PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DI KOTA DENPASAR.

(1)

i

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA

JASA PARKIR DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH

NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM

PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DI KOTA

DENPASAR

I KOMANG CRI KHRISNA NIM. 1103005152

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA

JASA PARKIR DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH

NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM

PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DI KOTA

DENPASAR

I KOMANG CRI KHRISNA NIM. 1103005152

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA

JASA PARKIR DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH

NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM

PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DI KOTA

DENPASAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I KOMANG CRI KHRISNA NIM. 1103005152

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

(5)

v


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta Nugraha-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skipsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Parkir Ditinjau Dari Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelengaraan Perparkiran Di Kota Denpasar”

Penulis menyadari bahwa materi yang penulis sajikan dalam skripsi ini adalah jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu kritik, saran dan bimbingan serta petunjuk-petunjuk dari semua pihak sangat penulis harapkan guna kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan dukungan moral dari berbagai pihak. karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana SH.,MH, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiartha, SH.,MH, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(7)

vii

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH, Ketua Bagian Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn, Pembimbing Akademik yang membimbing dan menuntun penulis sejak awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Bapak, I Ketut Markeling, SH.,MH, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang berarti selama penyusunan skripsi ini.

8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang berarti selama penyusunan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10.Bapak dan Ibu Staf Pegawai Administrasi di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

11.I Nyoman Budayasa, Ni Komang Martati Putrinadi, dan I Ketut Arjuna Satya Prema. Kedua orang tua dan adik yang tidak pernah berhenti untuk selalu mendoakan, menyemangati dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan penulis.

12.Kepada Angelica Camila Suartha SE, Kekasih yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Para sahabat selama kuliah yang selalu memberikan senyum dan tawa serta selalu saling mendukung dalam pembuatan skripsi, Ngurah Indra, Zainal Abidin, Agus Fahmi, Ela Suprisma, Ari Sujaneka , Onad, Jerry, Bima Kumara, Badut, Jik


(8)

viii

Wasista, Bonbon, Santa serta seluruh teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak mendukung selama proses penyelesaian skripsi ini.

14.Teman-teman TC yang sangat membantu memberi penulis bantuan secara langsung dalam hal bahan-bahan pendukung penyusunan skripsi ini, rekan diskusi dan menjadi semangat serta energi positif penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 15.Serta pihak-pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendukung penulis baik secara materi, moril dan doa, sehingga segala kelancaran selalu menyertai penulis dalam mengerjakan skripsi ini hingga terselesaikan. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya, dan bagi perkembangan ilmu hukum pada khusunya.

Denpasar, Januari 2016


(9)

(10)

x

ABSTRAK

Perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa parkir ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2005 Tentang Penyelenggaran Perparkiran Di Kota Denpasar. Kebutuhan akan ruang parkir sangatlah penting bagi masyarakat. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah mengenai upaya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar dan kendala apa saja yang dihadapi dalam upaya memberikan perlindungan hukum.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum yang beranjak dari kesenjangan antara das sollen ( law in book ) dan das sein ( law in action )

dan jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fakta ( fact approach ), pendekatan Perundang-undangan ( the state approach ). Kehilangan kendaraan pasti saja terjadi di lapangan karna kelalaian dari pihak juru parkir atau konsumen itu sendiri.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar apabila kehilangan kendaraan adalah perlindungan hukum represif, yang dilakukan dengan mengikuti Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Penyelengaraan Perparkiraan kota Denpasar dan Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sitem Penyelenggaraan Perparkiraan yang mengenai santunan kepada konsumen yang kehilngan kendaraannya di tempat parkir. Namun dalam pelaksanaan dilapangan masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku di Perusahaan Daerah Parkir. Dan Hambatan yang dihadapi dalam memberikaan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir Kurangnya kesadaraan masyarakat atau konsumen terhadapap kemanaan kendaraannya sendiri seperti halnya sering kali ditemukannya kunci yang masi menyantel di stop kontak kendaraannya yang sering kali menimbulkan kehilangan kendaraan di parkiran

Kata kunci : Perlindungan hukum, konsumen, parkir

ABSTRACT

Legal protection for consumers parking service users in terms of applicable local number 11 in 2005 About parking in the city of Denpasar. The demand for parking spaces is


(11)

xi

very important for the community. With the increasing number of vehicles considering that in line with the increasing ability of the economy and society in order to create a traffic order, security and convenience of the public in obtaining services in the field of parking. Formulation of the problem in this research is about providing legal protection for the users of the service Park in the city of Denpasar and any barriers faced in providing legal protection.

The type of research used in this legal research legal research is moving on from the gap between das sollen (law in book) and das sein (law in action) and the type of approach used is approach the fact (fact approach), Statutory approach (the state approach). Lost vehicles certainly occur in the field because of negligence or consumer parking interpreter itself.

Legal protection can be given to users of the service Park in the city of Denpasar in the vehicle legal protection is lost repressive, conducted by following the applicable local Denpasar number 11 in 2005 About the inaugural Parking Denpasar city and Mayor's Rule number 30 in 2006 about the directions of the implementation Regulations of the regional city of Denpasar number 11 in 2005 About a system for Organizing the Perparkiraan regarding compensation to consumers who lost their vehicles in the parking lot. But in execution, the situation is still not in accordance with the regulations applicable in the company parking lot Area. And obstacles faced in providing legal protection for the user's awareness of a lack of parking services or consumers against kemanaan the vehicle yourself just as often the discovery of key contacts at the stop menyantel masi vehicles that often give rise to loss of a vehicle in the parking area.

