Hubungan antara tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornografi pada mahasiswa sekolah tinggi ilmu ekonomi (STIE) Perbanas
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh RIFQI
NIM : 204070002434
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh RIFQI 204070002434
Dibimbing Oleh
Ikhwan Lutfi, M.Psi., Psi NIP. 150368809
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 04 Agustus 2011
Sidang Munaqosyah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.
NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2001
Anggota
Ikhwan Luthfi, M.Si Gozi Saloom, M.Si.,Psi
NIP. 150368809 NIP. 1971121420070110104
(4)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rifqi
NIM : 204070002434
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Sikap Terhadap Pornoaksi Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas” adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam dalam menyusun skripsi tersebut. Adapun
kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan
sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai sesuai dengan
undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau
jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 04 Agustus 2011
Rifqi
(5)
(6)
“Tidak ada iri hati yang diperbolehkan kecuali dua hal, yaitu:
Seseorang yang akan dikaruniai harta oleh Allah, kemudian
dibelanjakannya dalam kebenaran, dan seseorang yang dikaruniai
ilmu oleh Allah, diamalkan dan dikerjakannya”.
(HR. Buchori Muslim)
Karya Sederhana ini Kupersembahkan Untuk Yang
Tercinta, Papa, Mama, dan Kakak
(7)
i (C) Rifqi
(D) Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Pornoaksi Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas
(E) Halaman : x + 57 halaman + 20 lampiran
(F) Konsumen utama pornografi dan pornoakasi adalah para remaja yang mana umumnya mempunyai kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru, sangat tingginya rasa ingin tahu mereka tentang seks, dan pengaruh informasi yang tidak benar serta perubahan-perubahan hormonal yang terjadi pada remaja mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan pemicu bagi hasrat seksual mereka. Selain itu banyak ditemukan kasus remaja yang melakukan perilaku negatif dan tindakan kriminal seksualitas. Salah satu tempat yang menjadi sasaran adalah mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa STIE Perbanas. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi sikap remaja terhadap pornoaksi, antara lain tingkat religiusitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornografi pada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) PERBANAS
Penelitian kuantitatif dengan studi korelasional yang digunakan ini melibatkan 80 orang responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan berbentuk skala likert yang terdiri dari dua skala. Skala Sikap Terhadap Pornoaksi berjumlah 28 item dan skala Religiusitas berjumlah 35 item.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh negatif yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa yang dibuktikan dengan rh 0.289 < rt 0.364 pada taraf signifikansi
0,05%. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat memperdalam lagi faktor-faktor apa sajakah yang dapat membentuk sikap remaja terhadap pornoaksi.
(8)
Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan
Sikap Terhadap Pornoaksi Pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)
PERBANAS”. Shalawat serta salam semoga Allah melimpahkan Nabi Muhammad
SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberika pengarahan dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
2. Pembimbing akademik, Bapak Bambang Suryadi, Ph.D atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.
3. Bapak Ikhwan Luthfi, M.Si yang senantiasa memberikan bimbingan, saranm dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing seminar skripsi, Ibu Yunita, yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.
6. Ibu Christine Sulistyowati, sebagai Purek Non Akademik STIE Perbanas Jakarta, yang telah menijinkan penulis untuk melakukan penelitian.
7. Seluruh mahasiswa STIE Perbanas Jakarta Selatan yang bersedia menjadi sampel dalan penelitian ini.
(9)
putus asa memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih yang tulus kepada penulis.
9. Seluruh sahabat di Fakultas Psikologi, atas persahabatan dan dukungan yang telah kalian berikan.
10. Teman-teman, Untung Nugraha, Ikhsan, Abdu, Fachdi, Elyna, Fathin, Arniyati, Rizki, Dewi, Luthfi, Zaki, atas sefala motivasi yang tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagi di setiap kesempatan.
Semoga Allah memberikan pahala yang tiada henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan.
Harapan penulis, semoga skripsi imi memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak terkait. untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.
Jakarta, 04 Agustus 2011
Rifqi
(10)
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah ...3
1.2.2 Rumusan Masalah ...3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ...4
1.3.2 Manfaat Penelitian ...4
1.4 Sistematika Penulisan ...5
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pornoaksi 2.1.1 Pengertian Pornoaksi ...7
2.1.2 Unsur-unsur Pornoaksi ...8
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pornoaksi Mahasiswa ...10
2.2. Sikap 2.2.1 Pengertian Sikap ...14
2.2.2. Komponen-Komponen atau Struktur Sikap ...16
2.2.3. Ciri-Ciri Sikap ...17
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Perubahan Sikap ...18
2.3. Religi dan Religiusitas 2.3.1 Pengertian Religi ...21
2.3.2 Pengertian Religiusitas ...23
(11)
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan penelitian ...35 3.1.2 Metode Penelitian ...35 3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Definisi Variabel ...36 3.2.1.1. Definisi Konseptual ...36 3.2.1.2. Definisi Operasional ...37 3.3 Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi ...38 3.3.2 Sampel ...38 3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ...39 3.4 Metode dan Instrumen Penelitian
3.4.1 Tipe Instrumen dan Cara Skoring ...41 3.5 Teknik Uji Instrumen
3.5.1 Uji Validitas ...42 3.5.2 Uji Reliabilitas ...45 3.6 Teknik Analisis Data ...46 3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Tahap Persiapan ...46 3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ...47
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ...48 4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Semester ...49 4.1 Kategorisasi
4.1.1 Kategorisasi Sikap Terhadap Pornoaksi ...50 4.1.2 Kategorisasi Tingkat Religiusitas Responden ...50 4.2 Hasil Uji Hipotesis
(12)
5.3.1. Saran Teoritis ...55 5.3.2. Saran Praktis ...56
DAFTAR PUSTAKA
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hidup bermasyarakat memerlukan nilai-nilai yang bisa
mengantarkan masyarakat menuju kehidupan yang lebih maju seiring
dengan perkembangan zaman tetapi tetap tidak melanggar ketentuan nilai
serta ajaran agama yang sudah ditetapkan. Seiring perkembangan zaman
yang semakin modern, dengan tingkat perkembangan teknologi yang tidak
terendung lagi, akses internet (dunia maya) sangatlah mudah. tidak
terhitung lagi jumlah situs porno yang ada di internet. Dari sekedar hanya
bacaan, video, sampai dengan menggunakan web cam. Baik itu yang
bersifat lokal, maupun mancanegara. Kemudahan akses ini justru
membuat pemerintah dan masyarakat sangat merasa gerah, dengan
adanya pola mem-block situs-situs yang ada, itu merupakan salah satu
langkah prepentif yang dilakukan, tetapi, tetap saja masih ada yang bisa di
akses. Misalkan, kita membuka salah satu situs yang ada, sering sekali
muncul pop-up desktop yang bertuliskan “click here to chat me”, atau,
“Hai, namaku xxx, umurku xx tahun”, yang tentunya dengan memajang
foto yang sangatlah erotis. bagi kalangan remaja, ini merupakan hal yang
sangatlah menarik. mereka tahan berjam-jam duduk di warnet hanya
untuk mendownload film porno atau chatting dengan lawan jenis dengan perbincangan seksual.
(14)
Ajaran agama mempunyai peranan penting dalam kehidupan
karena ajaran agama itulah yang akan menjadi pedoman untuk
melakukan segala aktivitas kehidupan. Agama menjadi pedoman dalam
usaha, dalam bersikap, dalam menghadapi masalah, dan juga dalam
pergaulan remaja. Belakangan ini banyak remaja yang terseret pada
tindakan yang salah yang berupa pornoaksi.
Sikap merupakan sebagai satu predisposisi atau kecenderungan
yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku
dan bereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap pribadi lain, objek,
lembaga, atau persoalan tertentuDalam menyikapi pornografi dan
pornografi yang marak berkembang di dunia sekarang ini ada agama.
Agama merupakan salah satu filterisasi yang menyaring informasi yang
masuk ke dalam diri kita. Bagaimana cara kita menyikapinya, itu semua
tergantung dari kita sendiri. Agama hanyalah sebagai tameng, yang bisa
melakukannya adalah kita sendiri. Adapun penelitian hendak melihat
apakah sebuah stimulus yang negatif bisa menimbulkan perilaku yang
negatif, atau stimulus itu akan terabaikan.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengambil judul skripsi
“Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan SikapTerhadap
Pornoaksi Mahasiswa STIE PERBANAS.”
1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah
(15)
Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas maka penulis
memberikan batasan masalah. Adapun batasan masalah dari peneliti ini
adalah :
Religiusitas adalah aktivitas keberagamaan. Religiusitas diidentifikasikan dalam lima macam dimensi keberagamaan, yaitu
dimensi peribadatan atau praktik (ritualistik), dimensi penghayatan
(eksperiensial), dimensi pengalaman (konsekuensial) dan dimensi
pengetahuan agama (intelektual), seperti yang diungkapkan oleh
Glock & Stark.
