Perilaku kekerasan intensional tokoh-tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado : tinjauan psikoanalisis - USD Repository

PERILAKU KEKERASAN INTENSIONAL TOKOH-TOKOH DALAM KEMBANG JEPUN KARYA REMY SYLADO TINJAUAN PSIKOANALISIS

  Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Listiana Kusuma Handaru

  054114014

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA MARET 2010

  

PERILAKU KEKERASAN INTENSIONAL TOKOH-TOKOH

DALAM KEMBANG JEPUN KARYA

REMY SYLADO TINJAUAN PSIKOANALISIS

  Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Listiana Kusuma Handaru

  054114014

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA MARET 2010

  i ii

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan-Nya padaku

(Filipi 4: 13)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  Sang Maha Kasih, Yesus Kristus Bapak dan Ibu yang menjadi sumber inspirasi dan kekuatanku

  Adikku Dika yang selalu kusayang Serta semua orang yang kukasihi iv

KATA PENGANTAR

  v

  Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini., yaitu: 1.

  S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima kasih atas segala bimbingan dan masukan kepda saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

  2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktu untuk memberi masukan dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah dengan sabar membiming saya selama menempuh pendidikan di Sastra Indonesia.

  4. Bapak dan Ibu yang telah memberi dukungan secara materiil dan spiritual, sehingga skripsi ini dapat kuselesaikan dan kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu. vi 5. Dek Dika, terima kasih atas dukungan dan keceriannya selama proses pengerjaan skripsi ini.

  6. Mamasku, terima kasih atas segala kesabaran dan dukungannya untuk tetap memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  7. Lima peri cantik yang telah melukis warna berbeda dalam hidup peneliti.

  8. Lukase Adek. Mamieh, dan anak-anak kost Welcome, thanks dukungannya.

  9. Mas Cindil terima kasih atas sharing-nya, “Dimataku kamu tetap teman yang unik”.

  10. Teman-teman Bengkel sastra yang telah mengenalkan peneliti kepada dunia “lain”.

  11. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2005, terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku perkuliahan.

  12. Semua karyawan di Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas pelayanannya selama ini.

  13. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya skripsi ini.

  Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan peneliti terima dengan segala kerendahan hati dan harapan dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Peneliti juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, 28 Februari 2010 Peneliti vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya tulis ini adalah hasil inspirasi dan imajinasi saya sendiri. Saya tidak mengutip hasil karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagai layaknya membuat karya ilmiah.

  Yogyakarta, 28 Februari 2010 Peneliti

  Listiana Kusuma Handaru viii

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini. Saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Listiana Kusuma Handaru No. Mahasiswa : 054114014 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  

Perilaku Kekerasan Intensional Tokoh-tokoh

Dalam Kembang Jepun Karya

Remy Sylado Tinjauan Psikoanalisis

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 28 Februari 2010 Yang menyatakan, Listiana Kusuma Handaru

  

ABSTRAK

Handaru, Listiana Kusuma. 2010. Perilaku Kekerasan Intensional Tokoh dalam

Kembang Jepun Karya Remy Sylado Tinjauan Psikoanalisis. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji perilaku kekerasan intensional enam tokoh; Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko, dan Jantje dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan dinamika dan struktur kepribadian keenam tokoh, kemudian menemukan perilaku kekerasan keenam tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai landasan teori serta teori kekerasan intensional oleh E. Kristi Poerwandari.

  Pendekatan dari sudut psikologi memberikan gambaran adanya alam taksadar yang mempengaruhi kekerasan intensional keenam tokoh. Pendekatan dari sudut sastra menggunakan teks sastra yang berupa novel Kembang Jepun karya Remy Sylado sebagai bahan penelitian.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analisis isi. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mendeskripsikan keenam tokoh dalam novel Kembang Jepun dengan menerapkan teori psikoanalisis, yaitu dinamika dan struktur kepribadian. Didapat hasil analisis bahwa perilaku kekerasan intensional berorientasi pada identifikasi, kastrasi, kecemasan, kisah fantastik, narsisme, oedipus kompleks, dan tahap anal.

  Langkah kedua menganalisa perilaku kekerasan intensional keenam tokoh berdasarkan hasil analisis pertama. Hasilnya adalah sebagai berikut: (1) identifikasi dialami Kotaro dengan meniru figur ayahnya yang keras terhadap perempuan, (2) kecemasan realita membuat Keke melakukan kekerasan karena terpengaruh oleh pengalaman kekerasan masa lalu, (3) sikap fantastik pada arwah nenek moyang juga dialami Keke sehingga ia berani menyerang gurunya sendiri, (4) narsisme membuat Jantje menyerang Kotaro, (5) oedipus kompleks membuat Kotaro terobsesi menyiksa wanita, (6) ketidakberesan tahap anal yang dialami Hiroshi membuatnya menjadi orang yang kejam. ix

  

ABSTRACT

Handaru, Listiana Kusuma. 2010. Intencional Violence Habits Of Characters In

Kembang Jepun Novel By Remy Sylado A Psychoanalysis Observation.