Keywords: legal protection, consumers, parking

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN……… i


(12)

xii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM………. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN………. iv

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ……… v

HALAMAN KATA PENGANTAR………. vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASILAAN……… ix

HALAMAN DAFTAR ISI……… x

ABSTRAK………. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah……….... 1

1.2 Rumusan masalah……….... 10

1.3 Ruang lingkup masalah……….... 10

1.4 Tujuan penelitian………..….... 11

1.4.1 Tujuan umum………..……. 11

1.4.2 Tujuan khusus………..…… 11

1.5 Manfaat penelitian……….... 11

1.5.1 Manfaat teoritis………... 11

1.5.2 Manfaat praktis……….……... 12

1.6 Landasan teori……….……….. 13

1.7 Metode penelitian………... 18

1.7.1 Jenis penelitian………. 18


(13)

xiii

1.7.3 Sifat penelitian………... 20

1.7.4 Data dan sumber data………... 20

1.7.5 Teknik pengumpulan data……….... 22

1.7.6 Teknik penetuan sampel penelitian………... 24

1.7.7 Teknik pengolahan dan analisis data……….... 25

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR 2.1 Perlindungan hukum dan konsumen………... 28

2.1.1 Pengertian perlindungan hukum……….…… 28

2.1.2 Pengertian konsumen……….……. 30

2.1.3 Hak dan kewajiban konsumen……….…..…. 33

2.2 Perlindungan konsumen………... 37

2.2.1 Pengertian perlindungan konsumen………...… 37

2.2.2 Asas dan tujuan perlindungan konsumen………...… 39

2.3 Layanan parkir……… 45

2.3.1 Pengertian parkir………....…… 45

2.3.2 Jenis parkir………. 46

BAB III UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA PARKIR JIKA KEHILANGAN KENDARAAN DI DAERAH KOTA DENPASAR 3.1 Upaya perlindungan hukum preventif bagi pengguna jasa parkir Jika kehilangan kendaraan di daerah kota Denpasar……….….……48


(14)

xiv

3.2 Upaya perlindungan hukum represif bagi pengguna jasa parkir jika kehilangan kendaraan di daerah kota Denpasar……….….…...52

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI PENGGUNA JASA PARKIR DI KOTA DENPASAR

4.1 Kendala informasi di masyarakat kota Denpasar……… 60 4.2 Kendala regulasi dan ruang-ruang parkir………. 63

BAB IV PENUTUPAN

5.1 Simpulan………..….. 69 5.2 Saran………..… 70

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Indonesia sebagai negara berdaulat telah mendekrasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, sebuah tonggak sejarah yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah lahir dan siap berdiri diatas kaki sendiri mengelola negara ini lepas dari tirani penjajahan yang beradab-abad. Dengan demikian sejak Indonesia merdeka telah menyatakan sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, hal tersebut dengan jelas disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 yang secara fundamental merupakan norma hukum tertinggi bangsa Indonesia dinyatakan bahwa Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan (machsstaat). Prinsip dasar ini dicantumkan dalam Batang Tubuh Perubahan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia

adalah Negara Hukum”.1 Ditetapkannya Republik Indonesia sebagai negara hukum tentunya

mengandung makna bahwa hukum yang mengandung unsur pertama keadilan, kedua kepastian, dan yang ketiga kemanfaatan sebagai cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.

Konsep pertama mengenai keadilan pandangan bangsa Indonesia menyatakan bahwa konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memuat cita Negara Hukum Indonesia, memuat konsep keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan yang berkembang di negara Eropa. Filosofis keadilan yang tersurat dalam pembukaan UUD 1945 adalah keadilan sosial yang

berakar pada kolektivitas. Sedangkan konsep keadilan berdasarkan “rule of law” di negara Eropa,

1

Wiko Garuda, 2011, Pembangunan sistem Hukum Berkeadilan Memahami Hukum dari Kontruksi Sampai Implementasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta hlm. 5-7


(16)

lebih berakar pada perlindungan individual.2 Cara pandang konsep nilai keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia menitik beratkan kepada situasi masyarakat Indonesia yang majemuk serta beragam latar belakang sosial, adat istiadat serta agama sehingga nilai keadilan kolektivitas merupakan ciri keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia sesuai tercantum pada pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.3 Ciri kolektivitas keadilan dalam nafas hukum

bangsa ini dipayungi oleh hukum Negara, sebagai hukum utama dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Fungsi negara dalam mengatur dalam bentuk hukum negara memiliki unsur adanya kepastian, adanya perlindungan serta adanya rasa keadilan bagi seluruh

manusia yang tinggal di wilayah Republik Indonesia. Soedikno Mertokusumo menyebutkan

kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang

berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.4

Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari

diskriminasi.;

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

2

Ibid hlm. 12.

3Ajielaw,2011 Kepastian Hukum & Perlindungan Hukum, www.blogsport.com,diakses april 2015 4

E. Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. hlm.44.


(17)

Sejarah bangsa Indonesia yang panjang dan merdeka lebih dari setengah abad pengelolaan pemerintahnya terus direformasi agar terjaminya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Sejarah mencatat sejak lahirnya era reformasi tahun 1998, kini kewengan untuk menggerakan negara ini secara konstitusi dilimpahkan ke daerah-daerah untuk mengelola sumber daya daerahnya yang melahirkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penjabaran undang-undang tersebut menimbang:

bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Pertimbangan untuk mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat pemerintahan daerah diseluruh Indonsia berlomba-lomba untuk menggali potensi daerahnya seperti potensi sumber daya alam, manusia dan tentunya sumber pajak untuk pendapatan daerah guna menggerakan roda pemerintahan dan memacu pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah. Berbagai peraturan daerahpun muncul, baik tingkat provensi dan tingkat kabupaten kota untuk mengatur dan tataklola dalam untuk menggali berbagai potensi yang ada diwilayahnya.

