STUDI DESKRIPSI PERILAKU SEKSUAL REMAJA YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN

  

STUDI DESKRIPSI PERILAKU SEKSUAL REMAJA

YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

FRANSISCA DWINDA L

  

NIM : 039114098

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

HALAMAN MOTTO

  Jangan pernah menyerah- teruslah berjalan dan berjalan-

ketahuilah

bahwa anda pasti bisa bila anda pikir anda bisa .

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Di persembahkan buat: o

  Orang tua tercinta o

  Kakak o

  My soulmate o almamaterku

  

STUDI DESKRIPTIF PERILAKU SEKSUAL REMAJA

YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN

FRANSISCA DWINDA L

039114098

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang lebih lengkap mengenai perilaku seksual remaja yang tinggal di daerah Gondomanan. Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 13 tahun-21 tahun yang bertempat tinggal di daerah Gondomanan Rt 29 dan Rt 28

  Rw 18 sejumlah 82 subjek. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

  

purposive sampling yaitu sampel diambil dari populasi sesuai dengan tujuan

  penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala yaitu skala perilaku seksual yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku seksual yang dikemukakan oleh Sarwono (1999) yaitu; memegang dan bergandengan tangan; berpelukan; berciuman; menyentuh; memegang alat kelamin; petting; oral genital

  

sex; dan cointal sex play. Hasil analisis validitas skala Perilaku Seksual Remaja

  menunjukkan bahwa dari 48 butir aitem yang diujicobakan diperoleh koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876 dan koefisien reliabilitas alpha (

  α) sebesar 0,978.

  Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja di daerah Gondomanan rata-rata berada dalam kategori rendah hingga sedang. Rata- rata orangtua subjek memiliki pekerjaan tetap, maka dapat dilihat sosial ekonomi subjek menengah, sehingga mampu membekali subjek dengan pendidikan formal yang memadai dan mampu memberikan informasi seputar masalah seksual dengan benar sehingga dapat menghindarkan subjek dari perilaku seks bebas yang berisiko.

  Kata kunci: Perilaku Seksual

DESCRIPTION STUDY ABOUT SEXUAL BEHAVIOR

  

IN TEENAGER

AT GODOMANAN

FRANSISCA DWINDA L

039114098

ABSTRACT

  This research was aimed to figure out the description about sexual behavior for teenager who lived in Gondomanan. The subjects of this research were 82 teenagers who lived in Rt 29 and Rt

  28 Rw 18 Gondomanan. It used purposive sampling technique which is the sample was taked from population according with the aimed for this research. The data gathering which is used in this study in scale form based on sexual behavior aspects that said by Sarwono (1999): holding on and arm, embrace, kissing, touching, touching the sexual organs, petting, oral genital sex, and cointal sex play. The result of the analyzed data showed the coeffident 0,413

  ≤ rxy ≤ 0,876 and the reliability coefficient alpha ( α) score of 0,978.

  The result of this research showed that sexual behavior for teenager in Gondomanan re in the lower and middle category. Mostly the parents have good social economy status so they can give the teenager with appropriate formal education about sexual problems.

  Clue: Sexual Behavior in Teenager

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, kasih dan pernyertaan-Nya maka skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Perilaku Seksual Remaja Yang Tinggal Di Daerah Gondomanan” dapat diselesaikan.

  Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebasar- besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk, dukungan dari awal hingga selesainya penyesunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:

  1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Sylvia Carolina MYN., S.Psi., M.Si, selaku kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Agnes Indar E., S.Psi., M.Si., Psi, sebagai Dosen Prmbimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan dengan sepenuh hati dalam penyusunan skripsi ini.

  4. Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

  5. Titik Kristiyani, M.Psi, yang dengan sabar hati berkenan menuntun, membimbing dan memberikan pengarahan dalam menyusun skripsi ini.

  6. Suwoyo, selaku ketua Rw 18 Gondomanan Yogyakarta

  7. Seluruh remaja Rw 18 Gondoman Yogyakarta yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini.

  9. “Nyebelin” yang dengan sabar menjadi kekasihku yang mendamping, memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. “Moetant” janjiku untuk bisa menjadi sarjana sudah aku penuhi, meskipun kamu tidak bisa menemani aku lagi, melelahkan tapi akhirnya selesai juga.

