NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR‟AN (TELAAH SURAT „ABASA AYAT 1-10) SKRIPSI

  NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL- QUR‟AN (TELAAH SURAT „ABASA AYAT 1-10) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Oleh: Sri Widayati NIM 11112150 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

  

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-

QUR‟AN

  

(TELAAH SURAT „ABASA AYAT 1-10)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

  

Oleh:

Sri Widayati

NIM 11112150

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

  

MOTTO

            

   

  

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangannya)

hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Qur‟an surat al-ahzab: 21).

  PERSEMBAHAN Untuk orang tuaku, adik-adikku, Keluargaku, dosen-dosenserta guru-guruku

  Teman-teman seperjuanganku, sahabat-sahabatku, Dan teman spesialku yang selalu setia “menemaniku.”

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Skripsi yang berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL- QUR‟AN (Telaah Surat „Abasa Ayat 1-10),” membahas tentang nilai pendidikan akhlak dalam al-

  Qur‟an, lebih khususnya nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat „Abasa ayat 1-10.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terimakasih kepada mereka yang memiliki andil besar atas terselesaikannya skripsi ini:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Bapak Suwardi, M. Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

  IAIN Salatiga 3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4.

  Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  5. Ibu Dra.Ulfah Susilowati,M.SI selaku dosen pembimbing akademik 6.

  Bapak / Ibu dosen beserta karyawan IAIN Salatiga .

  

ABSTRAK

  Widayati, Sri. 2016. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-

  Qur‟an (Telaah Surat „Abasa Ayat 1-10). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. Kata Kunci: Nilai, Pendidikan Akhlak, al-

  Qur‟an Problematika rendahnya akhlak yang berarah pada kehancuran bangsa ini. Sehingga untuk menyelamatkan bangsa seluruh masyarakat, orang tua, pendidik harus membiasakan anak dengan akhlak yang baik agar tercipta generasi yang berakhlak mulia. Kembali kepada ajaran al-

  Qur‟an dan as-Sunnah merupakan solusi yang tepat dalam menyelesaikan krisis akhlak. Penelitian yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur‟an (Telaah Surat „Abasa Ayat 1- 10)” ini, bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan: 1. Bagaimana konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Islam? 2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam al- Qur‟an surat „Abasaayat 1-10.

  Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, atau bahan-bahan bacaan untuk mencari pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang pendidikan akhlak. Kemudian dianalisis untuk mencapai tujuan. Metode analisis data yang penulis gunakan adalah analisis

  mawdhu‟i dan analisis semantik.

  Berdasarkan telaah dari literature maka hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Islam meliputi nilai, macam-macam nilai, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak dan sumber pendidikan akhlak. 2. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat „Abasa ayat 1-10, antara lain: memberikan penghargaan yang sama, tidak berfikir negatif terhadap orang lain dan bersikap cermat dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... iii PENGESAHAN .................................................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

  B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

  C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5

  D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5 E. Metode Penelitian ..........................................................................

  6 F. Penegasan Istilah ............................................................................ 8

  G. Sistematika Penulisan .................................................................... 11

  BAB II LANDASAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ........ 12 A. Nilai ............................................................................................... 12

  1. Pengertian Nilai ........................................................................ 12

  2. Macam-macam Nilai ................................................................. 13

  1. Pengertian Pendidikan Akhlak .................................................. 13

  2. Tujuan Pendidikan Akhlak ....................................................... 16

  3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .......................................... 17

  4 Sumber Pendidikan Akhlak ...................................................... 27

  BAB III ASBĀBUN NUZŪL, POKOK-POKOK ISI SURAT „ABASA, MUNĀSABAH DAN TAFSIR QUR‟AN SURAT „ABASA AYAT 1-10 ........................................................................... 28

  A. Asbâbun Nuz ūl QS. „Abasa Ayat 1-10 .......................................... 28

  B. Pokok- pokok Isi Surat „Abasa Ayat ............................................. 31 C. Munâ sabah QS. „Abasa Ayat 1-10 ................................................ 32 D. Pandangan Mufasir dan Penafsiran Tentang al-

