IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL ( BPJS ) KETENAGAKERJAAN DI KOTA TANGERANG - FISIP Untirta Repository
IMPLEMENTASI PROGRAM BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL ( BPJS ) KETENAGAKERJAANDI KOTA TANGERANG SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh HABIBULLAH NIM 6661102116 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, Juli 2016
ABSTRAK
Habibullah. 6661102116. Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di
Kota Tangerang, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I,
Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Pembimbing 2, Julianes Cadith, S.Sos.,
M.Si.Latar belakang penelitian ini adalah perbedaam pelayanan dan fasilitas yang masih diterima oleh beberapa orang dari peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ada di Kota Tangerang, juga kurangnya sosialisasi yang diterima oleh tenagakerja mengenai program, fungsi dan tujuan dari program BPJS Ketenagakerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang. Teori yang digunakan adalah teori Mazmanian dan Paul Sabatier dengan indikator mudah tidaknya masalah tersebut dikendalikan dengan beberapa sub indikatornya dukungan teori dan teknologi, keragaman perilaku dan kelompok sasaran dan tingkat perubahan yang dikendalikan; kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi dengan sub indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, ketepatan hirarki antar lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksana; dan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi dengan sub indikatornya kondisi sosio, ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan sumber daya dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. Teknik pengumpulan data yang digunakan diantaranya melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini diperoleh Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang Dari semua hasil wawancara dengan informan yang peneliti temui, maka peneliti menyimpulkan bahwa implementasi program BPJS Ketenagakerjaan masih belum berjalan dengan baik, karena beberapa faktor variabel yang menunjukkan belum maksimalnya dukungan di lapangan.
Kata Kunci : Implementasi, Program, BPJS Ketenagakerjaan.
ABSTRACT
Habibullah. 6661102116. Implementation of BPJS Employment Program In
Tangerang city. Public Administration Department, Social and Political
stSciences Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa University. 1 Advisor, Kandung
nd Sapto Nugroho, M.Si., 2 Advisor, Julianes Cadith, S.Sos., M.Si.
The background of this research are services and facilities different which is
accepted by some participants of BPJS Employment in Tangerang city, also lack
of socialization received by labor regarding the program, the function and the
purpose of BPJS Employment program. The purpose of this research was to
determine the implementation of BPJS Employment Program in Tangerang city.
The theory used are Mazmanian and Paul Sabatier theory by the indicator
whether the problems are easy or not to controlled by several sub indicators
theory and technology, behavior variety and group target and the rate of change
which is controlled; the ability of policy to structure the implementation process
with sub indicators clarity and consistency purpose, the used of causal theory, the
accuracy of fund allocation, the accuracy of the hierarchy between institution
implementer and the recruitment of functionary implementer;, and the variable
beyond the policy that influence the Implementation process by the sub indicators
socioal condition, economic and technology, public support, attitude and resource
from constituents, the support of higher functionary and commitand leadership
qualities of functionary implementer. Data collection techniques used include
observation, interviews, and documentation. From the results of this research
obtained Implementation of BPJS Employment Program in Tangerang City from
all the interview result with the informants. So, researcher concluded that the
implementation of BPJS Employment Program still has not running well, because
some variable factors that indicate support in the filed has not maximal yet.Keywords : Implementation, Program, BPJS Employment Program.
Alhamdulillahi Robbil’alamin . .
.
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK :
Kedua Orangtua Tercinta Ayahanda H. Ir. Murtadho Salim dan Ibunda
Hj. Eli Salamah, S.PdI,
Kakak – Kakak Tersayang, Ridha Musthafa Almurtadza, S.E
dan (Alm) Fitri Ramadhana, A.Md. Keb
Saudara seiman dan seperjuangan, dan teman teman.
Juli
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaannirrohiim Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Program BPJS
Ketenagakerjaan di Kota Tangerang” ini penulis susun sebagai syarat dalam
menempuh mata kuliah skripsi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dengan segala keterbatasan, penulisan skripsi ini tersusun atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan serta kerendahan hati. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos,. Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Riswanda, P.hD., Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si pembimbing I penulis.