  Final Task. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Indonesian Literature Department, Indonesian Literature Faculty, Sanata Dharma University.

  This observation analyzes intencional violence habits of the six characters in

  

Kembang Jepun novel by Remy Sylado; Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko, and

  Jantje. The Purpose of this observation is analyzing and describing the dynamics and personality structures of the six characters then find the violence behavior of the six characters in Remy Sylado’s Kembang Jepun.

  This observation uses the literature psychology approach with Sigmund Freud’s psychoanalysis theory as the basic theory and the intencional violence theory of E. Kristi Poerwandari.

  The psychology approach gives a description of an instinct that influences the intencional violence of those six characters. The literature approach uses the literature script of Kembang Jepun novel as the observation resources.

  The method that’s being used in this observation is the descriptive method and content analyzing method. The first step of this method is trying to describe the six characters in Kembang Jepun novel by applying the psychoanalysis theory that contains of the dynamics and personality structures. The result of this observation shows that intencional violence is oriented to identification, castration, worry, fantastic story, narcissism, oedipus complex, and anal phase.

  The second step is analyzing the characters’ behaviors based on the first analysis. The results are: (1) identification was happened to Kotaro, imitating his father who used to do harms to woman, (2) the reality worries of Keke made her did harm or violence because of her experiences in the past, (3) the fantastic belief of the ancestors also happened to Keke, it implicated in her bad habits included when she attacked her teacher, (4) narcissism made Jantje attacked Kotaro, (5) oedipus complex made Kotaro being obsessed in torturing woman, (6) the anal phase disorder made Kotaro became a cruel man. x

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................ iv KATA PENGANTAR……………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………… . viii ABSTRAK ................................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................................. x DAFTAR ISI................................................................................................ xi

  BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................

  5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................

  5 1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................

  5 1.5 Tinjauan Pustaka………………………………………..

  6 1.6 Landasan Teori................................................................

  6 1.6.1 Teori Psikologi Sastra .........................................

  7 1.6.2 Teori Psikoanalisis ..............................................

  7 1.6.3 Dinamika dan Struktur Kepribadian ...................

  8 1.6.4 Kekerasan Intensional .........................................

  11 xi

  xii 1.7 Metodologi Penelitian .....................................................

  18 2.3 Dinamika dan Struktur Kepribadian Broto……………..

   TOKOH-TOKOH DALAM KEMBANG JEPUN KARYA REMY SYLADO ......................................................

  43 BAB III PERILAKU KEKERASAN INTENSIONAL

  41 2.8 Rangkuman .....................................................................

  38 2.7 Dinamika dan Struktur Kepribadian Jantje .....................

  36 2.6 Dinamika dan Struktur Kepribadian Yoko……………...

  32 2.5 Dinamika dan Struktur Kepribadian Kotaro.…………...

  28 2.4 Dinamika dan Struktur Kepribadian Hiroshi.…………...

  17 2.2 Dinamika dan Struktur Kepribadian Keke……………...

  14 1.7.1 Pendekatan ..........................................................

   TOKOH-TOKOH DALAM KEMBANG JEPUN KARYA REMY SYLADO....................................................................... 17 2.1 Pengantar……………………………………………….

  16 BAB II DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN

  16 1.8 Sistematika Penyajian…………………………………...

  1.7.4 Sumber Data……………………………………

  15

  14 1.7.3 Teknik Pengumpulan Data……………………..

  14 1.7.2 Metode Penelitian ...............................................

  46

  xiii 3.1 Pengantar…………….....................................................

  3.6 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Oedipus Kompleks……………………………………..

  66 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68 LAMPIRAN……....................................................................................... ..

  64 4.2 Saran................................................................................

  61 BAB IV PENUTUP.................................................................................. 64 4.1 Kesimpulan .....................................................................

  60 3.8 Rangkuman……………………………………………..

  3.7 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Tahap Anal…… ......................................................

  57

  54

  46

  3.5 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Narsisme..................................................................

  52

  3.4 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Kisah Fantastik…....................................................

  49

  3.3 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Kecemasan ..............................................................

  47

  3.2 Perilaku Kekerasan Intensional yang Didasari oleh Identifikasi …. ................................................................

