Pemahaman anak kelas III dan VI Sekolah Dasar [SD] tentang bumi dan peristiwa siang-malam: studi kasus - USD Repository

  

PEMAHAMAN ANAK KELAS III DAN VI SEKOLAH DASAR (SD)

TENTANG BUMI DAN PERISTIWA SIANG-MALAM : STUDI KASUS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh :

  Yusinta Devi Kurniati NIM : 031424032

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

Hid up han y a t ent an g seb uah pil ihan …

A pakah kit a akan t et ap b er d iam,

A t au kit a b el aj ar men j ad i sesuat u y an g l eb ih d an

l eb ih…

  Skripsi ini kupersembahkan kepada A llah SW T; awal dari semua cerita.

  Ibu & Bapak A dikku

  A lmamater Tercinta

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Yusinta Devi Kurniati Nomor Mahasiswa : 031424032

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  

Pemahaman Anak Kelas III dan VI Sekolah Dasar (SD) Tentang Bumi

dan Peristiwa Siang–Malam: Studi Kasus

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 25 Februari 2009 Yang menyatakan,

  (Yusinta Devi Kurniati)

  

ABSTRAK

PEMAHAMAN ANAK KELAS III DAN VI SEKOLAH DASAR (SD)

TENTANG BUMI DAN PERISTIWA SIANG-MALAM : STUDI KASUS

Yusinta Devi Kurniati, ”Pemahaman Anak Kelas III Dan VI Sekolah Dasar

  

(SD) Tentang Bumi Dan Peristiwa Siang Malam : Studi Kasus”. Program

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Studi Pendidikan Fisika

  

Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. 2008

  Penelitian ini bertujuan untuk : Untuk mengungkap pemahaman siswa dan bagaimana gagasan yang dimiliki oleh anak dapat diungkap, baik dengan lisan maupun tulisan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Timbul Rejo, Sleman dan SD Nusawungu III, Cilacap pada bulan Oktober. Subyek penelitian adalah 6 orang dengan rincian 4 anak SD Negeri Timbul Rejo (2 orang kelas III dan 2 orang kelas

  VI) dan 2 anak kelas VI SD Negeri Nusawungu III. Peneliti melakukan pengamatan langsung kepada subyek tanpa pemberian treatment terlebih dahulu. Data pemahaman anak tentang materi bumi dan peristiwa siang malam diperoleh dari pengisian lembar kerja dan wawancara subyek; anak terlebih dahulu mengisi lembar kerja sebelum diwawancara. Data pemahaman anak tentang materi bumi dan peristiwa terjadinya siang – malam dianalisis secara deskriptif kualitatif.

  Hasil penelitian menunjukkan : (1) pemahaman anak tentang bumi dan peristiwa siang malam masih terbatas pada informasi yang disampaikan guru dalam kelas. (2) anak masih memahami pengetahuan yang disampaikan guru di sekolah sebagai teori yang harus dihafal dan bukan penerapannya dalam kehidupan sehari

  • – hari (3) pemahaman anak SD masih terbatas pada sesuatu yang konkrit.

  

ABSTRACT

UNDERSTANDING OF CHILD CLASS III AND VI ELEMENTARY

SCHOOL (SD) ABOUT EARTH AND EVENT DAY-NIGHT: CASE

STUDY

  Yusinta Devi Kurniati

Understanding Of Child Class of III And of VI Elementary School ( SD)

About Earth And Event Day – Night : Case Study.

  

Physics Education Study Program, the Department of Mathematics and

Science, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma

University, Yogyakarta (2008).

  This research was aimed at reveal to know the student’s understanding and how idea had by child can be expressed. This research was held in SD Negeri Timbul Rejo, Sleman and SD Negeri Nusawungu III, Cilacap on October 2008. The subject of this research is 6 student’s with detail 4 child of SD N Timbul Rejo ( 2 child class III and 2 child class VI) and 2 child class VI SD Negeri Nusawungu III. Researcher do direct observation without giving treatment beforehand. The data was obtained by the subject was filling a spread sheet and then researcher was interviewing subyek. Data of child understanding about earth and event of day and night analysed by deskriptif qualitative. The result of this research shows that : (1) children’s understanding about earth and day - night event still limited to submitted by teacher information in class (2) child still comprehend knowledge in school as theory which must be memorized and not its applying in life (3) understanding of elementary school student’s still limited to something that konkrit.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pemahaman Anak Kelas III Dan VI Sekolah Dasar (SD) Tentang Bumi Dan Peristiwa Siang Malam : Studi Kasus”.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penyusunan tulisan ini peneliti didukung oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Drs. T. Sarkim, M.Ed.,Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan baik dan sabar, yang telah banyak meluangkan waktu, masukan selama penulisan skripsi ini.

  2. Bp. R. Rohandi, M.Ed., selaku dosen pembimbing akademik, Bp. T. Sarkim, Ph.D., Bp. Drs. Domi S, M.Si, Bp. Drs. Fr. Y. Kartika Budi, M.Pd, Bp. A.

  Atmadi, M.Si., Ibu Maslichah Asy’ari, M.Pd. dan Bp. Drs. F. Sinaradi, M.Pd. selaku dosen program studi Pendidikan Fisika USD yang telah membimbing penulis selama melaksanakan pendidikan di Universitas Sanata Dharma ini.

