Pengaruh pengalaman anak terhadap pengetahuannya : studi kasus tentang pengetahuan anak mengenai Gunung Merapi berkaitan dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta - USD Repository
Mer JURU P Stud rapi Berka Bul
USAN PEND FA PENGARU di Kasus T aitan Den lan Oktob Diajukan Memp Pro C PROGRA DIDIKAN M AKULTAS K UNIV UH PENG PENGET Tentang Pe gan Perist ber Dan No S untuk Mem peroleh Gela ogram Studi O Christina R NIM: AM STUDI MATEMAT KEGURUAN
VERSITAS GALAMA TAHUAN engetahua tiwa Mele ovember 2
kripsi
menuhi Sala ar Sarjana P i Pendidika
Oleh :
Rita Siwi Ha 051424013I PENDIDIK TIKA DAN I N DAN ILM SANATA D AN ANAK NNYA an Anak M tusnya Gu 2010 Di Yo ah Satu Sya Pendidikan n Fisika astuti KAN FISIK
ILMU PEN MU PENDID DHARMA TERHAD Mengenai G unung Me ogyakarta rat KA NGETAHUA DIKAN DAP Gunung erapi Pada a
AN ALAM a
Mer JURU P Stud rapi Berka Bul
USAN PEND FA PENGARU di Kasus T aitan Den lan Oktob Diajukan Memp Pro C PROGRA DIDIKAN M AKULTAS K UNIV UH PENG PENGET Tentang Pe gan Perist ber Dan No S untuk Mem peroleh Gela ogram Studi O Christina R NIM: AM STUDI MATEMAT KEGURUAN
VERSITAS GALAMA TAHUAN engetahua tiwa Mele ovember 2
kripsi
menuhi Sala ar Sarjana P i Pendidika
Oleh :
Rita Siwi Ha 051424013I PENDIDIK TIKA DAN I N DAN ILM SANATA D AN ANAK NNYA an Anak M tusnya Gu 2010 Di Yo ah Satu Sya Pendidikan n Fisika astuti KAN FISIK
ILMU PEN MU PENDID DHARMA TERHAD Mengenai G unung Me ogyakarta rat KA NGETAHUA DIKAN DAP Gunung erapi Pada a
AN ALAM a
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Christina Rita Siwi Hastuti. 2011. “Pengaruh Pengalaman Anak Terhadap
Pengetahuannya Studi Kasus Tentang Pengetahuan Anak Mengenai Gunung
Merapi Berkaitan dengan Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi pada Bulan
Oktober dan November 2010 di Yogyakarta ”. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengalaman anak terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi pengetahuannya tentang Gunung Merapi dan sejauh mana pengetahuan anak tentang Gunung Merapi mempengaruhi sikapnya.
Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif, yang melakukan pengumpulan data dalam bentuk transkrip interview kemudian dianalisis dengan cara pentabulasian data berdasarkan aspek yang diteliti.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 di tiga dusun di kabupaten Sleman, Yogyakarta dan dua dusun di kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pengalaman anak tentang peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi pengetahuan anak tentang
Gunung Merapi. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti menemukan hubungan antara pengetahuan anak tentang peristiwa Gunung Merapi meletus dengan sikapnya terhadap Gunung Merapi dan peristiwa meletusnya Gunung Merapi.
ABSTRACT
Christina Rita Siwi Hastuti. 2011. " The Influence of Children’s
Experiences Toward Their Knowledge. A Case Study of Children's Knowledge
About Merapi Mountain Related To Merapi Mountain Eruption Event In October
and November 2010 In Yogyakarta" . A thesis. Physics Education Study Program,
Department of Mathematics and Natural Sciences Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University in Yogyakarta.
This study aims to determine whether the children experience related to the eruption of Merapi Mount influencing knowledge of and extent to which the children knowledge about Merapi Mount affect of children attitude. This study is a qualitative research, conducting data collection in the form of interview transcripts were then analyzed by tabulating the data based on the aspects studied.
The research was conducted in December 2010 in three hamlets in the district of Sleman, Yogyakarta and two hamlets in the district of Bantul, Yogyakarta.