  70

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Karya sastra dihasilkan melalui proses kreatif pengarang. Dalam proses ini, dibutuhkan suatu kreativitas dalam diri pengarang. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang (Wellek dan Waren, 1990: 97). Menurut Wellek dan Waren (1990: 30), setiap pembahasan modern tentang proses kreatif pasti menyorot peran alam bawah sadar dan alam sadar pengarang. Kreativitas ini dapat bersumber pada ekspresi jiwa pengarang berdasarkan imajinasi pengarang atau hasil observasi pengarang terhadap realitas yang dihadapinya. Kejiwaan pengarang terlihat melalui tokoh-tokoh dalam karyanya. Psikologi sastra melihat karya sastra sebagai ekspresi kejiwaan pengarang atas imajinasi atau hasil pengamatan pengarang terhadap realitas. Ini memberikan pemahaman melihat karya sastra berdasarkan kondisi kejiwaan tokoh-tokohnya. Oleh karena itu, novel sangat berjasa mengungkapkan kehidupan batin tokoh-tokohnya.

  Menurut Freud, psikoanalisis adalah analisis mengenai kehidupan tak sadar pada manusia. Para ilmuwan meyakini bahwa manusia adalah makhluk rasional yang sepenuhnya sadar akan segala perilakunya. Ketaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangan ketika kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi di luar pusat perhatian kita) atau kita tekan. Bagi Freud, ketaksadaran merupakan salah satu inti pokok atau tiang pasak teorinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia justru ditentukan oleh alam tak sadarnya (Hartono, 2003: 03).

  Hal ini, peneliti temukan dalam novel Kembang Jepun karya Remy Sylado. Peneliti tertarik dengan perilaku kekerasan tokoh disebabkan alam tak sadar yang ditekan semasa kecil. Keterikatan Keke, Broto, Kotaro, Hiroshi, Yoko dan Jantje yang sangat erat. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian terhadap tokoh Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko dan Jantje dalam Kembang

  

Jepun . Enam tokoh ini juga melakukan perilaku kekerasan yang berbeda. Mereka

  memiliki beragam kepribadian yang dipengaruhi oleh pola pemikiran dan lingkup pergaulan masing-masing. Hal ini membentuk kepribadian mereka menjadi berbeda. Tradisi kebudayaan, situasi penjajahan dan latar belakang keluarga mempengaruhi pembentukan kepribadian mereka. Dinamika dan struktur kepribadian berbeda dari keenam tokoh ini menjadi topik yang diambil oleh peneliti. Hal ini menjadi psikoanalisis dalam penelitian ini.

  Peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh mengenai perilaku kekerasan intensional dilihat dengan teori psikoanalisis Sigmund Freud yang difokuskan pada tokoh Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko dan Jantje. Menurut Djokosujatno, untuk mengkaji karya sastra secara psikoanalisis, hal yang dianalisis adalah “teks” tokoh tersebut sebagai teks manifest untuk menemukan teks yang tersembunyi di baliknya, menuju hasrat atau dorongan tak sadarnya yang paling dalam atau paling primitif (Djokosujatno, 2003: 112).

  Eagleton (2007: 264) juga mengungkapkan bahwa psikoanalisis merupakan ‘kecurigaan’, kepeduliannya bukan hanya tentang ‘membaca teks’ bawah sadar, tetapi juga menyingkap prosesnya, kerja mimpi yang memproduksi teks. Untuk melakukan ini, psikoanalisis terutama terfokus pada apa yang disebut tempat-tempat yang ‘mengandung gejala’ dalam teks mimpi, ambiguitas, ketidakhadiran, dan penghilangan yang mungkin dapat memberikan cara akses yang khusus dan berharga ke ‘kandungan laten’ atau dorongan tak sadar, yang telah menjadi bagian terciptanya mimpi.

  Dinamika dan struktur kepribadian ini membentuk perkembangan psikis tiap tokoh. Hal ini tampak pada tokoh Keke. Ia justru merasa senang dan bangga ketika dijadikan sebagai geisha. Sikap aneh juga ditunjukkan tokoh Broto yang rela meninggalkan keluarganya demi menikahi Keke seorang Kembang Jepun.

  Tokoh Hiroshi begitu memuja Keke sehingga tega memisahkan Keke dengan suaminya. Tokoh Kotaro meresapi pemikiran bahwa kaum wanita hanya sebagai budak kaum lelaki. Tokoh Yoko menganggap Keke merupakan saingan sekaligus pengganti anaknya yang telah mati. Tokoh Jantje tega menjual adiknya sendiri untuk dijadikan sebagai geisha di tempat Kotaro.

  Perilaku-perilaku kekerasan yang dilakukan oleh Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko, dan Jante diteliti dengan psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Zaimar, 2003: 30), gejala neurofisiologis meliputi: identifikasi, kastrasi, kecemasan, kisah fantastik, narsisme, oedipus kompleks dan tahap anal. Gejala inilah yang disebut dinamika kepribadian. Dinamika kepribadian membentuk pondasi struktur kepribadian. Ada pun struktur kepribadian menurut Freud adalah

  

id , ego, dan superego. Dalam hal ini hubungan dinamika dan struktur kepribadian

tidak dapat dipisahkan.