  3. Bapak Drs. Domi Saverius, M.Si selaku kaprodi, terimakasih juga untuk bimbingan dan masukannya.

  4. Keluarga besar SD Negeri Timbul Rejo, Sleman dan SD Negeri Nusawungu III, Cilacap atas bantuan, waktu dan ijin untuk pelaksanaan penelitian ini.

  5. Bapak Danang T. R (kediamanmu adalah semangat bagiku) dan Ibu Kartini (senyummu adalah kekuatanku), harapan, kepercayaanmu, nasehatmu adalah sumber inspirasiku, kasih sayang dan doamu adalah hidupku. Hanya ini yang dapat kupersembahkan, semoga akan mejadi sesuatu yang membanggakan dari anakmu.

  6. Adikku Melynda, bergabung dalam keluarga JP MIPA bukan sesuatu yang buruk bukan? Semangat!!!

  7. Yang selalu ada dihatiku Deni Hariyanto, mengenalmu adalah sesuatu yang tidak pernah kubayangkan. Terimakasih untuk segala pengertian, kasih sayang dan dukungan.

  8. Keluarga besarku di Jogja, terimakasih semangat, pengertian dan tumpangannya waktu sinta kesepian dikos.

  9. Para personil ex-KSB (Kelompok Skripsi Bareng) : dede (terimakasih untuk semua cerita yang pernah ada, terimakasih untuk persahabatan yang boleh kurasakan darimu. ayo dums semangat), ciwi (kamu orang pertama yang aku kenal saat menginjakkan kaki di Sanata Dharma, terimakasih untuk semua, untuk persahabatan kita), kakak botak (terimakasih telah menjadi kakak selama aku hidup di Jogja, semoga sinta gak cengeng lagi), dimas (makasih udah banyak dibantu mengawali analisis skripsi ini, patner PPL, KKN dan lain

  • – lain. Ayo tem kita ujian bersama, kapan kita ke perpus lagi?), eko (teruslah membuat banyak orang tertawa, terimakasih atas saran dan masukan serta selalu membuatku tersenyum), dias (kriting, terimakasih untuk
darimu, semoga aku juga cepat mengikuti jejakmu menjadi ibu guru), tomas (ternyata kamu gak se-‘olok’ yang anak – anak bilang, nyatanya kamu lulus pertama), kalian semua sahabat terbaikku di Sanata Dharma tanpa kalian aku bukan apa – apa.

  10. Teman-teman P.Fis 2003 (Tica, Nana, Ica, Boni, Rosa, Sisca, Mba Endar, Ervan, Agata, Ely, Dewi Klaten, Yeni, Gilang, Romo Dion, Luci, Juni, Ipus, Andre, Cornel, Loren, Eka, Mei, Alfon, Simrosa, Gita, Titis, St.Ruth, Wahyu terimakasih ya suatu keberuntungan bagiku bisa bertemu dan menimba ilmu bersama kalian, takan pernah kulupakan kebersamaan kita.

  11. Kos lebah, Shinta, Mbak asih, Mbak Yuni, Amel, Melon, kalian merupakan bagian terindah selama perjalanku kuliah di Jogja.

  12. Keluarga besar Bapak Joko, eyang kakung & eyang uti, terimakasih sudah diterima ditengah – tengah keluarga ini.

  13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, terima kasih atas segala bantuan doa dan dukungannya.

  Demikianlah tulisan ini dapat diselesaikan. Peneliti memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan tulisan ini. Tulisan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti juga mengharapkan kritik dan saran demi pengembangan tulisan ini. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

  Penulis

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v

PERNYATAAN PUBLIKASI....................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

ABSTRACT ..................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR.................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi

  

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang ...............................................................................

  1 B. Landasan Teori...............................................................................

  4 1. Berpikir Ilmiah pada Anak.......................................................

  4 a. Ide Bersifat Lebih Personal................................................

  6

  b. Ide – Ide yang Dikemukakan Anak Nampak Tidak Koheren 6 c. Ide Masih Bersifat Stabil....................................................

  7

  e. Pusat Perhatian Anak Terbatas...........................................

  7 f. Pusat Perhatian Lebih pada Perubahan Bukan Keadaan....

  8 2. Hakekat Sains...........................................................................

  8 3. Metode “POP”..........................................................................

  9 4. Berpikir Sebagai Bagian dari Proses belajar............................

  10 a. Pembentukan Pengertian....................................................

  10 b. Pembentukan Pendapat ......................................................

  11 c. Penarikan Kesimpulan .......................................................

  11

  5. Belajar ...................................................................................... 12 a. Pengertian Belajar ..............................................................

  12 b. Jenis - Jenis Belajar............................................................

  12 1) Menurut A. De Block...................................................

  12 2) Menurut C. Van Pareren ..............................................

  13 6. Perkembangan Pengetahuan ....................................................

  13

  a. Peran Pengetahuan Awal dalam Perkembangan Pengetahuan 13 b. Perkembangan Pengetahuan pada Anak ............................

  14

  7. Kecerdasan/Intelegensi ............................................................ 18 C. Rumusan Masalah ..........................................................................