The result from this research was showed that children experience about eruption of Merapi Mount affecting the children knowledge of Merapi Mount. Moreover, researcher found a relationship between the children knowledge about the Merapi Mount eruption with their attitude toward the events of the eruption of Merapi Mount and Merapi Mount.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga atas karunia dan berkat yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika
Perjuangan untuk mencapai keberhasilan memang terasa berat. Sering kali rasa malas dan putus asa muncul dalam diri penulis. Namun dengan niat dan semangat ingin meraih masa depan telah mendorong penulis untuk tetap berusaha. Keberhasilan ini dapat diraih tak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Bapak Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed.,Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar dan mendorong untuk tetap berusaha mengerjakan skripsi ini hingga akhirnya selesai dengan baik.
2. Drs. Aufridus Atmadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang memberikan waktu terbaik untuk kami.
3. Bapak R. Rohandi, Ph. D. Selaku dosen penguji atas masukan berharga yang telah diberikan.
4. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku dosen penguji atas masukan berharga yang telah diberikan.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Universitas Sanata Dharma khususnya Dosen dan Karyawan Program Studi Pendidikan Fisika atas bimbingan,
6. Orang tuaku tercinta Bapak Yohanes Siswanto dan Ibu Theresia Sumilah atas cinta dan doa yang tiada henti, nasehat, kesabaran, semangat serta dorongan yang terus diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kakakku Fransisca Rina Rahwanti dan Richardus Sidik Pramono yang terus menerus memberi semangat dan nasehat.
8. Paulus Cipta Kesuma Adi yang tiada henti memberi semangat dan mengingatkan target penyelesaian skripsi ini. “trust me!! I can do it..”
9. Sahabat-sahabatku di Pendidikan Fisika 2005 dan Pendidikan Matematika 2005: Veronika Suci Anggraeni, S.Pd., Nita Krisnandari, S.Pd., Cicilia Widyanita Radiasari, S.Pd., Florentina Supraptiningsih, S.Pd., Eni Windyastuti, S.Pd., L. Kartika Dhiny M., Florentia Yosinta, S.Pd., Robertus Kristian Era P., Irene Mustikaningtyas, S.Pd., Albertus Wahyu Suwido, S.Pd., Agatha Ferry Wahyu Susanti, S.Pd., Fransisca Sri Puji Astuti, S.Pd., Nuning Pudyastuti, S.Pd., Ika Fitriana, S.Pd., Khusnul Khotimah, S.Pd., Melly Fransisca, S.Pd., Maria Kadarsih, S.Pd., Cicilia Maya Sari Dewi, S.Pd., Nori Wibowo, SPd., Wisnu Heriyanto, Angelina Dwi Irawanti, S.Pd., Dinar Arta Situmorang, Helena Koralisa, Arun, Fr.
Ramba Agus, Julius Vega, Antonius Tatak H. K, S.Pd., Christina Purnamasari, S.Pd., Kristina Candraningsih, S.Pd., atas semangat, kasih sayang, persahabatan dan kebersamaan kita selama ini. Kalian adalah semangat terbesarku……
10. Theresia Elvira, Mba Yanti, Mba Rini, Puji, Dyah, Devi, Riris, Ketrin atas
11. Keluarga besar (ex) Genta Rakyat dan keluarga besar Mahagenta Khatulistiwa atas cinta dan kebersamaan yang memotivasiku untuk terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-temanku: Yuli Kristanto, Mas Bowo, Mas Ari, Mei, Krisdian, Okta, Mba Wahyu atas dorongan dan semangat untuk tidak menyerah dalam mengerjakan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................. vi ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Dasar Teori ........................................................................................ 3 C. Rumusan Masalah ............................................................................. 64 D. Pembatasan Masalah ......................................................................... 64 E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 65
BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................. 67 B. Subjek Penelitian ............................................................................... 67 C. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 68 D. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 68 E. Instrument Penelitian ........................................................................ 69 F. Metode Analisis Data ........................................................................ 75 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN, DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 77 B. Deskripsi Data ................................................................................... 78 C. Analisis Data ..................................................................................... 79 D. Pembahasan ...................................................................................... 82 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ....................................................................................... 111 B. Saran ................................................................................................. 111 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 113 LAMPIRAN ........................................................................................................ 116
