HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH, KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING KABUPATEN KARO.
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
(2)
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
HUBUNGAN BUDAYA SEKOLAH , KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI GURU DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME
GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI KECAMATAN MARDINGDING
KABUPATEN KARO
(TESIS)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memproleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh :
SYADIDUL KAHAR 8106131038
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
(3)
HUBT]NGAIY BUDAYA SEKOLAH, KOMUNIKAST ANTAR PRIBADI GURU DAI\I KECERDASAN EMOSIONAL DENGAI\I PROI|IESIONALISMD
GURU SEKOLAII MENENGAH PERTAMA (SIUP) NEGNRI KECAIUATAI\I MARDINGDING
KABT}PATtrN KARO (TEsrs)
I)isusun dan diajukkan oleh SYADIDUI, KAHAR
I{IM:810661038
Teleh Dipertahankan di depah Panitien Uiian Tesis pada Tanggal S Januari dan Dinyatakan Telah Memeuuhi Salah Satu $yarat Untuk Memproleh Gelar hflagister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Medanr S Januori 2013 Menyetujui
Tim Pembimbing
Prof. Dr. H. Zainuddin. M.Pd
Nip: 19550307 198403
I
001 Nip: 1962 12121968 012001Mengetahui:
KetuaPmgrrm Studi Administrasi Pendidikan
Prof. Dr. H. Svaiful Sasala.l\{. Pd Nip. 19580509 198611
I
001Pembimbing
I
PbmbimbingII
Pascasarjana
198103
I
002#iii
*&qp#
,4-,4
(4)
€d,-1-l-2
PENSETUJUAN IIDWAN PM{GUJI U.IIAI{ IESIS MAGISTEN PtsNDTI}IKAIT
Prrf. Ih. H.
Z.iuddr' Mld
Itrb
r9stclurlgt{fit
1001 . (Penttirt*rgI)
Pno[,Ih. Srl
ifftftyad,Ms. Kolr
lfie
r9012r2 r96ml2 00r(PcnbhHrg
II)
Pmf, Ih. H. Soyht Sl[J+Mltil Nip.
r9$li09
19E611I
ml
(Nerurnbcr)Da ZrMfilr0ordugl[.Si
I{b.
rrflyrfi}
1r:n0
r 003$lrurtcr)
DaArtrXilm*MJlil
mp. f96OfU l9r20t 100r(Ne nnbcr)
3
I
(5)
i ABSTRAK
Syadidul Kahar, 8106131038. Hubungan antara Budaya Sekolah, Komunikasi Antarpribadi, Kecerdasan Emosional dengan Profesionalisme Guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding Kabupaten Karo.Tesis Universitas Negeri Medan, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan budaya sekolah dengan profesionalisme, (2) hubungan komunikasi antarpribadi dengan profesionalisme guru, (3) hubungan kecerdasan emosional dengan profesionallisme guru.
Metode penelitian adalah kuantitatif jenis deskriptif studi korelasional dengan pola kajian korelatif dengan menempatkan variabel penelitian dalam dua kelompok yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SMP N Kecamatan Mardingding yang berjumlah 3 sekolah negeri dengan jumlah guru sertifikasi sebanyak 20 orang guru. Untuk menentukan sampel digunakan teknik purposive sampling sehingga didapatkan sampel sebanyak 20 orang guru SMP N Kecamatan Mardingding. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dengan skala likert. Teknik analisis data menggunakan teknik korelasi.
Hasil dari penelitian ini disajikan (1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara budaya sekolah dengan profesionalisme guru dengan korelasi sebesar 0,515 dan koefisien determinasi 0,265 dengan signifikan 0.02, (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara komunikasi antarpribadi guru dengan profesionalisme guru dengan korelasi 0,600 dan koefisien determinasinya 0,36 dengan signifikan 0.005, (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan profesionalisme guru dengan korelasi sebesar 0,443 dan koefisien diterminasi 0.196 dengan signifikan 0.05.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan dalam penelitian ini: (1) Guru harus menjadikan budaya sekolah sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru, (2) Guru harus berupaya meningkatkan keterampilan komunikasi antarpribadi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya, dan (3) Guru harus berupaya meningkatkan kecerdasan emosionalnya untuk menjadi guru profesional yang baik.
(6)
ii ABSTRACT
Syadidul Kahar, 8106131038. Relations between School Culture, Interpersonal Communicationa Teacher, and Emotional Question by Profesionalism Teacher SMP N Mardingding Kabupaten Karo Thesis. Pascasarjana. State University of Medan, 2013.
The purpose of this study was to determine (1) the relationship of school culture with professionalism teacher , (2) the relationship interpersonal communication with professionalism teacher (3) the relationaship of emosional question with professionalism teacher.
Quantitative research methods is the kind of descriptive correlational study with correlative study of the pattern by placing the study variables in two groups of independent variables and the dependent variable. The population in this study were midle school teachers State (SMP N) Mardingding, amounting to 3 public school teachers sertificaty by the number of 20 teachers. Samples used to determine purposive sampling techniques so we get a sample of 20 midle school teachers Mardingding. The research instrument used was questionnaire with Likert scale and multiple-choice tests. Techniques of data analysis using correlation and regression techniques and multiple.
The results of this study are presented (1) there is a positive and significant relationship between school culture with professionalism teacher with correlation coefficient ρX1Y = 0.515 and koefsisien determination determinasi 0.265 with
significan 0.02, (2) there is a positive and significant relationship between interpersonal coomunication with professionalism teacher with a correlation coefficien of ρx2y = 0.600 and koefsisien determination of 0.36 with significan
0.005, (3) there is a positive and significant relationship between emotional question with professionalism teacher with correlation coefficient ρX3Y = 0.443
and koefsisien determination determinasi of 0.196 with significan 0.05.
Based on research results obtained suggested in this study: (1) Teachers becoming school culture as medium to improve professionalism teacher, (2) The teacher must to improve skill interpersonal coomunication in study to improve competency professional teacher , and (3) the teacher must to improve emotional question for become the best teacher professional .
(7)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga tesis ini yang merupakan salah satu syarat memperoleh derajat S-2 Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Administrasi Pendidikan Universitas Medan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan oleh adanya keterbatasan penulis, baik pengetahuan maupun pengalaman. Beberapa pihak telah memberikan dukungan kepada penulis baik moril maupun materiil hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Adminstrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan
2. Bapak Prof. Dr. Sayful Sagala, M.Pd selaku Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan yang telah banyak memberikan bimbingan selama perkuliahan dan sehubungan dengan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. H. Zainuddin, M.Pd, selaku Pembimbing I penulis, Ibu Prof. Dr. Sri Milfayetti, M.S.Kons, selaku Pembimbing II penulis yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan meluangkan waktu hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.
(8)
vii
4. Seluruh civitas Akademika Universitas Negeri Medan, yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan selama penulis menuntut ilmu di Pascasarjana Program Studi Administrasi Pendidikan
5. Seluruh civitas Akademika Pascasarjana Universitas Negeri Medan umumnya dan teman-teman di Angkatan XIX khususnya atas semua bantuannya.
6. Orang tua penulis di Mardingding (Mukhtar, Is dan Suci br Sitepu) , mertua penulis (M.Anshor dan Nur’aini) dan saudara penulis (M. Khairun, Hamdan Syukran, Annisaturaihan dan Ananda Siti Nur fajar) yang telah memberikan dorongan moril maupun materiil serta membantu penulis dalam doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
7. Istri penulis (Khairunnisaa’) yang sangat membantu penulis yang telah memberikan curahan emosionalnya sehingga penulis semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan karya saya ini.
Medan, September, 2012
SYADIDUL KAHAR Nim.8106131038
(9)
(10)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN………... x
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 18
1.3. Pembatasan Masalah ... 18
1.4. Perumusan Masalah ... 19
1.5. Tujuan Penelitian ... 19
1.6. Manfaat Penelitian ... 20
BAB. II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Teoretis ... 21
2.1.1. Profesionalisme Guru... 21
2.1.2. Budaya Sekolah... 44
2.1.3. Komunikasi Antarpribadi Guru... 57
2.1.4. Kecerdasan Emosional ………67
2.2. Penelitian Yang Relevan ... 76
2.3. Kerangka Berpikir ... 80
2.3. Hipotesis Penelitian... 83
BAB. III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 84
3.2. Metode Penelitian... 84
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 85
3.4. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 87
3.5. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 89
3.6. Uji Coba Instrumen ... 93
3.7. Hasil Uji Coba Instrumen Data ... 94
3.8. Teknik Analisis ... 95
3.9. Pengujian Statistik... 98
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 100
(11)
ix
4.1.1. Profesionalisme Guru ... 100
4.1.2. Budaya Sekolah... 102
4.1.3. Komunikasi Antarpribadi Guru... 103
4.1.4. Kecerdasan Emosional……… ... 105
4.2. Uji Kecenderungan Variabel Penelitian... 106
4.2.1. Uji Kecenderungan variabel Profesionalisme Guru ... 107
4.2.2. Uji Kecenderungan variabel Budaya Sekolah... 108
4.2.3. Uji Kecenderungan variabel Komunikasi Antarpribadi Guru.... 109
4.2.3. Uji Kecenderungan Variabel Kecerdasan Emosional ……… .. 110
4.3. Pengujian Hipotesis... 111
4.3.1. Hipotesis Pertama... 112
4.3.2. Hipotesis Kedua ... 113
4.3.3. Hipotesis Ketiga ... 113
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 114
4.5. Keterbatasan Penelitian... 124
BAB. V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 126
5.2. Implikasi………... 127
5.3. Saran... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 131 LAMPIRAN……….
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jumlah Guru SMP N Kecamatan Mardingding ... 85
3.1. Data Guru Sertifikasi ... 86
3.2. Kisi-kisi Instrumen Profesionalisme Guru ... 90
3.3. Kisi-Kisi Instrumen Budaya Sekolah ... 92
3.4. Kisi-Kisi Instrumen Komunikasi Antarpribadi Guru ... 92
3.5. Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Emosional... 92
4.1. Rangkuman Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 102
4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Profesionalisme Guru (Y)... 104
4.3. Distribusi Frekuensi Variabel Budaya Sekolah (X1) ... 106
4.4. Distribusi Frekuensi VariabelKomunikasi Antarpribadi Guru(X2).... 108
4.5. Distribusi Frekuensi Variabel Kecerdasan Emosional (X3) ... 110
4.6.Tingkat Kecenderungan Variabel Profesionalisme Guru (Y) ... 110
4.7. Tingkat Kecenderungan VariabelBudaya Sekolah (X1)... 111
4.8.Tingkat Kecenderungan Variabel Komunikasi Antarpribadi Guru (X2) 112 4.9.Tingkat Kecenderungan Variabel Kecerdasan Emosional (X3)... 113
4.11. Data Mentah... 115
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1. Paradigma Penelitian... 103
4.1. Histogram Distribusi Variabel Profesionalisme Guru ... 105
4.2. Histogram Distribusi Variabel Budaya Sekolah... 107
4.3. Histogram Distribusi Varibel Komunikasi Antarpribadi Guru ... 109
4.4. Histogram Distribusi Variabel Kecerdasan Emosional ... 106
4.5. Histogram Kecendrungan Variabel Profesionalisme Guru ... 110
4.6. Histogram Kecendrungan Variabel Budaya Sekolah………..112
4.7. Histogram Kecendrungan Variabel Komunikasi Antarpribadi Guru. 113 4.8. Histogram Kecendrungan Variabel Kecerdasan Emosional... 114
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Angket Profsionalisme Guru (Y)... 132
2. Instrumen Angket Budaya Sekolah (X1) ... 135
3. Instrumen Angket Komunikasi Antarpribadi Guru (X2) ... 137
4. Insturmen Angket Kecerdasan Emosional (X3)………..139
5. Tabulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Angket Profesionalisme Guru ... 141
6. Tabulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Angket Buadaya Sekolah.... 142
7. Tabulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Angket Komunikasi Antarpribadi Guru... 143
8. Tabulasi Hasil Perhitungan Uji Validitas Angkt Kecerdasan Emosional ... 144
9. Perhitungan Uji Validitas Instrumen Variabel Penelitian... 145
10. Hasil Rekapitulasi Angket Profesionalisme Guru ... 150
11. Hasil Rekapitulasi Angket Budaya Sekolah ... 151
12. Hasil Rekapitulasi Angket Komunikasi Antarpribadi Guru ... 152
13. Hasil Rekapitulasi Angket Kecerdasan Emosional ... 153
14. Data Induk Penelitian... 154
15. Uji Kecendrungan Variabel Penelitian ... 155
16. Hasil Perhitunga SPSS Statistik Deskriptif ... 160
(15)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tercantum pada Pasal 1 ayat (1), bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dipertlukan dirinya, masyarkat, bangsa dan Negara.” Dalam hal ini berarti ada tiga unsur pokok dalam kegiatan pendidikan, yaitu: (1) bimbingan, (2) pengajaran, (3) latihan. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003).
Fungsi pendidikan harus betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang jelas terhadap kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Sehingga penyelenggaraan pendidikan harus diarahkan kepada (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, (2)
(16)
2
pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran, (5) pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, (6) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (Djamarah, 2000).
(17)
3
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. Gunawan (1996) mengemukakan bahwa Guru merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang peranan yang penting. Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh apapun. Hal ini disebabkan karena masih banyak unsur-unsur manusiawi yang tidak dapat diganti oleh unsur lain. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri (Wijaya dan Rusyan, 1994). Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi
(18)
4
tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.
Guru harus berkemampuan yang meliputi penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya. Hal Ini berarti profesionalisme guru dalam
pendidikan sangat dituntut dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Profesionalisme adalah sikap profesional (Sagala, 2011) ini berarti, profesionalisme guru merupakan sikap seorang guru untuk melakukan tugasnya secara profesional. Tugas guru meliputi perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan (Sagala, 2011:11).
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan.
(19)
5
Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada (1) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, (2) Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai, (3) Membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian diri (Slameto, 2002: 12). Demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan. Begitu pentingnya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses belajar mengajar tentunya harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran, pelaksanaan dan pengelolaan pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada peserta didik dan juga membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang mengalami kesulitan belajar.
(20)
6
Djojonegoro dalam Sagala (2011:41), mengatakan profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga faktor penting yakni (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi, (2) memiliki kemampuan memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus), (3) memproleh penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian tersebut. Jadi tanpa guru yang profesional maka guru tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan secara efektif sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Berkaitan dengan profesionalisme guru, seorang guru dituntut harus memiliki kompetensi sebagai guru yang profesional. Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan, sikap, keterampilan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan (Sagala, 2011:157). Menurut Sagala, kompetensi profesi guru mengandung tiga aspek (1) kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang menjadi karakteristik seseorang dalam menjalankan tugas. (2) ciri dan karakteristik kompetensi yang digambarkan dalam aspek pertama itu tampil nyata dalam tindakan. (3) Suatu tindakan itu memenuhi suatu kriteria standar kualitas tertentu. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa , seorang guru yang profesional harus memiliki pengetahuan teori tentang jabatan yang diembannya, selanjutnya di aplikasikannya dalam pembelajaran. Setiap pengaplikasian dari pengetahuan itu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Bafadal (2006: 39), mengatakan bahwa profesionalisme guru sangatlah penting, ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang; (1) perkembangan ilmu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) kepuasan dan moral kerja, (3)
(21)
7
keselamatan kerja, (4) manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Jadi sangatlah jelas tentang profesional guru di instansi pendidikan sangatlah penting dalam menentukan keefektifan dari pendidikan tersebut.
Tapi pada kenyataanya dapat dilihat dari keadaan pendidikan sekarang bahwa mutu pendidikan rendah. Hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat serius dalam bidang pendidikan di tanah air kita saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu pendidikan juga menurut Ridwan (2008:17) terkait dengan skenario yang dipakai oleh pemerintah dalam membangun pendidikan, yang selama ini lebih menekankan pada pendekatan input and output. Pemerintah berkeyakinan bahwa dengan meningkatkan mutu input maka dengan sendirinya akan dapat meningkatkan mutu output. Dengan keyakinan tersebut, kebijakan dan upaya yang ditempuh pemerintah adalah pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan guru, menatar para guru, dan menyediakan dana operasional pendidikan secara lebih memadai.
Persoalan pengembangan profesi guru merupakan aspek yang belum mendapat perhatian secara maksimal, dan menjadi kendala serius bagi pelaksanaan tugas dan fungsi guru secara profesional dewasa ini maupun di masa depan apabila tidak ditangani dengan baik dan sungguh-sungguh. Merujuk dari pendapat Akadun, dalam Saodin, dkk (2010: 78), ada lima penyebab rendahnya
(22)
8
profesionalisme guru, yaitu: (1) Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembangaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) Masih belum smootnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Pada kenyataannya di lapangan, diakui atau tidak, masih, banyak guru yang belum melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tuntutan profesi yang sesungguhnya. Guru masih memiliki kecenderungan menempatkan diri pada posisi sebagai pengajar semata, dan dan tidak sedikit guru yang mengabaikan tugasnya dalam mendidik dan melatih peserta didik. Guru terkesan melaksanakan tugasnya secara asal-asalan, tidak mengikuti rambu-rambu proses pembelajaran yang sebenarnya. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terbatas hanya untuk menggugurkan kewajiban. Seharusnya profesionalisme guru harus selalu berpikir, berpendirian, bersikap, bekerja dengan sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi untuk keberhasilan kerjanya (Sagala, 2011:5).
Berdasarkan studi awal wawancara peneliti dengan guru-guru kelas VII
(23)
9
mengajar masih sama dengan mengajar sebelum-sebelumnya, walaupun sudah berubah berbagai kurikulum dalam arti kata guru mengajar masih menggunakan metode pembelajaran ceramah dan latihan saja. Walaupun silabus yang disusun sesuai dengan kurikulum sekarang tetapi pelaksanaannya pembelajarannya di lapangan masih biasa. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan oleh kepala sekolah SMP N di Kecamatan Mardingding bahwa guru-guru sudah mulai ada perubahan untuk saat sekarang. Tetapi disamping itu proses pembelajaran masih juga ada kesamaan dengan sebelumnya. Jika diterapkan sesuai dengan silabus yang dipakai maka proses pembelajaran akan menjadi kaku.
Kondisi lain kepala sekolah juga mengatakan bahwa (wawancara kepala sekolah, 2 Nopemper 2012) ditemukan ada beberapa guru tidak membuat sendiri rancangan pembelajarannya melainkan mengkopinya dari guru lain. Sedangkan media pembelajaran, hampir sebagian besar guru tidak menggunakan media pembelajaran, alasan mereka tidak mampu membuatnya, tidak ada biaya, tidak disediakan oleh sekolah, dan tidak punya waktu untuk membuatnya. Dengan demikian berarti guru-guru masih kurang profesional dalam mengemban tugasnya.
Selanjutnya wawancara dengan beberapa siswa kelas IX salah satu SMP N Mardingding 19-21 Juli dan Agustus 2012, mereka mengatakan bahwa ada guru yang masih menggunakan emosi dalam memberi pelajaran bagi siswa yang kurang mampu mengikuti pembelajaran dan bahkan cenderung memberikan sangsi kepada siswa yang membuat siswa kurang simpati terhadap guru. Dari hasil wawancara peneliti, siswa masih kurang mengerti terhadap materi yang
(24)
10
diberikan oleh beberap guru dan pembelajaran cenderung membosankan. Bahkan jika ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran, ngantuk, ketidak hadiran siswa hanya sekedar absen saja jika diperhatikan dalam laporan semester tidak sesuai dengan jumlah kenyataannya. Jika ada siswa yang tidak mengerti dalam materi pelajaran, guru hanya mengatakan belajarlah sama kawan-kawan, alasan yang diberikan guru ini hanya sekedar penyambung bahasa saja tanpa memberikan solusi kepada siswa. Walaupun tidak sepenuhnya siswa selalu dibenarkan, tepati setidaknya hal ini memberikan gambaran bahwa guru masih sangat kurang profesional dalam pembelajaran, karena dikatakan seorang guru profesional dalam pembelajaran adalah guru ahli dalam mengajar dan materi yang diembannya. Selain itu guru dituntut tanggung jawab dengan kinerja yang telah dilakukan, karena mendidik merupakan tanggung jawab moral yang berdampak terhadap masa depan anak didik.
Disisi lain, guru masih belum disiplin dalam pembelajaran, dalam arti kata guru masih ada yang terlambat, atau ada yang absen mengajar. Hal ini tentu menghambat proses pencapaian tujuan dari pembelajaran. Maka tidak jarang, dapat dikatakan sebagian besar guru tidak mencapai tujuan pembelajran secara sempurna. Dari rekapitulasi kehadiran guru di salah satu SMP Negeri kecamatan Mardingding selama seminggu bahwa guru yang terlambat disekolah tersebut adalah rata-rata 8 orang guru atau 25%, dan yang tidak hadir termasuk yang mempunyai urusan keluarga dan tanpa pemberitahuan rata-rata adalah 4 orang 13%. Ketidak disiplinan kehadiran guru dalam proses pembelajaran akan menciptakan kurang maksimal pencapaian tujuan pembelajaran.
(25)
11
Disisi lain, Persolaan lain adalah dalam hubungan dengan pengembangan
profesional guru tentang ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya (Kemendiknas, 2010), dan Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Buku 1 – 5 (Kemendiknas, 2011). Dalam peraturan tertulis tersebut, salah satunya diatur tentang program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) yang harus diikuti oleh setiap guru berdasarkan hasil penilaian kinerja (PK) guru. Ketentuan ini mau tidak mau wajib dilaksanakan oleh setiap guru untuk dapat naik ke jabatan fungsional yang lebih tinggi. Apalagi Permennegpan dan RB Nomor 16 tahun 2009, telah mengatur dengan tegas dan jelas bahwa kegatan PKB yang berupa publikasi ilmiah dan karya inovatif harus dilakukan oleh guru sejak menduduki jabatan fungsional Guru Pertama Golongan III/b hingga Guru Utama Golongan IV/e. Bahkan guru yang akan naik pangkat dan jabatan fungsional dari Guru Madya Golongan IV/c ke Guru Utama Golongan IV/d harus melakukan presentasi ilmiah. Ketentuan ini menimbulkan kehawatiran, dimana diperkirakan akan terjadi stagnasi kenaikan jabatan fungsional guru mulai dari jabatan fungsional Guru Pertama Golongan III/b, dan betul-betul akan mengalami kemacetan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional pada jenjang yang lebih tinggi lagi. Inilah obsesi Indonesia untuk meningkatkan profesional guru ( Danim, 2010: 56).
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari SMP N Mardingding. Hanya 20 orang guru yang sudah disertifikasi atau 25%. Berdasarkan data peneliti proleh
(26)
12
masih banyak guru yang stagnan pada pangkat/golongan IVA karena untuk naik ke jenjang pangkat berikutnya mengharuskan mereka untuk menulis karya ilmiah. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa realitas seperti ini secara statistik sangat jelas terlihat, dari 20 guru PNS SMP N Kecamatan Mardingding yang sudah disertifikasi, ditinjau dari golongan/ruang kepangkatannya, tercatat sebanyak 15 orang atau 75% guru golongan IV/A; 2 orang guru 10% guru golongan III/d; 3 orang guru atau 15% guru golongan III/b;. Data ini jelas menunjukkan betapa
rendahnya aktivitas guru dalam menulis karya ilmiah dalam meningkatkan
profesionalisme guru.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti diatas, menurut asumsi peneliti bahwa guru-guru di SMP N kec Mardingding profesionalisme guru masih kurang dari yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sagala (2011:32) bahwa profesionalisme guru salah satunya guru harus mampu mengelola peserta didik yang meliputi; (1) Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan; (2) Guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik; (3) Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus; (4) guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetendi dan kompetensi dasar; (5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif; (6) mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan; (7) mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Jadi tampaklah bahwa untuk menjadi guru yang profesional bukanlah hal yang sederhana karena guru dituntut untuk meliki kompetensi yang kompleks dalam
(27)
13 mencapai tujuan pendidikan.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa profesionalisme guru merupakan sikap seorang guru untuk melakukan tugasnya secara profesional. Dalam hal ini
tugas guru meliputi perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator
pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk melihat profesionalisme guru dalam prosen pembelajaran, ini dapat dilihat kinerja dari guru tersebut. Karena implementasi dari profesionalisme guru itu dilihat dari tugasnya sebagai tenaga pendidik. Jika guru melakukan tugasnya secara profesional maka hasil dari kinerja guru tersebut baik. Untuk mencapai profesionalisme guru dalam mencapai tujuan pendidikan, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Diantaranya budaya sekolah, komunikasi antarpribadi guru, dan kecerdasan emosional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru adalah budaya sekolah. Budaya sekolah adalah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan atau pengembangan oleh sekolah saat belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. Dengan demikian perbedaan dalam setiap individu guru tidak diperlihatkan dalam sekolah karena akan terjadi perbedaan yang menyebabkan konflik dalam organisasi. Selanjutnya karekteristik perbedaan
individu akan disatukan oleh budaya yang diterapkan dalam sekolah tersebut
(28)
14
dan Martin, Denison dan Kotter dan Hesket, Gordon dan DiTomaso dalam
Sobirin (2009: 138) mengatakan bahwa budaya yang kuat menjadikan kinerja yang kuat. Berdasarkan temuan Robert kreitner dan Angelo Kunicki dalam Sopiah (2008: 183) menjelaskan bahwa kinerja individu sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi. Profesionalisme guru dapat dilihat dari kinerja guru yang dilakukan dengan professional, jadi dalam hal ini budaya sekolah dapat memberikan kontribusi terhadap profesionalisme guru. Jadi profesionalisme guru di sekolah sangat didukung oleh budaya suatu sekolah. Dalam arti kata, jika budaya dalam suatu pendidikan lebih menekankan selalu berpikir, berpendirian, bersikap, bekerja dengan sungguh-sungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, penuh dedikasi dalam pekerjaannya terhadap guru-guru, sikap profesionalisme guru akan tercipta.
Faktor lain yang mempengaruhi profesionalisme guru adalah Komunikasi antarpribadi guru. Komunikasi antarpribadi guru merupakan proses guru dalam pembelajaran melalui mana guru menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam yang memiliki norma relational berdasarkan kesepakatan individu-individu tersebut, dimana arus pesan terjadi dari dua arah secara aktif serta saling mempengaruhi dan mengubah satu sama lain dalam menciptakan makna terhadap siswanya. Makna informasi yang disampaikan guru tidak akan tercapai jika guru tidak mampu berkomunikasi secara efektif khususnya komunikasi antarpribadi. Dalam hal ini berarti guru yang profesional harus mampu berkomunikasi antarpribadi dengan baik Dengan demikian keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung kepada efektifitas
(29)
15
proses komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran tersebut. Jadi profesionalisme guru dalam pembelajaran, guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi antarpribadi dengan baik.
Berdasarkan temuan Littlejohn dan Fross dalam Sobirin (2008:283) mengatakan bahwa, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring cara seseorang melihat sesuatu. Orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialami menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Penelitian Valentine Purnama Ramauli (2012:72) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal terkait erat dengan kinerja guru produktif. Dengan demikian, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi interpersonal. Profesionalisme guru, jika kemampuan komunikasi antarpribadinya tidak baik maka materi yang akan disampaikan berbeda yang diinterpretasikan oleh siswa yang mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Jadi profesionalisme guru dipengaruhi komunikasi antarpribadi guru.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan
(30)
16
yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup.
Berdasarkan temuan Goelman (2009:44) mengatakan bahwa IQ hanya menyumbang 20% dalam pencapaian kesuksessan manusia, sedangkan 80% ditentukan oleh kekuatan EQ. Hal ini menunjukkan bahwa IQ hanya sedikit saja persentasenya dalam kesuksesan seseorang, sedangkan yang paling banyak adalah kecerdasan emosionalnya, kareana jika IQ seseorang tidak dikontrol dengan EQ maka IQ seseorang bertindak sesuai dengan keinginan pribadinya tanpa melihat dampaknya terhadap orang lain. Penelitian Rivai M. Simanjuntak (2010:78) mengatakan bahwa kecerdasan emosional terkait erat dengan kinerja guru SMK. Ini berarti bahwa kecerdasan emosional memberikan sumbangan terhadap peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya secara profesional. Jadi profesionalisme guru dipengaruhi oleh kecerdasan emosional guru itu sendiri. Studi-studi menujukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannnya memuaskan, menantang, dan ramah serta mereka mempunyai suara dalam pembuatan keputusan. Para siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan suka rela yang berhubungan dengan bahan pelajaran . Hal ini meningkatkan hubungan dan kepercayaan dalam pengajaran. Dengan adanya korelasi langsung antara keterlibatan emosi dan prestasi belajar siswa, keterlibatan emosi kini bukan lagi skedar gagasan muluk yang menyenangkan hati orang. (Gardner, 2007: 105) Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, bahwa menurut
(31)
17
asumsi peneliti berdasarkan teori diatas, dalam suatu instansi pendidikan akan menjadi lebih efektif dan tercapai tujuan pendidikan dengan baik jika guru-guru yang mengajar profesional. Ada beberapa hal faktor yang yang mempengaruhi profesionalisme guru yaitu budaya sekolah, komunikasi antar pribadi guru, dan kecerdasan emosional. Berdasarkan observasi awal peneliti terhadap guru di salah satu SMP N Mardingding, maka penelitian ini dilakukan di SMP N Kecamatan
Mardingding. Dengan demikian, direncanakan untuk melakukan penelitian
tentang hubungan budaya sekolah, komunikasi antarpribadi, dan kecerdasan
emosional dengan profesionalisme guru-guru di SMP Negeri Kecamatan
Mardingding.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latarbelakang masalah di atas,dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:
1. Budaya disekolah memberikan pemahaman yang kontra atau bertolak
belakang dengan karakteristik individu tenaga SDM di dunia pendidikan
2. Guru mengajar, masih ada yang belum membuat perangkat pembelajaran
sendiri dalam proses pembelajaran, masih belum disiplin dalam kehadiran di sekolah, masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi
keguruan yang kesemuanya tersebut merupakan indikator rendahnya
profesionalisme guru sehingga berdampak terhadap mutu pendidikan
3. Budaya sekolah, komunikasi antarpribadi, dan kecerdasan emosional
(32)
18
4. Guru masih memiliki kecenderungan menempatkan diri pada posisi sebagai
pengajar semata, dan dan tidak sedikit guru yang mengabaikan tugasnya dalam mendidik dan melatih peserta didik
5. Masih rendahnya aktifitas guru dalam menulis karya ilmiah
1.3.Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak mengembang permasalahannya dan jelas masalah yang dikaji maka perlu adanya pembatasan masalah. Dalam penelitian ini masalah yang dikaji adalah tentang profesionalisme guru yang dipengaruhi oleh budaya sekolah, komunikasi antarpribadi dan kecerdasan emosional. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N kecamatan Mardingding.
Profesionalisme guru merupakan sikap seorang guru untuk melakukan
tugasnya secara profesional. Jadi dengan profesionalisme guru dalam
pembelajaran diharapkan pendidikan menjadi efektif dan efesien sehingga tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan standar yang ditentukan pemerintah. Agar tercapai profesionalisme guru secara efektif, maka profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: budaya sekolah, komunikasi antarpribadi, dan kecerdasan emosional guru. Jika budaya sekolah, komunikasi antarpribadi guru, dan kecerdasan emosional guru baik maka profesionalisme guru juga baik, jika profesionalisme guru baik maka tujuan pendidikan tercapai dengan efektif dan efesien.
1.4.Rumusan Masalah
Untuk meneliti variabel yang akan diteliti untuk menghasilkan data yang jelas maka masalah dalam peneltian ini dirumuskan sebagai berikut:
(33)
19
1. Apakah budaya sekolah berhubungan positif dengan profesionalisme
guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.?
2. Apakah komunikasi antarpribadi berhubungan positif dengan
profesionalisme guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.?
3. Apakah kecerdasan emosional berhubungan positif dengan
profesionallisme guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.?
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan budaya sekolah dengan profesionalisme
guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.
2. Untuk mengetahui hubungan komunikasi antarpribadi dengan
profesionalisme guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.
3. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan
profesionallisme guru SMP Negeri Kecamatan Mardingding.
1.6. Manfaat Penelitian
2. Manfaat Teoritis
- Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan di dunia pendidikan
terutama tentang budaya sekolah, komunikasi antarpribadi, kecerdasan emosional, dengan profesionalisme guru
- Memberikan informasi tentang hasil penelitian tentang profesionalisme
guru SMP Kecamatan Mardinding
- Sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan masukan dalam
(34)
20
- Sebagai pedoman peneliti lainnya dalam penulisan karya ilmiah
3. Manfaat Praktis
- Sebagai pertimbangan bagi lembaga pendidikan, dan sekolah lainnya
agar penelitian ini dapat diaplikasikan di instansi pendidikan masing-masing, khususnya di SMP N kecamatan Mardingding
- Dapat digunakan sebagai acuan/masukan dalam menyusun strategi
kebijakan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru
- Bagi para pihak yang terkait termasuk dinas pendidikan, penelitian ini
diharapkan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam upaya peningkatan profesionalisme guru
(35)
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesiimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Budaya sekolah mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan profesionalisme guru SMP Negeri di Kecamatan Mardingding korelasi sebesar 0,515 dengan korelasi determinasinya 0.265 signifikan 0,02, korelasi ini menunjukkan hubungan yang sedang. Hal ini berarti budaya sekolah yang dimiliki sekolah yang baik maka profesionalisme guru disekolah tersebut akan menjadi lebih baik. Dari uji kecenderungan data disimpulkan bahwa Variable budaya sekolah (X1) kategori tinggi sebesar 15%, kategori sedang sebesar 85%, kategori rendah sebesar 0% dan kategori kurang sebesar 0%. 2. Komunikasi antarpribadi guru mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan dengan profesionalisme guru SMP Negeri di Kecamatan Mardingding korelasi sebesar 0,600 dengan korelasi determinasinya 0,36 signifikan 0.005. korelasi ini menunjukkan hubungan yang tinggi, hal ini berarti, komunikasi antarpribadi guru yang efektif memberikan kontribusi terhadap profesionalisme guru. Untuk uji kecenderungan variabel komunikasi antarpribadi guru(X2) kategori tinggi sebesar 15%, kategori sedang sebesar 85%, kategori rendah sebesar 0% dan kategori kurang sebesar 0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variable komunikasi antarpribadi guru berada pada kategori sedang sebesar 40%.
(36)
127
3. Kecerdasan emosional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan profesionalisme guru SMP Negeri di Kecamatan Mardingding korelasi sebesar 0,443 dengan koefisien diterminasinya 0,196 signifikan 0.05. hal ini berarti profesionalisme guru memiliki hubungan yang sedang dengan kecerdasan emosinal guru. Untuk uji kecenderungan variabel variabel kecerdasan emosional (X3) kategori tinggi sebesar 15%, kategori sedang sebesar 85%, kategori rendah sebesar 0% dan kategori kurang sebsar 0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variable kecerdasan emosional berada pada kategori sedang sebesar 85%.
Terujinya hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa budaya sekolah, komunikasi antarpribadi guru, dan kecerdasan emosional memiliki korelasi dengan profesionalisme guru. Temuan ini setidaknya membuktikan secara empiris bahwa budaya sekolah, komunikasi antarpribadi guru, dan kecerdsasn emosional merupakan faktor penting dan sangat menentukan dalam peningkatan profesionalisme guru..
5.2. Implikasi
Terujinya hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa budaya sekolah, komunikasi antarpribadi guru, dan kecerdasan emosional memberikan kontribusi terhadap profesionalisme guru. Temuan ini setidaknya membuktikan secara empiris bahwa budaya yang dipakai di sekolah, komunikasi antarpribadi guru dan kecerdasan emosional yang dimiliki guru merupakan faktor penting dalam meningkatkan profesionalisme guru.
1. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui peningkatan penerapan pelaksanaan budaya sekolah
(37)
128
Untuk meningkatkan profesionalisme guru salah satu factor yang penting adalah budaya sekolah. Budaya sekolah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat dalam memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi di sekolah.
Dengan demikian perbedaan dalam setiap individu guru tidak diperlihatkan dalam sekolah karena akan terjadi perbedaan yang menyebabkan konflik dalam sekolah. Selanjutnya karekteristik perbedaan individu akan disatukan oleh budaya yang diterapkan dalam sekolah tersebut. Maksudnya, jika budaya sekolah tersebut menuntut kinerja guru-guru secara profesional maka tidak boleh tidak guru-guru yang kinerjanya masih dibawah standar akan meningkatkan kemampuan kinerjanya. Jadi tidak ada lagi guru-guru yang malas atau kinerjanya tidak profesional. Dengan demikian profsionalisme guru akan terbentuk dalam suatu sekolah dengan dituntut oleh budaya dalam sekolah tersebut.
2. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui peningkatan komunikasi antarpibadi yang dimiliki oleh guru.
Pada dasarnya tiap individu mempunyai watak dan kepribadian yang tak sama dengan orang lain, karena ini merupakan hasil tempaan dan terbentuk berdasarkan pengalaman dimasa lalu. Apabila dua individu yang melakukan komunikasi bisa saling mengerti dan memahami kepribadian dan watak masing-masing, baru dapat dikatakan bahwa satu sama lain dalam berkomunikasi
(38)
129
melakukan prediksi atas data psikologis. Selain itu, pada tataran ini kedua individu yang melakukan interaksipun telah mengalami pembiasan norma yang berlaku diantara mereka. Yang tadinya pada tataran kultural dan sosiologis kedua individu tersebut masih berinteraksi dengan menggunakan norma konvensional yang berlaku dimasyarakat, tetapi pada tataran psikologis individu yang beriteraksi menggunakan norma relational yang hanya dipahami oleh mereka berdua berdasarkan pengalaman dari pola dan kesepakatan mereka berdua.
Demikian juga dalam proses pembelajaran, seorang guru perlu memiliki keterampilan komunikasi antrapribadi dalam membina hubungan dengan siswa. Dalam meningkatkan profesionalisme guru, perlu adanya suatu keterampilan komunikasi antarpribadi guru. Karena, apabila hubungan antar guru dan siswa terbina dengan baik, maka tujuan dari pembelajaran akan tercapai. Dalam hal ini, kompetensi kepribadian dan pedagogik yang di miliki guru professional sangat terdukung oleh komunikasi antarpibadi guru itu sendiri
3. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui peningkatan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh guru
Kecerdasan emosional atau kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan guru untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesali di kemudian hari. Jika tidak dapat dikendalikan, atau tidak dapat menempatkan emosi pada
(39)
130
tempatnya, hal ini akan memberikan dampak dalam proses pembelajaran, atau menganggu kinerja guru itu sendiri.
Dalam hal ini, profesionalisme guru sangat didukung oleh kecerdsan emosionalnya, karena jika guru mampu mengendalikan emosionalnya maka akan mengacu kepada profesionalisme guru. Hal ini berarti kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin.
5.3. Saran
Saran-saran yang dapat disapmpaikan sehubungan dengan temuan hasil penelitian ini adalah:
1. Kepala SMP Negeri di Kecamatan Mardingding hendaknya menerapkan dan membentuk budaya sekolah yang mendukung tercapainya profesionalisme guru yang baik. Disamping itu kepala sekolah juga hendaknya meningkatkan komunikasi antarpribadi guru dan kecerdasan emosional guru agar dengan terbentuknya komunikasi antarpribadi guru dan kecerdasan emosional yang baik memberikan kontribusi terhadap profesionalisme guru. Walaupun penelitian ini hanya untuk guru yang sudah disertifikasi, faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme ini juga berlaku untuk guru yang belum
(40)
131
sertifikasi. Karena guru yang profesional juga bukan guru yang sudah disertifikasi saja, guru yang sudah mendapat SK kepegawaian juga merupakan guru yang profesional.
2. Kepada guru di SMP N kecamatan mardingding yang sudah disertifiksi kususnya dan guru keseluruhan pada umumya hendaknya terus meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar dengan cara meningkatkan komunikasi antarpribadi guru, kecerdasan emosional dan menaatai peraturan dan norma sekolah. Guru harus menjadikan budaya sekolah sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru untuk meningkatkan mutu pendidikan . demikian juga meningkatkan komunikasi antarpribadi guru dan kecerdasan emosional.
3. Kepada Dinas Pendidikan Karo kususnya untuk kecamatan Mardingding dan untuk kabupaten Karo umumnya hendaknya menyeleksi guru-guru yang akan diterima menjadi PNS atau yang akan disertifikasi dengan mempertimbangkan kocerdasan emosional guru dan komunikasi antarpribadi guru. Bagi guru yang sudah PNS atau yang sudah disertifikasi memberikan pelatihan tentang kecerdasan emosional dan komunikasi antarpribadi guru. Selain itu, Dinas Pendidikan juga melihat budaya sekolah yang berlaku disekolah dan memberikan kontribusi kepada sekolah tersebut agar memiliki budaya yang dapat meningkatkan profesionalisme guru.
4. Kepada peneliti lain bahwa penelitian ini perlu ditindak lanjuti khususnya yang berkaitan dengan variabel-variabel berbeda yang turut memberikan sumbangan terhadap profesionalisme guru.
(41)
132
KEPUSTAKAAN
Arikunto , Suharsimi. 1990. Manajemen Pengajaran Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakatra: Rajawali Press.
Budayatna, Muhammad, dan Leila Mona Ganiem, 2011, Teori Komunikasi Antar Pribadi,Jakarta: Kencana
Bafadal, Ibrahim, 2006, Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar,Jurnal Pendidikan Inovatif Volume I, No.2, Maret 2006
Danim, Sudarwan, 2011, Pengembangan Profesi Guru,Kencana: Jakarta
---, 2010, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Alfabeta: Bandung.
---, 2002., Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia.
---, 2010, Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
DeVito, Joseph A., 1991. Komunikasi Antar Manusia, edisi kelima, Jakarta: Professional Books
Daryanto, 2011,Ilmu Komunikasi,Yrama Widya:Bandung
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.
Eugene McKenna dan Nic Beec, 2002, The Essence of : Manajemen Sumber Daya Manusia,Terj. Toto Budi Santoso, Yogjakarta : Penerbit Andi
Liliweri, Alo, 1991,Komunikasi Antarpribadi,Citra Aditya Bakti: Jakarta
Ginting, Masta Iriani, 2012, Pengaruh Iklim Organisasi, Komunikasi Antarpribadi, dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru Produktif Studi Empiris di SMK Sub Rayon 04 Medan, Tesis Tidak Diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
(42)
133
Goelman, Daniel, 2009, Emotional Intelegency, Alih Bahasa. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia,
---, 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terj: Alex tri Kantjoro Widodo. Jakarta : Gramedia
Gunawan, 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Ge Mozaik, 2005, http://ganeca.blogspirit.com. Diakses 15 Juli 2012
Hamalik , Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Harmoko, R., Agung, 2005. Kecerdasan Emosional. Binuscareer.com
Harjana, AM. 2003, Komunikasi Interpersonal dan Antarpersonal, Jakarta: Kanisius.
Hasan, Ani M, 2003, Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan,Artikel: [email protected]. Diakses 12 juli 2012.
Imron, 1995.Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Jackson, J. H, dan Robert L. Mathis, 2009, Human Resource Management,
Jakarta: Salemba
Kunandar. 2007.Guru Profesional. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lutfi, Achmad, 2009, Mempertahankan Profesionalisme sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan Indonesia, (Jurnal, Volume 16, no 1, FMIPA Unesa)
Lubis, Jariah. 2006. “Kontribusi Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Budaya Kerja Guru terhadap Kinerja Guru di SMA Negeri Kota Medan”. Tesis. Medan.: Pascasarjana Unimed.
Muhammad, Arini, 2007Komunikasi Organisasi,Jakarta: Bumi Aksara,
Muhson, Ali, Meningkatkan Profesionalisme Guru:Sebuah Harapan, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 2 No 1, Agustus 2004.
Muhlisin, Profesionalisme Guru Menyongsong Masa Depan, Artikell, http://www.infodiknas.com, Posting:Rulam, Juli 2012, Diakses 12 agustus 2012.
Mulyasa , E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya
(43)
134
---, 2010, Penelitian Tindakan Kelas (Meningkatkan Produktivitas Sekolah),Rosda:Bandung
Mulyana, Deddy, 1999, Nuansa – Nuansa Komunikasi, Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontenporer, Bandung: Rosda Karya. Mulyadi, Seto, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=16965, diakses 15 Juli 2012
Muhtar, Entang Ardhy. (2003). ”Etos Kerja dan Profesionalisme Birokrasi”, Jakarta: Formasi, Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan, No.7, Tahun IV, Maret 2003:3-8.
Nata , Abuddin. 2003.Manajemen Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Ndraha, Taliziduhu,2003,Budaya organisasi, Jakarta:Rineka Cipta,
Nurudin, Muhammad. 2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Nasution, M.Choir Nazlan, 2012, Hubungan Persepsi Guru Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Mutu Pendidikan MTs di KKM MTs N Siantar, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
Pace, wayne R dan Don F. Faules, Terj. Deddy Mulyana, 2006, Komunikasi Organisasi : Strategi Meningkatkan Pekerjaan,Bandung: Rosda Karya, Priambodo, A. Mukhtar dan Erwin. 2003. Mengukir Prestasi: Panduan Menjadi
Guru Profesional. Jakarta: Misaka Galiza.
Perarturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 . 4 Mei 2007,
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis dan Disertasi, 2010 Medan: Universitas Negeri Medan
Rahardja, AT, Hubungan Antara Komunikasi Antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja guru dengan Kinerja Guru,Jurnal Pendidikan Penabur No.o3, tahun III, Desember 2004
Robbins, Stephen, Timothy A. Judge, 2007, Oganizational Berhavior, Terj. Abdul, Ed. 12, Jilid 1&2, Rosyd, Jakarta: Salemba Empat.
Riduan, dan Akdon, 2009, Rumus dan Data dalam Analisis Statistika, Alfabeta: Bandung
(44)
135
Rivai, Veithzal dan deddy mulyadi, 2011, kepemimpinan dan perilaku organisasi, ed.3, jakarta: grafindo
Romauli, Valentine Purnama, 2012, Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru SMP N Kab. Samosir, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan.
Ridwan, 2008, Sekolah Efektif,http://ridwan202.wordpress.com, diakses 15 Juli 2012
Sagala, Syaiful, 2009, Administrasi konteporer, bandung: alfabeta,
---, 2011, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
Bandung: Alfabeta
Simanjuntak, Rivai M, 2010, Pengaruh Budaya Ornganisasi, Kecerdasan Emosional, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N Kab. Deli Serdang, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
Sudijono, Anas, 2007,Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta: Grafindo Suranto, A.W, 2011,Komunikasi Interpersonal,Yogyakarta: Graha Ilmu Sibuea, Abdul Muin, 2005,Statistik,Diktat:Unimed
Suprapto, Tommy, 2009, Pengantar Ilmu Komukasi,Yogyakarta: Capps,
Sobirin, Achmad, 2009, Budaya Organisasi, Yogyakarta: STIM YKPN,
Surya , M. 2006. Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Supriad, Dedi i.1998.Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.. Sudjana , Nana, 1996. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
---, 2005,Metoda Statistika,Tarsito:Bandung Sopiah,2008, Perilaku Organisasi,Yogyakarta: Andi
(45)
136
---, 2010, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, R&D, Bandung: Alfabeta
Saodin, Ondi, dan Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Saroni, Muhammad. 2011. Personal Branding Guru Meningkatkan Kualitas dan Profesionalitas Guru. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Supranto, J, 2010,Analisis Multivariat (Arti &Interpersati), Jakarta: Rineka Cipta
Saud, Udin Syaefudin. 2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung : Alfabeta.
Slemato. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Suharsono. (2004).Melejitkan IQ, IE, dan IS. Jakarta : Inisiasi Press
Sufyarma, 2004:,Manajemen Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
Tubroni, 2010, Pengembangan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran,
Artikel, Blog http://tobroni.staff.umm.ac.id, Diakses 12 Agustus 2012
Utomo, Tjipto dan Kees Ruijter (1994). Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Cetakan kelima. Jakarta : Gramedia.
Usman , Moh. Uzer, 1994, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen.Depdikbud.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdikbud.
Widjaja, A. W, 2008, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara
Wijaya, C. Dan Rusyan A.T, 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winarni, Sri, 2009, Komunikasi Antarpribadi Guru Sebagai Kompetensi Guru Pendidikan Jasmanis,(Junal FIK UNY, Vol 1, No 1, Feberuari)
(46)
137
(1)
KEPUSTAKAAN
Arikunto , Suharsimi. 1990. Manajemen Pengajaran Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakatra: Rajawali Press.
Budayatna, Muhammad, dan Leila Mona Ganiem, 2011, Teori Komunikasi Antar Pribadi,Jakarta: Kencana
Bafadal, Ibrahim, 2006, Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar,Jurnal Pendidikan Inovatif Volume I, No.2, Maret 2006 Danim, Sudarwan, 2011, Pengembangan Profesi Guru,Kencana: Jakarta
---, 2010, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Alfabeta: Bandung.
---, 2002., Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia.
---, 2010, Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
DeVito, Joseph A., 1991. Komunikasi Antar Manusia, edisi kelima, Jakarta: Professional Books
Daryanto, 2011,Ilmu Komunikasi,Yrama Widya:Bandung
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.
Eugene McKenna dan Nic Beec, 2002, The Essence of : Manajemen Sumber Daya Manusia,Terj. Toto Budi Santoso, Yogjakarta : Penerbit Andi
Liliweri, Alo, 1991,Komunikasi Antarpribadi,Citra Aditya Bakti: Jakarta
Ginting, Masta Iriani, 2012, Pengaruh Iklim Organisasi, Komunikasi Antarpribadi, dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru Produktif Studi Empiris di SMK Sub Rayon 04 Medan, Tesis Tidak Diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
(2)
Goelman, Daniel, 2009, Emotional Intelegency, Alih Bahasa. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia,
---, 2001. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terj: Alex tri Kantjoro Widodo. Jakarta : Gramedia
Gunawan, 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Ge Mozaik, 2005, http://ganeca.blogspirit.com. Diakses 15 Juli 2012
Hamalik , Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Harmoko, R., Agung, 2005. Kecerdasan Emosional. Binuscareer.com
Harjana, AM. 2003, Komunikasi Interpersonal dan Antarpersonal, Jakarta: Kanisius.
Hasan, Ani M, 2003, Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan,Artikel: [email protected]. Diakses 12 juli 2012.
Imron, 1995.Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Jackson, J. H, dan Robert L. Mathis, 2009, Human Resource Management, Jakarta: Salemba
Kunandar. 2007.Guru Profesional. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lutfi, Achmad, 2009, Mempertahankan Profesionalisme sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan Indonesia, (Jurnal, Volume 16, no 1, FMIPA Unesa)
Lubis, Jariah. 2006. “Kontribusi Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Budaya Kerja Guru terhadap Kinerja Guru di SMA Negeri Kota Medan”. Tesis. Medan.: Pascasarjana Unimed.
Muhammad, Arini, 2007Komunikasi Organisasi,Jakarta: Bumi Aksara,
Muhson, Ali, Meningkatkan Profesionalisme Guru:Sebuah Harapan, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 2 No 1, Agustus 2004.
Muhlisin, Profesionalisme Guru Menyongsong Masa Depan, Artikell, http://www.infodiknas.com, Posting:Rulam, Juli 2012, Diakses 12 agustus 2012.
(3)
---, 2010, Penelitian Tindakan Kelas (Meningkatkan Produktivitas Sekolah),Rosda:Bandung
Mulyana, Deddy, 1999, Nuansa – Nuansa Komunikasi, Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontenporer, Bandung: Rosda Karya. Mulyadi, Seto, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=16965, diakses 15 Juli 2012 Muhtar, Entang Ardhy. (2003). ”Etos Kerja dan Profesionalisme Birokrasi”,
Jakarta: Formasi, Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan, No.7, Tahun IV, Maret 2003:3-8.
Nata , Abuddin. 2003.Manajemen Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Ndraha, Taliziduhu,2003,Budaya organisasi, Jakarta:Rineka Cipta,
Nurudin, Muhammad. 2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Nasution, M.Choir Nazlan, 2012, Hubungan Persepsi Guru Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Mutu Pendidikan MTs di KKM MTs N Siantar, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
Pace, wayne R dan Don F. Faules, Terj. Deddy Mulyana, 2006, Komunikasi Organisasi : Strategi Meningkatkan Pekerjaan,Bandung: Rosda Karya, Priambodo, A. Mukhtar dan Erwin. 2003. Mengukir Prestasi: Panduan Menjadi
Guru Profesional. Jakarta: Misaka Galiza.
Perarturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 . 4 Mei 2007, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis dan Disertasi, 2010 Medan: Universitas Negeri Medan
Rahardja, AT, Hubungan Antara Komunikasi Antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja guru dengan Kinerja Guru,Jurnal Pendidikan Penabur No.o3, tahun III, Desember 2004
Robbins, Stephen, Timothy A. Judge, 2007, Oganizational Berhavior, Terj. Abdul, Ed. 12, Jilid 1&2, Rosyd, Jakarta: Salemba Empat.
Riduan, dan Akdon, 2009, Rumus dan Data dalam Analisis Statistika, Alfabeta: Bandung
(4)
Rivai, Veithzal dan deddy mulyadi, 2011, kepemimpinan dan perilaku organisasi, ed.3, jakarta: grafindo
Romauli, Valentine Purnama, 2012, Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru SMP N Kab. Samosir, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan.
Ridwan, 2008, Sekolah Efektif,http://ridwan202.wordpress.com, diakses 15 Juli 2012
Sagala, Syaiful, 2009, Administrasi konteporer, bandung: alfabeta,
---, 2011, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta
Simanjuntak, Rivai M, 2010, Pengaruh Budaya Ornganisasi, Kecerdasan Emosional, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N Kab. Deli Serdang, Tesis, Tidak diterbitkan, Medan: Universitas Negeri Medan
Sudijono, Anas, 2007,Pengantar Statistik Pendidikan,Jakarta: Grafindo Suranto, A.W, 2011,Komunikasi Interpersonal,Yogyakarta: Graha Ilmu Sibuea, Abdul Muin, 2005,Statistik,Diktat:Unimed
Suprapto, Tommy, 2009, Pengantar Ilmu Komukasi,Yogyakarta: Capps, Sobirin, Achmad, 2009, Budaya Organisasi, Yogyakarta: STIM YKPN,
Surya , M. 2006. Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Supriad, Dedi i.1998.Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.. Sudjana , Nana, 1996. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
---, 2005,Metoda Statistika,Tarsito:Bandung Sopiah,2008, Perilaku Organisasi,Yogyakarta: Andi
(5)
---, 2010, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, R&D, Bandung: Alfabeta
Saodin, Ondi, dan Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Saroni, Muhammad. 2011. Personal Branding Guru Meningkatkan Kualitas dan Profesionalitas Guru. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Supranto, J, 2010,Analisis Multivariat (Arti &Interpersati), Jakarta: Rineka Cipta Saud, Udin Syaefudin. 2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung : Alfabeta. Slemato. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta
Suharsono. (2004).Melejitkan IQ, IE, dan IS. Jakarta : Inisiasi Press Sufyarma, 2004:,Manajemen Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
Tubroni, 2010, Pengembangan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran, Artikel, Blog http://tobroni.staff.umm.ac.id, Diakses 12 Agustus 2012 Utomo, Tjipto dan Kees Ruijter (1994). Peningkatan dan Pengembangan
Pendidikan. Cetakan kelima. Jakarta : Gramedia.
Usman , Moh. Uzer, 1994, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen.Depdikbud.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdikbud.
Widjaja, A. W, 2008, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara
Wijaya, C. Dan Rusyan A.T, 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Winarni, Sri, 2009, Komunikasi Antarpribadi Guru Sebagai Kompetensi Guru Pendidikan Jasmanis,(Junal FIK UNY, Vol 1, No 1, Feberuari)
(6)