  11. Crue Circle K Ambarukmo yang dengan tulus mengajari aku tentang “kehidupaan nyata” sehingga bisa membuatku bersemangat menjalani hidup termasuk menyelesaikan skripsi yang sempat tertunda “I luv u all”

  12. Sahabat-sahabatku dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang melalui dukungan dalam berbagai hal telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan skripsi ini.

  Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang memanfaatkan.

  Yogyakarta, September 2009 Penulis

  Fransisca Dwinda. L

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii MOTTO ................................................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT........................................................................................................... viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI.......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi LAMPIRAN........................................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

  1 A. LATAR BELAKANG MASALAH ..............................................

  1 B. RUMUSAN MASALAH ..............................................................

  8 C. TUJUAN PENELITIAN ...............................................................

  8 D. MANFAAT PENELITIAN ...........................................................

  9

  1. Pengertian Remaja ..................................................................

  10 2. Karakteristik Remaja ...............................................................

  12 3. Perkambangan Seksual Pada Masa Remaja ............................

  14 B. PERILAKU SEKSUAL REMAJA ...............................................

  18 1. Pengertian Perilaku Seksual ....................................................

  18 2. Bantuk Perilaku Seksual .........................................................

  21 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual .............

  22 4. Perilaku Seksual Remaja..........................................................

  25 C. GONDOMANAN SEBAGAI PEMUKIMAN PADAT ...............

  27 1. Pengertian Daerah Padat dan Karakteristiknya........................

  27 2. Masalah Sosial Terkait di Gondomanan ..................................

  27 D. PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI DAERAH GONDOMANAN ..........................................................................

  30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................

  35 A. Jenis Penelitian ..............................................................................

  35 B. Variabel Penelitian .......................................................................

  35 C. Definisi Operasional.......................................................................

  35 D. Subjek Penelitian............................................................................

  37 E. Metode Penskalaan.........................................................................

  38 1. Metode Pengumpulan Data ......................................................

  38 2. Skoring .....................................................................................

  39

  G. Analisis Data ..................................................................................

  46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

  47 A. HASIL PENELITIAN....................................................................

  47 1. Pelaksanaan Penelitian ............................................................

  47 2. Deskripsi Subjek ......................................................................

  49 3. Deskripsi Data..........................................................................

  50 B. PEMBAHASAN ............................................................................

  52 BAB V PENUTUP ................................................................................................

  55 A. Kesimpulan ...................................................................................

  55 B. Saran-saran.....................................................................................

  56 DAFTAR PUSTAKA

  DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Distribusi Item Per-Uji Coba Skala Perilaku Seksual Remaja menurut Aspek dan Sifat Favourable/Unfavorable..

  41 Tabel 3.1 Blueprint skala perilaku seksual remaja..................................

  40 Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian (N=82) .......................................

  47 Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Data Perilaku Seksual Remaja N = 82......

  48 Tabel 4.3 Kategorisasi Perilaku Seksual Remaja N = 82 .......................

  48

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pengaruh Orang Tua Terhadap Perilaku Perilaku Seksual Remaja Di Daerah Gondokusuman .........

  33

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Data Penelitian Skala Perilaku Seksual Remaja Lampiran 2 Reliabilitas dan Validitas Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Remaja dikenal sebagai sosok dengan rasa ingin tahu yang sangat besar,

  banyak minat yang berkembang pada masa remaja, diantaranya minat sosial dan minat seputar masalah seksual. Satu stereotip yang menonjol pada remaja adalah mereka sangat berminat bila membicarakan, mempelajari atau mengamati hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksual. Menurut Luthfie (2005) ada lima topik yang diminati remaja dalam upaya memenuhi rasa ingin tahunya mengenai masalah seksual, yaitu pembicaraan tentang proses hubungan seksual, pacaran, kontrol kelahiran, cinta dan perkawinan, serta penyakit seksual.