  23 D. Tujuan Penelitian ...........................................................................

  23 E. Manfaat .......................................................................................... 24

  

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 25

  B. Partisipan Penelitian.......................................................................

  25 C. Desain Penelitian............................................................................

  26 D. Waktu dan Tempat .........................................................................

  28 E. Validitas ......................................................................................... 28 F. Metode Pengumpulan Data ............................................................

  29 G. Instrumen Penelitian ......................................................................

  30 H. Metode Analisis Data.....................................................................

  30 BAB III. DATA DAN ANALISIS DATA..................................................... 36 A. Deskripsi Penelitian ........................................................................

  36 B. Data .................................................................................................

  38 C. Hasil.................................................................................................

  48 1. Kelas III.......................................................................................

  48 a. Seperti Apa Bentuk Bumi? ...................................................

  48 b. Mengapa Benda Jatuh ke Bumi?...........................................

  49 c. Bagaimana Siang dan Malam Terjadi? .................................

  50 2. Kelas VI ......................................................................................

  51 a. Seperti Apa Bentuk Bumi? ...................................................

  51 b. Mengapa Benda Jatuh ke Bumi?...........................................

  51 c. Bagaimana Siang dan Malam Terjadi? .................................

  52 D. Pembahasan.....................................................................................

  53

  1. Bagaimana Pendapat yang Dikemukakan Anak tentang

  2. Bagaimana Pemahaman Anak tentang Peristiwa yang Berhubungan dengan Masalah Sains yang Biasa Mereka Temui dalam Kehidupan Sehari-Hari? ................

  58 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 65

  A. Kesimpulan .................................................................................... 65

  B. Saran............................................................................................... 66 C. Keterbatasan Penelitian..................................................................

  67 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kerja ..............................................................................

  70 Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara....................................................

  71 Lampiran 3 Lembar Kerja Jawaban Responden.............................................

  72 Lampiran 4 Transkrip Wawancara Responden...............................................

  78 Lampiran 5 Lampiran Gambar Responden .................................................... 104

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anak mengisi LKS .........................................................................

  37 Gambar 2. Wawancara .....................................................................................

  37 DAFTAR TABEL Tabel ringkasan jawaban responden ................................................................

  38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya anak-anak lebih banyak memperoleh pengetahuan dari

  lingkungan sekitar, dari apa yang mereka lihat, dengar dan alami secara langsung. Dapat dikatakan bagaimana anak memperoleh pengetahuan dasar, tergantung fasilitas yang tersedia dalam lingkungan tempat tinggalnya. Semakin banyak yang mereka alami, semakin banyak hal-hal yang dipelajari anak tersebut. Bagaimanapun juga lingkungan yang kondusif memungkinkan seorang anak menjadi lebih kritis dalam perkembangannya. Saat ini sudah sangat lazim jika seorang anak yang masih tergolong balita mulai memperoleh pengetahuan secara terarah, meskipun masih terbatas pada hal-hal tertentu dan

sederhana yang pasti berbeda jika dibandingkan dengan pendidikan formal.

  Tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan tiap anak berbeda-beda. Selama berabad-abad berkembang pendapat jika seorang anak yang banyak bertanya dan memiliki rasa selalu ingin tahu mengenai segala hal diidentikan dengan tingkat kecerdasan. Tetapi apakah pendapat ini benar dan dapat diterima begitu saja? Dalam sebuah sumber (www.balitacerdas.com) disebutkan keaktifan anak untuk bertanya banyak hal tidak selalu berarti bahwa anak ini cerdas, tergantung bagaimana anak menanggapi jawaban dari rasa ingin tahunya. Karena tidak jarang seorang anak hanya bertanya tanpa pernah memperhatikan jawaban yang merupakan kelanjutan dari pertanyaan yang diajukan anak tersebut.

  Permasalahan seperti ini sebenarnya sangat sederhana, namun dari masalah-masalah tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan anak dengan berbagai latar belakang akan membawa anak-anak pada pengetahuan awal yang berbeda dan tidak dapat disamakan. Kebanyakan guru belum mempertimbangkan bahwa setiap anak memerlukan pendampingan yang tidak sama pada tiap individu karena pengetahuan bawaan dan ketertarikan belajar tiap anak ini juga berbeda.

  Latar belakang tersebut terkadang menimbulkan masalah dalam dunia pendidikan. Mulai dari masalah cara atau pola belajar siswa sampai dengan masalah yang paling kompleks dan umum terjadi yaitu miskonsepsi terhadap sebuah materi pengajaran. Permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan bukan saja terletak pada pergantian kurikulum atau sistem pendidikan, namun lebih pada masalah mendasar yaitu pola atau cara pandang masyarakat sendiri terhadap pentingnya proses belajar anak dalam lingkungan sekolah atau lingkungan tempat tinggalnya.

  Setiap anak memiliki daya imajinasi, baik yang disadari atau tidak. Daya imajinasi ini yang mendukung kreativitas mereka untuk “menganalisis” penyebab dari fenomena yang mereka lihat. Ketika mulai memasuki jenjang pendidikan yang paling dasar, mereka membawa pengetahuan awal ke lingkungan pendidikan. Persepsi yang dibawa oleh siswa tersebut jelas berbeda, kemungkinan akan menghasilkan pola berpikir yang tidak sama pada masing-masing anak.