Terima kasih telah meluangkan waktu, pikiran, nasihat, arahan, dan bimbingan Bapak yang sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan lindungan Allah SWT.
9. Bapak Julianus Cadith, S.Sos, M.Si., pembimbing II penulis. Terima kasih telah meluangkan waktu, pikiran, nasihat, arahan, dan bimbingan Bapak yang sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan lindungan Allah SWT.
10. Ibu Ima Maesaroh, S.AG, M.SI sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada peneliti selama menjalani perkuliahan.
11. Semua Dosen Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang tak terhingga selama perkuliahan.
12. Bapak Efa Zuryadi, Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol, dan semua yang telah membantu penulis dalam proses wawancara.
13. Bapak Achmad Faisal Santoso, Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Batu Ceper, dan semua yang telah membantu penulis dalam proses wawancara.
14. Pihak Rumah Sakit Awal Bros sebagai salah satu rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan
15. Mas Harri Widiarsa, dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten.
16. Bapak Amri Luzarfi, S.E., Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang.
17. Untuk Ayahanda H. Ir. Murtadho Salim dan Mamah Hj. Eli Salamah, S.PdI., tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, serta doa yang tak pernah terputus, senantiasa memberi semangat dan kasih sayang yang tak terukur nilainya. Terima kasih banyak dan mohon maaf apabila selama ini penulis belum bisa menjadi anak yang terbaik untuk kalian dan belum bisa membalas kebaikan kalian selama ini. Juga untuk kakak-kakak Ridha Mushthafa Al Murtadza, S.E dan (Alm) Fithri Ramadhan, A.Md. Keb yang selama hidupnya memberikan semangat dan saudara tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis.
18. Untuk sahabat-sahabat “BEGLEITER” tercinta Andri Wijaya. S.Sos, Abdul Yusuf, S.Sos, Hesti Risma Piani, S.Sos, Aat Qodrat, Ingga Andika Putra, Amalia Anjani dan Desyanita yang selalu memberikan motivasi dan canda tawa yang tak terlupakan sampai kapanpun.
19. Untuk kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Non Reguler angkatan 2010.
20. Teman – teman Big Family JAKAMPUS PERSIJA Jakarta dan JAKAMPUS UNTIRTA #WeAreFamily yang memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan kuliah ini.
21. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini tidak lepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun penulis harapkan dengan senang hati, sehingga dapat bermanfaat dan berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Tangerang, Juni 2016 Habibullah
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ABSTRAK ABSTRACT LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Identifikasi Masalah
13
1.3 Pembatasan Masalah
14
1.4 Rumusan Masalah 14
1.5 Tujuan Penelitian 14
1.6 Manfaat Penelitian
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
16
2.1.1 Kebijakan Publik
16
2.1.2 Tahapan Kebijakan Publik 19
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik
22
2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
26
2.3 Pengertian BPJS
37
2.3.1 BPJS Ketenagakerjaan
38
2.3.2 Fungsi BPJS Ketenagakerjaan
39
2.3.3 Wewenang BPJS Ketenagakerjaan 39
2.4 Penelitian Terdahulu
44
2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian
47
2.6 Asumsi Dasar
52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian 53
3.2 Instrumen Penelitian
53
3.3 Teknik Pengumpulan Data 56
3.4 Informan Penelitian
60
3.5 Teknik Analisis Data
62
3.6 Teknik Keabsahan Data
64
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
67
4.1.1 Profil Kota Tangerang
69
4.1.2 Profil BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang
72
4.1.3 Profil Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang
73
4.2 Deskripsi Data
74
4.3 Pembahasan 111
4.3.1 Pembahasan Hasil Penelitian 111
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan120
5.2 Saran 123
DAFTAR PUSTAKA
xvii
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1.1
6 Tabel 1.2
6 Tabel 1.3
8 Tabel 2.1
22 Tabel 2.2
24 Tabel 2.3
28 Tabel 2.4
31 Tabel 2.5
49 Tabel 3.1
55 Tabel 3.2
58 Tabel 3.3
60 Tabel 3.4
64 Tabel 4.1
73 Tabel 4.2
88 Tabel 4.3 106
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penelitian Lampiran 2 Member check Lampiran 3 Matriks Hasil Wawancara Lampiran 4 Peraturan Perundang-undangan Lampiran 5 Daftar Bimbingan Skripsi Lampiran 6 Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan aspek penting dari Hak Asasi Manusia, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 November 1948 yang menyatakan bahwa setiap hidup orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus.