  Qur‟an Surat „Abasa Ayat 1-10 ........................................................................... 35

  BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM QS. „ABASA AYAT 1-10 ................................................................. 51 A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak ....................................................... 51 B. Aplikasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kehidupan Sehari-hari ...................................................................................... 59 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 64 A. Kesimpulan ................................................................................... 64 B. Saran-saran .................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup Lampiran II : Lembar Konsultasi Lampiran III : Daftar Nilai SKK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam adalah agama yang mengandung jalan hidup manusia

  yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, baik dunia maupun akhirat kelak.

  Sumber agama Islam adalah al- Qur‟an dan al-Hadits. Allah telah memberikan pegangan dan pedoman kepada setiap hamba-Nya dalam menjalankan kehidupannya, agar nantinya dapat menjalankan kehidupannya dengan baik serta tidak menyimpang dari tatanan syari‟ah. Pegangan tersebut adalah al- Qur‟an. Fungsi al-Qur‟an diturunkan adalah sebagai pokok ajaran Islam, yang mendasari ajaran-ajaran hukum, dan peraturan bagi umat manusia (Budihardjo, 2012: 13). Dasarnya antara lain terdapat pada Q.S. an-Nis

  ā‟/4: 105 yang berbunyi:

  

            

    “Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat ”.(QS. an-Nisā‟: 105)

  Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa kehidupannya dengan baik, karena didalamnya mengandung panduan, aqidah, hukum, kisah, petunjuk, ibadah serja janji dan ancaman. Semua petunjuk yang terkandung di dalam al- qur‟an menuntun manusia untuk berakhlak mulia, dan seluruh kandungan dalam al-

  Qur‟an berisi petunjuk dari Allah. Allah Swt berfirman:

         “(al-Qur‟an) ini adalah penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa

  ”(Ali Imrān: 138). Petunjuk yang diberikan kepada setiap manusia itu berupa akal, kecerdasan dan pengetahuan untuk dikembangkan dan juga petunjuk atau hidayah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Untuk mencapai hal tersebut, maka manusia salah satunya yaitu harus memperhatikan pendidikan akhlak. Hal itu karena akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu juga masyarakat, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang (hafidz dan Kastolani, 2009: 107). Allah telah menjadikan contoh akhlak yang luhur dalam al- Qur‟an dan mengajak kaum muslimin untuk menyerupai nilai-nilai dalam al- Qur‟an tersebut. Selain itu, Islam juga menjadikan Rasulullah sebagai sumber teladan yang baik dalam akhlak, sebagaimana firman Allah:

  

            

     “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu, bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan

kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (al-Ahzāb: 21).

  Selain terdapat dalam al- Qur‟an, juga dalam hadits Rasulullah:

  “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik ”.

  Melihat firman-firman Allah dan hadits Rasulullah tersebut, kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk meneladani Rasulullah SAW karena seluruh umat Islam pastilah tahu bahwa Rasulullah adalah diutus kepada umat manusia untuk menyempurnakan akhlak. Pada prinsipnya akhlak itu mengatur pola tingkah laku manusia melalui dua cara yaitu hablumminallah, hubungan manusia dengan Allah dan hablumminannas hubungan manusia dengan sesama manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat terpisahkan dari manusia lain, pastinya juga tidak dapat terpisahkan dari interaksi atau hubungan, yang mana dari hubungan-hubungan tersebut membutuhkan akhlak agar tetap terjaga keharmonisannya.

  Anak didik di dalam pendidikan dibina dan dikembangkan dengan usaha-usaha agar bisa meneruskan kehidupan bangsa yang maju dan berpendidikan serta bermoral, dan berbudi pekerti yang baik. Pendidikan merupakan suatu sistem yang menetapkan pengaruh adanya efektifitas dari akal dan akhlak. Pendidikan akhlak memiliki tujuan utama yaitu agar manusia senantiasa berada dalam kebenaran dan di jalan yang lurus, jalan yang telah ditetapkan oleh Allah.