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Tingkat Isyarat Gunung Berapi di Indonesia .................................... 49 Table 2 : Instrument Penelitian ....................................................................... 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Diagram Taksonomi Bloom .......................................................... 17 Gambar 2 : Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan.................................. 32 Gambar 3 : Gunung Berapi Meletus ................................................................ 46 Gambar 4 : Puncak Gunung Merapi pada Tahun 1930 .................................... 55 Gambar 5. Kronologi Awan Panas Merapi 26 Oktober 2010 .......................... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Data Tahap Tabulasi Aspek yang Diteliti ..................... 116 Lampiran 2. Analisis Data Berdasar Jumlah Termin/
Kosa Kata yang Diungkapkan Responden ................................. 185
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam gejala terbentuknya pengetahuan manusia, ada dua hal yang
paling penting, yaitu subjek dan objek. Subjek adalah pengenal atau
manusianya, sedangkan objek adalah sesuatu yang dikenal. Kedua hal tersebut
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena untuk dapat terbentuknya pengetahuan, keduanya harus ada. Pengetahuan bukanlah barang yang bisa ditransfer begitu saja. Pembentukan pengetahuan terjadi melalui proses penginterpretasian dan pengkonstruksian oleh manusia melaluipengalamannya. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh filsuf empirisme John
Locke, bahwa semua konsep atau ide yang mengungkapkan pengetahuan manusia, sesungguhnya berasal dari pengalaman manusia. Menurut kaum empirisme, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan panca indera. Maka, sumberpengetahuan adalah pengalaman dan pengamatan panca indera tersebut yang
memberi data dan fakta bagi pengetahuan kita (Keraf, A. Sonny dan Michael
Dua, 2001:49).Manusia dapat membangun pengetahuan mereka melalui obyek, fenomena, dan pengalaman dalam lingkungan mereka. Manusia menganggap bahwa pengetahuan merupakan gambaran atau ungkapan tentang kenyataan dunia nyata yang dianggap sebagai kumpulan fakta. Sedangkan dalam teori konstruktivisme pengetahuan dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah (Suparno, 1997:18).
Pada bulan Oktober dan November 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta terjadi bencana letusan Gunung Merapi yang cukup besar dan berdampak buruk bagi daerah Yogyakarta khususnya daerah kabupaten Sleman. Baik anak-anak maupun orang dewasa yang tinggal di kawasan rawan bencara Merapi banyak yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengungsi saat bencana terjadi. Peristiwa Gunung Merapi meletus adalah bagian dari peristiwa alam yang tak dapat diramalkan waktu kejadiannya.
Peristiwa alam adalah salah satu topik mata pelajaran Sekolah Dasar yang diberikan di kelas lima. Berawal dari peristiwa tersebut, peneliti yang juga sebagai salah satu warga yang tinggal di kawasan rawan bahaya Merapi, ingin mengangkat ide dari peristiwa tersebut sebagai bahan penelitian ini.
Piaget berpendapat bahwa anak pada usia sekolah dasar memiliki daya pikir yang mulai berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal), yang disebut sebagai masa operasi konkret, yaitu masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata). Tahap ini termasuk dalam tahap perkembangan kognitif manusia pra-operasional yaitu pada usia 7-11 tahun, yaitu dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda- benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Oleh karena itu, dalam tahun yang duduk di bangku kelas 5 yang tinggal di Yogyakarta. Dengan adanya peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 yang dialami sebagian besar masyarakat di Yogyakarta dan Jawa Tengah, penelitian ini ingin mengetahui pengetahuan siswa yang tinggal di Yogyakarta tentang gunung berapi khususnya terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi.
Berdasarkan latar belakang yang terurai tersebut, maka penulis memilih judul “PENGARUH PENGALAMAN ANAK TERHADAP
PENGETAHUANNYA (Studi Kasus Tentang Pengetahuan Anak Mengenai Gunung Berapi Berkaitan dengan Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi Pada Bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta)”.
A. Dasar Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian, segala sesuatu yang berkenaan dengan hal (mata pelajaran).
A. Sonny Keraf dan Michael Dua (2001: 26) mengemukan pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, karena pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia tanpa perlu berarti telah dibakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga mencakup praktik atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibakukan secara matematis dan metodis. Filsafat pengetahuan terutama berkaitan dengan upaya mengkaji segala sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan manusia pada umumnya, terutama menyangkut gejala pengetahuan dan sumber pengetahuan manusia.
Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya (von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Matthew, 1994; Piaget, 1971, dalam Suparno, 2007:8).