  Remaja yang berada dalam masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa sebenarnya mengalami ketertarikan terhadap nilai-nilai baru, termasuk tentang perilaku seksual. Ketertarikan ini disebabkan adanya perubahan- perubahan yang terjadi dalam diri remaja, baik dalam aspek jasmaniah, rohaniah, psikis, emosional, sosial dan personal serta pada gilirannya menimbulkan perubahan dratis pula pada tingkah laku remaja bersangkutan dan tantangan yang dihadapi (Monks, dkk. 1998)

  Menurut Mundaris (1983) perubahan yang terjadi pada remaja diantaranya yang sebenarnya, fantasi atau daya khayalnya mulai bekerja sehingga mulai ada pertualangan-pertualangan dalam menentukan mana nilai yang baik ataupun buruk. Perubahan-perubahan yang dialami terkadang membuat remaja dalam kebingungan untuk mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Oleh karenanya dalam tahap perkembangan remaja banyak diperlukan peran orang tua.

  Masalah seksualitas di kalangan remaja adalah masalah yang menarik namun cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan seksual pada remaja sebenarnya adalah bagian dari tugas perkembangan yang harus dijalani, namun di sisi lain penyaluran hasrat seksual yang belum seharusnya dilakukan dapat menimbulkan resiko seperti kehamilan atau tertular penyakit kelamin. Penyebab munculnya perilaku seksual beresiko disebabkan oleh beberapa hal, misalnya krisis identitas, harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah dan kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, serta khususnya peran orangtua (Gunarsa, 1988).

  Fenomena yang tampak dari ungkapan di atas antara lain perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja masa kini. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah akibat perilaku seksual pranikah. Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif LSCK PUSBIH, Wijayanto, (Wijayanto, 2002). Menurut Wijayanto, penelitian itu dilakukan selama 3 tahun lebih mencengangkan, semua responden mengaku melakukan hubungan seksual pranikah tanpa ada paksaan, dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.

  Penelitian lain oleh Damayanti (2007), menyebutkan bahwa lima dari seratus pelajar di DKI Jakarta sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari 8.941 pelajar dari 119 SMA dan yang sederajat di Jakarta. Menurutnya, perilaku seksual pranikah itu cenderung dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Apalagi bila remaja itu bertumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang kurang sensitif terhadap remaja. Selain itu, lingkungan negatif juga akan membentuk remaja yang tidak punya proteksi terhadap perilaku orang-orang di sekelilingnya.

  Bahkan, remaja yang merasa bebas dan tidak terkekang, ternyata lebih mudah jatuh pada perilaku antara, yaitu merokok dan alkohol. Ujung-ujungnya dari perilaku antara itu, pelajar akan berperilaku negatif seperti mengonsumsi narkoba dan melakukan hubungan seksual pranikah.

  Fenomena ini tentu saja menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan karena kalangan remaja kini tampaknya sudah melupakan nilai-nilai kesantunan dan budaya ketimuran sehingga perilaku mereka, khususnya dalam perilaku seksual pranikah tidak jarang justru membawa dampak-dampak negatif bagi diri mereka sendiri, orang tua dan masyarakat. Contohnya, kehamilan yang tidak

  (Sugiharta, 2004) menemukan bahwa 26,35 persen dari 846 peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksual selama pacaran dan 50 persen di antaranya menyebabkan kehamilan sehingga mau tidak mau dinikahkan. Dalam hal ini, masa depan remaja akan hancur, keluarga menjadi malu, masyarakat resah dan sebagainya. Hal ini didukung oleh hasil polling yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks pranikah dan hampir sebagian besar berada di wilayah kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung.

  Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan Sahara Indonesia selama tahun 2000-2002, tempat mereka melakukan hubungan seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%). Menyusul kemudian di rumah (30%), di rumah perempuan (27,3%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui (0,7%). Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, sebanyak 72,9 persen responden mengaku hamil. Sebanyak 91,5 persen diantaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan dukun/nonparamedik (94,8%) dan hanya 5,2% dilakukan dengan bantuan paramedis. Sementara 33,2 % (perempuan) dan 16,8% (laki-laki) mengaku menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas itu (Mochtar, 2003).