Kemudian Pasal 86 ayat 1. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas (a). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Sebagai Hak Asasi Manusia, maka kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian seseorang, dan oleh sebab itu tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapapun. Sehat itu sendiri tidak
2 hanya sekedar bebas dari penyakit, tetapi adalah kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara ekonomis, sehingga kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan ekonomi, yang menentukan mutu dari sumber daya manusia itu sendiri.
Kesehatan merupakan keadaan sehat seseorang baik jasmani maupun rohani, sedangkan keselamatan kerja adalah keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja, baik di dalam menggunakan mesin, alat kerja, proses pengolahan tempat kerja dan lingkungan yang juga terjamin dan juga merupakan dasar diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional dan seseorang tidak akan mampu memperoleh hak- hak lainnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Undang – undang No. 23 Tahun 1992 Pasal 1 Poin 1 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Hak atas kesehatan ini bermakna bahwa pemerintah harus menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk hidup sehat, dan ini berarti pemerintah harus menyediakan sarana pemenuhan hak atas kesehatan yang memadai dan terjangkau untuk semua. Dalam upaya pemenuhan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia, maka pemerintah yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk
3 mensejahterakan warga negara mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.
Aspek kesehatan ini harus dijadikan pertimbangan penting dalam setiap kebijakan pembangunan. Salah satu bentuk implementasinya adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan anggaran memadai untuk pembangunan kesehatan yang melibatkan masyarakat luas. Pada dasarnya kesehatan dan keselamatan kerja bagi para pegawai, buruh atau tenaga kerja lainnya sangat dibutuhkan karena merupakan sebuah jaminan tersendiri bagi mereka jika nantinya terjadi risiko di dalam pekerjaan yang dilakukannya. Para pekerja seperti buruh dan pegawai industri kecil biasanya hanya bekerja mendapatkan upah atau gaji yang minim, tapi terkadang tidak sesuai dengan risiko kecelakaan dan penyakit yang mungkin sangat bahaya akibatnya.
Maka sesuai dengan norma hak asasi manusia, negara berkewajiban untuk menghornati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan tersebut. Kewajiban menghormati hak-hak asasi itu, antara lain dilakukan dengan cara menciptakan persamaan akses pemenuhan hak atas kesehatan, tindakan yang dapat menurunkan status kesehatan masyarakat, melakukan langkah yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat, dan membuat kebijakan kesehatan, serta menyediakan anggaran dan jasa pelayanan kesehatan yang layak dan memadai untuk seluruh masyarakat. Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
4 Kerja ( K3 ) tidak lain adalah untuk menekan serendah mungkin risiko kecelakaan kerja dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Risiko kecelakaan kerja tersebut yang seringkali membuat pekerjanya mau tidak mau untuk berobat dan dirawat dirumah sakit, dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, belum lagi dari pihak rumah sakit yang biasanya sering mempersulit karena masalah tidak adanya dana dari calon pasien, masalah dana inilah yang menghambat pekerja mendapat perawatan atau bahkan dari pihak rumah sakit yang menolak menerima pasien dengan alasan kamar sudah penuh hingga proses registrasi yang berbelit apabila tidak mampu untuk membayar registrasi tersebut, mulai dari surat keterangan tidak mampu, surat pengantar dari RT, RW dan sebagainya.
Maka dibuatlah sebuah asuransi kesehatan jamsostek yang pada tanggal 1 Januari 2014 dilebur namanya menjadi BPJS. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelekaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari
5 tua, dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat dalam kurun waktu 6 ( enam ) bulan di Indonesia.
Dengan adanya program BPJS Ketenagakerjaan dari pemerintah, maka para pekerja tidak perlu pusing lagi apabila dirinya mengalami kecelakaan kerja dalam menjalankan pekerjaannya, karena setiap risiko yang dialaminya nanti akan mendapatkan asuransi dari pihak perusahaan dengan memangkas beberapa persen dari gajinya umtuk membayar asuransi keselamatan dan kesehatan kerja atas nama dirinya sendiri dan juga untuk meringankan beban pengeluaran pribadi dari korban apabila risiko yang diterima di luar dari pekerjaannya sehingga korban tidak perlu pusing lagi memikirkan biaya pengobatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan Kota Tangerang terbagi dalam 5 cabang yang tersebar di daerah Cikokol, Cimone, Serpong, Citra Raya, dan Kebon Besar ini tidak hanya berkoordinasi dengan rumah sakit terkait yang bekerjasama, melainkan juga melakukan koordinasi komunikasi dengan perusahaan yang ada di Kota Tangerang, dengan kriteria tertentu. Hal ini dilakukan agar tidak adanya kesalahpahaman diantara keduanya apabila terjadi kecelakaan. Berdasarkan tabel 1.1 dapat di lihat jumlah kecelakaan yang terdaftar di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Tangerang II Cimone bahwa pada tahun 2014 dari bulan Januari hingga per tanggal 11 Desember masih banyak terjadi kecelakaan kerja khususnya pada bulan Mei yang jumlah kecelakaannya mencapai 142 kasus,
6 sedangkan bulan November mengalami penurunan jumlah kecelakaan kerja yang hanya berjumlah 2 kasus. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Data Kecelakaan KerjaBulan Kecelakaan tenaga kerja Januari 102
Februari 127 Maret 121
April 115 Mei 142
Juni
98 Juli
59 Agustus
64 September
38 Oktober
23 November
2 Desember Jumlah sementara 889
(sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Tangerang II Cimone, 11 Desember 2014) Sedangkan dari data peserta aktif di Kantor cabang Untuk wilayah kantor cabang II Cimone Kota Tangerang, bisa di lihat pada tabel 1.2 berikut dibawah ini :
Tabel 1.2 Data Peserta BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang I Cikokol dan II Cimone Kota Tangerang bulan Januari – November 2014Cabang I Cabang II Bulan Aktif Peserta aktif Peserta tidak aktif
Januari 5.450 618 418
Feberuari 1.150 290
29 Maret 6.701 183
99 April 9.139 397
50 Mei 10.311 215
26 Juni 8.529 260
51 Juli 6.428 133
29 Agustus 5.658
85
4 September 6.970 1372
26 Oktober 9.129 387
1
7
November 10.665 285 Total sampai bulan
80.130 4255 733
November 2014 (sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor II Cimone Kota Tangerang)
Dari tabel 1.2 di atas dapat terlihat bahwa jumlah tenaga kerja yang terdaftar aktif di kantor cabang II Kota Tangerang total adalah sebanyak 4.225 pekerja dari bulan Januari sampai dengan bulan November 2014 dan peserta non aktif sebanyak 733. Jika melihat jumlah daftar peserta aktif dengan kantor cabang Cikokol, jumlah peserta baru yang jumlahnya meningkat sangat pesat pada bulan tertentu seperti bulan Mei ( 10.311 ) dan November ( 10.665 ) karena banyaknya banyaknya permintaan pasar yang membuat beberapa pabrik untuk membuka lowongan pekerjaan.