Bila yang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang (Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 2007:8). Setiap pengetahuan mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan pengalaman, seorang anak tidak dapat mengkonstrukdi gambaran korespondensi satu-satu dalam matematika untuk memahami pengertian akan bilangan (Piaget, 1971 dalam Suparno, 2001: 119). Orang membentuk pengetahuannya pertama- dan merasakan, orang membentuk pengetahuan tentang sesuatu hal. Di sini siswa harus aktif mengkonstruksi untuk dapat mengetahui sesuatu. Tanpa keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak akan mengerti apa-apa. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang sudah jadi dan tak terubahkan.
Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap, dan sempurna.
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Sedangkan menurut Poejawijatna pengetahuan akan membuat seseorang mampu mengambil keputusan. Jadi pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu sehingga seseorang mampu mengambil keputusan. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden Wawancara atau interview adalah semacam kuestioner lisan, suatu dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Suparno, 2007 : 62). Dalam pelaksanaannya, wawancara dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) wawancara bebas, adalah wawancara yang mengajukan pertanyaan apa saja yang diperlukan secara bebas, (2) wawancara terpimpin, adalah wawancara yang menggunakan adalah kombinasi dari wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Wawancara dapat dilakukan dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan responden atau tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket berupa formulir yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang untuk mendapatkan keterangan.
b. Macam-Macam Pengetahuan
Menurut
A. Sonny Keraf dan Michael Dua (2001: 33), pengetahuan dibedakan menjadi tiga menurut polanya, yaitu:
1. Pengetahuan / Tahu Bahwa “Pengetahuan bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi tertentu; tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam. Pengetahuan ini berkaitan dengan keberhasilan dalam mengumpulkan informasi atau data tertentu. Maka, kekuatan pengetahuan ini adalah informasi atau data yang dimilikinya.
2. Pengetahuan / Tahu Bagaimana Pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu.
Ini dikenal sebagai know how. Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian atau kemahiran teknis dalam
3. Pengetahuan / Tahu Akan / Mengenai Jenis “pengetahuan / tahu akan” adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribasi. Unsure yang paling penting dalam pengetahuan jenis ini adalah pengenalan dan pengalaman pribadi secara langsung dengan objeknya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pengetahuan langsung yang bersifat personal. Ciri pengetahuan ini adalah sebagai berikut.
a. Memiliki tingkat objektivitas dan subjektivitas yang cukup tinggi, karena pengetahuan ini didasarkan pada pengenalan pribadi yang langsung dengan objek dan pengalaman langsung secara pribadi. Dalam mengenal dan menangkap objek apa adanya si subjek menyertakan seluruh sejarah pribadinya, seluruh cara pandangnya, seluruh minatnya, seluruh sikap batinnya, dan seterusnya. Ini berarti, apa yang dikenal atau diketahui pada objek sangat diwarnai dan ditentukan oleh si subjek. Oleh karena itu, bisa saja objek yang sama dikenal dua subjek secara berbeda.
b. Subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena pengenalan dan pengalaman pribadi yang bersifat langsung dengan objek. Ada keterlibatan pribadi, dan karena itu subjek mampu memberi penilaian, gambaran, pernyataan yang leih mendalam tentang objek tersebut. c. Bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan barang atau objek khusus. Artinya, pengetahuan ini terutama terbatas pada objek yang dikenal secara langsung dan personal dan bukan menyangkut objek serupa lainnya. Pada tingkat tertentu memang ada proses generalisai, namun “pengetahuan akan” selalu berkaitan dengan objek khusus yang dikenal secara pribadi.
4. Pengetahuan / Tahu Mengapa Pengetahuan ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam dan sekaligus juga merupakan pengetahuan ilmiah. “Pengetahuan / tahu mengapa” tidak hanya puas dan berhenti dengan informasi yang ada, namun subjek justru melangkah lebih jauh lagi untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Dalam hal ini, akal budi manusia berperan penting melakukan refleksi, mengajukan system, atau analogi yang memungkinkan kita mengkaitkan dan menyusun berbagai data yang mungkin kelihatan berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan yang mengagumkan.