  Pengertian perilaku seksual sendiri didefinisikan oleh Sarlito (1988) macam seperti berciuman, oral sexs, petting, sampai berhubungan seksual. Perilaku seksual remaja secara khusus dapat dikaitkan dengan permasalahan sosial ekonomi. Beratnya kehidupan sosial ekonomi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya perhatian orang tua terhadap nilai-nilai pendidikan remaja terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai seks dan moral. Ada kecenderungan bahwa remaja dengan perilaku seksual tidak bertanggungjawab lebih banyak berasal dari orang tua dengan kelas sosial ekonomi rendah dengan perbandingan perkirakan mencapai 50:1 (Kartono, 2003).

  Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif serta tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya perilaku seksual tidak bertanggung jawab. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan perilaku seksual tidak bertanggung jawab. Dalam perkembangannya, dengan adanya sistem pendidikan orang tua yang demikian dapat menyebabkan remaja tumbuh menjadi remaja dengan perilaku seksual beresiko tinggi Santrock (1996).

  Orang tua dengan sosial ekonomi rendah cenderung untuk tidak mendapatkan pendidikan tinggi sehingga pemahaman terhadap perilaku seksual bertanggungjawab juga rendah Orang tua juga berperan sebagai contoh bagi anaknya. Hal ini berpengaruh pada perilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari.

  Orangtua merupakan orang terdekat bagi remaja, jadi apapun yang dilakukan oleh berkecenderungan berpenghasilan rendah sehingga kurang memprioritaskan anaknya untuk mendapatkan pendidikan tinggi (Kartono, 2003).

  Kurangnya remaja dalam mendapatkan informasi dari orang tua dengan pendidikan rendah serta kurangnya informasi dari lembaga pendidikan dapat menjerumuskan pada perilaku seksual. Apalagi jika remaja bisa melihat sesuatu yang belum pantas mereka lihat, tidak mustahil kalau saat ini banyak remaja melakukan seks bebas. Pada dasarnya semakin banyak informasi yang masuk dan berkesan diingatannya maka semakin besar pula kemungkinan akan menirukannya. Bila antara informasi terhadap nilai-nilai seksual yang diberikan orang tua dengan keingintahuan remaja tidak seimbang maka mendorong remaja melakukan perubahan perilaku pada penerimaan norma-norma yang selama ini dijalankan dalam masyarakat tersebut. Perubahan ini dapat terlihat dalam tingkah laku, sikap dan pikiran yang berhubungan dengan seks (Munawaroh, 1997).

  Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahail (1999), diketahui bahwa keluarga akan mempengaruhi pemahaman remaja tentang seks, bentuk perkenalan/pacaran remaja serta perilaku dan sikap remaja terhadap hubungan seks. Dari penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2005) dapat diketahui bahwa pola pendidikan orang tua mempengaruhi berpikir positif tentang nilai-nilai seksual dan kemudian membentuk kesadaran untuk tidak melakukan seksual pra nikah.

  Penelitian Trisnaningsih (2001) menemukan bahwa pengetahuan remaja terdapat perbedaan perilaku seksual remaja berkaitan dengan latar belakang sosial ekonomi orangtua.

  Tampaknya belum banyak penelitian yang ditujukan khusus mengenai perilaku seksual remaja di lingkungan sosial ekonomi rendah. Penelitian ini dilakukan di daerah Gondomanan, pertama daerah ini secara statistik merupakan daerah dengan kepadatan cukup tinggi yaitu 1.356,4 jiwa per hektar serta memiliki jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 705 kepala keluarga. Data ini menjadi indikator adanya pemukiman padat dengan permasalahan sosial ekonomi (BPS Yogyakarta, 2007). Kedua, Permasalahan sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan dan penghasilan yang rendah sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartono (2003) dapat membawa pengaruh yang negatif terhadap remaja seperti perilaku seks bebas. Selain itu, letak geografis daerah Gondomanan yang berada di dekat pusat kota Yogyakarta memberikan berbagai kemudahan bagi para remaja yang tinggal di Gondomanan untuk mengakses berbagai hiburan dan informasi seperti warnet, film, game, dan supermall. Ancok (dalam Munawaroh, 1997) mengemukakan bahwa remaja yang dengan segala kemudahan akses informasi, tak terkecuali pornografi, tanpa dapat menyaring informasi yang diserap dapat saja dengan mudah melakukan seks bebas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mutmainah (2002) yang menyebutkan bahwa perilaku seksual cenderung meningkat karena adanya pemahaman yang keliru mengenai seks. Dua hal tersebut yang menarik bagi peneliti untuk meneliti perilaku seksual remaja

  B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana perilaku seksual remaja yang tinggal di Daerah Gondomanan?”

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang lebih lengkap mengenai perilaku seksual dari remaja yang tinggal di Daerah Gondomanan.

D. MANFAAT PENELITIAN

  1. Manfaat teoritis :

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial untuk melihat gambaran perilaku seksual remaja serta pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku seksual pada remaja.

  2. Secara praktis :

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada masyarakat umumnya dan para pembimbing atau pendidik kaum remaja serta orang tua yang memiliki anak remaja mengenai perilaku seksual remaja sehingga dapat mencegah para remaja untuk melakukan perilaku beresiko seperti perilaku seksual.

BAB II LANDASAN TEORI A. REMAJA

1. Pengertian Remaja

  Istilah remaja di ambil dari bahasa Inggris adolescence yang berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah remaja yang di gunakan saat ini memiliki arti yang lebih luas, yaitu mencakup kematangan fisik, mental, emosi dan sosial (Sarwono, 2000).

  Batasan usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (1994) adalah mereka yang berusia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia dimana umumnya tanda seksual sekunder mulai nampak sedangkan batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang pada mereka yang masih menggantungkan diri pada orangtua dan belum menikah.

  Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup terjadinya perkembangan fungsi seksual, perubahan kognitif meliputi terbentuknya proses berpikir abstrak, dan perubahan sosial-emosional yang mengarah pada kemandirian.

  Berdasarkan tinjauan usia menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Namun batasan usia remaja hingga usia 19 tahun remaja sampai 24 tahun (Meiwati Iskandar, 1998). Hurlock (1994) mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai usia 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja terjadi hingga usia18 tahun. Lebih lanjut Hurlock (1994) mengemukakan bahwa masa remaja dimulai pada saat anak mencapai kematangan seksual dan berakhir pada saat anak mencapai kematangan secara hukum atau dapat dikatakan mampu mempertanggungjawabkan perilakunya secara hukum.

  Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa masa remaja di mulai pada usia 12 hingga 21 tahun, dengan pembagian usia 12 -15 tahun sebagai remaja awal, 15-18 tahun remaja pertengahan, dan 18-22 tahun remaja akhir. Remaja pada masing- masing periode umur akan mengalami berbagai perubahan, seperti perubahan fisik, seksual, perubahan sosial dan sebagainya.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dikatakan remaja dimulai pada usia 11 sampai dengan usia 24 tahun dan belum menikah, dimana pada masa-masa tersebut terjadi perkembangan menuju kematangan secara fisik (fungsi seksual), psikis (emosional) dan sosial. Pada penelitian ini, untuk mempermudah, maka batasan usia remaja yang digunakan adalah rentang usia antara 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir

2. Karakteristik Umum Remaja

  Menurut Havighurst, (dalam Hurlock, 1999) ciri masa remaja antara lain:

  a. Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting sehingga membutuhkan penyesuaian mental, pembentukan sikap, minat dan nilai baru.

  b. Masa remaja sebagai masa peralihan Peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

  Lebih lanjut Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa belajar sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat.

  Masa remaja juga sebagai usia bermasalah, setiap periode perkembangan selalu mempunyai masalah-masalah sendiri namun masalah yang terjadi pada masa remaja sering sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini karena sepanjang masa anak-anak, masalah yang terjadi sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Remaja juga seringkali merasa diri mandiri bantuan orang tua dan guru. Hurlock (1999) juga menyebut karakterisitik masa remaja sebagai masa mencari indentitas diri, dimana remaja lambat laun menemukan jati diri yang berbeda dengan orang lain.

  Monks (1999) membagi tahap perkembangan remaja kedalam tiga tahap sesuai dengan pembagian usia, yaitu: a. Remaja awal (12-15 tahun). Pada tahap ini, remaja masih heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran- pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

  Kepekaaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menambahkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

  b. Remaja madya (15-18 tahun). Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman- teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri dengan cara menyukai teman-teman yang mempunyai sifat sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

  c. Remaja akhir (18-21 tahun). Tahap ini adalah masa mendekati masa kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian: 1) minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

  3) terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi 4) egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain 5) tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

  Semua bentuk perubahan-perubahan tersebut membuat masa remaja sering dikatakan sebagai masa badai dan tekanan atau storm and stress, yang diwarnai dengan munculnya heightened emotionality atau kondisi emosi yang meninggi. Kondisi “storm” ditunjukkan dengan munculnya kepekaan perasaan, misalnya mudah marah, sedangkan “stress” merupakan kondisi yang berkaitan dengan kesiapan individu dalam menghadapi perubahan fisik dan emosional. Kondisi-kondisi tertentu yang menurut remaja tidak normal akan membuat remaja merasa tertekan sebagai akibat dari ketidaknormalan yang dialaminya tersebut (Hall, dalam Pitayaningrum 2000).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah merupakan periode perkembangan yang penting dimana di dalamnya merupakan gabungan antara periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, dan masa penentuan indentitas diri. Perubahan-perubahan yang terjadi seringkali menimbulkan kegelisahan pada remaja sehingga masa remaja disebut sebagai masa yang penuh badai dan tekanan.

3. Perkembangan Seksual Pada Masa Remaja

  hanya fisik, psikis serta status sosial dimana posisi yang sebagian diberikan oleh orangtua ketika masa anak-anak akan berubah seiring dengan status yang didapatkannya sendiri selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya (Ausubel dalam Monks 2006).

  Secara singkat maka sejumlah besar tugas-tugas perkembangan berkaitan dengan perubahan dalam masa remaja adalah sebagai berikut: a. perkembangan aspek-aspek biologis

  b. menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri

  c. mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau kebiasaan masyarakat sendiri d. mendapatkan pandangan hidup sendiri

  e. merealisasi suatu indentitas sendiri dan mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri Petro Bloss (dalam Sarwono, 1994) Beberapa perkembangan yang terkait dengan fungsi-fungsi seksual pada remaja, antara lain: a. Perkembangan Fisik

  Perkembangan fisik pada masa remaja berlangsung sangat cepat yang meliputi ukuran tubuh baik komposisi dan proporsinya. Masa remaja juga ditandai dengan mulai berfungsinya alat reproduksi ditandai haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki serta tumbuhnya tanda-tanda seksual sekunder.

  Muss dalam Sarwono (1994) membuat perubahan fisik tersebut pada anak berwarna gelap di kemaluan, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, serta tumbuh bulu-bulu di ketiak. Sementara perubahan pada anak laki-laki perubahan fisik meliputi: pertumbuhan tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, tumbuh bulu-bulu halus di wajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu-bulu di dada.

  Pada wanita indung telur (ovarium) memproduksi hormon progesteron dan hormon estrogen. Hormon estrogen mempengaruhi timbulnya tanda-tanda seksual sekunder. Hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi. Jika terjadi pembuahan progesteron mengembangkan sel telur menjadi janin. Hurlock (1994) mengatakan bahwa cirri-ciri seksual sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja. Alat-alat reproduksi menjadi lebih siap pada akhir masa remaja.

  Perubahan fisik dan pertumbuhan tanda-tanda seksual disebabkan oleh hormon, zat kimia yang dibuat organ tubuh tertentu yang dinamakan kelenjar.

  Hormon gonadotropik adalah hormon yang bertanggungjawab pada pertumbuhan tanda-tanda seksual dan bertanggungjawab penuh dalam produksi sel telur dan spermatozoa. Pada pria testis memproduksi hormon androgen dan testosteron yang menyebabkan timbulnya nafsu seksual (libido). Testis juga memproduksi membuat sel telur masak dan siap dibuahi. Apabila tidak terjadi pembuahan, maka sel telur ini digugurkan secara alami dalam bentuk darah haid.

  b. Perkembangan Sosial Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mengalami perubahan dalam segi sosial. Apabila dimasa kanak-kanak mereka masih sangat tergantung pada orangtuanya maka pada masa remaja mereka berusaha melepaskan diri dari orangtua dan berusaha menemukan dirinya, mencapai otonomi diri dan mendapat pengakuan serta ingin bersikap mandiri (Hurlock,1994).