  Dinamika dan struktur kepribadian para tokoh menciptakan perilaku kekerasan intensional yang dilakukan oleh para tokoh. Menurut Poerwandari (2004: 10-13), kekerasan adalah semua bentuk tindakan baik intensional (sengaja) maupun bukan intensional (tidak sengaja) yang mengakibatkan manusia (lain) mengalami luka, sakit, penghancuran, dan bukan cuma dalam artian fisik, tetapi juga psikologis. Dalam penelitian ini peneliti hanya menemukan perilaku kekerasan intensional saja pada keenam tokoh dalam novel Kembang Jepun. Oleh karena itu, peneliti hanya memfokuskan perilaku kekerasan intensional yang terjadi pada keenam tokoh. Poerwandari menambahkan, manusia sebagai pelaku kekerasan dan manusia sebagai korban kekerasan sama artinya dengan manusia sebagai subjek dan manusia sebagai objek.

  Hal ini terlihat pada pengalaman tokoh dalam novel Kembang Jepun karya Remy Sylado. Mereka mempunyai pengalaman yang berbeda mengenai kekerasan. Baik menjadi pelaku kekerasan atau pun korban kekerasan. Dinamika dan struktur kepribadian manusia menciptakan sebuah arus alam bawah sadar pada diri manusia untuk melakukan perilaku kekerasan khususnya kekerasan intensional. Alasan ini yang membuat peneliti menganalisis perilaku kekerasan intensional tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado yang terbentuk dari dinamika dan struktur kepribadiannya.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka masalah–masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.2.1 Bagaimana dinamika dan struktur kepribadian tokoh-tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado?

  1.2.2 Bagaimana perilaku kekerasan intensional tokoh-tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado?

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan dinamika dan struktur kepribadian tokoh- tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado.

  1.3.2 Mendeskripsikan perilaku kekerasan intensional tokoh- tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan karya sastra ditinjau secara psikologi sastra menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud.

1.4.2 Mengajak pembaca untuk melihat dan menikmati gaya penulisan Remy Sylado.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Sejauh peneliti ketahui terdapat satu penelitian yang berkaitan dengan teori psikoanalisis, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yeni Sugiarto (2003) Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Judul penelitian adalah “Perilaku Seksualitas Lima Tokoh Perempuan Dalam Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan (sebuah pendekatan psikoanalisis)”. Sugiarto mengunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud karena banyak perilaku seksualitas tokoh dipengaruhi oleh alam tak sadarnya. Dalam penelitiannya Sugiarto juga meneliti dinamika kepribadian mencakup oedipus kompleks, narsisme, kastarsi, fantasme, mimpi dan refleksi mitologi dari dinamika ini akan terbentuk struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego dan superego.

  Dari penelitian terdahulu, peneliti berusaha melakukan penelitian yang berbeda dengan mengangkat perilaku kekerasaan yang dialami oleh Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko dan Jantje dilihat dari dinamika dan struktur kepribadian tokoh dalam novel Kembang Jepun karya Remy Sylado berdasarkan tinjauan psikoanalisis.

  1.6 Landasan Teori

  Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi sastra, teori psikoanalisis, teori dinamika dan struktur kepribadian, dan teori kekerasan intensional.

  1.6.1 Teori Psikologi Sastra

  Menurut (Wellek dan Waren, 1990: 90) istilah “psikologi sastra” mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tipe yang ketiga yaitu, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Psikologi itu sendiri baru merupakan suatu persiapan penciptaan. Dalam karya sastra, kebenaran psikologis baru mempunyai nilai artistik jika ia menambah koherensi dan kompleksitas karya. Dengan kata lain, jika kebenaran psikologis itu sendiri merupakan suatu karya seni (Wellek dan Waren, 1990: 108).

  Teori Psikologi sastra merupakan pengantar untuk menjelaskan teori psikoanalisis. Psikoanalisis adalah teori psikologi yang paling dominan dalam teori psikologi sastra.

  1.6.2 Teori Psikoanalisis

  Psikoanalisis mengkaji kehidupan ketaksadaran pada manusia. Selama ini diyakini para ilmuwan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang sepenuhnya sadar akan segala perilakunya. Ketaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangan ketika kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi di luar pusat perhatian kita) atau kita tekan. Bagi Freud, ketaksadaran merupakan salah satu inti pokok atau tiang pasak teorinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia justru ditentukan oleh alam tak sadarnya. Ia membayangkan kesadaran manusia sebagai gunung es, hanya sebagian kecil saja yaitu puncak teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut terendam di bawah permukaan laut. Bagian yang terendam ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bagian pra-sadar yang dengan usaha dapat kita angkat ke kesadaran dan bagian tak sadar yang hanya muncul dalam perbuatan-perbuatan tak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng dan sebagainya (Hartono, 2003: 2-3).

  Menurut Hall dan Lindzey (1993: 125), psikoanalisis merupakan sejenis analisis psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter.