Menurut seorang ahli psikologi pendidikan Amerika berasal dari
Chicago University yang bernama Benjamin Samuel Bloom, ranah kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Bloom bersama kawan- kawannya mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan-tujuan pendidikan, suatu proses yang disebut analisis tugas. System ini disebutnya taksonomi tujuan pendidikan (taxonomy of education
objectives ). System ini meliputi dua kategori luas, yakni (1) pengetahuan
dan (2) abilitas intelektual dan keterampilan yang meliputi enam kelas tingkah laku (Hamalik, Oemar. 2007: 78). Selanjutnya, taxonomy of
education objectives yang meliputi kategori pengetahuan tersebut sudah
mengalami tahap revisi yang pada mulanya berbentuk kata benda (noun), direvisi menjadi bentuk kata kerja (verb). Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru memiliki jumlah dan jenis proses kognitif yang sama seperti dalam taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori sintesis kini dinamai membuat (create). Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah. Tingkat pengetahuan berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi tersebut (Masbudi. Tanpa tahun), yaitu :
1. Mengingat (remembering) Remembering atau mengingat adalah menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Bisa juga dikatakan bahwa mengingat berkenaan dengan recall (memanggil) memori yang telah diterima. Dalam tingkat ini anak diharapkan untuk menyebutkan kembali atau mengafal saja, sehingga mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif, yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
a. Mengenali (recognizing), yaitu mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yangtersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru.Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi (identifying).
b. Mengingat (recalling), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini sering kali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving).
2. Memahami (Understanding) Memahami yaitu mengkonstruksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
a. Menafsirkan (interpreting), yaitu mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari kata- kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi (clarifying), memparafrase ( paraphrasing ), menerjemahkan (translating), danmenyajikan kembali (representing).
b. Memberikan contoh (exemplifying), yaitu memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh.
Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi (illustrating ) dan mencontohkan (instantiating). c. Mengkelasifikasikan (classifying), yaitu mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising).
d. Meringkas (summarising), yaitu membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).
e. Menarik inferensi (inferring), yaitu menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).
f. Membandingkan (comparing), yaitu mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi.
Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur- unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).
g. Menjelaskan (explaining), yaitu mengkonstruksi dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).
3. Mengaplikasikan (applying)
Applying diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Dalam tingkat aplikasi, anak / siswa dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam situasi yang baru baginya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).
a. Menjalankan (executing), yaitu menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula.
Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out). b. Mengimplementasikan (implementing), yaitu memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).
4. Menganalisis (analysing)
Analyzing adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
a. Membedakan (differentiating), yaitu membedakan bagian-bagian yang tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial.
Namun apabila yang diminta adalah membandingkan hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).
b. Mengorganisir (organizing), yaitu mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.
c. Menemukan pesan tersirat (attributting), yaitu menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.
5. Mengevaluasi (evaluation / judge) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini,yaitu memeriksa a. Memeriksa (Checking), yaitu menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan criteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut).
b. Mengritik (Critiquing), yaitu menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya,berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai
6. Membuat (create) Membuat berarti menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).
a. Membuat (generating), yaitu menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut.
b. Merencanakan (planning), yaitu merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
c. Memproduksi (producing), yaitu membuat suatu rancangan atau
Secara keseluruhan, Taksonomi Bloom yang telah direvisi mulai dari tingkat kognitif tinggi ke tingkat kognitif rendah dapat dilihat dalam diagram berikut.
Gambar 1. Diagram Taksonomi Bloom
( http://meandmylaptop.weebly.com/2/post/2011/04/blooms-taxonomy.html ) Menurut Nasution, tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu
a. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka remaja makin mudah menerima informasi.
b. Informasi Remaja yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan remaja tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi dan sebagainya.
c. Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut.
d. Pengalaman Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan lebih jauh lebih luas.
e. Sosial Ekonomi Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya
(misalnya sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.
f. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden.
Menurut Piaget, pengetahuan dibedakan menjadi tiga macam (Piaget, 1971 dalam Suparno, 2001:119), yaitu:
1. Pengetahuan Fisis Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain (Piaget, 1970, 1971; Althouse, 1988; Wadsworth, 1989 dalam Suparno, 2001:119). Anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.
2. Pengetahuan Matematis-Logis Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu (Piaget, 1970; Gallagher & Reid, 1981 dalam Suparno, 2001: 120). Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi, atau penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang hanya bila anak bertindak terhadap objek itu. Akan tetapi, peran tindakan dan objek itu berbeda. Anak itu membentuk objek itu sendiri seperti pengetahuan fisis. Menurut Piaget, pengetahuan ini tidak dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang berbicara, tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek.
