Komunikasi Antar Pribadi Ayah Dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)

(1)

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI AYAH DAN PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK REMAJA

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja

di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh : RIKA AFRIANI

060904036

Program Studi : Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak remaja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan .

Teori yang digunakan adalah, teori komunikasi, komunikasi antar pribadi, self disclosure, remaja dan kecerdasan emosional. Penelitian ini merupakan studi korelasional sebuah studi yang bertujuan untuk melihat sejauhmana variasi-variasi antara variabel komunikasi antar pribadi ayah yang berkaitan dengan variabel perkembangan kecerdasan emosional anak remaja yang berdasarkan pada koefisien korelasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Al-Ulum Medan yang duduk di kelas X dan XI dengan jumlah 304 orang. Untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 % maka diperoleh 75 orang.Teknik penarikan sampel menggunakan stratifikasi proporsional dan simple random sampling.

Dari uji hipotesa dengan menggunakan rumus rank Spearman melalui program SPSS 15.0 diperoleh hasil rs = 0,412 dengan tingkat signifikansi 0,01.

Sesuai dengan Kaidah Spearman yaitu rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah Ha adalah diterima yaitu terdapat hubungan antara Komunikasi Antar

Pribadi ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan. Pada pengujian tingkat signifikansi di hasilkan nilai ttabel

> thitung yaitu 3,863 > 1,980. Ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Berdasarkan koefisien korelasi skala Guilford, hasil 0,412 berada pada skala 0,40-0,70, hal ini menunjukkan adanya hubungan yang cukup berarti antara Komunikasi Antar Pribadi Ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum, dan besarnya pengaruh Komunikasi Antar Pribadi terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja adalah 17%.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur pada Sang Khalik Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, dan juga shalawat beserta salam kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW, dengan kata “Iqra” Beliau telah membawa semua umatnya ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dengan Izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan”, yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara.

Rasa bahagia dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada yang teristimewa ayahanda Chairuddin dan ibunda Mariana yang telah banyak memberikan kasih sayang, mendidik, membimbing dan mendoakan serta memberikan kekuatan kepada peneliti baik berupa moril maupun material sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi ini, juga kepada kakanda Fitria Ningsih, SE dan Sri Astuty, SE serta adik tersayang Yazid Utomo yang telah memberikan semangat dan doa kepada peneliti.


(4)

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima masukan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, Msi. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, Ma. Selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, Msi, Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A. Selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabarannya telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan tulisan ini.

5. Kepada Bapak Drs. H. lukman hakim, M.pd. Selaku kepala sekolah SMA Swasta Al-Ulum Medan, terima kasih banyak atas kesempatan dan bantuan yang peneliti peroleh dalam menyelesaikan tulisan ini.

6. Adik-adik di SMA Swasta Al-Ulum khususnya kelas X dan XI. Terima kasih untuk bantuan dan kerjasamanya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tulisan ini.

7. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP, USU yang selama ini telah banyak membagikan ilmunya kepada peneliti.


(5)

8. Kak Ros, Kak Cut, dan Kak Maya yang banyak membantu peneliti dalam segala urusan perkuliahan dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih banyak untuk segala informasi dan bantuannya.

9. Kak Anim dan Kak Puan yang telah membantu peneliti belajar metopel lebih lanjut untuk penulisan skripsi ini.

10.Untuk temen-temen seperjuangan, anak-anak Flicka Zone, Dedek Elisyah Putri Siregar, S.Sos, Budi Harianti, Laila Syafitri Lubis, Dinda Sholiha, afifah Ali Amran, Arifah Armi Lubis, Malidayani Lubis, asdini Harmayana, Sabriyah Gassiy Hadra, terima kasih untuk waktu, dukungan, dan bantuannya serta canda, tawa ceria kalian yang mewarnai hidup peneliti selama di bangku kuliah.

11.Untuk Bang M. Fitri Rahmadana, SE., M.si atas ilmu SPSS nya lengkap dengan buku panduannya yang sudah dibagikan pada peneliti.

12.Untuk Eza, Pebri, Nina, Rika, Roy, Aam, Isan, Heru. Terima kasih buat semangat dan dukungannya kepada peneliti. Sama-sama kita berjuang untuk menyelesaikan kuliah kita.

13.Untuk si kecil Ibnu kaffah Syarif dan Humairah Nursyifa, karena ocehan-ocehan kalian memberikan semangat dan membuat Bunda terhibur. Terimakasih ponakanku tersayang.

14.Untuk teman-teman di Harapan, terima kasih buat dukungan dan semangatnya. Kapan- kapan kita ngumpul bareng lagi.


(6)

15.Semua pihak yang belum tersebutkan diatas yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaannya, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Medan, April 2010

Peneliti,


(7)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAKSI

KATA PNGANTAR………. i

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL……… vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah... 1

I.2. Perumusan Masalah ...………... 7

I.3. Pembatasan Masalah………... 7

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………...………. 7

I.4.1) Tujuan Penelitian……… 8

I.4.2) Manfaat Penelitian……….. 8

I.5. Kerangka Teori………. 8

I.5.1) Komunikasi………. 9

I.5.2) Komunikasi Antar Pribadi………...………….. 10

I.5.3) Self Disclosure………. 12

I.5.4) Remaja……… 13

I.5.5) Kecerdasan Emosional………...…... 16

I.6. Kerangka Konsep……… 17

I.7. Model Teoritis………...………….. 19

I.8. Operasional Variabel ………...………… 20

I.9. Definisi Operasional……….. 20

I.10. Hipotesa ……… 23

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1. Komunikasi………...……… 25

II.1.1) Pengertian Komunikasi………...………... 25

II.1.2) Tujuan Komunikasi………. 27

II.1.3) Fungsi Komunikasi………...…. 28

II.1.4) Proses Komunikasi……….. 30

II.2. Komunikasi Abtar Pribadi……….. 31

II.2.1) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi……...………. 31

II.2.2) Ciri- ciri Komunikasi Antar Pribadi……… 33

II.2.3) Fakror-faktor Yang MenumbuhkanAntar Pribadi Dalam Komunikasi Antar Pribadi…...…………. 35

II.2.4) Tujuan Komunikasi antar Pribadi……….. 37

II.3. Self Disclosure………...…. 39

II.4. Remaja………. 42


(8)

II.4.2) Karakteristik Perkembangan Remaja…...…………. 44

II.4.3)Tugas Perkembangan Remaja…...………. 46

II.5. Kecerdasan Emosional…………...……….. 52

II.5.1) Pengertian Kecerdasan Emosional…,..………. 52

II.5.2) Bentuk-Bentuk Kecerdasan Emosional………. 54

II.5.3)Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosional Remaja………..…...………. 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian………. 60

III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…...………. 60

III.3. Populasi dan Sampel ……...………. 62

III.3.1) Populasi………...………. 62

III.3.2) Sampel………...………. . 62

III.4. Teknik Penarikan Sampel……...………. 64

III.5. Teknik Pengumpulan Data………..……… 66

III.6. Teknik Analisis Data……..………. 67

III.7. Langkah-Langkah Penelitian…...………. 69

III.7.1) Tahap Awal……..……… 70

III.7.2) Pengumpulan Data……..………. 70

III.7.3) Proses Pengolahan Data…...……… 71

III.7.4) Penomoran Kuesioner…..……… 71

III.7.5) Editing…………..……… 71

III.7.6) Coding………..………. 71

III.7.7) Inventarisasi Tabel……..……….. 71

III.7.8) Menyediakan Kerangka Tabel…..……… 71

III.7.9) Tabulasi Data………...……… 72

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Tabel Tunggal…………...……….. 73

IV.1.1) Karakteristik Responden……… 73

IV.1.2) Komunikasi Antar Pribadi………. 81

IV.1.3) Perkembangan Kecerdasan Emosional Remaja……. 97

IV.2. Analisis Tabel Silang………...……….. 110

IV.3. Uji Hipotesa………...……… 119

IV.4. Pembahasan………...………. 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan………...………. 124

V.2. Saran……… 126 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Daftar Tabel

Tabel 1 : Variabel Operasional………. 20

Tabel 2 : Populasi dan Sampel ………...……. 64

Tabel 3 : Usia Responden………. 73

Tabel 4 : Jenis Kelamin………...…………. 75

Tabel 5 : Suku Responden………...……… 76

Tabel 6 : Kedudukan anak dalam keluarga……...……… 77

Tabel 7 : Kelas siswa ………...……… 78

Tabel 8 : Pekerjaan Ayah………...……….. 79

Tabel 9 : Lama ayah bekerja di luar rumah …...……….. 80

Tabel 10 : Keterbukaan anak pada ayah……...……….. 81

Tabel 11 :Dukungan ayah terhadap ide atau hobi anak……… 82

Tabel 12 : Kemampuan anak untuk bersikap positif………. 83

Tabel 13 : Sikap positif ayah terhadap anak remajanya……… 84

Tabel 14 : Empati seorang ayah ……… 85

Tabel 15 : Frekuensi komunikasi antar pribadi………. 86

Tabel 16 : Waktu yang digunakan untuk mengibrol……… 87

Tabel 17 : Topik yang sering dibicarakan……… 88

Tabel 18 ; Lama waktu mengobrol……….. 89

Tabel 19 : Suasana saat mengobrol……….. 90

Tabel 20 : Tempat untuk mengobrol……… 91

Tabel 21 : Sikap ayah ketika anak menghadapi kegagalan……….. 92

Tabel 22 : Keterbukaan ayah terhadap anak ………. 93

Tabel 23 : Sikap positif anak pada ayah ……….. 94

Tabel 24 : Sikap peduli anak……… 95

Tabel 25 ; Perbedaan pendapat antara anak dan ayah……….. 96

Tabel 26 : Kemampuan anak mengenali emosinya………. 97

Tabel 27 : Kemampuan anak mengetahui penyebab emosinya………… 98

Tabel 28 : Kemampuan mengendalikan emosi marah………. 99

Tabel 29 : Kemampuan anak melepaskan diri dari kecemasan………… 100


(10)

Tabel 31 : Kemampuan fokus anak terhadap satu objek……… 102 Tabel 32 : Kemampuan anak untuk memotivasi diri………. 102 Tabel 33 : Kemampuan anak untuk mendengarkan orang lain……….. 103 Tabel 34 : Kemampuan empati anak……….. 104 Tabel 35 : Pergaulan anak dengan teman sebaya………... 105 Tabel 36 : Kemampuan komunikasi anak di lingkungan baru………… 106 Tabel 37 : Keterbukaan anak dengan kemampuan memotivasi diri…… 107 Tabel 38 : Sikap positif anak dengan mengendalikan emosi…………... 108 Tabel 39 : Frekuensi mengobrol dengan kemampuan empati anak……. 109 Tabel 40 : Hubungan antara keterbukaan terhadap

Ayah dengan kemampuan mengenali emosi……… 111 Tabel 41 : Hubungan antara sikap positif dengan

Kemampuan mengendalikan emosi……….. 113 Tabel 42 : Hubungan antara dukungan ayah

Dengan kemampuan berpikir ketika

Menghadapi masalah……… 115 Tabel 43 : Hubungan antara suasana berkomunikasi

dengan kemampuan untuk berempati……… 117 Tabel 44 : Hasil uji hipotesa korelasi Sperman………


(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak remaja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan .

Teori yang digunakan adalah, teori komunikasi, komunikasi antar pribadi, self disclosure, remaja dan kecerdasan emosional. Penelitian ini merupakan studi korelasional sebuah studi yang bertujuan untuk melihat sejauhmana variasi-variasi antara variabel komunikasi antar pribadi ayah yang berkaitan dengan variabel perkembangan kecerdasan emosional anak remaja yang berdasarkan pada koefisien korelasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Al-Ulum Medan yang duduk di kelas X dan XI dengan jumlah 304 orang. Untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 % maka diperoleh 75 orang.Teknik penarikan sampel menggunakan stratifikasi proporsional dan simple random sampling.

Dari uji hipotesa dengan menggunakan rumus rank Spearman melalui program SPSS 15.0 diperoleh hasil rs = 0,412 dengan tingkat signifikansi 0,01.

Sesuai dengan Kaidah Spearman yaitu rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah Ha adalah diterima yaitu terdapat hubungan antara Komunikasi Antar

Pribadi ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan. Pada pengujian tingkat signifikansi di hasilkan nilai ttabel

> thitung yaitu 3,863 > 1,980. Ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Berdasarkan koefisien korelasi skala Guilford, hasil 0,412 berada pada skala 0,40-0,70, hal ini menunjukkan adanya hubungan yang cukup berarti antara Komunikasi Antar Pribadi Ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum, dan besarnya pengaruh Komunikasi Antar Pribadi terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja adalah 17%.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Hidup manusia diwarnai dengan emosi dan berbagai macam perasaan. Manusia sulit menikmati hidup secara optimal tanpa memiliki emosi. Menurut James, emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya (Safaria, 2009 : 11).

Shapiro, 1997 (dalam Safaria, 2009 : 8), menegaskan bahwa individu yang memiliki kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani ketegangan emosi, karena kemampuan mengelola emosi ini akan mendukung individu menghadapi dan memecahkan konflik interpersonal dan kehidupan secara efektif. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tentunya dapat mengendalikan emosinya dengan efektif. Individu mampu mengontrol emosi serta mampu menyeimbangi rasa marah, rasa kecewa, frustasi, putus asa akibat diejek, ditolak, diabaikan, atau menghadapi ancaman.

Sejak dahulu, orangtua mengharapkan anaknya bisa menjadi orang yang sukses. Banyak cara dan jalan yang ditempuh orangtua untuk mencapai tujuannya. Ada yang berhasil, ada yang gagal, ada pula yang berhasil tetapi dengan akibat sampingan. Disadari di zaman globalisasi sekarang ini, para orangtua lebih banyak menghadapi tantangan-tantangan yang tidak dihadapi oleh generasi-generasi sebelumnya. Orangtua di era globalisasi ini terpaksa melakukan lebih


(13)

banyak daripada sekedar memberikan asuhan dasar bagi anak-anak, sebuah pendidikan yang baik, dan etika moral yang teguh terutama pada anak-anak remaja mereka yang dengan perubahan emosinya masih tidak stabil.

Secara psikologis remaja mengalami ambivalensi atau sikap mendua. Di satu sisi, remaja ingin berkembang secara independen atau mandiri, namun disisi lain—dengan melihat dunia orang dewasa yang asing dan rumit, mereka masih ingin mendapatkan kenyamanan hidupnya dibawah perlindungan atau kasih sayang orangtua. Sama halnya dengan orangtua , di satu pihak mereka menginginkan anaknya berkembang mandiri, namun di pihak lain mereka merasa khawatir untuk melepasnya, karena melihat anaknya belum tahu apa-apa dan kurang berpengalaman. Kebanyakan orangtua ingin memperlakukan anak-anak mereka dengan adil, dengan sabar dan dengan rasa hormat. Mereka ingin mengajarkan anak-anak bagaimana menangani masalah secara efektif dan ingin menjalin hubungan yang kuat dan sehat.

Dalam perkembangannya, remaja sangat membutuhkan figur teladan yang bisa merefleksikan jati diri mereka. Pola keteladanan yang baik dari orangtua, merupakan hal yang tepat sebagai media pengarahan dan pembinaan bagi remaja. Tidak hanya sekedar intelektulitas dari orangtua namun juga melibatkan emosionalitas. Orangtua yang memberikan rasa aman, kasih sayang, rasa saling memiliki dan adanya hubungan emosi yang baik diantara anggota keluarga serta adanya komunikasi yang intensif juga dapat membantu perkembangan kecerdasan emosional anak-anak remaja mereka.


(14)

Kecerdasan emosional pada remaja yang berkembang dengan baik dapat terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.

Sebaliknya bila orangtua dalam mengasuh anaknya menerapkan pola asuh otoriter, kaku atau keras, dan tidak adanya komunikasi serta hubungan yang baik antara anak dan orangtua dapat menimbulkan gap communication yang dapat memberikan masalah- masalah bagi perkembangan emosional anak. Sehingga kecerdasan emosional yang dimilki sang anak pun tidak berkembang dengan baik. Mereka tidak terampil dalam mengelola emosi, sehingga permasalahan yang sedang dihadapinya tidak mampu dipecahkan secara efektif. Pada akhirnya berujung pada frustasi atau depresi dan perasaan gelisah atau cemas.

Dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak remajanya, ayah dan ibu harus saling membantu dalam menjalankan perannya. Dimana ibu adalah jantung keluarga dan ayah adalah otak keluarga. Biasanya seorang ibu dengan sikapnya dapat menumbuhkan perasaan mencintai dan mengasihi pada anak melalui interaksi yang jauh melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang. Dengan didampingi ibu yang penuh kasih sayang akan memberi rasa aman yang diperlukan setiap anggota keluarga. Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. Namun biasanya seorang ibu sudah lelah dari


(15)

pekerjaan rumah tangga setiap hari, sehingga dalam keadaan tertentu, situasi tertentu, cara mendidiknya dipengaruhi emosi.

Disinilah sosok seorang ayah diperlukan dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional. Seorang ayah dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap disiplin. Ayah dengan sikap wibawanya sering menjadi wasit dalam memelihara suasana keluarga, sehingga mencegah timbulnya keributan akibat perselisihan dan pertengkaran keluarga.

Ahli-ahli psikologi telah lama berpendapat bahwa keterlibatan seorang ayah dalam mengasuh anak itu penting. Cara ayah dalam mempengaruhi anak dengan cara yang berbeda dengan para ibu, terutama dibidang-bidang seperti hubungan anak dengan teman sebaya dan prestasi disekolah. Seorang ayah biasanya mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak melalui kegiatan bermain yang lebih kasar dan melibatkan fisik baik di dalam maupun di luar ruang. Seorang ayah juga mampu menumbuhkan kebutuhan akan hasrat berprestasi melalui kegiatan berbagi cerita mengenai cita-cita. Menurut Psikologi, Aisya Torridho, bahwa adanya interaksi yang baik antara anak dan ayah mempengaruhi kecerdasan emosional yang membuatnya menjadi sosok dewasa yang berhasil (http://www.depkominfo.go.id).

Dari sebuah penelitian seorang anak yang dibimbing oleh ayah yang peduli, perhatian dan menjaga komunikasi akan cenderung berkembang menjadi anak yang lebih mandiri, kuat, dan memiliki pengendalian emosional yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak memiliki ayah seperti itu. Mereka yang ayahnya tidak seperti itu akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk


(16)

menemukan keseimbangan ketegasan untuk mempelajari pengendalian diri dan menunda pemuasan, keterampilan-keterampilan yang menjadi semakin penting sewaktu mereka tumbuh dan keluar untuk mencapai persahabatan yang erat, sukses akademis dan sasaran-sasaran karier (Gottman, 2008 : 186-187).

Untuk dekat dengan anak-anak sebenarnya tidaklah begitu sulit bagi kaum pria. Namun sebagaimana dijelaskan oleh Psikologi Ronald Levant dalam bukunya Masculinity Reconstructed, banyak ayah zaman sekarang berusaha keras mencari suatu definisi tentang ayah yang terasa pas. Mereka tahu bagaimana menjadi ayah yang mereka pelajari dari ayah mereka—bahwa seorang ayah adalah orang yang bekerja keras, yang tidak banyak ada di rumah, yang lebih banyak mengecam daripada memuji, yang tidak memperlihatkan kasih sayang atau emosi lain kecuali marah (Gottman, 2008 : 195). Terlebih lagi sekarang ini keadaan ekonomi yang terus meningkat yang memaksa ayah untuk terus bekerja keras agar memenuhi kebutuhan keluarga.

Pada akhirnya komunikasi dan interaksi antara ayah dan anak-anaknya sulit terjadi terutama pada anak remaja mereka. Mungkin sang ayah akan tetap berusaha untuk berkomunikasi dengan sekedar menanyakan kabarnya di sekolah atau bagaimana hasil ujian sang anak kemarin. Namun jika komunikasi tersebut hanya sekedar basa basi pembicaraan, maka komunikasi tersebut hanya membawa dampak yang terbatas. Sehingga yang terjadi, dia mendengarkan tapi tidak memperhatikan. Dia mengerti tapi tidak menunjukkan empati. Dia merasa membantu tapi sebenarnya tidak membangun.


(17)

Disinilah komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak sangat dibutuhkan. Menurut Effendy, 1986 (dalam Liliweri, 1991 : 12) bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud adalah komunikasi yang berlangsung secara tatap muka dimana ada proses saling percaya satu sama lain yang dikenal dengan komunikasi diadik.

Jika sang ayah mampu melakukan komunikasi tatap muka dengan anak remajanya maka sang ayah dapat mengetahui apa yang dirasakan sang anak, bagaimana pendapatnya tentang suatu persoalan, apa yang membuatnya senang, apa yang membuatnya khawatir sehingga sang ayah pun dapat memberikan masukan yang membangun agar anak remajanya dapat mengelola emosi-emosi yang dirasakannya dan dengan begitu perkembangan kecerdasan emosional pada anak remajanya pun dapat berkembang dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh manakah komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan anak remajanya dalam mengembangkan kecerdasan emosional pada remaja di SMA Swasta Al-Ulum. Bagaimana mereka mampu mengenali emosi, mampu memotivasi diri, berempati dan mengelolah emosi serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Peneliti memilih remaja sebagai objek penelitian karena usia remaja merupakan masa yang labil dan adanya goncangan emosional dalam


(18)

perkembangannya sehingga dibutuhkan figure seorang ayah untuk membantu pertumbuhan pribadi yang positif.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

“Sejauhmana pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak remajanya terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya, di SMU Swasta Al-Ulum Medan?”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, yang dapat mengaburkan penelitian, maka ditetapkan batasan masalah sebagai berikut :

a. Penelitian bersifat korelasional yakni menjelaskan hubungan antara komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan anak remajanya dalam mengembangkan kecerdasan emosional

b. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka antara ayah dan anak remajanya.

c. Objek penelitian adalah siswa SMA kelas X-XI di SMA Swasta Al-Ulum Medan

d. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2010, dengan lama penelitian disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.


(19)

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui intensitas komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh ayah dan anak remajanya.

b. Untuk mengetahui topik apa saja yang dibahas selama komunikasi antar pribadi itu berlangsung.

c. Untuk mengetahui perkembangan kecerdasan emosional yang terbentuk pada anak remaja

d. Untuk mengetahui sejauhmana hubungan komunikasi antar pribadi yang dilakukan ayah terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remaja.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi antar pribadi. c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para ayah

untuk membina hubungan emosional dengan anak remajanya sehingga dapat mengembangkan kecerdasan emosional pada anak.


(20)

I.5. Kerangka Teori

Sebelum terjun ke lapangan atau melakukan pengumpulan data, peneliti diharapkan mampu menjawab permasalahan melalui suatu kerangka pemikiran atau literature review. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dalam perumusan masalah.

Menurut Nawawi, setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:40).

Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 2003:241).

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Teori Self Disclosure, Remaja, dan Perkembangan Kecerdasan Emosional.

I.5.1) Komunikasi

Komunikasi adalah hal yang paling wajar dalam pola tindakan manusia, tetapi juga paling komplit dan rumit. Komunikasi sudah berlangsung semenjak manusia lahir, dilakukan secara wajar dan leluasa seperti halnya bernafas, ketika harus membujuk, membuat tulisan, mengemukakan pikiran dan menginginkan


(21)

orang lain bertindak sesuai dengan harapan kita, barulah kita sadari bahwa komunikasi adalah sesuatu yang sulit dan berbelit.

Sejak tahun empat puluhan atau tepatnya era 1930-1960, definisi- definisi komunikasi telah banyak diungkap. Ketika itu para ahli di Amerika Serikat mulai merasakan kebutuhan akan “Science of Communication”, diantaranya adalah Carl I Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan sikap.

Menurutnya komunikasi merupakan suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Komunikan).

Menurut Rogers bersama D. Lawrance Kincaid, 1981 (dalam Cangara, 2005 : 19) mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Pendapat lain dari David K. Berlo dari Michigan state University menyebut secara ringkas bahwa komunikasi sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat (Byrner,1965 dalam Cangara, 2005 : 3).

I.5.2) Komunikasi Antar Pribadi

Hubungan antar pribadi memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan kita. Kita tergantung kepada orang lain dalam perasaan, pemahaman


(22)

informasi, dukungan dan berbagai bentuk komunikasi yang mempengaruhi citra diri kita dan membantu kita dalam mengenali harapan-harapan orang lain. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hubungan antar pribadi membuat kehidupan menjadi lebih berarti.

Halloran, 1980 (dalam Liliweri,1991: 48) mengemukakan manusia berkomunikasi dengan orang lain karena didorong oleh beberapa faktor yakni :

a. Perbedaan antar pribadi b. Pemenuhan kekurangan

c. Perbedaan motivasi antar manusia d. Pemenuhan akan harga diri

e. Kebutuhan atas pengakuan orang lain.

Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi ( Liliweri,1991 :12). Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Menurut Devito, komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rogers dalam Depari, 1988 bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Juga Tan, 1981 mengemukakan bahwa interpersonal communication (komunikasi antar pribadi ) adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih (Liliweri, 1991 :12)

Keberadaan interaksi dalam komunikasi antar pribadi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi tersebut menghasilkan suatu umpan balik pada tingkat


(23)

keterpengaruhan tertentu. Interaksi dalam komunikasi antar pribadi, mengadakan suatu perubahan pendapat, sikap, dan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang perlu diketahui tentang interaksi antar pribadi, yaitu :

a. Bagaimana status dan peranan individu dalam lingkungan tertentu

b. Bagaimana ikatan-ikatan individu dengan organisasi sosial maupun politik yang menjadi affiliasi individu.

c. Pertemuan- pertemuan apa yang biasa diikuti oleh individu tersebut.

Menurut Evert M. Rogers dalam Depari, 1988 (dalam Liliweri, 1991: 13) ada beberapa ciri-ciri komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi yaitu :

a. Arus pesan cenderung dua arah b. Konteks komunikasinya dua arah c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi e. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13) komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri sebagai berikut :

a. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menggadapi hubungan antar pribadi b. Empati (emphaty). Merasakan apa yang dirasakan orang lain

c. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

d. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif e. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

I.5.3) Self Disclosure

Self disclosure atau proses pengungkapan diri merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya. Sidney


(24)

Jourard (1971) menandai sehat atau tidaknya komunikasi antar pribadi dengan melihat keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi . Mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lain yang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal. Teori self disclosure sering disebut teori “Johari Window” atau jendela johari (Liliweri, 1991: 53).

Gambar : 1

Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain Diketahui sendiri Tidak diketahui sendiri

Diketahui orang lain

Tidak diketahui orang lain

Sumber : (Liliweri,1991 : 53)

Asumsi Johari bahwa kalau setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oeh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka.

1. Terbuka 2. Buta


(25)

I.5.4) Remaja

Manusia memang unik, yang berakibat tidak mudahnya pemberian patokan terhadap beberapa hal mengenainya. Banyak pendapat tentang rentangan usia dalam masa remaja walaupun tidak terjadi pertentangan.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja dalam masa peralihan ini, sama halnya seperti pada masa anak, mengalami perubahan- perubahan jasmani, kepribadian, intelek, dan peranan didalam maupun diluar lingkungan . Perbedaan proses perkembangan yang jelas pada masa remaja ini adalah perkembangan psikoseksualitas dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah laku para remaja, yang sebelumnya pada masa anak tidak nyata pengaruhnya.

Menurut Graville Stanley Hall, Pada masa remaja, si remaja seolah-olah harus lahir kembali karena harus tumbuh dan terbentuk sifat-sifat manusiawi yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Pada masa ini terlihat pula adanya keadaan labil dan kegoncangan emosionalitas. Hall berpendapat bahwa remaja merupakan masa “strum and drang”, yaitu kegoncangan penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa (Yusuf, 2004: 185).

Menurut Konopka (pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi, (a) remaja awal 12-15 tahun, (b) remaja madya 15-18 tahun, (c) remaja akhir 19-22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung atau dependence terhadap orang tua kearah kemandirian atau independence, minat-minat seksual, perenungan diri, dan


(26)

perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral ( dalam Yusuf, 2004: 185).

Masa remaja ditandai dengan 3 ciri utama:

a. Ciri primer berupa matangnya karateristik seksual primer dalam bentuk menstruasi bagi wanita dan keluarnya sperma pertama pada laki-laki. Organ-organ seksual primer sudah berfungsi untuk reproduksi;

b. Ciri sekunder: membesarnya buah dada, melebarnya pinggul, kulit menjadi halus (perempuan); perubahan suara dan otot-otot (laki-laki), tumbuhnya bulu-bulu, pertambahan berat badan, dan lain-lain;

c. Ciri tertier: perubahan emosi, sikap, jalan fikiran, pandangan hidup, kebiasaan, minat dan lain-lain.

Berangkat dari ciri-ciri umum tersebut, maka masa remaja ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Meningkatnya intensitas emosional sehubungan dengan perkembangan fisik dan mental;

b. Perubahan kematangan organ seksual membuat remaja menjadi kurang yakin akan dirinya;

c. Perubahan fisik, minat dan peran-peran sosial membuat remaja untuk mampu mengkreasi cara-cara menghadapi masalah; dan

d. Perubahan nilai karena perubahan pola hidup dan perilaku.

Dalam perkembangannya apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-peran nya dan makna hidup beragama, maka dia akan memiliki kepribadian


(27)

yang sehat dan sebaliknya, apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacuan. Dia cenderung kurang dapat menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

I.5.5) Kecerdasan Emosional

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya

Sementara Yale, Salovey dan Meyer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :

“Kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”(Martin, 2003: 41)

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia


(28)

berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain

Salovey menempatkan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama yaitu (Goleman,2001 : 57-59) :

1. Kesadaran diri (mengenali emosi diri)

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif (motivasi diri)

Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimiliki seseorang, maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.

4. Empati

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

5. Membina hubungan

Kini dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

I.6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995: 33)


(29)

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum, konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2009:57)

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995:33)

Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor unsur lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi antara ayah dan remaja.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1995: 57). Variabel dalam penelitian ini adalah pembentukan kecerdasan emosional anak remaja.

3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, suku dan kedudukan anak dalam keluarga.


(30)

I.7. Model Teoritis

Variabel- variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut :

Gambar : 2 Model Teoritis

I.8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasional variabel dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Variabel bebas (X) Komunikasi antar pribadi antara ayah dan

remaja

Variabel terikat (Y) Perkembangan kecerdasan emosional

remaja


(31)

Tabel 1. Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antar Pribadi antara ayah dan remaja

a. Keterbukaan (Openes) b. Dukungan (Supportiveness) c. Sikap positif (Positivness) d. Kesamaan (Equality) e. Frekuensi berkomunikasi f. Waktu berkomunikasi. g.Topik pembicaraan h. Lamanya berkomunikasi

i. Tempat atau suasana berkomunikasi

2. Variabel Terikat (Y)

Perkembangan kecerdasan emosional remaja

a. Kesadaran diri b. Mengelola emosi c. Motivasi diri d. Empati

e. Membina hubungan 3. Karakteristik responden a. Usia

b. Jenis kelamin c. Suku

d. Kedudukan anak dalam keluarga

I.9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel.


(32)

Dalam penelitian ini, variabel-variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel Bebas

a. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi denagn senang hati informasi yang diterima di dalam menggadapi hubungan antar pribadi

b. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

c. Rasa positif (positiveness). Perasaan positif yang harus dimiliki antara ayah dan anak remajanya ketika berkomunikasi dalam menciptakan situasi komunikasi kondusif dan interaksi yang efektif d. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

e. Frekuensi Berkomunikasi

Intensitas komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan remaja pada siswa/i SMA Swasta Al-Ulum. Dengan intensitas lebih dari 4 kali sehari termasuk sangat sering, 3-4 kali sehari termasuk sering dan 2 kali dalam sehari termasuk cukup sering serta kurang dari 2 kali sehari termasuk jarang.

f. Waktu Berkomunikasi

Memilih jam- jam yang tepat antara ayah dan remaja untuk menjalin komunikasi antar pribadi tersebut.


(33)

g. Topik Pembicaraan

Topik apa saja yang pernah dibicarakan pada saat komunikasi antar pribadi itu berlangsung.

h. Lamanya berkomunikasi

Berapa jam komunikasi yang berlangsung dalam sehari antara ayah dan anak remajanya.

i. Tempat atau Suasana Berkomunikasi

Komunikasi antar pribadi yang dapat berlangsung di dalam rumah atau pun di luar rumah.

2. Variabel Terikat

a. Kesadaran diri, yaitu mampu mengenal dan merasakan emosi sendiri serta memahami penyebab perasaan yang timbul

b. Mengelola emosi, yaitu seseorang yang mampu mengelola emosi dengan baik akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya seseorang yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik maka orang tersebut akan terus menerus melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang negatif yang merugikan dirinya sendiri.

c. Memotivasi diri, yaitu kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : bagaimana seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya, kekuatan berpikir positif, dan mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan.


(34)

d. Empati, yaitu kemampuan untuk peka pada perasaan orang lain dan mampu mendengarkan orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menjalin dan menjaga suatu hubungan dengan orang lain. Untuk dapat membina hubungan dengan orang lain, seseorang harus memiliki kemampuan berkomunikasi, memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya dan memiliki sikap yang demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

3. Karakteristik Responden a. Usia, yaitu umur responden

b. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin yang dimiliki oleh responden yaitu pria atau wanita.

c. Suku, yaitu golongan responden yang mengidentifikasi dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.

d. Kedudukan anak dalam keluarga, yaitu posisi keberapa anak tersebut di dalam keluarga.

I.10. Hipotesa

Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena merupakan instrumen kerja dari teori (Singarimbun, 1995: 43). Hipotesa adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna (Burhan Bungin, 2009:75)


(35)

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah

dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya.

Ha : Terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan

anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya.


(36)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi

II.1.1) Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm, komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992 : 13).

Carl I Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata- kata untuk mengubah tingkah laku orang lain (Widjaja, 2000: 26). Adapun pengertian komunikasi yang lain menurut Rogers bersama D. Lawrance Kincaid,


(37)

1981 mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (dalam Cangara, 2005 : 19).

Lasswell memberikan sebuah formulasi yang banyak digunakan dalam ilmu komunikasi yakni “ Who Says What in Which Channel To Whom With What Effec?” yang menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu :

a. Kominkator ( communicator, source, sender ) adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.

b. Pesan (message) adalah pernyataan yang didukung oleh lambang, bahasa, gambar dan sebagainya.

c. Media (channel) adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya, maka diperlukan media sebagai penyampai pesan.

d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator.

e. Efek (effect, impact, influence) adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan.

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 1992 : 10)

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya telah tergambarkan seperti apa yang diungkapkan oleh Shanon dan Weaver, 1949 bahwa komuniasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada


(38)

bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Cangara, 2005 : 20).

Jika komunikasi dipandang sebagai suatu proses, maka komunikasi yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis dan tidak statis.

Menurut Onong komunikasi sebagai proses terbagi dua tahap yakni (Effendy, 1992 : 11) :

a. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang oleh teknologi-teknologi lainnya.

II.1.2) Tujuan Komunikasi

Dalam berkomunikasi tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain (Effendy 1992 : 8):

a. Untuk megubah sikap (to change the attitude)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya memberikan informasi mengenai bahaya dari seks bebas pada remaja khususnya dan tujuannya adalah agar masyarakat dan remaja khususnya tidak melakukan hubungan seks bebas dan agar terhindar dari penularan HIV AIDS.


(39)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan akhir supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya informasi mengenai pemilu.

c. Untuk mengubah prilaku (to change the behaviour)

Memberi berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan tawuran yang sering dilakukan para remaja yang dapat merugikan masyarakat umum disekitar tempat tawuran tersebut.

d. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

II.1.3) Fungsi Komunikasi

Dalam terjadinya komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut:

a. Menginformasikan (to inform)

Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada komunikan. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuat keputusan.

b. Mendidik (to educate)

Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau menganjurkan sesuatu pengetahuan, menyebarluaskan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah. c. Menghibur (to entertain)

Penyebaran informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan.

d. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, mendorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca, dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi.


(40)

Mengenai fungsi komunikasi, Mc Bride (Widjaja, 2000 : 64-66) menjelaskan dalam arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau pesan tetapi sebagai kegiatan individu atau kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide.

Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagia berikut : a. Informasi

Pengumpulan, penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, kemudian agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi (pemasyarakatan)

Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. c. Motivasi

Menjelaskan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong untuk menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikerjakan.

d. Perdebatan dan Diskusi

Menyediakan dan saling tukar menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perdebatan pendapat mengenai masalah publik dan pendidikan. Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong intelektual, pembentukan watak, pendidikan, keterampilan serta kemahiran yang diperlukan dalam semua bidang kehidupan.

e. Memajukan Kebudayaan

Penyebarluasan hasil budaya dan seni dengan melestarikan warisan masa lalu, membangun imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetika.

f. Hiburan

Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya unuk rekreasi dan kesenangan individu ataupun kelompok. g. Integrasi

Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan agar mereka dapat saling kenal, mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain.


(41)

II.1.4) Proses Komunikasi

Komunikasi tidak berjalan begitu saja, sebab satu kegiatan komunikasi harus menjalani proses komunikasi sehingga baru terlaksana kegiatan komunikasi tersebut. Edward J. Robinson mengungkapkan dalam tulisannya mengenai proses komunikasi, gambaran proses komunikasi meliputi : (1) the sender, (2) The Message, (3) The Media, (4) the rescipient. Keempat bagian tersebut bersama-sama membentuk proses komunikasi.

Gambar: 3

Terjadinya proses komunikasi

Sender Message Media Recipient = Communication process Sumber : Lubis, Suwardi : 12

1. Tahap Pertama, Sender

Sender atau komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.

2. Tahap Kedua, Message

Message atau pesan adalah pernyataan yang berupa kata tercetak, kata-kata lisan gambaran dari suatu imajinasi dan setiap kejadian yang pada dasarnya dapat menciptakan suatu kode.

3. Tahap Ketiga, Media

Media adalah sarana yang dapat membentuk ciri atau karakteristik pesan komunikasi dan sebagai sarana yang dapat menyebarkan pesan komunikasi dalam jarak jauh.

4. Tahap Keempat, Recipient

Recipient atau penerima atau komunikan adalah orang yang menerima pesan komunikasi yang disampaikan komunikator.


(42)

II. 2. Komunikasi Antar Pribadi

II.2.1) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi antar pribadi.

Orang memerlukan hubungan antar pribadi terutama untuk dua hal, yaitu perasaan (attachment) dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan, yang secara emosional intensif. Sementara ketergantungan mengacu pada instrumen perilaku antar pribadi, seperti membutuhkan bantuan -bantuan, membutuhkan persetujuan, dan mencari kedekatan. Lebih lanjut, selain kebutuhan berteman orang juga saling membutuhkan untuk kepentingan mempertahankan hidup (survival). Salah satu karakteristik penting dari hubungan antar pribadi adalah bahwa hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan atau diakhiri berdasarkan kemauan atau kesadaran kita (Sandjaja, 2005 : 2.39).

Cassagrande, 1986 (dalam Liliweri, 1991 : 48) berpendapat bahwa orang melakukan komunikasi dengan orang lain karena :

1. Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

2. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.

3. Interaksi hari ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang mengantisipasi masa depan.

4. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang baru. Dari pendapat yang dikemukakan Cassagrande, dapat disimpulkan bahwa keinginan berkomunikasi antar pribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan


(43)

kebutuhan yang belum, tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak di hadapannya (Liliweri, 1991 : 49).

Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Effendy, 1986( dalam Liliweri,1991 :12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud di sini merupakan satu proses sosial dimana orang-orang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Secara keseluruhan, Komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.

Keberadaan interaksi dalam komunikasi antar pribadi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi tersebut menghasilkan suatu umpan balik pada tingkat keterpengaruhan tertentu. Interaksi dalam komunikasi antar pribadi, mengadakan suatu perubahan pendapat, sikap, dan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang perlu diketahui tentang interaksi antar pribadi, yaitu :

d. Bagaimana status dan peranan individu dalam lingkungan tertentu

e. Bagaimana ikatan-ikatan individu dengan organisasi sosial maupun politik yang menjadi affiliasi individu.

f. Pertemuan- pertemuan apa yang biasa diikuti oleh individu tersebut.

Dalam komunikasi antar pribadi tidak hanya tertuju pada pengertian melainkan ada fungsi yang dari komunikasi antar pribadi itu sendiri. Adapun fungsi komunikasi antar pribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insani,


(44)

menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2005: 56). Komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Melalui komunikasi antar pribadi, juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga menghindari dan mengatasi konflik-konflik yang muncul.

II.2.2) Ciri- ciri Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Barnlund, ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antar pribadi, yakni (Liliweri, 1991 :13) :

1. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan. 2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur. 3. Terjadi secara kebetulan.

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu. 5. Identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas.

6. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja.

Reardon, 1987 (dalam Liliweri,1991 : 13) juga mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit enam ciri yaitu :

1. Dilaksanakan kerana adanya pelbagai faktor pendorong. 2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. 3. Kerapkali berbalas-balasan.

4. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antar pribadi,

5. Serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan.

6. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13) komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri sebagai berikut :

f. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam mengghadapi hubungan antar pribadi g. Empati (emphaty). Merasakan apa yang dirasakan orang lain


(45)

h. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

i. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif j. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah

pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi bukan komunikasi lainnya. Sifat- sifat komunikasi antar pribadi itu adalah (Liliweri 1991: 31) :

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun non verbal.

Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tubuh atau gesture.

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived.

Perilaku spontan dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta merta untuk menjawab sesuatu rangsangan dari luar tanpa terpikir lebih dahulu. Bentuk perilaku scripted terjdi atas reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus dan akhirnya perilaku ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan. Perilaku contrived merupakan perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Komunikasi antar pribadi tidak bersifat statis melainkan dinamis.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan extrinsik. Komunikasi yang bersifat Intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan extrinsik adalah adanya standar atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

Jadi kedua pihak yang berkomunikasi harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi.


(46)

7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia.

Sunarjo (1983) dari pelbagai sumber menyebutkan persuasi tidak lain merupakan teknik untuk mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi .

II.2.3) Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antar Pribadi dalam Komunikasi Antar Pribadi.

Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antar pribadi. Komunikasi anatar pribadi yang efektif bukan karena komunikasi tersebut sering dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Dalam komunikasi antar pribadi ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antar pribadi, yaitu (Rakhmat, 2007 : 129) :

1. Percaya

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi, faktor percaya adalah hal yang paling penting. Secara ilmiah ,”percaya” didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh risiko. Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya :

• Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada seseorang, ia akan menghadapi risiko. Bila tidak ada risiko, percaya tidak diperlukan.

• Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.


(47)

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Jack R. Gibb, 1961 menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif :

• Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai.

• Orientasi Masalah. Dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

• Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

• Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi oran lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan –akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

• Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan. • Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita,

untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan; terkadang satu pendapat dan keyakinannya bisa berubah.

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif. Beberapa karakteristik orang yang bersikap terbuka yaitu :

• Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.

• Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. • Berorientasi pada isi.


(48)

• Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya.

• Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.

II.2.4) Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi juga memiliki tujuan agar komunikasi antar pribadi tersebut dapat berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut :

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataannya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi.


(49)

3. Menciptakan dan memelihara hubungan

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir sama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasana lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.


(50)

Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain (Widjaja, 2000 :12) II.3. Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relavan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut. Johnson, 1981 (dalam Supratiknya, 2009 :14), mengungkapkan bahwa membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan. Hubungan antar pribadi tidak akan mencapai keintiman tanpa pengungkapan diri (self disclosure).

Salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan pembukaan diri dalam komunikasi antar pribadi adalah Jendela Johari. Pada pokoknya, model ini menawarkan suatu cara melihat kesalingbergantungan antara hubungan intra pribadi dengan hubungan antar pribadi dalam bentuk empat kuadran—mirip empat kaca pada sebuah jendela. Ukuran setiap kuadran atau kaca ditentukan oleh kesadaran diri anda dan diri orang lain mengenai perilaku, perasaan dan motivasi serta tingkat kepemilikan informasi bersama mengenai hal-hal tersebut (Tubbs,2005:13).


(51)

Konfigurasi jendela Johari bergantung pada gaya seseorang. Jadi dan, yang tidak mau membiarkan orang lain atau temannya mengenalnya lebih dekat, akan memiliki daerah terbuka yang amat kecil (kuadran 1) dan karena itu memiliki daerah tersembunyi yang besar (kudran 3). Dan jika semakin banyak informasi yang diketahui maka komunikasi pun akan menjadi semakin jelas. Hal itu berarti, menjalin relasi bukan lain adalah memperluas daerah terbuka (kuadran 1) serta mengurangi daerah buta (kuadran 2) dan daerah tersembunyi (kudran 3) kita masing-masing.

Dengan semakin membuka diri, kita mengurangi daerah tersembunyi. Daerah buta kita kurangi dengan cara meminta orang lain mau semakin terbuka terhadap diri kita. Kita mengurangi daerah tesrembunyi kita dengan memberikan informasi kepada orang lain agar mereka bereaksi atau menanggapi. Dengan cara tersebut, mereka akan menolong kita mengurangi daerah buta kita. Keempat kuadran jendela Johari ini saling bergantung: suatu perubahan dalam sebuah kuadran akan mempengaruhi kuadran lainnya.

Pada dasarnya, Luft berpendapat bahwa memperbesar kuadran terbuka merupakan hal yang menyenangkan dan memuaskan― yaitu tidak saja belajar lebih mengenali diri sendiri dan memperluas wawasan tapi juga membeberkan informasi tentang diri kita sendiri sehingga orang lain dapat mengenali kita dengan lebih baik (Tubbs, 2005 : 15).

Luft,1969 (dalam Tubbs, 2005 : 19) menggambarkan beberapa ciri pembukaan diri yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut :

1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung. 2. Dilakukan oleh kedua belah pihak.


(52)

3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung.

4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang yang terlibat.

5. Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit.

Selain konsep Johari Window, ada juga konsep diri yang diperkenalkan oleh Weaver (1978). Konsep ini terdiri atas empat macam yakni, self awareness, self acceptance, self actualization dan self disclose (Cangara, 2005:85).

Self awareness ialah proses menyadari diri tentan siapakah aku, di mana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diriku. Jika orang sadar pada dirinya, maka apa yang terjadi akan diterimanya sebagai kenyataan (self aceeptance). Dengan menerima kenyataan itu, orang baru dapat mengembangkan dirinya (self actualization) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jadi jika seseorang memiliki keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, apakah itu secara terang-terangan atau terselubung, agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk memperlihatkan diri.

Menurut Johnson, 1981 (Supratiknya,2009 : 15-16), beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri (self disclosure) terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut :

1. Self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya ia akan membuka diri kepada kita.

3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat seperti, kompeten, ekstroverd, fleksibel, adaptif dan inteligen.


(53)

4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.

5. Membuka diri berarti bersifat realistik.

Selain membuka diri kepada orang lain, kita pun harus membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi yang baik dengannya. Terbuka bagi orang lain berarti menunjukkan bahwa kita menaruh perhatian pada perasaannya terhadap kata-kata atau perbutan kita. Artinya, kita menerima pembukaan dirinya. Kita rela atau mau mendengarkan reaksi atau tanggapannya terhadap situasi yang sedang dihadapinya kini maupun terhadap kata-kata dan perbuatan kita, Johnson, 1981(dalam Supratiknya, 2009 :16).

Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya, perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan yang ekstrim akan memberikan efek negatif terhadap hubungan. Seperti dikemukakan oleh Shirley Gilbert (littlejohn1993 dalam Sandjaja, 2005 : 2.42 ) bahw kepuasan dalam hubungan dan disclosure memiliki hubungan kurvalinier, yaitu tingkat kepuasan mencapai titik tertinggi pada tingkat disclosure yang sedang (moderate).

II.4. Remaja

II.4.1) Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu.mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,


(54)

dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu menurut remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa, demikian menurut Clarke-Stewart &Friedman, 1987 : Ingersoll, 1989 (dalam Agustiani, 2006 : 28)

Remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain.

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Konopka,1973 dalam Agustiani, 2006 : 29) :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi secara fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan/ madya (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

Penelitian ini mengambil fokus tentang “Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Pengembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja”. Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Komunikasi antar pribadi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial dengan orang lain karena melalui komunikasi antar pribadi kita bisa mengenal diri sendiri dan juga orang lain. Dalam hubungan komunikasi antar pribadi dibutuhkan adanya keterbukaan yang akan mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan antar pribadi tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan, peneliti menyimpulkan kemampuan untuk berkomunikasi antar pribadi yang dimiliki oleh remaja dengan ayahnya sudah cukup baik walaupun komunikasi antara mereka tidak berlangsung lama hanya kurang dari 1 jam karena kesibukan ayah yang bekerja di luar rumah lebih dari 8 jam . Diantara waktu luang yang mereka miliki, mereka sering mengobrol tentang kejadian sehari-hari yang dialami sang anak selama anak mereka berada diluar rumah. Komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak yang cukup baik ini dapat dilihat dari jawaban-jawaban responden pada


(2)

kuesioner yang berhubungan dengan komunikasi antar pribadi, mayoritas jawaban berada pada skala baik, seperti remaja mampu untuk bersikap terbuka pada ayahnya, mampu mendengarkan masukan dan nasihat dari ayah atas perilaku mereka yang salah, dan kemampuan komunikasi antar pribadi ayah yang cukup baik dengan melihat sikap positif ayah ketika mendengarkan anaknya bercerita tentang apa yang terjadi pada mereka selama seharian, sikap mendukung ayah pada anaknya yang dapat membuat anak menjadi termotivasi.

2. Perkembangan kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Berdasarkan data penelitian, disimpulkan bahwa umumnya remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan memiliki perkembangan emosional yang cukup baik dan positif, mayoritas jawaban kuesioner mengenai kecerdasan emosional dijawab pada skala baik. Seperti mereka mampu untuk mengenali emosi yang sedang mereka rasakan, mampu untuk mengetahui penyebab emosi yang ada, mampu mengendalikan emosi dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang sedang mereka kerjakan. Mereka juga mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan mampu untuk berkomunikasi dengan baik dalam lingkungan baru.

3. Hasil dari uji hipotesa pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi antar pribadi ayah dengan perkembangan kecerdasan emosional anak remaja di SMA Swasta


(3)

Al-Ulum Medan dengan hasil thitung > nilai ttabel yakni thitung pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3, 863 sementara nilai ttabel yaitu 1,980. Berdasarkan skala Guilford, dengan hasil rs = 0,412 berada pada skala 0,40 – 0,70 yang menunjukkan adanya hubungan yang cukup berarti antara komunikasi antar pribadi ayah dengan perkembangan kecerdasan emosional anak remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, dimana Ho adalah tidak terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi ayah dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak dan Ha adalah terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi ayah dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Dan besarnya pengaruh komunikasi antar pribadi ayah dan perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya adalah 17%, selebihnya 83% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang di luar dari penelitian ini, seperti kehadiran sosok seorang ibu yang selalu ada, lingkungan sekolah, teman-teman sebaya dan lain sebagainya.

V.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah peneliti peroleh selama melakukan penelitian, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut :

1. Komunikasi antar pribadi ayah dan perkembangan kecerdasan emosional oleh remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan yang sudah cukup baik dan positif, tidak lepas dari dukungan seorang ibu dan anggota keluarga


(4)

lainnya, karenanya untuk lebih mengembangkan kecerdasan emosional anak remajanya, sang ayah diharapkan untuk lebih banyak meluangkan waktu untuk bermain dan mengobrol dengan anak-anak agar lebih mampu memahami gejolak emosional anak remajanya . Karena peran ayah dalam mengembangkan kecerdasan emosional bagi anaknya cukup besar tidak hanya memberikan tanggungjawab ini kepada sang ibu. Tugas sang ayah tidak hanya pada tanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan finansial keluarga tetapi juga dalam memabantu menumbuhkan dan mengembangkan emosional anggota keluarga dengan baik. Dan kerjasama antara ayah dan ibu dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak sangat dibutuhkan agar mereka lebih terbuka pada dirinya dan orangtua mereka karena orangtua lah yang akan membantu mereka untuk menjadi pribadi yang cerdas secara emosional.

2. Kepada remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan sebaiknya lebih terbuka dalam berkomunikasi dengan sang ayah, tidak hanya terhadap ibu yang selalu ada di rumah atau teman sebaya yang berada dilingkungan sekolah saja. Hal ini akan dapat membantu menigkatkan kedekatan secara emosional terhadap ayah yang juga memiliki peran dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional yang lebih baik.


(5)

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad, Muhammad asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan, Pendekatan Ekologi

Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja.

Bandung : PT Refika Aditama

Arikunto, Suharaimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka cipta

Black, James A, Dean J Champion. 2009. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi penelitian Sosial : Format-format Kuantitatif

dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press

Bungin, Burhan.2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, ekonomi,

dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana.

Cangara, Hafied.2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo. Effendy, Onong Uchjana.1992. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Eriyanto. 1999. Metodologi Polling Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Goleman, Daniel. 1996. Kecerdasan Emosional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Goleman, Daniel. 2001. Kecerdasan Emosional, Emotional Intelegensi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Gottman, John, John Declaire.2008. Mengembangkan Kecerdasan Emosional

Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti


(6)

Martin, Anthony Dio. 2003. Emotional Quality Management : Refleksi, Revisi dan

Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta : Penerbit Arga

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gaja Mada Press.

Purba. Amir, Kurniawati.Dewi dan Fatmawardy Lubis, dkk. 2006. Pengantar

Ilmu Komunikasi. Medan : Pustaka Bangsa Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi : Dilengkapi contoh

analisis statistik. Bandung : Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT RemajaRosdakarya

Safaria, Triantoro. 2009. Manajemen Emosi : Sebuah Panduan Cerdas

Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda. Jakarta : Bumi

Aksara

Sendjaja, Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka

Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survey : edisi

Revisi. Jakarta : LP3ES.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta : Kanisius

Tubbs, Stewart.L, Sylvia Moss. 2005. Human Communication, Konteks- Konteks

komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Yusuf, syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung Remaja Rosdakarya

Widjaja, H,A,W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Raja Grafindo

Sumber Lain :


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antar Pribadi Dan Kepemimpinan (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Penggunaan Komunikasi Antar Pribadi Terhadap Keberhasilan Kepemimpinan Hotel Emeral Garden Medan)

0 37 110

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

6 53 121

Komunikasi Antar Budaya dan interaksi Antar Etnis (Studi Korelasional Mengenai Pengaruh Komunikasi Antar Budaya Dalam Menciptakan Interaski Antar Etnis di Kalangan Mahasiswa Asing USU).

6 60 140

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)

11 139 114

Komunikasi Antar Pribadi Dan Kepribadian Anak-Anak Cacat (Studi Deskriptif Peranan Komunikasi Antar Pribadi Guru Dalam Perkembangan Kepribadian Anak-anak Cacat Pada YPAC Melalui Pendekatan Behaviorisme di Kota Medan)

10 80 109

Komunikasi Antar Pribadi Orangtua Dan Anak Dalam Menanamkan Pengetahuan Bahasa Daerah (Studi Deskriptif Pada Orangtua Dan Anak Di Lingkungan III Kelurahan Tembung-Kecamatan Medan Tembung)

2 46 135

Komunikasi Antar Pribadi Ibu Dan Remaja Putri Terhadap Pengetahuan Pendidikan Seks Remaja Putri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ibu dan Remaja Putri terhadap Pengetahuan Pendidikan Seks Remaja Putri di SMU Sultan Iskandar Muda

1 45 92

Peran Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Anak Dalam Membentuk Perilaku Positif (Studi Kasus Peran Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak dalam Membentuk Perilaku Positif di Kelurahan Karang Berombak, Medan Barat)

3 84 217

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA AWAL

1 35 21

Perbedaan Kecerdasan Emosional Remaja Ditinjau Dari Keberadaan Ayah - Ubaya Repository

0 0 1