  Oleh karena itu ketertarikan anak untuk mempelajari sesuatu pasti akan berbeda dan tidak dapat disamakan begitu saja. Sebagai contoh hal yang paling sederhana yang ditemui anak pada awal pembelajaran seperti ketika mereka belajar mengeja alfabet, belum tentu semua anak dikelas mengerti dengan metode mengajar guru.

  Yang akan dilihat peneliti sebatas bagaimana anak mampu menganalisa sebuah permasalahan tentang fenomena fisika sederhana dan kemudian membahasakannya. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, anak tidak dituntut untuk berpikir sesuai dengan metode ilmiah yang biasa digunakan dalam penelitian terbimbing. Namun lebih pada apakah jawaban anak cukup masuk akal dan sesuai dengan teori yang sudah ada selama ini.

  Dari hal seperti itulah timbul sebuah pertanyaan apakah anak-anak mempunyai bakat dan kemampuan untuk berpikir ilmiah? Mereka hanya diberi masalah yang sangat sederhana kemudian mereka menyatakan pendapat mengenai fenomena yang mereka lihat dari sudut pandang anak tanpa pengaruh dari peneliti. Dari cara-cara yang ditempuh anak inilah pola berpikir mereka dilihat, apakah penyelesaian masalah dalam versi mereka sudah cukup menggambarkan bahwa seorang anak dalam rentang usia tertentu sudah mampu mengemukakan gagasan yang notabene bersifat ilmiah sesuai dengan teori yang sudah ada?

  Untuk alasan itulah maka peneliti mengambil judul: “Pemahaman

  Anak Usia Sekolah Dasar Kelas III Dan VI Tentang Bumi Dan Peristiwa Siang Malam” (Studi Kasus).

B. Landasan Teori.

1. Berpikir Ilmiah pada Anak.

  Berpikir ilmiah pada anak tidak dapat diartikan seperti kegiatan orang dewasa dalam menganalisis sesuatu secara sistematis dan sesuai dengan metode yang ada, dimana seorang ilmuwan akan memulai dari sebuah hipotesis yang kemudian diikuti dengan percobaan (eksperimen) dan terakhir menarik kesimpulan (Sumadi : 1984). Proses ilmiah yang runtut dimulai dari hipotesis sampai dengan penarikan kesimpulan tersebut tidak dapat dipaksakan untuk seorang anak, karena bagaimanapun juga mereka masih mengalami perkembangan pengetahuan yang terus-menerus dalam lingkungan pendidikan formal.

  Istilah dalam sains sangat berbeda dengan istilah-istilah yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, meskipun kata-kata tersebut biasa kita dengar namun maknanya akan sangat berbeda. Perbedaan makna kata-kata tersebut terkadang mengakibatkan kerancuan bagi seorang anak yang belum mengenyam pendidikan formal dan hanya belajar dari pengalaman. Hal ini akan membangun persepsi tersendiri pada anak.

  Contohnya seperti saat anak melihat benda jatuh atau ketika mereka

  Selama bertahun-tahun penelitian dengan subjek anak hanya berusaha menggambarkan apa yang sekiranya dianggap mampu dilakukan oleh anak-anak. Namun pada kenyataannya seorang anak mempunyai pengetahuan dan kemampuan menjelaskan segala sesuatu yang mereka lihat dan alami lebih dari apa yang pernah diduga oleh para ilmuwan akan ditemukan pada anak-anak. Anak belajar mengenai dunia dengan bertanya kepada orang di sekeliling mereka, menonton televisi atau dengan sekedar bermain-main diluar.

  Kapasitas untuk mengungkapkan gagasan ilmiah pada anak kecil (pada tingkatan anak TK) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan perkiraan selama ini (Purwanto : 2006). Anak dengan berbagai latar belakang ekonomi dan sosial menunjukan fakta jika mereka memiliki pengalaman mengemukakan gagasan ilmiah. Meskipun pengalaman dan pengetahuan anak masih kurang namun semua yang sudah mereka ketahui dapat digunakan sebagai dasar untuk mempelajari sesuatu sebagai proses kompleks. Dengan memberikan perhatian pada pola pikir anak, mendengarkan mereka dan menanggapi ide yang mereka kemukakan secara lebih serius untuk mengerti arah pikiran anak, guru dapat membangun pengetahuan berdasar apa yang sudah anak ketahui dan lakukan.

  Kenyataan seperti ini menggambarkan bahwa anak-anak mampu dalam bidang sains, dapat dilihat dari bagaimana ketika mereka mendapat dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Karena itulah anak perlu mendapatkan bimbingan agar apa yang mereka bangun terarah dan terstruktur sejak level pendidikan paling dasar yaitu TK.

  Adapun ciri-ciri pemahaman anak mengenai konsepsi gejala alam dan segala objek yang ada di dalamnya (Sarkim : 2006): a. Ide bersifat lebih personal.

  Setiap anak memiliki konsepsi sendiri-sendiri mengenai apa yang mereka lihat dan alami, pengalaman diluar lingkungan sekolah mempengaruhi pembentukan pengetahuan dan kemampuan anak yang akan mereka bawa ke dalam kelas. Sebagai contoh ketika anak-anak dalam satu kelas diminta menuliskan pengertian mereka tentang bumi dan segala yang ada didalamnya, dapat dipastikan akan muncul jawaban yang sangat beragam. Variasi jawaban yang dibuat anak merupakan gambaran sifat alami tentang cara mereka berpikir dan mengkomunikasikannya. Pendapat anak ketika menanggapi peristiwa alam dengan interpretasinya juga sangat dipengaruhi oleh harapan dan ide-ide mereka sendiri terhadap apa yang mereka amati. Tiap individu memiliki ide-ide personal yang mereka bangun dari pengalaman.