3. Pengetahuan Sosial Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama. Contoh pengetahuan ini adalah aturan, hokum, moral, nilai, system bahasa, dan lain-lain. Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu dan dapat berbeda dari kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain.
Waktu anak berinteraksi dengan orang lain, kesempatan untukmembangun pengetahuan sosial dikembangkan (Althouse, 1988; Wadsworth, 1989 dalam Suparno, 2001:121).
d. Sumber Pengetahuan
Bagaimanakah pengetahuan bisa dicapai oleh seseorang? Hal
pertama yang bisa kita pahami adalah pengalaman. Pengalaman menjadi salah satu hal yang menjadi sumber sebuah pengetahuan. Pengalaman dipahami sebagai keseluruhan peristiwa yang dialami manusia di dalam hidupnya yang terkait dengan perjumpaan dan segala yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan sesama, alam, diri sendiri, lingkungan
54). Sedangkan menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas, pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan
Dua aliran pemikiran dalam sejarah filsafat, yaitu rasionalisme dan empirisme (Keraf, A. Sonny dan Michael Dua, 2001) juga turut andil
dalam perdebatan mengenai sumber pengetahuan .
1. Rasionalisme Pandangan rasionalisme mengungkapkan bahwa hanya dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal budi saja kita sampai pada pengetahuan yang sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya adalah akal budi manusia. Akal budi manusia yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu. Plato dan Rene Descartes adalah tokoh penting dalam paham ini. Plato dapat disebut sebagai tokoh pemikir rasionalis pertama. Plato menyebutkan, satu-satunya pengetahuan sejati adalah apa yang disebutnya episteme, yaitu pengetahuan tunggal dan tak berubah, sesuai dengan ide-ide abadi. Pengetahuan bagi Plato adalah hasil ingatan yang melekat pada manusia. Pengetahuan adalah kumpulan ingatan terpendam dalam benak manusia. Dengan demikian, untuk mengetahui sesuatu, untuk mnyelidiki sesuatu, dan berarti untuk sampai pada pengetahuan sejati,
Sedangkan Descartes menganggap serius anjuran kaum skeptic supaya kita perlu meragukan semua keyakinan dan pengetahuan kita, bahkan kita perlu meragukan apa saja. Sasaran utama dari Descartes adalah bagaimana kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti benar.
Menurutnya, kita perlu meragukan segala sesuatu sampai kita mempunyai ide yang jelas dan tepat (clara et distincta). Dengan kata lain, Descartes menghendaki agar kita tetap meragukan untuk sementara waktu apa saja yang tidak bisa dilihat dengan terang akal budi sebagai yang pasti benar dan tidak diragukan lagi.
2. Empirisme Empirisme adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber satu-satunya bagi pengetahuan manusia adalah pengalaman. Hal yang paling pokok untuk bisa sampai pada pengetahuan yang benar, menurut kaum empiris adalah data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera kita. Dengan kata lain, satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan panca indera.
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang terjadi melalui dan berkat panca indera. Pengalaman semacam ini berkaitan dengan data yang ditangkap melalui panca indera, khususnya yang besifat spontan dan langsung.
Panca indera memainkan peranan terpenting dibandingkan akal budi karena : pertama, semua proposisi yang kita ucapkan merupakan Kedua, kita tidak bisa punya konsep atau ide apa pun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman.
Ketiga, akal budi hanua berfungsi kalau punya acuan ke realitas atau pengalaman. Dengan demikian bagi kaum empiris, akal budi hanya mengkombinasikan pengalaman inderawi untuk sampai pada pengetahuan. maka, tanpa pengalaman indrawi tidak ada pengetahuan apa-apa.
John Locke dan David Hume adalah contoh tokoh pemikir empiris. Menurut Locke, semua konsep atau ide yang mengungkapkan pengetahuan manusia, sesungguhnya berasal dari pengalaman manusia.
Konsep atau ide-ide ini diperoleh dari panca indera atau dari refleksi atas apa yang diberikan oleh panca indera. Sebelum kita menangkap sesuatu dengan panca indera kita, akal budi kita berada dalam keadaan kosong. Sebelum ada informasi dari panca indera, akal budi kita mirip dengan kertas yang belum ditulisi apa-apa. Akal budi kita hanya bisa mengetahui sesuatu karena mendapat informasi yang diperoleh melalui panca indera.