Dengan demikian untuk implementasi dan efektivitas perlu pranata hukum dalam peranan perubahan social. Menurut Achmad Ali bahwa sebenarnya tidak perlu dipersoalkan tentang

bagaimana hukum menyusuaikan diri dengan perubahan masyarakat.5 Karena permasalahan mana

yang lebuh dahulu, apakah hukum atau diikuti oleh faktor lain, atau faktor lain terlebih dahulu

5

Achmad Ali, 2000, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosialogis, PT Gunung Agungt Jakarta, hlm. 41.


(18)

baru kemudian hukum menggerakan perubahan tersebut. Apapun yang dihasilkan yang terpenting adalah hukum dapat ikut serta dalam menggerakan perubahan sosial dimasyarakat yang berdampak kepada nilai implentasi hukum tersebut.

Kemudian efektivitas memiliki pengertian yang berbeda-beda. Dalam ilmu hukum bagaimana kemudian efektivitas hukum dapat diterapkan dengan baik dimasyarakat. Soejono Soekanto berbicara mengenai derajad efektivitas hukum ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya sehingga

berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.6 Derajad

efektifitas hukum ini dalam penjelasan Soejono Soekanto menitik beratkan pada nilai kepatuhan masyarakat terhadap hukum guna melindungi segenap masyarakat. Lahirnya berbagai peraturan berbentuk Perda (Peraturan Daerah) adalah upaya dalam melakukan implementasi dan efektivitas tataklola pemerintahan daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah adalah pengelolaan jasa parkir yang diambil pajaknya oleh pemerintah daerah guna menambah pundi-pundi pendapatan daerah.

Dalam penelitian skripsi ini penulis menganalisa tentang penggunaan jasa parkir di Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkira. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran serta dalam rangka Pemerintah Kota Denpasar meningkatkan

6


(19)

Pendapatan Asli Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.

Pertimbangan tentang meningkatkan pendapatan asli daerah dari jasa parkir merupakan hak pemerintah daerah dalam upaya menggali potensi pendapatan daerah. Namun tentunya perlu pengawasan yang baik untuk mencegah berbagai ketimpangan di dalam penerapanya, sehingga tentunya tidak bermanfaat bagi pendapatan bagi pemasukan daerah dan efek pertanggungjawaban secara hukum. Hal yang paling fulgar dilakukan adalah adanya undian berhadiah dalam karcis parkir tersebut, kemudian dalam beberapa tempat terdapat karcis parkir pada bagian belakangnya tertulis bahwa segala bentuk kehilangan bukan tanggung jawab jasa pelayanan parkir dikota Denpasar seperti kerjasama dengan swasta perusahaan atau tempat bernama Robinson kemudian parkir diseputaran Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar. Penelitian skripsi ini berusaha melihat antara harapan dan kenyataan implemntasi Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar dimana dalam salah satu pasalnya dengan jelas memberikan santunan bantuan jika terjadi kehilangan.

Oleh karena sebagai pengguna jasa dalam ruang lingkup perlindungan hukum mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat UUPK perlu diperhatikan sebagai upaya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar. Adapun cakupan UUPK itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu:

1. Perlindungan terhadap kemungkinan batang yang diserahkan kepada konsumen tidak


(20)

2. Perlindungan terhadap dibelakukannya syarat-sayarat yang tidak adil kepada

konsumen7

Dalam persefektif internasional, hak-hak konsumen harus dilindungi, seperti yang dikemukakan presiden Amerika Serikat Jhon F.Kennedy mengemukaakan empat hak konsumen yang harus dilindungi yaitu:

1.Hak memperoleh keamanan (the right of safety);

2.Hak memilih (the right to choose);

3.Hak Mendapatkan informasi (the right to be informed);

4.Hak untuk didengar (the right to be heard);8

Kemudian dalam pasal 4 UUPK Indonesia, perlindungan konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut:

1. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan mengonsumsi barang dan/atau jasa.;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuasi dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa.;

4. Hak didengar pendapat atau keluahannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya.;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen yang patut.;

6. Hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.;

8. Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau

jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainya.

Dari pemaparan UUPK, mengenai lembaran karcis sebagai bukti pembayaran suatu retribusi pendapatan asli daerah memperlihatkan cakupan perlindungan hukum yang belum berpihak karena dalam pasal 11 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem

7 Adrianus Meliala,1993, Praktek Bisnis Curang, Pusat Sinar harapan, Jakarta, hlm.125. 8

Veron A. Musselman dan Jhon H. Jackson, 1992, Introduction to Modern Business, diterjemahkan Kusma wiriadisastra, Erlangga, Jakarta, hlm. 294-295.


(21)

Penyelenggaraan Perparkiran bahwa jika konsumen kehilangan kendaraan maka pihak Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar akan memberikan santunan, dan dalam peraturan yang berupa Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar Nomor 208 Tahun 2005 dari pihak Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar menyebutkan bahwa setiap juru parkir yang di tugaskan pada tempatnya akan mengamati dan mengawasi kendaraan konsumen dengan jarak 1 juru parkir yaitu maxsimal 4 meter tetapi pada observasi lapangan ada konsumen yang tidak mendapatkan santunan atau ganti rugi karna telah kehilangan kendaraannya di tempat parkir yang sudah dikelola oleh Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar dan banyak lokasi seperti di renon yang luasnya mencapai 300meter hanya dijaga oleh 2 juru parkir. Peraturan yang telah ditetapkan seharusnya sesuai dengan apa yang kemudian diterapkan dalam hal ini mengacu kepada istilah Das sollen dan Das sain dimana Das sollen adalahsegala sesuatu yang merupakan keharusan , atau yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap tindak secara tertentu dalam menghadapi pekerjaan atau masalah tertentu pula. Dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang seharusnya terjadi atau sesuatu yang berdasarkan teori dan berdasarkan aturan seharusnya

terjadi. Kemudian Das sein adalah segala sesuatu yang merupakan pelaksanaan dari segala

sesuatu yang diatur dalam das sollen. Atau dengan kata lain das solen adalah apa yang terjadi dari

pelaksanaan das solen.9

Dalam penelitian skripsi ini, penulis mengamati bahwa Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar belum maksimal dalam pelayanannya sehingga sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana konsumen banyak dirugikan akibat ketidak tahuan antara posisi parkir didalam gedung dan diluar gedung. Diluar gedung contohnya lapangan, sepadan jalan dan


(22)

parkir-parkir lainya. Sehingga dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Parkir Ditinjau Dari Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Apa perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar

apabila kehilangan kendaraan?