  Namun meskipun ide yang dimiliki anak bersifat personal, tidak menutup kemungkinan terdapat kesamaan ide dengan yang lain.

  b. Ide-ide yang dikemukakan anak nampak tidak koheren.

  Anak-anak seringkali memiliki konsepsi yang berbeda tentang sebuah mengakibatkan prediksi yang bertentangan dengan sudut pandang sains. Koherensi pada kerangka beripikir anak memang diperlukan namun harus terarah dengan kriteria tertentu.

  c. Ide masih bersifat stabil.

  Pengetahuan awal anak bersifat stabil, konsep awal yang sudah terbentuk pada diri anak sangat sulit dihilangkan. Banyak anak yang tidak menyadari bahwa pemahaman yang mereka yakini selama ini bertentangan dengan teori, bahkan dalam level pendidikan setingkat SMP para guru masih kesulitan memberikan penjelasan untuk mengubah ide anak mengenai berbagai fenomena. Misalnya pada bab tentang mekanika, siswa akan cenderung berpendapat lintasan gerak benda hanya akan lengkung jika terjadi perpaduan anatara GLB dan GLBB pada arah yang lain seperti pada gerak peluru.

  d. Pemikiran anak didominasi oleh persepsi.

  Penalaran anak berdasar hal-hal yang terlihat saat mereka melakukan observasi. Contoh : seorang anak memandang bahwa bentuk bumi adalah datar dengan langit diatasnya.

  e. Pusat perhatian anak terbatas.

  Dalam banyak kasus sangat terlihat bahwa anak hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu dari sebuah peristiwa. Pusat perhatian anak selalu tertuju pada hal-hal yang kelihatan mencolok. Sebagai contoh, dalam proses pembakaran anak hanya memperhatikan benda yang terbakar, mereka tidak memperhitungkan bahwa dalam proses pembakaran ada faktor lain seperti oksigen.

  f. Pusat perhatian lebih pada perubahan bukan pada keadaan.

  Kecenderungan bahwa anak lebih memperhatikan perubahan dari pada keadaan dapat menjadi bagian dari ciri perhatian anak yang terbatas.

  Anak-anak kurang memperhatikan segala sesuatu yang terlihat diam, seperti tekanan pada air yang tenang. Anak beranggapan bahwa tekanan pada zat cair hanya ada jika zat cair tersebut bergerak atau mengalir.

2. Hakekat sains.

  Dalam arti sempit sains dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang dibagi menjadi dua bagian yaitu physical sciences dan life sciences.

  Sedangkan sains sendiri merupakan upaya membangkitkan minat manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang alam semesta dan seisinya. Dalam artian yang luas sains sendiri diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala alam.

  Sains merupakan sebuah proses untuk untuk mempelajari alam dengan segala yang ada (John : 1983).

  a. Sains sebagai proses untuk mengantarkan anak pada sebuah penemuan.

  Sains sebagai sebuah proses panjang yang menuntun anak pada sebuah

  kesimpulan yang ditemukannya sendiri. Anak dibimbing untuk menemukan sendiri penjelasan atas peristiwa ilmiah yang ada b. Sains sebagai pengetahuan.

  Sains disini dimaksudkan sebagai hasil dari pengetahuan yang berasal dari konsep-konsep yang sudah ada sebelumnya.

  c. Sains menghasilkan sesuatu yang bernilai.

  Banyak hal yang yang berbau teknologi dan berguna untuk kehidupan berasal dari riset dan penelitian.

3. Metode “POP”.

  Strategi “POP” merupakan suatu strategi dalam pembelajaran yang melibatkan siswa untuk ikut aktif selama proses belajar berlangsung. POP dibagi mejadi tiga tahap kegiatan untuk memecahkan masalah, yaitu tahap prediksi, observasi dan penjelasan (Sumaji : 1998).

  a. Prediksi.

  Prediksi yang dimaksudkan disini mengenai masalah sains yang diajukan dan prediksi bukan kegiatan yang bersifat untung-untungan, melainkan kegiatan yang didasarkan pada alasan, pertimbangan atau perhitungan yang bersifat ilmiah.

  b. Observasi.

  Pada tahap ini anak dihadapkan pada masalah konkret, anak hanya mengamati gejala-gejala selama kegiatan berlangsung.

  c. Penjelasan.

  Tahap terakhir dalam metode POP adalah penjelasan. Siswa membandingkannya dengan prediksi yang sudah dibuat. Antara prediksi dan penjelasan sendiri dapat berupa penguatan, bila keduanya sesuai atau justru sebaliknya.

4. Berpikir sebagai Bagian dari Proses Belajar.

  Berpikir merupakan sifat dasar manusia yang menjadi ciri khas dan membedakan dengan makhluk lain. Secara garis besar berpikir dapat diasumsikan sebagai satu keaktifan manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Menurut M. Ngalim Purwanto (2006 : 43) ciri utama berpikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi dalam hal ini yaitu bagaimana penggambaran seseorang dalam usaha mencari suatu jawaban atau pembenaran dari pertanyaan yang muncul. Dalam hal lain berpikir juga diartikan sebagai usaha mengkaitkan atau menghubungkan hal-hal yang sekiranya relevan.