  Masrers dkk (1986) mengatakan bahwa periode remaja adalah masa yang sulit dan banyak perubahan. Pada masa ini terdapat tuntutan secara psikososial yang meliputi banyak hal, remaja menjadi lebih mandiri dari orangtua, lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya, dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri, dan yang paling penting pada masa remaja mereka harus dapat menguasai peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Tugas remaja dalam peran seksualitasnya antara lain: belajar mengendalikan perasaan dan perilaku seksual, mempelajari berbagai persoalan dalam aktivitas seksual dan mempelajari bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

  Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan pada masa remaja terkait dengan seksualitas meliputi perubahan biologis seperti matangnya fungsi-fungsi seksual, perubahan kognitif dimana remaja mulai belajar berpikir secara abstrak, dan perubahan sosial-emosional dimana remaja

B. PERILAKU SEKSUAL REMAJA

1. Pengertian Perilaku Seksual

  Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima sedangkan perilaku seksual merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan (Saifuddin,1999).

  Van Conde Boas dalam Monks (2006) mengatakan bahwa perilaku seksual merupakan cetusan dari kebutuhan seksual dimana di dalamnya gabungan dari empat dimensi yaitu: (1) proses reproduksi, (2) Dimensi kenikmatan (3) dimensi hubungan atau relasi (4) institusionalisasi. Keterkaitan di antara empat dimensi tersebut dalam perilaku seksual tergantung pada individu, nilai masyarakat dan arti yang diberikan pada hubungan tersebut.

  Sementara itu Masters dkk. (1986) berpendapat bahwa seksualitas berasal dari dimensi pribadi yang menunjukkan bagaimana seseorang merespon sesuatu yang sifatnya erotis. Seksualitas adalah hal yang sangat unik karena proses ini bersifat sangat pribadi. Masalah seksualitas selalu menarik bagi manusia dari waktu ke waktu.

  Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola hidup manusia yang sangat kompleks.

  Sarwono (1994) menyatakan bahwa cakupan seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam cakupan sempit dan dalam cakupan luas.

  Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini merupakan segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan.

  Masters dkk (1982;1986) melihat seksualitas dari berbagai dimensi diantaranya dimensi biologis, dimensi psikososial, dan dimensi perilaku. Dimensi biologis memandang dari fungsi seksualitas sebagai cara mendapatkan keturunan, hasrat seksual, dan kepuasan seksual. Dimensi psikososial menyatakan bahwa seksualitas melibatkan faktor psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian yang terlibat. Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah hasil dari perpaduan dimensi psikologi dan psikososial.

  Bicara tentang seksualitas, Masters dkk (1982;1986) mengatakan bahwa perilaku seksual mempunyai tiga macam fungsi, yaitu; a. Perilaku seksual untuk tujuan reproduksi (procreational), yakni perilaku seksual dilakukan guna mendapatkan keturunan.

  b. Perilaku seksual untuk pernyataan cinta (relational), dimana perilaku seksual disertai cinta yang mendalam, dan keinginan untuk saling berbagi.

  c. Perilaku seksual untuk kesenangan (recreational), berarti perilaku seksual dilakukan hanya untuk menyalurkan dorongan biologis, tanpa disertai keintiman yang mendalam.

  Faturohman (1990) berpendapat bahwa perilaku seksual sebenarnya perilaku sosial. Seperti perilaku sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial diatur sesuai dengan norma yang berlaku. Salah satu norma yang mengatur perilaku seksual menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan dalam lembaga perkawinan.

  Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin) sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.

  Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari perilaku seksual adalah cetusan dari kebutuhan seksual serta bagian dari perilaku sosialisasi yang mempunyai empat dimensi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan, institusionalisasi, hubungan atau relasi. Empat dimensi tersebut juga menjadi faktor yang mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual

2. Bentuk Perilaku Seksual

  Perilaku seksual menurut dibagi dalam beberapa bentuk Sarwono (1999): a. Memegang dan bergandengan tangan, adalah salah satu bentuk dari sentuhan.

  b. Berpelukan

  c. Berciuman, yang dilakukan sebagai simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual.

  d. Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian tubuh yang peka e. Memegang alat kelamin untuk memberi stimulasi pada alat vital yang akan memberi kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat sensitif untuk disentuh.

  f. Petting atau bentuk kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan seksual tanpa masuknya penis ke vagina.

  g. Oral genital seks, adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi genital oleh mulut.

  h. Cointal seks play, dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.

  Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah hubungan badan dengan masuknya penis ke vagina.

  Masters dkk. (1982) berpendapat bahwa perilaku seksual tidak hanya aktivitas seks saja seperti masturbasi, berciuman, sampai bersenggama, namun menyangkut berkencan, bercumbu, dan membaca bacaan porno. diterima dari orang lain dan reaksi tersebut dapat bersifat erotis dimana di dalamnya juga terkandung segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan. Perilaku seksual juga digunakan oleh individu sebagai sarana untuk memperoleh keturunan, pemenuhan hasrat dan kepuasan seksual. Sedangkan tahap-tahap perilaku seksual meliputi memegang dan bergandengan tangan, berpelukan, berciuman, menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian tubuh yang peka, memegang alat kelamin, petting, oral genital seks, cointal seks play.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

  Seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial remaja maka faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi perilaku seksual remaja karena perilaku seksual merupakan bagian dari perilaku sosial (Faturohman 1990). Faktor- faktor perilaku seksual remaja menurut lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

  1. Faktor Fisik Individu dapat mengalami perubahan keinginan seksual karena alasan fisik.

  Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.

  2. Faktor Hubungan Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegosiasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan

  3. Faktor Gaya Hidup Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks, ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut. Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.

  4. Faktor Harga Diri Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.

  Menurut Kartono (2006) bentuk perilaku seksual dipengaruhi oleh:

  a. Perubahan seksual sekunder maupun primer memberikan kesadaran baru bagi remaja dalam menanggapi tugas perkembangan yang baru. Hal inilah yang b. Perubahan emosi atau “emotional changes” yang meliputi; desakan atau tekanan penyesuaian diri, ingin diakui sudah dewasa, ingin bebas dari aturan orang tua, malu tampil di muka umum bersama orang tua, masalah kebingungan, masa mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang besar, rendah diri.

  c. Pendidikan keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki renaja sebelum individu tersebut mulai mengembangkan penerimaan norma baru yang berasal dari lingkungan. Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak- anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukkan tentang tubuh dan tindakan mereka.

  Menurut penelitian Deney & Quadagno (dalam Kartono2006) menunjukan bahwa orangtua seringkali memperlakukan anak sesuai dengan stereotip gender dimana ada kecenderungan orangtua untuk memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda seperti, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka, misalkan orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permainan sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka. bahwa seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal- hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.

  Berdasarkan pernyataan diatas maka faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah faktor perubahan fisik yang disertai dengan perubahan psikis, keluarga dan norma masyarakat. Ketiganya merupakan faktor yang tidak bisa saling dipisahkan dalam membentuk perilaku seksual.

4. Perilaku Seksual Remaja

  Menurut Wright (dalam Santrock, 2003), salah satu aspek dari faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah faktor psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas yang dimana bentuk awal dimulai dari pengenalan perbedaan seks. Pada perkembangan ini maka remaja menjadi amat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya. Remaja sering memandangi cermin selama berjam-jam setiap hari untuk melihat apakah ada yang berubah dengan tubuhnya. Perhatian yang berlebihan selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja.

  Tahap berikutnya adalah kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya, khususnya dalam masalah pergaulan dengan lawan jenis. Pergaulan ini ditandai dengan adanya peningkatan perhatian kepada lawan jenis, kemudian meningkat kepada usaha mencari perhatian dan menjalin hubungan emosional. Apabila tahap ini sudah terjadi maka remaja akan menjalin pergaulan yang lebih erat lagi dan tidak menutup kemungkinan terjadinya hubungan seksual (Yayah Khisbiyah. 1997).