Hubungan religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim - USD Repository

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN MUSLIM

  SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

  Oleh : Andika Susilo AP 009114146 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  Karya ini saya persembahkan untuk :

  

Orang t uaku .papa dan mama Toto

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang merupakan energi yang memberti kekuatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sampai selesai. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis banyak menemukan hambatan dan kesulitan. Namun, dengan adanya bantuan dan dukungan dari pihak-pihak tertentu, penulis berhasil melalui itu semua. Karena dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

  1. Tuhanku, energiku

  2. Orangtuaku, papa dan mama Toto, yang selalu tegar dalam menjalani cobaan- cobaan yang tak henti-hentinya menerjang kita.

  3. Istri dan anakku, Dinar Roos dan Aaliyah Diaz, energi itu selalu ada dan tetap ada besertaku, karena kalianlah energi itu.

  4. Saudara-saudaraku, Angga gendut, Mas Anton dan Mba Ita, Arlin,

  5. Rekan-rekanku seperjuangan: Rio dan keluarga, gendut dan banyak teman wanitanya, mas Erik dan keluarga. 6. temen-temen 2001. 7. dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat positif bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

  Yogyakarta,…..2007 Andika Susilo A.P.

  

ABSTRAK

  Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan pada Pasangan Muslim Universitas Sanata Dharma

  Fakultas Psikologi 2007

  Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim. Variabel dalam penelitian ini adalah Religiusitas dan Kepuasan Perkawinan. Semua variabel diukur dengan menggunakan skala. Koefisien reliabilitas skala Religiusitas adalah sebesar 0,9438 sedangkan koefisien reliabilitas kepuasan perkawinan adalah sebesar 0,9296 Validitas skala Religiusitas dan skala kepuasan perkawinan diperoleh lewat penilaian ahli dan berdasarkan pada kriteria yaitu yang memiliki indeks daya beda 0,30.

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim, semakin tinggi tingkat religiusitas subyek penelitian maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan perkawinannya. Hipotesis penelitian dianalisa dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.

  Subyek penelitian ini adalah pasangan muslim yang telah menikah dan minimal berpendidikan sarjana (S1), sebanyak 60 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi r = 0,738 dengan taraf signifikansi 0,000 Hal ini berarti hipotesis penelitian diterima atau ada hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan.

  

ABSTRACT

  Correlation between Religiosity with Marriage Satisfaction For the couple Moslem

  Sanata Dharma University Psychology Faculty

  2007 This research is correlation study. The aim of this research was to know the correlation between Religiosity with marriage satisfaction. The variable in this research were Religiosity and marriage satisfaction. Both variables were measured using scale. The reliability coefficient of Religiosity scale was 0,9438 while the reliability coefficient of marriage satisfaction scale was 0,9296. The validities of Religiosity scale and marriage satisfaction scale were obtained through evaluation and based on criteria with item differentiability index of 0,30.

  The hypotesis of this research was that there is positive correlation between Religiosity and marriage satisfaction. The higher of Religiosity, the higher marriage satisfaction was. The hypotesis was analyzed by correlation of Pearson’s Product Moment.

  Subject of this research were couple with Moslem’s religion and the education degree minimal on university and lived in Yogyakarta, total 60 people. The result of this research showed the correlation of r=0,7388 with the significance level of 0,000. It’s meant that the hyphotesis was accepted or there was positive correlation between the Religiosity with marriage satisfaction.

  DAFTAR ISI

  C. Hubungan antara Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan pada Pasangan Muslim……………………………………………………………………..…… 22

  1. Definisi Operasional

  C. Alat Pengumpulan Data

  B. Subyek Penelitian ………………………………………………………………....27

  2. Identifikasi Variabel…………………………………………………….…26

  1. Desain………………………………………………………………….…..26

  BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

  D. Hipotesis……………………………………………………………………..…. 25

  3. Fungsi Religiusitas………………………………………………..……..21

  Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i.

  2. Aspek-aspek Religiusitas…………………………………………..……18

  1. Pengertian…………………………………………………………..…...15

  B. Religiusitas

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan………..…….14

  2. Aspek-aspek dalam Kepuasan Perkawinan……………………..………10

  1. Pengertian……………………………………………………..………….8

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………………...6 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………7 D. Manfaat Peneltian………………………………………………………………...7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Perkawinan

  HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………………...ii HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………………………..iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………………...iv DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…v ABSTRAK………………………………..………………………………………….............vi

  a. Religiusitas…………………………………………………………27

  a. Skala Pengukuran Religiusitas…………………………………......31

  b. Skala Pengukuran Kepuasan Perkawinan………………………….34

  3. Validitas dan Religiusitas

  a. Validitas………………………………………………………………..…..38

  b. Seleksi Aitem……………………………………….……………..39

  c. Reliabilitas…………………………………………..……………..44

  D. Teknik Analisis Data………………………………………………..………….....44

  E. Prosedur Penelitian………………………………………………..……………....45

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

  1. Deskripsi Data……………………………………………...………………47

  2. Pengujian Hipotesis…………………………………………………...…....48

  a. Uji Prasyarat a.1. Uji Normalitas………………………… ………………48 a.2. Uji Linearitas…………………………………… ……..48

  b. Hasil Uji Hipotesis……………………………………… ……....49

  B. Pembahasan………………………………………………………… …………..49 BAB. V PENUTUP

  A. Kesimpulan……………………………………………………… …………….54

  B. Saran…………………………………………………………… ……………...54 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… ……………..55 LAMPIRAN…………………………………………………………… …… …………….58

  DAFTAR TABEL

  C. Total Data Penelitian LAMPIRAN IV

  C. Skala Religiusitas Uji Coba

  B. Skala Kepuasan Perkawinan untuk Penelitian

  A. Skala Kepuasan Perkawinan Uji Coba

  Hasil Analisis Korelasi Product Moment LAMPIRAN VI

  B. Uji Linearitas LAMPIRAN V

  A. Uji Normalitas

  B. Data Penelitian Religiusitas

  Tabel I (Distribusi Aitem Religiusitas untuk uji coba)…………………… …….34 Tabel II (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan untuk uji coba)…………..........37 Tabel III (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan setelah uji coba)……………....41 Tabel IV (Distribusi Aitem Kepuasan Perkawinan untuk penelitian)……………...42 Tabel V (Distribusi Aitem Religiusitas setelah uji coba)…………………………43 Tabel VI (Distribusi Aitem Religiusitas untuk Penelitian)………………..............43 Tabel VII Deskripsi Data……………………...…………………………………....47

  A. Data Penelitian Kepuasan Perkawinan

  C. Skala Religiusitas LAMPIRAN III

  B. Skala Kepuasan Perkawinan

  A. Uji Validitas dan Reliabilitas

  A. Data Uji Coba LAMPIRAN II

  LAMPIRAN I

  LAMPIRAN

  D. Skala Religiusitas untuk Penelitian

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam menjalin suatu hubungan cinta kasih antar manusia ditandai

  dengan ikatan tali perkawinan. Perkawinan adalah bentuk ikatan resmi antara dua manusia yang telah disahkan secara hukum dan agama. dengan tali perkawinan diharapkan suatu pasangan dapat lebih mencapai kepuasan ataupun kebahagiaan dibandingkan saat mereka berpacaran. Kepuasan serta kebahagiaan yang dirasakan oleh pasangan menentukan keberhasilan dalam perkawinan.

  Di dalam agama Islam, untuk mencapai kebahagiaan ataupun kepuasan dalam rumah tangga, suatu keluarga harus mampu menjadi keluarga yang sakinah, maksudnya adalah terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan. Landasan utama dalam kehidupan keluarga berdasarkan ajaran agama adalah kasih sayang, cinta mencintai, kasih mengasihi (Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004). Islam sangat tegas menyinggung tentang efek dari ketidakpuasan dalam perkawinan, bahwa setelah seluruh usaha dan cara tidak berhasil. Maka disaat itu seorang suami diperkenankan memasuki jalan terakhir yang dibenarkan Islam, sebagai suatu usaha memenuhi panggilan kenyataan dan menyambut panggilan darurat serta jalan memecahkan problema yang tidak dapat teratasi kecuali dengan berpisah, cara ini disebut “Thalaq”.

  Islam sekalipun memperkenankan menggunakan cara ini, tetapi membencinya, tidak menyunahkan dan tidak menganggap satu hal yang baik (El Qardlawi,1978).

  Perkataan halal namun dibenci Allah memberikan suatu pengertian, bahwa talaq itu suatu

  

rukhshah yang diadakan semata-mata karena darurat ketika suatu hubungan suami istri

semakin memburuk.

  Data yang berhasil diperoleh dari hasil kerjasama Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta dengan Pemerintah kota Yogyakarta tentang kasus talak dan perceraian di Yogyakarta sejak tahun 2003 hingga 2004 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Angka kuantitatif ini adalah sebagai saksi bisu banyak pasangan suami istri yang tidak merasa puas dengan pernikahannya dan memilih jalan perceraian sebagai jalan terakhir dalam menyelesaikan masalahnya. Pada tahun 2003 jumlah pernikahan 2897 dengan jumlah perceraian 54 kasus (1,86%). Sedang pada tahun 2004 jumlah perkawinan 3029 dengan jumlah perceraian 79 (2,6%). Peningkatan persentase perceraian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan ketidakpuasan yang dirasakan pasangan dalam memandang pernikahannya.