  Menurut Suryabrata (1984) berpikir memiliki proses atau tahapan- tahapan yaitu ; a. Pembentukan pengertian.

  Pengertian yang ingin dibentuk selama proses berpikir berlangsung adalah pengertian logis. Pengertian seseorang dapat terbentuk ketika mereka mulai melihat bahwa suatu obyek yang sejenis memiliki ciri khas masing-masing dan tidak dapat disamakan.

  Selanjutnya ciri-ciri tersebut diklasifikasikan sesuai dengan kesamaan b. Pembentukan pendapat.

  Suryabrata (1984:58) membentuk pendapat adalah meletakan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Dari dua buah pendapat yang berkaitan atau bahkan tidak berhubungan sama sekali dicari kesamaan dan perbedaanya untuk kemudian dilihat kaitan diantara keduanya.

  c. Penarikan kesimpulan.

  Kesimpulan yang diinginkan disini merupakan generalisasi dari pendapat-pendapat yang sudah ada sebelumnya dan dikemas dalam sebuah pemahaman baru yang diyakini kebenarannya tentang suatu hal.

  Terlepas dari semua hal yang merupakan proses berpikir, pada anak-anak perkembangan kognitif memiliki proses mental yang berbeda.

  Anak memiliki keterbatasan dalam hal perhatian dan ingatan yang merupakan dua hal penting dalam memproses informasi.

  Ingatan merupakan suatu proses sentral dalam perkembangan kognitif anak, ingatan meliputi rangkaian penyimpanan memori yang kontinyu. Ingatan sadar anak dimulai saat berumur 7 bulan, meskipun pada usia ini sampai rentang usia pra sekolah ingatan yang terbentuk hanya bersifat sementara.

5. Belajar.

  a. Pengertian Belajar.

  Secara umum belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

  Berlangsungnya proses belajar tersebut ditandai dengan adanya perubahan pada diri individu tersebut. Semakin banyak kemampuan yang diperoleh maka akan semakin banyak juga perubahan yang terjadi pada diri seseorang.

  Menurut A. De Block dalam Winkel (1987:40) belajar meliputi tiga bidang, yaitu belajar di bidang kognitif, sensorik-psikomotorik, dan dinamik afektif. Melalui belajar bidang kognitif, anak memperoleh pengetahuan dan pemahaman. Melalui bidang belajar sensorik- psikomotorik, anak memperoleh kemampuan motorik. Dan yang terakhir belajar dinamik-afektif, anak memperoleh berbagai sikap dan tingkah lakunya.

  b. Jenis-jenis belajar.

  1) Menurut A. De Block dalam Winkel (1987:40).

  Dalam bergaul dengan lingkungan hidupnya, orang juga belajar banyak hal yang berguna untuk mengatur kehidupan. Orang yang cenderung belajar dari pengalaman hidupnya disebut belajar insidental. Belajar insidental berlangsung, jika orang mempelajari sesuatu dengan tujuan tertentu, tetapi disamping itu juga belajar hal ini sendiri biasanya hanya terbatas pada pengetahuan tentang data dan fakta.

  2) Menurut C. Van Parreren dalam Winkel (1987:50)

  C. Van Parreren menyebutkan bahwa belajar membentuk otomatisme. Bentuk belajar ini terutama meliputi belajar ketrampilan motorik, namun tidak menutup kemungkinan juga akan meliputi belajar kognitif. Ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh ini, terletak dalam otomatisasi sejumlah rangkaian gerak-gerik yang terkoordinir satu sama lain.

  Suatu program berlangsung seolah-olah terjadi dengan sendirinya.

  Disamping jenis-jenis belajar yang sudah disampaikan diatas, ada juga pengertian belajar menurut teori kognitif. Menurut teori ini yang ditekankan adalah proses belajar dan bukan bagaimana hasilnya. Model belajar ini menyatakan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh persepsi serta pemahamannya tentang sesuatu. Selain itu teori kognitif juga menyebutkan bahwa belajar merupakan sebuah proses berpikir yang kompleks dan melibatkan banyak aspek seperti ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya.

6. Perkembangan Pengetahuan.

  a. Peran Pengetahuan awal dalam perkembangan pengetahuan.

  Pada dasarnya setiap siswa masuk ke dalam lingkungan sekolah pengaruh bagi mereka selama proses belajar berlangsung. Meskipun pengetahuan awal ini dapat dirubah namun membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah. Apa yang diperoleh anak dari proses belajar melalui pengalaman akan memberikan pemahaman tersendiri yang diyakini kebenarannya. Pengetahuan awal ini nantinya akan berkembang seiring dengan perubahan dan kemajuan yang terjadi pada diri anak itu sendiri (Winkel : 1987).

  b. Perkembangan pengetahuan pada anak.

  Setiap orang pasti akan mengalami perubahan seiring dengan waktu, perkembangan yang dialami pasti akan berbeda pada tiap pribadi yang berbeda pula (Winkel : 1987). Istilah perkembangan identik dengan pertumbuhan meskipun dalam masyarakat kata pertumbuhan lebih familiar dibanding perkembangan. Dua kata ini sebenarnya memiliki arti yang sangat berbeda, perkembangan merupakan perubahan kualitiatif dan kuantitatif sedangkan pertumbuhan lebih berkaitan dengan perubahan kuntitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur.