Pornoaksi menurut definisi rancangan UU antipornografi :
“Pornoaksi adalah bentuk ekspresi untuk memperlihatkan secara
terang-terangan atau tersamar kepada publik alat vital dan
bagian-bagian tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menunjukkan
sensualitas dan atau seksualitas serta segala bentuk perilaku
seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga
menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.
Mahasiswa yang diteliti adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) PERBANAS.
1.2.2 Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan dalam
(16)
antara tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi pada
Mahasiswa STIE PERBANAS?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat Religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi pada
mahasiswa STIE PERBANAS.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi khususnya psikologi
Islami dan psikologi perkembangan. Secara praktis, apabila religiusitas
berhubungan terhadap pornoaksi mahasiswa dapat dijadikan sebagai
pelajaran bagi para orang tua untuk mendidik anak-anaknya terutama
lebih memberikan perhatian pada aspek religiusitasnya supaya dapat
menjaga tingkah laku, sikap maupun kepribadiannya dan terhindar dari
(17)
1.4 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Teori
Meliputi teori-teori atas pornoaksi, faktor-faktor yang
mempengaruhi pornoaksi, serta definisi religiusitas yang terdiri
dari definisi religiusitas, fungsi religiusitas, dimensi religiusitas,
sumber-sumber religiusitas serta definisi pornoaksi. Kerangka
berpikir dan hipotesa penelitian.
Bab III : METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi pendekatan penelitian, Variabel penelitian, populasi
dan sampel penelitian, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan dan pengolahan data, serta prosedur penelitian.
Bab IV : HASIL PENELITIAN
Meliputi gambaran umum responden, gambaran responden
berdasarkan usia, gambaran umum berdasarkan semester, uji
(18)
(19)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pornoaksi
2.1.1 Pengertian Pornoaksi
Menurut Nasseri (dalam Djubaedah, 2003) Pornoaksi berarti segala
tindakan, perilaku, sikap, ucapan, gerakan-gerakan erotis yang dapat
merangsang atau menimbulkan nafsu seksual.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pornografi adalah
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau gambar
untuk membangkitkan nafsu birahi. Pornografi merupakan produk
visualisasi seperti gambar, foto, film dan jenis lainnya yang
mengeksploitasi seks dengan cara asusila yang melecehkan hakikat dan
martabat manusia, melanggar moral, ajaran agama, adat istiadat dan
tradisi.
Menurut RUU (Djubaedah 2003) pornoaksi adalah sikap, perilaku,
perbuatan, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual, baik dilakukan
antara manusia dengan hewan, atau antara hewan yang sengaja
dipertunjukkan oleh seorang atau lebih yang bertujuan untuk
membangkitkan nafsu birahi orang, baik perbuatan pornoaksi yang
dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, lesbian, oral-sex, fellatio cunnilingus, onani, masturbasi, anal intercourse (sodomi), baik dilakukan oleh orang sejenis kelamin maupun berlawanan jenis kelamin, yang
(20)
ditujukan atau mengakibatkan orang yang melihatnya dan atau
mendengarnya dan atau menyentuhnya timbul rasa yang menjijikkan dan
atau memuakkan dan atau memalukan, yang bertentangan dengan
agama dan atau adat-istiadat setempat.
Dari pengertian pornoaksi, dalam RUU Pornoaksi, dapat diketahui
bahwa perbuatan yang tergolong pornoaksi apabila segala perbuatan
yang disebutkan dalam pengertian pornoaksi tersebut dilakukan di tempat
umum/yang dianggap tempat umum, oleh orang yang tidak terikat
hubungan suami isteri yang sah, dilakukan di depan umum baik yang
ditonton oleh penonton tunggal atau bersama-sama. Pengertian dan
ruang lingkup pornoaksi yang diajukan oleh Djubaedah dan RUU
Pornoaksi ini, sampai dengan tulisan ini dibuat, Undang-undang Pornoaksi
tersebut belum disahkan.
2.1.2 Unsur-unsur Pornoaksi
Berdasarkan pengertian pornoaksi menurut RUU Pornoaksi,
Djubaedah (2003) membagi unsur pornoaksi menjadi lima, yaitu:
a. Sikap, baik yang berupa tataran kognitif serta afektif, dengan kognitif
dimaksud adalah melakukan sikap yang membuat pikiran orang yang
melihatnya menjadi ke arah seksual, sedangkan afektif yang dimaksud
adalah melakukan tindakan tertentu yang membuat orang yang
(21)
b. Gerakan tubuh yang sensual. Gerakan tubuh yang sensual ini dapat
dilakukan dengan tarian maupun gerakan-gerakan yang menunjukkan
kesensualan seseorang. Sebagai contoh cara berjalan dibuat
berlenggok-lenggok agar terlihat lebih sensual untuk menarik lawan
jenis.
c. Suara yang erotis dan sensual. Suara yang erotis dan sensual adalah
suara yang dikeluarkan oleh seseorang untuk membuat orang yang
mendengarnya menjadi terangsang, baik secara langsung maupun
melalui telepon.
d. Memperlihatkan secara terang-terangan/tersamar pada publik alat vital
dan atau bagian tubuh yang menunjukkan sensualitas. Perbuatan
menunjukkan alat vital ini baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama. Contoh yang nyata dari tindakan memperlihatkan alat
vital ini adalah gambar telanjang dari artis Anjasmara yang kemudian
berujung pada dipidanakannya artis tersebut oleh FPI (Front Pembela
Islam).
e. Melakukan hubungan seksual dan dipertontonkan kepada orang
lain. Hubungan seksual yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan
seksual yang sengaja dilakukan di depan orang lain. Hubungan
seksual merupakan pornoaksi yang sangat nyata karena dengan
memperlihatkan hubungan seksual di depan orang lain akan membuat
orang yang melihatnya menjadi terangsang dan juga akan tergiring
(22)
Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa suatu perbuatan
dikatakan sebagai perbuatan pornoaksi apabila memiliki salah satu atau
lebih dari satu unsur-unsur pornoaksi.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pornoaksi Mahasiswa
Faktor-faktor yang menyebabkan pornoaksi oleh remaja
setidak-tidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a. Faktor nilai-nilai agama
Nilai-nilai agama yang dianut oleh remaja menentukan sikapnya
terhadap pornoaksi. Hal ini disebabkan agama mempunyai
ajaran-ajaran tertentu atau ketentuan-ketentuan yang memberikan
batasan-batasan yang tegas terhadap pornoaksi. Selain itu ajaran agama juga
dapat memberantas, menanggulangi, mencegah, dan membendung
pornoaksi, sepanjang kehidupan anggota masyarakat sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya, khususnya ajaran agama Islam
(Djubaedah, 2003).
b. Faktor hukum
Faktor hukum di sini dilihat dari hukum positif yang berlaku di
Indonesia yaitu Hukum Pidana dan Hukum Islam. Hukum pidana di
Indonesia melarang hal-hal yang bersifat pornografi dan pornoaksi
melalui pasal-pasal yang berkaitan dengan kesusilaan. Berdasarkan
penafsiran atas Pasal 281, 283, 532, 534, dan Pasal 535 Kitab
(23)
pornoaksi dapat dilihat dari penafsiran pasal-pasal tersebut
(Djubaedah, 2003).
Pengertian pornografi dan pornoaksi menurut ketentuan-ketentuan
tersebut tidak hanya menyangkut perbuatan erotis dan sensual yang
membangkitkan birahi seksual semata. Tetapi pengertian pornografi
dan pornoaksi termasuk perbuatan erotis dan sensual yang
menjijikkan, memuakkan, memalukan orang yang melihatnya dan atau
mendengarnya dan atau menyentuhnya. Hal itu disebabkan oleh
bangkitnya birahi seksual seseorang akan berbeda dengan yang lain.
Apabila perbuatan erotis atau gerak tubuh maupun gambar, tulisan,
karya seni berupa patung, alat kelamin, suara dalam
nyanyian-nyanyian maupun suara yang mendesah, humor, dan lain-lain yang
terdapat dalam media komunikasi, baik cetak maupun elektronik,
hanya diukur dengan perbuatan yang membangkitkan birahi seksual
semata, maka sangat sulit untuk memberikan batasan pornografi dan
pornoaksi yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Karena itu
jenis pelanggaran kesusilaan pornografi dan pornoaksi seharusnya
tidak hanya diukur oleh bangkitnya birahi seseorang, tetapi juga harus
diukur dengan rasa memuakkan, menjijikkan, dan atau memalukan
bagi orang yang melihatnya dan atau mendengarnya, dan atau
menyentuhnya (Djubaedah, 2003).