  Namun, di zaman yang semakin maju sekarang ini mengalami kemerosotan kualitas akhlak. Seperti contohnya di masyarakat, banyak anak- anak yang berani membantah kepada yang lebih tua atau bahkan kepada orang tuanya sendiri, jangkar atau memanggil nama tanpa sebutan pak, mas, bu, dll.Bahkan sama sekali tidak memiliki tata krama dalam pergaulan. Di media cetak atau televisi, sering kita jumpai berita mengenai pembunuhan anak oleh orang tuanya sendiri.

  Kaitannya dengan permasalahan tersebut terutama di dalam dunia pendidikan maka perlu kita perhatikan pendidikan akhlak agar manusia setidaknya dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Atas dasar beberapa realita di atasmenjadikan alasan dan mendorong penulis untuk menyusun skripsi dengan judul

  “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-

QUR‟AN (Telaah Surat „Abasa Ayat 1-10)”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Islam? 2.

  Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an surat „Abasa

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Islam.

  2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an surat „Abasa ayat 1-10.

D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

  1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembaca di dunia pendidikan dan khususnya terutama mengenai konsep pendidikan akhlak dalam al-

  Qur‟an dan nilai- nilai pendidikan akhlak yang terkandung d i dalam surat „Abasa ayat 1- 10.

  2. Manfaat Praktis Dapat memberi masukan kepada pendidik, pemikir di masa mendatang, atau pun seluruh manusia dalam mensosialisasikan pendidikan akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Dan juga, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari nila-nilai pendidikan akhlak dalam surat „Abasa ayat 1-10 secara komprehensif dan

E. Metode Penelitian 1.

  Metode Pengumpulan Data Penulisan penelitian ini, data-data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas akan dilakukan dengan jalan Library Research

  (penelitian kepustakaan) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka (Zed, 2004: 3). Hal ini dilakukan dengan jalan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  a. Sumber Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2009: 91). Sumber data primer ini berupa al-

  Qur‟an surat “Abasa ayat 1-10 beserta tafsirnya baik berupa haidts-hadits maupun penjelasan dan tafsir-tafsir para ulama

  ‟ diantaranya adalah tafsir al- Misbah karya M. Quraish Shihab, tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi, al-

  Qur‟an dan tafsirnya oleh Departemen Agama RI, tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar Rifa‟i, dan tafsir al-Azhar karya HAMKA..

  b. Sumber Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Dalam hal ini data sekundernya adalah buku-buku yang mendukung penulis untuk melengkapi isi serta interpretasi dari data sumber primer.

2. Metode Analisis Data a.

   Analisis Mawdhu‟i

  Analisis

  mawdhu‟i atau metode tafsir al-mawdhu‟i menurut

  istilah adalah menafsirkan ayat-ayat al- Qur‟an dengan menghimpun ayat-ayat al-

  Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat-ayat tersebut (Budihardjo, 2012: 50). Metode ini penulis gunakan untuk membahas ayat al-

  Qur‟an surat „Abasa ayat 1-10 dan berupaya menghimpun ayat-ayat al- Qur‟an yang lain dari berbagai surat yang berkaitan dengan tema yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

  b.

  Analisis Semantik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), semantik adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat, pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti kata. Sedangkan secara etimologis, semantik adalah ilmu yang berhubungan dengan fenomena makna dalam pengertian yang lebih luas dari kata, begitu luas sehingga hampir apa saja yang mungkin dianggap memiliki makna merupakan objek semantik (Izutsu, 2003: 3). Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan analisis semantik untuk membahas ayat al-

  Qur‟an

F. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari adanya kemungkinan penafsiran yang salah tentang istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain:

  1. Nilai Nilai yaitu esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan. Kata majem uk “nilai-nilai” menurut Muhaimin berasal dari kata dasar “nilai” diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan penting (Muhaimin, 1993: 110). Dalam hal ini, nilai yang dimaksudkan adalah nilai pendidikan yang terdapat dalam surat „Abasa ayat 1-10. Selain itu, nilai juga diartikan sifat yang melekat pada sesuatu sistem kepercayaan yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (Thoha, 1996: 60). Subjek yang dimaksud di sini yaitu manusia yang meyakininya.

