Lintasan terpendek pada rute Transjogja dengan aljabar max-plus.

(1)

Elisabet Sabu Eban, 2015. Lintasan Terpendek pada Rute Transjogja dengan Aljabar

Max-plus. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari lintasan terpendek suatu perjalanan yang telah ditentukan pada beberapa rute transjogja menggunakan aljabar max-plus. Perjalanan tersebut berawal dari halte Terminal Jombor dan berakhir pada halte Terminal Giwangan. Dalam perjalanannya, bus akan melewati delapan halte yang telah ditentukan, yaitu: Halte Terminal Jombor, Halte Terminal Condong Catur, Halte Yos Sudarso, Halte Ahmad Yani, Halte Puro Pakualaman, Halte Kusumanegara 3, Halte Gedong Kuning (Banguntapan), Halte Sugiono 1, Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta, dan Halte Terminal Giwangan. Penelitian ini juga menggunakan petri net untuk merepresentasikan rute transjogja, dengan place mewakili halte transjogja, dan transisi mewakili pergerakan penumpang dalam bus transjogja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lintasan terpendek yang didapatkan menggunakan teori aljabar max-plus, adalah Halte Terminal Jombor → Halte Ahmad Yani → Halte Sugiono 1 → Halte Terminal Giwangan, dengan bobot lintasan atau jarak tempuh 10.4 km dan panjang lintasannya adalah 4 satuan.


(2)

Elisabet Sabu Eban, 2015. Shortest Path on Transjogja Bus Route Using The Theory of

Max-plus Algebra. Mathematics Education Study Program. Mathematics and Science

Education Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research observed the shortest path of a definite trip on some transjogja bus route by using the theory of max-plus algebra. The trip will begin from the bus stop of Jombor Terminal and it will be end in the bus stop of Giwangan Terminal. On the trip, the bus will through the eight of the choosen bus stops, they are the bus stop of Jombor, the bus stop of Condong Catur, the bus stop of Yos Sudarso, the bus stop of Ahmad Yani, the bus stop of Puro Pakualaman, the bus stop of Kusumanegara 3, the bus stop of Gedong Kuning (Banguntapan), the bus stop of Sugiono 1, the bus stop of Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta, and the bus stop of Giwangan. This research also using the petri net for representing the transjogja bus route, where the place will represent the bus stop, and the transition will represent the movement of the passenger in the bus.

The result of this research shown that the shortest path by using the max-plus algebra is, the bus stop of Jombor Terminal → the bus stop of Ahmad Yani → the bus stop of Sugiono 1 → the bus stop of Giwangan Terminal, with weight of the path or the distance that the bus through is 10.4 km and the length of the path is 4 unit.


(3)

LINTASAN TERPENDEK PADA RUTE TRANSJOGJA DENGAN ALJABAR MAX-PLUS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Elisabet Sabu Eban 101414033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

LINTASAN TERPENDEK PADA RUTE TRANSJOGJA DENGAN ALJABAR MAX-PLUS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Elisabet Sabu Eban 101414033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii


(6)

iii

... ...


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

When I do Good, I feel Good,

When I do Bad, I feel Bad.

That

s my religion.

(Abraham Lincoln)

Kupersembahkan karya ini kepada:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Bapak Petrus Sabon Payong

Ibu Kristina Lelu Wisok

Abang Felix

ian Felix Daton Sanga

Kakak Maria Goret

ti Pramunita Etty Peni Soge

Adik Maria Angeline Ira Wae Tuto

Pater Konradus Dony Kelen Kleden, C.Ss.R

Pater Marianus Melkhior Dony Hera, C.Ss.R

Almamaterku Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Maret 2015 Penulis,


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Elisabet Sabu Eban

NIM : 101414033

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Lintasan Terpendek pada Rute Transjogja dengan Aljabar Max-plus Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 23 Maret 2015 Yang menyatakan,


(10)

vii

ABSTRAK

Elisabet Sabu Eban, 2015. Lintasan Terpendek pada Rute Transjogja dengan

Aljabar Max-plus. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari lintasan terpendek suatu perjalanan yang telah ditentukan pada beberapa rute transjogja menggunakan aljabar max-plus. Perjalanan tersebut berawal dari halte Terminal Jombor dan berakhir pada halte Terminal Giwangan. Dalam perjalanannya, bus akan melewati delapan halte yang telah ditentukan, yaitu: Halte Terminal Jombor, Halte Terminal Condong Catur, Halte Yos Sudarso, Halte Ahmad Yani, Halte Puro Pakualaman, Halte Kusumanegara 3, Halte Gedong Kuning (Banguntapan), Halte Sugiono 1, Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta, dan Halte Terminal Giwangan. Penelitian ini juga menggunakan petri net untuk merepresentasikan rute transjogja, dengan

place mewakili halte transjogja, dan transisi mewakili pergerakan penumpang

dalam bus transjogja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lintasan terpendek yang didapatkan menggunakan teori aljabar max-plus, adalah Halte Terminal Jombor → Halte Ahmad Yani → Halte Sugiono 1 → Halte Terminal Giwangan, dengan bobot lintasan atau jarak tempuh 10.4 km dan panjang lintasannya adalah 4 satuan. Kata kunci: Lintasan Terpendek, Aljabar Max-plus.


(11)

viii

ABSTRACT

Elisabet Sabu Eban, 2015. Shortest Path on Transjogja Bus Route Using The

Theory of Max-plus Algebra. Mathematics Education Study Program.

Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research observed the shortest path of a definite trip on some transjogja bus route by using the theory of max-plus algebra. The trip will begin from the bus stop of Jombor Terminal and it will be end in the bus stop of Giwangan Terminal. On the trip, the bus will through the eight of the choosen bus stops, they are the bus stop of Jombor, the bus stop of Condong Catur, the bus stop of Yos Sudarso, the bus stop of Ahmad Yani, the bus stop of Puro Pakualaman, the bus stop of Kusumanegara 3, the bus stop of Gedong Kuning (Banguntapan), the bus stop of Sugiono 1, the bus stop of Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta, and the bus stop of Giwangan. This research also using the petri net for representing the transjogja bus route, where the place will represent the bus stop, and the transition will represent the movement of the passenger in the bus.

The result of this research shown that the shortest path by using the max-plus algebra is, the bus stop of Jombor Terminal → the bus stop of Ahmad Yani → the bus stop of Sugiono 1 → the bus stop of Giwangan Terminal, with weight of the path or the distance that the bus through is 10.4 km and the length of the path is 4 unit.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Lintasan Terpendek pada Rute Transjogja dengan Aljabar Max-plus” ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak M. Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, M.Si., selaku Dosen Pendamping Akademik. 5. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., selaku Dosen Pembimbing

skripsi.

6. Bapak Beni Utomo, M.Sc., dan Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., selaku dosen penguji skripsi.


(13)

x

7. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bekal keterampilan. 8. Segenap Staf Sekretariat JPMIPA yang telah membantu dalam hal

administrasi kampus selama punulis menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Petrus Sabon Payong dan Ibu Kristina Lelu Wisok. Abang Felixian Daton Sanga, Kakak Maria Goretti Pramunita Peni Soge, Adik Maria Angeline Wae Tuto.

10. Bapak Moses Malo, Ibu Theresia Kopong, Pater Konradus Dony Kelen Kleden, C.Ss.R., Pater Marianus Melkhior Dony Hera, C.Ss.R., Abang Raymundus Mikael Andri Malo, dan Kakak Raynesta Mikaela Indri Malo. 11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2010,

khususnya Paskalia Pradanti, Fransiska Currie Oktaviani, Rini Andriyani, Puspita Tiara Perdani Marpaung, Istri Candrawidita, Yublina Gollu, Dominatrix Rosmini Dallo, Mba Lina Kristinawatiyang telah memberikan semangat dan dukungan.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis, Elisabet Sabu Eban


(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv


(15)

xii BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Batasan Masalah ... 4

1.3Rumusan Masalah ... 5

1.4Tujuan ... 6

1.5Manfaat Penelitian ... 6

1.6Metode Penelitian ... 6

1.7Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1.Petri Net ... 9

2.2.Aljabar Max-plus ... 20

2.3.Lintasan Terpendek ... 28

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1Representasi Jalur Transjogja ke dalam Bentuk Petri Net ... 37

3.2Mencari Jalur Terpendek dengan Menggunakan Aljabar Max-plus ...43

BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan ... 68

4.2.Saran ... 69


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Jembatan Königsberg dan Bentuk Grafnya ... 10