Dalam beberapa hadis Rasulullah yang melarang kita memakai
(24)
larangan bagi laki-laki dan perempuan berdua-duaan (berkhalwat)
dengan perempuan yang bukan muhrimnya, ataupun laki-laki dengan
laki-laki (homoseksual), maupun antara perempuan dengan
perempuan (lesbian) (Djubaedah, 2003).
c. Faktor kesusilaan
Menurut Abdurrahman al-Maliki (Djubaedah, 2003) aspek kesusilaan
diukur dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu
aspek ini sangat sulit untuk diseragamkan pada semua daerah, akan
tetapi dari RUU Pornoaksi dan Pornografi yang sedang dibahas oleh
DPR, batasan-batasan perbuatan yang melanggar kesusilaan antara
lain:
1. Barangsiapa bercumbu, atau berbuat tidak sopan terhadap
perempuan, maka akan dikenakan sanksi penjara selama 1 (satu)
bulan. Jika hal itu dilakukan oleh seorang perempuan terhadap
laki-laki, maka ia diberi sanksi serupa, dan ditambah dengan dera 10
(sepuluh) kali.
2. Setiap laki-laki yang menyamar dengan pakaian perempuan,
kemudian masuk ke tempat khusus perempuan, atau ke tempat
yang bagi laki-laki dilarang memasukinya – (saat kerja) selain perempuan saja, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara
sampai 6 (enam) bulan.
3. Barangsiapa yang mencetak atau menjual, atau menyimpan
(25)
benda-benda perhiasan yang dicetak atau ditulis dengan tangan,
atau foto-foto serta gambar-gambar porno, atau benda-benda lain
yang dapat menyebabkan kerusakan akhlak, maka pelakunya
dikenakan sanksi penjara 6 (enam) bulan.
4. Barangsiapa melihat perempuan yang sedang berjemur matahari
dengan kondisi tidak sopan di tempat terbuka, atau terlihat di
tempat umum, atau tempat yang diperbolehkan bagi umum, maka
kepadanya akan dikenakan sanksi penjara 6 (enam) bulan. Bagi
perempuan yang berjemur tersebut yang mudah dilihat laki-laki
akan dikenakan sanksi serupa.
5. Setiap orang yang melakukan tindak tidak senonoh di tempat
umum, atau di pertemuan umum, atau dalam kondisi yang
memungkinkan seseorang yang ada di tempat itu melihatnya, maka
pelakunya akan dikenakan sanksi penjara selama 6 (enam) bulan.
6. Setiap perempuan yang membuka auratnya selain wajah dan
kedua tangannya dikenakan sanksi dera (jilid). Jika ia tidak menghentikan perbuatannya (jera), ia akan dikenakan sanksi
pengasingan selama 6 (enam) bulan.
7. Setiap laki-laki yang terlihat (memakai) pakaian atau perhiasan,
atau gerakan-gerakan yang tidak wajar, atau melanggar
kesopanan, atau ia mirip perempuan, maka atasnya akan
(26)
jera dari perbuatan tersebut, maka ia akan diasingkan selama 1
(satu) tahun.
8. Setiap orang yang mengintip rumah orang lain melalui lubang atau
celah pintu, atau lainnya, maka ia akan dikenakan sanksi berupa
pengasingan sampai 6 (enam) bulan penjara dan didera. Jika ia
mengintip dari tempat yang lebih tinggi atau tempat yang lebih
rendah, maka ia akan dikenakan sanksi dera (jilid).
d. Faktor tokoh idola remaja
Sebagai individu yang telah memasuki perkembangan kognitif
masa operasi formal, maka remaja merasa tertantang untuk
membuktikan kemampuan intelektualnya. Mereka umumnya
mengidentifikasikan diri pada seorang tokoh yang dianggap idola,
maka mereka berupaya bagaimana dirinya mampu menyerupai tokoh
idolanya. Caranya dengan meniru sifat-sifat, kemampuan atau
keahlian yang dimiliki tokoh idola itu. Seperti Inul Daratista dengan
goyang ngebornya, Dewi Persik dengan goyang gergajinya, dan
lain-lainnya.
2.2 SIKAP
2.2.1 Pengertian Sikap
Sikap dalam bahasa Inggris disebut attitude yaitu suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Sikap oleh Fishbein & Ajzen dalam
(27)
Azwar (2007) didefiniskan sebagai afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek. Menurut G.W. Allport dalam Azwar (2007) sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap
respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan
dengannya.
Menurut Krech dan Crutcchfield dalam David (1994) sikap adalah
sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional,
emosional, perseptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia
individu.
J.P Chaplin (2000) mengartikan sikap atau attitude sebagai satu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus
menerus untuk bertingkah laku dan bereaksi dengan suatu cara tertentu
terhadap pribadi lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu. Gerungan
(2004) mendefinisikan sikap sebagai kesediaan beraksi terhadap sesuatu
hal.
Dari bebagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap
sebagai kecenderungan untuk bertingkah laku terhadap suatu objek yang
bersifat menetap.
Sikap terhadap pornoaksi merupakan kecenderungan untuk
menyikapi semua yang berbau pornografi bisa bersifat positif atau pun
negatif. Karena pornografi diibaratkan sebagai stimulus, dan pornoaksi
(28)
aspek kognitif yang merupakan penalaran dalam mencerna sesuatu
informasi yang masuk kedalam STM (Short Term Memory) yang kemudian diteruskan ke LTM (Long Term Memory), yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan aspek afektif untuk merasakan apakan hal ini
berdampak baik bagi kehidupan individu atau berdampak buruk. Dan,
yang terakhir tercermin dari sisi perilaku.
2.2.1. Komponen-Komponen atau Struktur Sikap
Menurut Mann (dalam Walgito, 2005) ada 3 aspek yaitu aspek
kognitif, aspek afektif dan aspek konatif.
1. Aspek Kognitif (pengetahuan)
Kognitif merupakan unsur pokok dalam mengadakan penalaran yang
diawali dengan adanya pengetahuan tentang baik dan buruk.adanya
pengetahuan itu adalah hasil dari perkembangan struktur kognisi.
Komponen kognisi ini berisi kepercayaan seseorang dan pengalaman
pribadi. Melalui pengetahuannya seseorang akan menentukan sikap
untuk menerima atau menolak pornoaksi.
2. Aspek Afektif (perasaan)
Afektif menyangkut masalah emosional seseorang terhadap suatu
objek. Perasaan seseorang terhadap suatu objek akan mempengaruhi
pandangannya terhadap objek tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut
(29)
cenderung menerima pornoaksi, sebaliknya jika seseorang tidak
senang dengan pornoaksi maka ia akan menolak pornoaksi.
3. Aspek Konatif (Perilaku)
Perilaku seseorang akan sangat ditentukan oleh asumsi dasar bahwa
pornoaksi adalah hal yang wajar, maka ia akan ikut berperilaku
pornoaksi. Sebaliknya orang yang mempunyai asumsi dasar bahwa
pornoaksi merupakan hal yang tidak wajar maka tidak akan mempunyai
perilaku pornoaksi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penerimaan seseorang
terhadap pornoaksi sangat tergantung pada aspek kognitif, afektif, dan
konatifnya. Dengan kata lain bagaimana tingkat pengetahuan seseorang
tentang nilai baik dan buruk, bagaimana perasaan seseorang terhadap
pornoaksi dan bagaimana penerimaannya terhadap perilaku pornoaksi
akan sangat menentukan pandangannya mengenai pornoaksi.
2.2.2. Ciri-Ciri Sikap
Gerungan (2004) menjabarkan tentang ciri-ciri sikap, yaitu:
1. Sikap tidak dibawa manusia sejak lahir, akan tetapi dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan
dengan objeknya.
2. Sikap dapat berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari. Atas dasar
(30)
dan lain sebagainya, yang semuanya ini diharapkan dapat mengubah
sikap seseorang.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi
tertentu terhadap suatu objek.
4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu dan dapat pula
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pembentukan sikap pada seseorang tidak terjadi begitu saja
melainkan terbentuk melalui proses bagaimana individu berinteraksi
dengan lingkungannya maupun dengan individu lainnya. Dalam hal ini
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sifat
menurut Azwar (2007) :
a) Pengalaman pribadi
Sesuatu yang telah dan sedang dialami akan membentuk dan
mempengaruhi sikap seseorang terhadap sesuatu. Pembentukan
kesan atau tanggapan akan menjadi salah satu dasar. Seseorang
yang tidak mempunyai pengalaman atau kesan terhadap suatu objek
cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan
(31)
bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk dan atribut atau
ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus. Sikap akan mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Karena ketika emosi dilibatkan
penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama
berbekas. Namun dari semua hal diatas tidaklah sesederhana karena
suatu pengalaman tunggal jarang sekali dapat menjadi dasar
pembentukan sikap.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain yang berada disekitar merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Apalagi ketika
seseorang yang berada disekitar itu dianggap penting dan diharapkan
persetujuannya. Biasanya orang yang dianggap penting bagi individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, temen
sebaya, teman dekat, suami dan istri.
c) Pengaruh kebudayaan
Pembentukan sifat juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Ketika
budaya dalam suatu tempat mempunyai peraturan norma yang
longgar, maka budaya kebebasan akan semakin besar. Begitu juga
ketika budaya dalam suatu tempat itu mempunyai peraturan norma
yang ketat, maka budaya kebebasan akan semakin sempit. Tetapi
(32)
kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang mendominasi
pembentukan sikap individual.
d) Media massa
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar dan memberikan sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang dan kepercayaan orang. Contoh
pengaruh media massa terhadap pembentukan sikap adalah sugesti
tayangan iklan yang dapat mempengaruhi penonton sehingga menjadi
konsumtif.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan
keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Lembaga agama dan pendidikan sangat menentukan sistem
kepercayaan, konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap
individu terhadap suatu hal.