Menurut pemaparan dari Bapak Eva selaku Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang, Jumlah peserta non-aktif yang mencapai ratusan ini pada tahun 2014 dapat juga dilihat pada tabel 1.2 didasari oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah karyawannya yang tidak diperpanjang kontrak kerja oleh perusahaan sehingga tidak melanjutkan kepesertaan, perusahaan yang berpindah lokasi operasional yang mendorong perusahaan tersebut untuk memindah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di kantor cabang lain yang dekat dengan perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang tercatat pada tahun 2012 dalam Badan Pusat Statistik Kota Tangerang berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut:
8
Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja di Kota Tangerang tahun 2012Golongan umur Buruh/karyawan 15-19 38.387 20-24 98.423 25-29 110.110 30-34 133.228 35-39 74.982 40-44 72.551 45-49 40.905 50 – 54 31.395
≥55 26.857
Jumlah (thn 2012 ) 626.838 2011 538.995 (Sumber: BPS Kota Tangerang, Sakernas – Agustus 2012)
Berdasarkan tabel 1.3 di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah angka tenaga kerja pada tahun 2012 yang tergolong dalam jenis kelompok umur pada umur 30 – 34 memiliki jumlah angka tenaga kerja yang paling banyak yaitu 133.228 dan total keseluruhan meningkat sebanyak 87.843 dari tahun 2011 yang tercatat sebanyak 538.995. Dari informasi yang didapat, uang jaminan sosial tenaga kerja tersebut tidak bisa langsung di klaim begitu saja bagi para peserta yang baru mendaftarkan dirinya, mereka setidaknya baru bisa mengklaim jaminannya setelah jangka waktu 5 tahun terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, berbeda dengan peserta yang sebelumnya telah terdaftar atau mendaftarkan diri di Jamsostek, sehingga mereka hanya harus
9 melakukan registrasi ulang pendataan dan bisa langsung mengambil uang jaminan sosial mereka ketika membutuhkan.
Program BPJS Ketenagakerjaan yang diberikan oleh pemerintah pun bukan tanpa masalah, pada observasi awal yang peneliti lakukan, peneliti menemukan beberapa masalah yang terdapat dalam program BPJS Ketenagakerjaan ini, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, perbedaan fasilitas dan pelayanan antar Rumah Sakit di kategori kelas yang sama dalam penanganan kasus kecelakaan ketenagakerjaan. Perbedaan fasilitas dan pelayanan antar rumah sakit yang dimaksud dalam hal ini adalah dari semisal 2 rumah sakit dengan 2 kelas yang sama, namun fasilitas yang diterima berbeda, kemudian dari pasien yang menggunakan asuransi BPJS Ketenagakerjaan dengan yang menggunakan biaya regular dengan menggunakan uang sendiri. Bukan hal umum lagi bahwa pasien dengan menggunakan asuransi pemerintah lebih sering terpinggirkan pelayanannya. Perbedaan fasilitas antar rumah sakit disini yang peneliti temui diantaranya adalah seperti AC di ruangan rawat inap yang tidak berfungsi maksimal, tombol darurat untuk pasien yang berada di ranjangnya juga pun tidak dapat difungsikan setiap saat, kemudian untuk fasilitas tambahan untuk keluarga menunggu atau menjenguk pasien seperti kursi, bantal atau selimut. Untuk pelayanannya sendiri yang peneliti temui di lapangan ketika observasi, biasanya perawat atau suster memilih milih untuk memberikan pelayanan maksimal kepada
10 pasien, contohnya seperti pasien yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan yang biasa dan yang menggunakan uang pelicin untuk minta dicarikan kamar untuk pasien, karena biasanya juga rumah sakit selalu memberi alasan bahwa kamar sedang penuh. Hal seperti ini sempat terjadi di sebuah Rumah Sakit Awal Bross Tangerang yang berlokasi di jl. Mh. Thamrin no. 3 Kebon Nanas Cikokol Kota Tangerang oleh pengguna asuransi BPJS Ketenagakerjaan yang peneliti mintai keterangan mengungkapkan bahwa dirinya pernah beberapa kali menggunakan fasilitas dari program tersebut namun mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang seadanya dari pihak rumah sakit dan pegawainya (suster atau perawat) yang bertugas disana
(wawancara singkat di RS Awal Bros dengan Ihsan Kurnia sebagai salah satu
peserta BPJS Kesejahteraan). Secara keseluruhan, hampir semua rumah sakit dan
klinik yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan adalah dari pihak swasta, sedangkan dari rumah sakit pemerintah sendiri seperti RSUD Kota Tangerang masih belum bekerjasama dan belum menerima pasien BPJS Ketenagakerjaan sejak bergulirnya program BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.