  Semua pasangan sebenarnya berharap mendapat keberhasilan dalam perkawinannya, namun tidaklah semudah membalikkan tangan, banyak yang harus dipenuhi agar sebuah pasangan dapat mencapai keberhasilan dalam berumah tangga, seperti; awetnya suatu pernikahan, kebahagiaan suami istri, kepuasan perkawinan, penyesuaian seksual, penyesuaian perkawinan, kesatuan pasangan (Burgess & Locke,1960). Disini kepuasan perkawinan menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu perkawinan. Kepuasan dihasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang diharapkan. Kepuasan dalam perkawinan merupakan persepsi terhadap kehidupan perkawinan yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu. Ini berarti bahwa kepuasan membina rumah tangga atau perkawinan tidak hanya tercermin dari lamanya suatu pasangan dalam menjalin hubungan saja namun adanya aspek-aspek kesenangan yang mampu dicapai oleh pasangan.

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi agar terjadi kepuasan perkawinan seperti adanya daya tarik fisik, jenis pekerjaan, emosi kemudian adanya kemampuan berkomunikasi suami istri serta adanya kekuatan emosional yang ada pada pasangan (Goleman,1999). Selain itu, Rahmah,1997 menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan perkawinannya menjadi semakin baik, berdasar hal tersebut peneliti menjadikan pendidikan sebagai kriteria subyek penelitian.

  Walgito (1984), menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pencapaian kepuasan perkawinan adalah kemampuan untuk dapat saling mengerti, menerima, menghargai, percaya, menyayangi dan kerjasama antara kedua belah pihak. Selain itu yang patut untuk dipikirkan adalah adanya persamaan prinsip dan dasar dalam keluarga saat perkawinan.

  Salah satu hal yang prinsip dan dasar tersebut adalah religi atau agama. Dengan keyakinan, penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat mengenai agama diharapkan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan diri sendiri, pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan dalam kehidupan rumah tangga.

  Penelitian yang dilakukan (Ancok 1994, Rahmah 1997) tentang keluarga, menghasilkan kesimpulan bahwa keluarga yang tidak religius, komitmen agamanya lemah dan keluarga yang tidak memiliki komitmen sama sekali mempunyai resiko empat kali lipat untuk tidak dapat mencapai kepuasan ataupun kebahagiaan dalam keluarganya.

  Bahkan berakhir dengan broken home, perselingkuhan, kecanduan alkohol dan lain sebagainya (Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004).

  Dister (1982), menyebutkan bahwa religi atau agama merupakan suatu sistem peribadatan) manusia yang mutlak tersebut, serta merupakan suatu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, dengan alam semesta sesuai dengan sejarah tata keimanan dan tata peribadatannya. Ada tiga unsur pokok dalam agama yaitu tata keyakinan, tata peribadatan dan tata kaidah yang merupakan norma perilaku manusia.

  Glock dan Stark (dalam Ancok, 1994), membagi religiusitas ke dalam lima aspek, yaitu: religious belief (the ideological dimension), religious practise (the ritualistic

  

dimension), religious feeling (the experiental dimension), religious knowledge (the

intellectual dimension) dan religious effect (the consequential dimension).

  Religious belief adalah tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal

  dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, neraka dan sebagainya.

  Religious practice merupakan tingkatan sejauhmana seseorang mengerjakan

  kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Misalnya bagi orang Islam menjalankan sholat, zakat, puasa; bagi orang Kristiani berdoa, pergi ke Gereja.

  Religious feeling merupakan perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman

  yang pernah dialami dan dirasakan, misalnya dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doa dikabulkan, diselamatkan Tuhan dan sebagainya.

  Religious knowledge adalah seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci maupun yang lainnya.

  Religious effect merupakan aspek yang berkaitan dengan sejauhmana perilaku

  seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial, misalnya apakah dia mengunjungi tetangganya yang sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan

  Glock dan Stark (dalam Ancok 1994) mengatakan bahwa keberagamaan seseorang menunjuk pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya.

  Keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama, untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Sikap tersebut akan menimbulkan perasaan sabar, tidak mementingkan diri sendiri, sikap pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga pada akhirnya akan menimbulkan ketabahan dalam rumah tangga, serta penerimaan diri yang baik.

  Kepuasan Perkawinan dapat tercapai apabila pasangan suami istri memiliki perasaan bahagia, memiliki penerimaan diri yang baik, tidak memiliki pertentangan diri dalam batin, adanya keseimbangan antara kebutuhan dan harapan, dan memiliki evaluasi subyektif yang baik terhadap kualitas kehidupan perkawinan.

  Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas menyebabkan ketabahan dalam rumah tangga, yang secara konkrit terdapat dalam sikap tawakal dan kepasrahan, serta tumbuhnya rasa sabar, sedangkan kepuasan perkawinan terwujud bila terdapat sikap saling pengertian, penerimaan diri yang baik, saling menghargai, kepercayaan pada pasangan, sikap saling menyanyangi, adanya kerjasama, maka munculah permasalahan apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan.

B. Rumusan Masalah

  Dari berbagai hal yang telah dikemukakan di atas, terdapat sebuah permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada

  C. Tujuan Penelitian

  Dalam penelitian ini, peneliti di sini ingin memperoleh gambaran mengenai hubungan antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sebuah pengetahuan atau pandangan baru dalam perkembangan dunia psikologi sosial, terutama tentang hubungan religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim .

  2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan penjelasan dan penggambaran baru kepada masyarakat tentang pentingnya religiusitas yang dimiliki pasangan suami istri dalam mempengaruhi kepuasan perkawinan.

BAB II Landasan Teori A. Kepuasan Perkawinan

1. Pengertian

  Dalam agama Islam pencapaian kebahagiaan ataupun kepuasan dalam rumah tangga, suatu keluarga harus mampu menjadi keluarga yang sakinah, maksudnya adalah terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai- nilai moral atau etika kehidupan. Landasan utama dalam kehidupan keluarga berdasarkan ajaran agama adalah kasih sayang, cinta mencintai, kasih mengasihi (Ensiklopedia Dakwah,TIM LPPAI, 2004).

  Kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi perkawinan (Clayton,1975) atau evaluasi suami istri terhadap seluruh kualitas kehidupan perkawinan (Snyder,1979).

  Sedang menurut Barh dkk (dalam Tarigan, 2001) kepuasan perkawinan merupakan evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Ia juga menambahkan perkawinan berarti persepsi terhadap terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan dalam perkawinan.

  Kepuasan perkawinan dapat dicapai melalui seberapa baik pasangan suami istri dapat memenuhi kebutuhannya serta seberapa besar kebebasan yang diberikan oleh masing-masing pihak untuk memenuhi kebutuhannya, Laswel & Laswel (1987). Maksudnya keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan dari pasangannya maupun dirinya sendiri merupakan faktor penting dalam kepuasan perkawinan.

  Kemudian, menurut (Staub, 1978) kepuasan bukan hanya hasil upaya terhadap mendatangkan kepuasan bagi orang itu. Artinya kepuasan perkawinan suami istri berasal dari apa yang dilakukan pasangannya terhadap dirinya, maupun apa yang dilakukan bagi pasangannya.

  Liang Gie (1996) menyebutkan kepuasan dalam perkawinan adalah perasaan bahagia dalam diri seseorang tanpa adanya kerisauan, ketakutan atau pertentangan dalam batinnya, juga penerimaan diri yang baik pada hidupnya sebagai hal yang indah, dan orang tersebut mencapai kepuasan hidup. Kepuasan perkawinan suami istri dapat tercapai bila kedua belah pihak berbagi kebahagiaan yang setara karena perkawinan adalah suatu penyatuan antara dua minat pribadi yang berbeda untuk mengarah suatu tujuan dan keseimbangan .

  Dapat disimpulkan kepuasan perkawinan sebagai perasaan bahagia, kepemilikan penerimaan diri yang baik, tidak memiliki pertentangan dalam batin yang dapat diperoleh karena keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan dan harapan diri pasangan maupun dirinya sendiri yang merupakan evaluasi subyektif terhadap seluruh kualitas kehidupan perkawinan.

2. Aspek-aspek dalam Kepuasan Perkawinan

  Untuk menentukan kepuasan pernikahan seseorang digunakan aspek-aspek yang akan dievaluasi oleh seorang istri atau seorang suami terhadap pasangan dan terhadap pernikahannya. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan Clayton (dalam, Tarigan 2001), yaitu:

a. Kemampuan sosial suami istri (marriage sociability)

  Kemampuan suami dan istri dalam bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain yang meliputi pergaulan dengan masyarakat serta kemampuan menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan tempat tinggal adalah salah satu bentuk indikator kepuasan, sebaliknya kekurangmampuan dalam menjalin hubungan dengan lingkungan akan menyebabkan perasaan terkucilkan dan ketidaknyamanan. Kemampuan sosial pasangan juga mencakup bagaimana sikap seorang pasangan terhadap jaringan sosial pasangannya sendiri. Pasangan yang mampu menerima sahabat-sahabat pasangannya sebagai bagian dalam kehidupan mereka akan lebih bahagia dan puas dibanding pasangan yang memusuhi sahabat-sahabat pasangannya.