Ketika terjadi suatu hal yang sifatnya kontroversial orang akan mencari
informasi untuk dapat memperkuat posisi sikapnya. Dalam hal seperti
itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari
lembaga agama seringkali menjadi determinan tunggal yang
menentukan sikap.
(33)
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap yang timbul dari pengaruh
emosional merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu
frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama. Suatu contoh bentuk sikap yang didasari
oleh faktor emosional adalah prasangka.
2.3 Religi dan Religiusitas 2.3.1 Pengertian Religi
Menurut Harum Nasution (1974) agama berasal dari kata al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. al-Din (semit) berarti undang-undang atau hukum. kemudian dalam Bahasa Arab, kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. sedangkan
kata religi (latin) atau leregere berarti mengumpulkan dan membaca. kemudian lerigere berarti mengikat. kemudian kata agama (terdiri dari
a=tidak; gam=pergi), mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau
diwariskan turun temurun (Jalaluddin, ed. Revisi, 2008).
Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harum
Nasution, intisarinya adalah ikatan. karena itu agama dapat disimpulkan
(34)
tersebut berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia
sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditamkap oleh panca indera,
namum mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan
sehari-hari. Secara definisi, menurut Harun Nasution, agama adalah
(Jallaluddin, ed. Revisi, 2008):
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan
gaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai
manusia.
3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhada adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah
dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam
alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
(35)
Sedangkan menurut Robert H Thouless agama adalah sikap (cara
penyesuaian diri) terhadap dunia yang mencakup acuan yang
menunjukkan lingkunang yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik
yang terkait dengan ruang dan fisik – the spatiotemporal physical world
(dalam hal ini yang dimaksudkan adalah dunia spiritual). definisi ini secara
empiris lebih cocok untuk membedakan sikap-sikap keagamaan (religious) dari yang bukan keagamaan (irreligous), antara lain seperti Humanisme dan Komunisme (Jallaluddin, ed. Revisi, 2008).
2.3.2 Pengertian Religiusitas
Pengertian religiusitas adalah keberagamaan yaitu suatu keadaan
yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku
sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama (Jalaluddin, 2003).
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa religiusitas merupakan satu
sistem yang kompleks dari kepercayaan keyakinan dan sikap-sikap dan
upacara-upacara yang menghubungkan individu dengan satu keberadaan
atau kepada sesuatu yangbersifat ketuhanan (Daradjat: 1991).
Pruyser (Jalaluddin, 2003) berpendapat bahwa religiusitas lebih
bersifat personal dan mengatas namakan agama. Agama mencakup
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan Tuhan, sedangkan tingkat
religiusitas adalah perilaku manusia yang menunjukkan kesesuaian
dengan ajaran agamanya. Jadi berdasarkan agama yang dianut maka
(36)
Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang
komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang
beragama (being religious), dan bukan sekadar mengaku mempunyai agama (having religion).
Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama,
pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas)
agama, dan sikap sosial keagamaan. Dalam Islam, religiusitas pada garis
besarnya tercermin dalam pengamalan akidah, syariah, dan akhlak, atau
dengan ungkapan lain: iman, Islam, dan ihsan. Bila semua unsur itu telah
dimiliki oleh seseorang, maka dia itulah insan beragama yang sesungguhnya. Di
dalam buku ilmu jiwa agama, Daradjat (1991) mengemukakan istilah
kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Kesadaran agama merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi, atau dapat
dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Pengalaman agama
adalah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang
membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.
Sedangkan religiusitas merupakan suatu sistem yang kompleks
dari kepercayaan sikap-sikap dan upacara-upacara yang menghubungkan
individu dengan satu keberadaan atau makhluk yang bersifat ketuhanan,
terdapat lima dimensi yang tidak dapat terpisahkan dan sudah merupakan
kumpulan dari beberapa dimensi. Merujuk pada Glock dan Stark (dalam
(37)
dimensi keyakinan (ideologis), dimensi praktik agama (ritualistik), dimensi
penghayatan (eksperiensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual),
dimensi pengalaman dan konsekwensi. Kelima dimensi tersebut adalah
merupakan aspek-aspek yang tidak bisa dipisahkan-pisahkan, karena hal
tersebut merupakan satu kesatuan dalam religiusitas seseorang
(Effendi, 2008 dalam http://www.scribd.com/doc/55834748/KAUUUUUP).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas
adalah suatu ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan
lingkungan sosialnya serta alam sekitar agar sesuai dengan norma
kebenaran dan tata cara dalam melakukan peribadatan.
Jadi, dapat dilihat adanya perbedaan agama/religi dengan
religiusitas. hal yang paling mendasar adalah agama atau religi adalah
aturan-aturan yang telah mengikat antara manusia dengan Tuhan (yang
berhubunangan dengan alam gaib), sedangkan religiusitas merupakan
cara bagaimana manusia menyikapi aturan-aturan yang baku itu dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.3 Dimensi-dimensi Religiusitas
Religiusitas menurut Glock & Stark (dalam Jalaluddin, 2003)
mempunyai 5 dimensi, yaitu:
a. Dimensi Ideologi (The Idiological Dimension)
Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal
(38)
yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada
Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap
agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner
berbeda dengan agama lainnya, bahkan untuk agamanya saja
terkadang muncul paham yang berbeda dan tidak jarang berlawanan.
Pada dasarnya setiap agama juga minginginkan adanya unsur
ketaatan bagi setiap pengikutnya. Dalam begitu adapun agama yang
dianut oleh seseorang, makna yang terpenting adalah kemauan untuk
mematuhi aturan yang berlaku dalam ajaran agama yang dianutnya.
Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat doktriner yang harus ditaati oleh
penganut agama. (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008).
b. Dimensi Ritualistik (The Ritualistic Dimension)
Religious ractice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya.
Unsur yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, kultur serta
hal-hal yang lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama
yang dianutnya.
Wujud dari dimensi ini adalah prilaku masyarakat pengikut agama
tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama.
Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan
menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek
muamalah lainnya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008).
(39)
Religious Feeling adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,
merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan
oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan
kalau dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam perasaan dekat
atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal
yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika melaksanakan
shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau
ayat-ayat Al Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah (Hidayat, 2008).
d. Dimensi Intelektual (The Intelectual Dimension)
Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa
jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya,
terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling
tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok
mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan
tradisi-tradisi.
Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat
pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran
agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana
yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam
(40)
e. Dimensi Konsekuensial (The Consequential Dimension)
Yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran
agamanya. Dari kelima aspek religiusitas di atas, semakin tinggi
penghayatan dan pelaksanaan seseorang terhadap kelima dimensi
tersebut, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Tingkat
religiusitas seseorang akan tercermin dari sikap dan perilakunya
sehari-hari yang mengarah kepada perilaku yang sesuai dengan
tuntunan agama.
The consequential dimension yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya
dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi
tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan
hartanya, dan sebagainya.
Ancok dan Suroso (1995) mengatakan bahwa dalam Islam, dimensi ini
dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang
baik sebagai amalan sholeh sebagai muslim, yaitu meliputi prilaku
suka menolong, bekerjasama, berderma, mensejahterakan dan
menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan kebenaran dan
keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup,
menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak
berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi
norma-norma Islam dalam prilaku seksual, berjuang untuk hidup
(41)
(42)
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas
Thouless (Jalaluddin, 2003) mengemukakan bahwa ada empat
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam perilaku religiusnya, yaitu
faktor sosial, faktor emosional, faktor intelektual dan faktor konflik moral.
a. Faktor Sosial
Menurut Thouless (1992) faktor sosial dalam agama terdiri dari
berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku religius dari
pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak. Berbagai
pendapat dan sikap orang-orang disekitar kita, serta berbagai
tradisi yang kita terima pada masa lampau. Sejak masa
kanak-kanak samapi masa tua kita menerima perilaku dari orang-orang
disekitar kita dan dari apa yang mereka katakan berpengaruh
terhadap sikap-sikap religius kita. Selain itu, pola-pola ekspresi
emosional kita pun bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita.
b. Faktor Emosional
Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam
kadar tertentu yang berkaitan dengan agamanya, bahkan boleh jadi
lebih mendalam tanpa membedakan jenisnya dari
pengalaman-pengalaman religius kebanyakan orang. Menurut Thouless (1992)
ada peribadatan-peribadatan keagamaan lainnya yang juga dapat
menimbulkan pengalaman-pengalaman emosional pada para
(43)
Tanpa adanya pengalaman emosional, peribadatan-peribadatan itu
akan terasa agak kosong dan bersifat formal semata-mata.
c. Faktor Intelektual
Rasionalisasi merupakan proses verbal yang digunakan untuk
memberikan justifikasi terhadap kepercayaan yang dikukuhkan
dengan landasan-landasan lain. Hampir tidak dapat diragukan lagi,
bahwa rasionalisasi memainkan peran dalam pembentukan system
kepercayaan keagamaan sebagaimana terjadi dalam sistem
kepercayaan-kepercayaan lainnya, unsur-unsur emosional juga
ikut.
d. Konflik Moral
Hukum moral bisa dianggap sebagai sistem tatanan sosial yang
dikembangkan oleh suatu masyarakat dan diteruskan kepada
generasi-generasi berikutnya melalui proses pengkondisian sosial.
Thouless juga berpendapat bahwa hukum moral dapat dianggap
sebagai sistem kewajiban yang mengikat manusia tanpa
mempermasalahkan apakah sistem itu bermanfaat atau tidak,
dilihat dari sisi sosial. Konflik moral menurut Thouless dapat
dianggap sebagai salah satu fakta yang menentukan sikap religius.
Konflik itu merupakan konflik antara kekuatan-kekuatan yang baik
(44)
2.4 Kerangka Berpikir
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa masa remaja merupakan
masa transisi, dimana individu akan berubah baik secara fisik maupun
psikis dari seorang anak menjadi dewasa. Pada masa ini pula, remaja
mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya seperti halnya media
massa, film biru, buku-buku porno dan gambar-gambar porno. Kondisi
tersebut bertambah parah dengan diputarnya film-film televisi maupun
bioskop yang banyak mengumbar pornoaksi. Akibatnya, banyak remaja
yang menirukan pola perilaku dalam film tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa perilaku yang mengumbar
pornoaksi merupakan suatu hal yang bertentangan dengan norma-norma
yang dianut oleh mayarakat dan ajaran agama. Untuk menghindari hal-hal
tersebut remaja senantiasa membentengi diri dengan bekal iman dan
tetap berpegah teguh pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku,
agar terhindari dari pengaruh lingkungan yang negatif. Oleh karena itu,
tertanamnya juga nilai-nilai agama dan jiwa-jiwa agama dalam kehidupan
sehari-hari mereka diharapkan mampu menuntun semua perilakunya.
Sesuai dengan konsep yang dijelaskan oleh Glock & Stark (1975)
mengenai Religiusitas terdapat 5 dimensi religiusitas, yaitu: 1). Dimensi
Ideologi, 2). Dimensi Ritualistik, 3). Dimensi Perasaan, 4). Dimensi
Intelektual, 5). Dimensi
Seseorang yang memiliki keyakinan beragama akan mampu
(45)
kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka dengan
keyakinan atau keimanannya akan bertindak, menimbang, dan meneliti
apakah hal tersebut diperbolehkan atau tidak dalam agama, maka
keyakinan beragama itulah yang menjadi bagian integral dari kepribadian
seseorang.
Tinggi rendahnya sikap pornoaksi ditunjukkan oleh skor total yang
diperoleh individu dari skala sikap pornoaksi. Semakin tinggi skor total
yang diperoleh semakin tinggi sikap pornoaksi individu, semakin rendah
skor yang diperoleh semakin rendah sikap pornoaksi individu.
Adapun unsur-unsur yang berkaitan dengan pornoaksi adalah
unsur sikap, gerakan tubuh, suara yang erotis, memperlihatkan secara
terang-terangan/tersamar pada publik alat vital dan atau bagian tubuh
yang menunjukkan sensualitas, serta melakukan hubungan seks. Orang
yang mengetahui ini akan segera menjauhinya, menjaga pandangan dan
tingkah lakunya. semakin tingginya tingkat religiusitas yang dimilikinya,
maka semakin semakin kuat usaha mereka untuk menjauhinya.
sedangkan yang dipergunakan adalah skala sikap antara lain aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Jadi, semakin tinggi tingkat
(46)
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian
Hubungan Antara Religiusitas Terhadap Sikap Pornoaksi pada Mahasiswa
2.3.5 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka berpikir tersebut di atas,
maka penulis mengajukan hipotesis penelitian dengan menggunakan
hipotesis sebagai berikut:
Ha : Ada hubungan negatif yang signifikan antara tingkat religiusitas
dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa STIE PERBANAS.
Religiusitas
Sikap terhadap
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
Kuantitatif, dimana pada pendekatan kuantitatif data penelitian hanya
akan dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh
melalui suatu pengukuran yang disamping valid dan reliabel, juga objektif.
Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan
kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang akan diteliti.
(Azwar, 2005).
3.1.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional.
Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang meneliti hubungan antara
tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa STIE
PERBANAS, dengan menggunakan rumus statistik atau data yang
diperoleh dari penelitian ini berupa angka-angka, kemudian dianalisis
dengan menggunakan rumus statistik.
Menurut Sevilla, et. al. (1993), penelitian korelasional adalah
penelitian yang dirancang untuk menetukan tingkat hubungan
variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Menurut Azwar (2005),
(48)
penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki
sejauh mana varians pada suatu variable berkaitan dengan variasi pada
satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan
penelitian korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel dan ada
atau tidak adanya hubungan di antara variabel-variabel tersebut dapat
dilakukan serentak dalam kondisi yang relistis. Penelitian korelasional ini
dipilih karena dalam penelitian ini ingin melihat ada atau tidaknya
hubungan antara variabel.
3.2 Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2005), variabel adalah suatu objek penelitian
atau sesuatu yang menjadi titik perhatian pada suatu penelitian. Variabel
dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
Variabel Bebas adalahReligiusitas
Variabel Terikatnya adalah Sikap Terhadap Pornoaksi
3.2.1 Definisi Variabel 3.2.1.1. Definisi Konseptual
Religiusitas merupakan suatu ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya serta alam sekitar agar
sesuai dengan norma kebenaran dan tata cara dalam melakukan
(49)
Sikap terhadap pornoaksi merupakan kecenderungan untuk menyikapi semua yang berbau pornografi bisa bersifat positif atau
pun negatif. Karena pornografi diibaratkan sebagai stimulus, dan
pornoaksi diibaratkan sebagai respon. Untuk menyikapi hal
tersebut dengan adanya aspek kognitif yang merupakan penalaran
dalam mencerna sesuatu informasi yang masuk kedalam STM
(Short Term Memory) yang kemudian diteruskan ke LTM (Long Term Memory), yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan aspek afektif untuk merasakan apakan hal ini berdampak baik bagi
kehidupan individu atau berdampak buruk. Dan, yang terakhir
tercermin dari sisi perilaku.
3.2.1.2. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel merupakan pengertian secara
operasional mengenai variabel-variabel yang akan dipakai dalam
penelitian, yaitu :
Religiusitas menurut Glock dan Stark (dalam Ancok, 2001) menjelaskan sebagai sistem simbol, system keyakinan, sistem
keyakinan, system nilai dan perillaku yang terlambangkan yang
semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang
(50)
Menurut Djaelani (2004) bahwa sikap terhadap pornoaksi kecenderungan untuk memamerkan aurat secara berlebihan yang
digelar dan ditonton secara langsung.
3.3
Pengambilan Sampel 3.3.1 PopulasiPopulasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan,
2002). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah remaja putri
dikampus perbanas Fakultas Ekonomi berjumlah 500 mahasiswi
(berdasarkan data akademik STIE PERBANAS).
3.2.2 Sampel
Sampel adalah beberapa bagian kecil dari populasi atau porsi dari
suatu populasi yang akan diteliti (Sevilla, et al., 1995) mengingat karena
luasnya populasi, maka penulis menetepkan mahasiswi Perbanas akan
dijadikan sampel dalam penelitian ini, sampel yang akan diambil sebanyak
80 subjek dari 500 subjek. Hal ini juga didasarkan pada pendapat Guilford
dan Fruchter (1981), bahwa jumlah sampel penelitian minimal adalah 30
orang. Sedangkan menurut Arikunto (2005), jika jumlah subjeknya besar,
peneliti dapat mengambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih,
tergantung setidak-tidaknya dari :
(51)
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Mengingat luasnya wilayah pengamatan dan banyaknya populasi
yaitu 500 orang, peneliti mengambil data sebanyak 80 orang. Subjek yang
diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswi Perbanas. Usia subjek
sesuai dengan pendidikannya yaitu mahasiswa Perbanas yang berusia
18-24 tahun.
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan cara
menyebarkan langsung instrumen penelitian (skala religiusitas dan skala
pornoaksi mahasiswa Perbanas yang menjadi sampel penelitian. Adapun
teknik yang diambil dalam pengambilan sampel menggunakan teknik
Incidental sampling (mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari
populasi tertentu) (Arikunto, 2002).