  Teori psikoanalisis membantu peneliti untuk menemukan dinamika dan struktur kepribadian tiap tokoh. Dinamika dan struktur kepribadian akan membentuk perilaku kekerasan intensional tokoh.

1.6.3 Dinamika dan Struktur Kepribadian

  Freud memandang manusia sebagai sebuah sistem energi yang kompleks dan dikuasai oleh hukum konservasi energi yang mengatakan energi dapat berubah bentuk tapi jumlahnya akan tetap sama. Bagi Freud, hukum ini juga berlaku bagi kehidupan psikis. Seluruh energi psikis berasal dari ketegangan neurofisiologis. Berbagai kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbagai ketegangan atau kegairahan dan akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan/keinginan yang dinamakan naluri. Jadi, naluri

  

(instinct) adalah perwujudan ketegangan badaniah yang berusaha mencari pengungkapan dan peredaan ketegangan dan merupakan bawaan tiap makhluk hidup. Gejala neurofisiologis meliputi identifikasi, kastrasi, kecemasan, kisah fantastik, narsisme, oedipus kompleks, dan tahap anal.

  Menurut Hall dan Lindzey (1993: 83), identifikasi dapat didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikan bagian yang tak terpisahkan dari kepribadiannya sendiri. Orang belajar mereduksikan tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain.

  Kastrasi bisa diartikan sebagai rasa takut karena adanya ancaman terhadap sesuatu yang akan menimpa dirinya atau kehilangan apa yang menjadi miliknya.

  Ketakutan bisa muncul karena merasa ada pihak ketiga yang mengusik hubungan pribadinya. Freud memaparkan dalam bentuk contoh cerita Theseus yang berperan sebagai anak yang merasa terancam akan kehilangan cintanya karena ada pihak ketiga anaknya Hyppolitus, yang pada kenyataannya tidak berbuat apa-apa.

  Kompleks kastrasi itu mengakibatkan Theseus mengambil tindakan, yaitu membunuh anaknya. Tindakan Theseus tersebut adalah usaha untuk membebaskan diri dari keadaan khayali yang sesungguhnya tak berdasar (Kramadibrata, 2003: 80).

  Freud membedakan tiga macam kecemasan, yakni kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral atau perasaan bersalah. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menemukan kecemasan realitas dan kecemasan moral. Kecemasan realitas atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar, kedua tipe kecemasan lain berasal dari kecemasan realitas ini. Sedangkan kecemasan moral merupakan rasa takut terhadap suara hati (Hall dan Lindzey, 1993: 81).

  Sikap tentang kisah fantastik salah satunya, kepercayaan pada hal-hal yang gaib, terutama pada hantu, pada dasarnya kembali pada kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan terhadap “kekuatan” atau “roh” yang dilihat secara mutlak terpisah dari badan (Soebadio, 2003: 170).

  Narsisme merupakan rasa “keakuan” yang menonjol pada diri seseorang. Alasan-alasan yang diberikan pelaku mengenai tindakan tertentu lebih merupakan pembenaran akan apa yang dilakukannya. Menurut Freud ada kaitan yang erat antara narsisme, pemujaan pada diri dengan citra ego seseorang. Pelukisan yang selalu baik tentang dirinya merupakan usaha untuk mempertahankan citra ego-nya (Kramadibrata, 2003: 75-76).

  Oedipus kompleks adalah keseluruhan hasrat cinta dan benci yang dirasakan anak terhadap orang tuanya. Oedipus kompleks terjadi sekitar tiga sampai lima tahun pada anak laki-laki, terpancang libido pada ibu. Hilangnya oedipus kompleks pada anak laki-laki terjadi dengan melepaskan ibunya sebagai hasrat seksual dan dengan melakukan identifikasi pada bapaknya. (Zaimar, 2003: 34-35).

  Menurut Yusuf dan Nurihsan (2007: 59-60), dalam tahap anal orang tua yang memberikan latihan kebersihan pada anak dengan bersikap keras akan memberikan dampak tersendiri terhadap perkembangan anak yaitu sikap berlebihan dalam ketertiban atau kebersihan, bersikap kikir, kurang kreatif, bersikap kejam atau keras atau sikap memusuhi, penakut dan bersikap kaku.

  Dinamika kepribadian menjadi dasar terbentuknya struktur kepribadian pada diri manusia. Freud membagi struktur kepribadian manusia, terdiri dari tiga ‘bagian’ yang tumbuh secara kronologis: id, ego dan superego. Bila dikaitkan dengan pandangan topografis sebelumnya: id sama sekali terletak dalam ketaksadaran, ego dan superego meliputi ketiga tingkat kesadaran manusia.