  2. Pendidikan Akhlak Secara terminologi, pendidikan merupakan terjemahan dari istilah

  Pedagogi yaitu berasal dari bahasa Yunani Kuna Paidos dan agoo. Paidos

  artinya “budak” dan agoo artinya “membimbing”. Akhirnya pedagogie diartikan sebagai „budak yang mengantarkan anak majikan untuk belajar (Jumali dkk, 2004: 19). Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut mencakup hasil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan kegiatan formal yang melibatkan guru, murid, kurikulum, evaluasi, administrasi yang secara simultan memproses peserta didik menjadi lebih bertambah pengetahuan, Skiil dan nilai kepribadiannya dalam suatu keteraturan kalender akademik. Sedangkan menurut UU No. 20 th 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengemdalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan pendidikan akan dihasilkan manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, dan memiliki kesadaran akan penciptaan dirinya.

  Secara etimologi, akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari

  

Khuluq ( ) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat

  (Munawwir, 1984: 364). Berakar dari kata khalaqa ( ) yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1). Masih di dalam buku yang sama, yaitu Kuliah Akhlak oleh Yunahar Ilyas (2007: 2), pengertian akhlak secara terminologi menurut beberapa tokoh diantaranya: 1.

  Imam al-Ghazali: “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan

  2. Ibrahim Anis: “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.

  3. Abdul Karim Zaidan: “(Akhlak) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkanny a”.

  Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak yang berkaitan dengan perilaku yang harus ditanamkan pada diri anak sejak mulai dini. Penanaman ini dapat di lakukan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Dengan pendidikan akhlak menjadikan kehidupan manusia itu lebih harmonis.

  3. Al-Qur‟an al- Qur‟an secara bahasa berarti pengumpulan dan penghimpunan

  (Ahmad bin F āris bin Zakariyā, 1967: 78). Sedangkan secara istilah al-

  Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW merupakan mukjiat bagi Nabi Muhammad SAW, dinukilkan secara mutawatir dan membacanya bernilai ibadah serta tertulis dalam mushhaf, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-N

  ās Sedangkan yang diteliti dalam penulisan ini adalah mengenai surat „Abasa ayat 1-10 karena ayat tersebut ada kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan. Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

  Bab II Landasan Teori Nilai-nilai Pendidikan Akhlak. Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang meliputi: pengertian nilai, macam-macam nilai,pengertian pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, dan sumber pendidikan akhlak.

  Bab III Asb ābun nuzūl, munāsabah, pokok-pokok isi surat „Abasa dan tafsir Qur‟an surat „Abasa ayat 1-10.

Bab IV Analisis. Pembahasan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al- Qur‟an (telaah surat „Abasa ayat 1-10) dan aplikasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Bab V Penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK A. NILAI

1. Pengertian Nilai Ada banyak tokoh pendidikan yang mengartikan apa itu nilai.

  Nilai menurut Milton Rokearch dan James Bank adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan (Thoha, 1996: 60). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu dan berhubungan dengan subjek yang memberi arti yaitu orang yang mempercayainya.

  Masih di dalam buku yang sama Chabib Thoha mengutip pendapat J.R. Fraenkel yang mendefinisikan nilai yaitu a value is an

  idea a concept about what some one thinks is important in life (Thoha,

  1996: 60). Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa nilai bersifat subjektif, artinya nilai menurut masyarakat satu belum tentu dapat diterapkan untuk masyarakat lainnya. sebagai contoh, segenggam garam lebih berarti bagi masyarakat Dayak di pedalaman dari pada segenggam emas. Karena garam lebih berarti untuk mempertahankan kehidupan. Sedangkan segenggam emas lebih berarti bagi orang kota. objek/hal. Nilai sesuatu akan selalu berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.

