dorongan semangat dan motivasi. Oleh karena itu melalui kata pengantar ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA dan Ibu Dra.Dewi Kurniawati, M.Si selaku Ketua dan juga sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi sekaligus penulis anggap sebagai orangtua kedua yang begitu baik memperlakukan penulis selama proses pengerjaan skripsi.
3. Ibu Emilia Ramadhani S.Sos. S.Psi selaku dosen pembimbing penulis yang memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai berbagai hal yang membuat penulis termotivasi untuk membuat suatu penelitian yang cukup menantang, dan memiliki kesabaran, ketekunan dalam memberikan masukan-masukan bagi skripsi ini.
(5)
4. Para dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang selalu memberikan contoh, masukan serta teladan yang patut untuk ditiru oleh penulis berupa semangat untuk terus belajar dan meraih cita-cita.
5. Kak Ross, Kak Icut, Kak Maya, dan Kak Rotua untuk semua dorongannya agar penulis segera menyelesaikan studi, serta semua dukungan dan pengertiannya.
6. Kak Windi, Kak Hanim dan Kak Puan yang selalu memberi masukan positif yang sangat berguna bagi penulis.
7. Para Pa’de, Pa’lek, Bu’de dan Bu’le juga sepupu-sepupu, serta keponakan-keponakan penulis yang turut men – support penulis.
8. Radi dan Roki selaku sahabat penulis untuk cerita-ceritanya saat peneliti sedang merasakan kepenatannya. Terima kasih atas dukungan yang selalu ada untuk penulis.
9. Bang Abram, Bang Adit, Bang Yogi, Kak Berti, Kak Hanita, Kak Tari, Bang Galy dan segenap kakak-kakak atau abang-abang yang sudah membantu suplai materi penelitian penulis dengan tulus dan ikhlas.
10.Adis, Abi, Tika, Aghi, Soya, dan Mira untuk kritikan yang sangat berharga, serta buat segala macam tingkah laku kalian yang mengisi hari-hari penulis selama kuliah hingga skripsi, penulis harap kita akan terus seperti saudara. 11.Tomi, Dina, Zawya, Fatimah, Rara, Olin, Rina, Icha, Manda, dan Nurul
untuk selalu menyemangati penulis. Untuk kebersamaan yang tercipta tanpa rencana ini, semoga tidak ada yang berubah dari kebersamaan tersebut.
(6)
12.Para mahasiswa stambuk 2007 dan 2008 yang peneliti kenal dan sering berinteraksi. Para mahasiswa dari yang 2002 sampai 2005 yang juga turut men – support penulis dari awal waktu perkuliahan hingga sekarang.
13.Terakhir special thanks to Meila Ramadhani yang selalu membantu saat tidak ada yang mau membantu lagi dan yang sangat berjasa atas wawancara terakhir yang terjadi untuk skripsi ini. Terima kasih telah datang pada saat yang tepat. Walau pertemuan kita terjadi diakhir perkuliahan, namun penulis berharap kebersamaan kita bisa sampai akhir terhentinya jalan kita di dunia.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan dapat membuka khazanah berpikir kita mengenai komunikasi orang tua dan pembentukan konsep diri remaja.
Medan, Juni 2010 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAKSI i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI vi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Perumusan Masalah 8
I.3 Pembatasan Masalah 8
I.4 Tujuan Penelitian………. 9
I.5 Manfaat Penelitian……… 9
I.6 Kerangka Teori 11 I.7 Kerangka Konsep 19 I.8 Model Teoritis……….. 21
I.9 Definisi Operasional ……… 21
BAB II URAIAN TEORITIS 25 II.1 Komunikasi Antarpribadi……… 25
II.1.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi……… 25
II.1.2 Prioses Komunikasi Antarpribadi……… 29
II.2 Teori Self Disclosure……….. 34
II.2.1 Johari Window Model……… 34
II.2.2 Jendela Ideal itu……… 40
II.3 Psikologi Komunikasi……… 42
II.3.1 Pengertian psikologi Komunikasi……… 42
II.3.2 Ciri-ciri Pendekatan Psikologi……… 44
(8)
II.4 Komunikasi Keluarga………. 48
II.4.1 Pengertian Komunikasi……… 48
II.4.2 Pengertian Keluarga……… 53
II.4.3 Fungsi-fungsi Keluarga……… 55
II.5 Konsep Diri ……… 61
II.5.1 Definisi Konsep Diri……… 61
II.5.2 Pembentukan Konsep Diri……… 63
II.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri……… 66
II.5.4 Jenis Konsep Diri………. 70
II.6 Remaja……… 72
II.6.1 Pembentukan Sikap Remaja……… 73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 74 III.1 Metodologi Penelitian……….. 74
III.1.1 Tradisi Penelitian Kualitatif……… 74
III.1.2 Data Kasus………. 75
III.1.3 Lokasi Dan Subjek Penelitian……… 76
III.1.4 Tekhnik Pengumpulan Data……… 76
III.2 Analisis Data………. 77
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 78 IV.1 Proses Pengumpulan Data……… 78
IV.1.1 Tahap Penjaringan Data……… 78
IV.1.2 Tahap Analisa Data……… 79
IV.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara………... 79
IV.3 Pembahasan……… 92
IV.3.1 Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri…… 93
IV.3.2 Pendapat Psikolog………. 95
BAB V PENUTUP 98
(9)
V.2 Saran 99 DAFTAR PUSTAKA
(10)
ABSTRAKSI
Fokus penelitian ini mengambil tema komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja. Masalah yang diangkat membuka peluang bagi keluarga yang mungkin memiliki remaja yang dianggap mempunyai konsep diri negatif dapat memahami bahwa, orang tua memiliki perana penting dalam membina suatu hubungan yang baik dalam keluarga. Komunikasi adalah akar dari pembentukan konsep diri itu sendiri, dan orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. Remaja sangat membutuhkan perhatian dari orang tua terhadap masalah-masalah yang di hadapinya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan lalu diambil kesimpulan. Objek yang diamati dan diwawancarai memiliki kesamaan latar belakang keluarga yaitu keluarga harmonis dan keluarga kurang harmonis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sangat penting komunikasi antarpribadi orang tua terhadap keluarga dalam membentuk konsep diri remaja. Lingkungan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya, dikarenakan lingkungan adalah rumah kedua bagi remaja yang menjelang dewasa. Dukungan dan keterbukaan dalam keluarga harus ada. Atas dasar inilah keluarga dapat mengetahui sejauh mana mereka memahami kondisi satu sama lainnya dalam lingkungan keluarga tersebut. Orang tua juga harus menyadari bahwa merekalah pengaruh besar terbentuknya konsep diri dalam diri remaja yang akan dibawanya hingga dia dewasa.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial ciptaan Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dengan struktur yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk tuhan lainnya. Manusia secara alami selalu membutuhkan komunikasi dengan makhluk sosial lainnya. Manusia memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal dalam membangun hubungan antara sesama manusia, maupun membangun hubungan sosial dengan masyarakat dalam lingkungan interaksi masing-masing. Oleh karena itu manusia disebut sewbagai makhluk yang unik dengan kemampuan menyampaikan gagasan, ide, dan pendapat dalam proses komunikasi antar manusia (human communication).
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kalau boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara untuk kita bernapas. Ketika lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran udara demi kelangsungan hidupnya, tetapi juga melakukan pertukaran pesan-pesan dengan lingkungannya, terutama dengan orang tuanya yang berlangsung secara tetap. Hal ini dapat kita saksikan pada saat bayi menangis, itu suatu pertanda berupa pesan yang bermakna antar lain; lapar, buang air kecil, sakit, dan sebagainya.
Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan
(12)
belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain, dan sebagainya.
Komunikasi yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari terjadi dalam beberapa bentuk, seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi public dan komunikasi massa. Semua itu terkait dan dipengaruhi beberapa hal seperti lingkungan dan hal lainnya. Komunikasi merupakan keharusan bagi manusia dalam rangka membentuk atau melakukan pertukaran informasi. Termasuk dalam proses pertukaran informasi secara pribadi, baik berupa gagasan, ide, atau pendapat diri. Tujuannya membangun kesamaan pandangan secara pribadi, sebagai pemenuhan kebutuhan membangun kepuasan komunikasi secara tatap muka dan lebih bersifat pribadi antar mereka yang berkomunikasi.
Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian panduan pikiran dan perasaan seseorang kepada seorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan kegiatan tertentu (Efendy, 1986:60). Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito berpendapat bahwa "Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial" (Liliweri, 1991:12).
Lebih lanjut Devito (Liliweri, 1991:13) memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya,
(13)
seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
Proses penyampaian pikiran dan perasaan antar manusia sebagai kebutuhan antar pribadi bukan pengalihan ide yang bebas dari hambatan komunikasi, dengan latar belakang pribadi, kebiasaan, dan konsep diri yang antara satu orang dengan yang lainnya, dimana proses ini akan lebih efektif bila berlangsung secara tatap muka. Hambatan dalam proses komunikasi antar pribadi juga dialami remaja, sebagai masa pengembangan diri dari anak-anak untuk menjadi dewasa, akan tetapi terkadang pemikiran mereka belum dewasa, namun tidak juga dibilang anak-anak.
Pada dasarnya, remaja yang menjelang dewasa kebanyakan sudah menganggap dirinya bisa dan mampu menjalani hidup dan memilih sesuai dengan keinginannya sendiri. Padahal justru, remaja yang menjelang dewasa, kebanyakan masih harus atau membutuhkan dukungan maupun bimbingan yang besar dari keluarga khususnya orang tua yang memang harus mempunyai peranan penting dalam membina keluarga.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi perkembangan anak, karena keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama. Menurut Singgih Dirga Gunarsa (2004: 209) keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh nggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,
(14)
kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Peningkatan keinginan untuk diakui sebagai bagian dari orang dewasa dengan segala tanggung jawab sosial tidak jarang berbenturan dengan kemampuan diri mereka secara pribadi. Disinilah peran besar keluarga terutama orang tua sangat dibutuhkan untuk memandu proses pertumbuhan atau perkembangan remaja menjelang dewasa agar terbentuk konsep diri yang positif dan kuat sebagai dewasa yang mampu mengontrol dirinya dalam perkembangan sosialnya. Namun, banyak juga keluarga yang menghiraukan pentingnya komunikasi sesama keluarga disebabkan tidak adanya waktu atau begitu padatnya kesibukan orang tua, yang beralasan untuk mencari biaya untuk kehidupan keluarganya. Walau waktu yang diberikan untuk keluarganya sendiri sangat kurang.
Masa remaja menjelang dewasa adalah salah satu tahap dalam perkembangan hidup seseorang, dimana masa itu merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak, menuju masa dewasa. Pada masa-masa seperti ini, remaja memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan yang dapat memuaskan dirinya, selain itu juga masa menjelang dewasa merupakan masa peralihan, dimana rmaja menjelang dewasa ingin mencari dan membentuk jati dirinya, belum lagi menghadapi masalah-masalah pribadi, pelajaran ataupun dengan orang tuanya. Pada usia 17 tahun, biasanya orang tua menganggapnya dewasa dan berada diambang perbatasan dimana remaja harus sadar akan tanggung jawab yang sebelumnya belum pernah terpikirkan olehnya.
(15)
Masa remaja adalah salah satu tahap peralihan dalam kehidupan seseorang. Levinson membedakan empat periode kehidupan yaitu: (1) masa anak dan masa remaja (0-22), (2) masa dewasa awal (17-45), (3) masa dewasa madya (40-65), dan (4) masa dewasa akhir (40-60 tahun ke atas). Levinson menganggap pembagian dalam fase-fase kehidupan sebagai suatu yang universal. Antara 17 dan 22 tahun seseorang ada dalam dua masa, pra dewasa dan dewasa awal (Monks dkk, 2002:329).
Pieget (Hurlock, 1996:206) mengungkapkan bahwa: “Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok,transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari perkembangan priode ini”.
Pada masa menjelang dewasa, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa menjelang dewasa terjadi perubahan fisik yang sangat cepat yang memang membentuk perubahan fisik, intelek, emosi, sosial dan juga moral. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk meng-gabungkan diri dalam 'kelompok teman sebaya'. Kelompok sosial yang baru ini merupakan salah satu factor yang mempengaruhi perubahan pola pikir mereka.
(16)
Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga.
Kelompok remaja bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan yang luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkahlaku dan melakukan hubungan sosial. Namun kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi "overacting' dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Pengaruh kelompok ini juga sering disebut dengan faktor pengaruh lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial merupakan tempat mereka paling sering bersosialisasi dengan orang lain. Dan pengaruh ini merupakan faktor penting dalam perubahan sikap mereka.
Status remaja menjelang dewasa yang selalu tumbuh dengan sebuah dilema yang menyebabkan krisis identitas atau masalah identitas ego paga remaja, sebagai konsep diri yang menunjukkan siapa dan bagaimana ia akan diakui oleh lingkungan sosial. Mengenai dirinya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan. Maka dari itu sangat diperlukan dukungan dan masukan dari keluarga terutama orang tua, agar mereka tidak melahirkan bentuk konsep diri yang negatif melainkan konsep diri yang kuat atau positif.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri sebagai kepemilikan berbagai gagasan, atau konsep yang berbeda tentang diri, orang lain, dan hubungan antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004:32). Konsep diri diperoleh dari hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, terutama dengan
(17)
orang tua, karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dalam iteraksi mereka yang dialami individu yang paling kuat (Hardy dan Reyes, 2001:34).
Kenyataan ini menunjukkan bahwa, remaja menjelang dewasa, atau dewasa tahap awal merupakan sebagai masa transisi seorang individu menjadi dewasa, dengan perkembangan kognisi (pengetahuan), dari proses pergaulan dan informasi dari pergaulan. Konsep diri remaja dibentuk akibat pergaulan dengan lingkungan keluarga juga masyarakat yang kita tahu memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan konsep diri remaja. Keluarga terutama orang tua merupakan interaksi awal anak, maka dari itu orang tua harusnya berperan penting dalam mendampingi remaja mencapai identitas diri serta mengawasi pembentukan konsep diri remaja agar menjadi konsep diri yang positif. Namun banyak orang tua yang mengabaikan masalah perkembangan remaja tersebut, karena seiring berkembangnya zaman, kebanyakan orang lebih memikirkan materi sehingga mereka menghabiskan waktu di luar lingkungan keluarga dan ini berdampak pada kurangnya komunikasi keluarga, terutama kurangnya komunikasi orang tua terhadap remaja yang mereka anggap sudah dewasa sepenuhnya.
Melihat kenyataan ini, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai dampak dari kurangnya komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja menjelang dewasa serta konsep diri yang bagaimana yang terbentuk akibat kurangnya komunikasi orang tua dengan keluarga, serta perbandingan sekilas mengenai remaja yang mempunyai keluarga yang harmonis dan pembentukan konsep diri remaja tersebut. Secara lengkap masalah ini dipaparkan
(18)
dalam judul : Kumunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus
Mengenai Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah, sebagai upaya membatasi penelitian agar lebih terarah, dan tidak terlalu luas, dalam fokus penelitian yang sudah ditentukan (Hariwijaya dan Basri, 2005:59). berdasarkan latar belakang dan pengertian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh kurangnya komunikasi antar pribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja”.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah disebut juga ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Sebagai upaya untuk membatasi masalah penelitian agar tidak terlalu luas dan membingungkan. “Pembatasan masalah berusaha menentukan fokus utama penelitian yang dilakukan dan tujuan penelitian, dilanjutkan dengan penyusunan hipotesa jika dimungkinkan (Hariwijaya dan Bisri, 2005:31). Dan yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Objek penelitian direncanakan terdiri dari 6 orang informan yang terdiri dari 2 keluarga harmonis (KAP orang tuanya baik), 3 keluarga kurang harmonis (KAP orang tuanya kurang) dan 1 orang informan ahli (psikolog). Namun
(19)
tidak menutup kemungkinan jumlah informan akan bertambah karena didasarkan pada tekhnik snowball sampling.
2. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam atau indepth interview.
3. Komunikasi antar pribadi orang tua disini adalah komunikasi dari orang tua terhadap anak dan remaja disini remaja akhir (pra dewasa) atau dewasa awal 17-22 (Levinso dkk, 1979 dalam buku Monks, 2002:329).
4. Lokasi penelitian berada di kota Medan.
5. Penelitian akan dilakukan pada bulan April 2010.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah hasil akhir yang hendak dicapai melalui penelitian yang dilaksanakan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja.
2. Untuk mengetahui dampak dari kurangnya komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja.
3. Untuk mengetahui perbandingan sekilas mengenai pembentukan konsep diri ramaja yang memiliki keluarga yang harmonis (komunikasi antarpribadi orang tua nya efektif) dan pembentukan konsep diri remaja yang memiliki keluarga yang kurang harmonis (komunikasi antarpribadi orang tua nya kurang).
(20)
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya khasanah penulis mengenai kajian komunikasi antarpribadi sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi, dalam rangka memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi orang tua dalam melihat pentingnya komunikasi orang tua terhadap pembentukan konsep diri ramaja.
1.6 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana akan disoroti (Nawawi, 2001:39–40 ).
Secara umum dapat dikatakan bahwa ancangan mikro dalam teori-teori sosial merupakan awal yang baik dalam melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya, karena peneliti dapat berhati-hati dahulu secara terperinci. Bayang-bayang fenomenologi menyebabkan penekanan yang kuat dalam teori-teori sosial mikro terhadap nisbinya
(21)
segala sesuatu, dan pilihan untuk memandang segala sesuatunya di dalam kehidupan sosial maupun nonsosial (alamiah) sebagai lambang/simbol (Bungin, 2003:13).
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini, sebagai berikut:
1.6.1. Komunikasi antarpribadi
Dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi sebagai bukti kesadaran akan keberadaannya, yaitu mengadakan aksi dan ber-reaksi atas stimuli yang datang padanya. Seseorang yang mencoba memisahkan diri atau mengasingkan diri dari dunia ramai, dan hidup menyendiri di tempat terpencil, pada hakekatnya juga tidak dapat memisahkan hidupnya dari kegiatan komunikasi, karena setidaknya ia akan berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Selagi ia masih hidup, manusia selalu melakukan berbagai kebutuhannya, kegiatan komunikasi adalah yang paling banyak dilakukan.Manusia sebagai makhluk sosial harus hidup bermasyarakat.Semakin besar suatu masyarakat, berarti semakin banyak manusia yang dicakup, dan cenderung akan semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara manusia-manusia tersebut (Riyono Pratikto, 1982:11).
Pada masing-masing individu yang beraneka ragam itu, dalam pergaulan hidupannya terjadi interaksi dan saling pengaruh mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing.Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui
(22)
komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi (Onong U. Effendi, 1985:8).
Situasi komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan. Adapun tujuan komunikasi antarpribadi antara lain:
1. Mengenal diri sendiri dan memelihara hubungan. 2. Mengetahui dunia luar dan memelihara hubungan.
3. Mengubah sikap, prilaku dan membantu orang lain. (Supratiknya, 2002:35) Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan 'dyadic communication', maksudnya adalah 'komunikasi antara dua orang', dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to face), bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways communication).
Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan terdapat adanya kesamaan makna dari apa yang mereka percakapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi cukup efektif untuk mengubah perilaku orang lain. Segi efektifnya adalah adanya arus balik langsung yang dapat ditangkap komunikator, maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan, gelengan kepala, kedipan mata dan sebagainya sejenis.
(23)
Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito mengemukakan bahwa; "Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial".
Lebih lanjut Devito memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
1.6.2 Teori Self Disclosure (Johari Window Model)
Model Johari Window (Jedela Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu. Model ini juga berfungsi dalam meningkatkan hubungan antar kelompok yang sekaligus mengilustrasikan kembali proses memberi maupun menerima feedback.
Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan orang lain. Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam analisa Jendela joharu. Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok
(24)
pribadi. Jendela Johari juga berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional Intelligence theory (EQ), dan kesadaran individu serta peningkatan EQ.
Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback menginformasikan kepada individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-verbal dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada yang lain bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan apa yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan sebagai reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi mereka (menerima feedback).
Keetika Jendela Johari digunakan untuk membangun hubungan antar kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain' menjadi kelompok lain.
1.6.3 Psikologi Komunikasi
Psikologi menukik ke dalam proses yang mempengaruhi prilaku kita dalam komunikasi, membuka ”topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan ”mengapa”. Psikologi melihat komunikasi sebagai prilaku manusiawi, menarik, dan melibatkan siapa saja dan dimana saja. Jadi, psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian
(25)
energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, dalam proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of response),dan peneguhan respon (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi
(26)
juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang.
George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi.
Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
1.6.4 Konsep Diri
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).
(27)
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positip terhadap segala sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang
(28)
pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri orang tersebut.
1.6.5 Keluarga
Pada hakekatnya, seluruh perilaku manusia bersifat sosial, artinya perilaku tersebut terbentuk dan dipelajari dari bagaimana individu berinteraksi dengan individu lainnya. Semua yang dipelajari manusia merupakan hasil hubungan dengan manusia lainnya. Adanya sifat sosial yang dimiliki oleh masing-masing manusia, maka secara mutlak manusia dituntut untuk mengadakan ikatan-ikatan sosial dengan manusia lain. Salah satu ikatan sosial yang paling dasar adalah keluarga.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat yang terbentuk dari suatu hubungan yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan keorang tuaan dan pemeliharaan anak. Keluarga juga merupakan organisasi terbatas yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang berintegrasi dan berkomunikasi sehingga dapat terciptanya peranan-peranan sosial bagi anggotanya. Bouman dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan pengertian keluarga adalah persatuan antara dua orang atau lebih yang umumnya
(29)
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Terjadinya persatuan ini adalah oleh adanya pertalian perkawinan sehingga ada saling mengikat berdasarkan perkawinan.
St Vembriarto dalam Sayekti Pujosuwarno (1994: 10) mengemukakan pengertian keluarga yaitu, suatu kelompok dari orangorang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pada intinya keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil yang disatukan melalui ikatan-ikatan perkawinan yang menghasilkan peranan-peranan sosial bagi anggotanya Singgih Dirga Gunarsa (2004: 185) mengemukakan pengertian keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada keluarga yang ada dalam masyarakat itu. Apabila seluruh keluarga sudah sejahtera, maka masyarakat tersebut cenderung akan sejahtera pula.
1.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40).
Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001 :73).
(30)
Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
a) Variabel Komunikasi Antar Pribadi
Seperti yang telah diterangkan di atas Devito memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
b) Variabel Konsep Diri
Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain: Usia, Inteligensi, Pendidikan, Status Sosial Ekonomi, Hubungan Keluarga, Orang Lain, Kelompok Rujukan (Reference Group).
(31)
1.8 Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka dibuatlah model teoritis dengan memasukkan keseluruhan unsure variable tersebut kedalam bagan atau skema.
Model teoritisnya sebagai berikut:
1.9 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).
1. Variabel Komunikasi Antarpribadi
Menurut Joseph De Vito ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti :
a) Openess (keterbukaan). KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
PEMBENTUKAN KONSEP DIRI
(32)
Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
b) Emphaty (empati).
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik, adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain. Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif.
c) Supportiveness (dukungan).
Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan begitu keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan.
d) Positiveness (rasa positif).
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat mengganggu komunikasi.
(33)
Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan lebih kuat.
2. Variabel Pembentukan Konsep Diri
Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentang dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan dan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif adalah:
a) Dapat menerima dan mengenal dirinya dengan baik.
b) Dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik itu informasi yang positif maupun yang negatif. Jadi mereka dapat memahami dan menerima fakta yang bermacamacam tentang dirinya.
c) Dapat menyerap pengalaman masalahnya.
d) Apabila mereka memiliki pengharapan selalu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis.
(34)
e) Selalu memiliki ide yang diberikannya pada kehidupannya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia.
f) Individu meyadari bahwa tiap orang memiliki perasaan, keingimana dan perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat (James F Calhoun, 1995: 72-74).
(35)
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1 Komunikasi Antarpribadi
II.1.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi
Dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan kegiatan komunikasi sebagai bukti kesadaran akan keberadaannya, yaitu mengadakan aksi dan ber-reaksi atas stimuli yang datang padanya. Seseorang yang mencoba memisahkan diri atau mengasingkan diri dari dunia ramai, dan hidup menyendiri di tempat terpencil, pada hakekatnya juga tidak dapat memisahkan hidupnya dari kegiatan komunikasi, karena setidaknya ia akan berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Selagi ia masih hidup, manusia selalu melakukan berbagai kebutuhannya, dalam hal ini kegiatan komunikasi adalah yang paling banyak dilakukan (Pratikto, 1982:11). Manusia sebagai makhluk sosial harus hidup bermasyarakat. Semakin besar suatu masyarakat, berarti semakin banyak manusia yang dicakup, dan cenderung akan semakin banyak masalah yang timbul, akibat perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara manusia-manusia tersebut.
Pada masing-masing individu yang beraneka ragam itu, dalam pergaulan hidupnya terjadi interaksi dan saling mempengaruhi demi kepentingan dan
(36)
keuntungan pribadi masing-masing. Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan (Effendi, 1985:8).
Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi. Situasi komunikasi antar pribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi.
Komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui komunikasi antar pribadi, kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang lain. Melalui komunikasi antar pribadi kita bisa mengetahui dunia luar. Melalui komunikasi antar pribadi kita bisa menjalin hubungan yang lebih bermakna. Melalui komunikasi antar pribadi kita bisa melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antar pribadi kita bisa mengubah nilai-nilai dan sikap hidup seseorang. Melalui komunikasi antar pribadi seseorang bisa memperoleh hiburan dan menghibur orang lain dan sebagainya. Singkatnya, komunikasi antar pribadi bisa mempunyai berbagai macam kegunaan.
Secara umum tujuan dari materi ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang komunikasi antar pribadi. Setelah mempelejari materi ini, diharapkan kita dapat memahaminya.
Komunikasi antar pribadi sering disebut dengan 'dyadic communication', maksudnya adalah 'komunikasi antara dua orang', dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan
(37)
muka (face to face), bisa juga melalui media seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two ways communication).
Apabila dua orang individu atau lebih terlibat dalam suatu percakapan dan terdapat adanya kesamaan makna dari apa yang mereka percakapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi cukup efektif untuk mengubah perilaku orang lain. Segi efektifnya adalah adanya arus balik langsung yang dapat ditangkap komunikator, maupun secara non verbal dalam bentuk gerak-gerik seperti anggukan, gelengan kepala, kedipan mata dan sebagainya sejenis.
Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian panduan pikiran dan perasaan seseorang kepada seorang lainnya agar mengetahui, mengerti, atau melakukan kegiatan tertentu (Efendy, 1986:60). Menurut Joseph De Vito (1976), "komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung". Dari inti ungkapan itu, De Vito berpendapat bahwa "Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial" (Liliweri, 1991:12).
Lebih lanjut Devito (Liliweri, 1991:13) memberikan ada 5 (lima) ciri-ciri komunikasi antar pribadi, untuk memudahkan atau memperjelas pengertiannya, seperti : 1. Openess (keterbukaan), 2. Emphaty (empati, 3. Supportiveness (dukungan), 4. Positiveness (rasa positif), 5. Equality (kesamaan).
(38)
f) Openess (keterbukaan).
Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
g) Emphaty (empati).
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan Bhownik, adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komunikan atau kedua-duanya (dalam situasi heteophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain. Kemungkinan besar akan terdapat komunikasi yang efektif.
h) Supportiveness (dukungan).
Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan terhadap setiap pendapat, ide, ataupun gagasan yang disampaikan. Dengan begitu keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan menjadikan orang lebih semangat untuk melaksanakan aktivitas dan meraih tujuan yang diharapkan.
i) Positiveness (rasa positif).
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat mengganggu komunikasi.
(39)
j) Equality (kesamaan).
Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar pribadi pun akan lebih kuat.
II.1.2 Proses Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi Antar Pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika
Apabila kita perhatikan batasan Komunikasi Antar Pribadi dari Devito, maka kita dapat melihat elemen-elemen apa saja yang terkandung di dalamnya. Dengan menguraikan elemen-elemen yang ada itu, dapatlah diuraikan proses-proses Komunikasi Antar Pribadi, yaitu :
a. UAdanya PesanU.
Yang dimaksud dengan pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal. Bentuk pesan dapat bersifat ;
Informatif : Memberi keterangan dan komunikan membuat persepsi sendiri.
(40)
Persuasif : Bujukan untuk membangkitkan pengertian, kesadaran, sehingga
terjadi perubahan pada perdapat atau sikap.
Koersif : Memaksa dengan ancaman sanksi, biasanya berbentuk perintah.
b. UAdanya Orang-Orang atau Sekelompok Kecil Orang-OrangU.
Yang dimaksud disini adalah bahwa apabila seseorang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.
c. UAdanya Penerimaan Pesan (komunikan).
Yang dimaksud dengan penerimaan ialah bahwa dalam suatu Komunikasi Antar Pribadi, tentu pesan-pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus dapat diterima oleh orang lain. Misalnya kita berbicara dengan seseorang yang sedang memakai telepon dan mendengarkan musik tertentu, sudah tentu komunikasi kita akan sukar atau tidak dapar diterima oleh orang tersebut. Dengan demikian Komunikasi Antar Pribadi tidak akan terjadi.
(41)
Dalam suatu komunikasi tentu akan terjadi beberapa efek. Efek mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidak setujuan mutlak, atau mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidak-mengertian mutlak pula. Dengan demikian sipenerima tentu akan terpengaruh pula oleh pengiriman pesan oleh komunikator.
e. UAdanya Umpan BalikU.
Yang dimaksud dengan umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Apabila komunikasi itu tatap muka, maka umpan balik bisa berupa kata-kata, kalimat, gerakan mata, senyum, anggukan kepala atau gelengan kepala.
Konsep umpan balik ini dalam proses Komunikasi Antar Pribadi amat penting, karena dengan terjadinya umpan balik, komunikator mengetahui apakah komunikasinya berhasil atau gagal, dengan kata lain apakah umpan baliknya itu positif atau negatif. Bila positif, ia patut gembira, sebaliknya jika negatif menjadi permasalahan, sehingga ia harus mengulangi lagi dengan perbaikan gaya komunikasinya sampai menimbulkan umpan balik positif.
Kelima hal diatas saling berhubungan dan bila salah satu diantaranya terlupakan, maka dapat mengakibatkan komunikasi berjalan lambat. Dengan begitu, tujuan pesan terhambat atau bahkan dapat mengakibatkan tidak tercapainya sasaran seperti yang diharapkan komunikator.
(42)
Proses Komunikasi Antar Pribadi menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media yang terdapat dalam Komunikasi Antar Pribadi dibagi atas dua bagian :
1. Lambang Verbal.
Dalam proses Komunikasi Antar Pribadi, bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunkator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkrit maupun yang abstrak yang terjadi pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
2. Lambang Non Verbal.
Lambang Non-verbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya isyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, mata, bibir, tangan, jari, dan lain-lain.
Setiap pesan dapat dipakai sebagai perangsang untuk mendapatkan umpan balik mengenai pesan-pesan yang terlebih dahulu pada pihak lain yang bersangkutan. Setiap pihak berkemampuan memulai pesan yang baru pada pihak lain. Ia pun berkemampuan untuk menggeser pokok pembicaraan pesan-pesan mereka dan memulai pokok pembicaraan yang baru. Karenanya, komunikasi merupakan suatu proses, dimana kedua belah pihak menyusun dan menguraikan pesan-pesan yang hendak digunakan bersama. Jadi tidak berupa proses meneruskan pesan, tetapi menekankan makna pada peserta dan tidak pada pesan yang digunakan bersama oleh mereka.
(43)
Untuk kesamaan dan ketidak-samaan dalam derajat pasangan komunikator dan komunikan dalam komunikasi, Everett M. Rogers mengetengahkan istilah homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dan komunikan dalam proses Komunikasi Antar Pribadi.
Homophily adalah sebuah istilah dimana orang-orang yang berinteraksi memiliki kesamaan sifat dan atribut seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan lain-lain.
Heterophily adalah kebalikan dari homophily, yang didefinisikan sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat tertentu.
Everett M. Rogers dan Philip K. Bhownik dalam Homophilt Heterophily Rational Concepts for Communication Research, menyatakan sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi dalam Komunikasi Antar Pribadi dan norma-norma di desa menjadi lebih modern akan menjadi lebih heterophily.
Homophily dan komunikasi efektif saling memperkuat satu sama lain. Lebih sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophilt. Lebih bersifat homophily, lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.
(44)
II.2 Teori Self Disclosure (Johari Window Model)
II.2.1 Johari Window Model
Model Johari Window (Jedela Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu. Midel ini juga berfungsi dalam meningkatkan hubungan antar kelompok yang sekaligus mengilustrasikan kembali proses memberi maupun menerima feedback.
Jendela Johari sendiri dikembangkan atau dipelopori oleh Psikolog Amerika, Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya, nama "Johari" sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. "Jo" untuk Luft, dan "Harry" untuk Ingham. Dalam selang waktu yang tak lama, Jendela Johari banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan personal & komunikasi. Hubungan inter-personal, kelompok-kelompok dinamis, dan peningkatan tim dan hubungan inter-grup.
Terminologi kata Jendela Johari mengarah pada-personel/dari pribadi dan orang lain. Personal untuk diri individu itu sendiri, sebagai subjek manusia dalam analisa Jendela joharu. Selanjutnya, orang lain berarti objek lain dari kelompok pribadi. Jendela Johari juga berhubungan dengan teoti intelegen emisional, emotional Intelligence theory (EQ), dan kesadaran individu serta peningkatan EQ.
(45)
Dalam kebanyakan training atau pelatihan, proses memberi dan menerima feedback adalah unsur terpenting. Melalui proses feedback tersebut, kita bisa melihat/mengenal orang lain, dan demikian sebaliknya. Individu lain juga belajar bagaimana pandangan kita terhadap mereka. Feedback menginformasikan kepada individu ataupun kelompok, baik secara verbal maupun non-verbal dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan seseorang menceritakan kepada yang lain bagaimana perilaku mereka mempengaruhi dia, bagaimana perasaannya, dan apa yang diterimanya (feedback dan self disclosure). Feedback juga bisa diartikan sebagai reaksi yang diberikan oleh orang lain, biasanya lebih menonjol pada persepsi dan perasaan mereka, menceritakan bagaimana perilaku seseorang bisa mempengaruhi mereka (menerima feedback).
Keetika Jendela Johari digunakan untuk membangun hubungan antar kelompok 'personal' dikategorikan sebagai kelompok dan 'orang lain' menjadi kelompok lain.
Terdapat 4 perspektif Jendela Johari yang biasa disebut dengan 'daerah' atau 'kuadran'. Masing-masing daerah mengandung informasi perasaan, motivasi, dan lain-lain yang dikenali oleh individu, dengan catatan apakah informasi tersebut dikenali ataupun tidak terdeteksi oleh si individu, dan apakah informasi tersebut juga bisa dikenali oleh kelompok lain, atau malah tidak tahu sama sekali.
Adapun daerah pengenalan diri dari Jendela Johari tersebut dapat dilihat pada diagram di berikut :
(46)
Known by self Unknown by self
Arena
"Diri Terbuka"
Blind Area "Diri Buta"
Hidden Area
"Diri Tersembunyi" Unknown Area "Diri Tak Dikenali"
Dari diagram tersebut, bisa dijabarkan : Pada kolom 1.
Disebut dengan "diri terbuka", apa yang diketahui oleh 'personal' atau individu juga diketahui oleh orang lain, Bisa juga disebut dengan 'daerah terbuka' atau 'areal bebas' atau 'diri bebas' ataupun 'arena'.
Pada kolom 2.
Disebut dengan "diri buta". Apa yang diketahui oleh individu tidak diketahui. bisa juga disebut "blind spot: atau :blind area".
Pada kolom 3.
Disebut dengan "diri tersembunyi". Apa yang diketahui oleh si individu tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Bisa juga disebut "daerah tersembinyu" atau "daerah yang dihindari".
Pada kolom 4.
Disebut dengan "diri yang tidak dikenal". Apa yang tidak diketahui oleh individu juga tidak diketahui oleh orang lain.
(47)
1. Jendela Johari pada Kuadran - I. (Diri Terbuka).
Pada Jendela Johari pertama ini dikenal juga sebagai "daerah bebas aktivitas" adalah berisikan informasi mengenai personal / individu-perilaku, kebiasaan, perasaan. Emosi, pengatahuan, pengalaman, keahlian, pandangan, dan lain-lain. Kemudianm ditetapkan sebagai person (the self/diri) dan kelompok ('other'/orang lain).
Substansi dari kelompok seharusnya selalu berusaha 'membangun' daerah/diri terbuka kepada setiap individu, karena ketika bekerja pada wilayah ini dengan orang lain pada saat paling efektif dan produktif, dan kelompok juga demikian kondisinya. Diri terbuka ini dapar dilihat pada ruang di mana komunikasi dan kerja sama yang baik terjadi, bebas dari kerusuhan, ketidakpercayaan, kebingungan, konflik dan kesalahpahaman.
Kuadran terbuka mempersembahkan hal-hal yang sama-sama diketahui oleh individu maupun orang lain. sebagai contoh; X mengetahui nama Z dan demikian sebaliknya. Dan jika mereka menel;usuri ke webside pribadi masing-masing diri, maka mereka akan saling mengetahui apa yang menjadi kesukaan/ketertarikan masing-masing. Kuadran terbuka bisa juga mencakup tidak hanya informasi faktual, tetapi juga bagaimna perasaan, motivasi, perilaku, keinginan, kebutuhan, dan lain-lain. Dari si X atau pun Z, pokoknya informasi-informasi yang bisa mewakili diri individu. Ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, ukuran kuadran terbuka tidak terlalu luas. Sejak setelah ada waktu tersisihkan untuk saling bertukar informasi, lain
(48)
halnya ketika proses mendalami seseorang, Jendela (shades) akan bergerak ke bawah atau ke kanan, menempatkan lebih banyak informasi ke dalam Jendela Terbuka
2. Jendela Johari pada Kuadran - II. Diri Buta.
Dengan mencari atau mendapatkan feedback dari orang lain, seharusnya bisa mengurangi gejala pada Jendela / kuadran ini dan dapat memperluas "diri terbuka" yang notabenenya adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, kuadran dua ini tidak efektif untuk dibawa ke individu atau kelompok
Ambil contoh, ketika X makan malam direstoran dengan Z, lalu ketika telah menempel sesuatu entah itu remah makan atau apa, di wajah X, maka X tidak akan tahu, sedangkan Z sangat leluasa untuk segera mengetahui ada sesuatu menempel di wajah X. Pada saat Z mengatakan ada sesuatu di wajah X, maka jendela akan mengarah ke kanan, memperluas daerah "diri terbuka".
3. Jendela Johari pada Kuadran - III. Diri Tersembunyi
Daerah tersembunyi mencakup sensitivitas, ketakutan, agenda tersembunyi, rahasia, banyak hal yang diketahui oleh seseorang tapi tidakdiceritakannya untuk berbagai alasan. Contohnya saja dalam webside pribadi, X tidak pernah menyebutkan apa salah satu rasa favorit eskrim yang paling disukainya, informasi tersebut merupakan kuadran tersembunyi X, namun ketika X membuka rahasianya dengan mengatakan bahwa coklat adalah eskrim kesukaannya, maka X mendorong kuadrannya ke bawah sehingga sedikit memperluas "diri terbuka" atau arena.
(49)
Sekali lagi, ada begitu banyak rahasia yang belum terbongkar, ketika terjadi upaya untuk saling mengenal dan percaya satu sama lain, maka akan tercipta suatu kenyamanan dalam membuka diri sendiri, inilah yang dinamakan "self disclosure"
Informasi dan perasaan-perasaan tersembunyi yang relevan seharusnya bisa dipindahkan ke daerah/diri terbuka melalui proses 'dis closure'. Intinya, membuka diri dan mengekspos perasaan & informasi yang relevan melalui proses exposure dan self disclosure terminologi Jendela Johari, agar dapat memperluas daerah diri terbuka. Dengan berbagai cerita apa yang kita rasakan dan hal-hal lain seputar diri akan membantu mengurangi "daerah/diri tersembunyi", di lain pihak, tentu saja dapat memperluas daerah/diri terbuka, yang tidak lebih baik dari pengertian, kerjasama, kepercayaan, produktivitas dan keefektipan tim kerja, mengurangi daerah/diri tersembunyi (hidden area) juga membantu mengurangi kebingungan, tingakta kesalapahaman, miskin komunikasi, dan lain-lain.
4. Jendela Johari pada Kuadran - IV. Diri Tak Dikenal.
Kuadran ke empat ini mengandung informasi, perasaan, kemampuan laten, pengalaman, dan lain-lain yang sama sekali tidak diketahui baik oleh individu yang bersangkutan maupun oleh orang lain, hal-hal tersebut di atas bisa jadi cukup dekat ke permukaan, yang mana cukup positif dan berguna, atau bahkan bisa jadi aspek-sapek yang lebih dalam dari personaliti seseorang yang mempengaruhi tingkat perilakunya. Kebanyakan daerah tertutup ini dijumpai pada anak-anak muda dan orang-orang yang minim pengalaman atau kepercayaan diri.
(50)
Berikut beberapa faktor daerah tertutup yang mempengaruhinya :
Tingkat kemampuan yang dibawah rata-rata atau sedikit mendapat kesempatan, kepercayaan diri yang minim, dan kurang berlatih.
Kemampuan alami, bahwa seseorang tidak menyadarinya.
Ketakutan atau menghindari diri bahwa mereka memiliki potensi untuk terjangkit penyakit yang tidak diketahui.
Terkondisikan oleh perilaku atau kebiasaan sedari kecil.
Daerah/diri tertutup ini juga dipengaruhi oleh perasaan terkesan atau perasaan-perasaan tidak nyaman lainnya yang berakar pada kejadian-kejadian formatif dan pengalaman pahit pada masa lalu, yang mempengaruhi si individu secara berkelanjutan. Untuk pekerjaan dan dalam konteks organisasi, Jendela Johari sebaiknya tidak digunakan pada kasus di atas.
II.2.2 Jendela Ideal Itu
Idealnya sebuah jendela diri itu bisa dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan dalam kelompok ataupun hubungan dengan individu lain, jika berada pada jendela ini ukuran arena atau diri terbuka akan meningkat, dikarenakan tingginya tingkat kepercayaan dalam kelompok sosial. Norma-norma pun dikembangkan oleh kelompok untuk saling memberi feedback dan difasilitasi tentunya untuk pertukaran ini
(51)
Arena/daerah/diri terbuka menyarankan kita untuk membuka diri kepada anggota kelompok lainnya, karena dengan adanya keterbukaan, anggota kelompok lain tidak akan bersikap intropert (tertutup) atau malah akan lebih memberikan pengertiannya. Mereka akan mengerti bagaimana sikap dan sifat kita, dan mengatahui kita bisa dikritik yang pada akhirnya akan memberikan feedback yang positif pula.
Sedikit tambahan mengenai faktor-faktor yang menghambat individu dalam memperbaiki jendela dirinya, adalah dari faktor lingkungan dan hubungan dari individu itu sendiri.
Faktor penghambat dari lingkungan.
Adalah sistem yang dianut oleh lingkungan sekitar kita, misalnya; ada pihak yang lebih dominan sehingga menghambat pengembangan diri.
Faktor Intern.
Merupakan faktor yang menyebabkan kita enggan untuk menelaah diri, terkadang kita tidak bisa menerima kenyataan, misalnya saja faktor tujuan hidup dan usia.
Faktor tujuan hidup yang belum tergambarkan dengan jelas, faktor motivasi dan keenganan untuk menelaah diri, kadang-kadang manusia takut untuk menerima kenyataan bahwa ia memiliki kekurangan ataupun kelebihan pada dirinya.
(52)
Kadang-kadang orang yang sudah tua dalam usia tidak melihat bahwa kearifan dan kebijaksanaan dapat dicapainya, mereka cenderung usia muda lebih hebat karena produktif.
II.3 Psikologi Komunikasi
II.3.1 Pengertian Psikologi Komunikasi
Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Dalam sejarah perkembangannya komunikasi memang dibesaran oleh para peneliti psikologi. Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Komunikasi bukan subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi. Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai ”the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal.” Kamus psikologi, menyebutkan enam pengertian komunikasi.
(53)
1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme. 3. Pesan yang disampaikan
4. (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan satu sistem yang lain melalui pengaturan sinyal-sinyal yang disampaikan.
5. (K.Lewin) Pengaruh suatu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga erubahan dalam satu wilayah menimbulkan peribahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam memengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?
Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu : bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis.
(54)
II. 3.2 Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar tentang manusia mesti sesekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi : antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, enginereering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam kontesks interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Colon Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi tertama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli), prediksi respon (prediction of response),dan peneguhan respon (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang. George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to
(55)
describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi. Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi. Penggunaan Psikologi Komunikasi Tanda-tanda komunikasi efektif menimbulkan lima hal:
1. Pengertian : Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator
2. Kesenangan : Komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap : Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan menimbulkan efek pada komunikate. Persuasi didefiniksikan sebagai ”proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
4. Hubungan sosial yang baik : manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow menyebutnya dengan ”kebutuhan akan cinta” atau
(56)
”belongingness”. William Schutz merinci kebuthan dalam tiga hal : kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengar orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), cinta serta rasa kasih sayang (affection).
5. Tindakan : Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbukan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tidakan, kita harus berhasil lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan menguhan sikap, atau menumbukan hubungan yang baik.
II.3.3 Faktor-Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Ada dua macam psikologi sosial. Psikologi sosial dengan huruf P besar psikologi sosial dengan huruf S besar Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor-faktor-faktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor-faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal),dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental).
McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia.
Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian,
(57)
sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
a. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya.
b. Faktor Sosiopsikologis
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen. Komponen Afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen Kognitif Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen Konatif Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
(58)
II.4 Komunikasi Keluarga II.4.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Commnication berasal dari kata latin Communicatio dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2006 : 9).
Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan perkataan lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan bahasa itu, jelas bahwa percakapan dua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-keduanya, selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.
Everet M. Rogers mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Defïnisi kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid, sehingga melahirkan suatu defenisi baru yang menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2005 : 19).
(59)
Komunikasi adalah proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para para komunikator dan konteks sosialnya”. (Cutlip, 2007:225)
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi Ilmu Komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik
(public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan
peranan yang amat penting. Bahkan dalam defïnisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasi, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behaviour
ofother individuals).
Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What In Which
Channel To Whom With What Effect ? (Effendy, 2006 :10). Paradigma Lasswell di
atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
• Komunikator (Comunicator, source, sender)
(60)
• Media (Media, Channel)
• Komunikan (Communicant, Communicate, Receiver, Recipiënt) • Efek (Effect, Impact, Influence)
Berdasarkan definisi Lasswell dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu : pertama sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari sekedar mengucapkan “selamat pagi” untuk memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber harus mengubah perasaan ataupikirantersebut ke dalam seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding). Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam merumuskan pesan tersebut. Setiap orang dapat saja merasa bahwa ia mencintai seseorang, namun komunikasi tidak terjadi hingga orang yang anda cintai itu menafsirkan rasa cinta anda berdasarkan perilaku verbal dan atau non verbal anda.
(61)
Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah, dan sebagainya). Kata-kata memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara non verbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh. (acungan jempol, anggukan kepala,senyuman, tatapan mata, dan sebagainya), juga melalui musik, lukisan, patung, tarian, dan sebagainya.
Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya ada dua saluran komunikasi manusia, yakni cahaya dan suara meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain. Anda dapat mencium wangi parfum yang merangsang fantasi anda yang liar ketika anda berdekatan dengan seorang wanita yang tidak anda kenal di sebuah kafe, mencicipi ketupat lebaran yang disuguhkan tuan rumah, atau menjabat tangan sahabat yang baru lulus sarjana. Jabatan tangan yang erat (sentuhan) dapat juga menyampaikan lebih banyak pesan daripada kata-kata. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan; apakah langsung (tatapmuka) atau lewat media cetak
(62)
(surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio, televisi). Surat pribadi, telepon, selebaran, overhead projector (OHP), sistem suara (sound system) multimedia, semua itu dapat dikategorikan sebagai (bagian dari) saluran komunikasi. Pengirim pesan akan memilih saluran-saluran itu, bergantung pada situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi. Kita mungkin membaca artikel ilmiah di surat kabar, mendengarkan ceramah agama lewat radio atau menonton siaran olahraga lewat televisi. Dalam suatu peristiwa komunikasi, sebenarnya banyak saluran yang kita gunakan, meskipun ada salah satu yang dominan. Misalnya, dalam komunikasi langsung, bahasa (verbal dan nonverbal) adalah saluran yang menonjol meskipun pancaindra dan udara yang mengantarkan gelombang suara juga adalah saluran komunikasi tatap-muka tersebut. Dalam komunikasi massa, katakanlah melalui surat kabar, saluran yang paling menonjol adalah surat kabar yang kita baca, meskipun terdapat juga saluran lain yang juga berperan seperti telepon, faksimil, komputer, mesin cetak, kendaraan yang digunakan untuk mengantarkan surat kabar tersebut kepada pembaca, dan sebagainya.
Keempat, penerima (receiver), sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang menerima
pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan, nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaan, penerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal
(1)
mengatakan sebagian besar remaja yang komunikasi antarpribadinya kurang, memiliki konsep diri negatif.
3. Sangat terlihat perbandingan keluarga yang harmonis (komunikasi antarpribadinya baik) dan keluarga yang kurang harmonis (komunikasi antarpribadinya kurang). Keluarga harmonis memiliki ikatan yang kuat terhadap saudara-saudaranya, dan memiliki perasaan yang sama untuk saling membantu dan saling melindungi. Begitu juga di lingkungan pertemanannya, sangat terbuka dan bisa menerima berbagai masukan dari orang lain. Keluarga kurang harmonis tidak memiliki ikatan yang begitu kuat terhadap anggota keluarganya, bahkan terkadang sangat acuh. Ketika di lingkungan pertemanannta, mereka susah menerima keritikan dari temannya. Walaupun bukan berarti mereka mempunyai teman yang sedikit, tetapi tidak begitu banyak teman yang tergolong teman dekat atau dengan kata lain sahabat.
V.2 SARAN
Setelah mengadakan penelitian secara mendalam terhadap pentingnya komunikasi antarpribadi orang tua terhadap pembentukan konsep diri remaja, maka saya memiliki beberapa saran terhadap beberapa pihak :
(2)
1. Hendaknya setiap keluarga memahami arti penting dari komunikasi antarpribadi orang tua, yang memang berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri remaja untuk bekal menjadi dewasa dan matang.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi masyarakat bahwasanya bisa melihat bagaimana pentingnya proses pembentukan konsep diri tersebut sebagai bekal untuk dia menjadi dewasa.
3. Kita juga, sebagai masyarakat harus mendorong atau memberikan masukan-masukan positif terhadap sesama teman kita agar dapat membantu orang yang mungkin kehilangan konsep dirinya.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2005. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. _____________. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke
Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Cangara, Hafied. 2005. Pengantar ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Djuarsa, Sasa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Unversitas Terbuka.
Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
____________________. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Hardy, M dan S. Heyes. 2001. Pengantar Psikologi Umum: Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.
Hariwijaya, M dan Bisri M. Jaelani. 2005. Teknik Menulis Bidang Skripsi dan Thesis. Yogyakarta: Zenith Publisher.
Hurlock, Elizabeth. 1996. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Iskandar. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Dan Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.
Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Ctra Aditya Bakti. Monks, F.J. dkk. 2002. Psikologi Perkembangan, Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada Unuversity Press
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
(4)
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. . 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sastropoetro, Santoso, 1990. Komunikasi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Singarimbun, Masridan Sofian Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT.
Pustaka LP3ES Indonesia.
Supratiknya, A. 2002. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
(5)
Pedoman Wawancara
Variabel Komunikasi Antarpribadi
1. Seberapa sering kamu cerita tentang masalah kamu ke orang tua?
2. Pernah tidak orang tua kamu bertanya tentang “keadaan kamu gimana hari ini” ?
3. Apakah orang tua sering mendukung apa yang kamu lakukan?
4. Kalau kamu cerita tentang masalah kamu ke orang tua, gimana tanggapan orang tua kamu? Sering mendukung atau menyalahkan?
5. Sering tidak kamu dan orang tua kamu punya pemikiran yang sama tentang suatu masalah?
Variabel Konsep diri
6. Menurut kamu, kamu itu orang yang bagaimana? 7. Kamu terima tidak kalau orang lain menilai diri kamu?
8. Setiap manusia kan punya masalah, menurut kamu mengganggu tidak masalah itu untuk kehidupan kedepan kamu?
9. Apakah kamu suka merancang rencana kamu untuk masa depan yang kamu harapkan?
10.Sering tidak kamu menyelesaikan masalah kamu?
(6)
BIODATA PENELITI
Nama/ NIM : TEGUH HARYO YUDANTO / 060904086
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 24 JUNI 1988
Departemen : Ilmu Komunikasi FISIP USU
Alamat : Jl. Seto No. 90 Medan 20216
Anak : Ke 2 dari 3 bersaudara
Orang Tua
Bapak : (Alm.) Drs. SISWO SUROSO, M.Sp
Ibu : RUKMINI
Pendidikan : SD Negeri 060791 (1994-2000)
SLTP KESATRIA Medan (2000-2003) SMU KESATRIA Medan (2003-2006)
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2006
Saudara : TEGUH HARIWIBOWO