Partisipasi Politik Orang Sunda.

-- --

-

-

- -

- -

Pikiran Rakyat
o Selasa o Rabu
4

{;

5
20

21


o Mar

OApr

. Kamis 0 Jum3t o Sabtu
8
23

7
22
OMe,

9

10
24

OJun

11

25

.Jut

12

26

13
27

0 AG's OSep

Partisipasi Politik
Orang Sunda
Oleh DEDE MARIANA

P

EMIW Presiden 8 Juli 2009 terasa


semakin menggairahkan, utamanya
bagi para aktor pOlitik, konsultan
politik, lembaga ~urvei, media cetak dan
elektronik, pun bagi para pengamat politik. NarY)un, rakyat tampaknya ditanggapi
biasa-biasa saja. Bahkan, ada kecenderungan mereka mulai bosan dan jenuh
dengan riuh rendah berbagai jargon kampanye politik yang ditayangkan berbagai
media kampanye ~olitik. Isinya kerap tidak menyentuh kebutuhan riil rakyat hari
ini dan isu-isu strategis yang dihadapi
bangsa di dalam percaturan global.
Sejatinya, pemilu adalah mekanisme
pergantian elite politik secara damai dan melembaga. Sirkulasi elite
politik diperlukan agar praktik demokrasi memperoleh semangat baru, cara baru, dan harapan baru di dalam mengatasi berbagai persoalan yang.dihadapi bangsa ini. Namun, dalam Pilpres 2009 ini tampaknya adagium "rezim berganti elite sinambung" masih berlaku. Artinya, harapan menemukancara baru, harapan baru, dan komitmen
baru sangatlah sulit.
Kehadiran ketiga pasang capres dan cawapres, meski ketiganya diajukan dan diusung gabungan partai politik, sejatinya bersumber dari elite militer (Prabowo, SBY, Wiranto), elite pengusaha (Jusuf Kalla),
dan elite birokrasi (Boediono). Hanya Megawati yang dapat dikecualikan dari kategori tersebut. Oalam konteks ini, kita patut mempertanyakan fungsi partai-partai politik sebagai pilar utama praktik demokrasi, terutama di dalam menjalankan fungsi rekrutmen politik, sosialisasi politik, dan konflik politik.
Dalam konteks Jawa Sarat, dengan jumlah pemilih hampir 30 juta,
yang secara etnik dihuni sebagian besar etnik Sunda, ekspresi politik identitas relatif mengemuka seperti tercermin dari wacana ihwal
"keterwakilan etnis" di dalam kabinet yang akan dibentuk oleh presiden terpilih.


Pada pemerintah!'lnSBY-JK,untuk jabatan menteri dan setingkat
menteri, dilihat dari etnis, terdiri dari etnik Jawa (38,5%), Sunda
(15,5%), Bugis-Bone (7,8%), Palembang (5%), Batak (5%), Aceh (5%),
Melayu (5%), Lampung (2,6%), Jawa-Sunda (2,6%), Tionghoa (2,6%),
Banjar (2,6%), Papua (2,6%), Padang (2,6%), dan Bali (2,6%). Etnik
Sunda dalam kabinet SBY-JK terdiri dari Sunda-Banten 1 orang, SUI1da-Cirebon (1), dan Sunda-Priangan (4).
Adanya tuntutan ihwal representasi keetnisan di dalam kabinet pascapilpres nanti yang disuarakan sebagian elite Sunda sebenarnya
mengindikasikan elite-elite Sunda sedang masuk di dalam ranah partisipasi menjadi aktivis dan mencari jabatan-jabatan politik. Suatu bel1tuk partisipasi politik level tinggi. Meski sebenarnya ihwal keterwakilan yang menjadi bagian dari politik identitas, yakni etnik dan agama, keterwakilan politik, dan keterwakilan wilayah/daerah akan lebih
tepat dialamatkannya ke lembaga perwakilan, yakni OPR RI dan OPO.
Tuntutan 20% yang dikemukakan elite Sunda soal kesertaan etnik
Sunda di dalam kabinet adalah sah-sahsaja, Namun, yangtetap harus menjadi pertimbangan utama presiden terpilih adalah kompetel1si dan profesionalisme, kapasitas, dan kapabilitas. Jadi, faktor politik
identitas, seperti etnis dan agama hendaknya hanya menjadi faktor
pertimbangan

tambahan.

* **

Penutls,


-Kliping

Humos

-~

Ketua Puslit KP2W Unpad

Unpod

2009

o Minggu
14

28
OOkt

15
29

ONov

16
3()
OOes

31