Gambar 2.2 Graf �1 ... 11

Gambar 2.3 Graf �2, Graf �3, dan Graf �4 ... 12

Gambar 2.4 Graf �5 dan Graf �6 ... 13

Gambar 2.5 Graf Lengkap ... 14

Gambar 2.6 Graf Sikel ... 14

Gambar 2.7 Graf Bipartit ... 15

Gambar 2.8 Graf �7 ... 16

Gambar 2.9 Bentuk Place, Transisi dan Arc dalam Petri Net ... 17

Gambar 2.10 Petri Net � ... 19

Gambar 2.11 Graf �8 ... 26

Gambar 2.12 Graf �9 ... 29

Gambar 2.13 Graf Berarah Berbobot �10 ... 32

Gambar 3.1 Peta Transjogja ... 37


(17)

xiv

Gambar 3.3 Jalur Transjogja untuk Sepuluh Halte Terpilih ... 40

Gambar 3.4 Jalur Transjogja Disertai Jarak Antar Halte (dalam Satuan

Kilometer) ... 42 Gambar 3.5 Model Petri Net untuk Jalur Transjogja ... 43


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Elemen Matriks yang Terbentuk dari Graf Berarah Berbobot �8 ... 27

Tabel 2.2 Elemen Matriks yang Terbentuk dari Graf Berarah Berbobot �10 ... 32

Tabel 2.3 Lintasan Terpendek pada Graf �10 ... 35

Tabel 3.1 Trayek yang Melalui Kesepuluh Halte Terpilih ... 40

Tabel 3.2 Data Mengenai Jarak antar Halte ... 42


(19)

xvi

DAFTAR NOTASI

� � Himpunan titik di � �(�) Himpunan sisi di � � Graf ke-i

Titik ke-i Sisi ke-i

Graf lengkap (complete graph)

2 Banyaknya sisi pada graf lengkap (complete graph)

Graf sikel (cycle graph) Himpunan place

� Himpunan transisi, dengan � ≠0 dan � = 0

Himpunan arc yang merupakan pemetaan dari place ke transisi Himpunan arc yang merupakan pemetaan dari transisi ke place ℳ0( ) Banyaknya token pada place .

ℝ Himpunan semua bilangan real ⊕ Operasi o-plus

Operasi o-times

, Elemen matriks ℝ × , pada baris ke- dan kolom ke-

Pemangkatan matriks sebanyak kali

( , ) Bobot busur ( , ) (ℓ) Bobot lintasan ℓ


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada zaman yang semakin maju seperti sekarang ini, sarana transportasi merupakan salah satu hal yang penting bagi kehidupan masyarakat. Berbagai sarana transportasi diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal berpindah tempat. Sarana transportasi tersebut juga diciptakan agar mampu beroperasi di darat, laut, atau di udara. Bertambahnya populasi penduduk, menyebabkan kebutuhan akan sarana transportasi juga meningkat. Masyarakat yang mempunyai kendaraan pribadi, tidak mengalami kesulitan dalam beraktivitas. Namun, bagi masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan pribadi, alat transportasi umum akan sangat membantu dalam beraktivitas.

Pemerintah di berbagai daerah, melakukan berbagai upaya untuk membantu masyarakat dalam hal transportasi. Kebutuhan masyarakat akan adanya alat transportasi yang nyaman, membuat Pemerintah Yogyakarta mengadakan bus Transjogja. Alat transportasi ini telah beroperasi sejak Februari 2008. Bus ini beroperasi pada pukul 06.00 - 21.00 WIB dan memiliki halte khusus di beberapa tempat yang dianggap strategis. Pada tahun 2011 tercatat ada 108 halte transjogja yang telah dibangun (http://www.dishub-diy.net/). Beberapa halte dibangun dekat dengan sekolah, kampus, kantor, rumah sakit, bandara, Terminal, stasiun kereta api, tempat


(21)

wisata, tempat perbelanjaan, dan tempat umum lainnya. Bus transjogja memiliki 8 trayek atau jalur. Hingga tahun 2010 tercatat jumlah armada bus transjogja adalah 54.

Ada beberapa kasus yang terjadi dikarenakan pembagian trayek tersebut.

1. Ada halte yang dapat dikunjugi beberapa bus dengan trayek yang berbeda, dan beberapa lainnya hanya dikunjungi oleh bus dengan satu trayek saja. Contohnya, halte Prambanan dikunjungi oleh bus dengan trayek 1A, sedangkan halte bandara Adisutjipto dikunjugi oleh bus dengan trayek 1A, 1B, 3A, dan 3B.

2. Penumpang terkadang harus melakukan pergantian bus agar dapat menjangkau tempat yang menjadi tujuan mereka. Contohnya, penumpang dari halte Instiper yang ingin ke jalan Afandi. Penumpang tersebut akan menggunakan bus dengan trayek 3A, dan harus mengganti bus dengan trayek 2B di halte Terminal Condongcatur agar bisa menjangkau tempat tujuannya.

3. Panjang rute atau lintasan yang dibuat untuk beberapa trayek membuat penumpang harus mengalami perjalanan yang cukup lama. Contohnya, penumpang dari halte Condongcatur, yang memiliki tujuan ke halte di jalan Malioboro. Penumpang tersebut dapat menggunakan trayek 3A untuk mencapai tempat tujuannya. Namun, dikarenakan rute yang panjang, maka penumpang tersebut akan membutuhkan waktu yang lama di dalam bus transjogja.


(22)

4. Selain itu, penumpang yang ingin menggunakan bus transjogja dari suatu mini portable harus memiliki kartu bus tranjogja. Ada halte dan bus yang mengalami kepadatan penumpang pada akhir pekan atau hari libur, dan masih banyak lagi kasus yang terjadi.

Dari penjelasan di atas, ada beberapa kasus yang dapat dikaitkan dengan Matematika. Salah satunya adalah kasus mengenai optimasi. Dalam Matematika, masalah optimasi dapat diselesaikan dengan menggunakan beberapa metode. Optimasi dalam program tak linear dapat diselesaikan dengan metode Pengali Lagrange (Method of Lagrange Multiplier), sedangkan dalam program linear optimasi dapat dilakukan dengan metode simpleks. Optimasi yang berkaitan dengan teori graf dapat dilakukan dengan algoritma Warshall, algoritma Greedy, algoritma Djikstra, dan aljabar max-plus.

Dalam aljabar max-plus optimasi dilakukan dengan operasi maksimum (⊕) atau o-plus dan operasi penjumlahan () atau o-times (Subiono, 2013). Pada dasarnya aljabar max-plus dinotasikan sebagai ℝmax = (ℝℰ,⊕,⊗),

dengan ℝℰ = ℝ {�}, dengan �= {−∞}, dan untuk sembarang ,

ℝ berlaku :


(23)

Penyelesaian masalah optimasi menggunakan aljabar max-plus dapat dikaitkan dengan teori graf. Graf yang terbentuk yang merupakan merupakan graf berarah berbobot. Kemudian akan dibentuk suatu matriks yang elemennya merupakan bobot dari graf tersebut. Selanjutnya akan dilakukan operasi pemangkatan menggunakan operasi dalam aljabar max-plus untuk menentukan hasil optimasi.

Melihat kasus pada poin ketiga yang berkaitan dengan pembagian jalur pada transjogja, peneliti tertarik untuk melakukan optimasi terhadap jalur atau rute transjogja. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini, peneliti akan membahas mengenai rute terpendek, dengan menggunakan aljabar max-plus untuk suatu perjalanan yang telah ditentukan.

1.2Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang akan dibahas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Menggambarkan atau merepresentasikan jalur atau rute transjogja ke bentuk petri net dari sepuluh halte atau shelter terpilih. Kesepuluh halte tersebut dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya:

a. Pada suatu rute yang hanya dilalui oleh satu trayek, akan diambil dua halte. Sebagai contoh, dari halte Terminal Condongcatur, bus yang melewati halte-halte di Ringroad Utara, halte bandara Adisucipto, hingga halte Gedong Kuning (Banguntapan) adalah bus dengan trayek 3B. Oleh karena itu akan dipilih halte Terminal


(24)

Condongcatur dan halte Gedong Kuning (Banguntapan). Dan jaraknya akan diakumulasikan.

b. Kedua halte tersebut juga dipilih karena memungkinkan penumpang untuk mengganti jalur atau trayek bus. Contohnya, di halte Yos Sudarso memungkinkan bagi penumpang untuk mengganti trayek bus.

2. Dalam tugas akhir ini, peneliti hanya merepresentasikan jalur transjogja ke dalam bentuk petri net tanpa melakukan eksekusi atau firing.

3. Ada beberapa hal yang diabaikan peneliti, seperti waktu yang dibutuhkan untuk mencapai halte tujuan, kepadatan lalu lintas, jumlah penumpang dalam bus, dan masalah teknis yang dialami bus.

1.3Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat merumuskan beberapa masalah:

1. Bagaimana merepresentasikan jalur transjogja ke dalam bentuk petri net?

2. Bagaimana menentukan jalur terpendek jika seseorang akan melakukan perjalanan dari Terminal Jombor menuju Terminal Giwangan?

1.4Tujuan

Tujuan dari penelitian ini, adalah:


(25)

2. Menentukan jalur terpendek jika seseorang akan melakukan perjalanan dari Terminal Jombor menuju Terminal Giwangan.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, adalah :

1. Mampu mengaplikasikan teori dalam Matematika, khususnya aljabar max-plus ke dalam kejadian dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menambah wawasan mengenai optimasi menggunakan aljabar max-plus.

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (Library Research). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengumpulkan berbagai literatur yang membahas topik tentang aljabar max-plus dan petri net

2. Melakukan kajian mengenai topik tersebut

3. Mencari data mengenai transjogja, khususnya mengenai rute, trayek dan juga jarak tempuh antar halte transjogja

4. Memilih sepuluh halte berdasarkan pertimbangan tertentu. Selanjutnya mengakumulasikan jarak halte-halte tersebut

5. Merepresentasikan rute transjogja ke dalam bentuk petri net

6. Membangun matriks yang elemennya merupakan jarak tempuh antar halte


(26)

7. Menggunakan aljabar max-plus untuk menentukan rute terpendek

1.7Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini dibagi menjadi empat bagian pokok bahasan, yaitu: BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini dijelaskan mengenai dasar petri net yang meliputi pemahaman mengenai graf dan komponen dalam petri net, dan istilah dalam petri net. Selain itu, dijelaskan pula mengenai pengetian aljabar max-plus, operasi dan sifat operasi dalam aljabar max-plus, matriks dan operasi matriks dalam aljabar max-plus, serta pengetian lintasan terpendek dan cara menentukan lintasan terpendek menggunakan aljabar max-plus.

BAB 3 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai penggambaran rute transjogja ke dalam bentuk petri net, matriks yang dibangun dari petri net yang telah dibuat, langkah-langkah pencarian rute terpendek dengan aljabar max-plus, dan penentuan rute terpendek.


(27)

Pada bab ini, dijelaskan mengenai kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, serta saran-saran yang berkaitan dengan pembahasan tersebut.


(28)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1.Petri Net

1. Dasar Petri Net

Petri net dikembangkan pertama kali oleh Carl Adam Petri, pada tahun 1962. Petri net merupakan suatu graf khusus, maka untuk memahami petri net perlu dipahami terlebih dahulu beberapa hal pada teori graf.

Definisi 2.1.1 (Nugroho, 2008)

Graf adalah himpunan pasangan terurut (�,�), ditulis dengan notasi � = (�,�), dimana �(�) adalah himpunan tak kosong dari titik-titik atau simpul-simpul (vertex), dan � � adalah himpunan sisi (edge atau arc) yang menghubungkan sepasang titik atau simpul. Teori graf pertama kali diperkenalkan oleh Leonhard Euler pada tahun 1736. Euler menggunakan teori graf untuk menyelesaikan masalah masyarakat Königsberg, yang ingin melintasi tujuh jembatan di kota tersebut tepat sekali. Dalam kasus tersebut, Euler merepresentasikan daratan dengan titik dan jembatan dengan sisi, seperti pada gambar 2.1.


(29)

Gambar 2.1 Jembatan Königsberg dan Bentuk Grafnya

Menurut Nugroho (2008) terdapat beberapa istilah dalam graf, yaitu:

i. Bertetangga (adjacent). Dua titik dikatakan bertetangga jika terdapat sebuah sisi yang menghubungkan kedua titik tersebut. ii. Bersisian (incident). Untuk sembarang sisi = { , }, sisi

dikatakan bersisian dengan titik dan . Bisa juga dikatakan titik dan bersisian dengan sisi .

iii. Sisi ganda (mutiple edge atau parallel edge) adalah sisi-sisi berbeda yang menghubungkan pasangan titik yang sama pada suatu graf.

iv. Gelang (loop) adalah suatu sisi pada graf yang bermula dan berakhir pada titik yang sama.

Berikut akan diberikan gambar untuk memperjelas keterangan di atas:

C

A

B


(30)

Gambar 2.2 Graf �1

Gambar 2.2 adalah contoh graf yang memuat himpunan titik � �1 = 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan himpunan sisi � �1 =

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

i. Pada graf �1, pasangan titik 1 dan 5 serta 2 dan 3 merupakan titik-titik yang bertetangga (adjacent) karena dihubungkan oleh sebuah sisi yaitu sisi 8 dan sisi 3. Sedangkan titik 3 dan titik 6 bukan merupakan titik-titik yang bertetangga karena titik ada sisi yang menghubungkan keduanya.

ii. Pada graf �1, pasangan titik 4 dan 5 merupakan titik-titik yang bersisian (incident) dengan sisi 6, atau sisi 6 bersisian dengan titik 4 dan 5. Demikian juga dengan sisi 8 dengan titik 1 dan

5.

iii. Pada graf �1, sisi 1 dan sisi 2 adalah sisi ganda (multiple edge) karena kedua sisi tersebut menghubungkan pasangan titik yang

�1

�4

�3

�2

�5 8

6

4 5 3 2

1

�6


(31)

sama, yaitu titik 1 dan titik 2. Demikian juga sisi 4 dan sisi 5,

yang menghubungkan pasangan titik 3 dan 4

iv. Pada graf �1, terdapat gelang (loop) 5, 7, 5 dimana sisi 7

berawal dan berakhir di satu titik yaitu titik 5.

Graf dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifatnya, seperti berdasarkan ada tidaknya gelang atau sisi ganda, dan berdasarkan orientasi arah pada sisinya (Yulianti, 2008).

Berdasarkan ada tidaknya gelang atau sisi ganda, graf dibedakan menjadi:

a. Graf sederhana (simple graph), yaitu graf yang tidak mengandung gelang maupun sisi ganda.

b. Graf tak-sederhana (unsimple graph), yaitu graf yang mengandung gelang atau sisi ganda. Graf �1 pada gambar 2.2 merupakan contoh graf tak-sederhana. Selanjutnya, graf tak-sederhana dapat dibedakan menjadi graf ganda (mutigraph) yaitu graf yang mengandung sisi ganda, dan graf semu (pseudograph) yaitu graf yang mengandung sisi ganda dan gelang.


(32)

Gambar 2.3 Graf �2, Graf �3, dan Graf �4

Pada gambar 2.3, graf �2 merupakan graf sederhana (simple

graph), graf 3 dan graf �4 merupakan graf tak-sederhana (unsimple

graph). Selain itu, graf 3 juga disebut sebagai graf ganda (multigraph) karena mengandung sisi ganda, dan graf �4 disebut sebagai graf semu (pseudograph) karena mengandung gelang.

Berdasarkan orientasi arah pada sisinya, graf dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:

a. Graf tak-berarah (undirected graph), yaitu graf yang sisinya tidak mempunyai orientasi arah. Graf �1 pada gambar 2.2 merupakan contoh graf tak-berarah.

b. Graf berarah (directed graph), yaitu graf yang sisinya mempunyai orientasi arah.

Gambar 2.4 Graf �5 dan Graf �6

Graf �2 Graf �3 Graf

4


(33)

Lebih lanjut, Yulianti (2008) juga memaparkan beberapa graf yang dapat digolongkan sebagai graf khusus.

a. Graf lengkap (complete graph). Suatu graf � disebut graf lengkap jika setiap titiknya bertetangga dengan semua titik lain pada graf tersebut. Notasinya adalah � , dengan adalah banyaknya titik pada graf tersebut. Banyaknya sisi pada � adalah

2 .

Gambar 2.5 Graf Lengkap

b. Graf sikel (cycle graph). Suatu graf � disebut graf sikel jika setiap titiknya mempunyai dua sisi yang bersisian. Notasinya adalah

Gambar 2.6 Graf Sikel


(34)

c. Graf bipartit (bipartite graph). Suatu graf � disebut graf bipartit jika himpunan titiknya dapat dipisahkan menjadi dua partisi yang tak kosong dan saling lepas �1 dan �2, sedemikian hingga setiap sisi di � menghubungkan sebuah titik di �1 ke sebuah titik di �2.

Gambar 2.7 Graf bipartit

Nugroho (2008), mendefinisikan beberapa istiah lain dalam teori graf:

i. Jalan (walk) dalam graf � adalah suatu barisan bergantian (titik dan sisi) tak kosong berhingga

0, 1, 1, 2, 2, 3,… , −1, ,

Secara khusus, apabila graf � adalah sederhana, jalan (walk) dapat dinyatakan sebagai suatu barisan titik-titik

0, 1, 2,… , −1,

Suatu jalan dikatakan tertutup jika titik-titik ujungnya adalah sama.

ii. Suatu jalan (walk) adalah jejak (trail) jika semua sisinya berbeda. Suatu jejak (trail) adalah tertutup jika titik-titik ujungnya sama.


(35)

iii. Suatu lintasan (path) adalah suatu jejak (trail) dengan semua titiknya berbeda.

Gambar 2.8 Graf �7

Graf pada gambar 2.8 graf �7 yang memuat himpunan titik

� �7 = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan himpunan sisi � �7 = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 .

i. 2, 4, 3, 2, 1, 2, 3, 5, 4, 6, 5 adalah suatu jalan (walk)

ii. 2, 1, 1, 2, 3, 5, 4, 10, 7, 9, 3, 4, 2 adalah suatu jalan

tertutup (close walk)

iii. 2, 4, 3, 5, 4, 10, 7, 9, 3, 2, 1 adalah suatu jejak (trail)

iv. 2, 1, 1, 2, 3, 5, 4, 10, 7, 9, 3, 4, 2 adalah suatu jejak

tertutup (close trail)

v. 2, 4, 3, 8, 6, 11, 7, 10, 4, 6, 5 adalah suatu lintasan

(path)

2 4

7 6

3

5 1

1

5 2

4 6

7 8 9

3

10 11


(36)

Menurut Lontoh (1994:16) struktur petri net atau jaringan petri terdiri dari himpunan place dan himpunan transisi. Petri net memiliki dua jenis titik atau simpul, yaitu lingkaran atau elips yang menyatakan suatu place, dan garis tebal atau kotak yang menyatakan transisi. Sisi dalam petri net biasanya disebut sebagai arc dan selalu memiliki arah.