  Perkembangan dapat diartikan sebagai proses berlangsungnya perubahan-perubahan dalam diri seseorang yang membawa penyempurnaan dalam kepribadiannya. Proses perkembangan sudah dimulai saat anak belum memperoleh pendidikan formal, jadi perkembangan tidak harus terjadi dalam lingkungan pendidikan formal.

  Dalam tahap perkembangan pengetahuan seorang anak, yang pertama kali dipelajari adalah hal-hal dalam lingkungan sekitarnya.

  Anak belajar dari apa yang mereka lihat, dengar dan alami. Setiap hal yang mereka temui ditangkap sebagai sebuah pengalaman belajar meskipun terkadang belum ada penjelasan logis untuk hal tersebut. Pada dasarnya setiap anak mempunyai daya imajinasi untuk menjelaskan dengan cara mereka sendiri meskipun tidak masuk akal.

  Imajinasi dibagi menjadi dua yaitu yang disadari dan tidak disadari, tentunya imajinasi dari masing-masing anak tidak akan sama. Dengan melihat gambaran imajinasi anak ini, dapat diraba bagaimana sebenarnya pola pikir anak-anak dan sejauh mana cara pandang mereka dapat dikaitkan dengan kemampuan menganalisis sesuatu secara sistematis/ilmiah.

  Kemampuan anak akan meningkat selaras dengan bertambahnya umur. Seseorang memperoleh kecakapan intelektual tergantung dari apa yang mereka rasakan dan ketahui dengan yang mereka lihat mengenai sebuah fenomena sebagai pengalaman baru. Agar seseorang dapat terus mengembangkan pengetahuan dan mental maka perlu adanya keseimbangan. Proses keseimbangan yang dimaksud adalah bagaimana orang tersebut mampu menyeimbangkan faktor lingkungan luar dan kemampuan kognitifnya. Jika tidak terjadi proses keseimbangan akan mengakibatkan perkembangan kognitif terganggu dan tidak seimbang. Hal ini biasanya nampak pada cara berbicara yang tidak runtut, berbelit- belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya.

  Menurut J. Piaget seperti dijelaskan dalam Purwanto (1987) perkembangan intelektual anak dapat dibagi dalam 4 taraf yaitu : 1) Fase sensomotorik (umur 0-2 tahun).

  Selama fase ini kemampuan anak hanya sebatas pada kegiatan motorik dan persepsinya yang masih sederhana. Ciri dari tahap ini dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan langkah demi langkah. Misalnya suka meperhatikan sesuatu lebih lama atau mendifinisikan sesuatu dengan manipulasinya. 2) Fase pra-operasional, (umur 2-7/8 tahun).

  Anak belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar.

  Fase ini dibedakan menjadi 2 bagian yaitu preoperasional dan intuitif. Pada umur 2-4 tahun anak telah mampu menggunakan bahasa namun kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas. Anak sudah mampu mengembangkan konsepnya meskipun masih sangat sederhana, sehingga sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.

  Umur 4-7 atau 8 tahun anak memperoleh pengetahuan abstrak, namun anak dengan kisaran usia ini belum dapat mengungkapkan kesimpulan yang mereka ambil melalui kata-kata. simbol. Di tahap ini seorang anak sudah mulai mengetahui hubungan yang logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.

  3) Fase operasi konkrit (umur 7/8-11/12 tahun).

  Ciri utama perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah memiliki kecakapan logis meskipun masih terbatas pada benda yang bersifat konkret. Dalam menghadapi sebuah permasalahan anak tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata, ia telah mampu melakukan dalam pikirannya. Namun anak hanya akan menyelesaikan masalah yang dialami secara nyata karena anak masih mengalami masalah untuk berpikir abstrak. 4) Fase operasi formal (umur 11/12-18 tahun).

  Anak telah mampu beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung atau apa yang telah dialami sebelumnya. Anak telah mampu menentukan variabel-variabel yang memungkinkan serta hubungan yang mungkin. Pada fase ini anak memiliki pemikiran logis dan dapat memberikan pernyataan formal tentang ide-ide yang konkrit.

  Seorang anak dalam rentang usia ini mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan” (Budiningsih, 2005 : 39).

7. Kecerdasan/intelegensi.

  Sebagian besar orang tua mempunyai anggapan anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas.

  Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual. Hal ini seolah membenarkan bahwa ukuran seberapa pandai individu dapat diukur dengan sebuah takaran.

  Tidak banyak orang yang mengerti bahwa kecerdasan seseorang tidaklah tunggal melainkan jamak dan terbagi-bagi menjadi beberapa bagian. Menurut Robert J. Stenberg seperti dijelaskan dalam Suparno (1986), kecerdasan terwujud dalam tiga bentuk, antara lain intelegensi analitis, intelegensi kreatif dan intelegensi praktis. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan seseorang dalam bidang matematis baru mewakili satu bentuk kecerdasan yaitu intelegensi analitis dan praktis.

  Sementara intelegensi kreatif adalah kemempuan untuk menciptakan, mendesain, menemukan hal-hal baru.