3.4 Metode dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan skala dengan model skala likert
sebagai alat pengumpulan data, yang terdiri atas sejumlah pernyataan
(52)
penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala religiusitas dan skala sikap terhadap pornoaksi mahasiwa.
Azwar (2003) mendefinisikan skala sebagai daftar pernyataan yang
akan mengungkapkan performansi yang menjadi karakteristik tertentu,
jelas, dan lengkap yang akan diteliti. Sedangkan instrumen yang
digunakan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Skala tryout sikap pornoaksi mahasiswa
Item-item untuk skala tryout sikap terhadap pornoaksi disusun dengan
mengacu pada definisi sikap menurut azwar (2007) sehingga dalam
penyusunan indikatornya diambil dari atribut-atribut yang dimiliki oleh
pornoaksi yang diteliti.
Tabel 3.1
Blue Print Skala Tryout Sikap Pornoaksi Mahasiswa
2. Skala tryout religiusitas
Indikator Pornoaksi mahasiswa
Kognitif Afektif Konatif
Total
Fav Unfav Fav Unfav Fav Unfav
Gerakan tubuh
yang sensual 9, 23 16 7, 27 3 10, 24 4, 17 10
Perbuatan menunjukan alat vital
2, 22 1, 18, 25 8, 14, 26 5, 11, 19, 23
12, 15, 20, 21,
28
6, 13 18
(53)
Penyusunan item-item skala tryout religiusitas mengacu pada dimensi
religiusitas yang diungkapkan oleh Glock & Stark (1975). Skala ini
terdiri dari lima dimensi yang berisi 35 item untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2
Blue Print Tryout Skala Religiusitas
No Aspek Butir Soal Total
Favorable Unfavorable
1 Keyakinan 1, 4 2, 3, 5, 6 6
2 Pengalaman 7, 10, 11, 12 8, 13, 14, 15 8
3 Praktek
Agama 16, 18, 20, 21 17, 19, 22, 23 8
4 Pengetahuan 9, 24, 25 26, 27, 28, 29 7
5 Pengamatan 30, 31, 32 33, 34, 35 6
Jumlah 15 20 35
3.4.1 Tipe Instrumen dan Cara Skoring
Instrumen yang digunakan adalah skala Religiusitas dan skala
sikap pornoaksi mahasiswa. Pemberian skor pada skala tersebut
menggunakan skala model likert dengan empat alternative jawaban yaitu
SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju).
Skala dengan alternatif jawaban ini dipilih untuk menghindari terjadinya
kecenderungan pemusatan atau menghindari jawaban subjek yang
berada di tengah-tengah atau netral. Pernyataan tersebut bersifat
Favourable dan Unfavourable dengan bobot skor jawaban berkisar antara
1-4. Untuk pernyataan favourable bobot skornya SS=4, S=3, TS=2, dan
STS=1. Sedangkan untuk pernyataan unfavourable bobot skornya adalah
(54)
Tabel 3.3
Format Penilaian Skala
Jawaban Favorabel Unfavorabel
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS)
1 4
3.5 Teknik Uji Instrumen
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrument
pada 500 orang mahasiswi Perbanas dengan total item sebanyak 86 item
dari 2 (dua) skala, yaitu religiusitas sebanyak 40 dan skala pornoaksi
mahasiswa sebanyak 36 item. Adapun maksud dan tujuan dari
pelaksanaan uji instrumen ini dilakukan adalah untuk Mengetahui validitas
instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.
Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur
tingkat reliabilitas skala tersebut.
3.5.1 Uji Validitas
Menurut Azwar (2005), validitas adalah ketepatan dan kecermatan
(55)
alat tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dan gambaran tentang variabel yang
dimaksud. Validitas skala dilakukan dengan mengkorelasikan antar skor
masing-masing item dengan skor total. Dalam hal ini, peneliti
menggunakan formula korelasi product moment person dengan rumus
Product Moment yaitu :
/n] y) ( y [ /n] x) ( x [ y)/n ( x) ( xy r 2 2 2 2 xy Keterangan rumus:
rxy = Koefisien korelasi variabel X dengan variabel Y
∑xy = Jumlah hasil perkalian skor X dan skor Y
∑x = Jumlah nilai tiap butir
∑y = Jumlah nilai skor total N = Jumlah sujek penelitian.
Nilai validitas item yang didapat akan dibandingkan dengan koefisien
korelasi pada r tabel untuk tarap signifikan 0,5%.
Tabel 3.4
Blue Print Penelitian Skala Sikap Terhadap Pornoaksi
Indikator Pornoaksi mahasiswa
Kognitif Afektif Konatif
Total
Fav Unfav Fav Unfav Fav Unfav
Gerakan tubuh
(56)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 28 item skala sikap
terhadap pornoaksi mahasiswi, ada beberapa item yang dapat dinyatakan
valid, diantaranya item dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27. Sedangkan item yang
tidak valid dengan nomot item 18, 20 dan item nomor 28. Dengan nilai
reabilitas 0.7692, maka dapat dikatakan reliabel.
Tabel 3.5
Blue Print Penelitian Skala Religiusitas
No Aspek Butir Soal Total
Favorable Unfavorable
1 Keyakinan 1, 4 2, 3, 5*, 6 5
2 Pengalaman 7, 10*, 11, 12 8, 13, 14, 15 7
3 Praktek
Agama 16, 18, 20, 21 17, 19*, 22, 23* 6
4 Pengetahuan 9, 24, 25 26, 27, 28*, 29 6
5 Pengamatan 30, 31, 32 33, 34, 35 6
Jumlah 14 16 30
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 35 item skala religiusitas.
Ada 30 item yang bisa dikatakan valid, yaitu item nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8,
9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,
32, 33, 34 dan item nomor 35. Sedangkan item yang tidak valid adalah
item nomor 5, 10, 19, 23, san item nomor 28. Dengan nilai reabilitas
0.8143, maka dapat dikatakan reliabel.
Perbuatan menunjukan alat vital
2, 22 1, 18*,
25 8, 14, 26
5, 11, 19, 23
12, 15, 20*, 21,
28*
6, 13 15
(57)
3.5.2 Uji Reliabilitas
Azwar (2005) mengatakan bahwa reliabilitas adalah konsistensi
atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan
pengukuran, atau dengan kata lain menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk mengetahui tingkat
reliabilitas digunakan rumus Formula Alpha Cronbach dengan
perhitungannya menggunakan SPSS versi 11.5 Adapun rumusan
perhitungannya adalah sebagai berikut :
22 sx sj 1 1 k k α Keterangan :
α = Koefisien reliabilitas alpha K = Banyaknya belahan
Sj2 = Varians skor belahan
Sx2 = Varians skor total
Untuk mengetahui reliabilitas skala religiusitas dan skala sikap
terhadap pornoaksi yang dapat dilihat pada kaidah reliabilitas Guilford.
Tabel 3.6
Kaidah Reliabilitas Guilford
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel > 0.9
(58)
Cukup Reliabel 0.4-0.7
Kurang Reliabel 0.2-0.4
Tidak reliabel < 0.2
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data diarahkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Untuk pengujian hipotesis yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan
antara orientasi religius dengan pengambilan keputusan dalam memilih
pasangan hidup pada remaja akhir yaitu dengan menggunakan Korelasi
Product Moment Pearson, jika hasil data menunjukkan salah satu atau
kedua variabelnya bersifat normal atau homogen. Adapun rumus korelasi
product moment Pearson adalah :
Keterangan :
rxy = Korelasi antara skor subjek pada item dan skor total subjek
∑xy = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y
∑y = Jumlah seluruh skor total
∑x = Jumlah skor item
3.7 Prosedur Penelitian 3.7.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penentuan variabel penelitian, perumusan
masalah, dan pelaksanaan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran
(59)
dilakukan penyusunan instrumen penelitian dan dilakukan uji coba
instrumen (try out) untuk menghasilkan instrumen yang valid dan reliabel.
3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mulai melakukan penelitian dengan menyebarkan
instrumen kepada sampel yang telah ditentukan. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dan diolah sehingga menghasilkan sebuah
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Responden
Berikut ini akan diuraikan gambaran umum responden penelitian
berdasarkan usia, dan semester.
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, responden penelitian yang berjumlah 80 orang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
17 – 20 Tahun 50 orang 62.5%
21 – 24 Tahun 30 orang 37.5%
Total 80 100%
Tabel di atas memperlihatkan bahwa responden terbagi ke dalam
dua rentang usia. Rentang usia yang pertama adalah 17 – 20 tahun yang berjumlah 50 orang (62.5%), dan sisanya yaitu 30 orang (37.5%) berada
pada rentang usia kedua yaitu 21 – 24 tahun.