2. Macam-macam Nilai

  Menurut Noeng Muhadjir, nilai dibagi menjadi dua yaitu nilai

  ilahiyah dan nilai insaniyah (Muhadjir, 1987: 64). Nilai ilahiyah

  adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah). Nilai ilahiyah dibagi menjadi dua. Pertama, nilai ubudiyah yaitu nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya berlaku atau beribadah kepada Allah. Nilai ilahiyah juga bisa disebut dengan “hablum minallah”. Kedua, nilai muamalah yaitu nilai yang ditentukan oleh Allah bagi manusia untuk dijadikan pedoman dalam berhubungan sosialnya.

  Sedangkan nilai insaniyah terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai individual, nilai ekonomik, nilai politik dan nilai estetik. Nilai insaniyah ini juga dapat kita sebut dengan “hablum minannas”.

  Berdasarkan adanya macam-macam nilai tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat menemukan nilai ilahiyah maupun nilai insaniyah yang terdapat pada surat “Abasa ayat 1-10.

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

  Untuk memudahkan dan memahami pengertian pendidikan akhlak, terlebih dahulu membutuhkan pemahaman mengenai akan dua terbentuk dari dua kata yaitu “pendidikan” dan “akhlak”. Dalam pendidikan banyak sekali para ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan.

  Menurut M.J. Langeveld pendidikan adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan mandiri.

  Juga menurut David Reisman, pendidikan adalah kegiatan yang harus berujud lembaga yang mampu counter cyclical, yaitu sekolah harus lebih banyak mengajukan dan menanamkan nilai dan norma-norma yang tidak banyak dikemukakan oleh kebanyakan lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat. Sekolah harus bertindak sebagai agent

  

ofchange dan creative (Jumali, 2004: 20). Dalam pendidikan itu

  terdapat usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan oleh orang dewasa dengan menanamkan nilai-nilai yang baik sehingga terbentuklah manusia dewasa, mandiri dan mulia.

  Dalam bahasa Arab, pendidikan sama dengaa “At-Tarbiyah”, kata At- ) yang berarti

  Tarbiyah berasal dari kata “robaya” ( mendidik, mengajar, mengasuh, dan kata “robba-robaya” ( - ) yang berarti mengasuh, mendidik, mengemong (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 952). Sedangkan pengertian At- Tarbiyah dalam buku Ilmu Pendidikan Islam yang dikutip oleh Achmadi (1987: 2), menerangkan lebih lengkap bahwa ditinjau dari asal bahasa pengertian At-Tarbiyah mencakup empat unsur: b.

  Mengembangkan potensi dan kelengkapan manusia yang beraneka ragam (terutama akal budinya).

  c.

  Dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.

  Untuk pengertian akhlak itu sendiri adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran (Nata, 1997: 5). Sedangkan menurut Imam al-Ghazali di dalam buku Akhlak Tasawuf yang dikutip oleh Abuddin Nata, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam- macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

  Berdasarkan pengertian tersebut, jelaslah bahwa akhlak harus mencakup dua syarat, yang pertama perbuatan itu harus konstan yang mana dilakukan berulang kali kontinu dalam bentuk yang sama sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran. Melihat dari pengertian pendidikan dan akhlak di atas, menurut penulis, pendidikan akhlak adalah suatu proses atau usaha sadar untuk memberikan bimbingan melalui penanaman nilai-nilai Islam terutama mengenai perbuatan

2. Tujuan Pendidikan Akhlak

  Pendidikan akhlak merupakan salah satu pendidikan yang mana dari situlah kita akan mengetahui banyak teori yang menjelaskan tentang akhlak, banyak contoh-contoh akhlak mulia yang diberikan oleh pendidik atau pun kita dapat mengetahui bagaimana akhlak yang terdapat pada suri tauladan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang mana dari situlah ditujukan agar kita dapat mengikuti atau mencontoh akhlak-akhlak mulia dan senantiasa berada dalam kebenaran serta berjalan di jalan yang lurus. Meneladani Nabi Muhammad SAW adalah kewajiban bagi umat Islam. Perintah untuk menjadikan beliau suri tauladan adalah firman Allah:

                    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”

  (al-Ahz āb, 33: 21).

  Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Selain itu, pendidikan akhlak juga memiliki tujuan yaitu agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. (Mahmud, 2004: 159). Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

  Menurut Yunahar Ilyas (2007: 17), di dalam bukunya Kuliah

  Akhlak membagi akhlak menjadi lima, yaitu: Akhlak terhadap Allah,

  Akhlak terhadap Rasulullah, Akhlak Pribadi, Akhlak dalam keluarga, akhlak dalam masyarakat dan akhlak bernegara. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut: a.

  Akhlak terhadap Allah Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Khalik (Nata, 2002: 147). Sikap atau perbuatan tersebut harus mencerminkan akhlak mulia yang menggunakan tolok ukur ketentuan Allah.

  Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, diantaranya:

1) Allah yang menciptakan manusia.

  2) Allah yang telah memberikan perlengkapan pancaindra berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia.

  3) Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang

  4) Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.

  Dalam berakhlak kepada Allah manusia mempunya banyak cara diantaranya yaitu dengan taat dan tawadduk kepada Allah, karena Allah SWT yang telah menciptakan manusia untuk berakhlak kepadanya dengan cara menyembah kepada-Nya.

  Sebagaimana firman Allah:

         “Dan aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-

  Ku”(QS. adh-

  Dh āriyāt: 56).

  b.

  Akhlak terhadap Rasulullah SAW Semua umat Islam tahu bahwa Rasulullah SAW adalah

  Nabi dan Rasul terakhir, dan kewajiban bagi setiap manusia untuk beriman kepada-Nya. Iman tidak cukup dengan hanya sekedar meyakini, akan tetapi perlu dibuktikan dengan perbuatan atau amal yang sudah dijelaskan di dalam al-

  Qur‟an dan hadits tentang bagaimana bersikap terhadap Rasulullah SAW. Itulah yang dinamakan akhlak terhadap Rasulullah. Rasulullah SAW adalah manusia istimewa yang memiliki suri teladan bagi umat Islam dan pada-Nya juga terdapat akhlak-akhlak mulia yang pantas untuk kita teladani. Adapun diantara perilaku atau akhlak yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam terhadap Rasulullah adalah

  1) Mencintai dan memuliakan rasul

  2) Mengikuti dan mentaati rasul

  3) Mengucapkan shalawat dan salam c.

  Akhlak manusia kepada diri sendiri Cakupan akhlak terhadap diri sendiri adalah semua yang menyangkut persoalan yang melekat pada diri sendiri, semua aktifitas, baik secara rohaniah maupun secara jasadiyah (Nasharuddin, 2015: 257). Adapun akhlak terhadap diri sendiri menurut Yunahar Ilyas (2007: 81) di dalam buku “Kuliah Akhlak” itu meliputi: 1)

  Shidiq Shidiq (ash-sidqu) secara bahasa berasal dari kata

  • yang artinya benar, nyata, berkata jujur, lawan dari dusta atau bohong (al-khadzib) (Munawwir, 1984: 770). Seorang muslim dituntut untuk selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, benar hati (shidq al-qalb), benar perkataan (shidqal-hadits) dan benar perbuatan (shidiq al-

  „amal). Antara

  hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apalagi antara perkataan dan perbuatan. Rasulullah SAW memerintahkan setiap muslim untuk selalu shidiq, karena sikap shidiq membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkannya ke syurga. Sebaliknya beliau melarang kepada kejahatan dan kejahatan akan berakhir di neraka. Selain itu Allah SWT menyukai orang-orang yang menepati janji.