  Id adalah segi kepribadian tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak

  lahir (bahkan mungkin sebelum lahir), diturunkan secara genetis, langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber/cadangan energi manusia, sehingga dikatakan juga oleh Freud sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip- prinsip yang amat primitif sehingga bersifat kaotik (kacau, tanpa aturan), tidak mengenal moral, tidak memiliki rasa benar-salah. Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada id dan harus mencari dalam realitas apa yang dibutuhkan

  

id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda ketegangan. Dengan demikian ego

  adalah segi kepribadian yang dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan dalam batas tertentu. Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat tempat individu itu hidup (Hartono, 2003: 3-4).

  Peneliti menggunakan teori dinamika dan struktur kepribadian untuk menemukan alasan setiap tokoh melakukan perilaku kekerasan intensional.

1.6.4 Kekerasan Intensional

  Teori kekerasan intensional dijadikan kerangka berpikir dalam menganalisis bab III. Hal ini dapat diartikan bahwa kekerasan intensional yang dilakukan setiap tokoh disebabkan oleh gejala neurofisiologis. Gejala neurofisiologis terdiri dari, identifikasi, kastrasi, kecemasan, kisah fantastik, narsisme, oedipus kompleks dan tahap anal.

  Kekerasaan adalah semua bentuk tindakan baik intensional (sengaja) maupun bukan intensional (tidak sengaja) yang mengakibatkan manusia (lain) mengalami luka, sakit, penghancuran, dan bukan cuma dalam artian fisik, tetapi juga psikologis (Poerwandari, 2004: 10-13). Menurut Poerwandari, kekerasan yang dimaksud dapat dilakukan oleh individu, kelompok individu, negara (baik oleh aparat maupun sebagai sebuah sistem), dapat juga dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban maupun orang yang tidak dikenal oleh korban.

  Poerwandari (2004:12) membagi kekerasan menjadi dua, yaitu tindak kekerasan yang intensional dan tindak kekerasan yang bukan intensional. Tindak kekerasan intensional adalah tindakan yang disengaja atau sadar diri untuk memaksa, menaklukkan, mendominasi, mengendalikan, menguasai, menghancurkan melalui cara-cara fisik, psikologi, deprivasi, ataupun gabungan- gabungannya dalam beragam bentuknya.

  Menurut penjelasan di atas, Poerwandari (2004: 13) membagi tindak kekerasan intensional menjadi empat, yaitu kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan deprivasi. Bentuk kekerasan fisik dapat berupa pemukulan, pengeroyokan, penggunaan senjata tajam untuk melukai, menyakiti, penyiksaan, penghancuran fisik, pembunuhan, dan penggunaan obat untuk menyakiti. Bentuk kekerasan seksual adalah serangan fisik untuk melukai alat seksual atau serangan psikologis

  (kegiatan merendahkan atau menghina) yang diarahkan pada penghayatan seksual subyek, pemaksaan hubungan sosial, sadisme dalam relasi seksual, dan lain-lain.

  Kekerasan psikologis berupa penyerangan harga diri, penghancuran motivasi, perendahan, kegiatan yang mempermalukan, dan teror dalam banyak manifestasinya. Misal: makian kata-kata kasar, ancaman, penghinaan, penguntitan, dan banyak bentuk kekerasan fisik/seksual yang berdampak psikologis. Kekerasan Deprivasi dapat berupa penelantaran, penjauhan dari pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, buang air, udara, bersosialisai, dan bekerja) dalam berbagai bentuknya, misalnya pengurungan, pembiaran tanpa makanan dan minuman, serta pembiaran orang sakit serius (Poerwandari, 2004: 13). Teori kekerasan intensional menjadi dasar peneliti menganalisis perilaku kekerasan setiap tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado.

  Perilaku merupakan gerakan, kata-kata, sikap dari suatu tindakan yang sudah menjadi kebiasaan. Dapat menjadi program tetap pelaku dan biasanya pelaku sudah tidak memperdulikan, bahkan tidak menyadari lagi apa yang sedang dilakukan. Tindakan itu menjadi suatu reaksi yang dilakukan seseorang karena merespons suatu hal, baik itu respons terhadap suatu realitas dari luar maupun dalam berupa pengaktifan indra (melihat, mendengar, merasa/meraba, meminum atau mengecap) (Nugroho, 2008: 41-42).

1.7 Metodologi Penelitian

  1.7.1 Pendekatan

  Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Psikologi sastra. Menurut Wellek dan Waren (1990: 90) istilah “psikologi sastra” mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

  Peneliti memilih melakukan analisis dengan studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Peneliti menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud pada novel Kembang Jepun kemudian mendeskripsikan perilaku kekerasaan intensional para tokohnya.

  1.7.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan metode analisis isi.

  Metode deskriptif diartikan sebagai pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk memberikan bobot lebih tinggi pada metode ini (Namawi dan Martini, 1994:73). Selain itu, penelitian deskriptif di sini adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlawanan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003:105).