(61)
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Semester
Berdasarkan semester, responden penelitian yang berjumlah 80
orang dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Semester
Semester Frekuensi Persentase (%)
II 31 orang 38.75%
IV 30 orang 37.5%
VI 10 orang 12.5%
VIII 9 orang 11.25%
Total 80 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa responden berasal dari
semester II sebanyak 31 orang (38.75%). Responden yang berasal dari
semester IV sebanyak 30 orang (37.5%), yang berasal dari semester VI
yaitu sebanyak 10 orang (12.5%), dan sisanya dari semester VIII
(62)
4.2 Kategorisasi
4.2.1 Kategorisasi Sikap Terhadap Pornoaksi Tabel 4.3
Klasifikasi Sikap Terhadap Pornoaksi
Kategori Nilai Angka Frekuensi %
Positif X > M + 1SD > 98 22 28% Cukup Positif M - 1SD > X > M + 1SD 99 - 106 47 59% Kurang Positif X < M - 1SD < 76 11 14%
Jumlah 80 100%
Sesuai dengan tabel kategorisasi di atas, maka data yang diperoleh
berdasarkan sampel yang diambil yaitu responden yang termasuk kategori
sikap kurang positif berjumlah 11 orang dengan persentase 14%.
Responden yang memiliki sikap cukup positif berjumlah 47 orang dengan
persentase 59%. Sedangkan responden yang memiliki sikap positif
berjumlah 11 orang dengan persentasi 14%.
4.2.2 Kategorisasi Tingkat Religiusitas Responden Tabel 4.4
Klasifikasi Tingkat Religiusitas
Kategori Nilai Angka Frekuensi %
TINGGI X > M + 1SD > 98 12 15% SEDANG M - 1SD > X > M + 1SD 99 - 106 55 69% RENDAH X < M - 1SD < 76 13 16%
Jumlah 80 100%
(63)
berdasarkan sampel yang diambil yaitu responden yang termasuk
kedalam tingkat kedalam tingkat religiusitas rendah berjumlah 12 orang
dengan persentase 15%, responden dengan tingkat religiusitas sedang
berjumlah 55 orang dengan persentase 69%. Sedangkan responden yang
mempunyai tingkat religiusitas tinggi berjumlah 13 orang dengan
persentasi 16%.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus uji
korelasi Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel tingkat religiusitas terhadap pornoaksi mahasiswa. Rumus korelasi ini
digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel.
Pengambilan keputusan untuk data penelitian ini menggunakan
perbandingan probabilitas, jika pengambilan keputusan menggunakan
probabilitas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah probabilitas >
0,05, maka H0 diterima. Sedangkan, probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak.
Selain menggunakan probabilitas, pengambilan keputusan untuk
data penelitian ini juga menggunakan perbandingan nilai koefisien korelasi
(r). Jika pengambilan keputusan menggunakan perbandingan nilai koefisien korelasi (r) maka kesimpulan yang dapat diambil adalah r hitung
>
r tabel = H0 ditolak, Ha diterima.
Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :
(64)
dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa.
H0 : Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara antara tingkat
religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa.
Berdasarkan hasil uji hipotesa yang menggunakan program SPSS
versi 11.5 dengan teknik Korelasi Spearman, diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.4
Correlations
VAR00001 VAR00002
Religiusitas Pearson Correlation 1 .289
Sig. (2-tailed) . .000
N 80 80
Pornoaksi Pearson Correlation .289 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 80 80
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai korelasi (rhitung)
antara tingkat religiusitas dengan sikap terhadap pornoaksi mahasiswa
menunjukkan angka sebesar 0.289 Dengan demikian nilai (rhitung) < (rtabel)
pada taraf signifikansi 5% (0.364). Hal tersebut menunjukkan bahwa H0
diterima dan Haditolak, yaitu tidak ada hubungan negatif yang signifikan
antara tingkat religiusitas terhadap pornoaksi mahasiswa. Begitu juga
sebaliknya, jika H0 ditolak dan Ha diterima, maka ada hubungan negatif
(1)
(2)
(3)
Diproduksi oleh: Junaidi (
http://junaidichaniago.wordpress.com
). 2010
Page 1
Tabel r untuk df = 1 - 50df = (N-2)
Tingkat signifikansi untuk uji satu arah
0.05
0.025
0.01
0.005
0.0005
Tingkat signifikansi untuk uji dua arah
0.1 0.05 0.02 0.01 0.001
1 0.9877 0.9969 0.9995 0.9999 1.0000
2 0.9000 0.9500 0.9800 0.9900 0.9990
3 0.8054 0.8783 0.9343 0.9587 0.9911
4 0.7293 0.8114 0.8822 0.9172 0.9741
5 0.6694 0.7545 0.8329 0.8745 0.9509
6 0.6215 0.7067 0.7887 0.8343 0.9249
7 0.5822 0.6664 0.7498 0.7977 0.8983
8 0.5494 0.6319 0.7155 0.7646 0.8721
9 0.5214 0.6021 0.6851 0.7348 0.8470
10 0.4973 0.5760 0.6581 0.7079 0.8233
11 0.4762 0.5529 0.6339 0.6835 0.8010
12 0.4575 0.5324 0.6120 0.6614 0.7800
13 0.4409 0.5140 0.5923 0.6411 0.7604
14 0.4259 0.4973 0.5742 0.6226 0.7419
15 0.4124 0.4821 0.5577 0.6055 0.7247
16 0.4000 0.4683 0.5425 0.5897 0.7084
17 0.3887 0.4555 0.5285 0.5751 0.6932
18 0.3783 0.4438 0.5155 0.5614 0.6788
19 0.3687 0.4329 0.5034 0.5487 0.6652
20 0.3598 0.4227 0.4921 0.5368 0.6524
21 0.3515 0.4132 0.4815 0.5256 0.6402
22 0.3438 0.4044 0.4716 0.5151 0.6287
23 0.3365 0.3961 0.4622 0.5052 0.6178
24 0.3297 0.3882 0.4534 0.4958 0.6074
25 0.3233 0.3809 0.4451 0.4869 0.5974
26 0.3172 0.3739 0.4372 0.4785 0.5880
27 0.3115 0.3673 0.4297 0.4705 0.5790
28 0.3061 0.3610 0.4226 0.4629 0.5703
29 0.3009 0.3550 0.4158 0.4556 0.5620
30 0.2960 0.3494 0.4093 0.4487 0.5541
31 0.2913 0.3440 0.4032 0.4421 0.5465
32 0.2869 0.3388 0.3972 0.4357 0.5392
33 0.2826 0.3338 0.3916 0.4296 0.5322
34 0.2785 0.3291 0.3862 0.4238 0.5254
35 0.2746 0.3246 0.3810 0.4182 0.5189
36 0.2709 0.3202 0.3760 0.4128 0.5126
37 0.2673 0.3160 0.3712 0.4076 0.5066
38 0.2638 0.3120 0.3665 0.4026 0.5007
39 0.2605 0.3081 0.3621 0.3978 0.4950
40 0.2573 0.3044 0.3578 0.3932 0.4896
41 0.2542 0.3008 0.3536 0.3887 0.4843
42 0.2512 0.2973 0.3496 0.3843 0.4791
43 0.2483 0.2940 0.3457 0.3801 0.4742
44 0.2455 0.2907 0.3420 0.3761 0.4694
45 0.2429 0.2876 0.3384 0.3721 0.4647
46 0.2403 0.2845 0.3348 0.3683 0.4601
47 0.2377 0.2816 0.3314 0.3646 0.4557
48 0.2353 0.2787 0.3281 0.3610 0.4514
49 0.2329 0.2759 0.3249 0.3575 0.4473
(4)
Diproduksi oleh: Junaidi (
http://junaidichaniago.wordpress.com
). 2010
Page 2
51 0.2284 0.2706 0.3188 0.3509 0.439352 0.2262 0.2681 0.3158 0.3477 0.4354
53 0.2241 0.2656 0.3129 0.3445 0.4317
54 0.2221 0.2632 0.3102 0.3415 0.4280
55 0.2201 0.2609 0.3074 0.3385 0.4244
56 0.2181 0.2586 0.3048 0.3357 0.4210
57 0.2162 0.2564 0.3022 0.3328 0.4176
58 0.2144 0.2542 0.2997 0.3301 0.4143
59 0.2126 0.2521 0.2972 0.3274 0.4110
60 0.2108 0.2500 0.2948 0.3248 0.4079
61 0.2091 0.2480 0.2925 0.3223 0.4048
62 0.2075 0.2461 0.2902 0.3198 0.4018
63 0.2058 0.2441 0.2880 0.3173 0.3988
64 0.2042 0.2423 0.2858 0.3150 0.3959
65 0.2027 0.2404 0.2837 0.3126 0.3931
66 0.2012 0.2387 0.2816 0.3104 0.3903
67 0.1997 0.2369 0.2796 0.3081 0.3876
68 0.1982 0.2352 0.2776 0.3060 0.3850
69 0.1968 0.2335 0.2756 0.3038 0.3823
70 0.1954 0.2319 0.2737 0.3017 0.3798
71 0.1940 0.2303 0.2718 0.2997 0.3773
72 0.1927 0.2287 0.2700 0.2977 0.3748
73 0.1914 0.2272 0.2682 0.2957 0.3724
74 0.1901 0.2257 0.2664 0.2938 0.3701
75 0.1888 0.2242 0.2647 0.2919 0.3678
76 0.1876 0.2227 0.2630 0.2900 0.3655
77 0.1864 0.2213 0.2613 0.2882 0.3633
78 0.1852 0.2199 0.2597 0.2864 0.3611
79 0.1841 0.2185 0.2581 0.2847 0.3589
80 0.1829 0.2172 0.2565 0.2830 0.3568
81 0.1818 0.2159 0.2550 0.2813 0.3547
82 0.1807 0.2146 0.2535 0.2796 0.3527
83 0.1796 0.2133 0.2520 0.2780 0.3507
84 0.1786 0.2120 0.2505 0.2764 0.3487
85 0.1775 0.2108 0.2491 0.2748 0.3468
86 0.1765 0.2096 0.2477 0.2732 0.3449
87 0.1755 0.2084 0.2463 0.2717 0.3430
88 0.1745 0.2072 0.2449 0.2702 0.3412
89 0.1735 0.2061 0.2435 0.2687 0.3393
90 0.1726 0.2050 0.2422 0.2673 0.3375
91 0.1716 0.2039 0.2409 0.2659 0.3358
92 0.1707 0.2028 0.2396 0.2645 0.3341
93 0.1698 0.2017 0.2384 0.2631 0.3323
94 0.1689 0.2006 0.2371 0.2617 0.3307
95 0.1680 0.1996 0.2359 0.2604 0.3290
96 0.1671 0.1986 0.2347 0.2591 0.3274
97 0.1663 0.1975 0.2335 0.2578 0.3258
98 0.1654 0.1966 0.2324 0.2565 0.3242
99 0.1646 0.1956 0.2312 0.2552 0.3226
(5)
Diproduksi oleh: Junaidi (
http://junaidichaniago.wordpress.com
). 2010
Page 3
Tabel r untuk df = 101 - 150df = (N-2)
Tingkat signifikansi untuk uji satu arah
0.05
0.025
0.01
0.005
0.0005
Tingkat signifikansi untuk uji dua arah
0.1 0.05 0.02 0.01 0.001
101 0.1630 0.1937 0.2290 0.2528 0.3196
102 0.1622 0.1927 0.2279 0.2515 0.3181
103 0.1614 0.1918 0.2268 0.2504 0.3166
104 0.1606 0.1909 0.2257 0.2492 0.3152
105 0.1599 0.1900 0.2247 0.2480 0.3137
106 0.1591 0.1891 0.2236 0.2469 0.3123
107 0.1584 0.1882 0.2226 0.2458 0.3109
108 0.1576 0.1874 0.2216 0.2446 0.3095
109 0.1569 0.1865 0.2206 0.2436 0.3082
110 0.1562 0.1857 0.2196 0.2425 0.3068
111 0.1555 0.1848 0.2186 0.2414 0.3055
112 0.1548 0.1840 0.2177 0.2403 0.3042
113 0.1541 0.1832 0.2167 0.2393 0.3029
114 0.1535 0.1824 0.2158 0.2383 0.3016
115 0.1528 0.1816 0.2149 0.2373 0.3004
116 0.1522 0.1809 0.2139 0.2363 0.2991
117 0.1515 0.1801 0.2131 0.2353 0.2979
118 0.1509 0.1793 0.2122 0.2343 0.2967
119 0.1502 0.1786 0.2113 0.2333 0.2955
120 0.1496 0.1779 0.2104 0.2324 0.2943
121 0.1490 0.1771 0.2096 0.2315 0.2931
122 0.1484 0.1764 0.2087 0.2305 0.2920
123 0.1478 0.1757 0.2079 0.2296 0.2908
124 0.1472 0.1750 0.2071 0.2287 0.2897
125 0.1466 0.1743 0.2062 0.2278 0.2886
126 0.1460 0.1736 0.2054 0.2269 0.2875
127 0.1455 0.1729 0.2046 0.2260 0.2864
128 0.1449 0.1723 0.2039 0.2252 0.2853
129 0.1443 0.1716 0.2031 0.2243 0.2843
130 0.1438 0.1710 0.2023 0.2235 0.2832
131 0.1432 0.1703 0.2015 0.2226 0.2822
132 0.1427 0.1697 0.2008 0.2218 0.2811
133 0.1422 0.1690 0.2001 0.2210 0.2801
134 0.1416 0.1684 0.1993 0.2202 0.2791
135 0.1411 0.1678 0.1986 0.2194 0.2781
136 0.1406 0.1672 0.1979 0.2186 0.2771
137 0.1401 0.1666 0.1972 0.2178 0.2761
138 0.1396 0.1660 0.1965 0.2170 0.2752
139 0.1391 0.1654 0.1958 0.2163 0.2742
140 0.1386 0.1648 0.1951 0.2155 0.2733
141 0.1381 0.1642 0.1944 0.2148 0.2723
142 0.1376 0.1637 0.1937 0.2140 0.2714
143 0.1371 0.1631 0.1930 0.2133 0.2705
144 0.1367 0.1625 0.1924 0.2126 0.2696
145 0.1362 0.1620 0.1917 0.2118 0.2687
146 0.1357 0.1614 0.1911 0.2111 0.2678
147 0.1353 0.1609 0.1904 0.2104 0.2669
148 0.1348 0.1603 0.1898 0.2097 0.2660
149 0.1344 0.1598 0.1892 0.2090 0.2652
(6)
Diproduksi oleh: Junaidi (
http://junaidichaniago.wordpress.com
). 2010
Page 4
151 0.1335 0.1587 0.1879 0.2077 0.2635152 0.1330 0.1582 0.1873 0.2070 0.2626
153 0.1326 0.1577 0.1867 0.2063 0.2618
154 0.1322 0.1572 0.1861 0.2057 0.2610
155 0.1318 0.1567 0.1855 0.2050 0.2602
156 0.1313 0.1562 0.1849 0.2044 0.2593
157 0.1309 0.1557 0.1844 0.2037 0.2585
158 0.1305 0.1552 0.1838 0.2031 0.2578
159 0.1301 0.1547 0.1832 0.2025 0.2570
160 0.1297 0.1543 0.1826 0.2019 0.2562
161 0.1293 0.1538 0.1821 0.2012 0.2554
162 0.1289 0.1533 0.1815 0.2006 0.2546
163 0.1285 0.1528 0.1810 0.2000 0.2539
164 0.1281 0.1524 0.1804 0.1994 0.2531
165 0.1277 0.1519 0.1799 0.1988 0.2524
166 0.1273 0.1515 0.1794 0.1982 0.2517
167 0.1270 0.1510 0.1788 0.1976 0.2509
168 0.1266 0.1506 0.1783 0.1971 0.2502
169 0.1262 0.1501 0.1778 0.1965 0.2495
170 0.1258 0.1497 0.1773 0.1959 0.2488
171 0.1255 0.1493 0.1768 0.1954 0.2481
172 0.1251 0.1488 0.1762 0.1948 0.2473
173 0.1247 0.1484 0.1757 0.1942 0.2467
174 0.1244 0.1480 0.1752 0.1937 0.2460
175 0.1240 0.1476 0.1747 0.1932 0.2453
176 0.1237 0.1471 0.1743 0.1926 0.2446
177 0.1233 0.1467 0.1738 0.1921 0.2439
178 0.1230 0.1463 0.1733 0.1915 0.2433
179 0.1226 0.1459 0.1728 0.1910 0.2426
180 0.1223 0.1455 0.1723 0.1905 0.2419
181 0.1220 0.1451 0.1719 0.1900 0.2413
182 0.1216 0.1447 0.1714 0.1895 0.2406
183 0.1213 0.1443 0.1709 0.1890 0.2400
184 0.1210 0.1439 0.1705 0.1884 0.2394
185 0.1207 0.1435 0.1700 0.1879 0.2387
186 0.1203 0.1432 0.1696 0.1874 0.2381
187 0.1200 0.1428 0.1691 0.1869 0.2375
188 0.1197 0.1424 0.1687 0.1865 0.2369
189 0.1194 0.1420 0.1682 0.1860 0.2363
190 0.1191 0.1417 0.1678 0.1855 0.2357
191 0.1188 0.1413 0.1674 0.1850 0.2351
192 0.1184 0.1409 0.1669 0.1845 0.2345
193 0.1181 0.1406 0.1665 0.1841 0.2339
194 0.1178 0.1402 0.1661 0.1836 0.2333
195 0.1175 0.1398 0.1657 0.1831 0.2327
196 0.1172 0.1395 0.1652 0.1827 0.2321
197 0.1169 0.1391 0.1648 0.1822 0.2315
198 0.1166 0.1388 0.1644 0.1818 0.2310
199 0.1164 0.1384 0.1640 0.1813 0.2304