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum bagi

pengguna jasa parkir di kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan, maka lingkup pembahasan meliputi:


(23)

1. Pembahasan mengenai perlindungan hukum ditinjau dari sisi peraturan yang ada dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar.

2. Pembahasan mengenai hambatan dalam penerapan Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna jasa parkir liar di Kota

Denpasar.

b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam tatakelola system perparkiran di Kota

Denpasar yang masih menjamur parkir-parkir liar.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk memahami perlindungan hukum apa saja yang dapat digunakan dalam melindungi

pengguna jasa di Kota Denpasar.

b. Untuk memahami hambatan yang dihadapi dalam upaya memberikan perlindungan bagi

pengguna jasa parkir di kota Denpasar dalam implementasinya.


(24)

1.5.1 Manfaat Teoritis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pemahaman bagi

ilmu pengetahuan hukum pada umunya dan perkembangan hukum serta peraturan-peraturan yang terkait tentang nilai perlindungan hukum kepada masyarakat, khususnya pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar agar kenyamanan dan keamanan sebagai pengguna jasa parkir tentap mendapat perlindungan hukum dari pemerintah.

b) Selain itu, diharapkan pula menambah kasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substasi

perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar yang dapat bermanfaat untuk memberikan masukan segaliguis menambah pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar.

c) Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pemikiran serta perkembangan

doktrin-doktrin hukum atau teori-teori hukum bagi penyempurnaan pranata hukum dalam hal tanggungjawab perlindungan hukum kepada masyarakat.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini daharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis tentang perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar khususnya di Kota Denpasar. Sehingga bagi praktisi dan para pihak yang berkempentingan agar dapat menerapakan ketentuan hukum dan regulasi peraturan yang bermanfaat bagi masyarakat serta terlindungi masyarakat dari rasa aman terhadap gangguan pihak lain.


(25)

1.6 Landasan Teori

Pembahasan permasalahan skripsi ini agar dapat diteliti secara mendalam, maka akan diuraikan terlebih dahulu beberapa teori atau landasan-landasan yang dimungkinkan dalam menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Teori-teori ini dihadirkan untuk menunjang, memperkuat, memperjelas arah penelitian dalam membedah aspek pokok permasalahan yang dianalisis. Sehingga dengan teori-teori ini menjadi alat bedah yang tajam membuka seluruh permasalahan yang dihadirkan antara lain:

a) Teori Negara Hukum

Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini mensyaratkan kepada seluruh penyelenggara negara dan warga negaranya harus taat terhadap hukum. Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran bangsa Indonesia yang lazim disebut dengan hukum dasar tertulis.

Negara hukum menurut Aristoteles dalam perumusannya masih terkait dengan “polis

menurutnya:“Pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota yang berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini yang

mempunyai negara luas dan berpenduduk banyak (Vlakte Staat): dalam polis itu segala urusan

negara dilakukan dengan musyawarah dimana seluruh warga negaranya yang ikut serta dalam

urusan penyelenggaraan negara”10 Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas, antara

10

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1998, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Banyumedia Publising, Malang hlm. 153.


(26)

lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara harus didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan

berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas (legaliteits

beginsel). Untuk memungkinkan kepastian perwujudan asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara lain Peraturan Perundang-undangan. Ide dasar negara hukum Indonesia tidak terlepas dari ide dasar tentang rechtsstaats. Hal ini dapat dimengerti dalam banyak hal, antara

lain Indonesia merupakan negara yang mengikuti Belanda dan menganut ide rechtsstaats, 11

Selain salah satu asas yang telah disebutkan di atas Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan asas pokok negara hukum ada tiga, yakni:

(1) asas monopoli paksa (zwangmonopoli);

(2) asas persetujuan rakyat;

(3) asas persekutuan hukum (rechtsgemeenschap). 12

Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Siapapun yang lain dari yang berwenang/berwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang seperti dimaksud di atas disebut ‘main hakim sendiri’. Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang (warga masyarakat) hanya wajib tunduk dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung (undang-undang formal), atau tidak langsung

11

Philipus M. Hadjon, 1972, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 34.

12


(27)

(legislasi delegatif, peraturan atas kuasa Undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, apabila ada peraturan (misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib”) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau mentaatinya, dan apabila Pejabat memaksakan peraturan tersebut, maka ia dapat dituntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara “perbuatan penguasa yang melawan hukum”. Asas persekutuan hukum berarti, bahwa rakyat dan penguasa negara

bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap, legal partnership), sehingga

para Pejabat Penguasa negara dalam menjalankan tugas dan fungsi, serta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum (sama dengan rakyat/warga masyarakat). Berarti baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk kepada hukum (undang-undang) yang sama.Syarat-syarat dasar rechtsstaat yang dikemukakan oleh Burkens, dalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia adalah:

1) Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar Peraturan

Perundang-undangan (wetterlike-grondslag). Dengan landasan ini Undang-undang formal

dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum;

2) Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh

hanya bertumpu pada satu tangan

3) Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum


(28)

4) Pengawasan peradilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk

menguji keabsahan tindakan pemerintahan (rechtmatigeidstoetsing).13

Indonesia sebagai negara hukum segala sesuatu harus berdasarkan kepada hukum, yang diimplementasikan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai manifestasi dari hukum positif, dan dalam rangka penegakan hukum telah dibentuk berbagai lembaga peradilan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak setiap warga negara Indonesia, sehingga setiap peraturan yang dilahirkan harus ditaati.

b) Teori Perlindungan Hukum

Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan

kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang

berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan

tertentu.14 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka

dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum

terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang

represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah

mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan

13Ibid, hlm. 37. 14

E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. hlm. 44.


(29)

untuk mencegah tejadinya sengketa. Sebaliknya, perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh Peradilan

Umum di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum yang represif.15 Beberapa peraturan

perundang-undangan yang mengemukakan konsep perlindungan seperti Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen16.

1.7 Medote Penelitan 1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan masalah ini adalah penelitian hukum

empiris yang beranjak dari kesenjangan antara das sollen (Law in Book) dan das sein (Law in

Action) yang terkait dengan pelaksanaan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyelenggraan Perparkiran, untuk memberikan jaminan keamanan maka dalam hal kewajiban pihak pengelola jasa parkir, ditempat-tempat parkir yang dikelola pemerintah jika ada kehilangan misalnya sepeda motor Perusahaan Daerah Parkir memberikan santunan sebagai ganti rugi atas kehilangan kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 3 Perda Nomor 11 Tahun 2015. Menurut Sorjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis yang terdiri dari penelitian terhadap indentifikasi hukum (tidak

tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum.17

15

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Cetakan Pertama, PT. Bina Ilmu Surabaya, hlm. 2.


(30)

Dalam penelitian sosial hukum tidak dijadikan sebagai suatu gejala otonom ( normatif yang mandiri ), namun sebagai sebuah institusi sosial yang dihubungkan secara nyata dengan variable-variabel sosial lainnya. Hukum secara empiris adalah gejala masyarakat yang bisa dipelajari sebagai variabel penyebab/independent variabel yang dapat menimbulkan akibat

terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat. Sebagai variabel akibat/dependent variabel yang

muncul sebagai hasil akhir / resultante dari berbagai kekuatan di dalam proses sosial.18

1.7.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ada beberapa jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan kasus (case approach),pendekatan historis (historical approach), pendekatan konseptual (analitical conceptual approach), pendekatan fakta (fact approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach)19.

Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan fakta (fact

approach), pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan. Pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji implementasi dari peraturan perundang-undangan terhadap fakta yang terjadi di lapangan, pendekatan perundang-undangan digunakan karna yang akan diteliti adalah

berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini20

1.7.3 Sifat Penelitian

18 Informasi-Pendidikan.com, 2013, Pembahasan Penelitian Empiris, hlm 1. diakses april 2015. 19 Peter Mahmud Marzuki,2005,Penelitian Hukum, Kencana Primada Media,Jakarta, hlm. 97. 20

Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 302.


(31)

Penulis menerapkan penelitian deskritif yang bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan, gejala untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini dirujuk oleh teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literature mapun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan realita dari adanya peraturan setingkat kabupaten kota serta undang-undang yang melindungi komsumen jasa parkir.

1.7.4 Data Dan Sumber Data a. Data Primer

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Meurut buku pedoman pendidikan fakultas hukum universitas udayana tahun 2014 Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan dari dinas yang terkait.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data-data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum

terdiri atas peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan atau yurisprudensi, peraturan dasar, konvensi ketatanegaraan dan perjanjian internasional (traktat). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, UUD 1945,


(32)

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Daerah Nomor. 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap

bahan hukum primer yang dapat berupa hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, karya tulis hukum atau pandangan para ahli hukum. Berkaitan dengan penelitian ini, maka sumber dari perpustakaan seperti buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan para ahli yang berkaitan dengan penyelenggaran jasa parkir di Kota Denpasar.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia. Adapun bahan hukum tertier yang digunakan adalah kamus hukum, majalah dan artikel-artikel dari internet.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data.

Data bagi suatu penelitian merupakan bahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena itu, data harus selalu ada agar permasalahan penelitian itu dapat dipecahkan. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder.

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data di lapangan (field

research). Data primer ini diperoleh dengan menggunakan wawancara. a. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung


(33)

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.21 Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (sebagai pedoman wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Wawancara hanya dilakukan terhadap responden yang dipilih secara acak yang selanjutnya disebut informan, yang mewakili perusahaan yang berskala kecil, menengah dan besar. Responden dari penelitian ini adalah pimpinan atau pejabat yang ditunjuk karena kompetensinya di perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

b. Studi Dokumen.

Pengumpulan-pengumpulan bahan hukum ini guna menunjang penelitian melalui

penelitian kepustakaan (library research/legal research). bahan kepustakaan (literature research)

yang berupa bahan- bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah semua aturan hukum yang dibentuk dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau lembaga/badan pemerintahan yang untuk penegakannya diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi oleh aparat negara.

Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian, buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum, notulen-notulen seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum, bulletin-bulletin atau terbitan-terbitan lain yang memuat debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi dan lain-lain. Bahan-bahan hukum sekunder ini memang bukan merupakan hukum yang berlaku, akan tetapi dalam maknanya yang materiil,bahan-bahan hukum sekunder ini memang merupakan bahan yang berguna sekali


(34)

untuk meningkatkan mutu hukum positif yang berlaku.Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang termuat dalam kamus-kamus hukum, ensiklopedi, bibliografi, berbagai terbitan yang memuat indeks hukum dan semacamnya meliputi berbagai undang-undang, Penelitian hukum semacam

ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan

hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of the

primary and secondary materials.22

1.7.6 Teknik Penetuan Sampel Penelitian

Teknik yang digunakan dalam skripsi ini adalah Teknik Non ProbabilitySampling yaitu

dengan menggunakan teknik ini akan memberikan peraan yang sangat besar pada penelitian untuk menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus di ambil agar dapat dianggap mewakili populasi sebagaimana halnya dalam teknik random sampling. Hasil penelitian yang menggunakan teknik pengambilan sampel seperti ini tidak dapat digunakan untuk membuat generalisasi tentang populasinya, karena sesuai dengan ciri umu

dari non probability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapatkan kesempatan yang

sama untuk menjadi sampel. Teknik Non Probability Sampling digunakan dalam hal :

• Data tentang populasi sangat langka atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya

• Penelitian bersifat studi eksploratif atau deskriptif

• Tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang populasinya

Adapun bentuk dari non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling

di mana penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.


(35)

1.7.7 Teknik Pengolahan dan Analisis data

Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapa-apat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan mungkin juga dalam bentuk tabel.Setelah data terkumpul lengkap dan telah diolah dengan menggunakan narasi ataupun tabel maka selanjutnya dianalisis secara diskriptif kualitatif melalui tahap-tahap konseptualisasi, kategorisasi, relasi dan eksplanasi. Konseptualisasi adalah upaya menemukan makna dari konsep-konsep atau dalil-dalil yang terkandung dalam ketentuan hukum baik yang

tertulis maupun tidak tertulis.23

Setelah semua bahan hukum yang diperlukan terkumpul kemudian dilakukan teknik analisis bahan hukum secara kualitatif yang artinya penelelitian ini akan perupaya untuk memaparkan sekaligus untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan cara

yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan yang jelas dan benar.24 Dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum

(konseptualiasi) dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut;

23 Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum (Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya), ELSAM dan HUMA, Jakarta, hlm.155-156.


(36)

b. Mengelompokan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan;

c. Menemukan hubungan diantara berbagai konsep, kemudian diolah;

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan diantara berbagai konsep atau peraturan.

Untuk melengkapi teknik kualitaif juga teknik content analysis yaitu analisis yang

integrative dan secara konseptual cendrung diarahkan untuk menemukan, mengindetifikasi, mengolah dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikasi dan

relevansinya.25 Dengan demikian pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya

kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kearah yang bersifat khusus serta dipersentasikan dalam bentuk deskriptif.

25 Burhan Bungin, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif: Aktualisasi Metodologi Kearah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 203.


(37)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PARKIR

2.1 Perlindungan Hukum Dan Konsumen

2.1.1 Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.1 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.2

Kepentingan-kepentingan tersebut digolong-golongkan dengan maksud jika terjadi perselisihan kepentingan dalam proses pembangunan khususnya benturan kepentingan umum atau sosial dengan kepentingan individu, maka perlu diupayakan keseimbangan atau harmonisasi kepentingan. Dalam pertentangan kepentingan itu, hukum akan memilih dan mengakui kepentingan yang lebih utama melalui penggunaan kekuasaan. Ini menuntut adanya korban kepentingan pada salah satu pihak sebagai konsekwensi pembangunan. Supaya hukum dapat

1Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti,Bandung,hlm. 53. 2Ibid, hlm. 54.


(38)

melakukan fungsinya itu, seorang ahli hukum Satjipto Raharjo mengutip Roscoe Pound membuat suatu daftar kepentingan. Daftar tersebut merupakan penggolongan kepentingan yang terdiri dari: (1) Kepentingan-kepentingan umum (public interests)

(2) Kepentingan-kepentingan sosial (social interests) (3) Kepentingan-kepentingan individu (individual interests)3

Indonesia sebagai negara hukum, yang tercantum dalam UUD 1945 mengamanatkan bahwa masyarakat sama kedudukanya dimata hukum. Sehingga benturan-benturan kepentingan antar masyarakat ataupun individu haruslah mempunyai keadilan hukum sebagai porsi utama yang ditengahi oleh Negara dalam melindungi setiap individu, kelompok, masyarakat dan lain-lain. Maka dari itu fungsi Negara adalah melindungi masyarakatnya agar adil dan makmur. Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai 0tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.4

Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wiyasa Putra bahwa hukum dapat di fungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif. Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk

3Ibid, hlm. 56.


(39)

yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum yang dijamin oleh negara.5

2.1.2 Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.6 Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi7. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 undangUndang Perlindungan Konsumen adalahsetiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Selain pengertian-pengertian di atas, dikemukakan pula pengertian konsumen, yang khusus berkaitan dengan masalah ganti rugi. Di Amerika serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk cacat” yang bukan hanya meliputi pembeli, melainkan juga korban yang bukan pembeli, namun pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, hanya dikemukakan pengertian konsumen berdasarkan

Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan mengenai Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Directive

5 Lili Rasjidi dan I B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Siste, Remaja Rusdakarya, Bandung, hlm.

118.

6 Celina Tri Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 22. 7

Janus Sidabalol, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 17.


(40)

tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.8

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah “konsumen” yang mengaburkan dari maksud yang sesungguhnya.9

Terdapat beberapa batasan pengertian konsumen, yakni:

1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan

untuk tujuan tertentu;

2. Konsumen antara adalah setip orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

3. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang

dan/atau jasa, untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non-komersial).10

8 Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Jakarta: Rajawali

Pers, hlm. 21. 9

Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta

Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, hlm. 61-62.


(41)

Bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya. Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa itu di pasar industri atau pasar produsen. Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen antara ini sesungguhnya adalah pengusaha, baik pengusaha perorangan maupun pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta maupun pengusaha publik (perusahaan milik negara), dan dapat terdiri dari penyedia dana (investor), pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau penyedia atau penjual produk akhir seperti supplier, distributor, atau pedagang.Sedangkan konsumen akhir, barang dan/atau jasa itu adalah barang atau jasa konsumen, yaitu barang dan/atau jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya (produk konsumen). Barang dan/atau jasa konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen.11 Nilai barang atau jasa yang digunakan konsumen dalam kebutuhan hidup mereka tidak diukur atas dasar untung rugi secara ekonomis belaka, tetapi

semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup raga dan jiwa konsumen.12

2.1.3 Hak dan Kewajiban Konsumen

Dalam Pasal 4 UUPK diatur mengenai hak konsumen. Hak konsumen adalah :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa;

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

11

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 25. 12Ibid, hlm. 51.


(42)

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPKlebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika serikat J.F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal 15 Maret 1962, yang terdiri dari:

a) hak memperoleh keamanan;

b) hak memilih;

c) hak mendapat informasi;

d) hak untuk didengar.13

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada Pasal 3, 8, 19, 21, dan

Pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (Organization of Consumer Union - IOCU)

ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, yaitu:

a) hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

b) hak untuk memperoleh ganti rugi;

c) hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

d) hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.14

13 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.

39. 14


(43)

Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut:

a) hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);

b) hak perlindungan kepentingan ekonomi ( recht op bescherming van zijn economische belangen);

c) hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding);

d) hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming);

e) hak untuk didengar (recht om te worden gehord)15

Beberapa rumusan tentang hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:

1. hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal,

maupun kerugian harta kekayaan;

2. hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar; dan

3. hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.16

Oleh karena itu, ketiga hak prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan/ merupakan prinsip perlindungan konsumen di Indonesia.

Selain hak konsumen, kewajiban konsumen juga diatur di dalam Pasal 7 UUPK. Kewajiban konsumen antara lain:

1) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

15

Ibid.


(44)

2) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

3) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Menyangkut kewajiban konsumen beriktikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha). Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha.17

2.2 Perlindugan Konsumen

2.2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen

17Ibid, hlm. 49.


(45)

Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen/UUPK), yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.18 Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah denga meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkan sikap pelaku usaha yag jujur dan bertanggungjawab.19

Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

a) Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau jasa

kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya (Pasal 3 huruf c);

b) Menciptakan sistem perlindungan konsumenyang memuat unsurunsur kepastian hukum,

keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d);

18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1.

19

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor,


(46)

c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab (Pasal 3 huruf e).20

Pada hakikatnya, perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan kepada kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Adapun kepentingan-kepentingan konsumen menurut Resolusi perserikatan bangsa-Bangsa Nomor 39/284 tentang Guidelines forConsumer Protection, sebagai berikut:

a) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya;

b) Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen ;

c) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan

mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

d) Pendidikan konsumen;

e) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

f) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan

dan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya

dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.21

2.2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen adalah: “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:

1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

menyelenggarakan perlindungankonsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual;

20Ibid, hlm. 9.


(47)

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum

dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah bangsa negara Republik Indonesia.22

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:23

1. asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;

2. asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan 3. asas kepastian hukum.

Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok diatas yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum disejajarkan dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisien karena menurut Himawan bahwa : “Hukum yang berwibawa adalah hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hakhaknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”.24

22 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hlm. 26.

23 Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Rajawali Pers,

Jakarta, hlm. 33. 24Ibid, hlm. 33.


(48)

Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Perlindungan Konsumen, yaitu:

1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut

hak-haknya sebagai konsumen;

4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen

sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi

barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Pasal 3 UUPK ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir

yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen.25

Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a, dan d, serta huruf f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d. Pengelompokkan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat dilihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang harus dikualifikasi sebagai tujuan ganda.26

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai

25

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm 37. 26


(49)

dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Berbicara mengenai perlindungan hukum, hal tersebut merupakan salah satu hal terpenting dari unsur suatu negara hukum. Dianggap penting karena dalam pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya.

Sudah lazim untuk diketahui bahwa suatu negara akan terjadi suatu hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri. Dalam hal tersebut akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama lain. Perlindungan hukum akan menjadi hak tiap warga negaranya. Namun disisi lain dapat dirasakan juga bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.

Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.27 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari

diskriminasi.

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang

27

E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi


(50)

represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah tejadinya sengketa.

Dari kajian teoritis hukum tentang konsep perlindungan hukum bagi mastyarakat diatas, dapat diterapkan pada penggunaan jasa parkir di Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkira. Kemudian Peraturan Walikota Denpasar Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggraan Jasa Perparkiran. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran serta dalam rangka Pemerintah Kota Denpasar meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.

Pertimbangan tentang meningkatkan pendapatan asli daerah dari jasa parkir merupakan hak pemerintah daerah dalam upaya menggali potensi pendapatan daerah. Namun tentunya perlu pengawasan yang baik untuk mencegah berbagai ketimpangan di dalam penerapanya, sehingga tentunya tidak bermanfaat bagi pendapatan bagi pemasukan daerah dan efek pertanggungjawaban secara hukum. Hal yang paling fulgar dilakukan adalah adanya undian berhadiah dalam karcis parkir tersebut, kemudian dalam beberapa tempat terdapat karcis parkir pada bagian belakangnya tertulis bahwa segala bentuk kehilangan bukan tanggung jawab jasa pelayanan parkir dikota Denpasar seperti kerjasama dengan swasta perusahaan atau tempat bernama Robinson kemudian parkir diseputaran Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar.


(51)

Dengan demikian penting dan sangat perlu kemudian menerapkan upaya perlindungan secara preventif maupun refresif demi tegaknya kepastian hukum, perlindungan serta tata klola system penyelenggraan perparkiran di kota Denpasar.

2.3 Layanan Parkir

2.3.1Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat sementara.

Selain Pengertian di atas beberapa ahli memberikan definisinya tentang parkir, yaitu :

1. Semua kendaraan tidak mungkin bergerak terus, pada suatu saat ia harus berhenti untuk sementara waktu (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama yang disebut parkir 2. Jangka waktu parkir (parking duration) adalah lama parkir suatu kendaraan untuk satu

ruang parkir

3. Parkir adalah memangkalkan / menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan

orang/barang (bermotor/tidak bermotor) pada suatu tempat parkir dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak bergerak sutau kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang dapat merupakan awal dari perjalanan dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya yang membutuhkan suatu areal sebagai tempat pemberhentian yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang dapat berupa perorangan maupun badan usaha.


(1)

Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Perlindungan Konsumen, yaitu:

1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses

negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Pasal 3 UUPK ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen.25

Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a, dan d, serta huruf f. Terakhir tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d. Pengelompokkan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat dilihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang harus dikualifikasi sebagai tujuan ganda.26

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai

25

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit, hlm 37. 26


(2)

dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Berbicara mengenai perlindungan hukum, hal tersebut merupakan salah satu hal terpenting dari unsur suatu negara hukum. Dianggap penting karena dalam pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-tiap warga negaranya.

Sudah lazim untuk diketahui bahwa suatu negara akan terjadi suatu hubungan timbal balik antara warga negaranya sendiri. Dalam hal tersebut akan melahirkan suatu hak dan kewajiban satu sama lain. Perlindungan hukum akan menjadi hak tiap warga negaranya. Namun disisi lain dapat dirasakan juga bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri, oleh karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.

Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.27 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.

2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.

Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang

27

E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. hlm44.


(3)

represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah tejadinya sengketa.

Dari kajian teoritis hukum tentang konsep perlindungan hukum bagi mastyarakat diatas, dapat diterapkan pada penggunaan jasa parkir di Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkira. Kemudian Peraturan Walikota Denpasar Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggraan Jasa Perparkiran. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran serta dalam rangka Pemerintah Kota Denpasar meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.

Pertimbangan tentang meningkatkan pendapatan asli daerah dari jasa parkir merupakan hak pemerintah daerah dalam upaya menggali potensi pendapatan daerah. Namun tentunya perlu pengawasan yang baik untuk mencegah berbagai ketimpangan di dalam penerapanya, sehingga tentunya tidak bermanfaat bagi pendapatan bagi pemasukan daerah dan efek pertanggungjawaban secara hukum. Hal yang paling fulgar dilakukan adalah adanya undian berhadiah dalam karcis parkir tersebut, kemudian dalam beberapa tempat terdapat karcis parkir pada bagian belakangnya tertulis bahwa segala bentuk kehilangan bukan tanggung jawab jasa pelayanan parkir dikota Denpasar seperti kerjasama dengan swasta perusahaan atau tempat bernama Robinson kemudian parkir diseputaran Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar.


(4)

Dengan demikian penting dan sangat perlu kemudian menerapkan upaya perlindungan secara preventif maupun refresif demi tegaknya kepastian hukum, perlindungan serta tata klola system penyelenggraan perparkiran di kota Denpasar.

2.3 Layanan Parkir

2.3.1Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang bersifat sementara.

Selain Pengertian di atas beberapa ahli memberikan definisinya tentang parkir, yaitu :

1. Semua kendaraan tidak mungkin bergerak terus, pada suatu saat ia harus berhenti untuk sementara waktu (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama yang disebut parkir 2. Jangka waktu parkir (parking duration) adalah lama parkir suatu kendaraan untuk satu

ruang parkir

3. Parkir adalah memangkalkan / menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan orang/barang (bermotor/tidak bermotor) pada suatu tempat parkir dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa parkir adalah suatu keadaan tidak bergerak sutau kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang dapat merupakan awal dari perjalanan dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya yang membutuhkan suatu areal sebagai tempat pemberhentian yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang dapat berupa perorangan maupun badan usaha.


(5)

Lalu-lintas baik yang bergerak pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan akan sampai pada tujuan sehingga kendaraan harus diparkir. Sarana perparkiran merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perjalanan mencapai tujuan karena kendaraan yang digunakan memerlukan parkir.

Parkir menurut statusnya sesuai pasal 1 angka 9 dan 10 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelengaraan Perparkiran :

A. Parkir Umum

Parkir Umum Parkir umum adalah perparkiran yang menggunakan tanah, jalan dan lapangan yang memiliki/dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Tempat parkir umum ini menggunakan sebagian badan jalan umum yang dikuasai atau milik pemerintah yang termasuk bagian dari tempat parkir umum ini adalah parkir ditepi jalan umum

B. Parkir Khusus

Parkir khusus adalah perparkiran yang menggunakan tanah-tanah yang tidak dikuasai oleh pemerintah daerah yang pengelolanya diselenggarakan oleh pihak lain baik berupa badan usaha maupun perorangan. Tempat parkir khusus ini berupa kendaraan bermotor dengan mendapatkan ijin dari pemerintah daerah. Yang termasuk jenis ini adalah gedung parkir, peralatan parkir, tempat parkir gratis dan garasi. Gedung parkir adalah tempat parkir pada suatu bangunan atau bagian bangunan atau bagian banguanan. Peralatan parkir adalah tempat parkir yang tidak memungut bayaran dari pemilik kendaraan yang parkir di suatu lokasi. Tempat penitipan kendaraan atau garasi adalah tempat/bangunan atau bagian bangunan milik perorangan, pemerintah daerah atau badan hukum yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan kendaraan bermotor dengan memungut bayaran/sewa dan dengan diselenggarakan secara tetap.


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Penerapan Penuh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual (Kasus Pada Pemerintah Kota Medan)

18 162 123

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Parkir Di Kota Denpasar.

0 10 14

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

1 4 136

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS LAUNDRY KOEM-KOEM SURAKARTA).

0 1 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN JASA KOLAM RENANG DI KOTA PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan hukum bagi konsumen jasa kolam renang di Kota Pangklpinang ditinjau dari UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 20

Perlindungan hukum bagi konsumen jasa kolam renang di Kota Pangklpinang ditinjau dari UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Universitas Bangka Belitung

1 1 24

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA USAHA PARKIR APABILA TERJADI KEHILANGAN KENDARAAN BERMOTOR

0 0 13

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 22