Hubungan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap pekerja seks komersial (PSK)

(1)

Siti Hananah Ningsih N I M : 102070026065

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

   

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat Memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Siti Hananah Ningsih N I M : 102070026065 

             

Di Bawah Bimbingan

Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 19730710 200501 1 006 

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H / 2010 M

i

 


(3)

(B) Desember 2010

(C) Siti Hananah Ningsih : 102070026065

(D) Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan Penerimaan Sosial Masyarakat Terhadap Pekerja Seks Komersial (Tegal Rotan)

(E) xii + 59 halaman + lampiran

Keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan bertindak, menimbang dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak oleh agamanya. Agama mempunyai peran penting dalam pembinaan moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema, ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Oleh karena itu, orang akan berada dimanapun dan dalam posisi apapun, akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya. Berdasarkan hal inilah, sehingga nilai-nilai agama yang telah diinternalisasi oleh seseorang diharapkan mampu menuntun semua perilakunya.

Glock dan Stark dalam (Ancok dan Nashori, 1994) tingkat religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Taylor dalam Jersild (1983) mengungkapkan bahwa penerimaan sosial adalah sikap memandang orang lain sebagai individu yang patut dihargai tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hubungan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan soaial masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 80 dengan rentangan usia dari 18 tahun sampai 50 tahun. Pengumpulan data dengan menggunakan skala likert, yang terdiri dari skala religiusitas sebanyak 33 item dan skala penerimaaan sosial masyarakat sebanyak 20 item. Reliabilitas pada skala religiusitas adalah 0.824, dan pada skala penerimaan soaial masyarakat adalah 0.8136. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan rumus korelasi pearson product moment, diperoleh r-hitung (-0.33) lebih kecil dari r-tabel (0.220) pada signifikansi 0.05, hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat


(4)

vi 

 

dapat terungkap


(5)

Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah SWT di setiap saat dan waktu. Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas Rahmat dan Inayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada hamba yang paling mulia di atas sekalian para hamba, Rasulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat serta orang-orang yang menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini juga tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, pantas penulis haturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. Diantaranya kepada :

1) Dekan Fakultas Psikologi, Jahja Umar, Ph.D., Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu dekan bidang akademik Fakultas Psikologi Para dosen dan segenap civitas Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala ilmu, dan pengalaman, serta kelancaran akademik yang telah diberikan kepada penulis.

2) Dosen pembimbing, bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi

terima kasih atas waktu dan atas kesabaran dan segala bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula kepada ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si sebagai penguji. Terima kasih banyak atas waktu yang sudah diluangkan.

3) Dosen Pembimbing Akademik Drs. Firdaus Kasmi Lc, terima kasih atas doa dan dukungan tanpa henti untuk menyelesaikan tugas penulis.

4) Kepada pegawai perpustakaan, pak Haidir, pak Baidawi, pegawai akademik, bu Syariah (yang sudah pindah), bu Fauzah pak Ayung, pak Deden, bu Nur. 5) Untuk almarhum Bapak dan almarhumah Ibu, semoga Allah memberikan

tempat yang mulia di sisiNya. Amin. ز


(6)

ح

Awal, Arul, Apang, Iva (jadilah yang selalu yang terbaik), nom Azis, nom Subli (terima kasih do'anya).

7) Dua sahabatku Widya, Zakyah (yang selalu support), kak Indri, Wardana, teman-teman SQC, Nenden, Rika, Ipeh, Oji, Nyunyun, Nyinyin, Nurul, Atif, Dwi kecil, dwi Besar, Yoga, Cami, Neneng, Rita, Munajat dan semua teman-teman angkatan 2002 khususnya kelas D. Dan tak lupa untuk alumni kosan bu Beth (kebersamaan kita begitu indah, trimakasih). Teman-teman Madura, Bang Salim, pak Nata dan seluruh guru SDN Sawah I.

8) Seluruh pihak yang tak tertera namun tanpa mengurangi rasa hormat telah berjasa dan terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah meridhoi dan memberikan pahala yang tak henti-hentinya sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan ketidaksempurnaan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin

Terima Kasih

Jakarta, Desember 2010


(7)

Motto ... iii

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah………...……. 1

1.2. Pembatasan dan Rumusan Masalah……….. 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………..….. 7

1.4. Sistematika Penulisan….……….…. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….……….. 10

2.1. Religiusitas……….... 10

2.1.1. Pengertian Religiusitas……….. 10

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Religiusitas……... 13

2.1.3. Dimensi-Dimensi Religiusitas……….. 13

2.1.4. Fungsi-fungsi religiusitas……….. 15

2.2. Penerimaan Sosial Masyarakat……….. 17

2.2.1. Pengertian Penerimaan Sosial…….………….. 17

2.2.3. Kondisi-Kondisi yang Menyebabkan Seseorang Mendapat Penerimaan Sosial ….... 18

2.2.4. Bentuk-Bentuk Penerimaan Sosial ..………... 20

2.3. Pekerja Seks Komersial ……… 21

2.3.1. Pengertian Pekerja Seks Komersial…………... 21

2.3.2 Sejarah Pelacuran di Indonesia ………. 22 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mendasari Mereka

ي   


(8)

2.3.6. Dampak Pelacuran Terhadap Psikologis……... 30

2.3.7 Reaksi Sosial Terhadap Pekerja Seks Komersial……….….. 32

2.4. Kerangka Berpikir……….………. 32

2.5. Hipotesis………..………….……….. 35

Bab III : METODOLOGI PENELITIAN... 36

3.1. Jenis Penelitian………..………... 36

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian…………... 36

3.2. Variabel Penelitian………..……….. 37

3.2.1. Definisi Konseptual …………..………... 37

3.2.2. Definisi Operasional Variabel ……….. 38

3.3. Pengambilan Sampel ………..……….. 39

3.3.1. Populasi dan Sampel …………..……… 39

3.4. Pengumpulan Data ………..……….. 40

3.4.1. Metode dan Instrumen Penelitian ………. 40

3.4.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian………... 42

3.4.3. Hasil Uji Validitas-Reliabilitas Skala Religiusitas……….... 44

3.4.4. Hasil Uji Validitas-Reliabilitas Skala Penerimaan Sosial………... 45

3.5. Teknik Analisa ………..………... 46

3.6. Prosedur Penelitian………... 46

3.6.1. Persiapan ...………... 7

3.6.2 Pelaksanaan... 47

ك   


(9)

ل   

4.1.2. Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia….. 49

4.2. Deskripsi Skor Responden………. 50

4.2.1. Deskripsi Skor Tingkat Religiusitas………….. 50

4.2.2. Deskripsi Skor Penerimaan Sosial………. 52

4.3. Uji Hipotesis………..………. 53

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 55

5.1. Kesimpulan………..……….. 55

5.2. Diskusi………..………... 55 

5.3. Saran………..………... 58 

5.3.1. Saran Teoritis………..………... 58

5.3.2. Saran Praktis………... 58 

DAFTAR PUSTAKA


(10)

ط

 

 

Tabel 3.1. Penskoran skala model likert ………. 38

Tabel 3.2. Cetak biru skala religiusitas ……… 38

Tabel 3.3. Cetak biru skala penerimaan sosial masyarakat ………. 40

Tabel 3.4. Kaidah reliabilitas ……… 41

Tabel 3.5. Distribusi item-item valid skala religiusitas ……… 42

Tabel 3.6. Distribusi item-item valid penerimaan sosial masyarakat …………. 44

Tabel 4.1. Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin ……….. 46

Tabel 4.2. Distribusi subjek berdasarkan usia ………. 47

Tabel 4.3 Deskripsi skor statistic ……… 48

Tabel 4.4. Kategorisasi tingkat religiusitas ………. 49

Tabel 4.5. Gambaran presentasi data tingkat religiusitas ……… 49

Tabel 4.6. Kategorisasi penerimaan sosial masyarakat ……… 52

Tabel 4.7. Gambaran presentasi data penerimaan sosial masyarakat ………… 50

Tabel 4.8. Tingkat religiusitas terhadap penerimaan sosial masyarakat terhadap PSK Crostabulation ……… 51

Tabel 4.9. Uji Hipotesis ……… 52 


(11)

"Jika

 

kamu

 

menjauhi

 

dosa

dosa

 

besar

 

di

 

antara

 

dosa

dosa

 

yang

 

dilarang

 

kamu

 

mengerjakannya,

 

niscaya

 

Kami

 

hapus

 

kesalahan

kesalahanmu

 

(dosa

dosamu

 

yang

 

kecil)

 

dan

 

Kami

 

masukkan

 

kamu

 

ke

 

tempat

 

yang

 

mulia

 

(surga)"

  

(An

Nisa'

 

31)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ﻤ ا

كﺎﻴﻧ

ﻚﻧﺄآ

ﺶﻴ ﺗ

أ

اﺪﺑ

ﻤ و

ﻚﺗﺮﺧﻷ

ﻚﻧﺄآ

تﻮﻤﺗ

اﺪﻏ

 

 


(12)

iv

Skripsi ini saya persembahkan untuk

bapak dan ibu tercinta


(13)

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Prostitusi (pelacuran) merupakan bentuk penyimpangan seksual, dengan pola organisasi impuls-impuls/dorongan seks yang tidak wajar, dan dorongan seks yang tidak terintegrasi dalam kepribadian, sehingga relasi seks itu sifatnya impersonal, tanpa afeksi dan emosi (kasih sayang), berlangsung cepat, tanpa mendapatkan orgasme di pihak wanita. (Kartini Kartono 1989)

Jika seks dijadikan bahan dagangan, maka terjadi komersialisasi-seks, berupa penukaran kenikmatan seksual dengan benda-benda/materi dan uang. Ada pelampiasan nafsu seks secara bebas liar dalam relasi seks dengan banyak orang. Pelacur wanita disebut sebagai prostituee, pelacur, wts atau (Wanita Tuna Susila), sedangka pelacur laki-laki disebut sebagai gigolo atau PTS atau (Pria Tuna Susila). (Kartini Kartono 1989)

Prostitusi sering disebut sebagai profesi, para pelakunya sering dicap buruk oleh masyarakat sekitarnya, bahkan mungkin oleh diri mereka sendiri. Prostitusi bisa menimbulkan akibat diantaranya: adanya keinginan dan kemauan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan. Kemudian merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat orang

1


(14)

mengenyam kesejahteraan hidup, kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengekploitir kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil. (Russam dalam http://russamsimartomidjojocentre.blogspot.com

Masalah-masalah tersebut di atas akan semakin mengkristal apabila tuntutan-tuntutannya dikaitkan dengan adanya tuntutan sosial-ekonomi yang dihadapi masyarakat dimana kebutuhan hidup yang semakin sulit dan mahal.

Perkembangan prostitusi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Kartini Kartono (2003) mengatakan bahwa statistik menunjukkan kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda di bawah umur 30 tahun. Mereka itu pada umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun; dan yang paling banyak ialah usia 17-21 tahun.

Secara langsung maupun tidak langsung, pelacuran atau usaha-usaha prostitusi akan menimbulkan dampak buruk antara lain: penyebarluasan penyakit kelamin dan kulit, merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, moral, susila, hukum dan agama, memberikan pengaruh yang tidak bermoral kepada lingkungan khususnya anak muda dan remaja maupun juga orang dewasa. (Russam S. dalam http://russamsimartomidjojocentre.blogspot.com)

Dampak-dampak negatif yang tidak bisa dihindari dari praktek prostitusi ini, disamping dapat menyebarkan penyakit-penyakit (HIV) dan penyakit lain yang ditimbulkan oleh prostitusi itu sendiri, perbuatan itu dilarang oleh semua agama termasuk agama Islam. Islam dengan tegas melarang perbuatan prostitusi itu karena melanggar norma agama dan perbuatan itu termasuk kategori zina. Dalam surat al-Isra' ayat 32 disebutkan :


(15)

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk."

Demikian juga dalam surat an-Nur ayat 2 Allah SWT melarang perbuatan zina dan memberikan sanksi kepada pelakunya sebagaimana firman-Nya:

☺ ☺

☺ ⌧

⌧ ☺

Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus Kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."

Kurangnya pemahaman keagamaan menjadi salah satu pendorong untuk melakukan perbuatan asusila. Religiusitas bukan hanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama saja namun juga perlu adanya pengamalan nilai-nilai tersebut.

Religiusitas adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Religiusitas dapat diketahui melalui beberapa aspek penting yaitu: aspek keyakinan terhadap ajaran agama (aqidah), aspek ketaatan terhadap ajaran agama (syari’ah atau ibadah), aspek penghayatan terhadap ajaran agama (ikhsan), aspek pengetahuan terhadap ajaran agama (ilmu) dan aspek pelaksanaan ajaran agama (amal atau ahlak). (Mas'ud dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/441/).


(16)

Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious), dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama (having religion). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/18/opi4.htm). Hal penting dalam beragama adalah memiliki keimanan. Keimanan sendiri memiliki banyak unsur, unsur yang paling penting adalah komitmen (ketagaran dan keteguhan) untuk menjaga hati agar selalu berada dalam kebenaran. Secara praktis, hal ini diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan Allah dan RasulNya. Seseorang yang beragama akan merefleksikan pengetahuan agamanya dalam sebuah tindakan keagamaan, melaksanakan ibadah ritual secara rutin, yaitu shalat, puasa, zakat, haji serta terus mengembangkan tingkah laku yang terpuji (akhlak al-karimah)

Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun

hablumminannas. (Syamsu Yusuf, 2004)

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma dan sebagai sosial control sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial secara individu ataupun kelompok. Keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang


(17)

tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan bertindak, menimbang dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak oleh agamanya. Agama mempunyai peran penting dalam pembinaan moral karena nilai-nilai moral yang datang dari agama bersifat tetap dan universal. Apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema, ia akan menggunakan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Oleh karena itu orang itu akan berada dimanapun dan dalam posisi apapun, akan tetap memegang prinsip moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya. Berdasarkan hal inilah, sehingga nilai-nilai agama yang telah diinternalisasi oleh seseorang diharapkan mampu menuntun semua perilakunya.

Peranan agama adalah sebagai pendorong atau penggerak serta pengontrol dari tindakan-tindakan para anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya, sehingga tercipta ketertiban sosial.

Kontradiksi antara nilai-nilai agama dengan keberadaan prostitusi jelas terlihat di sepanjang jalan Tegal Rotan RT. 002/08. Jelas terlihat oleh mata telanjang bahwa aspek ketaatan terhadap agama, aspek keyakinan dan aspek pelaksanaan agama sangatlah kontradiktif bila kita melihat kenyataan yang terjadi di Tegal Rotan, bahkan di depan Masjid pun dijadikan tempat transaksi prostitusi. Aparat keamanan dan warga setempat pernah merazia tempat esek-esek itu namun mereka kembali lagi melakukan perbuatan itu. Sebanyak 7 unit rumah kontrakan yang berlokasi di Jalan Raya Tegal Rotan, Sawah Baru, RT 002/08, Tegal Rotan, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan digrebek warga karena


(18)

Pekerja Seks Komersial (PSK) masih terlihat beroperasi di Jalan Tegal Rotan, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Razia PSK kerap dilakukan di wilayah itu, tapi tak sanggup menghilangkan praktek prostitusi. Berdasarkan pantauan penulis, puluhan PSK masih memenuhi titik-titik di sepanjang jalan. Mereka menawarkan diri dengan cara melambaikan tangan kepada para pengendara yang melewati jalan tersebut. Para PSK berkumpul di arah pintu masuk pintu tol Serpong dan di atas jembatan Stasiun Jurang Mangu. Berdasarkan informasi dari warga sekitar, meskipun mereka sering dirazia, namun mereka tetap ada dan silih berganti seakan-akan tegal rotan ini menjadi pangkalan surga mereka. Salim, salah seorang warga, menceritakan bahwa keberadaan PSK tersebut sudah ada sejak tahun 1980-an.

1.2. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dibawah ini adalah:

Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini seperti dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok dan Nashori, 1994) religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang


(19)

paling maknawi (ultimate meaning). Dalam hal ini religiusitas yang dimaksud adalah religiusitas masyarakat di daerah Tegal Rotan.

Taylor dalam Jersild (1983) mengungkapkan bahwa penerimaan sosial adalah sikap memandang orang lain sebagai individu yang patut dihargai tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikannya. Dalam hal ini penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan sosial masyarakat terhadap pekerja seks komersial di daerah Tegal Rotan.

Pekerja Seks Komersial atau Pelacur menurut Kartini Kartono (2003) adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah. wanita yang tidak pantas kelakuannya, bisa mendatangkan mala petaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya maupun kepada diri sendiri.

1.2.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap PSK di daerah Tegal Rotan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran hubungan tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) di daerah Tegal Rotan.


(20)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian in bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang hubungan tingkat religiusitas terhadap penerimaan social masyarakat pada Pekerja Seks Komersial (PSK) di daerah Tegal Rotan.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan pengetahuan kita tentang keadaan sosial dan tingkat religiusitas masyarakat Tegal Rotan

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang penerimaan social masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial di daerah Tegal Rotan

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah:

Bab I : Terdiri dari; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, serta Sistematika Penulisan.

Bab II : Berisi Tentang Kajian Pustaka; Pengertian Religusitas, Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Religiusitas, Dimensi-Dimensi Religiusitas,


(21)

Fungsi-fungsi religiusitas, Penerimaan Sosial Masyarakat, Pengertian Penerimaan sosial, Kondisi-Kondisi yang Menyebabkan Seseorang Mendapat Penerimaan Sosial, Bentuk-Bentuk Penerimaan Sosial, Pengertian Pekerja Seks Komersial, Sejarah Pelacuran di Indonesia, Faktor-Faktor yang Mendasari Mereka Menjadi PSK, Pandangan Islam tentang PSK, Dampak Negatif Pelacuran Terhadap Biologis, Dampak Pelacuran Terhadap Psikologis, Reaksi Sosial Terhadap Pekerja Seks Komersial dan Kerangka Berpikir.

Bab III : Metodologi Penelitian, Jenis Penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Definisi Variabel dan Operasional Penelitian, Pengambilan Sampel, Populasi dan Sampel, Teknik Pengambilan Sampel, Pengumpulan Data, Metode dan Instrumen Penelitian Teknik Uji Instrumen Penelitian, Teknik Analisa Data Prosedur Penelitian, Persiapan dan Pelaksanaan.

Bab IV : Gambaran umum penelitian dan hasil utama penelitian Bab V : Kesimpulan yang didalamnya berisi diskusi dan saran


(22)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang landasan teoritis penelitian ini, yang dibagi menjadi empat subbab. Sub bab pertama membahas tentang religiusitas, sub bab kedua membahas tentang penerimaan sosial masyarakat, sub bab ketiga membahas tentang pekerja seks komersial, dan sub bab terakhir membahas tentang kerangka berpikir.

2.1. Religiusitas

2.1.1. Pengertian Religiusitas

Dalam kamus bahasa Indonesia dinyatakan bahwa agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa dan sebagainya) berikut ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Sedangkan kamus Jawa Kuno-Indonesia menerangkan bahwa agama adalah "ilmu" atau "pengetahuan" (pelajaran agama). (Kasdi, 2003)

Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu

al-din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din (semit) berarti undang-undang

atau hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi

(latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a=tidak; gam=pergi mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun. (Jalaluddin, 1997)


(23)

Jung (Amir, 2004) berpendapat bahwa agama adalah kondisi mental khusus yang bisa dikondisikan. Pandangan Jung ini berdasarkan kepada penggunaan kata asli ”agama” (religion) yang biasa menunjukkan makna ”pandangan baru” atau ”titik persepsi” yang ”terbentuk” karena berbagai faktor. Artinya, agama (religion) adalah suatu istilah yang mungkin sekali ”terbentuk” dalam diri manusia karena berbagai faktor.

Sementara Prof. Dr. Koentjaraningrat dalam (Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, 2007) mengatakan bahwa agama (religi) adalah system yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat, dan upacara-upacara beserta pemuka-pemuka yang melaksanakannya. System ini mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan dan dunia ghaib antara sesama manusia dan lingkungannya. Seluruh sistem dijiwai suasana yang dirasakan sebagai suasana kerabat oleh umat yang menganutnya.

Menurut Thouless (dalam Darajat, 1970) agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu itu lebih tinggi daripada manusia.

Sedangkan menurut Mahmud (dalam Shihab, 1992) religius merupakan ketetapan Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia, sesuatu yang biologis dalam kehidupan manusia. Sedangkan Shihab menyimpulkan bahwa religius adalah hubungan antara makhluk dengan Penciptanya, yang terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.


(24)

Menurut James (dalam Darajat, 1970) religiusitas adalah perasaan dan pengalaman bagi insan secara individual yang menganggap bahwa mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan. Tuhan dalam pandangan James adalah kebenaran pertama, yang menyebabkan manusia merasa terdorong untuk mengadakan reaksi yang penuh khidmat dan sungguh-sungguh terhadapNya, tanpa penggerutuan atau olok-olokkan.

Glock dan Stark (dalam Ancok dan Nashori, 1994) menegaskan bahwa tingkat religius adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate

meaning).

Religiusitas didefinisikan sebagai manifestasi seberapa jauh individu penganut agama meyakini memahami, menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dalam semua aspek (djamaludin, 1995)

Dari beberapa pengertian tentang religiusitas, penulis menggunakan teori dari Glock dan Stark dalam (Ancok dan Nashori, 1994) yaitu tingkat religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimatemeaning)


(25)

2.1.2. Faktor-faktor yang Menimbulkan Religiusitas

Menurut Siti Partini pembentukan dan perubahan sikap keberagamaan dipengaruhi oleh dua faktor (Ramayulis, 2004):

1. Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan mengolah atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar, termasuk disini minat dan perhatian.

2. Faktor eksternal, berupa faktor di luar diri individu yaitu pengaruh lingkungan yang diterima

2.1.3. Dimensi-Dimensi Religiusitas

Glock & Stark menyatakan (dalam Djamaludin Ancok & Fuad Nashori, 1995) bahwa ada lima dimensi keberagamaan, yaitu keyakinan (ideologis), penghayatan atau pengalaman (eksperiensial), peribadatan atau praktek beragama (ritualistik), pengetahuan agama (intelektual), dan pengamalan (konsekuensi).

1. Dimensi Keyakinan

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.


(26)

2. Dimensi Praktik Beragama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang-orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu : ritual dan ketaatan.

Pertama, ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan.

Kedua, ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dari kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.

3. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berkaitan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Seperti yang telah kita kemukakan, dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi walaupun kecil,


(27)

dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dengan otoritas transendental.

4. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi pengetahuan agama mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan.

5. Dimensi Konsekuensi Atau Pengamalan

Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang telah dibahas diatas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan seseorang, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.

2.1.4. Fungsi Religiusitas

Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain (Ramayulis,2004):


(28)

1. Berfungsi Edukatif

Ajaran agama berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

2. Berfungsi Sebagai Penyelamat

Dimanapun manusia berada selalu menginginkan keselamatan. Dalam hal ini keselamatan yang di berikan agama meliputi dua alam, dunia dan akhirat. 3. Berfungsi Sebagai Pendamaian

Melalui agama seseorang yang merasa bersalah atau berdosa dapat mencapai ketenangan batinnya apabila ia kembali bertobat.

4. Berfungsi Sebagai Sosial Control

Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial secara individu ataupun kelompok

5. Berfungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini membina rasa solidaritas kelompok maupun perorangan.

6. Berfungsi Transformatif

Ajaran agama dapat merubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan yang baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan


(29)

baru yang diterimanya berdasarkan agama kadangkala dapat merubah kesetiaanya pada adat atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.

7. Berfungsi Kreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif, bukan saja untuk kepentingan pribadi juga untuk kepentingan orang lain. Dalam hal ini peganut agama bukan saja disuruh bekerja dalam pola yang sama tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.

8. Berfungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia bukan saja yang bersifat ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

2.3. Penerimaan Sosial Masyarakat 2.3.1. Pengertian Penerimaan Sosial

Hurlock (1980) merumuskan bahwa teori penerimaan sosial adalah diterimanya individu sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana individu menjadi anggota. Hal ini merupakan indikasi kesuksesan seseorang untuk mendapat tempat di kelompoknya dan anggota kelompok senang dalam bekerja sama.

Hurlock (1980) menambahkan bahwa penerimaan sosial dari orang lain dipengaruhi oleh penerimaan diri yang berasal dari pribadi yang baik. Perhatian positif dari orang lain merupakan unsur dalam mencapai kebahagiaan. Penerimaan


(30)

sosial dari orang lain dipengaruhi oleh keterampilan individu dalam bersikap wajar dan menyesuaikan diri.

Taylor (1983) mengungkapkan bahwa penerimaan sosial adalah sikap memandang orang lain sebagai individu yang patut dihargai tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikannya.

J.P. Chaplin (1993) penerimaan (acceptance) ditandai dengan sikap positif atau

menolak.

Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa penerimaan sosial merupakan perhatian positif yang diterima individu dari orang lain dan diterimanya individu tersebut sebagai teman untuk suatu aktifitas dalam kelompok dimana individu menjadi anggota.

2.3.2. Kondisi-Kondisi yang Menyebabkan Seseorang mendapat Penerimaan Sosial

Penerimaan sosial timbul dari reaksi orang lain terhadap kepribadian seseorang. Beberapa ciri yang menyebabkan seseorang diterima disebut "sindrom penerimaan". Menurut Hurlock, kondisi-kondisi yang menyebabkan seseorang memperoleh penerimaan sosial yaitu:

a. Kesan pertama

Status individu dikelompoknya bergantung pada perilakunya dan pada gambaran orang lain terhadap dirinya. Hal tersebut terbentuk dari bagaimana kesan pertama individu yang ditampilkan. Sesorang yang


(31)

diterima oleh kelompoknya adalah individu yang mempunyai penampilan menarik baik secara fisik maupun mental.

b. Reputasi

Reputasi seseorang diperoleh melalui tingkah lakunya dan kesan yang dia ciptakan pada orng lain tentang dirinya. Seseorang yang diterima oleh kelompoknya adalah yang mempunyai reputasi sebagai orang yang sportif seperti mau minta maaf dan menerima kekalahan

c. Partisispasi sosial

Seseorang yang aktif dalam kegiatan sosial akan lebih dikenal oleh orang lain dan dia mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk dapat diterima oleh kelompoknya, karena individu yang aktif dalam kegiatan sosial, dapat membangun hubungan yang baik dengan orang lain, berbagi rasa dengan apa yang dimiliki, bertanggung jawab, jujur, memberikan ide untuk kepentingan kelompoknya dan tidak mementingkan diri sendiri.

d. Kesehatan

Seseorang yang diterima oleh kelompoknya adalah seseorang yang mempunyai kesehatan fisik dan mental yang baik. Seseorang yang mempunyai kesehatan yang baik akan bersemangat, antusias dan berkeinginan untuk menjadi bagian dalam aktifitas bersama.

e. Sifat kepribadian

Seseorang yang diterima oleh kelompoknya adalah seseorang yang mempunyai kematangan pribadi yang dapat menimbulkan penyesuaian


(32)

yang baik seperti jujur, setia, baik hati, tidak mementingkan diri sendiri, mematuhi peraturan, dan mampu mengontrol emosinya dengan baik. f. Inteligensi

Seseorang yang mempunyai inteligensi yang baik akan mudah diterima oleh kelompok, karena dia dapat memberikan ide pada kelompoknya serta membuat terobosan baru untuk kemajuan kelompok.

g. Status sosial ekonomi dan hubungan keluarga

Tingginya status sosial ekonomi seseorang dalam berhubungan dengan lingkungan merupakan salah satu jaminan bahwa individu akan diterima oleh lingkungannya. Warnath (Hurlock, 1997) mengungkapkan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal untuk mengembangkan kemampuan sosial individu yang berada pada lingkungan keluarga yang bahagia yang lebih diterima karena mereka lebih bertanggung jawab.

2.3.4. Bentuk-Bentuk Penerimaan Sosial

Menurut Andi Mappire (1982) menjabarkan seseorang diterima oleh orang lain di lingkungannya dipersepsikan menampilkan sikap-sikap sebagai berikut :

a. Menghargai secara keseluruhan apa yang ada didalam diri individu tanpa syarat, pendapat atau penilaian. Lingkungan sosial tidak akan mempersalahkan segala kekurangann yang dimiliki individu atau dengan kata lain keadaan individu diterima sepenuhnya.

b. Memandang sebagai orang yang berharga tanpa memandang latar belakang atau keadaan individu.


(33)

c. Tidak memandang rendah. Lingkungan sosial percaya bahwa individu memiliki keyakinan atas kemampuan atau potensi yang ada pada dirinya. d. Individu yang diterima sosial tidak mendapatkan tekanan atau memiliki

kebebasan. Dengan kata lain individu akan merasakan bahwa lingkungannya memberikan suatu independensi (mandiri).

2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK)

2.4.1. Pengertian Pekerja Seks Komersial (PSK)

Prostitusi berasal dari bahasa latin (pro-stituere atau pro-stauree, yang

berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, pencabulan, pergendakan. Orang yang melakukan aktifitas prostitusi disebut Pekerja Seks Komersial (PSK) dikenal pula dengan nama Wanita Tuna Susila (WTS).

Tuna Susila, diartikan sebagai; kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya, dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga diartikan sebagai; salah tingkah, tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila. Maka pelacur itu adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya dan bisa mendatangkan petaka/celaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri. (Kartini Kartono, 2003)


(34)

2.4.2. Sejarah Pelacuran di Indonesia

Pelacuran di Indonesia tidak terlepas dari sejarah peradaban bangsa Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia pada masa lalu adalah bangsa dengan berbagai kerajaan. Perdagangan perempuan saat itu merupakan pelengkap dari sistem feodal (kerajaan). Kekuasaan raja pada saat itu tidak terbatas hanya sekedar menguasai pemerintahan, tapi juga menguasai segalanya termasuk tanah dan segala isinya serta rakyatnya (hamba). Semua orang harus patuh pada raja, tidak boleh ada orang yang membangkang. Mereka berkuasa penuh hingga bisa mendapatkan perempuan sebanyak mungkin yang dalam istilah dulu disebut selir. (Al-Ghifari, 2003).

Bahkan uniknya, waktu itu justru rakyat bangga jika ada sebagian anggota keluarganya yang dijadikan selir, sebagian diantara penduduk justru menawarkan anak gadisnya untuk dijadikan selir raja. Selir terkadang hadiah dari kerajaan kecil sebagai tanda kesetiaan atau persahabatan. Semakin banyak selir yang dimiliki seorang raja akan menambah kuat posisi raja di mata masyarakat.

Pemilikan perempuan simpanan (selir) bukan hanya terbatas pada raja belaka, orang-orang yang ada di sekitar istana pun tak ketinggalan terkadang berlomba mendapatkan banyak wanita simpanan. Sekalipun masa itu tidak dikatakan pelacuran, namun dari cara-caranya tetap berupa pelacuran namun dulu dilegalisir atau mendapat pengakuan masyarakat. Maka dengan demikian persamaan selir dan PSK adalah terletak pada tidak terikatnya mereka dengan legalitas formal (pernikahan yang sah). Dengan latar belakang seperti itu, maka pelacuran di Indonesia bukan hal yang baru bahkan boleh dikatakan warisan para


(35)

leluhur. Maka tidak heran jika kemudian menjamur berbagai pelacuran di Indonesia bahkan di Asia sebagai akibat adanya sistem feodal zaman dulu. (Al-Ghifari, 2003)

Nasib wanita pada masa penjajahan tidak jauh berbeda dengan sistem yang dipakai pada masa kerajaan. Masa penjajahan, perempuan lebih menderita dengan adanya pemaksaan dari kaum imperium dengan mengambil wanita tertentu yang memiliki paras cantik. Para wanita itu dibawa untuk memenuhi hasrat nafsu tentara. Terlebih lagi, pada saat itu kebanyakan laki-laki pribumi dibawa dengan paksa untuk kerja paksa (rodi dan romusa).

Akibatnya di kamp-kamp atau kompleks militer penjajah selalu ditemukan lokasi pelacuran dan saat hampir berakhirnya penjajahan di Indonesia telah menjamur rumah-rumah bordir di setiap daerah di seluruh Indonesia terutama di setiap stasiun kereta api di seluruh Indonesia selalu ada lokasi pelacuran. Kereta api pada masa lalu merupakan transportasi satu-satunya yang menghubungkan tiap kota dan antar daerah dan stasiun itu sendiri bisa dikatakan tempat transit. Di stasiun kereta Bandung misalnya terdapat lokasi pelacuran seperti, Kebun Jeruk, Kebon Tangkil, Sukamanah dan Saritem. Di Yogyakarta ada di Pasar Kembang, Mbalokan dan Sosrowijayan. Di Surabaya terdapat di Kremil, Tandes dan Bangunsari, semuanya berada di sekitar stasiun kereta api dan sebagian besar hingga sekarang masih beroperasi. (Al-Ghifari, 2003).


(36)

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mendasari Menjadi PSK

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus kedalam dunia kelam ini, seperti dikemukakan oleh Kartini Kartono (2003):

1. Menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui "jalan pendek". Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.

2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.

3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan; ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya; khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

4. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewahan, namun malas bekerja.

5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior, jadi ada adjustment yang

negatif; terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman puteri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.

6. Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik atau anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian kecebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit-bandit seks.


(37)

7. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat, dan norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja ini; lebih menyukai pola "seks bebas".

8. Pada masa anak-anak pernah melakukan relasi seks, atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada pre-marital sex relation) untuk sekedar iseng, atau untuk menikmati "masa indah" di kala muda. Atau, sebagai simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata. Selanjutnya gadis-gadis ini terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas dengan pemuda-pemuda sebaya, lalu terperosoklah mereka ke dalam dunia pelacuran.

9. Gadis-gadis dari daerah Slums (perkampungan-perkampungan melarat dan

kotor dengan lingkungan yang immoril, yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisionir mentalnya dengan tindak-tindak a-susila. Lalu menggunakan mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.

10. Oleh bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo; terutama yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi. Misalnya sebagai pelayan toko, bintang film, peragawati dan lain-lain. Namun pada akhirnya, gadis-gadis tersebut dengan kejamnya dijebloskan ke dalam bordil-bordil dan rumah-rumah pelacuran.


(38)

11. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang mempraktekkan relasi seks, dan lain-lain.

12. Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani kebutuhan-kebutukan seks dari majikannya, untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

13. Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacur (kan diri) daripada kawin.

14. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan pathner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam diri dunia pelacuran.

15. Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa keluarganya. Misalnya pekerjaan: pengemudi, tentara, pelaut, pedagang, dan kaum politisi, yang membutuhkan pelepasan bagi ketegangan otot-otot dan syarafnya dengan bermain "perempuan".

16. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah, tanpa kerja berat; tanpa suatu skill atau keterampilan khusus.

17. Adanya anggapan, bahwa wanita memang dibutuhkan dalam macam-macam permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang.


(39)

18. Pekerjaan sebagai pelacur tidak membutuhkan keterampilan/skill, tidak memerlukan inteligensi tinggi; mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudahan dan keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang agak lemah ingatan pun bisa melakukan pekerjaan ini.

19. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut.

20. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental; misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks. Contoh:

seorang gadis cilik yang pernah diperkosa kesuciannya oleh laki-laki,menjadi terlalu cepat matang secara seksual; ataupun menjadi patah hati dan penuh dendam kesumat, lalu menerjunkan diri dalam dunia pelacuran.

21. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.

22. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami. Misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak isteri-isteri lainnya sehingga sang suami jarang mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas ditempat jauh, dan lain-lain. (Kartini Kartono, 2003)


(40)

2.4.4. Pandangan Islam Tentang PSK

Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan bagi segenap penganutnya. Allah SWT menganjurkan kepada umat-Nya agar kita menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketika kita menjalankan segala perintah Allah, maka balasan yang akan kita dapat adalah surga, tetapi ketika kita melanggar atau tidak menjauhi larangan-Nya maka balasan yang akan diterima kelak di hari kiamat adalah neraka.

Zina (free sex) jelas dilarang oleh agama, jangankan melakukan zina

mendekatkan diri untuk melakukan perbuatan zina saja dilarang. Yang dimaksud zina menurut (Sulaiman Rasjid, 1976) adalah memasukkan kemaluan laki-laki sampai tekuknya ke dalam kemaluan perempuan yang diingini dan perbuatan itu haram karena zat perbuatan itu, kecuali yang tidak diingini seperti mayat, atau tidak haram karena zat perbuatan seperti berhubungan dengan istri sewaktu haid, perbuatan itu tidak mewajibkan hukuman zina meskipun perbuatan itu haram begitu juga mencampuri binatang-binatang.

Dalam Islam zina itu terbagi menjadi dua:

a. Zina ”muhshan” yaitu orang yang sudah balig, berakal, merdeka, sudah pernah berhubungan (suami istri). Hukuman mereka adalah di rajam (dilontar dengan batu yang sederhana sampai mati).

b. Orang yang tidak muhshan (yang tidak mencukupi syarat-syarat di atas) seperti gadis dengan bujang, hukuman terhadap mereka dipukul seratus kali dan dibuang keluar negeri satu tahun lamanya. (Sulaiman Rasjid, 1976).


(41)

Ancaman Allah terhadap orang yang melakukan perbuatan zina dalam al-Qur’an adalah sangat jelas seperti dalam surat An-Nur ayat 2-3,

د

ﺔﻓأرﺎ ﻬ

آﺬ ﺄ

ﻻو

ةﺪ

ﺔﺋﺎ

ﺎ ﻬ

ﺪ او

آ

اوﺪ ﺎﻓ

اﺰ او

اﺰ ا

ﻰ اﺰ ا

ﺆ ا

ﺔ ﺋﺎ ﺎ ﻬ اﺬ

ﺪﻬﺸ و

ﺮ ﻻا

مﻮ او

ﷲﺎ

نﻮ

آ

نإ

ﷲا

ﻚ ذ

مﺮ و

كﺮﺸ وأ

ناز

ﻻأ

ﺎﻬ ﻜ

ﻻﺔ اﺰ او

ﺔآﺮﺸ

وأ

ﺔ از

ﻻإ

ﺆ ا

)

رﻮ ا

ةرﻮ

:

2

-3

(

Artinya : ” Perempuan yang berbuat zina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. ”laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.

Demikian juga sabda Nabi Muhammad s.a.w,

لﺎ

ﷲا

ﻰﺿر

دﻮ

ا

:

ﷲا

لﻮ ر

و

:

أ

ي

لﺎ

؟ﷲاﺪ

ﻈ أ

ﺬ ا

:

ﻮهو

اﺪ

ﷲا

نأ

.

:

ﻚ ذ

نإ

.

لﺎ

؟ىأ

:

نأ

ﺔﻓﺎ

كﺪ و

نأ

.

:

ﻰ اﺰ

نأ

؟ىأ

كرﺎ

) .

نﺎ ﺸ ا

اور

(

Artinya: dari Ibnu Mas’ud r.a., dia berkata: Aku bertanya kapada Rasulullah s.a.w tentang dosa besar bagi Allah? Jawab beliau: ”menyekutukan Allah; padahal Allah telah menitahkanmu”. ”kemudian mana lagi?”. tanyaku. Jawab beliau: ”Engkau membunuh anakmu karena engkau takut dia makan bersamamu hingga kuranglah kebutuhanmu”. ”Kemudian mana lagi?” tanyaku. Jawab beliau: ”Engkau berzina dengan istri tetanggamu”. (H.R. Bukhari & Muslim). (Mahali, 1994).


(42)

2.4.5. Dampak Negatif Pelacuran Terhadap Biologis

Bagi masyarakat barat hubungan pra-nikah bahkan gonta-ganti pasangan atau free seks adalah hal yang biasa, namun di negara Timur terutama Indonesia yang masih menjunjung tinggi norma agama, hal seperti itu adalah aib dan mengganggu ketentraman hidup selanjutnya. (Alghifari, 2003). Penyakit (AIDS dan penyakit kelamin lainnya) yang ditimbulkan akibat melakukan pelacuran (free

sex) muncul sebagai jawaban dari perilaku binatang yang tak layak dilakukan

manusia. Kehadirannya kini tak lebih dari malapetaka atau laknat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa AIDS adalah penyakit yang unik karena menyerang sistem kekebalan tubuh. Yang paling mengagetkan, hingga kini belum ditemukan obatnya dan siapa pun bisa terjangkit tak peduli orang kotor atau mereka yang baik-baik.

Selain AIDS penyakit kelamin juga sering menyerang orang yang melakukan free sex. Diantara pelacur atau pelaku free seks terjadi saling transfer

penyakit. Sehingga semakin sering dia melakukannya, maka semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit. Berbagai penyakit kelamin yang kini dikenal di dunia kedokteran diantaranya: sifilis, mole, gonore, ulkus, limprogranuloma,

venereum, inguinale, trikomoniasis, herpes progenitalis, trikomoniasis dan AIDS.

(al-Ghifari, 2003

2.4.6. Dampak Negatif Pelacuran Terhadap Psikologis

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran menurut Kartini Kartono (2003):


(43)

a. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluargamenjadi berantakan.

b. Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi.

c. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin dan lain-lain)

d. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama, karena digantikan dengan pola pelacuran dan promiskuitas; yaitu digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan yang sehat.

e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu Cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pellindung dan lain-lain. Dengan kata lain, ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.


(44)

2.4.7. Reaksi Sosial Terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK)

Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan pelacuran, maka semakin luas menyebar prostitusi tersebut (Kartini Kartono, 1989). Sikap reaktif dari masyarakat luas atau reaksi sosialnya bergantung pada empat faktor;

1. Derajat penampakan atau fisibilitas tingkah laku; yaitu menyolok tidaknya perilaku immoril para pelacur atau dengan bahasa lain tingkah laku amoral yang sangat mencolok.

2. Besarnya pengaruh yang mendemoralisir lingkungan sekitarnya.

3. Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor Syphilis dan Gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortur serta kematian bayi-bayi.

4. Pola kultural : adat istiadat, norma-norma susila dan agama yang menentang pelacuran yang sifat represif dan memaksakan (Kartini Kartono, 2003).

Reaksi sosial itu bisa bersifat menolak sama sekali, dan mengutuk keras dan memberikan hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bodoh dan acuh tak acuh serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa bercampur rasa benci, ngeri, jijik, takut dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan merasa senang, memuji-muji, mendorong dan simpati (Kartini Kartono, 2003).

2.5. Kerangka Berfikir

Quraish Shihab (1998) menyimpulkan bahwa religius adalah hubungan antara makhluk dengan Penciptanya, yang terwujud dalam sikap batinnya serta


(45)

tampak dalam ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.

Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun

hablumminannas. (Syamsu Yusuf, 2004). Hablumminallah diartikan dengan

bagaimana seseorang berhubungan dengan tuhannya seperti shalat, puasa, haji. Sedangkan hablumminannas yaitu hubungan manusia dengan manusia lainnya,

bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain, berbuat baik, saling menolong, saling menghargai.

Menurut Glock dan Stark, Dalam keberagamaan terdapat beberapa dimensi, yaitu keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama dan pengamalan. Kelima dimensi ini saling berkaitan. Ketika kita telah meyakini suatu agama maka kita harus mengetahui ajaran-ajaran dalam agama tersebut. Ajaran agama berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing. Kewajiban setiap penganut suatu agama untuk mempraktikkan ajaran agama melalui ritual atau ketaatan pada aturan agama, menjauhi larangan-larangan dalam agama dan melaksanakan semua perintah dalam agama. Jika kita telah melaksanakan semua ajaran agama, maka kita akan sampai pada pengalaman bathin yang berupa ketenangan.


(46)

Tingkat religiusitas yang merupakan cerminan sikap keseharian masyarakat ini dapat dijadikan barometer seberapa tinggi tingkat religiusitas seseorang jika dihadapkan dengan fenomena menjamurnya praktek prostitusi. Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang hukum Islam yang berkenaan dengan zina, maka semakin menentang orang tersebut dengan keberadaan prostitusi. Karena sangat jelas sekali bahwa prostitusi merupakan perbuatan zina dan hal ini dilarang oleh agama terutama Islam, jangankan melakukan zina mendekati saja dilarang dalam Islam. Selain dilarang agama, perbuatan zina merusak moral masyarakat. Dalam Islam perbuatan zina harus diganjar dengan hukuman yang sangat berat.

Dalam surat Al-Isra' ayat 32, Allah berfirman:

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk"


(47)

Tabel 2.1. Kerangka Berfikir

Penerimaan Sosial Masyarakat 

Terhadap PSK Rendah  

Bentuk Penerimaan 

kan 

Menghargai 

‐ Tidak Merendah

Tidak Menekan  

Tingkat Religiusitas Tinggi 

Dimensi Religiusitas 

Keyakinan  

Praktek 

Penghayatan

Pengetahuan

pengamalan 

  

 

Tingkat Religiusitas 

Rendah 

Masyarakat  Tinggi 

Penerimaan Sosial 

2.6. Hipotesis

Dari uraian tersebut dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap PSK

Ha = ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap PSK


(48)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) yakni tingkat religiusitas dan variabel terikat (dependent

variable) yakni penerimaan sosial masyarakat, dimana data yang dihasilkan dari

hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif (Prasetyo dan Jannah, 2005). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Subana dan Sudrajat, 2005). Metode ini dipakai untuk menggambarkan seberapa besar pengaruh tingkat religiusitas pada penerimaan social masyarakat terhadap pekerja seks komersial yang berada di daerah Tegal Rotan.


(49)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang dimiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri (Sevilla,et al, 1993). Variabel terbagi dua macam, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent

variable). Dalam penelitian ini yang menjadi kedua variabel tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Variabel bebas : Tingkat Religiusitas

2. Variabel terikat : Penerimaan social masyarakat

3.2.1 Definisi konseptual

1. Glock dan Stark dalam (Ancok dan Nashori, 1994) tingkat religiusitas adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimatemeaning)

2. Taylor dalam Jersild (1983) mengungkapkan bahwa penerimaan sosial adalah sikap memandang orang lain sebagai individu yang patut dihargai tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikannya.

3. Pekerja Seks Komersial atau Pelacur menurut Kartini Kartono (2003) adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah. wanita yang tidak pantas kelakuannya, bisa mendatangkan mala/celaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya maupun kepada diri sendiri.


(50)

3.2.2 Definisi operasional variabel

Skor dari tingkat religiusitas, aspek-aspeknya mengacu pada Glock dan Stark (dalam Ancok, 2004) yaitu:

1. Keyakinan, indikatornya adalah: iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat,iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada kitab-kitab, iman kepada hari kiamat, iman kepada qadha dan qadar.

2. Ibadah/ritual, indikatornya adalah: shalat, puasa, dzikir dan do'a, zakat dan ibdah haji

.3. Penghayatan, indikatornya adalah: perasaan dekat denganNya, perasaan bersyukur, perasaan doa-do'anya terkabul.

4. Pengetahuan, indikatornya adalah: aqidah, ibadah, akhlak, al-Qur'an dan hadist.

5. Pengamalan, indikatornya adalah: menolong, belajar, bertangguang jawab dan jujur.

Definisi operasional penerimaan sosial masyarakat, aspek-aspek penerimaan sosial masyarakat yang diukur dalam penelitian ini, menggunakan teori Andi Mappire (1982) yaitu :

1. Menghargai indikatornya adalah tidak mempermasalahkan kekurangan seseorang, tidak mempemasalahkan latar belakang seseorang.

2. Tidak merendahkan indikatornya adalah mempercayai seseorang memiliki kemampuan, mempercayai seseorang mempunyai potensi.


(51)

3.2 Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi dan Sampel

Menurut Kerlinger (1973), populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian atau obyek-obyek yang telah ditetapkan dengan baik. Menurut Ferguson (1976) sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi (Sevilla, 1993).

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kampung Tegal Rotan RT. 002/08 Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan yang berjumlah 437 orang baik yang dewasa maupun anak-anak dibawah umur.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara purposive

random sampling yaitu memilih responden berdasarkan atas ciri-ciri/sifat-sifat

yang sesuai dengan karakteristik subyek penelitian yang telah ditetapkan yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Usia responden dari umur 18 tahun sampai umur 50 tahun, karena umur 18 tahun adalah masa memasuki dewasa awal.

2. Responden adalah warga yang berdomisili di daerah tersebut minimal tiga tahun.


(52)

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Metode dan Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan skala dalam bentuk pernyataan untuk memperoleh data dalam penelitian ini. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993), mendefinisikan skala sebagai suatu perangkat simbol atau angka-angka dalam bentuk simbol atau angka yang ditetapkan menurut aturan individu (atau tingkah laku mereka) dimana skala ditetapkan. Penetapan dinyatakan melalui pemilikan individu skala apa saja yang dianggap perlu diukur. skala yang digunakan untuk membuat pernyataan dalam penelitian ini adalah skala model Likert.

Tabel 3.1.

Penskoran Skala Model Likert

Pernyataan Sangat

Setuju (SS)

Setuju (S)

Tidak Setuju (TS)

Sangat Tidak setuju

(STS)

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

1. Skala Religiusitas

Pembuatan item-item pernyataan skala religiusitas disusun berdasarkan aspek-aspek yang mengacu pada Glock dan Stark (dalam Ancok, 2001).


(53)

Tabel 3.2.

Cetak biru skala religiusitas

Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah

Keyakinan 1. Iman Kepada

Allah

2. Iman Kepada Malaikat 3. Iman Kepada

Kitab-Kitab 4. Iman Kepada

Nabi & Rasul 5. Iman Kepada

Hari Akhir 6. Iman Kepada

Qadha & Qadar 1 3 5 7 9 11 2 4 6 8 10 12 12 Ibadah/ ritual 1. Shalat 2. Puasa

3. Dzikir & Do'a 4. Zakat 5. Haji 13 15 17 19, 20 21, 22

14 16

18 10

Penghayatan 1. Perasaan

dekat dengan Allah

2. Perasaan syukur kepada Allah 3. Perasaan do'a

terkabul

23, 25

27

24

26

28

6

Pengetahuan 1. Aqidah 2. Ibadah 3. Akhlak 4. Al-qur'an 5. Hadits

29, 30 31, 35

33 37

32, 36 34 38

10

Pengamalan 1. Menolong 2. Belajar 3. Bertanggung jawab 4. Jujur 39 41 43 45 40 42 44 46 8


(54)

2. Skala Penerimaan Masyarakat

Pembuatan item-item pernyataan skala Penerimaan Masyarakat disusun berdasarkan aspek-aspek yang mengacu pada Andi Mappire (1982)

Tabel 3.3.

Cetak biru skala penerimaan sosial masyarakat

Aspek Indikator Favorabel unfavorabel Jumlah

Menghargai 1. Tidak

mempermasalah kan kekurangan seseorang 2. Tidak mempermasalah kan latar belakang

10, 13, 23

1, 4, 14, 27 2, 8

9 Tidak merendahkan 1. Percaya seseorang memiliki kemampuan 2. Percaya seseorang meiliki potensi 3, 22 21 9 4 Tidak menekan Memberi kebebasan

5, 7, 12, 20, 24, 26, 28,

29, 30

6, 11, 15, 16,

17, 18, 19, 25 17

Jumlah 19 11 30

3.3.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian

Uji coba penelitian diberikan pada responden yang memiliki karakteristik hampir sama dengan sampel penelitian. Jumlah responden uji coba minimal sebanyak 30 orang dan diberikan kepada masyarakat yang berdomisili di


(55)

Kampung Tegal Rotan RT. 002/08 Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan. Data yang diperoleh peneliti dari hasil uji coba diolah dengan perhitungan statistik untuk menguji validitas dan reliabilitas dari instrumen ini. 1. Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan tujuan ukurannya . Untuk mengetahui validitas dari setiap item pertanyaan skala religiusitas dan skala penerimaan ini menggunakan bantuan SPSS 17 for windows. 2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau reliabilitas hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Sevilla, 1993). Untuk menguji reliabilitas instrumen penelitian, peneliti menggunakan rumus Alpha

Cronbach (Saifuddin Azwar, 2004). Perhitungan reliabilitas dengan

menggunakan program komputer SPSS versi 17 for windows. Setelah diperoleh hasil perhitungan yang tepat kemudian disesuaikan dengan kaidah yang berlaku untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas alat tes tersebut dapat dilihat dalam tabel kaidah reliabilitas berikut ini :

Tabel 3.4. Kaidah Reliabilitas

Nilai Status > 0,90

0,70-0,90 0,40-0,70 0,20-0,40 < 0,20

Sangat reliabel Reliabel Cukup reliabel Kurang reliabel


(56)

3.3.3 Hasil Uji Validitas-Reliabilitas Skala Religiusitas

Pengujian butir item instrumen religuisitas dilakukan dengan taraf signifikans 0,05 dengan r tabel 0,220. Hasil penghitungan yang didapat dari program SPSS 17 for windows dengan menggunakan rumus korelasi dari

pearson, dari keseluruhan item yang ditry-outkan di lapangan dengan jumlah

item 46, ditemukan item-item yang valid berjumlah 33 item dan yang tidak valid berjumlah 13 item.

Untuk pengujian reliabilitas instrumen, penulis menggunakan rumus alpha

cronbach dengan proses penghitungan dari program SPSS 17 for windows. Dari

hasil penghitungan tersebut diperoleh skor reliabilitas tingkat α = 0,824. Dengan demikian, merujuk kepada klasifikasi koefisien reliabilitas dari Guilford, koefisien reliabilitas 0,7-0,9 adalah reliable. Berikut Blue Print dari skala religiusitas:

Tabel 3.5

Distribusi Item-Item Valid Skala religiusitas

Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah

Keyakinan 7. Iman Kepada

Allah

8. Iman Kepada Malaikat 9. Iman Kepada

Kitab-Kitab 10.Iman Kepada

Nabi & Rasul 11.Iman Kepada

Hari Akhir 12.Iman Kepada

Qadha & Qadar 1 3 5* 7* 9 11 2 4 6 8* 10 12 12


(57)

Ibadah/ ritual

6. Shalat 7. Puasa

8. Dzikir & Do'a 9. Zakat

10.Haji

13 15 17 19*, 20*

21, 22*

14 16

18 10

Penghayatan 4. Perasaan

dekat dengan Allah

5. Perasaan syukur kepada Allah 6. Perasaan do'a

terkabul

23*, 25*

27

24*

26

28

6

Pengetahuan 6. Aqidah 7. Ibadah 8. Akhlak 9. Al-qur'an 10.Hadits

29*, 30 31, 35*

33 37

32, 36 34 38

10

Pengamalan 5. Menolong 6. Belajar 7. Bertanggung jawab 8. Jujur 39 41 43 45 40 42 44* 46* 8

Jumlah 25 21 46

* Item yang tidak valid

Hasil Uji Validitas-Reliabilitas Skala Penerimaan Sosial

Pengujian butir item instrumen penerimaan dilakukan dengan taraf signifikans 0,05 dengan r tabel 0,220. Berdasarkan hasil uji coba terhadap 30 item dalam instrumen penerimaan sosial, maka terdapat 20 item yang valid dan 10 item lainnya tidak valid. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan program SPSS 17 for windows diperoleh skor reliabilitas α = 0,8136, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen ini reliabel dan layak digunakan untuk mengukur penerimaan social masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial


(58)

(PSK). Untuk mengetahui posisi butir-butir item pada indikator penerimaan social maka penulis membuat tabel sebagai berikut:

Tabel 3.6

Distribusi Item-Item Valid Skala Penerimaan Social Masyarakat

Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah

Menghargai 3. Tidak

mempermasalah kan kekurangan seseorang

4. Tidak

mempermasalahk an latar belakang

10, 13, 23

1*, 4*, 14, 27 2, 8*

9

Tidak merendah-kan

3. Percaya seseorang memiliki

kemampuan 4. Percaya seseorang

meiliki potensi 3, 22 21* 9 4 Tidak menekan 1. Memberi kebebasan

5, 7*, 12*, 20*, 24, 26, 28*, 29,

30

6, 11, 15*, 16, 17, 18, 19, 25*

17

Jumlah 19 11 30

* Item yang tidak valid

3.4. Teknik Analisa Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisa. Untuk menganalisa data atau item-item tersebut maka digunakan teknik korelasi Product

Moment Pearson.

3.5 Prosedur Penelitian


(59)

3.5.1 Persiapan

1. Melakukan studi pendahuluan, dengan membaca literatur dan mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

2. Membuat skala religiusitas dan skala penerimaan social masyarakat 3. Melakukan uji coba (try out).

4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas. 5. Menganalisis item.

6. Menyusun dan merapikan kembali skala yang telah diuji coba, kemudian disebarkan kepada subyek penelitian.

3.5.2 Pelaksanaan

1. Menyebarkan skala kepada sampel penelitian. 2. Menganalisa data.

3. Menarik hipotesa. 4. Membuat kesimpulan.


(60)

Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian hubungan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) di daerah Tegal Rotan. Secara rinci bab ini akan mengulas mengenai gambaran umum responden, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah warga Kampung Tegal Rotan RT. 002/08 Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan . Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 80 orang. Berikut gambaran umum yang akan ditampilkan di dalam sub bab ini meliputi jenis kelamin dan usia subjek. Adapun untuk presentasi datanya akan ditampilkan dalam tabel yang disertai dengan narasi deskriptif.

4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Table 4.1

Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

NO JENIS KELAMIN JUMLAH PROSENTASE

1 Perempuan 32 40 %

2 Laki-laki 48 60 %

Jumlah 80 100 %


(61)

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 80 orang dengan subjek laki-laki berjumlah 48 orang (60 %) dan subjek perempuan 32 orang (40 %).

4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia

Berikut tabel yang memuat tentang gambaran subjek berdasarkan usia: Tabel 4.2

Distribusi Subjek Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase (%)

1

18 -24

Tahun 15

18.75%

2

25 - 29

Tahun 12

15.00%

3

30 - 34

Tahun 30

37.50%

4

35 - 42

Tahun 23

28.75% Jumlah 80 100%

Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa dari 80 subjek yang digunakan dalam penelitian ini, subjek yang berusia 18 tahun sampai 24 tahun berjumlah 15 orang, subyek yang berusia 25 sampai 29 berjumlah 12 orang, subyek yang berusia 30 tahun sampai 34 tahun berjumlah berjumlah 30 orang, dan subyek yang berusia 35 tahun sampai 42 tahun berjumlah 23 orang.


(62)

4.2 Deskripsi Skor Responden

Deskripsi statistik skor skala hubungan antara tingkat religiusitas terhadap penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK).yang diperoleh pada penelitian sebelum dikategorisasikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Deskripsi Skor Statistik

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Tingkat Religiusitas 80 93.00 129.00 109.6500 7.71666

Penerimaan Sosial 80 33.00 62.00 48.4750 6.16642

Diketahui jumlah responden penelitian adalah 80 orang, skor tingkat religiusitas terendah adalah 93, skor tertinggi 129 dengan nilai rata-rata 109.65. Kemudian skor penerimaan sosial terendah 33 dan skor tertinggi 62 dengan nilai rata-rata 48.47.

4.2.1 Deskripsi skor Tingkat Religiusitas

Untuk deskripsi skor tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK), peneliti membuat tiga kategori skor yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan jumlah item-item yang terpilih. Dalam hal ini peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu menempatkan subjek ke dalam kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (dalam Azwar, 2004). Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:


(63)

X<M-I.SD = Rendah M-I .SD ≤ X ≤ M+I SD = Sedang

X>M+I SD =Tinggi

Tabel 4.4

Kategorisasi Skor tingkat religiusitas

Kategori Skor Rendah X < 104

Sedang 104 ≤ X ≤116 Tinggi X > 106

Tabel 4.5

Gambaran Presentasi Data Tingkat Religiusitas Kategori Frekuensi Persen

Rendah 21 26.3%

Sedang 39 48.8%

Tinggi 20 25%

Total 80 100%

Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata skor Tingkat religiusitas berkisar pada kategori rendah sebanyak 21 orang dengan persentase 26.3%, kategori sedang sebanyak 39 orang dengan persentase 48.8%, sedangkan kategori tinggi sebanyak 20 orang dengan persentase 25%. Dengan demikian, mayoritas masyarakat Tegal Rotan memiliki tingkat religiusitas pada tingkat sedang.


(64)

4.2.2 Deskripsi skor Penerimaan Sosial Tabel 4.6

Gambaran Presentasi Data Penerimaan Sosial Kategori Skor

Rendah X < 44 Sedang 44 ≤ X ≤ 52

Tinggi X > 52

Tabel 4.7

Kategorisasi Penerimaan Sosial Kategori Frekuensi Persentase

Rendah 18 22.5%

Sedang 35 43.8%

Tinggi 27 33.8%

Total 80 100%

Berdasarkan gambaran tabel diatas, menjelaskan bahwa rata-rata skor penerimaan sosial pada kategori rendah sebanyak 18 orang dengan persentase 22.5%, kategori sedang sebanyak 35 orang dengan persentase 43.8%, sedangkan kategori tinggi sebanyak 27 orang dengan persentase 33.8%. Dengan demikian, mayoritas masyarakat Tegal Rotan memiliki penerimaan sosial pada tingkat sedang.

Kemudian, tingkat religiusitas terhadap penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) dibuat crosstabulation untuk melihat

bagaimana perbandingan tingkatan pada kedua variabel. Dari hasil penghitungan diperoleh mayoritas masyarakat Tegal Rotan memiliki religiusitas pada tingkat sedang dengan penerimaan sosial pada tingkat sedang juga dengan jumlah 16


(65)

orang atau 20% total dari sampel. Keterangan selanjutnya akan digambarkan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8

Tingkat Religiusitas Dengan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) Crosstabulation

Kategori Tingkat Religiusitas

Penerimaan Sosial Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

Frek % Frek % Frek % Frek %

Rendah 2 2.5% 11 13,8% 8 10% 21 26,3%

Sedang 11 13.8% 16 20% 12 15% 39 48,8%

Tinggi 5 6.3% 8 10% 7 8,8% 20 25%

Jumlah 18 22.5% 35 43,8% 27 33,8% 80 100%

4.3 Uji Hipotesis

Teknik penghitungan yang dipergunakan adalah perhitungan korelasi mengggunakan formula Pearson Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05.

Sehingga untuk melihat ada tidaknya korelasi antara dua variabel yaitu dengan menganalisis skor tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) di daerah Tegal Rotan. Dalam penghitungannya, peneliti menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Dari


(66)

Tabel 4.9 Uji Hipotesis

Tingkat Religiusitas

Penerimaan Sosial Tingkat

Religiusitas

Pearson Correlation 1 -.033

Sig. (2-tailed) .770

N 80 80

Penerimaan Sosial Pearson Correlation -.033 1 Sig. (2-tailed) .770

N 80 80

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai korelasi r hitung antara religiusitas dengan penerimaan social masyarakat terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) menunjukkan angka sebesar -0.033, dengan nilai probabilitas 0.770 yang berarti 0.770 > 0.05 maka Ho diterima. Yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan masyarakat terhadap pekerja seks komersial (PSK) di daerah Tegal Rotan. Berarti, tingkat religiusitas seseorang tidak berhubungan dengan penerimaannya terhadap pekerja seks komersial yang berada di Tegal Rotan.


(67)

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab terakhir ini peneliti mencoba menyimpulkan dari semua hasil peneitian serta mendiskusikan hasil penelitian ini, dan juga mencoba memberi saran untuk penelitian yang sejenis agar lebih lebih baik dari penelitian yang sudah ada

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisa data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat terhadap pekerja seks komersial di daerah Tegal Rotan. Dengan menggunakan signifikansi 0.05 dan perolehan probabilitas 0.770 (0.770 > 0.05) serta r hitung -0.033.

5.2 Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial masyarakat tehadap pekerja seks komersial (PSK) di Tegal Rotan.

Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun

hablumminannas.


(1)

Penerimaan sosial Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 46.0250 34.835 .424 .747

VAR00002 45.6875 34.597 .426 .746

VAR00003 46.2125 31.131 .535 .733

VAR00004 46.1375 31.183 .613 .727

VAR00005 46.0500 33.061 .549 .736

VAR00006 45.6500 33.825 .464 .743

VAR00007 45.7000 35.175 .235 .759

VAR00008 45.9500 35.997 .277 .756

VAR00009 45.5000 38.177 -.063 .770

VAR00010 46.5625 35.059 .290 .755

VAR00011 46.4875 31.620 .507 .736

VAR00012 45.5125 36.228 .265 .757

VAR00013 46.5500 33.415 .424 .744

VAR00014 45.4375 35.996 .218 .759

VAR00015 46.1375 34.424 .398 .747

VAR00016 45.8000 36.390 .248 .757

VAR00017 46.7000 36.719 .037 .779

VAR00018 46.7125 35.321 .232 .759

VAR00019 46.3250 34.627 .313 .753

VAR00020 45.8875 37.164 .038 .772

Penerimaan Sosial Scale Statistics Mean Variance Std. Deviation N of Items


(2)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Religiusitas 80 93.00 129.00 109.6500 7.71666

Penerimaan Sosial 80 33.00 62.00 48.4750 6.16642

Valid N (listwise) 80

Correlations

Correlations

Religiusitas

Penerimaan Sosial

Religiusitas Pearson Correlation 1 -.033

Sig. (2-tailed) .770

N 80 80

Penerimaan Sosial Pearson Correlation -.033 1

Sig. (2-tailed) .770

N 80 80

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.306 1 3.306 .086 .770a

Residual 3000.644 78 38.470

Total 3003.950 79

a. Predictors: (Constant), Religiusitas b. Dependent Variable: Penerimaan Sosial


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 51.382 9.940 5.169 .000

Religiusitas -.027 .090 -.033 -.293 .770

a. Dependent Variable: Penerimaan Sosial

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Penerimaan Sosial .068 80 .200* .987 80 .623

Religiusitas .084 80 .200* .982 80 .322

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Descriptives

Statistic Std. Error

Penerimaan Sosial Mean 48.4750 .68943

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 47.1027

Upper Bound 49.8473

5% Trimmed Mean 48.5833

Median 48.0000

Variance 38.025

Std. Deviation 6.16642

Minimum 33.00

Maximum 62.00

Range 29.00


(4)

Skewness -.187 .269

Kurtosis -.163 .532

Religiusitas Mean 109.6500 .86275

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 107.9327

Upper Bound 111.3673

5% Trimmed Mean 109.5417

Median 109.0000

Variance 59.547

Std. Deviation 7.71666

Minimum 93.00

Maximum 129.00

Range 36.00

Interquartile Range 11.75

Skewness .264 .269

Kurtosis -.273 .532

kategori religiusitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 21 26.3 26.3 26.3

Sedang 39 48.8 48.8 75.0

Tinggi 20 25.0 25.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

kategori penerimaan sosial

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 18 22.5 22.5 22.5

Sedang 35 43.8 43.8 66.3

Tinggi 27 33.8 33.8 100.0


(5)

kategori religiusitas * kategori penerimaan sosial Crosstabulation kategori penerimaan sosial

Total Rendah Sedang Tinggi

kategori religiusitas Rendah Count 2 11 8 21

% of Total 2.5% 13.8% 10.0% 26.3%

Sedang Count 11 16 12 39

% of Total 13.8% 20.0% 15.0% 48.8%

Tinggi Count 5 8 7 20

% of Total 6.3% 10.0% 8.8% 25.0%

Total Count 18 35 27 80

% of Total 22.5% 43.8% 33.8% 100.0%

Jenis Kelamin * kategori religiusitas Crosstabulation kategori religiusitas

Total Rendah Sedang Tinggi

Jenis Kelamin Laki-laki Count 12 26 10 48

% of Total 15.0% 32.5% 12.5% 60.0%

Perempuan Count 9 13 10 32

% of Total 11.3% 16.3% 12.5% 40.0%

Total Count 21 39 20 80


(6)

4527

Hasil

 

Try

 

Out

  

Skala

 

Religiusitas