  Di sisi lain beberapa teori menyebutkan bahwa intelegensi atau IQ seseorang dipengaruhi oleh faktor biologis atau dengan kata lain kecerdasan/intelegensi merupakan sifat bawaan, dan tidak dapat dirubah melelaui pelatihan atau training. Ada banyak pendapat yang muncul berkaitan dengan hal tersebut. Meskipun begitu sebenarnya masih belum ada definisi pasti yang menyebutkan mengenai pengertian intelegensi.

  Adapun faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kecerdasan seseorang antara lain (www.iqeq.web.id): a. Faktor bawaan atau keturunan seperti yang sudah disebutkan diatas, yaitu merupakan masalah genetik yang diyakini tidak bisa dirubah dengan training atau pelatihan-pelatihan karena sudah merupakan sifat bawaan pada diri orang itu sendiri.

  b. Faktor lingkungan, walaupun pada dasarnya ada ciri-ciri sejak lahir namun lingkungan ternyata juga mampu memberikan perubahan pada tingkat intelektualitas seseorang. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang kondusif pastilah perkembangannya akan lebih baik. Misalnya saja dengan pemenuhan gizi yang cukup atau dengan pemberian rangsangan kognitif emosional dari lingkungan.

  Salah satu pendapat menyatakan bahwa intelegensi merupakan kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan dalam situasi yang nyata. Dari pengertian tersebut sudah dapat dilihat bahwa sebenarnya intelegensi bukan sekedar kemampuan untuk menjawab pertanyaan dalam tes IQ, namun lebih pada kemampuan untuk memecahkan masalah yang benar-benar dihadapi dalam situasi yang bermacam-macam.

  Beberapa contoh dapat ditemukan misalnya seseorang yang berhasil dalam bidang akademis belum tentu berhasil juga dalam dunia kerja. Hal tersebut pada dasarnya tidak lepas dari pengukuran IQ yang hanya ditekankan pada kemampuan matematis-logis dan linguistik seseorang.

  Setiap anak cerdas, tidak ada yang berkembang sebagai anak bodoh. Menurut Suparno (2004:13) setiap orang menpunyai kemampuan yang bermacam-macam, intelegensi bukanlah tunggal. Gardner dalam Suparno (2004:19) menyebutkan saat ini ada sembilan intelegensi yang diterima yaitu : a. Intelegensi linguistik (linguistic intelligence).

  Intelegensi linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara verbal maupun tertulis. Kemampuan seperti ini biasanya dimiliki oleh para penulis/jurnalis dan pemain teater.

  b. Intelegensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence).

  Kecerdasan matematis-logis lebih berkaitan pada kemampuan matematis dalam penggunaan bilangan dan logika. Orang-orang dengan intelegensi matematis logis yang menonjol akan lebih mudah mengabstraksikan suatu persoalan dan cara pikirnya memiliki alur sehingga mudah mengembangkan pola sebab akibat atau sering disebut sebagai pola pikir ilmiah. Oarang seperti ini sangat cocok berkecimpung dibidang sains.

  c. Intelegensi ruang (spatial intelligence).

  Intelegensi ruang merupakan kemampuan seseorang dalam menangkap sesuatu secara visual dengan tepat. d. Intelegensi kinestik-badani (bodily-kinesthetic intelligence).

  Intelegensi kinestetik-badani biasanya ditemui pada seorang aktor atau penari. Kecerdasan kinestetik badani adalah keahlian menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan, jadi semua hal yang ingin mereka sampaikan diekspresikan melalui bahasa tubuh.

  e. Intelegensi musikal (musical intelligence).

  Intelegensi usikal adalah kemampuan untuk mengembangkan gagasan dalam bentuk musik seperti yang dimiliki oleh para musisi.

  f. Intelegensi interpersonal (interpersonal intelligence).

  Kemampuan untuk menangkap dan membuat pembedaan dalam perasaan, intensi, motivasi dan perasaan orang lain g. Intelegensi intrapersonal (intrapersonal intelligence).

  Pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Keseimbangan diri seseorang termasuk dalam intelegensi intrapersonal.

  h. Intelegensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence).

  Intelegensi naturalis lebih berkaitan dengan pengenalan pada alam, flora dan fauna yang bersifat biologis. Kemampuan seperti ini dimiliki oleh seorang pecinta alam. i. Intelegensi eksistensial (existential intelligence).

  Intelegensi eksistensial lebih berupa kemampuan untuk berfikir filosofis, selalu bertanya mengapa kita ada.

  Ke-sembilan intelegensi menurut Gardner tersebut dimiliki oleh setiap orang. Namun pada umumnya seseorang hanya menguasai beberapa keahlian saja. Misalnya seorang anak yang terlihat lebih menonjol pada bidang sains mungkin lemah dalam bidang musik. Sebagai penggambaran yang lebih nyata lagi yaitu tentang pernyataan tentang jenius seperti Einstein, ilmuwan sehebat Einstein belum tentu mampu menghasilkan deretan notasi musik yang indah untuk didengar. Atau mungkin sebaliknya pernyataan yang diajukan kepada Mozart sang maestro musik, apakah mampu menjawab fenomena alam dengan gagasan pasti maupun pembuktian rumus yang tidak terbantahkan?