  Peneliti menggunakan metode analisis isi dengan menganalisis isi laten dari sebuah teks sastra dan menggabungkannya dengan isi komunikasi sebagai pesan yang terkandung dalam teks. Isi dalam metode analisis ini terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen atau naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2004: 48).

  Penelitian ini akan langsung menjelaskan dinamika dan struktur kepribadian setiap tokoh untuk menjelaskan isi laten dari teks sastra karena penelitian ini menggunakan kajian psikoanalisis, maka teks laten tersebut berupa deskripsi dinamika dan struktur kepribadian tokoh-tokoh -- yang dalam paradigma kajian struktural disamakan dengan kajian tokoh dan penokohan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data didapat melalui studi pustaka. Teknik tersebut dipakai untuk mendapatkan data yang ada, yaitu sebuah novel berjudul Kembang

  

Jepun , buku-buku referensi, artikel, dan tulisan-tulisan berkaitan dengan objek

tersebut.

  Dalam teknik ini juga digunakan teknik simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Sedangkan, teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung peneliti dalam memecahkan rumusan masalah.

  Teknik catat merupakan tindak lanjut dari teknik simak.

1.7.4 Sumber Data

  Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Judul buku : Kembang Jepun Pengarang : Remy Sylado Tahun terbit : 2003 Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan : 2 (kedua) Halaman : 319 halaman

1.8 Sistematika Penyajian

  Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. Bab satu merupakan pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, pendekatan, metode penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data dan sistematika penyajian. Bab dua merupakan analisis dinamika dan struktur kepribadian keenam tokoh dalam Kembang Jepun, yaitu Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko, dan Jantje. Bab tiga merupakan analisis perilaku kekerasan intensional enam tokoh dalam Kembang Jepun karya Remy Sylado, yaitu Keke, Broto, Hiroshi, Kotaro, Yoko, dan Jantje. Bab empat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran

BAB II DINAMIKA DAN STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH DALAM KEMBANG JEPUN KARYA REMY SYLADO

2.1 Pengantar

  Dalam bab II ini, akan dianalisis dinamika dan struktur kepribadian tokoh yang terdapat pada novel Kembang Jepun. Oleh karena itu, novel Kembang Jepun akan dieksplorasi untuk mengungkapkan teks yang tersembunyi, berkaitan dengan dorongan alam tak sadar di jiwa para tokoh. Dorongan alam tak sadar ini akan mempengaruhi perilaku kekerasan yang dialami tokoh.

  Menurut Hartono (2003: 3), alam tak sadar adalah segi pengalaman yang tak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangan ketika kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi di luar pusat perhatian kita) atau kita tekan. Bagi Freud, alam tak sadar merupakan salah satu inti pokok atau tiang pasak teorinya.

  Alam tak sadar dapat mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh. Freud berpendapat bahwa berbagai kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbagai ketegangan atau kegairahan dan akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan/keinginan yang dinamakan naluri. Jadi, naluri

  

(instinct) adalah perwujudan ketegangan badaniah yang berusaha mencari

  pengungkapan dan perbedaan ketegangan serta merupakan bawaan tiap makhluk hidup (Hartono, 2003: 5). Dari dinamika tersebut, akan terbentuk struktur kepribadian yang terbagi menjadi id, ego, dan superego. Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, yang selalu mencari kesenangan dan menghindari ketegangan. Sedangkan, ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, artinya bisa menunda pemuasan diri dan mencari pemuasan lain yang sesuai dengan batasan lingkungan dan hati nurani. Superego merupakan norma di tempat individu itu hidup. Pada novel Kembang Jepun keenam tokoh dihadapkan untuk memilih ego dan superego-nya yang termasuk tingkat kesadaran manusia atau id yaitu tingkat ketaksadaran manusia.

  Keenam tokoh dalam Kembang Jepun mempunyai keterkaitan yang erat. Mereka inilah yang sering melakukan perilaku kekerasan intensional baik sebagai pelaku atau korban. Keenam tokoh dihadirkan oleh pengarang sebagai penggerak alur. Oleh sebab itu, tokoh-tokoh ini akan dibahas dalam bab ini.

2.2 Dinamika dan Struktur Kepribadian Keke Keke lahir di desa Maliku, terletak di selatan Manado pada tahun 1921.

  Keke merupakan anak bungsu. Orang tua Keke bekerja sebagai petani dan telah berusia lanjut. Keke dibesarkan pada keluarga yang masih percaya pada opo-opo (bungkusan kain merah yang disimpan di pinggang dipercaya sebagai arwah nenek moyang mereka) meskipun Belanda mewajibkan masyarakat Maliku tiap hari Minggu datang ke gereja. Keke dapat bertemu dengan kakak sulungnya, ketika berusia 8 tahun. Jantje adalah kakak sulung Keke yang telah menjadi mantan serdadu Belanda. Keke begitu mengagumi Jantje. Umur Jantje terpaut jauh darinya. Hal itu membuat Keke menghadirkan Jantje sebagai figur ayah impian. Kenyataan bahwa ayahnya telah berusia lanjut memperkuat alasan mengapa hubungan Keke dengan ayah kandungnya terlihat kaku dan tidak terlalu akrab. Keke merasa ayahnya tidak dapat mengerti dirinya, karena itu ia sangat mematuhi segala perintah Jantje layaknya seorang anak perempuan pada ayahnya. Terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

  (1) Saya menganggukkan kepala, patuh seperti seorang anak kepada ayahnya yang baik begitu saya merasakan Jantje lebih kena menjadi ayah karena usianya yang kacek 34 tahun itu sejauh saya berusaha mendudukkan taraf saya sebagai adik kepada kakak sebagaimana hubungan itu berlaku (Sylado, 2003: 25) Kutipan (1) mendeskripsikan tokoh Keke mengalami gejala oedipus kompleks karena rasa cinta dan benci terhadap ayahnya. Keke mencintai figur ayah yang ideal baginya. Ayah pengertian dan dapat dibanggakan. Namun, sesungguhnya ayah Keke sangat kaku dan kolot. Kekolotan ayahnya membuat Keke merasa tidak diperdulikan. Keke menemukan figur seorang ayah pada diri Jantje. Figur Jantje yang wibawa, pintar, dihormati, dan supel tidak ia temukan pada diri ayahnya.

  Jantje hendak menyekolahkan Keke ke Batavia. Sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan ayahnya. Sekolah sangat mahal mengingat ayah Keke hanyalah seorang petani. Oleh karena itu, Keke menekan rasa kecewa pada ayah kandungnya dengan mencari figur ayah sempurna seperti harapannya. Id-nya merindukan figur ayah ideal. Alasan tersebut memaksa ego mencari kepuasan dengan mencintai kakak kandungnya. Keke mengacuhkan superego-nya, bahwa tidak sepantasnya seorang adik mencintai kakaknya sebagai kekasih. Struktur kepribadian ini terbentuk karena dinamika kepribadian Keke menunjukkan sikap oedipus kompleks. Hal ini terbukti dalam (Sylado, 2003: 13-85).

  Keke dijanjikan untuk sekolah di Batavia justru dibawa Jantje ke Surabaya. Lima gadis di bawah 9 tahun turut serta bersama Keke ke Surabaya. Di Surabaya, mereka dijual kepada Kotaro Takamura pengusaha rumah makan Jepang. Jantje bersepakat dengan Kotaro menjual Keke dan lima gadis lain karena ia haus akan kekayaan. Mereka akan dijadikan geisha, yaitu seniman dalam budaya Jepang. Keke merasa dikhianati oleh Jantje karena peristiwa tersebut. Ia kecewa dengan keputusan Jantje untuk menjualnya.

  Di tempat Kotaro, Keke dilatih untuk menjadi geisha sejati. Keke dilatih Yoko, tangan kanan Kotaro. Budaya berbeda membuat mereka kesulitan menyerap pelajaran yang diberikan. Mereka sering mendapat hukuman karena tidak melakukan tugas dengan baik. Keke diajarkan untuk mampu memahami bahwa geisha tidak pernah bersalah pada siapa pun sebab yang dilakukan geisha adalah pengabdian, pelayanan, kesenian, dan tanggung jawab. Ini moral dan kebenaran seorang geisha. Hal ini tampak pada kutipan sebagai berikut.

  (2) Saya berani menyatakan keyakinan saya, bahwa saya sudah mahir untuk nyanyian liris yang pendek dan nyanyian liris umum, sebab ketika saya memainkan itu, saya lihat wajah Kotaro Takamura begitu puas, sementara Yoko hanya dingin saja (Sylado, 2003: 33).

  Kemajuan Keke lebih pesat dibandingkan murid yang lain. Hal itu membuatnya terlihat percaya diri. Ia merasa unggul dari teman-temannya. Kutipan (2) dapat disebut gejala narsisme. Dinamika kepribadian itu dapat terjadi karena pengalaman masa kecil yang tak disadari. Jarak umur Keke dangan saudara- saudaranya terpaut jauh sehingga Keke tampak percaya diri dan tidak mau mengalah. Gejala narsisme itu dapat muncul kembali ketika Keke merasa sebagai murid paling pintar. Keke ingin menunjukkan bahwa dirinya pantas diperlakukan istimewa. Kemampuan Keke membuat Yoko merasa iri hati. Yoko selalu mencari cara untuk menjatuhkan Keke di hadapan Kotaro. Keke menjadi marah dan ego- nya mengikuti id untuk menyerang Yoko. Ia tidak memperdulikan superego-nya yang mengharuskan seorang murid menghormati gurunya. Terlihat pada kutipan sebagai berikut.