Permasalahan kedua, yang peneliti lihat dan temui adalah kurangnya sosialisasi yang gencar dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan yang dituju, hal ini bukan tanpa alasan karena biasanya untuk melakukan sosialisasi, BPJS Ketenagakerjaan dan perusahaan harus menyesuaikan waktu yang tepat untuk bisa melaksanakan kegiatan sosialisasi, tidak serta merta langsung bisa mengadakan
11 sosialisasi di tempat tersebut, BPJS Ketenagakerjaan tersebut harus mencocokkan waktu dengan perusahaan yang akan diberi sosialisasi mengenai program BPJS Ketenagakerjaan. Kondisi seperti ini yang membuat banyaknya tenagakerja kurang pemahaman sehingga tidak mengetahui apa dan bagaimana cara klaim dengan benar.
Seperti seorang yang sedang mengantri di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang II, pegawai tersebut mengungkapkan bahwa dirinya masih bingung dengan bagaimana cara mengklaim asuransi tersebut, karena yang pegawai tersebut tahu pihak perusahaan membagi gaji perbulannya untuk membayarkan asuransi tersebut. Bagi karyawan sebelumnya yang sudah pernah menggunakan jasa asuransi Jamsostek mungkin sudah mengetahui bagaimana teknis cara melakukan klaim asuransinya, namun yang jadi permasalahan disini adalah karyawan atau pegawai yang baru pertama kali mendaftarkan atau di daftarkan diri sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut juga peneliti temui ketika sedang hendak meminta data di kantor BPJS ketenagakerjaan Kota Tangerang ada penelpon yang bertanya tentang bagaimana cara mendaftarkan dirinya sendiri secara online, dan juga banyaknya
mention dari akun social media di twitter @BPJSKinfo yang kebanyakannya masih
meminta penjelasan singkat tentang bagaimana cara mendaftar, membayar asuransi ataupun mengecek saldo asuransi mereka (pengamatan melalui akun twitter
@BPJSTKInfo dan dilapangan).
12 Permasalahan ketiga, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana program BPJS Ketenagakerjaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit yang pernah peneliti temui, pihak rumah sakit hanya memberikan angket untuk melihat seberapa banyak kepuasan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan disana. Dewan pengawas yang dilakukan oleh BPJS Ketengakerjaan sendiri berjumlah 7 orang yang diantaranya 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur pekerja, 2 orang unsur pemberi kerja dan 1 orang tokoh masyarakat. Fungsi dari dewan pengawasan tersebut adalah melakukan pengawasan atas kebijakan, melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan memberi saran, nasihat dan pertimbangan.
13 Beberapa rekapitulasi data keluhan pasien BPJS Ketenagakerjaan Propinsi
Banten ( sumber : Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten )
1. Syarat perusahaan untuk terdaftar BPJS Ketenagakerjaan ( misalkan perusahaan tersebut tidak ada pegawai tetap ).
2. Kamar perawatan selalu dikatakan sudah penuh dan penanganan pasien masih lambat.
3. Untuk melakukan tindakan operasi , pasien diharuskan mengantri minimal 1 bulan.
4. Terbatasnya loket pembuatan pada Kantor Perwakilan BPJS Ketenagakerjaan untuk pendaftar mandiri dengan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui “Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan di Kota Tangerang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan dari latar belakang dan penelitian awal ke lapangan adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan fasilitas dan pelayanan Rumah Sakit dalam penanganan kasus kecelakaan ketenagakerjaan.
14
2. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan mengenai cara ataupun proses klaim asuransi.
3. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Dinas Tenagakerja Kota Tangerang dan Rumah Sakit yang bekerjasama.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian dapat lebih terarah, maka penelitian akan dibatasi yakni berfokus pada bagaimana implementasi yang dilakukan pada Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan di Kota Tangerang?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang penulis lakukan secara umum adalah untuk mengetahui Implementasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )
Ketenagaakerjaan di Kota Tangerang.
1.6 Manfaat Penelitian
15 Penelitian yang diharapkan mampu memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi yang mempunyai kepentingan langsung terhadap permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian ini meliputi:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dalam penyelenggaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan dunia akademik.
1. Sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terutama pada konsep dan teori – teori kebijakan publik.
2. Memberikan pemahaman tentang Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dalam penyelenggaraan penelitian terhadap objek penelitian.
1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan evaluasi.
2. Bagi kalangan pelaksana kebijakan dan masyarakat umum, sebagai bahan evaluasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tangerang dan sebagai bahan acuan serta dapat memperbaiki dalam program-program yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah dasar berpijak dari sisi kajian teori dan kerangka konseptual. Tinjauan pustaka dibuat dengan cukup lengkap agar seluruh bagian dari karya ilmiah terdukung oleh konsep teoritis. Jadi dapat disimpulkan tinjauan pustaka yaitu peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait serta membuktikan kesesuaian dalam penelitian.
2.1.1 Kebijakan Publik
Dimensi paling inti dari suatu kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara berkesinambungan, saling menentukan dan saling membentuk. Kebijakan publik merupakan hal yang sangat vital, karena menyangkut kepentingan warga masyarakat. Sebelum di implementasikan, suatu kebijakan dapat juga mengalami kemunduran karena gagal mencapai maksud dan tujuan.
17 Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari kebijakan publik adalah sebagai berikut:
1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak;
2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah;
3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi atau menawarkan perumahan rakyat;
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan;
5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Sedangkan menurut Hogwood dan Gunn dalam Suharto (2005:4) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah “seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Hogwood dan Gunn, kebijakan publik mencakup beberapa hal yaitu:
1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai
2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang dipilih
3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah
4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan
5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah
18 sebagai produk dari kegiatan tertentu. Menurut Peter Bridgman dan Glyn Davis dalam bukunya yang berjudul The
Australian Policy Handbook2nd Edition (2000) adalah banyaknya definisi kebijakan
publik menjadikan kita sulit untuk menentukan secara tepat sebuah definisi kebijakan publik. Oleh karenanya, untuk memudahkan pemahaman kita terhadap kebijakan publik, kita dapat meninjaunya dari lima karakteristik kebijakan publik, yaitu:
1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami
2. Melibatkan keputusan beserta dengan kosekuensinya
3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu
4. Pada hakikatnya adalah politis
5. Bersifat dinamis Selain kelima karakteristik di atas, Bridgman dan Davis mengemukakan pula bahwa Kebijakan Publik dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni (1) as authoritative
choice; (2) as hypotesis; dan (3) as objective (Wicaksono 2006;65).
Kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila ( Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan ) dan UUD 1945 ( Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan ), kebijakan publik adalah seluruh prasarana
19 ( jalan, jembatan, dan sebagainya ) dan sarana ( mobil, bahan bakar, dan sebagainya ) untuk mencapai “tempat tujuan” tersebut ( Nugroho, 2012;170-171 ).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau orientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat, dan selain itu juga dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sebuah atau suatu kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan publik dengan sejumlah rangkaian kegiatan yang diputuskan oleh pemerintah yang terdiri dari berbagai tujuan dan kegiatan yang pada dasarnya ditujukan kepada publik luas dengan tujuan tertentu, atau juga kesimpulan lainnya adalah pola ketergantunagn yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan – keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan ataupun kantor pemerintah.
2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses - proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Menurut
20 William Dunn sebagaimana dikutip dalam Winarno (2014:35) tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan Sumber : William Dunn dalam Winarno (2014:35)
1. Tahap Penyusunan Agenda Para pejabat menempatkan masalah dalam agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini diseleksi berdasarkan prioritas untuk masuk kedalam
21 agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah penyelesaian suatu masalah berdasarkan prioritas yang sudah dirumuskan.
2. Tahap Formulasi Kebijakan Masalah-masalah yang telah masuk agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy
alternatives/policy options) yang ada.
3. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyaknya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif.
4. Tahap Implementasi Kebijakan Keputusan peraturan atau program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus di implementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen
22 pemerintah di tingkat bawah hingga mencapai hasil yang sudah dirumuskan.
5. Tahap Evaluasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya yang berjudul
Implementation and Public Policy dalam Agustino (2008:139) mendefinisikan
sebagai pelaksanaan keputusan kebisaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang- undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan
23 atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.
Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam (Agustino, 2008:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.