  b. Persahabatan dalam perkawinan (marriage companionship)

  Kebermilikan perasaan persahabatan dalam perkawinan, yang meliputi, kemampuan berkomunikasi dengan pasangan, merasakan kegembiraan serta pergaulan yang menyenangkan antara suami istri, selain itu mencakup juga, keterbukaan, empati, rasa kebersamaan. Pasangan yang mampu terbuka dan memahami pasangannya serta mampu menciptakan kebersamaan akan lebih dapat merasakan kepuasan dalam perkawinan.

  c. Urusan ekonomi (economic affair)

  Segala kepentingan/ kebutuhan dalam perkawinan yang berkenaan dengan penggunaan uang, seperti pemenuhan kebutuhan keluarga, rekreasi maupun kepentingan individu. Adanya kepercayaan untuk mengurus keuangan dalam keluarga merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap pasangan suami istri.

  d. Kekuatan perkawinan (marriage power)

  Kelekatan antara suami istri yang meliputi, sikap terhadap perkawinan, adanya saling ketertarikan, ekspresi penghargaan antara suami istri. Kekuatan perkawinan juga menyangkut pembagian kekuasaan dalam rumah tangga proses pengambilan keputusan. Sikap positif dalam perkawinan dapat mempengaruhi kepuasan dalam perkawinan karena dengan demikian pasangan mampu memandang perkawinannya sebagai sesuatu yang menyenangkan.

  e. Hubungan dengan keluarga besar (extra family relationship)

  Hubungan dengan keluarga selain dengan keluarga inti yang meliputi hubungan dengan mertua, saudara ipar, maupun keluarga besar kedua belah pihak. Seorang suami ataupun istri yang memiliki hubungan baik dan akrab dengan keluarga besar terutama mertua dan saudara ipar akan merasa lebih bahagia dan merasa lebih puas terhadap perkawinannya.

  f. Persamaan ideology (ideological congruence)

  Adanya persamaan pandangan hidup dan kesamaan pandangan tentang perilaku benar dan salah. Pasangan yang memiliki pandangan hidup sama akan lebih mudah mencapai kepuasan perkawinan. Sikap toleransi antara suami dan istri dalam memandang perbedaan pandangan antara mereka juga dapat membantu dalam pencapaian kepuasan perkawinan.

  g. Keintiman pernikahan (marriage intimacy)

  Adanya keintiman antara suami istri yang meliputi ekspresi kasih sayang dan hubungan seksual. Selain itu keintiman perkawinan juga meliputi motivasi dalam mengekpresikan kasih sayang, penilaian terhadap pasangan, serta penilaian suami istri terhadap hubungan seksual mereka.

  h. Taktik interaksi (interaction tactics)

  Cara pasangan dalam berinteraksi dan menyelesaikan konflik, termasuk adanya kerjasama dalam penyatuan pendapat, serta cara komunikasi antara suami istri. Setiap penyelesaian masalah dalam keluarga dibutuhkan terselesaikan. Setiap pasangan yang selalu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya dengan baik akan mencapai kepuasan dalam perkawinan mereka. Aspek kepuasan perkawinan adalah segala sesuatu yang merupakan unsur pembentuk dalam mencapai kepuasan perkawinan, sedang tingkat kepuasan perkawinan tiap pasangan tergantung pada penilaian suami istri terhadap penyesuaian perkawinannya. Setiap pasangan suami istri dapat saja hanya merasa puas pada beberapa aspek tertentu saja dan tidak puas dengan aspek yang lain, apabila ini terjadi maka pasangan dapat menggantikan ketidakpuasan pada aspek tertentu dengan mengusahakan kepuasan pada aspek yang lain sehingga dapat memperoleh kepuasan dalam perkawinan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Perkawinan suami istri meliputi:

  a. Kepuasan sangat dipengaruhi oleh besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. Perbandingan disini erat hubungannya dengan persepsi tentang keadilan.(Sears,1999)

  b. Klemer (1970), kepuasan dalam perkawinan dipengaruhi oleh harapan pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, harapan yang terlalu besar, harapan terhadap nilai-nilai pernikahan, harapan yang tidak jelas dan harapan yang berbeda.

  c. Penyesuaian diri yang baik sangat mempengaruhi kepuasan perkawinan (Hurlock ,1953). Kepuasan perkawinan berpuncak pada 5 tahun pertama pernikahan kemudian menurun sampai periode ketika anak-anak sudah pernikahan meningkat tetapi tidak mencapai tahap seperti 5 tahun awal perkawinan.

  d. Hurlock (1953), kepuasan sangat dipengaruhi oleh religiusitas, kepuasan perkawinan akan lebih tinggi diantara orang-orang religius daripada orang- orang dengan religius rendah. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan. Agama seringkali menjadi kompensasi rendahnya kepuasan seksual. Bagi wanita, religiusitas membuat pernikahan lebih memuaskan, namun tidak sepenuhnya benar untuk laki-laki. Hal ini didukung Mahoney (dalam Bradburry, 2000), yang menyatakan adanya korelasi positif antara kepuasan perkawinan dengan partisipasi religius.

  e. Glen dan Weaver (dalam Rahmah,1997) mengatakan perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan perkawinannya menjadi semakin baik.

  f. Kepuasan Perkawinan sangat dipengaruhi oleh masa perkenalan (masa pacaran). Pacaran merupakan proses pematangan untuk hidup berkeluarga (Ardianitha dan Andayani, Desember 2005). Dalam masa pacaran dimungkinkan akan lebih mengenal karakter masing-masing pribadi.

B. Religiusitas

  1. Pengertian Mahmud Syaltut (dalam Shihab,1992) mengatakan bahwa agama adalah ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup antara makhluk dengan khaliqnya, yang terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula pada sikap kesehariaanya.

  Daradjat (1970), mengemukakan bahwa agama membantu menyeimbangkan mental seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik primer maupun rohaniah. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan-dorongan untuk memenuhi keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan yang dirasakannya, karena jika tidak ia akan merasa tidak enak, gelisah dan kecewa. Senada dengan Darajat, Heerjan (1987), mengatakan bahwa agama merupakan unsur utama yang sepanjang masa dijadikan pegangan oleh umatnya untuk mendapatkan dan menjaga ketenangan dan kesejahteraan khususnya dalam keadaan kesulitan. Dari dulu hingga sekarang, agama tetap merupakan salah satu unsur utama dalam pembinaan kesehatan jiwa, karena nilai-nilainya yang bersifat abadi dan menyentuh semua masyarakat.

  Di samping istilah agama, juga terdapat istilah religi (religion, bahasa Inggris) Dalam Islam, Syafa’tun Almirzanah (1997), menyatakan bahwa istilah yang yang paling dekat dengan istilah agama dalam bahasa Arab adalah”al-Din . Al-Din menurut para ahli tata bahasa arab (nahwu) berasal dari kata al-dayn, yang berarti hutang. Oleh karenanya al-din adalah pembayaran hutang kita kepada Allah dan melibatkan seluruh hidup kita, karena kita berhutang kepada-Nya bukan karena pemberian ini itu tetapi juga karena keberadaan kita sendiri. Walaupun secara etimologis memiliki arti sendiri-sendiri, namun secara terminologis dan teknis istilah di atas bermakna sama.

  Menurut asal katanya, religi berasal dari bahasa Latin ‘religio’ yang akar katanya adalah ‘religare’ dan berarti ‘mengikat’. Makna dari mengikat disini adalah religi (agama) pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban itu dalam hubungannya terhadap Tuhan, sesama manusia serta alam sekitarnya, (Driyarkara,1978).

  Mangunwijaya (1982), membedakan antara istilah religi dengan religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal, yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati. Didukung oleh Dister (1982) yang menyatakan bahwa religiusitas sebagai keberagaman yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam diri sesorang.

  Jadi, religiusitas menunjuk pada bagaimana individu menghayati dan mengamalkan unsur-unsur agamanya. Tidak hanya membaca kitab suci namun juga meyakini dogma-dogmanya, ataupun tidak hanya mengakui ajaran cinta kasih tetapi juga mengamalkannya pada sesama dalam kehidupan keseharian.

2. Aspek-aspek Religiusitas

  Spinks (dalam Subandi,1988), menyebutkan bahwa agama mencakup adanya keyakinan-keyakinan, adat, tradisi, ritus-ritus dan juga pengalaman-pengalaman individual. A.M.Hardjana (1993), mengemukakan empat segi pokok yang ada pada agama sebagai sistem/ struktur yang lengkap ataupun tidak. Empat segi pokok itu antara lain segi eksistensial, segi intelektual, segi institusional dan segi etikal., yang mengungkapkan dua gejala dalam religi yaitu iman (faith) yang merupakan pengalaman batin pribadi tentang yang Ilahi, cara seseorang merasakan dan menghayati “Yang Transenden”, dan juga tradisi kumulatif yang merupakan ungkapan-ungkapan eksternal dari religi seperti: kredo, hukum-hukum, dan ritual.

  Glock dan Stark (dalam Ancok, 1994) membagi religiusitas ke dalam lima aspek/ dimensi sebagai berikut: a Religious Belief (The Ideological Dimension) yaitu menunjuk pada tingkatan sejauhmana seseorang menerima, ataupun keyakinan akan kebenaran hal-hal fundamental dan dogmatik dalam agamanya. Dalam keberislaman isi dimensi ideologis ini menyangkut tentang keyakinan akan Allah, para malaikat, para nabi/ rasul, Al Quran/ kitab-kitab Allah, surga, neraka, qadha dan qadhar (percaya pada hari akhir dan takdir Allah). b Religious Practice (The Ritualistic Dimension) yaitu sejauhmana tingkat kepatuhan seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Di dalam keberislaman menyangkut pelaksanaan sholat, zakat, puasa, zakat, ibadah haji, pembacaan Al Quran, berdoa. c Religious Feeling (The Experiental Dimension) yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan. Di dalam keberislaman isi dimensi ini meliputi merasa dekat dengan Allah, perasaan dicintai oleh Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram dan bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakal pada Allah, tergetar hatinya mendengar ayat-ayat Allah, perasaan bersyukur pada Allah. d Religious Knowledge (The Intelectual Dimension) yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui maupun memahami tentang ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci. Dalam keberislaman dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al Quran, pokok ajaran yang diimani dan dilaksanakan (rukun iman dan rukun Islam), hukum Islam, sejarah Islam. e Religious Effect (The Consequencetial Dimension) yaitu mengukur sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Di dalam keislaman dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga amanat, menjaga lingkungan, tidak mencuri, tidak berjudi, tidak menipu, mematuhi norma-norma Islam, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam.

  Lima aspek religiusitas tersebut memiliki persamaan dengan hasil penelitian dari Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1987 tentang lima aspek di dalam pelaksanaan ajaran Islam. Lima aspek pelaksanaan ajaran agama Islam tersebut adalah sebagai berikut. a Aspek Iman yaitu menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya. b Aspek Islam yaitu menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa, zakat, haji. c Aspek Ikhsan yaitu menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan sebagainya. d Aspek Ilmu yaitu menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran agamanya, misalnya pengetahuan tantang Figh, Tauhid dan sebagainya. e Aspek Amal yaitu menyangkut bagaimana tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

  Kelima aspek tersebut sejajar dengan kelima aspek religiusitas yang dikemukakan Glock dan Stark. Aspek iman sejajar dengan religious belief, aspek Islam sejajar dengan religious practice, aspek ikhsan sejajar dengan religious feeling, aspek ilmu sejajar dengan religious knowledge,aspek amal sejajar dengan religious effect .

3. Fungsi Religiusitas

  Fungsi Religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama (Dester dalam Tallaut,2004) mengemukakan 4 fungsi agama, yakni: a Emosional-Efektif yakni memandang agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi. b Sosio-Moral yakni mengartikan agama sebagai sarana untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat. c Intelektual-Kognitif yakni membatasi agama sebagai sarana untuk membatasi intelek yang ingin diketahui. d Psikologis yakni memandang agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.

  Wach (dalamTallaut,2004) juga mengemukakan fungsi sosial agama yakni sebagai pengintegrasian kekuatan doktrin yang dapat berupa dogma (ajaran agama) dan reed (Syahadat atau Iman kepercayaan dan pengintegrasian kegiatan agama atau ibadat melalui penggunaan ritual, kurban serta simbol. Dalam hal ini agama dipandang sebagai kultus atau pemujaan.

  

C. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kepuasan Perkawinan pada

Pasangan Muslim

  Glock dan Stark (dalam Ancok,1994) mengatakan bahwa keberagamaan seseorang menunjuk pada ketataan dan komitmen seseorang terhadap agamanya. yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama, untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari.

  Keyakinan, penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat mengenai agama diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan diri sendiri, pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan dalam kehidupan rumah tangga (Rahmah, 1997).

  Muttahari (dalam Uyun, 1999) menyatakan bahwa tanpa memiliki keyakinan- keyakinan, ideal-ideal, dan keimanan, manusia tidak dapat menjalani kehidupan dengan baik atau mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan peradaban. Manusia yang tidak memiliki keyakinan-keyakinan, ideal-ideal dan keimanan, akan menjadi pemalas, tidak memiliki tujuan dan cita-cita hidup, serta tidak memiliki gairah untuk selalu berusaha menjadi lebih baik.

  Dalam ajaran Islam diyakini bahwa manusia diciptakan dengan maksud-maksud tertentu. Salah satu yang utama adalah menjadi khalifah di bumi, hal ini sesuai dengan firman Allah, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi (QS 2:30). Khalifah adalah fungsi manusia yang mengemban amanat dari Tuhan (QS : 33:72). Amanat ini adalah memberi pelayanan kepada sesama makhluk dengan cara menebarkan kasih sayang (rahmatan lil alamin) serta melakukan amar ma ruf nahi munkar ( mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran). Dalam tugas kekhalifahannya, manusia diharapkan berbuat segala sesuatu yang memberi manfaat bagi dirinya, sesama manusia dan alam semesta.

  Menurut ajaran Islam, hasil yang akan dicapai tergantung seberapa besar usaha yang dilakukan orang tersebut. Firman Allah dalam surat An-Najm ayat 39: “Dan

  

manusia tidak akan mendapatkan sesuatu melainkan apa yang diusahakannya . Ayat ini sebaik-baiknya, karena hanya dengan usaha yang keras suatu cita-cita akan diraih dan keberhasilan akan dicapai sesuai dengan jerih payahnya. Firman Allah yang lain dinyatakan dalam surat Al-Balad ayat 4 artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan

  

manusia supaya mengatasi kesukaran. Dapat ditafsirkan sebagai setiap kemenangan

  (keberhasilan) yang dicapai oleh manusia adalah hasil kerja keras yang dilakukan dengan susah payah. Hanya dengan perjuangan keras yang akan mampu membuat kemajuan dalam berbagai bidang. Kesukaran tersebut merupakan cobaan dari Allah untuk menguji ketabahan manusia dalam menghadapi permasalahan. Orang yang memiliki tingkat keberagamaan (religiusitas) yang tinggi senantiasa melaksanakan perintah agamanya, sehingga perintah-perintah di atas juga akan dilaksanakan sebaik-baiknya. Dengan kata lain berarti orang yang memiliki religiusitas tinggi, yang tercakup diantaranya keyakinan, penghayatan, perlakuan, pengalaman dan pengetahuan yang baik dan tepat mengenai agama diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa sabar, tidak mementingkan diri sendiri, pasrah dan tawakal pada kenyataan hidup hingga menimbulkan ketabahan dalam kehidupan rumah tangga.

  Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Semakin tinggi pendidikan individu makin jelas pula wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan perkawinannya menjadi semakin baik,Glen dan Weaver (dalam Rahmah,1997). Pernyataan diatas menguatkan peneliti untuk menjadikannya sebagai kriteria subyek.

  Hurlock (1953), secara umum menyatakan bahwa kepuasan perkawinan akan lebih tinggi diantara orang-orang yang cenderung memiliki religiusitas yang tinggi daripada orang-orang dengan religiusitas rendah. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan. Agama seringkali menjadi kompensasi rendahnya kepuasan seksual. Bagi wanita, laki-laki. Hal ini didukung Mahoney (dalam Bradburry, 2000), yang menyatakan adanya korelasi positif antara kepuasan perkawinan dengan partisipasi religius. Kepuasan perkawinan akan semakin dirasakan pasangan bilamana dalam rumah tangga terdapat kehidupan beragama sehingga nilai-nilai moral atau etika kehidupan dapat muncul.

D. Hipotesis

  Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan, diajukan hipotesis sebagai berikut : Ada hubungan positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan pada pasangan muslim. Semakin tinggi tingkat religiusitas subyek penelitian maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan perkawinannya, sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas subyek penelitian maka akan semakin rendah pula tingkat kepuasan perkawinannya.

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

  1. Desain

  Penelitian ini berguna untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu dengan Kepuasan Perkawinan, dan disusun dengan berdasar pada ketentuan

  Religiusitas

  yang ada dalam penelitian kuantitatif, dimana peneliti membaca dari hasil perhitungan statistik yang diperoleh dari skala kedua variable. Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki kaitan antara variasi pada suatu variabel dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasar atas koefisien korelasi (Azwar, 1998)

  2. Identifikasi Variabel

  Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian atau faktor-faktor yang berperan atau gejala-gejala yang diteliti.

  Variabel pada penelitian ini adalah :

  1. Variabel Bebas : Religiusitas

  2. Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan

  3. Variabel Kontrol : tingkat Pendidikan yang sama (S1)

B. Subjek Penelitian

  Azwar (1998), subyek penelitian adalah sumber utama penelitian yaitu yang kesimpulan hasil penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri, beragama Islam, dan memiliki tingkat pendidikan yang sama (S1), serta berdomisili di Kodya Yogyakarta.

C. Alat Pengumpulan Data

1. Definisi Operasional

a. Religiusitas