  Dalam al- Qur‟an disebutkan pujian Allah kepada Nabi Isma‟il yang menepati janjinya:

               “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma‟il (yang tersebut) di dalam al-Qur‟an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi”(QS. Maryam 19: 54).

  2) Amanah

  Amanah secara bahasa berasal dari kata

  • – – artinya jujur, dapat dipercaya (Munawwir, 1984: 40). Dalam pengertian yang luas amanah mencakup banyak hal: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain-lain sebagainya. Tugas-tugas yang dipikulkan Allah kepada umat manusia, oleh al-

  Qur‟an disebut sebagai amanah (amanah taklif). Allah berfirman:

                     

  “Sesungguhnya Kami mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS.

  Al-Ahz āb 33: 72)

  3) Istiqāmah

  Secara etimologis, istiq āmah berasal dari kata –

  • yang berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlak, istiq

  āmah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah ini dinyatakan dalam al-

  Qur‟an dan sunnah. Allah berfirman:

                “Maka beristiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Hud 11: 112)

  4) „Iffah

  Secara etimologis, „iffah adalah bentuk masdar dari yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang

  • – – tidak baik. Dan berarti kesucian tubuh. Sedangkan secara terminologi, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: ...

        “...Apabila mereka lewat di tempat-tempat hiburan yang tidak berfaedah, mereka melewatinya dengan menjaga kehormatan diri” (QS. al-Furqān: 72).

            “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. al-Isrā‟: 32).

  Dari dua ayat tersebut adalah contoh bentuk dari „iffah. Seorang muslim maupun muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan dan pergaulannya. Tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada kemaksiatannya dan tidak pula melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan. 5)

  Mujāhadah Muj yang

  āhadah berasal dari kata - - akhlak muj āhadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT. Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Perjuangan sungguh- sungguh itulah yang dinamakan muj

  āhadah. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

             “Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar- benar beserta orang- orang yang berbuat baik”. (QS. Al-

  „Ankabūt 29: 69)

  6) Syajā‟ah

  • Syaj ā‟ahsecara etimologis berasal dari
  • – artinya berani (Munawwir, 1984: 695), yaitu berani yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Keberanian di sini ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Taw ādhu‟ artinya merendahkan hati, tidak memandang dirinya lebih dari orang lain. Orang yang taw

  ādhu‟ menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta sebagainya, semua itu adalah karunia dari Allah SWT. Allah berfirman:

  “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan” (QS. an-Nahl 16: 53).

  7) Malu

  haya‟) secara bahasa bersal dari kata

  • – Malu (al-

  yang artinya hidup (Munawwir, 1984: 315). Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu. Malu adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Sifat malu tersebut adalah malu ketika melanggar peraturan Allah yaitu kepada Allah, diri sendiri dan malu kepada orang lain.

  Perasaan ini dapat menjadi bimbingan kepada jalan keselamatan dan mencegah dari perbuatan nista. Allah berfirman:

                      

  “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan Allah Maha meliputi (ilmu- Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan”(QS. an-

  Nis ā‟: 108). 8)

  Sabar Secara etimologis, sabar (ash-shabr) berasal dari kata berarti sabar, tabah hati (Munawwir, 1984:

  • – – 760). Secara terminologi, sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Orang-orang yang memiliki sifat sabar akan mendapatkan balasan syurga karena kesabaran mereka. Allah berfirman:

            Mereka itulah orang yang dibalas dengan martabat

   yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan pengormatan dan ucapan selamat di dalamnya” (QS. al-Furqān: 75).

  9) Pemaaf

  Dalam bahasa arab, sifat pemaaf di sebut dengan al- yang berarti „afwu, yaitu berasal dari kata – – memaafkan atau mengampuni (Munawwir, 1984: 950).

  Sedangkan arti pemaaf itu sendiri adalah sikap suka memberi

  Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah, karena sesungguhnya Allah Maha pemaaf. Allah berfirman: