IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR KOMPETENSI GURU SMA NEGERI DI KOTA MEDAN.

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR KOMPETENSI

GURU SMA NEGERI DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh: S E R I A N I NIM. 8136132073

POGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

SERIANI. Implementasi Kebijakan Standar Kompetensi Guru SMA Negeri Di Kota Medan. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, melalui (1) mendeskripsikan faktor komunikasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, (2) mendeskripsikan faktor sumber daya dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, (3) mendeskripsikan faktor disposisi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, (4) mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Responden terdiri dari pihak Dinas Pendidikan kota Medan, Pengawas SMA kota Medan, Kepala SMA Negeri di kota Medan, dan guru SMA Negeri di kota Medan. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif yang mengacu kepada pendapat Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi mempengaruhi implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan. Pada faktor komunikasi, sosialisasi kebijakan standar kompetensi guru tidak dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan. Selanjutnya pada faktor sumber daya ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki dalam pelaksanaan standar kompetensi guru belum memadai. Kemudian pada faktor disposisi, para pelaksana kebijakan memiliki sikap atau persfektif yang mendukung kebijakan. Pada faktor struktur birokrasi, SOP yang digunakan hanya mengacu pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 karena dalam hal ini belum ada Peraturan Daerah terkait standar kompetensi guru.


(6)

ii ABSTRACT

SERIANI. The Policy Implementation of Competency Standards of The State Senior High School Teachers In the City of Medan. Tesis: Graduate Program, State University Of Medan, 2015.

The aim of this study was to determine the policy implementation standard competence of SMA teachers in the city of Medan by (1) describing the communication factor in the policy implementation of competency standards of the state Senior high schools teachers in the city of Medan, (2) describing the resource factor in the policy implementation of competency standards of the state Senior high schools teachers in the city of Medan, (3) describing the disposition factor in the policy implementation of competency standards of the state Senior high schools teachers in the city of Medan, (4) describing the bureaucratic structure factor in the policy implementation of competency standards of the state Senior high schools teachers in the city of Medan. This research uses descriptive method with qualitative approach. Respondents consisted of the Education Office of Medan, the Supervisor of senior high school, the headmaster of State Senior High School in the city of Medan, and the teachers of the state senior high school in the city of Medan. Collecting data through interviews, observations and documentation studies. The data were analyzed using qualitative analysis refers to the opinion of Miles and Huberman. The results of this research showed that the factor of communication, resources, disposition and bureaucratic structure affecting the policy implementation of competency standards of the state senior high school teachers in the city of Medan. In the communication factor, policy dissemination teacher competency standards are not carried out routinely and continuously. Furthermore, the factor of resources availability of facilities and infrastructure owned in the implementation of teacher competency standards have been inadequate. Later on disposition factors, the policy implementers have an attitude or perspective that supports the policy. In the bureaucratic structure factor, which is used SOP refers to Decree No. 16 of 2007 because in this case there is no Local Regulations related to teacher competency standards.


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-NYA penulisan tesis dengan judul “Implementasi Kebijakan Standar kompetensi Guru SMA Negeri di kota Medan” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan salam dan shalawat keharibaan junjungan Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan kaum muslimin.

Tesis ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan berupa Beasiswa S2 Kepengawasan bagi penulis sehingga dapat menimba ilmu di Universitas Negeri Medan.

2. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan dan semua staf yang telah memberikan fasilitas belajar selama penulis mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

3. Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd. Selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

4. Dr. Irsan Rangkuti, M.Pd. selaku Pembimbing I dan Dr. Saut Purba, M.Pd. sebagai Pembimbing II yang telah banyak mencurahkan ilmu dan memberikan arahan dengan ikhlas dan penuh kesabaran.

5. Dr. Darwin, M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan PPs Universitas Negeri Medan.

6. Prof. Dr. Paningkat Siburian, M.Pd. Selaku Sekretaris Program Studi Administrasi Pendidikan PPs Universitas Negeri Medan.

7. Para narasumber, Prof. Dr. Yusnadi M.S, Dr. Ir. Darwin, M.Pd dan Dr. Yasaratodo Wau, M.Pd sebagai narasumber yang telah banyak memberikan masukan untuk dapat menyempurnakan tesis ini.

8. Para Dosen yang telah memberikan ilmu dan nasehat selama penulis mengikuti perkuliahan di Program Studi AP-Kepengawasan PPs UNIMED.


(8)

iv

9. Bapak Kepala Dinas Pendidikan kota Medan yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

10. Kabid Dikmenjur dan Kasi Teknis Edukatif Dikmenjur beserta para staf, Pengawas SMA kota Medan, kepala sekolah SMA Negeri di kota Medan, dan para guru SMA Negeri di kota Medan yang telah banyak memberikan informasi yang dibutuhkan penulis seputar kajian penelitian dalam tesis ini. 11. Suami tercinta Agunanta Sitepu, S.E yang selalumemberikan dukungan do’a,

dukungan moril dan spiritual serta material dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta anak-anak kami tercinta Fathur Ramadhan Ananta Sitepu dan Kayla Az-Zahra Ananta Sitepu.

12. Ibunda Rusmini dan Ayahanda Masrik, Ibunda Asma Br. Sebayang dan Ayahanda Dalan Beluh Sitepu serta seluruh keluarga besarku yang tak bosan-bosannya memberikan dukungan dan do’a dengan segala sikap penuh pengertian dan kasih sayang.

13. Teman-teman Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan Angkatan 2013.

14. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyusun tesis ini. akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya kemajuan dunia pendidikan di kota Medan.

Medan, Juni 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 12

C. TUJUAN PENELITIAN ... 12

D. MANFAAT PENELITIAN ... 13

E. BATASAN ISTILAH ... 14

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ... 15

A. KAJIAN TEORETIS ... 15

1. Konsep Implementasi Kebijakan ... 15

2. Kompetensi Guru ... 28

3. Standar Kompetensi Guru ... 35

B. PENELITIAN YANG RELEVAN ... 45

C. KERANGKA BERPIKIR ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. JENIS DAN PENDEKATANPENELITIAN ... 51

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 52

C. SUBJEK PENELITIAN... 53

D. SUMBER DATA ... 54

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 55

F. INSTRUMEN PENELITIAN ... 56

G. TEKNIK ANALISIS DATA ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 60

A. PAPARAN DATA... 60

B. HASIL PENELITIAN ... 64

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 80

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 87

A. KESIMPULAN... 87

B. IMPLIKASI ... 89

C. REKOMENDASI ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN... 101 RIWAYAT HIDUP


(10)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Tabel Guru menurut Kelayakan Mengajar Kota

Medan Tahun 2012/2013 ... 7 Tabel 2.1. Tabel Unsur Kegiatan PKB ... 42 Tabel 2.2. Tabel Jumlah Angka Kredit pada Kegiatan PKB untuk

Memenuhi Persyaratan Kenaikan Pangkat ... 43 Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 53 Tabel 4.1. Rekapitulasi Guru SMA Negeri Menurut Status

Kepegawaian di kota Medan TP 2014/2015... 61 Tabel 4.2. Rekapitulasi Guru SMA Negeri Menurut Ijazah Tertinggi

di Kota Medan Tahun 2014/2015 ... 62 Tabel 4.3. Rekapitulasi Guru SMA Negeri Menurut Status Sertifikasi

di kota Medan TP 2014/2015... 63 Tabel 4.4. Jumlah Aparatur dan Tingkat Pendidikan Bidang Dikmenjur


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III ... 27 Gambar 2.2. Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 50 Gambar 3.1. Komponen Analisis Data Model Interaktif ... 58


(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 101

Lampiran 2 Sistem Pengkodean Analisis Data ... 102

Lampiran 3 Transkrip Wawancara ... 103

Lampiran 4 Lembar Studi Dokumentasi ... 145

Lampiran 5 Panduan Observasi ... 146

Lampiran 6 Lembar Observasi... 147

Lampiran 7 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 149


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki abad-21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Tantangan yang dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat kuat, kemampuan dasar yang mesti dimiliki bangsa ini tidak boleh hanya sebatas penguasaan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Harus jauh melampaui tiga hal tersebut. Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang profesional. Suprihatiningrum (2013:51) mengemukakan guru profesional adalah orang yang melakukan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimilkinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Suatu jabatan dikatakan profesional apabila mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tentunya pekerjaan profesional tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Hanya pejabat yang bersangkutan yang memilki kemampuan khusus dalam bidangnya yang mampu mengerjakan tugasnya sehingga disebut pejabat profesional. Untuk melihat apakah seorang guru dikatakan profesional atau tidak menurut Danim (2002:22-24) dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu : (1) dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat menjadi guru; (2) penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain. Oleh karena itu, guru sebagai penjamin mutu dalam proses pendidikan merupakan tenaga pendidik profesional yang dituntut mempunyai kualifikasi yang relevan dan kompetensi


(14)

2

yang teruji yang dinyatakan dengan sertifikat profesi untuk dapat mewujudkan kinerja yang bermutu.

Guru dituntut profesional dengan memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Kompetensi guru, selain menjadi tuntutan profesi juga merupakan tuntutan yuridis formal bagi tenaga pendidik. Tuntutan tersebut menjadi wajib dipenuhi dan dimiliki oleh setiap guru agar memiliki legalitas dan dapat menunjukkan kredibilitasnya secara profesional. Untuk menuju kearah kondisi yang diharapkan sesuai dengan tuntutan tersebut, telah banyak upaya yang dilakukan baik melalui fasilitasi pemerintah maupun atas inisiatif guru secara pribadi dan komunitas guru yang diwadahi oleh musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Namun demikian, banyak pihak yang mensinyalir bahwa kualitas pendidikan masih rendah. Rendahnya kompetensi guru ditunjukan dengan masih rendahnya pencapaian kompetensi lulusan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan yang berintikan pembelajaran kualitasnya masih rendah. Dengan demikian, maka sangat penting upaya peningkatan kompetensi guru berlandaskan pada kondisi empiris.

Salah satu upaya fundamental untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru. Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru menurut Baedhowi (2007:10) diantaranya mencakup dua aspek mendasar, yaitu: (1) peningkatan kualifikasi akademik dan (2) peningkatan kompetensi. Guna mencapai peningkatan profesionalisme guru tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2007 telah merumuskan kebijakan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi


(15)

3

Akademik dan kompetensi Guru. Lahirnya Permendiknas ini merupakan pelaksanaan dari amanat peraturan perundang- undangan nasional yang mengarah pada upaya meningkatkan mutu dan kualitas Pendidik, yakni (1) Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Dalam birokrasi pemerintahan kita, kepentingan profesionalitas guru mulai dicanangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tepatnya pada Bab XI terkait Pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam pasal 42 Undang-Undang tersebut dikatakan: (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi; (3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Bab IV pasal 8 dan 9, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tertulis bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diperoleh melalui pendidikan tinggi, program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV). Selanjutnya dalam Pasal 10 disebutkan “(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi


(16)

4

sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Selain itu, untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan melalui PP No. 19 Tahun 2005. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 bab VI terkait standar pendidik dan tenaga kependidikan, pada Pasal 28 dikatakan bahwa:

(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : (a) Kompetensi pedagogik; (b) Kompetensi kepribadian; (c) Kompetensi profesional; (d) Kompetensi sosial; (4) seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan; (5) Kuaifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya di dalam PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 29 ayat (4) dinyatakan bahwa “Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1); (b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SMA/MA”.

Untuk mengatur hal tersebut, dibuatlah Permendiknas No. 16 Tahun 2007 yang membahas tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, yang


(17)

5

mana disebutkan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional, juga bahwa guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik diploma empat (D-IV) atau sarjana akan diatur dengan peraturan menteri tersendiri.

Selanjutnya Permendiknas No. 16 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi guru yang dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, yang terintregasi dalam kinerja guru. Penjelasan keempat kompetensi ini secara ringkas dijelaskan sebagai berikut: (1) kompetensi pedagogik guru berhubungan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pusat perhatian pada peserta didik, mulai dari penguasaan karakteristik, prinsip pembelajaran, sampai dengan pengembangan penilaian, dan melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) kompetensi kepribadian terkait dengan nilai dan pola perilaku guru, baik bagi diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat. Dalam kompetensi kepribadian ini seorang guru dituntut memiliki kesadaran, pemahaman, dan perilaku yang mendukung nilai dan norma agama, hukum, sosial, jujur, berakhlak mulia, berwibawa, memiliki etos kerja tinggi, kebanggaan terhadap profesi, sampai dengan menjunjung tinggi kode etik profesi guru; (3) kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan dan ketrampilan perilaku guru dalam kaitan dengan lingkungan sosialnya, seperti bersikap inklusif, objektif, tidak diskriminatif, empatik, dan lain sebagainya; (4) kompetensi profesional terkait dengan pengetahuan dan kemampuan dalam menjalankan profesi sebagai guru secara profesional, mulai dari penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan; penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata


(18)

6

pelajaran yang diampu; sampai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi guna pengembangan diri.

Diterbitkannya Permendiknas tersebut menurut Agung dan Yufridawati (2013: 25) merupakan konsep dan upaya untuk menetapkan standar minimum kualifikasi dan kompetensi guru. Peraturan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai ukuran dalam menetapkan standar minimum yang terkait dengan latar belakang pendidikan, pengetahuan, dan kemampuan yang perlu dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan diterbitkannya Permendiknas tersebut dengan sendirinya telah resmi diberlakukan sebagai peraturan yang mengatur standar kualifikasi dan kompetensi guru dan sekaligus menjadi dasar bagi guru untuk menerapkannya.

Sebuah kebijakan yang telah diputuskan memang tidak terlepas dari problematika. Hal ini memang membuktikan bahwa harapan tidak selalu berbuah manis dalam realitasnya, termasuk pada kebijakan tentang kompetensi guru. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, baik berupa internal maupun eksternal dalam diri guru. Tuntutan agar menjadi seorang yang profesional, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini hendaknya mampu dimengerti oleh semua pihak, tidak hanya orang tua dan masyarakat, tetapi juga pemerintah sebagai pemangku kebijakan.

Berdasarkan pengamatan lapangan, menunjukkan masih tampak adanya kesenjangan antara aturan yang tertuang dalam Permendiknas dengan kondisi dan situasi lapangan. Hal ini terlihat dari sisi standar kualifikasi akademik, masih banyak guru sekolah menengah (SM) yang belum memiliki ijazah S-1/D-IV. Data dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP), Kementerian Pendidikan dan


(19)

7

kebudayaan (Kemdikbud) tahun 2012, menunjukkan bahwa dari total 440.168 guru SM (baik negeri maupun swasta) masih terdapat 8,12% atau sekitar 35.741 guru yang belum memiliki kualifikasi S-1.Khusus untuk wilayah Sumatera Utara guru SM yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 sebanyak 4.227 guru atau

sekitar 11,88% dari total guru SM sebanyak 35.589 (Ministry of Education and Culture, 2012: 92). Sementara berdasarkan milestone pengembangan profesi guru,

peningkatan kualifikasi guru ke jenjang S-1/D-IV diprogramkan tuntas pada akhir tahun 2014 (BPSDMPK-PMP, 2012:5).

Selanjutnya, rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Pusat Data dan Statistika Pendidikan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Buku 2 tentang Profil Pendidikan Dasar dan

Menengah (2013: 149) menunjukkan guru yang layak mengajar di Kota Medan

seperti tampak pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Guru menurut Kelayakan Mengajar Kota Medan Tahun 2012/2013

No. Variabel SD SMP SM Dikdasmen

1. Layak 9.015 7.411 9.771 26.197

2. Tidak Layak 3.775 941 651 5.367

Jumlah 12.790 8.352 10.422 31.564

1. % Layak 70,48 88,73 93,75 83,00

2. % Tidak Layak 29,52 11,27 6,25 17,00

Sumber: Rangkuman Data, Isian Profil Dikdasmen Kota Medan Tahun 2012/2013

Ketidaklayakan guru dalam mengajar antara lain disebabkan karena

kualifikasi pendidikan dan bidang studi yang diajarkan belum sesuai dengan

tuntutan standar kompetensi yang ditetapkan dalam undang-undang. Dari Tabel

1.1 dapat dibaca bahwa jumlah guru SM yang layak mengajar di Kota Medan

sebesar 9.771 orang atau 93,75% sedangkan yang tidak layak mengajar sebesar


(20)

8

guru layak mengajar sebesar 26.197 orang atau 83% dan tidak layak sebesar 5.367

orang atau sekitar17%. Implikasi logis dari kondisi ini adalah terpuruknya kualitas

pendidikan di Indonesia khususnya kota Medan. Kondisi ini cukup

memprihatinkan, untuk itu perlu upaya lebih lanjut dalam rangka penyetaraan

guru agar sesuai dengan jenjang pendidikan yang dipersyaratkan pada

undang-undang.

Jika dilihat dari sisi kompetensi, masih banyak guru yang kurang kompeten dalam bidangnya sendiri. Sebagai pemisalan meskipun seorang guru secara administrasi telah lulus kualifikasi dengan memiliki ijazah dalam jurusan yang ia tempuh selama mengemban pendidikan di Perguruan tinggi, akan tetapi secara kompetensi ia masih jauh dari standar kompetensi sebagai seorang guru. Hal yang lebih menggelikan lagi, bahwa dengan ijazah dibidang keguruan yang ada ditangannya tidak mampu melakukan apa-apa ketika ia tidak bisa mengajar apalagi tidak memahami tentang administrasi apa saja yang harus dilengkapi dan dikuasai ketika menjadi guru. Bahkan juga tidak jarang seseorang berani memutuskan untuk menjadi guru tanpa memiliki ilmunya.

Data empiris yang ditunjukkan dari hasil uji kompetensi terhadap guru Sekolah Menengah Atas (baik Negeri maupun swasta) se-kota Medan yang dilaksanakan oleh LPMP propinsi Sumut menunjukkan rata-rata nilai UKG 43,98 untuk tahun 2012; 53,64 untuk tahun 2013; dan 56,35 untuk tahun 2014. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari batas nilai kompetensi yang telah ditentukan oleh Kemdikbud Indonesia yakni 70. Dari hasil ini terlihat bahwa guru SMA masih berkategori kurang berkompeten dalam hal penguasaan kompetensi guru khususnya kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional. Hal ini sekaligus


(21)

9

menunjukkan bahwa masalah kompetensi guru SMA perlu mendapat perhatian khusus.

Permasalahan guru kurang berkompetensi dalam bidangnya memang bukan hal yang asing untuk kita simak. Akan tetapi jika permasalahan ini dianggap semakin biasa, maka pemecahannya pun juga biasa-biasa saja, padahal konsekuensi dari hal ini adalah luar biasa karena akan berdampak pada peserta didik.Suatu dampak yang perlu kita pikirkan bersama adalah, “Bagaimana ketika para peserta didik diajar oleh guru yang tidak berkompeten dalam bidangnya, mungkinkah virus itu juga akan menular kepada peserta didik dan menjadikan peserta didik yang kurang berkualitas, atau bahkan tidak berkompeten pula?”. Sangat ironis jika dibandingkan dengan tujuan sebuah pendidikan, yaitu mencetak peserta didik sesuai dengan bakat dan minat juga mengembangkan potensinya, sehingga menjadi pribadi yang mandiri.

Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara dengan guru dan kepala sekolah SMA Negeri 2 Medan pada hari Kamis tanggal 30 Oktober 2014 ditemukan gambaran bahwa penerapan kebijakan kompetensi guru SMA Negeri 2 Medan terkesan kurang maksimal, dalam arti belum dipedomani atau menjadi acuan oleh berbagai pihak untuk mewujudkannya. Kondisi ini dipertegas dengan hasil wawancara penulis dengan Pembantu Kepala Sekolah urusan kurikulum pada tanggal 10 Desember 2014 terungkap bahwa dari sisi standar minimum kualifikasi akademik masih terdapat satu orang guru yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik S-1/D-IV. Dari sisi standar kompetensi diperoleh bahwa guru terkesan masih belum memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Situasi ini diindikasikan melalui kinerja


(22)

10

guru yang belum mampu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara baik, miskin kreatif, kurang mencerminkan perilaku kerja aktif, kreatif, bahkan dalam menyusun RPP masih banyak guru yang melakukan jalan pintas sekedar mengcopy paste dari teman sejawat dan belum memperlihatkan kemandirian dan kreativitasnya.

Guru masih belum menunjukkan keaktifan mencari sumber pengayaan materi, penggunaan metode pembelajaran yang variatif, penggunaan media pembelajaran dan alat peraga. Bahkan, meski ada penggunaan metode pembelajaran variatif oleh guru, kerapkali tidak diketahui tujuan dan hasil yang ingin dicapai, kecuali hanya menjalankan perintah atasan. Implikasinya, tidak diperoleh perubahan yang signifikan terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik dari waktu ke waktu. Pengamatan juga menghasilkan masih lemahnya upaya pembinaan yang dilakukan oleh berbagai pihak guna meningkatkan penguasaan dan kemampuan guru.

Hasil temuan di atas bersifat sementara, namun memunculkan dugaan bahwa masih terdapat kesenjangan yang mencolok antara apa yang tertuang dalam peraturan mengenai standar kompetensi guru dengan kondisi faktual di lapangan. Fenomena kesenjangan ini merupakan permasalahan mendasar yang masih perlu diperhatikan, dikaji dan dicari jalan pemecahannnya.

Disamping itu ada beberapa faktor yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah dalam hal implementasi suatu kebijakan khususnya kebijakan standar kompetensi guru. Indikator tersebut adalah komunikasi, ketersediaan sumberdaya, sikap pelaksana serta prosedur kebijakan dan koordinasi antar pihak yang terlibat.


(23)

11

Keempat faktor ini menjadi tolak ukur keberhasilan implementasi kebijakan standar kompetensi guru di Indonesia khususnya di kota Medan. Dari keempat faktor ini kita bisa menilai apakah implementasi kebijakan standar kompetensi guru berjalan sesuai dengan arah kebijakan ataukah tidak.

Kebijakan pendidikan memiliki konsekuensi logis terhadap lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia termasuk di SMA Negeri kota Medan. Untuk itu, pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Kota Medan harus merespon baik dan segera mengambil langkah-langkah antisipatif terutama berkaitan dengan kompetensi guru untuk meningkatkan dan menjaga mutu akademiknya. Pengakuan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan juga tergantung dari kualifikasi dan kompetensi gurunya. Oleh karenanya kajian, pemberdayaan, dan upaya pengembangan untuk meningkatkan kompetensi guru perlu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.

Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimilikinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung terlaksananya proses belajar mengajar yang baik dan kondusif adalah dengan cara menyediakan guru yang berkualitas dan profesional. Sebagai tenaga yang profesional guru diharapkan tidak hanya memiliki kualifikasi akademik, namun harus juga memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan.Dengan demikian guru dinyatakan memenuhi persyaratan penguasaan kompetensi bilamana guru memiliki kualifikasi akademik S1 dan

lulus uji kompetensi.

Fenomena dan gambaran seperti yang telah diuraikan di atas merupakan gambaran awal dari penelitian tentang implementasi kebijakan standar kompetensi


(24)

12

guru SMA Negeri di kota Medan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang penerapan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan. Penelitian ini difokuskan pada implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan penelitian ini secara umum adalah: bagaimanakah implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan? Permasalahan umum tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor komunikasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan?

2. Bagaimanakah faktor sumber daya dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan?

3. Bagaimanakah faktor disposisi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan?

4. Bagaimanakah faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, melalui :

1. Mendeskripsikan faktor komunikasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan.


(25)

13

2. Mendeskripsikan faktor sumber daya dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan.

3. Mendeskripsikan faktor disposisi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan.

4. Mendeskripsikan faktor struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam implementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan, sehingga pada akhirnya dapat memberi sumbangan pemikiran baru untuk penelitian lanjutan serta dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian sejenis.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi guru untuk meningkatkan penguasaan kompetensi guru sebagai wujud dari profesionalisme guru.

b. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada guru dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui implementasi standar kompetensi guru.

c. Sebagai bahan masukan bagi pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan dan pembimbingan yang proporsional kepada guru yang dibina.


(26)

14

d. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Pendidikan kota Medan untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap kebijakan yang berkaitan dengan standar kompetensi guru.

E. BATASAN ISTILAH

Untuk menghindari kesalahpahaman atau terjadinya persepsi yang berbeda antara peneliti dengan pembaca, dibawah ini disajikan istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian, yaitu:

1. Implementasi Kebijakan adalah proses suatu kebijakan diterapkan atau diaplikasikan oleh pelaksana kebijakan kepada kelompok sasaran kebijakan yang mencakup dimensi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan dari kebijakan itu sendiri.

2. Kompetensi Guru merupakan kemampuan/kecakapan terhadap penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki seorang guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

3. Standar kompetensi guru adalah kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan , dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bagi seorang guru sehingga dikatakan layak dan kompeten dalam bidangnya.


(27)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat faktor ini merupakan tolak ukur keberhasilan implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan. Dari keempat faktor ini kita bisa menilai apakah implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan berjalan sesuai dengan arah kebijakan ataukah tidak. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini:

1. Komunikasi

Implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi. Hanya saja belakangan sosialisasi khusus tentang standar kompetensi guru tidak lagi rutin dilaksanakan sehingga terkesan penyampaian pesan tentang standar kompetensi guru belum tepat sasaran. Selanjutnya kejelasan informasi tentang standar kompetensi guru yang harus disampaikan ke sasaran kebijakan masih belum bisa dipahami secara utuh oleh pelaksana kebijakan sehingga banyak guru yang kurang mengerti/paham akan standar kompetensi yang harus dimilikinya hal ini disebabkan karena penentuan peserta workshop, diklat maupun seminar terkesan tidak merata dan tidak adanya evaluasi setelah selesainya kegiatan. Selain kejelasan informasi masalah konsistensi juga belum berjalan


(28)

88

sebagaimana yang diharapkan. Konsistensi petugas pelaksana kebijakan dalam mengkomunikasikan atau menyampaikan pesan kebijakan standar kompetensi guru khususunya guru SMA Negeri di kota Medan belum dilaksanakan secara rutin. Dalam arti sosialisasi kebijakan standar kompetensi guru ini tidak diagendakan oleh pihak dinas pendidikan secara rutin setiap tahun sehingga informasi yang diberikan kepada guru tidak berkelanjutan.

2. Sumber Daya

Dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, secara kuantitas jumlah pelaksana kebijakan sudah mencukupi, Selain itu mereka juga memiliki keahlian/ketrampilan dibidang tugas masing-masing sehingga mereka mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut. Ketersediaan informasi di lingkungan pelaksana kebijakan masih kurang memadai. Untuk itu dibutuhkan keaktifan guru untuk mengakses informasi tersebut. Hal lain yang harus ada dalam sumber daya adalah kewenangan untuk menjamin atau meyakinkan bahwa kebijakan yang diimplementasikan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki. Dalam pelaksanaan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, dinas pendidikan kota Medan mampu menjalankan wewenang secara efektif. Selanjutnya segi sarana dan prasarana masih kurang memadai namun dari segi finansial sudah memadai.

3. Disposisi

Disposisi implementor atau kecenderungan pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga dalam implementasi kebijakan yang mempunyai konsekuensi penting bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Secara umum sikap


(29)

89

pelaksana kebijakan dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan adalah baik. Para pelaksana kebijakan standar kompetensi guru ini memiliki sikap atau persfektif yang mendukung kebijakan.

4. Stuktur Birokrasi

Struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan termasuk baik. SOP yang digunakan hanya mengacu pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 karena dalam hal ini tidak ada Peraturan Daerah terkait standar kompetensi guru. Adanya hubungan hirarkhi dan pembagian tanggung jawab yang tegas diantara pelaksana kebijakan menyebabkan struktur birokrasi menjadi efektif. Pelaksanaan pekerjaan juga dibarengi dengan pengawassan yang efektif.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan kesimpulan di atas berkenaan dengan implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan, memberikan implikasi pada rendahnya tingkat penguasaan kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan. Hal ini terlihat dari hasil uji kompetensi guru yang cukup memprihatinkan. Selain itu masih banyak guru yang kurang memahami standar kompetensi guru yang seharusnya melekat dalam diri seorang guru yang mengakibatkan rendahnya mutu lulusan. Untuk itu perlu perbaikan dalam proses implementasi kebijakan tersebut oleh pihak dinas pendidikan kota Medan maupun pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut.


(30)

90

Kepala sekolah dan instansi terkait seperti dinas pendidikan atau pengawas sekolah diharapkan bisa lebih tegas dalam menindak guru yang tidak mampu melaksanakan kompetensi yang diharapkan. Selain hal tersebut di atas, beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dalam implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan antara lain : 1. Perlu adanya program pembinaan dari pemerintah daerah melalui dinas

pendidikan kota Medan terkait kebijakan standarisasi kompetensi guru.

2. Diperlukan upaya peningkatan kegiatan sosisalisasi tentang standar kompetensi guru yang lebih berkesinambungan dan terpadu baik kepada pelaksana kebijakan maupun kepada sasaran kebijakan.

3. Perlunya program pemetaan kompetensi guru untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi guru yang sesuai dengan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan.

4. Perlu adanya rekonstruksi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan penguasaan kompetensi dan bukan sekedar untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata; 5. Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk

memaksimalkan pelaksanaannya;

6. Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan;

C. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian, berikut ini dikemukakan rekomendasi untuk berbagai pihak, diantaranya adalah:


(31)

91

1. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Jika guru ingin meningkatkan penguasaan kompetensinya secara berkelanjutan maka diharapkan kepada guru agar memiliki kesadaran penuh untuk memenuhi standar kompetensi profesinya dengan cara memahami dan melaksanakan sesuai dengan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan serta senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.

2. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai edukator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan. Jika kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, maka secara langsung maupun tidak langsung diharapkan kepala sekolah dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

3. Pengawas sekolah dituntut untuk memiliki wawasan serta kemampuan profesional melebihi guru, kepala sekolah, dan seluruh staf sekolah dalam bidang pendidikan. Dengan penguasaan wawasan dan tugas secara baik, menjadi modal awal bagi pengawas sekolah untuk dapat membantu guru meningkatkan kompetensinya. Jika pengawas sekolah menyadari pentingnya upaya peningkatan kompetensi guru maka pengawas sekolah diharapkan


(32)

92

dapat melaksanakan tupoksinya sesuai dengan kegiatan pengawasan sekaligus berupaya melakukan pembinaan dan pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan dengan memberikan motivasi dan pelayanan sesuai kebutuhan guru khususnya tentang standar kompetensi guru yang wajib dimiliki oleh setiap guru dalam melaksanakan tugas profesinya sehingga guru binaannya dapat meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.

4. Berbicara mengenai implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran dinas pendidikan kota Medan. Oleh karena itu jika Pemko Medan ingin meningkatkan mutu pendidikan khususnya kualitas/kompetensi guru maka diharapkan kepada kepala Dinas Pendidikan/Pemerintah Daerah agar dapat mengambil tindak lanjut dari proses implementasi kebijakan standar kompetensi guru SMA Negeri di kota Medan dengan cara:

4.1. Mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur mekanisme dan prosedur standarisasi kompetensi guru sebagai pendamping Permendiknas No. 16 Tahun 2007.

4.2. Melakukan kegiatan sosialisasi tentang standar kompetensi guru secara rutin dan berkelanjutan agar guru memiliki tanggung jawab langsung terhadap penguasaan kompetensi yang dimilikinya dan mampu melaksanakannya secara mandiri sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.

4.3. Menyusun program mapping kompetensi guru yang dimaksudkan untuk mengetahui kesenjangan antara standar kompetensi guru yang seharusnya dimiliki seorang guru dengan kompetensi guru yang ada. Kesenjangan


(33)

93

kompetensi yang muncul akan direduksi dengan diklat-diklat sesuai kebutuhan. hal ini memberikan manfaat untuk perencanaan dan penyusunan program diklat yang terstandar, sehingga akan dihasilkan potret guru secara akurat. Untuk pemetaan awal atau penempatan level jenjang mana yang harus pertama kali diikuti oleh calon peserta diklat digunakan referensi hasil perolehan nilai UKG dengan ketentuan sebagai berikut:

Nilai UKG Jenjang Diklat

05,9 Dasar

67,9 Menengah

810 Tinggi

4.4. Berdasarkan hasil program mapping kompetensi guru diselenggarakan diklat kompetensi guru dengan pola sebagai berikut:

4.4.1. Diklat kompetensi guru meliputi tiga jenjang diklat yaitu level Dasar, level menegah dan level tinggi.

4.4.2. Setiap level diklat terdiri dari beberapa unit kompetensi (mata diklat) yang disusun berdasarkan standar kompetensi guru, Kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013 SMA.

4.4.3. Peserta diklat kompetensi adalah semua guru yang telah mendapatkan sertifikasi guru dan sudah mengikuti program UKG. 4.4.4. Setiap kegiatan diklat kompetensi diikuti dengan program uji kompetensi. Hasil uji kompetensi digunakan sebagai prasyarat untuk mengikuti diklat kompetensi pada jenjang berikutnya. Untuk dapat mengikuti program diklat kompetensi pada jenjang berikutnya hasil perolehan uji kompetensi pada jenjang sebelumnya adalah 80,00.


(34)

94

4.4.5. Untuk setiap jenjang diklat proses penilaian dapat dilakukan diawal, diakhir dan saat proses pelaksanaan diklat. Penilaian diklat dilakukan melalui evaluasi (test tertulis, lisan, pengamatan) yang mengukur kompetensi pengetahuan, sikap dan ketrampilan sejauh mana peserta mampu memahami materi yang diberikan. Hasil penilaian diklat sebagai rekomendasi untuk penerbitan sertifikat.

4.4.6. Penyelenggaraan diklat kompetensi guru meliputi empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik kompetensi, kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.

4.4.7. Model pelaksanaan diklat menggunakan blended learning yaitu mengkombinasikan diklat tatap muka (face to face) dan diklat online (DIO Diklat interaktif Online).

4.4.8. Peserta yang dinyatakan lulus akan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan berupa sertifikat diklat dan selanjutnya akan mengikuti program uji kompetensi. Peserta yang dinyatakan tidak lulus tidak mendapatkan sertifikat dan hanya mendapatkan surat keterangan diklat, kemudian mengikuti pengayaan. Pengayaan dapat berupa penugasan, maupun bimbingan.

4.5. Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pasca penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah dan Tim khusus program diklat kompetensi guru. Kegiatan ini merupakan evaluasi jangka


(35)

95

panjang, yakni eveluasi mengenai kinerja guru yang telah mengikuti program diklat kompetensi guru.

4.6. Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap guru. Pemerintah diharapkan menghargai kompetensi guru misalnya melalui pemberian reward, namun diharapkan pemberian reward tersebut harus didasarkan pada hasil penguasaan kompetensi guru.


(36)

96

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar dan Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis

dan Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta:

Bestari Buana Murni.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung. Pustaka Setia.

Anif, Sofyan. 2014. Pengembangan Model Peningkatan Kompetensi profesional

Guru Biologi Berbasis Uji kompetensi Awal (UKA) di Surakarta. Jurnal

Manajemen Pendidikan, Vol. 9, No. 2, Juli 2014: hal.157-172.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2012. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2013.Pedoman Uji Kompetensi Guru 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baedhowi. 2007. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XX. Buletin BSNP Vol. VI/No.3/September 2011. BSNP: Jakarta.

Barlow, Daniel Lenox. 1985. Educational Psychology: The Teaching-Learning Process. Chicago: The Moody Bible Institute.

Barnawi dan Arifin, M. 2014. Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan

bagi Guru.Yogyakarta: Gava Media.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan

Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Danim, Sudarwan. 2010. Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi

Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan

Sosial: Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Daryanto. 2013. Standar Kompetensi dan Penilaian Kerja Guru Profesional.Yogyakarta: Gava Media

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan . 2010. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku 1: Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.


(37)

97

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan . 2010. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku 4: Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Dye, Thomas R. 2013. Understanding Public Policy: Fourteenth Edition. USA: Pearson Education, Inc.

Echols, Jhon M dan Shadily Hassan. 2006. Kamus Inggris Indoesia: An

English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gerston, Larry N. 2002. Public Policymaking in a Democratic Society: A Guide to

Civic Engagement. Center for Civic Education: USA.

Howlett, M and M, Ramesh. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. New York: Oxford University Press.

http://arenakami.blogspot.com/2012/06/implementasi-kebijakan-george-edward.html. Diakses 13 Februari 2015.

http://www.sekolahdasar.net/2013/02/pengembangan-keprofesian-berkelanjutan.html. Diakses 15 Februari 2015.

http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=123. Diakses 10 Februari 2015.

http//yusufhadi.net/wp-content/uploads/2013/04/sinopsis-kompetensi-guru.pdf. Diakses 18 Februari 2015.

Imron, Ali. 2002.Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Joy, Dr., Hamilton, Telu., Ekeke. 2013. Conceptual Framework of Teachers’

Competence in Relation to StudentsAcademic Achievement. Internasional

Journal of Networks and Systems, (Online), Vol. 2 No. 3 (http://www.warse.org/pdfs/2013/ijns01232013.pdf, diakses 10 Maret 2015).

Kunandar. 2009. Guru profesional. Jakarta: Rajawali Press.

Kurniasih, Imas dan Sani, Abdul. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum

2013. Jakarta. Kata Pena.

Maisah. 2011. Analisis Kebijakan tentang Standarisasi Kompetensi Guru: Studi

pada Guru MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Kemenrian Agama Kota Jambi. Media Akademika. Vol. 26, No. 4, Oktober: hal. 477-497.


(38)

98

Miarso, Yusufhadi. 2008. Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam Perspektif

Teknologi Pendidikan. Jurnal Pendidikan Penabur, (Online), No. 10 /

Tahun ke-7 / Juni 2008 (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%2066-76%20Peningkatan%20Kualitas%20guru.pdf. Diakses 12 Februari 2015). Miles, Matthew B and Huberman, A Michael. 1994. Qualitative Data Analysis:An

Expanded Sourcebook. Second Edition. London: Sage.

Ministry of Education and Culture. 2012.Indonesia Educational Statistik in Brief 2011/2012.Jakarta: MOEC.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Kualifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses

Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nugroho, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,

Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Panda, Srutirupa. 2012. Mapping Pedagogical Competency of Secondary School

Science Teachers: An Attempt and Analysis. International Educational

E-Journal, {Quarterly}, (Online), Vol. 1, Issue. IV, (http://www.oiirj.org/ejournal/july-aug-sept2012/05.pdf, diakses 10 Maret 2015)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013. Pedoman Administrasi dan Penulisan tesis & Disertasi. Medan: Universitas Negeri Medan.

Purwanto, Erwan Agus dan Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2012. Implementasi

Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta:


(39)

99

Pusat Data dan Statistika Pendidikan (PDSP). 2013. Profil Pendidikan Dasar dan Menengah: Buku 2. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:

Laksbang Mediatama.

Sagala, Syaiful. 2012. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2013. Human Capital: Kepemimpinan Visioner dan Beberapa

Kebijakan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2014. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saud, Udin Saefudin. 2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta. Stone, David R. 1982. Educational Psychology: The Development of Teaching

Skills. New York: Harper & Row Publishers.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi,

dan Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Suryabrata, Sumadi. 2014. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suyanto dan Jihad, Asep. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global.

Jakarta:Esensi Erlangga Group.

Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R dan Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Umasagi, Monhir., Mardiyono dan Sarwono . 2014. Analisis Permendiknas

Nomor 16 Tahun 2007 dalam Rangka Menjamin Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru di Kabupaten Kepulauan Sula. Jurnal

Reformasi, volume 4, Nomor 1, Juni 2014: 16-22

Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


(40)

100

Usman, Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Penyusunan

Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo.


(1)

95

panjang, yakni eveluasi mengenai kinerja guru yang telah mengikuti program diklat kompetensi guru.

4.6. Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap guru. Pemerintah diharapkan menghargai kompetensi guru misalnya melalui pemberian reward, namun diharapkan pemberian reward tersebut harus didasarkan pada hasil penguasaan kompetensi guru.


(2)

96

Agung, Iskandar dan Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta: Bestari Buana Murni.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung. Pustaka Setia.

Anif, Sofyan. 2014. Pengembangan Model Peningkatan Kompetensi profesional Guru Biologi Berbasis Uji kompetensi Awal (UKA) di Surakarta. Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 9, No. 2, Juli 2014: hal.157-172.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2012. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2013.Pedoman Uji Kompetensi Guru 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baedhowi. 2007. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XX. Buletin BSNP Vol. VI/No.3/September 2011. BSNP: Jakarta.

Barlow, Daniel Lenox. 1985. Educational Psychology: The Teaching-Learning Process. Chicago: The Moody Bible Institute.

Barnawi dan Arifin, M. 2014. Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan bagi Guru.Yogyakarta: Gava Media.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Danim, Sudarwan. 2010. Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Darmadi, Hamid. 2013. Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial: Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Daryanto. 2013. Standar Kompetensi dan Penilaian Kerja Guru Profesional.Yogyakarta: Gava Media

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan . 2010. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku 1: Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.


(3)

97

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan . 2010. Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku 4: Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya.Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Dye, Thomas R. 2013. Understanding Public Policy: Fourteenth Edition. USA: Pearson Education, Inc.

Echols, Jhon M dan Shadily Hassan. 2006. Kamus Inggris Indoesia: An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gerston, Larry N. 2002. Public Policymaking in a Democratic Society: A Guide to Civic Engagement. Center for Civic Education: USA.

Howlett, M and M, Ramesh. 1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. New York: Oxford University Press.

http://arenakami.blogspot.com/2012/06/implementasi-kebijakan-george-edward.html. Diakses 13 Februari 2015.

http://www.sekolahdasar.net/2013/02/pengembangan-keprofesian-berkelanjutan.html. Diakses 15 Februari 2015.

http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=123. Diakses 10 Februari 2015.

http//yusufhadi.net/wp-content/uploads/2013/04/sinopsis-kompetensi-guru.pdf. Diakses 18 Februari 2015.

Imron, Ali. 2002.Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Joy, Dr., Hamilton, Telu., Ekeke. 2013. Conceptual Framework of Teachers’ Competence in Relation to StudentsAcademic Achievement. Internasional Journal of Networks and Systems, (Online), Vol. 2 No. 3 (http://www.warse.org/pdfs/2013/ijns01232013.pdf, diakses 10 Maret 2015).

Kunandar. 2009. Guru profesional. Jakarta: Rajawali Press.

Kurniasih, Imas dan Sani, Abdul. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta. Kata Pena.

Maisah. 2011. Analisis Kebijakan tentang Standarisasi Kompetensi Guru: Studi pada Guru MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Kemenrian Agama Kota Jambi. Media Akademika. Vol. 26, No. 4, Oktober: hal. 477-497.


(4)

Miarso, Yusufhadi. 2008. Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam Perspektif Teknologi Pendidikan. Jurnal Pendidikan Penabur, (Online), No. 10 / Tahun ke-7 / Juni 2008 (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.%2066-76%20Peningkatan%20Kualitas%20guru.pdf. Diakses 12 Februari 2015). Miles, Matthew B and Huberman, A Michael. 1994. Qualitative Data Analysis:An

Expanded Sourcebook. Second Edition. London: Sage.

Ministry of Education and Culture. 2012.Indonesia Educational Statistik in Brief 2011/2012.Jakarta: MOEC.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Kualifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nugroho, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Panda, Srutirupa. 2012. Mapping Pedagogical Competency of Secondary School

Science Teachers: An Attempt and Analysis. International Educational E-Journal, {Quarterly}, (Online), Vol. 1, Issue. IV, (http://www.oiirj.org/ejournal/july-aug-sept2012/05.pdf, diakses 10 Maret 2015)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013. Pedoman Administrasi dan Penulisan tesis & Disertasi. Medan: Universitas Negeri Medan.

Purwanto, Erwan Agus dan Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.


(5)

99

Pusat Data dan Statistika Pendidikan (PDSP). 2013. Profil Pendidikan Dasar dan Menengah: Buku 2. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:

Laksbang Mediatama.

Sagala, Syaiful. 2012. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2013. Human Capital: Kepemimpinan Visioner dan Beberapa Kebijakan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2014. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saud, Udin Saefudin. 2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta. Stone, David R. 1982. Educational Psychology: The Development of Teaching

Skills. New York: Harper & Row Publishers.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Suryabrata, Sumadi. 2014. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suyanto dan Jihad, Asep. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta:Esensi Erlangga Group.

Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R dan Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Umasagi, Monhir., Mardiyono dan Sarwono . 2014. Analisis Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 dalam Rangka Menjamin Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru di Kabupaten Kepulauan Sula. Jurnal Reformasi, volume 4, Nomor 1, Juni 2014: 16-22

Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


(6)

Usman, Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Penyusunan

Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media