Gambar 2.9 Bentuk Place, Transisi dan Arc dalam Petri Net

Petri net digolongkan sebagai multigaf karena dalam petri net diperbolehkan memiliki banyak sisi dari satu titik ke titik yang lain. Selain itu, karena sisi-sisi dalam petri net memiliki orientasi arah, maka petri net digolongkan sebagai multigraf berarah. Titik-titik dalam petri net dipartisi menjadi dua jenis, yaitu place dan transisi, sehingga petri net dikatakan sebagai graf bipartit. Untuk selanjutnya, petri net disebut sebagai multigraf berarah bipartit. Perlu diingat bahwa sisi dalam graf bipartit hanya dapat dihubungkan titik dari partisi yang berbeda, sehingga dalam petri net, arc hanya dapat digunakan untuk

place transisi


(37)

menghubungkan place dengan transisi atau transisi dengan place, dan tidak dapat digunakan untuk menghubungkan place dengan place atau transisi dengan transisi.

2. Istilah dalam Petri Net.

Menurut Newcomb (2014) place dalam petri net menyatakan status atau kondisi (condition) dari suatu sistem dan transisi menyatakan suatu kejadian (event) yang menyebabkan perubahan kondisi sistem tersebut. Walaupun hal ini tidak selalu berlaku. Pengeksekusian suatu sistem pada petri net, ditandai dengan adanya token yang berpindah-pindah dari satu place ke place lain sesuai dengan transisinya. Token dalam petri net digambarkan dengan titik dalam suatu place.

Newcomb (2014) juga memaparkan bahwa petri net dapat dinotasikan sebagai �= ( ,�,ℐ, ,ℳ0( )), dimana

i. adalah himpunan place

ii. � adalah himpunan transisi, dengan � ≠ 0 dan � = 0

iii. ℐ adalah himpunan arc yang merupakan pemetaan dari place ke transisi

iv. adalah himpunan arc yang merupakan pemetaan dari transisi ke place

v. ℳ0( ) adalah bilangan yang menyatakan banyaknya token pada place .


(38)

Gambar 2.10 Petri Net �

Gambar 2.10 merupakan contoh dari petri net yang memiliki tujuh place dan empat transisi. Komponen-komponen dari petri net tersebut dapat diuraikan menjadi:

i. = {�0,�1,�2,�3,�4,�5,�6}

ii. �= {�0,�1,�2,�3}

iii. ℐ= { �0,�0 , �1,�2 , �2,�1 , �3,�2 , �4,�0 , �5,�3 , (�6,�3)}

iv. = { �0,�1 , �0,�2 , �1,�3 , �1,�4 , �2,�5 , �3,�0 , �3,�6 }

v. ℳ0 = 1, untuk �0,�4,�6 0, untuk �1,�2�3,�5


(39)

Dalam tugas akhir ini, peneliti hanya akan merepresentasikan jalur atau rute transjogja ke dalam bentuk petri net, tanpa melakukan suatu eksekusi. Sehingga dalam tugas akhir ini, peneliti tidak menggunakan token dalam setiap place.

2.2.Aljabar Max-plus

1. Pengertian, Operasi dan Sifat Operasi Aljabar Max-plus Definisi 2.2.1 (Subiono, 2013)

Aljabar max-plus adalah himpunan ℝ {�}, dengan ℝ adalah himpunan semua bilangan real, yang dilengkapi dengan operasi maksimum (⊕) dan operasi penjumlahan (⊗). Aljabar max-plus dinotasikan sebagai ℝmax = (ℝℰ,⊕,⊗), dimana ℝℰ = ℝ {�}, dengan

�= {−∞}, dan untuk sembarang , ℝ berlaku :

⊕ ≝max( , ), dan ⊗ ≝( + ).

Contoh aljabar max-plus yaitu himpunan bilangan real. Dalam himpunan bilangan real berlaku operasi penjumlahan dan optimasi. Jika diambil sembarang bilangan anggota himpunan bilangan real dan dilakukan operasi penjumlahan terhadap bilangan itu sendiri atau bilangan lainnya dalam himpunan bilangan real, maka hasil operasi tersebut juga merupakan anggota bilangan real. Demikian pula jika anggota himpunan bilangan real dibandingkan dengan anggota


(40)

himpunan bilangan real yang lain, maka hasilnya pun merupakan anggota bilangan real.

Untuk selanjutnya, operasi ⊕ dibaca o-plus dan operasi ⊗ dibaca

o-times (Subiono, dkk., 2013:2)

Contoh 2.1 :

13⊕18 = max 13,18 = 18 11⊗8 = (11 + 8) = 19

Operasi ⊕ dan ⊗ dalam aljabar max-plus memiliki kemiripan dengan operasi + dan × pada aljabar konvensional. Sehingga beberapa konsep dan sifat dari aljabar konvensional dapat diterapkan dalam aljabar max-plus.

a. Komutatif

i) ⊕ = max( , ) = max( , ) = ⊕ .

ii) ⊗ = + = + = ⊗ .

b. Assosiatif

i) ( ⊕ )⊕z = max((max , ), ) = max( , , )

⊕( ⊕z) = max⁡(x, (max⁡(y, z)) = max( , , ).

ii) ⊗ ⊗z = x + y + z = + +


(41)

c. Distributif ⊗ terhadap ⊕

i) ⊕ ⊗z = max x, y + z = max + , + =

⊗z ⊕(y⊗z).

ii) ⊗ ⊕z = x + max y, z = max + , + =

⊗y ⊕(x⊗z).

Selain itu, operasi ⊕ juga bersifat idempoten, yang berarti, untuk sembarang ℝ berlaku ⊕ = (Krivulin, 1996). Menurut Subiono (2013), dalam aljabar max-plus terdapat � sebagai elemen netral dan = 0 sebagai elemen satuan, yang memenuhi kondisi

⊕ � =� ⊕ = , dan ⊗0 = 0⊗ = ,

untuk sembarang ℝ .

Selanjutnya, untuk ℕ dan ℝ maka didefinisikan pangkat dalam aljabar max-plus adalah :

= ⊗ ⊗ ⊗ … ⊗

Contoh 2.2:

5 8 = 5 ⊗5⊗5⊗5⊗5⊗5⊗5⊗5

8 �

= 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5


(42)

Aljabar max-plus sering digunakan untuk menyelesaikan persoalan di beberapa bidang, seperti teori graf, kombinatorika, teori antrian dan masalah optimasi.

2. Matriks dalam Aljabar Max-plus

Matriks dalam aljabar max-plus memiliki persamaan dengan matriks dalam aljabar biasa/konvensional. Menurut Subiono (2013) himpunan matriks × dalam aljabar max-plus dinyatakan dalam ℝ × . Didefinisikan = 1,2,3,, dan = 1,2,3,, dengan

, ℕ. Elemen matriks ℝ × , pada baris ke- dan kolom ke- dinyatakan dengan , , untuk dan . Matriks ℝ × dapat ditulis sebagai :

=

1,1 1,2 1, 2,1 2,2 2,

,1 ,2

… ,

Ada kalanya elemen , juga dinotasikan sebagai , , , . Jacob van der Woude (2005: 17) memaparkan, untuk matriks

, ℝ × , penjumlahan matriks ⊕ didefinisikan sebagai :

⊕ , = , ⊕ , = , , ,

untuk , . Perlu diperhatikan, bahwa ⊕ = ⊕ , sebab:

⊕ , = , , , = , , , = ⊕ , untuk


(43)

Contoh 2.3:

Diberikan matriks = 1 4

2 1 dan matriks =

3 2 1 2 .

Selanjutnya, akan ditentukan ⊕ .

⊕ = 1 4

2 1 ⨁

3 2 1 2 = 1⊕3 4⊕2

2⊕1 1⊕2 = max 1,3 max 4,2

max 2,1 max 1,2 = 3 4

2 2

Untuk matriks ℝ × , ℝ × , perkalian matriks ⊗ didefinisikan sebagai :

⊗ , = ⊕

= 1

, ⊗ , = , + ,

untuk , dan = {1,2,…, }. Contoh 2.4:

Diberikan matriks = 2 3

1 1 dan matriks =

4 2 1 2 .

Selanjutnya, akan ditentukan .

= 2 3

1 1

4 2 1 2

= 2⊗4 ⨁ 3⊗1 2⊗2 ⨁ 3⊗2 1⊗4 ⨁ 1⊗1 1⊗2 ⨁ 1⊗2 = 2 + 4 ⨁ 3 + 1 2 + 2 ⨁ 3 + 2


(44)

= 6⨁4 4⨁5 5⨁2 3⨁3 = max 6,4 max 4,5

max 5,2 max 3,3 = 6 5

5 3

Lebih lanjut, Van der Woude juga mengatakan bahwa ≠ .

Untuk matriks ℝ × dan α ℝ , perkalian skalar α didefinisikan sebagai

α ⊗ i,j =α ⊗ ,

untuk , . Contoh 2.5:

Diberikan matriks = 5 3

2 1 dan skalar α= 4.

Selanjutnya, akan ditentukan α ⊗ .

α ⊗ = 4⊗ 5 3

2 1

= 4⊗5 4⊗3 4⊗2 4⊗1 = 9 7

6 5

Untuk matriks ℝ × , pemangkatan matriks sebanyak , dinotasikan dengan ⊗ dan didefinisikan sebagai :

= ⊗ ⊗ ⊗ … ⊗


(45)

Diberikan suatu graf berarah � = (�,�), dengan � = {1,2,…, }. Menurut Rudhito, dkk (2008), graf berarah � dikatakan berbobot jika setiap sisi ( , ) � dikawanan dengan suatu bilangan real . Bilangan real disebut sebagai bobot busur ( , ), dan dilambangkan dengan ( , ). Selanjutnya, diberikan graf berarah berbobot � = (�,�), dengan � = 1,2,…, , dan � = {( , )| , = ≠

�,∀ , }. Untuk setiap graf berarah berbobot � = (�,�), selalu dapat didefinisikan suatu matriks ℝ × dengan

, , jika ( , ) �

�, jika ( , ) �

Siang (2004:233) memaparkan bahwa matriks bobot graf � adalah matriks persegi ℝ × dengan banyaknya baris dan kolom atau ukuran untuk matriks tersebut sama dengan banyaknya titik yang ada pada graf berarah berbobot �.

Contoh 2.6:

Diberikan graf berarah berbobot �8, yang terdiri dari 5 titik dan 5

sisi.

Gambar 2.11 Graf �8

1

4 5

2

3

4

3 2

6


(46)

Akan dibentuk matriks yang memuat bobot dari sisi graf berarah berbobot �8. Perlu diingat bahwa elemen matriks ke-ij berarti bobot busur dari titik-j ke titik-i.

Tabel 2.1 Elemen Matriks yang Terbentuk dari Graf Berarah Berbobot �8.

Sisi Graf �8 Bobot Sisi Elemen ke-i,j aij

1 → 1 � (1,1) �

1 → 2 4 (2,1) 4

1 → 3 3 (3,1) 3

1 → 4 � (4,1) �

1 → 5 2 (5,1) 2

2 → 1 � (1,2) �

2 → 2 � (2, 2) �

2 → 3 3 (3, 2) 3

2 → 4 � (4, 2) �

2 → 5 � (5, 2) �

3 → 1 � (1,3) �

3 → 2 � (2, 3) �

3 → 3 � (3, 3) �

3 → 4 � (4, 3) �

3 → 5 � (5, 3) �

4 → 1 � (1,4) �


(47)

Sisi Graf �8 Bobot Sisi Elemen ke-i,j aij

4 → 3 � (3, 4) �

4 → 4 � (4, 4) �

4 → 5 6 (5, 4) 6

5 → 1 � (1,5) �

5 → 2 � (2, 5) �

5 → 3 � (3, 5) �

5 → 4 � (4, 5) �

5 → 5 � (5,5) �

Matriks yang terbentuk dari graf berarah berbobot �8 adalah matriks persegi yang berukuran 5 × 5, karena terdapat 5 titik pada graf �8. Bentuk matriks 5×5 adalah :

=

� � � � �

4 3

2

3

� �

� � � �

� � �

6

� � � �

2.3.Lintasan Terpendek

1. Pengertian Lintasan Terpendek

Panjang suatu lintasan dari titik awal v0 ke titik tujuan vn di dalam


(48)

ℓ= 0 → 1 → 2 → 3 → → 0, adalah jumlah dari bobot setiap sisi

yang dilalui. Bobot lintasan ini dapat disimbolkan dengan (ℓ). Contoh 2.7:

Diberikan graf berarah berbobot �8, yang terdiri dari 5 titik dan 5 sisi.

Gambar 2.12 Graf berbobot �9

Graf �9 pada gambar 2.12 merupakan graf berarah berbobot. Lintasan ℓ1 adalah lintasan dari titik 1 ke titik 4, sehingga dapat dituliskan sebagai ℓ1 = 1234. Panjang lintasan ℓ1 adalah 3, karena lintasan tersebut melalui 3 sisi graf �8, yaitu sisi

( 1, 2), ( 2, 3), ( 3, 4). Bobot lintasan ℓ1 atau (ℓ1)

(ℓ1) = 1, 2 + 2, 3 + ( 3, 4)

= 3 + 2 + 4

= 9

Dapat disimpulkan bahwa bobot lintasan ℓ1 atau lintasan dari titik 1 ke titik 4 adalah 9 satuan.

1

5 4

3 2

3 2

4

2 1


(49)

Definisi 2.3.1 (Lipschutz dan Lipson, 2008:181)

Lintasan terpendek dari titik ke titik didefinisikan sebagai lintasan dari ke dengan total bobot lintasannya adalah jumlah bobot minimum dari sisi-sisi pada sebarang lintasan yang berasal atau berawal dari titik ke titik . Jika tidak ada lintasan dari ke , maka bobotnya dikatakan ∞.

Total bobot lintasan terpendek dari ke , didefinisikan sebagai :

� , = min⁡{ ℓ : ⟶

}, jika terdapat lintasan dari ke , lainnya

Dengan ⟶ℓ adalah lintasan ℓ yang terdiri atas beberapa sisi dari titik ke titik .

2. Menentukan Lintasan Terpendek dengan Menggunakan Aljabar Max-plus

Diberikan sebarang graf � = �,� , dengan � � adalah himpunan titik pada graf tersebut dan � � adalah himpunan sisi pada graf tersebut. Dessi (2011) menjelaskan tahap-tahap yang dilakukan untuk menentukan lintasan terpendek ℓ pada graf � = �,� , dimana ℓ= 1 → 2 → 3 → → n, adalah :

i. Membentuk matriks bobot sisi graf � = �,� . Misalkan matriks yang terbentuk adalah matriks persegi × .


(50)

ii. Mengubah elemen matriks menjadi negatif, dengan cara mengalikan elemen-elemen pada matriks selain elemen � dengan (-1). Hal ini dilakukan karena dalam aljabar max-plus untuk mendapatkan penyelesaian dari masalah jalur terpendek, akan digunakan nilai maksimum dari elemen-elemen negatif. Misalkan matriks yang terbentuk pada tahap ini adalah matriks 1.

iii. Melakukan operasi pemangkatan matriks 1 sebanyak ( −1)

kali, dengan adalah ukuran dari matriks 1. Dengan memangkatkan matriks 1, akan diperoleh bobot lintasan dengan panjang lintasan adalah pangkatnya. Misalkan 14, panjang lintasannya adalah 4, dengan elemen ke-( ) adalah bobot lintasan graf � = �,� .

iv. Melakukan operasi ⊕ pada matriks-matriks yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Misalkan matriks yang terbentuk pada tahap ini adalah matriks 2, maka 2 diperoleh dari:

2 = 1⊕ 1⊗2⊕ 1⊗3⊕ … ⊕ 1⊗ −1

v. Mengubah kembali elemen-elemen matriks 2 menjadi elemen yang positif, dengan cara mengalikan elemen matriks 2 selain � dengan (-1). Misalkan matriks yang terbentuk pada tahap ini adalah matriks +.

Lebih lanjut, Dessi (2011) menjelaskan bahwa matriks + yang diperoleh pada tahap terakhir adalah matriks yang menyatakan lintasan


(51)

terpendek yang diperoleh dengan operasi pangkat dalam aljabar max-plus. Elemen ( +) adalah bobot lintasan terpendek dari titik ke titik . Untuk mengetahui bobot lintasan terpendek tersebut, dapat dilihat kembali hasil pemangkatan matriks 1, yaitu 1⊗ . Jika ( +) =

( 1⊗ ) × (−1), berarti bobot tersebut merupakan bobot lintasan terpendek dari titik ke titik , dengan panjang lintasan adalah .

Contoh 2.8:

Diberikan graf berarah berbobot �10, yang terdiri dari 4 titik.

Gambar 2.13 Graf Berarah Berbobot �10

Akan ditentukan bobot lintasan terpendek pada graf tersebut. Berikut langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan bobot lintasan terpendek:

i. Graf �10 mengandung 4 titik. Maka matriks yang dapat dibentuk dari graf �10 adalah matriks 4×4.

1

4 3

2

3

2 4 2


(52)

Tabel 2.2 Elemen Matriks yang Terbentuk dari Graf Berarah Berbobot �10.

Sisi Graf �10 Bobot Sisi Elemen ke-i,j aij

1 → 1 � (1,1) �

1 → 2 3 (2,1) 3

1 → 3 2 (3,1) 2

1 → 4 4 (4,1) 4

2 → 1 � (1,2) �

2 → 2 � (2, 2) �

2 → 3 � (3, 2) �

2 → 4 2 (4, 2) 2

3 → 1 � (1,3) �

3 → 2 � (2, 3) �

3 → 3 � (3, 3) �

3 → 4 � (4, 3) �

4 → 1 � (1,4) �

4 → 2 � (2, 4) �

4 → 3 1 (3, 4) 1

4 → 4 � (4, 4) �

Matriks yang terbentuk dari graf berarah berbobot �10 adalah matriks persegi yang berukuran 4 × 4, karena terdapat 5 titik pada graf �10. Bentuk matriks 4×4 adalah :


(53)

=

� � � �

3 � � �

2 4

2

� � 1�

ii. Mengubah elemen matriks menjadi negatif, dengan cara mengalikan elemen-elemen pada matriks selain elemen � dengan (-1).

1 = −1 ×

= −1 ×

� � � �

3 � � �

2 4

2

� � 1�

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

� −2

� � −�1

iii. Melakukan operasi pemangkatan matriks 1 sebanyak 3 kali

1⊗2 = 1⊗ 1

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

� −2

� � −�1

� � � �

−3 � � �

−2

−4

� −2

� � −�1

=

� � � �

� � � �

−5

−5

−3

� �� ��

1⊗3 = 1⊗2 ⊗ 1

=

� � � �

� � � �

−5

−5

−3

� �� ��

� � � �

−3 � � �

−2

−4

� −2

� � −�1


(54)

=

� � � �

� � � �

−6

� �� �� ��

iv. Melakukan operasi ⊕ pada matriks-matriks yang diperoleh pada tahap sebelumnya.

2 = 1 ⊕ 1⊗2⊕ 1⊗3

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

� −2

� � −�1

� � � �

� � � �

−5

−5

−3

� �� ��

� � � �

� � � �

−6

� �� �� ��

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

−3

−2

� � −�1

� � � �

� � � �

−6

� �� �� ��

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

−3

−2

� � −�1

v. Mengubah kembali elemen-elemen matriks 2 menjadi elemen yang

positif, dengan cara mengalikan elemen matriks 2 selain � dengan (-1).

+=

2× −1

=

� � � �

−3 � � �

−2

−4

−3

−2

� � −�1


(55)

=

� � � �

3 � � �

2 4

3 2

� � 1�

Bobot lintasan terpendek pada graf �10 dapat dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 2.3 Lintasan Terpendek pada Graf �10 Sisi Dari Titik

ke Titik

Total Bobot Minimum

Lintasan Terpendek

Panjang Lintasan

(1,2) 3 12 1

(1,3) 2 12 1

(1,4) 4 14 1

(2,3) 3 243 2

(2,4) 2 24 1

(4,3) 1 43 1

Dari contoh di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

i. Bobot lintasan terpendek dari titik 1 ke 2 adalah 3, dengan panjang lintasan adalah 1 satuan.

ii. Bobot lintasan terpendek dari titik 1 ke 3 adalah 2, dengan panjang lintasan adalah 1 satuan.

iii. Bobot lintasan terpendek dari titik 1 ke 4 adalah 4, dengan panjang lintasan adalah 1 satuan.

iv. Bobot lintasan terpendek dari titik 2 ke 3 adalah 3, dengan panjang lintasan adalah 2 satuan.


(56)

v. Bobot lintasan terpendek dari titik 2 ke 4 adalah 2, dengan panjang

lintasan adalah 1 satuan.

vi. Bobot lintasan terpendek dari titik 4 ke 3 adalah 1, dengan panjang lintasan adalah 1 satuan.


(57)

38

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Representasi Jalur Transjogja ke dalam Bentuk Petri Net

Gambar berikut adalah peta jalur transjogja dan letak halte-haltenya


(58)

Pada penelitian ini, peneliti akan memilih sepuluh halte transjogja. Halte-halte yang dimaksud adalah:

1. Halte Terminal Jombor

2. Halte Terminal Condong Catur 3. Halte Yos Sudarso

4. Halte Ahmad Yani 5. Halte Puro Pakualaman 6. Halte Kusumanegara 3

7. Halte Gedong Kuning (Banguntapan) 8. Halte Sugiono 1

9. Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta 10.Halte Terminal Giwangan

Gambar berikut adalah peta jalur transjogja dan letak halte-halte yang terpilih:


(59)

Gambar 3.2 Peta Transjogja dan Letak Halte-halte Terpilih Pada gambar di atas, sepuluh halte terpilih ditandai dengan lingkaran merah. Trayek yang melalui sepuluh halte tersebut akan diperlihatkan pada tabel 3.1.

1

2

3

4 5 6

7

8 9

10 0


(60)

Tabel 3.1 Trayek yang Melalui Kesepuluh Halte Terpilih.

No Halte Trayek

1 Halte Terminal Jombor 2A, 2B

2 Halte Terminal Concat 2A, 2B, 3A, 3B

3 Halte Yos Sudarso 2A, 2B, 3A, 4A, 4B

4 Halte Ahmad Yani 1A, 2A, 3A

5 Halte Puro Pakualaman 1A, 4A

6 Halte Kusumanegara 3 1A, 2B, 4B

7 Halte Gedong Kuning (Banguntapan) 2B, 3B

8 Halte Sugiono 2A, 3A

9 Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta 2A, 4B

10 Halte Terminal Giwangan 3A, 3B, 4A, 4B

Berikut akan ditampilkan jalur yang mungkin dilalui oleh bus transjogja dengan halte asal adalah halte Terminal Jombor dan halte yang menjadi halte tujuan adalah halte Terminal Giwangan.

Gambar 3.3 Jalur Transjogja untuk Sepuluh Halte Terpilih. 1

2 3

4

5

6 7

8

9 10


(61)

Keterangan gambar :

: jalur dan arah yang dilalui bus transjogja menuju halte selanjutnya

: Halte Terminal Jombor : Halte Terminal Condongcatur : Halte Yos Sudarso

: Halte Ahmad Yani : Halte Puro Pakualaman : Halte Kusumanegara 3

: Halte Gedong Kuning (Banguntapan) : Halte Sugiono 1

: Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta : Halte Terminal Giwangan

Untuk penentuan jarak antar halte, peneliti menggunakan data dari website http://www.yogyes.com/ dengan melakukan kalkulasi jarak antara halte-halte yang berada di antara dua halte terpilih. Semua jarak dalam website ini didapatkan lewat pengukuran dari udara. Tabel 3.2 berikut menyatakan data mengenai jarak antar halte.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(62)

Tabel 3.2 Data Mengenai Jarak Antar Halte.

Halte Asal – Halte Selanjutnya Jarak (km) Halte Terminal Jombor – Halte Terminal Condongcatur 3,9 Halte Terminal Condongcatur – Halte Gedong Kuning

(Banguntapan) 10.4

Halte Gedong Kuning (Banguntapan) – Halte Terminal Giwangan 4.3 Halte Terminal Condongcatur – Halte Yos Sudarso 4.8 Halte Yos Sudarso – Halte Terminal Giwangan 8.1 Halte Yos Sudarso – Halte Kusumanegara 3 4.2 Halte Yos Sudarso – Halte Puro Pakualaman 1.6 Halte Puro Pakualaman – Halte Terminal Giwangan 4.8 Halte Puro Pakualaman – Halte Kusumanegara 3 1.1 Halte Kusumanegara 3 – Halte Gedong Kuning (Banguntapan) 1.2 Halte Gedong Kuning (Banguntapan) – Halte Pasar Seni Kerajinan

Yogyakarta 3.2

Halte Terminal Jombor – Halte Ahmad Yani 5.4 Halte Ahmad Yani – Halte Puro Pakualaman 1.4

Halte Ahmad Yani – Halte Sugiono 1 1.2

Halte Sugiono 1 – Halte Terminal Giwangan 3.8 Halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta – Halte Terminal Giwangan 2.2


(63)

Gambar berikut akan menampilkan jalur bus transjogja dilengkapi jarak antar halte :

Gambar 3.4 Jalur Transjogja Disertai Jarak Antar Halte (dalam Satuan Kilometer)

Dalam penelitian ini, untuk membangun petri net yang akan merepresentasikan jalur atau lintasan transjogja, peneliti menggunakan program PIPEv4.3.0. Gambar berikut menampilkan halte dan jalur transjogja dalam bentuk petri net, dengan place mewakili halte transjogja dan trasition mewakili pergerakan penumpang dalam bus transjogja.

3.9

10.4

4.3 4.8

8.1 4.2

1.6

4.8 1.1

1.2

5.4 1.4

1,2

3.8

3.2

2.2 1

2 3

4

5

6 7

8

9 10


(64)

Gambar 3.5 Model Petri Net untuk Jalur Transjogja

3.2 Mencari Jalur Terpendek dengan Menggunakan Aljabar Max-plus Untuk menentukan jalur terpendek dengan menggunakan aljabar max-plus, terlebih dahulu perlu dibangun sebuah matriks, dimana elemen dari matriks tersebut merupakan jarak antara halte-halte terpilih. Misalkan matriks yang dibangun tersebut adalah matriks A. Berdasarkan data yang telah didapatkan, maka bentuk dari matriks A adalah

=

3.9

5.4

� � � � � �

� �

4.8

� � �

10.4

� � �

� � � �

1.6 4.2

� � �

8.1

� � � �

1.4

� �

1.2

� �

� � � � �

1.1

� � �

4.8

� � � � � �

1.2

� � �

� � � � � � � �

3.2 4.3

� � � � � � � � �

3.8

� � � � � � � � �

2.2

� � � � � � � � � �


(65)

Langkah selanjutnya adalah mengubah elemen matriks A menjadi negatif , dengan cara mengalikan elemen matriks A selain � dengan (-1). Hal ini dilakukan karena dalam aljabar max-plus untuk mendapatkan penyelesaian dari masalah jalur terpendek, akan digunakan nilai maksimum dari elemen-elemen negatif (Dessi, 2011:29). Misalkan hasil perkalian matriks A dengan (-1) adalah Matriks A1, maka bentuk matriks A1 adalah

1=

� −3.9

� −5.4

� � � � � �

� � −4.8

� � � −10.4

� � �

� � � � −1.6

−4.2

� � � −8.1

� � � � −1.4

� � −1.2

� �

� � � � � −1.1

� � � −4.8

� � � � � � −1.2

� � �

� � � � � � � � −3.2

−4.3

� � � � � � � � � −3.8

� � � � � � � � � −2.2

� � � � � � � � � �


(66)

1⊗2 = 1⊗ 1 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � �

=

� � −8.7 � −6.8 � −14.3 −6.6 � � � � � � −6.4 −9 � � −13.6 −12.9 � � � � � −2.7 −5.4 � � −6.4 � � � � � −2.5 � � � −5 � � � � � � −2.3 � � � � � � � � � � � −4.4 −5.5 � � � � � � � � � −5.4 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗2, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 2 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗2. Selanjutnya akan dihitung 1⊗3.


(67)

1⊗3 = 1⊗ 1⊗2 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � −8.7 � −6.8 � −14.3 −6.6 � � � � � � −6.4 −9 � � −13.6 −12.9 � � � � � −2.7 −5.4 � � −6.4 � � � � � −2.5 � � � −5 � � � � � � −2.3 � � � � � � � � � � � −4.4 −5.5 � � � � � � � � � −5.4 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � −10.3 −7.9 � � −17.5 −10.4 � � � � � −7.5 −10.2 � � −11.2 � � � � � � −3.9 � −8.6 −9.7 � � � � � � −3.7 � � � � � � � � � � � −5.5 −6.6 � � � � � � � � � −6.6 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗3, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 3 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗3. Selanjutnya akan dihitung 1⊗4.


(68)

1⊗4 = 1⊗ 1⊗3 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � −10.3 −7.9 � � −17.5 −10.4 � � � � � −7.5 −10.2 � � −11.2 � � � � � � −3.9 � −8.6 −9.7 � � � � � � −3.7 � � � � � � � � � � � −5.5 −6.6 � � � � � � � � � −6.6 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � −11.4 −9.1 � � −15.1 � � � � � � −8.7 � −13.4 −14.5 � � � � � � � � −7.1 −8.2 � � � � � � � � −6.9 −8 � � � � � � � � � −7.7 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗4, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 4 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗4. Selanjutnya akan dihitung 1⊗5.


(69)

1⊗5 = 1⊗ 1⊗4 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � � −11.4 −9.1 � � −15.1 � � � � � � −8.7 � −13.4 −14.5 � � � � � � � � −7.1 −8.2 � � � � � � � � −6.9 −8 � � � � � � � � � −7.7 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � � −12.6 � −12.3 −13.4 � � � � � � � � −11.9 −13 � � � � � � � � � −9.3 � � � � � � � � � −9.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗5, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 5 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗5. Selanjutnya akan dihitung 1⊗6.


(70)

1⊗6 = 1⊗ 1⊗5 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � � � −12.6 � −12.3 −13.4 � � � � � � � � −11.9 −13 � � � � � � � � � −9.3 � � � � � � � � � −9.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � � � � −15.8 −14.5 � � � � � � � � � −14.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗6, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 6 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗6.


(71)

1⊗7 = 1⊗ 1⊗6 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � � � � � −15.8 −14.5 � � � � � � � � � −14.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � � � � � −18 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗7, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 7 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗7. Selanjutnya akan dihitung 1⊗8.


(72)

1⊗8 = 1⊗ 1⊗7 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � � � � � � −18 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗8, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 8 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗8. Selanjutnya akan dihitung 1⊗9.


(73)

1⊗9 = 1⊗ 1⊗8 = � −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊗ � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �

Matriks di atas merupakan hasil pemangkatan 1⊗9, yang berarti pada graf yang sebenarnya panjang lintasan yang dilalui adalah 9 satuan dengan bobot lintasannya adalah elemen pada matriks hasil pemangkatan 1⊗9.

Tahap selanjutnya adalah melakukan operasi penjumlahan pada matriks awal dan semua matriks hasil pemangkatan.


(74)

2 = 1⊕ 1⊗2⊕ 1⊗3⊕ 1⊗4⊕ 1⊗5⊕ 1⊗6 ⊕ 1⊗7⊕ 1⊗8⊕

1⊗9.

Operasi ⊕ berlaku sifat asosiatif, maka 2 dapat dituliskan sebagai

2 = 1⊕ 1⊗2 ⊕ 1⊗3 ⊕ 1⊗4 ⊕ 1⊗5 ⊕ 1⊗6 ⊕

1⊗7⊕ 1⊗8⊕ 1⊗9.

Misalkan hasil operasi 11⊗2 adalah 1, maka

1 = 1⊕ 1⊗2 =

� −3.9 � −5.4 � � � � � � � � −4.8 � � � −10.4 � � � � � � � −1.6 −4.2 � � � −8.1 � � � � −1.4 � � −1.2 � � � � � � � −1.1 � � � −4.8 � � � � � � −1.2 � � � � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊕ � � −8.7 � −6.8 � −14.3 −6.6 � � � � � � −6.4 −9 � � −13.6 −12.9 � � � � � −2.7 −5.4 � � −6.4 � � � � � −2.5 � � � −5 � � � � � � −2.3 � � � � � � � � � � � −4.4 −5.5 � � � � � � � � � −5.4 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �


(75)

= � −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 � −14.3 −6.6 � � � � −4.8 � −6.4 −9 −10.4 � −13.6 −12.9 � � � � −1.6 −2.7 −5.4 � � −6.4 � � � � −1.4 −2.5 � −1.2 � −5 � � � � � −1.1 −2.3 � � −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � Selanjutnya,

1⊕ 1⊗2 ⊕ 1⊗3

= 1⊕ 1⊗3.

Misalkan hasil operasi 11⊗3 adalah 2, maka

2 = 1⊕ 1⊗3 =

� −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 � −14.3 −6.6 � � � � −4.8 � −6.4 −9 −10.4 � −13.6 −12.9 � � � � −1.6 −2.7 −5.4 � � −6.4 � � � � −1.4 −2.5 � −1.2 � −5 � � � � � −1.1 −2.3 � � −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊕ � � � � −10.3 −7.9 � � −17.5 −10.4 � � � � � −7.5 −10.2 � � −11.2 � � � � � � −3.9 � −8.6 −9.7 � � � � � � −3.7 � � � � � � � � � � � −5.5 −6.6 � � � � � � � � � −6.6 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �


(76)

=

� −3.9

−8.7

−5.4

−6.8

−7.9

−14.3

−6.6

−17.5

−10.4

� � −4.8

� −6.4

−7.5

−10.2

� −13.6

−11.2

� � � � −1.6

−2.7

−3.9

� −8.6

−6.4

� � � � −1.4

−2.5

−3.7

−1.2

� −5

� � � � � −1.1

−2.3

� −5.5

−4.8

� � � � � � −1.2

� −4.4

−5.5

� � � � � � � � −3.2

−4.3

� � � � � � � � � −3.8

� � � � � � � � � −2.2

� � � � � � � � � � Selanjutnya,

(( 1⊕ 1⊗2) ⊕ 1⊗3)⊕ 1⊗4

= 1⊕ 1⊗3 ⊕ 1⊗4

= 2⊕ 1⊗4


(77)

3 = 2⊕ 1⊗4 = � −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 −7.9 −14.3 −6.6 −17.5 −10.4 � � −4.8 � −6.4 −7.5 −10.2 � −13.6 −11.2 � � � � −1.6 −2.7 −3.9 � −8.6 −6.4 � � � � −1.4 −2.5 −3.7 −1.2 � −5 � � � � � −1.1 −2.3 � −5.5 −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊕ � � � � � −11.4 −9.1 � � −15.1 � � � � � � −8.7 � −13.4 −14.5 � � � � � � � � −7.1 −8.2 � � � � � � � � −6.9 −8 � � � � � � � � � −7.7 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 −7.9 −9.1 −6.6 −17.5 −10.4 � � −4.8 � −6.4 −7.5 −8.7 � −13.4 −11.2 � � � � −1.6 −2.7 −3.9 � −7.1 −6.4 � � � � −1.4 −2.5 −3.7 −1.2 −6.9 −5 � � � � � −1.1 −2.3 � −5.5 −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � Selanjutnya,

1⊕ 1⊗2 ⊕ 1⊗3 ⊕ 1⊗4 ⊕ 1⊗5

= 11⊗3 ⊕ 1⊗4 ⊕ 1⊗5


(78)

= 3⊕ 1⊗5

Misalkan hasil operasi 31⊗5 adalah 4, maka

4= 3⊕ 1⊗5 =

� −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 −7.9 −9.1 −6.6 −17.5 −10.4 � � −4.8 � −6.4 −7.5 −8.7 � −13.4 −11.2 � � � � −1.6 −2.7 −3.9 � −7.1 −6.4 � � � � −1.4 −2.5 −3.7 −1.2 −6.9 −5 � � � � � −1.1 −2.3 � −5.5 −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊕ � � � � � � −12.6 � −12.3 −13.4 � � � � � � � � −11.9 −13 � � � � � � � � � −9.3 � � � � � � � � � −9.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � = � −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 −7.9 −9.1 −6.6 −12.3 −10.4 � � −4.8 � −6.4 −7.5 −8.7 � −11.9 −11.2 � � � � −1.6 −2.7 −3.9 � −7.1 −6.4 � � � � −1.4 −2.5 −3.7 −1.2 −6.9 −5 � � � � � −1.1 −2.3 � −5.5 −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � Selanjutnya,


(79)

= 1⊕ 1⊗3 ⊕ 1⊗4 ⊕ 1⊗5 ⊕ 1⊗6

= 21⊗4 ⊕ 1⊗5 ⊕ 1⊗6

= 3⊕ 1⊗5 ⊕ 1⊗6

= 4⊕ 1⊗6

Misalkan hasil operasi 41⊗6 adalah 5, maka

5 = 4⊕ 1⊗6 =

� −3.9 −8.7 −5.4 −6.8 −7.9 −9.1 −6.6 −12.3 −10.4 � � −4.8 � −6.4 −7.5 −8.7 � −11.9 −11.2 � � � � −1.6 −2.7 −3.9 � −7.1 −6.4 � � � � −1.4 −2.5 −3.7 −1.2 −6.9 −5 � � � � � −1.1 −2.3 � −5.5 −4.8 � � � � � � −1.2 � −4.4 −5.5 � � � � � � � � −3.2 −4.3 � � � � � � � � � −3.8 � � � � � � � � � −2.2 � � � � � � � � � � ⊕ � � � � � � � � −15.8 −14.5 � � � � � � � � � −14.1 � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � �


(1)

(9,10). Artinya, penumpang akan bergerak dari halte awal, yaitu halte Terminal Jombor, menuju ke halte ketiga, yaitu halte Yos Sudarso dengan jarak tempuh 8.7 km. Setelah itu penumpang akan bergerak ke halte kelima, yaitu halte Puro Pakualaman dengan jarak tempuh 1.6 km. Dari halte tersebut, penumpang akan melanjutkan perjalanan menuju ke halte kesembilan, yaitu halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta dengan jarak tempuh minimum 5.5 km. Kemudian penumpang akan menuju ke halte tujuan, yaitu halte Terminal Giwangan yang memiliki jarak minimum 2.2 km dengan halte Pasar Seni Kerajinan Yogyakarta. Total jarak yang ditempuh untuk kemungkinan tersebut adalah 18 km.

Pilihan lain yang dapat digunakan penumpang untuk mencapai halte tujuan dengan jarak minimum adalah (1,2) → (2,6) → (6,10) dengan jarak tempuh 16.9 km, atau (1,4) → (4,8) → (8,10) dengan jarak tempuh 10.4 km, atau (1,7) → (7,10) dengan jarak tempuh 13.4 km, atau (1,2) → (2,6) → (6,7) → (7,10) dengan jarak tempuh 16.9 km, dan masih banyak lagi kemungkinan jarak minimum yang ditempuh oleh penumpang untuk mencapai halte tujuan. Pada akhirnya dapat dipastikan bahwa jarak tempuh yang paling minimum dari semua kemungkinan tersebut adalah 10.4 km, seperti yang terlihat pada tabel 3.3 poin ke 9.

Lintasan yang akan dilalui adalah: 1 → 4 → 8 → 10. Pergerakan penumpang dalam bus transjogja akan dimulai dari halte Terminal Jombor menuju ke halte Ahmad Yani yang berjarak 5.4 km. Selanjutnya bus akan


(2)

meuju ke halte Sugiono, dengan jarak tempuh 1.2 km. Dari halte tersebut bus akan menuju ke halte Terminal Giwangan yang berjarak 3.8 km.

Trayek bus yang akan digunakan penumpang saat berangkat dari halte Terminal Jombor adalah trayek 2A. Bus akan mengantar penumpang menuju ke halte Ahmad Yani dan selanjutnya ke halte Sugiono 1 dengan menggunakan trayek yang sama. Dari halte Sugiono 1, penumpang harus mengganti bus dengan trayek 3A. Bus ini akan mengantar penumpang ke halte Terminal Giwangan yang merupakan tujuan akhir penumpang tersebut.


(3)

71 BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat simpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Jalur atau rute yang dilalui oleh bus transjogja dapat dibentuk ke dalam suatu petri net. Pada petri net yang terbentuk, place akan merepresentasikan halte transjogja, dan transisi akan merepresentasikan pergerakan penumpang dalam bus dari satu halte ke halte berikutnya.

2. Lintasan terpendek yang didapatkan menggunakan teori aljabar max-plus untuk suatu perjalanan bus transjogja dari halte Terminal Jombor menuju halte Terminal Giwangan, adalah Halte Terminal Jombor → Halte Ahmad Yani → Halte Sugiono 1 → Halte Terminal Giwangan, dengan bobot lintasan atau jarak tempuh 10.4 km dan panjang lintasannya adalah 4 satuan. Trayek bus yang akan digunakan penumpang saat berangkat dari Halte Terminal Jombor adalah trayek 2A. Bus akan mengantar penumpang menuju ke Halte Ahmad Yani dengan jarak 5.4 km dari halte Terminal Jombor, dan selanjutnya ke Halte Sugiono 1 dengan jarak tempuh 1.2 km. Perjalanan ini menggunakan trayek yang sama, yaitu 2A. Dari halte Sugiono 1, penumpang harus mengganti bus dengan trayek 3A. Bus


(4)

ini akan mengantar penumpang ke Halte Terminal Giwangan yang berjarak 3.8 km dari Halte Sugiono

4.2.Saran

Untuk penelitian selanjutnya, pembaca dapat menentukan lintasan terpendek untuk perjalanan penumpang dari arah sebaliknya, yaitu dari halte Terminal Giwangan menuju halte Terminal Jombor. Pembaca juga dapat menentukan lintasan tercepat untuk suatu perjalanan menggunakan bus transjogja atau alat transportasi umum lainnya.


(5)

73

DAFTAR PUSTAKA

Andy Rudhito, M., Sri Wahyuni, Ari Suparwanto, F. Susilo. 2008. Analisis

Lintasan Kritis Jaringan Proyek dengan Pendekatan Aljabar Max-Plus.

Yogyakarta:

Dessy. 2011. Menentukan Lintasan Terpendek dengan Menggunakan Aljabar

Max-Plus. Tesis Matematika. Depok: Universitas Indonesia.

Didit Budi Nugroho. 2008. Pengantar Teori Graf. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Heidergott Bernd, Geert Jan Olsder, Jacob van der Woude. 2005. Chapter One.

Max Plus at Work. Princeton University: Princeton University Press.

Johnsonbaugh, Richard. 1997. Discrete Mathematics Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall International.

Kartika Yulianti. 2008. Jilid 1. Teori Graf. Hand Out Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Krivulin, Nikolai K. 1994. Using Max-Algebra Linear Models in the

Representation of Queueing Systems. St. Petersburg: St. Petersburg State

University.

Lipschutz, Seymour., Marc Lipson. 2008. Schaum’s Outlines : Teori dan Soal -soal Matematika Diskrit. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Newcomb, Harry. 2014. Modeling Bus Bunching with Petri Nets and Max-Plus

Algebra. Tesis . Portland: Portland State University.


(6)

Siang, Jong Jek. 2004. Matematika Diskrit dan Apikasinya pada Ilmu Komputer. Yogyakarta: Penerbit Andy.

Subiono. 2013. Aplikasi Aljabar Max-Plus pada pemodelan dan Penjadwalan

Busway yang Diintegrasikan dengan Kereta Api Komuter. Surabaya:

Jurnal Teknik Pomits.

Subiono. 2013. Version 1.1.1. Aljabar Maxplus dan Terapannya. Surabaya: FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.