Sedangkan David Hume memiliki pendapat yang sedikit berbeda dari Locke. Menurut Hume, pemahaman manusia dipengaruhi oleh sejumlah kepastian dasar tertentu – mengenai dunia eksternal, mengenai masa depan, mengenai sebab – dan bahwa kepastian-kepastian ini merupakan bagian dari naluri alamiah manusia, yang tidak dihasilkan Dengan kata lain, melalui naluri alamiah manusia, manusia bisa mencapai kepastian-kepastian yang memungkinkan pengetahuan manusia. Menurut Hume, ada dua proses mental manusia, yaitu kesan (impresi) dan pemikiran. Impresi merupakan semua macam penerapan panca indera yang lebih hidup dan sifatnya langsung. Sedangkan pemikiran atau ide yang kurang hidup dan kurang langsung sifatnya. Dari impresi muncul ide-ide sederhana yang berkaitan dengan objek yang kita tangkap melalui panca indera, selanjutnya akal budi manusia melahirkan ide-ide majemuk tentang hal-hal yang tidak bisa kita tangkap melalui panca indera. Walaupun ide-ide tersebut lepas dan berbeda satu sama lain, namun setelah diolah oleh akal budi manusia akan melahirkan keterkaitan satu sama lain.
Keterkaitan tersebut dicapai dengan menggunakan prinsip hokum Hume, yaitu (1) prinsip kemiripan; yang berarti ide tentang suatu objek cenderung melahirkan dalam akal budi kita objek lainnya yang serupa atau mirip. Dengan prinsip ini kita lalu mampu membuat klasifikasi, yang memungkinkan banyak ide yang serupa atau yang mirip bisa dikelompokkan menjadi satu; (2) prinsip kontinuitas dalam tempat dan waktu, yaitu kecenderungan akal budi untuk mengingat hal lain yang punya kaitan dengan hal atau peristiwa lainnya; (3) prinsip sebab dan akibat, yaitu ide yang satu memunculkan ide yang lain tentang sebab atau akibat dari hal atau peristiwa tersebut. Dengan ketiga prinsip tidak mengenal adanya ide-ide bawaan sejak lahir, namun akal budi sudah punya kecenderungan bawaan sejak lahir untuk mengolah dan menyusun ide-ide yang timbul melalui penyerapan panca indera sesuai dengan ketiga prinsip tersebut di atas.
Hal-hal penting yang menyangkut pandangan kaum empiris ini yaitu, pertama : kaum empirisis mengakui bahwa persepsi atau proses penginderaan sampai tingkat tertentu tidak dapat diragukan (indubitable). Bagi Hume dan kaum empiris lainnya, persepsi tidak bisa diragukan. Yang keliru adalah daya nalar manusia dalam menangkap dan memutuskan apa yang ditangkap oleh panca indera itu. Kedua : empirisme hanyalah sebuah tesis tentang pengetahuan empiris, yaitu pengetahuan tentang dunia yang berkaitan dengan pengalaman manusia. Empirisis tidak bermaksud menyangkut pula pengetahuan apriori semacam alat ukur dan matematika. Kaum empirisis mengakui bahwa ada pengetahuan tertentu yang tidak diperoleh melalui pengalaman inderawi. Ketiga : karena lebih menekankan pada pengalaman sebagai sumber pengetahuan manusia, kaum empirisis jadinya lebih menekankan metode pengetahuan induktif, yaitu cara kerja ilmu-ilmu empiris yang mendasarkan diri pada pengamatan, eksperimen untuk bisa sampai pada pengetahuan yang umum tak terbantahkan. Oleh karena itu, pengetahuan yang ditekankan kaum empirisis adalah pengetahuan aposteriori. Pengetahuan aposteriori (istilah aposteriori berarti “dari apa yang sesudahnya”) adalah pengetahuan yang kebenarannya hanya bisa merujuk pada pengalaman tertentu.
Terkait dengan rumusan Reza A. A Wattimena dan kaum empiris yang menyatakan bahwa pengalaman adalah sumber dari pengetahuan, dalam penelitian ini pengalaman itu dibedakan menjadi dua, yaitu pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung.