PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT“NGALAKSA” DALAM UPAYA MEMBANGUN KARAKTER BANGSA(Studi Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang).

(1)

PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT “NGALAKSA” DALAM UPAYA MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

(Studi Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang) TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh Sri Ramdiani

1201596

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2 0 1 4


(2)

PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT “NGALAKSA” DALAM UPAYA MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

(Studi Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang)

Oleh Sri Ramdiani, S.Pd

UPI Bandung, 2014

Tesis yang diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

© Sri Ramdiani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

(5)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun

Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Sri Ramdiani (1201596). Pelestarian Nilai-nilai Upacara Adat Ngalaksa dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa (Studi Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang).

Upacara adat ngalaksa sebagai tali paranti masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang adalah sebuah kebijaksanaan dan kearifan yang banyak mengandung nilai-nilai kebaikan. Hanya saja, kehidupan yang semakin modern mendesak upacara adat ngalaksa untuk memudar bahkan terkikis oleh perkembangan zaman. Sehingga sedikit demi sedikit akan hilang karena masyarakat dapat terpengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengkaji informasi tentang pelestarian nilai-nilai kearifan lokal upacara adat ngalaksa dalam upaya membangun karakter bangsa di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi etnografi, untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi secara intensif dan mendalam berkaitan dengan fenomena di atas. Teknik pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui wawancara, observasi partisipan dan non-partisipan dan studi dokumentasi. Temuan penelitian ini adalah (1) Upacara adat ngalaksa merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan nasional. Upacara ini bersifat kepercayaan dan dianggap sakral dan suci; (2) Bahwa upacara adat

ngalaksa memiliki keterkaitan erat dengan pembangunan karakter bangsa karena

dalam pelaksanaan upacara adat ngalaksa tercipta rasa kebersamaan, kepedulian kepada sesama masyarakat; (3) Dalam upacara adat ngalaksa terdapat banyak nilai dan nilai-nilai tersebut menjadi perekat bagi masyarakat Kecamatan Rancakalong karena nilai tersebut sudah menjadi milik bersama. Pelaksanaan upacara adat ngalaksa harus diajarkan di lingkungan masyarakat supaya tidak hilang nilai-nilainya, tanggung jawab masyarakat pada umumnya untuk terus melestarikan upacara adat ngalaksa. Kemajuan sebuah bangsa tak lepas dari peran serta para generasinya di semua jenjang lapisan dan elemen masyarakat yang juga juga termasuk di dalamnya para generasi muda; (4) Solusi dalam mengatasi berbagai masalah pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada upacara adat ngalaksa dalah adanya dukungan dari orang tua, masyarakat, sekolah dan pemerintah pada pelaksanaan upacara adat ngalaksa.


(6)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun

Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Sri Ramdiani (1201596). Preservation Values Ngalaksa Ceremony in National Character Building Efforts (Studies in Society Rancakalong Sumedang).

Ngalaksa traditional ceremonies as a tali paranti Rancakalong Sumedang District

of society is a lot of wisdom and discernment which contains the values of kindness. It's just modern life increasingly urgent ceremonial ngalaksa to fade even eroded by the times. So that little by little will be lost because people can be affected western culture that does not comply with the Indonesian national identity. This study aims to explore and assess information about the preservation of the values of local wisdom ngalaksa traditional ceremony in the nation's efforts to build character in District Rancakalong Sumedang. This research approach is qualitative method of ethnographic studies, to reveal and understand the realities that occur intensively and deeply related to the above phenomenon. Data collection techniques and information through interviews, participant observation and non-participant and study documentation. The findings of this study were (1)

Ngalaksa traditional ceremony is a manifestation of the belief system of a society

that has universal values that can support the national culture. This ceremony is the trust and are considered sacred and holy; (2) That the ceremonial ngalaksa has a close relation with the development of national character as in the implementation of traditional ceremonies ngalaksa created a sense of community, concern for fellow community; (3) In a traditional ceremony ngalaksa there are a lot of values and values are the glue for the community because the value of the District of Rancakalong belonged together. Implementation ceremonial ngalaksa should be taught in public environment so that its values are not lost, the responsibility of the community at large to continue to preserve the traditional ceremony ngalaksa. Progress of a nation can not be separated from the role of the generation at all levels of the layers and elements of society who also also includes the younger generation; (4) Solution is support from parents, society, school and government in the ceremonial ngalaksa.


(7)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 14

1. Tujuan Umum ... 14

2. Tujuan Khusus ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

1. Manfaat Teoretis ... 15

2. Manfaat Praktis ... 15

F. Penjelasan Istilah... 15

G. Struktur Organisasi Tesis ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

A. Nilai, Pendidikan Nilai ... 18

1. Nilai ... 18

2. Pendidikan Nilai ... 23

B. Kearifan Lokal, Kearifan Lokal Sunda, Fungsi Kearifan Lokal ... 25

1. Kearifan Lokal ... 25

2. Kearifan Lokal Sunda ... 31

3. Fungsi Kearifan Lokal ... 32

C. Karakter, Karakter Bangsa, Pembangunan Karakter Bangsa ... 33

1. Karakter ... 33

2. Karakter Bangsa ... 36

3. Pembangunan Karakter Bangsa ... 40

D. Upacara Adat Ngalaksa ... 43

1. Upacara Adat ... 43

2. Proses Upacara Adat ... ... 45

3. Fungsi Upacara Adat ... 46

4. Upacara Adat Ngalaksa ... 46

5. Sejarah Upacara Adat Ngalaksa ... 48

E. Pendidikan Kewarganegaraan ... ... 50

1. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... ... 50

2. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan... ... 51


(8)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Hasil Penelitian Terdahulu ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 56

1. Pendekatan Penelitian ... 56

2. Metode Penelitian... 58

B. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 63

1. Intrumen Penelitian ... ... 63

2. Teknik Pengumpulan Data ... ... 64

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 66

1. Lokasi Penelitian ... ... 66

2. Subjek Penelitian ... ... 66

D. Tahap-tahap Penelitian ... 67

1. Tahap Pra Penelitian ... ... 67

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... ... 68

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data ... 68

E. Penentuan Responden dan Kisi-kisi Penelitian ... . 70

1. Responden ... 70

2. Kisi-kisi Penelitian ... 71

F. Uji Validitas Data Penelitian ... 71

1. Triangulasi ... 71

2. Member Check ... 71

3. Expert Opinion ... 72

G. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 72

1. Tahap Pra-Lapangan ... 72

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 72

3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data ... 72

4. Tahap Penyajian Laporan Hasil Penelitian ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 74

1. Sejarah Upacara Adat Ngalaksa ... 74

2. Letak Kecamatan Rancakalong ... 76

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 79

1. Deskripsi dari Pelaksanaan Upacara Adat Ngalaksa pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang... 80

a. Upacara Adat Ngalaksa ... 80

b. Kandungan Upacara Adat Ngalaksa ... 82

2. Persepsi Masyarakat Rancakalong terhadap Upacara Adat Ngalaksa Berkaitan dengan Pembangunan Karakter Bangsa ... 84

a. Pembangunan Karakter Bangsa ... 84

b. Upacara Adat Ngalaksa terkait dengan Pembangunan Karakter Bangsa ... 86


(9)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Mekanisme Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal yang terdapat pada Upacara Adat Ngalaksa untuk Pengembangan Karakter

Bangsa di Kecamatan Rancakalong ... 89

a. Nilai yang terdapat dalam Upacara Adat Ngalaksa ... 89

b. Masalah yang Menghambat Mekanisme Pelestarian Upacara Adat Ngalaksa ... 93

4. Solusi yang Tepat dalam Mengatasi Masalah Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal pada Upacara Adat Ngalaksa ... 96

a. Upacara Adat Ngalaksa Diajarkan di Lingkungan Masyarakat ... 96

b. Solusi yang Tepat dalam Mengatasi Masalah Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal pada Upacara Adat Ngalaksa... ... 98

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 101

1. Deskripsi dari Pelaksanaan Upacara Adat Ngalaksa pada Masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang ... 101

2. Persepsi Masyarakat Rancakalong terhadap Upacara Adat Ngalaksa Berkaitan dengan Pembangunan Karakter Bangsa ... 109

3. Mekanisme Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal yang terdapat pada Upacara Adat Ngalaksa untuk Pengembangan Karakter Bangsa di Kecamatan Rancakalong ... 118

4. Solusi yang Tepat dalam Mengatasi Masalah Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal pada Upacara Adat Ngalaksa... 126

D. Keterbatasan Penelitian ... 131

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 132

A. Simpulan ... 132

1. Simpulan Umum ... 132

2. Simpulan Khusus ... 134

B. Rekomendasi ... 134

DAFTAR PUSTAKA... ... 136

LAMPIRAN... .... 141


(10)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desa yang Melaksanakan Upacara Adat Ngalaksa ... 66

Tabel 4.1 Makna Upacara Adat Ngalaksa ... 81

Tabel 4.2 Kandungan Upacara Adat Ngalaksa ... 83

Tabel 4.3 Makna Pembangunan Karakter Bangsa ... 85

Tabel 4.4 Upacara Adat Ngalaksa Terkait dengan Pembangunan Karakter Bangsa ... 88

Tabel 4.5 Nilai yang Terdapat dalam Upacara Adat Ngalaksa ... 91

Tabel 4.6 Masalah yang Menghambat Mekanisme Pelestarian Upacara Adat Ngalaksa ... 95

Tabel 4.7 Upacara Adat Ngalaksa Diajarkan di Lingkungan Masyarakat ... 97

Tabel 4.8Kontribusi Pelaksanaan Upacara Adat Ngalaksa bagi Pembelajaran PKn di Persekolahan... 100


(11)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Menurut Budimansyah (2010: 1) pembangunan bangsa dan pembangunan karakter (nation and character buiding) merupakan dua hal utama yang perlu dilakukan bangsa Indonesia agar dapat mempertahankan eksistensinya. Keinginan menjadi bangsa berkarakter tentunya adalah keinginan kita semua yang sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 dengan pernyataan yang tegas “...mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Tujuan untuk menjadi bangsa berkarakter yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari aspek budaya yang selaras dengan karakteristik masyarakat Indonesia sendiri. Menurut Wagiran (2012: 330) budaya yang digali dari kearifan lokal bukanlah penghambat kemajuan dalam era global melainkan harus menjadi kekuatan untuk mencapai bangsa yang berkarakter. Salah satu nilai kearifan lokal yang berkembang dan potensial khususnya dalam tatar Sunda yaitu upacara adat ngalaksa. Upacara adat ngalaksa sebagai tali

paranti masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang adalah sebuah

kebijaksanaan dan kearifan yang banyak mengandung nilai-nilai kebaikan.

Upacara adat ngalaksa merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa yang harus dilestarikan karena merupakan salah satu kebudayaan Sunda yang masih dilaksanakan sampai saat ini. Upacara adat ngalaksa sebagai bagian dari khasanah bangsa Indonesia yang memiliki ragam perbedaan seperti suku, budaya, adat istiadat, agama, ras, gender dan strata sosial. Perbedaan tersebut menjadi sebuah realita dan harus diterima sebagai kekayaan nasional bangsa Indonesia. Di tengah banyak perbedaan tersebut, sebagai suatu kesatuan nasional bangsa Indonesia harus hidup dan bergaul agar integritas nasional tetap terjaga.


(12)

2

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Namun kehidupan yang semakin modern mendesak upacara adat ngalaksa untuk memudar bahkan terkikis oleh perkembangan zaman. Sehingga sedikit demi sedikit akan hilang karena masyarakat dapat terpengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Sehubungan dengan ini menurut Lickona (1992: 32) terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan ke arah kehancuran suatu bangsa yaitu:

1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2) ketidakjujuran yang membudaya, 3) semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru dan figur pemimpin, 4) pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan, 5) meningkatnya kecurigaan dan kebencian, 6) penggunaan bahasa memburuk, 7) penurunan etos kerja, 8) menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9) meningginya perilaku merusak diri, 10) semakin kaburnya pedoman moral.

Bangsa Indonesia memiliki ragam perbedaan seperti suku, budaya, adat istiadat, agama, ras, gender, strata sosial dan golongan aliansi politik sangat jelas melekat dalam diri masyarakat Indonesia. Perbedaan tersebut menjadi sebuah realita dan harus diterima sebagai kekayaan nasional bangsa Indonesia. Di tengah banyak perbedaan tersebut, sebagai suatu kesatuan nasional bangsa Indonesia harus hidup dan bergaul agar integritas nasional tetap terjaga. Implikasi logisnya adalah perlu membangun sikap inklusif, pluralis, toleran dan saling berdampingan dengan cinta dan perdamaian.

Kemajemukan atau heterogenitas bangsa yang langka dimiliki oleh negara lain tersebut menjadi modal sosial dengan konstruksi budayanya yang berbasis kearifan lokal. Heterogenitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah budaya nasional. Dalam konteks interaksi sosial baik secara horizontal maupun vertikal realitas pluralitas tersebut dibutuhkan instrumen pendidikan yang berkarakter terbuka, inklusif, toleran dan pluralis.

Kemajemukan budaya setiap daerah yang berbeda-beda menjadi kekayaan yang sangat berharga dalam memperkaya kebudayaan nasional. Kemajemukan budaya telah diakui oleh pemerintah Indonesia yang tertuang dalam pasal 32 ayat 1, bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah


(13)

3

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Berikut ini adalah penjelasan dari pasal 32 UUD 1945 bahwa:

“Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan abad, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.

Budaya daerah memegang peranan penting bagi kelangsungan kehidupan kebudayaan nasional. Oleh karena itu, budaya daerah senantiasa terus dipelihara dan dijaga agar tetap eksis dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Salah satu caranya yaitu dengan mengangkat budaya daerah dan mempelajari secara mendalam sehingga keberadaan budaya daerah tersebut dapat diteruskan oleh generasi bangsa.

Budaya yang dikembangkan akan berimplikasi pada lingkungan tempat budaya itu berkembang. Suatu kebudayaan akan menjadi ciri khas pada suatu masyarakat artinya orang lain dapat melihat kekhasan suatu budaya daerah. Dengan kata lain, bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Howard dalam Setyobudi (2011: 105) yaitu:

“Culture itself is the customary manner in which human groups learn to organize their behavior and thought in relation to their environment. Defined in this manner, culture has three principal aspects: behavior, cognitive, and material. The behavioral component refers to how people act, especially how they interact with each other. The matter of cognition, the views people have of the world. The material component of culture – the physical objects that we produce. Most of what goes into making up culture is a result of learning– modifying behavior in response to experience within

an environment…. The ideas and modes of behavior that constitute culture

are transmitted largely by a complex system of symbols that includes language…. Culture is not created in a vacuum, nor by isolated individuals.


(14)

4

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

It is the product of humans interacting in groups. From their parents and from others around them, humans learn how to act and how to think in ways that are shared by or comprehensible to people in their group”.

Pada hakikatnya manusia adalah pencipta kebudayaan, namun sebaliknya manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga ditentukan oleh kebudayaan. Kualitas hubungan timbal balik ini merupakan tolok ukur suatu masyarakat kebudayaan. Masyarakat sengaja menciptakan kebudayaan dalam rangka menata, mengatur, dan mengelola perilaku (tingkah laku) serta pikiran sekaitannya dengan alam lingkungan sekitar tempat di mana mereka berada dan tinggal dalam kehidupan harinya atau di dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, alasan yang melatarbelakangi pentingnya upacara adat

ngalaksa sebagai salah satu sarana untuk membangun karakter bangsa adalah :

1.Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis;

2.Secara ideologis, pembangunan karakter bangsa merupakan upaya mengejewantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara;

3.Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah baik pada zaman penjajah maupun zaman kemerdekaan;

4.Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural (Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025:1)

Pembangunan karakter bangsa dijadikan sebagai arus utama dalam pembangunan nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karakter dan secara konstitusional telah tercermin dari misi pembangunan nasional yang memposisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 (dalam Zubaedi, 2011: 7) yaitu:


(15)

5

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

“... terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dirincikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis dan berorientasi iptek”.

Namun pada kenyataanya saat ini Indonesia sedang mengalami perubahan yang luar biasa. Bergesernya nilai-nilai kemasyarakatan, eksistensi kebudayaan nasional seperti berada di ujung tanduk. Kebudayaan yang telah lama diciptakan dan menjadi acuan dan tuntunan hidup masyarakat kini hampir punah dan lepas dari perhatian masyarakat pendukung budaya tersebut. Perubahan yang mengguncangkan dan mencabut nilai-nilai warisan nenek moyang yang karena sejarah tidak dapat disampaikan secara baik dari generasi tua kepada generasi selanjutnya baik secara lisan maupun tulisan. Sejalan dengan hal tersebut diungkapkan oleh Rosidi (2010: 66) yaitu:

“...telah datang agama, budaya dan nilai-nilai baru dari luar yang merasuk ke dalam masyarakat, baik di kota maupun desa, baik yang termasuk golongan elit maupun yang termasuk golongan balarea, dibawa oleh para saudagar, para penjajah, para pendatang dan lain-lain”.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia tidak cepat menerima nilai yang baru yang belum tentu baik dan tidak meninggalkan warisan nenek moyang yang berharga, karena pada kurun sekarang ini semua seperti berlomba-lomba menerima bahkan merebut yang baru walaupun belum jelas baik buruknya dan seolah tidak tampak usaha untuk mempertahankan warisan nenek moyang yang berharga itu.

Seperti halnya Jepang, negara yang sangat maju dan modern namun tetap kuat memelihara tradisi beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Artinya bangsa Jepang memang bangsa yang lekat mengakar pada tradisi. Pemikiran cerdas bangsa Jepang sejalan dengan konsep think globally act locally. Dengan konsep tersebut Jepang menjadi salah satu bangsa yang maju tanpa sedikitpun meninggalkan jati dirinya.

Adat merupakan wujud dari kebudayaan yang bersifat abstrak, karena adat terdiri dari aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-norma yang terbentuk sebagai


(16)

6

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

acuan, mengatur dan memberi arah kepada perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aturan adat biasanya selalu diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya dan umumnya masih dipegang oleh masyarakat desa. Hal ini terlihat dari beberapa macam budaya adat daerah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan adat seperti upacara-upacara adat yang dilakukan secara turun-temurun.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara konstitusional dan secara politik-ideologik diterima sebagai bentuk final sistem kenegaraan Indonesia memang oleh para founding fathers dikonsepsikan dan dibangun sebagai

multicultural nation-state. Hal itu dapat dicermati dari dinamika praksis

kehidupan bernegara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sampai saat ini dengan mengacu pada konstitusi yang pernah dan sedang berlaku yakni UUD 1945 dan UUDS 1950 serta praksis kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang menjadi dampak langsung dan dampak pengiring dari berlakunya setiap konstitusi serta perkembangan internasional pada setiap zamannya itu.

Namun demikian dalam praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia selalu dijumpai fenomena sosiologik dan politik yang mencerminkan terjadinya paradoks antara semangat dan komitmen kolektif ber-NKRI dengan kasus-kasus etnosentrisme, fanatisme kelompok, kedaerahan seperti sukuisme, kolusi, nepotisme dan putra daerahisme dalam pemilihan pimpinan daerah. Oleh karena itu, dirasakan perlunya untuk kembali membangun pengertian dan komitmen bersama sebagai komponen bangsa dan warga negara Indonesia mengenai persatuan dan keberagaman untuk kesatuan Indonesia.

Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Haba (2007: 330) mengatakan bahwa:

“kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat”.


(17)

7

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kearifan lokal apabila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut.

Kearifan lokal baru menjadi wacana dalam masyarakat pada tahun 1980-an, ketika nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia sebagai warisan nenek moyang sudah hampir habis digerus oleh modernisasi yang menjadi kebijakan dasar pembangunan yang dilaksanakan oleh Orde Baru. Modernisasi yang membukakan diri kepada globalisasi ditambah oleh semangat nasionalisme yang hendak mengatur agar di seluruh Indonesia kehidupan masyarakat seragam.

Dengan demikian kekayaan budaya lokal baik berupa kesenian, sastra, hukum adat dan lain-lain banyak yang hanyut dan hilang, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pemerkaya budaya nasional yang hendak dibangun. Bahwa memang kebudayaan nasional itu merupakan gabungan puncak-puncak kebudayaan daerah seperti pernah dirumuskan Ki Hajar Dewantara dan dicantumkan dalam UUD 1945.

Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan lokal Sunda tentu bagian dari budaya Sunda, yang memiliki pandangan hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal. Lebih lanjut dikemukakan beberapa karakteristik dari local wisdom, antara lain:

(1) local wisdom appears to be simple, but often is elaborate,

comprehensive, diverse; (2) It is adapted to local, cultural, and environmental conditions; (3) It is dynamic and flexible; (4) It is tuned to needs of local people; (5) It corresponds with quality and quantity of available resources; and (6) It copes well with changes”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipertegas bahwa kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual. Kearifan selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah, kearifan lokal pun akan berubah pula.

Kearifan lokal menurut Prof. Dr. H Didi Turmudzi, M.Si dalam seminar yang dilaksanakan pada 4 Maret 2014 dengan judul “Penguatan Kearifan Lokal


(18)

8

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam Menghadapi Budaya Global” yaitu rumusan prinsip-prinsip universal dalam bentuk ungkapan lokal dan terealisasi pada sikap dan perilaku di tingkat lokal pula. Pewarisan lokal hanya dapat terealisasi melalui pranata keluarga, pendidikan dan media massa. Ditambahkan lagi menurut beliau mengenai dampak globalisasi yaitu dilema dehumanisasi, ancaman terhadap budaya lokal/bangsa, lunturnya identitas lokal/bangsa, meningkatnya konsumerisme dan munculnya penghampaan makna agama. Dampak globalisasi tersebut di atas memang sudah dirasakan di Indonesia salah satunya dari kemajuan IPTEK terutama dalam bidang informasi yang sudah tidak terfilter lagi.

Kearifan lokal dapat disimpulkan sebagai kepribadian, identitas kultural masyarakat yang berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat dan aturan khusus yang telah teruji kemampuannya sehingga dapat bertahan secara terus-menerus. Kearifan lokal pada prinsipsnya bernilai baik dan merupakan keunggulan budaya masyarakat setempat dan berkaitan dengan kondisi geografis secara luas.

Di Indonesia sendiri, kesadaran akan kaya dan berartinya kearifan lokal cenderung terlambat. Selama ini, kearifan lokal berkurang bersama kepentingan pembangunan yang bersifat sentralistik. Namun semangat otonomi daerah berhasil membuka kembali nilai kearifan lokal tersebut. Masyarakat Indonesia mulai membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan menjadi sangat bermakna bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik.

Jero Wacik (2012) mengatakan “kearifan lokal yang terdapat di berbagai daerah di nusantara, seharusnya diangkat dan dihargai sebagai salah satu acuan nilai dan norma untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini”. Artinya kearifan lokal di berbagai daerah di seluruh nusantara merupakan kekayaan budaya yang perlu diangkat ke permukaan sebagai bentuk jati diri bangsa. Lebih dari itu, kearifan lokal juga dapat dijadikan acuan untuk penyelesaian masalah bangsa.

Di zaman modern ini, kearifan lokal semakin tergusur dan dilupakan. Orang cenderung berpikir modern yang diimpornya dari peradaban Barat. Menjadi


(19)

9

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

modern adalah keharusan, kemodernan adalah tujuan. Sikap hidup modern berarti maju. Seperti halnya dikemukakan oleh Sumardjo (2011: 271) :

“...cara berpikir modern kita impor dari Eropa pada zamannya yakni abad 16 dan 17 Eropa mulai meninggalkan cara berpikir yang didominasi oleh lembaga agama Kristen, mereka ingin bebas dari dogma-dogma agama yang seringkali berbenturan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.

Tujuan menjadi bangsa modern boleh sama untuk seluruh umat manusia, namun cara mencapainya dapat berbeda-beda dan hasil kemodernan itu juga berbeda-beda. Jepang modern berbeda dengan India modern, berbeda pula dengan Eropa modern. Begitu pula Indonesia modern berbeda-beda untuk setiap wilayah budaya lokal, yang membedakan kemodernan itu adalah warisan cara berpikir lokal yang sudah berabad-abad di setiap wilayah.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat bersumber dari nilai-nilai yang digali dari budaya masyarakatnya. Nilai-nilai kearifan lokal bukanlah penghambat kemajuan di era global, namun menjadi kekuatan transformasional yang luar biasa dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai modal keunggulan kompetetif dan komparatif suatu bangsa. Oleh karena itu, penggalian nilai-nilai kearifan lokal merupakan langkah strategis dalam upaya membangun karakter bangsa.

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai terbaik yang merupakan norma-norma sosial masyarakatnya. Kearifan lokal berarti etika masyarakatnya. Dengan dasar-dasar berpikir lokal inilah diperoleh saling pengertian untuk hidup sebagai bangsa yang amat plural cara berpikir lokalnya ini. Dengan saling memahami kearifan lokal masing-masing tanpa memaksakan cara berpikir lokal tertentu pada kearifan lokal-lokal lain yang berdampak menimbulkan kesalahpahaman bahkan perpecahan bangsa.

Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap ketauladanan mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Masyarakat kini sudah banyak teracuni oleh modernisme budaya konsumtif, egois dan praktik mengahalalkan segala cara. Nilai-nilai kemodernan itu menggeser kearifan budaya lokal. Benturan nilai itu tidak jarang membuat


(20)

10

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masyarakat mulai bingung dan mengalami krisis identitas dan tidak mustahil akan terjadi perpecahan bangsa.

Di dalam situasi kebingungan mencari rujukan untuk memecahkan berbagai macam persoalan ada kecenderungan masyarakat kita ingin kembali pada kearifan lokal yang sudah teruji berabad-abad untuk mengatasi berbagai macam persoalan kehidupan. Hal ini ditengarai merupakan ekspresi dari rasa optimisme. Bahkan futurolog Naisbitt dan Aburdene (1995) memprediksi bahwa di tengah terpaan peradaban gobal, kecintaan pada budaya lokal untuk menunjukkan jati diri akan semakin menguat. Namun kecenderungan itu tentu saja harus direspon oleh pemerintah dengan cara revitalisasi kearifan lokal.

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang sangat luar biasa. Semua budaya tradisi memiliki nilai dan kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Karena budaya tradisi mengajarkan kita banyak hal, mengajarkan kita untuk bersyukur, mengajarkan kita untuk saling menghormati, dan lain sebagainya. Dengan budaya kita semakin arif dan bijak dalam kehidupan ini. Budaya yang ada di Indonesia mengandung makna kearifan lokal bagi masyarakat di wilayah asal budaya itu dikenal. Dan juga mengandung arti kehidupan yang mendalam tentang kecintaan masyarakat terhadap Tuhan, lingkungan, serta hubungan sesama manusia.

Upacara adat ngalaksa adalah salah satu contoh kearifan lokal dari hal adat istiadat, di samping nilai, norma, etika, kepercayaan, hukum dan aturan-aturan khusus lainnya yang terdapat pada masyarakat tradisional Indonesia. Namun, pada saat ini budaya indonesia seolah kehilangan esensinya. Hal itu diakibatkan oleh kuatnya arus modernisasi yang masuk ke dalam budaya Indonesia. Tentunya ini berdampak pada turunnya minat masyarakat untuk mempelajari dan mengembangkan kebudayaan yang ada di Indonesia ini.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultur sehingga banyak sekali ragam kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih memegang teguh warisan kebudayaan yang diwariskan oleh leluhurnya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah


(21)

11

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Salah satunya adalah masyarakat adat Tatar Sunda. Keberadaan masyarakat adat Tatar Sunda yang berada di

wewengkon Jawa Barat dan Banten.

Sunda dipertalikan secara erat dengan pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di Tanah Sunda. Kebudayaan Sunda dalam tata kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia digolongkan ke dalam kebudayaan daerah dan ada yang menamai kebudayaan suku bangsa, untuk membedakan dengan kebudayaan nasional. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan daerah lain di Indonesia, kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain.

Berdasarkan pada sifatnya, kearifan lokal Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah ramah tamah, murah senyum, lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda, sehingga ketika mendengar kata Sunda, maka kecenderungan orang beranggapan seperti itu. Sedangakan berdasarkan keberadannya, kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering dikaitkan dengan kebudayaan raja-raja Sunda yang sering dikenal dengan Prabu Siliwangi (mitos).

Etos dan watak masyarakat Sunda yang masih dipertahankan yaitu silih

asah, asih dan asuh dan cageur, bener, pinter, singer. Kebudayaan Sunda

merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dikembangkan dan dilestarikan. Hampir semua masyarakat Sunda beragama Islam, namun ada pula yang beragama lain. Mengenai nilai budaya Sunda, Hermawan (2008: 750) menjelaskan bahwa terdapat empat nilai budaya sunda yaitu “nilai keharmonisan hidup, penghargaan terhadap waktu, nilai kelingkunganan, penghargaan dan penghormatan kepada leluhur”.


(22)

12

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakan dengan kebudayaan lain yaitu dikenal dengan masyarakat religius. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis (dalam ilmu hukum adat disebut religio magis) dipertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat, sednagkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda dilakukan dengan gotong royong. Hal seperti itulah yang kemudian dijadikan dialektika masyarakat Sunda sehari-hari.

Berdasarkan pembagian dari 19 wilayah hukum adat menurut Van Vollen Hoven, Jawa Barat memiliki adat yang berbeda dengan daerah lainnya. Salah satunya adalah kebudayaan masyarakat Sunda Kabupaten Sumedang yang merupakan Puseur Budaya Sunda (pusat budaya Sunda) di Jawa Barat khususnya di Kecamatan Rancakalong yang masih melestarikan dan menjalankan kebudayan Sunda. Salah satu kebudayaan Sunda yang masih dijalankan di Rancakalong adalah upacara adat ngalaksa.

Kelestarian suatu kebudayaan tentunya berada di tangan masyarakat pendukungnya dan menjadi tanggung jawab semua pihak. Termasuk pelestarian upacara adat ngalaksa yang merupakan tanggung jawab semua masyarakat dan pihak pemerintah setempat. Untuk itu diperlukan kesadaran yang lebih dari masyarakat pada khususnya untuk lebih memperhatikan upacara adat ngalaksa agar tetap bertahan.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahasiswa Jurusan Pendidikan dan Bahasa Daerah yaitu Ikhsan Nugraha (2010) dengan judul skripsi “Ajen Sosiologis dina Tradisi Upacara Adat Ngalaksa di Desa Rancakalong Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang Pikeun Bahan Pangajaran Maca

di SMA Kelas XII”. Skripsi ini membahas 1) sejarah lisan upacara adat ngalaksa, 2) mendeskripsikan pelaksanaan upacara adat ngalaksa, 3) menganalisis maksud dan tujuan upacara adat ngalaksa, 4) mendeskripsikan nilai sosiologis yang terdapat dalam upacara adat ngalaksa.

Selain itu ada penelitian disertasi mengenai hal yang sama yaitu Retty Isnendes (2013) dengan judul “Struktur dan Fungsi Upacara Ngalaksa di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang dalam Perspektif Pendidikan


(23)

13

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakter”. Penelitian ini bermaksud mengukuhkan dan melestarikan kebajikan-kebajikan tradisi dengan menyusun konsep nilai pendidikan karakter dengan cara mendokumentasi dan menginterpretasi upacara ngalaksa yang terdapat di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang.

Di jurusan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri ada penelitian mengenai hal yang sama oleh Nuryati Susilawati (2011) dengan skripsi berjudul “Kajian Upacara Adat Ngalaksa dalam Membina Perilaku Warga Negara Berkesadaran

Lingkungan Hidup”. Skripsi ini membahas proses pelaksanaan Upacara Adat Ngalaksa dan pandangan serta masyarakat Rancakalong terhadap pelestarian lingkungan hidup. Sejalan dengan penelitian tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan adalah menekankan pada melestarikan nilai-nilai kearifan lokal pada Upacara Adat Ngalaksa dalam rangka membangun karakter bangsa. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul penelitian “Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal Upacara Adat Ngalaksa Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa” (Studi Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang)

B. Identifikasi Masalah

Globalisasi berdampak pada berubahnya kehidupan masyarakat dan budaya di dalamnya. Salah satu contoh yaitu masuknya budaya asing ke Indonesia membuat budaya dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia khususnya tradisi Sunda di Jawa Barat yang sudah diwariskan sejak masa kerajaan dahulu semakin ditinggalkan. Namun pada kenyataannya nilai-nilai modern yang masuk ternyata tidak sesuai dengan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia sehingga mengakibatkan masyarakat terpengaruh oleh pengaruh negatif globalisasi.

Nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia banyak yang yang berbentuk ajaran dan tuntunan. Salah satunya terdapat pada upacara adat ngalaksa yang sarat akan nilai-nilai. Ajaran-ajaran dalam upacara adat ngalaksa mampu berperan dalam pengendalian perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, perwujudan akhlak mulia dan sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai dalam upacara


(24)

14

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

adat ngalaksa tersebut dapat digunakan dalam pembinaan dan perwujudan masyarakat beradab dan sebagai penguat karakter bangsa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka fokus masalah penelitiannya yaitu: : “Bagaimana Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal Upacara Adat

Ngalaksa dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa?”. Berdasarkan masalah

pokok penelitian di atas, maka masalah pokok tersebut peneliti jabarkan dalam beberapa sub masalah yaitu :

1. Bagaimana deskripsi dari pelaksanaan upacara adat ngalaksa pada masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang?

2. Bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang terhadap upacara adat ngalaksa berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa?

3. Bagaimana mekanisme pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat ngalaksa untuk pengembangan karakter bangsa di masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang?

4. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat ngalaksa?

Sub-sub masalah di atas akan dijadikan pertanyaan dalam penelitian.

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada upacara adat ngalaksa dalam membangun karakter bangsa pada masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui deskripsi dan konten dari pelaksanaan upacara adat


(25)

15

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang terhadap upacara adat ngalaksa berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa.

c. Untuk mengetahui mekanisme pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat ngalaksa untuk pengembangan karakter bangsa di masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang.

d. Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat ngalaksa.

E.Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan:

1. Manfaat Teoritis

Secara akademis (keilmuan) diharakan penelitian tentang pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada upacara adat ngalaksa dalam membangun karakter bangsa ini dapat menjadi referensi untuk mengkaji dan merumuskan ilmu pengetahuan tentang pembangunan karakter bangsa yang berbasis kearifan lokal agar menjadi pembudayaan karakter di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Jawa Barat khususnya Kabupaten Sumedang dalam membuat kebijakan tentang pembangunan karakter berbasis kearifan lokal khususnya upacara adat ngalaksa.

b. Bahan pertimbangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta sekolah dalam membuat kebijakan dalam proses pembelajaran dalam rangka pembangunan karakter bangsa berbasis kearifan lokal khususnya upacara adat ngalaksa. c. Bahan pertimbangan bagi pelaku seni dalam mengembangkan upacara adat


(26)

16

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk membudayakan makna pada upacara adat ngalaksa.

F. Penjelasan Istilah

Definisi operasional merupakan pembatasan tentang hal-hal yang diamati sebagai konsep pokok dalam penelitian ini yaitu: nilai, kearifan lokal, karakter bangsa, upacara adat ngalaksa.

1. Nilai

Pengertian nilai menurut Frenkel dalam Lubis dan Zubaedi (2009: 17) adalah “standar tingkah laku keindahan, keadilan, kebenaran dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan”. Pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti yang penting dalam kehidupan subjek.

2. Kearifan Lokal

Menurut Sartini (2004: 111) maka “kearifan lokal (local wisdom) dapat

dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya”.

3. Karakter Bangsa

Istilah karakter bangsa menurut Sapriya (2008: 205) “identik dengan

national character yang erat kaitannya dengan masalah kepribadian dalam

psikologi sosial”. Penelitian ini bertolak pada pengertian karakter bangsa dimaknai ciri-ciri kepribadian yang sesuai nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia dijiwai nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

4. Upacara adat ngalaksa

Upacara adat ngalaksa adalah salah satu bentuk upacara selamatan yang biasanya dilakukan setelah panen. Upacara adat ngalaksa terdapat di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang. Upacara ini dianggap sebagai upacara memuliakan padi yang pelaksanaannya diiringi oleh kesenian jentréng atau kacapi dan ngék-ngék atau tarawangsa.


(27)

17

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Susunan penulisan yang peneliti rancang dalam penelitian ini adalah: BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV dan BAB V. Dengan rincian sebagai berikut :

BAB I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan istilah dan struktur organisasi penulisan tesis.

BAB II adalah bab kajian pustaka yang terdiri dari nilai, pendidikan nilai, kearifan lokal, kearifan lokal sunda, fungsi kearifan lokal, karakter, karakter bangsa, pembangunan karakter bangsa, upacara adat ngalaksa, pendidikan kewarganegaraan dan hasil penelitian terdahulu.

BAB III adalah bab metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan metode penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, lokasi dan subjek penelitian dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV adalah bab hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian.

BAB V adalah bab simpulan dan rekomendasi yang terdiri dari simpulan dan rekomendasi.


(28)

18

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa


(29)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada upacara adat ngalaksa yang membutuhkan sejumlah data lapangan yang aktual.

Kedua, karena didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah

data primer dari subjek penelitiannya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut. Oleh karena itu penelitian tesis yang dilakukan penulis yaitu dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan bentuk pendekatan yang mucul pada postpositivisme yang merupakan hasil pergeseran paradigma dalam memandang suatu realitas, fenomena, atau gejala. Di mana pada pendekatan ini realitas sosial dipandang sebagai suatu yang holistik/menyeluruh, kompleks, dinamis, dan penuh mekna. Menurut Creswell (2010: 4), penelitian kualitatif yaitu:

“Metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang-oleh sejumlah individu atau sekelompok orang-dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari data pertisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapapun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan

menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan”.

Sejalan dengan penjelasan tersebut, Sugiyono (2010:1) juga menjelaskan bahwa:

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),


(30)

57

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi”.

Mengenai pendefinisian penelitian kualitatif, Nasution (1996: 5) mendefinisikan “pendekatan kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Peneliti menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan yang dikumpulkan dari para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Dengan demikian salah satu sifat dari pendekatan kualitatif adalah sangat deskriptif, artinya dalam penelitian ini diusahakan mengumpulkan data-data yang deskriptif yang banyak dan dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian, penelitian ini juga tidak mengutamakan angka-angka dan statistik, walaupun tidak menolak data kuantitatif.

Menilik pendapat lain yang senada yaitu menurut Bogdan (1992)

“pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian bidang sosial, budaya dan filsafat yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau catatan-catatan

yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian”. Sebagaimana Moleong (2006: 3) mengatakan “penelitian kualitatif berarti prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari perilaku orang-orang yang diamati”. Penelitian kualitatif didasarkan pada tradisi metodologi penelitian dengan cara menyelidiki masalah sosial atau kemanusiaan.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa hal terpenting dalam penelitian kualitatif adalah pada jenis penelitian ini, segala sesuatunya berjalan dengan ilmiah. Pengamatan dilakukan berdasarkan kenyataan yang ada dilapangan, bukan penelitian yang mencoba memberikan perlakuan-perlakuan atau treatment kepada obyeknya. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang kemudian dianalisis secara induktif yaitu merumuskan suatu kesimpulan umum dari hal-hal khusus yang didapat dari informasi yang terkandung dalam data yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Pendekatan kualitatif menurut Sujana, N. (1991) dan Faisal, S. (1982)


(31)

58

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gejala atau keadaan tertentu”. Pemaparan atau deskripsi tersebut sudah barang tentu merujuk pada data-data hasil penelitian yang direlevansikan dengan kajian-kajian teoritis untuk memperkuat dan mempertajam deskripsi tersebut.

Bogdan dan Biklen dalam (Sugiyono, 2010: 9), menguraikan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu :

1. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument;

2. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number;

3. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products;

4. Qualitative research tend to analyze their data inductively; 5. “Meaning” is of essential to the qualitative approach

Susan dan Stainback dalam (Sugiyono, 2010:10) juga menguraikan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif, yaitu ;

1. Intensive, long term participation in field setting

2. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence

3. Analityc reflection on the documentary records obtained in the field

4. Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary

Peneliti berusaha untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya dari permasalahan yang akan peneliti teliti secara mendalam. Peneliti dapat lebih leluasa memahami konteks pelestarian kearifan lokal apabila menggunakan pendekatan kualitatif. Selain itu peneliti ingin mengungkapkan perilaku dari masyarakat beserta gagasan dan pemikirannya, sebab penelitian kualitatif pada hakekatnya merupakan pengamatan kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk memahami latar alamiah yang utuh dan tidak terlepas dari konteksnya.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan yang


(32)

59

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

intensif. Tujuan penelitian etnografi adalah untuk memberi suatu gambaran holistik subyek penelitian dengan penekanan pada pemotretan pengalaman sehari-hari individu dengan mengamati dan mewawancarai mereka dan orang lain yang berhubungan.

Secara harfiah etnografi berarti “menulis mengenai sekelompok orang”. Menurut Creswell (2012: 473) “desain etnografi merupakan prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan dan menganalisis berbagai kelompok budaya yang menafsirkan pola perilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dan

digunakan oleh suatu kelompok masyarakat dari waktu ke waktu”.

Dilihat dari asal katanya istilah etnografi berasal dari kata “ethno” (bangsa) dan “graphy” (menguraikan), jadi etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik yang bersifat material seperti artefak budaya (alat-alat, pakaian, bangunan, dan sebagainya) dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan, norma dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Berangkat dari istilah dan penjelasan ini, maka dapat diartikan bahwa etnografi merupakan suatu metode yang menjelaskan, menggambarkan, mengidentifikasi berbagai karakteristik manusia (bangsa) dari hal yang sifatnya umum sampai hal-hal yang sifatnya khusus.

Desain etnografi merupakan prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan, menganalisis berbagai kelompok budaya yang bertujuan untuk menafsirkan berbagai pola perilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dari waktu ke waktu. Pusat lembaga budaya mendefinisikan budaya sebagai segala hal ikhwal yang berkaitan dengan perilaku dan keyakinan manusia "(Le Compte, Preissle, & Tesch, 1993, hal. 5).

Etnografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Biasanya para peneliti etnografi memfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat. Etnografi adalah suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi dan partisipasi


(33)

60

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang mungkin, tidak hanya pengamatan oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi.

Penelitian etnografi termasuk bahasa, ritual, struktur ekonomi dan politik, tahap kehidupan, interaksi dan gaya komunikasi. Untuk memahami pola etnografis suatu kelompok, etnografer biasanya menghabiskan waktu yang cukup lama untuk melakukan wawancara, mengamati, dan mengumpulkan dokumen tentang kelompok tersebut untuk memahami budaya mereka termasuk berbagai perilaku, keyakinan dan bahasa yang digunakan oleh kelompok tersebut.

Metode etnografi merupakan sarana pencabangan poin-poin pandangan lokal, data pengetahuan keluarga dan masyarakat, pengalaman masyarakat yang tertutup dan pribadi. Etnografi meningkatkan dan memperluas pandangan atas bawah dan memperkaya proses penelitian, menyalurkan pandangan baik dari arus bawah maupun dari arus puncak. Maka temuan seperti itu peneliti bisa menginformasikannya kepada masyarakat luas.

Hammersley dalam Emzir (2008: 149) mengemukakan ada tiga prinsip metodologis yang digunakan untuk menyediakan dasar pemikiran terhadap corak metode etnografi yang spesifik. Ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Naturalisme, merupakan pandangan bahwa tujuan penelitian sosial

untuk menangkap karakter perilaku manusia yang muncul secara alami dan ini hanya dapat diperoleh melalui kontak langsung dengan yang diteliti;

(2) Pemahaman, bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek

fisik bahkan dari makhluk lainnya, tindakan tersebut tidak hanya berisi tanggapan stimulus tetapi meliputi interpretasi terhadap stimulus dan konstruksi tanggapan;

(3) Penemuan, merupakan konsepsi proses penelitian sebagai induktif

atau berdasarkan temuan, daripada dibatasi pada pengajuan hipotesis secara eksplisit.

Studi etnografi mencakup wawancara mendalam dan pengamatan obyek yang secara terus menerus terhadap suatu situasi dalam usaha untuk menangkap gambaran keseluruhan. Hasil akhir penelitian etnografi adalah suatu naratif deskriptif yang bersifat menyeluruh disertai interpretasi yang menginterpretasikan


(34)

61

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seluruh aspek-aspek kehidupan dan mendeskripsikan kompleksitas kehidupan tersebut.

Desain etnografi termasuk dalam pendekatan kualitatif karena bertujuan untuk menggambarkan suatu objek yang dikaji dalam penelitian, baik itu kelas sosial, status suatu kelompok dan sebagainya. Pengkajian tersebut berdasarkan hasil temuan baik tertulis ataupun lisan dari kelompok orang yang diteliti, sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (Moleong, 2000: 3) bahwa

penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati”.

Etnografi merupakan uraian, penafsiran atau pendangan seseorang mengenai suatu budaya atau sistem sosial yang berkembang di masyarakat. Peneliti etnografi mempelajari beragai pola perilaku yang ditunjukan oleh komunitas masyarakat, kebiasaan, cara hidup termasuk didalamnya mengenai tata bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari. Penelitian etnografi merupakan suatu desain penelitian yang difokuskan untuk meneliti kebudayaan yang berkembang di masyarakat.

Penelitian kualitatif dengan metode etnografi diharapkan dapat menemukan konsep-konsep dan teori-teori baru yang berdasar pada kebudayaan suatu masyarakat, mengingat kualitatif bertujuan untuk menghasilkan teori baru bukan merupakan pengujian terhadap teori yang sedang berkembang. Oleh karena itu, peneliti harus intensif dan secara seksama dalam mengamati objek penelitiannya.

Menurut Creswell (2012: 473) “untuk dapat memahami pola kebudayaan

(culturstering) suatu kelompok, etnografer biasanya menghabiskan waktu yang

lama, baik untuk wawancara, observasi maupun dalam mengumpulkan

dokumen-dokumen pendukung penelitian”. Di satu sisi, penelitian etnografi sebagai bagian

dari pendekatan kualitatif sulit untuk di dicapai, karena membutuhkan waktu yang lama, akan tetapi disisi lain waktu yang lama tersebut justru dapat lebih meyakinkan kita terhadap hasil penelitian sebelum menentukan kesimpulan.


(35)

62

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok, karena pada dasarnya etnografi merupakan kegiatan peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari.

Etnografi merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan, karena dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya.

Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Tidak seperti jenis penelitian kualitatif yang lain dimana lazimnya data dianalisis setelah selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian etnografi dianalisis di lapangan sesuai konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan. Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi.

Penelitian etnografi menurut Spradley dalam Moleong (2006: 23) “sebagai

suatu metode pengurai budaya dianggap oleh para ahli antropologi sebagai hal

yang didasari oleh berkembangnya multikuluturalisme di kalangan masyarakat”.

Beberapa antropolog mendefinisikan kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menimbulkan perilaku.

Kemudian Genzuk dalam Emzir (2008: 152-153) menandaskan ada beberapa karakteristik dalam penelitian etnografi, yaitu:

(1) Perilaku manusia dikaji dalam konteks sehari-hari, bukan di bawah kondisi eksperimental yang diciptakan oleh peneliti;


(36)

63

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(2) Data dikumpulkan dari suatu rentangan sumber, tetapi observasi dan percakapan yang relatif informal biasanya lebih diutamakan;

(3) Pendekatan untuk pengumpulan data tidak terstruktur dalam arti tidak melibatkan penggunaan suatu set rencana terperinci yang disusun sebelumnya;

(4) Fokus penelitian biasanya merupakan suatu latar tunggal atau kelompok dari skala yang relatif kecil;

(5) Analisis data melibatkan interpretasi arti dan fungsi tindakan manusia dan sebagian besar mengambil format deskripsi verbal dan penjelasan. Pada dasarnya etnografi tidak jauh berbeda dari pendekatan yang digunakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari untuk memahami lingkungannya.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang dimana daerah tersebut memiliki keunikan dan kekhasan yang berbeda dengan yang lain karena masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya setempat yang masih kaya akan kearifan lokal dibanding dengan masyarakat Sumedang pada khususnya dan masyarakat sunda pada umumnya. Dan hingga saat ini nilai-nilai budaya tersebut masih tetap terjaga dan lestari dari generasi ke generasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi karena peneliti melakukan penelitian budaya yang ada di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang yaitu mengenai nilai-nilai kearifan lokal upacara adat ngalaksa untuk membangun karakter bangsa. Penelitian ini dilakukan secara menyeluruh dan mendalam mengenai nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

B.Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terjun ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan antar orang per orang, artinya selama proses penelitian akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang di sekitar lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Rancakalong. Dengan demikian peneliti lebih leluasa mencari informasi dan data yang rinci tentang berbagai hal yang diperlukan dalam penelitian.


(37)

64

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sejalan dengan hal tersebut menurut pendapat Nasution (2003: 55-56)

tentang instrumen penelitian kualitatif/naturalistik yaitu bahwa “dalam penelitian

naturalistik tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen

penelitian utama”. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu maka tidak ada pilihan lain selain peneliti itu sendiri yang dapat menghadapinya.

Selanjutnya menurut Creswell (2010: 264) bahwa “peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan para partisipan”. Selama proses penelitian, penulis akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang di sekitar lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Rancakalong. Dengan demikian penulis lebih leluasa mencari informasi dan data yang rinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian. Data dan keterangan tersebut dapat diperoleh dengan menentukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dimana peneliti bertindak sebagai instrumen utama (key instrument) yang menyatu dengan sumber data dalam situasi yang alamiah (natural setting).

Menurut pendapat Lincoln dan Denzin (2009: 495) bahwa “teknik

pengumpulan data pada penelitian kualitatif adalah teknik observasi partisipatif, wawancara, dokumentasi dan literatur. Keempat teknik ini diharapkan bisa saling melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan.

a) Observasi Partisipatif

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Sejalan dengan hal tersebut Arikunto

(2002: 234) menyatakan bahwa “observasi adalah pengamatan secara langsung”. Sedangkan menurut Hadi (Sugiyono, 2007: 145) menjelaskan bahwa “observasi


(1)

135

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

supaya upacara adat ngalaksa dan budaya lainnya yang ada di Kabupaten Sumedang tetap terpelihara.

2. Kepada Masyarakat Kabupaten Sumedang pada umumnya dan Masyarakat Kecamatan Rancakalong khususnya mengingat upacara adat ngalaksa sarat akan nilai-nilai luhur budaya bangsa seperti nilai religius, tanggung jawab, kepedulian sosial, persatuan dan kesatuan sopan santun, budi pekerti luhur, pantang menyerah, disiplin, gotong royong, kerukunan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila-sila, maka harus lebih ditingkatkan lagi peran serta terhadap pelaksanaan upacara adat ngalaksa tersebut.

3. Kepada sekolah terkait pelestarian upacara adat ngalaksa, diharapkan sekolah menjadi pusat pengembangan budaya sebagai proses enkulturasi untuk menjadi penyokong kebudayaan nasional.

4. Untuk peneliti selanjutnya, upacara adat ngalaksa merupakan salah satu kebudayaan Sunda yang memuat nilai-nilai edukatif dan pedoman hidup yang dadapat digunakan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa. Untuk itu agar dapat dilakukan penelitian sejenis sehingga diperoleh data dan kesimpulan yang strategis dalam pembangunan karakter bangsa.


(2)

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul-Hakam, K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. UPI: Tidak diterbitkan.

Alwasilah, Chaedar. (2009). Etnopedagogi: Landasan Praktek Pendidikan dan

Pendidikan Guru. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Alwasilah, Chaedar. (2006). Pokoknya Sunda, Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Aryono,Suryo. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Persindo

Ayatrohaedi. Edt. (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.

Barnawi dan Arifin, M. (2012). Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan

Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Bogdan, R.C. and Biklen, S.K. (1992). Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Budimansyah, Dasim. (2012). Dimensi-dimensi Praktik Pendidikan Karakter. Bandung: Widya Aksara Press.

Budimansyah, Dasim. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Membangun Karakter Bangsa. Bandung : Widya Aksara Press.

Budimansyah, Dasim. (2012). Perancangan Pembelajaran Berbasis Karakter. Bandung: Widya Aksara Press.

Budhisantoso, Suber. 1989. Tradisi Lisan Sebagai Sebagai Sumber Informasi

Kebudayaan Dalam Analisa Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud.

Budiyono, Kabul. 2009. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.

Bull, Norman J. 1969. Moral Judgement from Chilhood to Adolescence. London: Routledge & Kegan Paul.


(3)

137

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Creswell, J.W. (1998). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Creswell, J. (2012). Educational Research (Planning, Conducting and Evaluating

Quantitative and Qualitatif Research (Edition Fourth). California United

States Of America: University of Nebrasca-Lincoln.

Danial. E, dan Wasriah. N. (2007). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium PKn-FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.

Darwis, Ranidar. (2008). Hukum Adat. Bandung: Yasindo Multi Aspek.

Djahiri, Kosasih. (1984). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dn Games

dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.

Ekadjati, Edi. (2009). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Emilia, Emi. (2009). Menulis Tesis dan Disertasi. Bandung: Alfabeta.

Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Geertz, Clifford. (1992). Tafsir Kebudayaan (Refleksi Budaya). Yogyakarta: Kanisius.

Hermawan, I. (2008). Kearifan Lokal Sunda dalam Pendidikan (Kajian terhadap

Aktualisasi Nilai-nilai Tradisi Sunda dalam Pendidikan IPS di Sekolah Pasundan dan Yayasan Atikan Sunda). Disertasi Doktor pada SPs Upi.

Bandung: tidak diterbitkan.

Ismail, Ilyas. (2008). Ilmu Pendidikan Teoritis. Jakarta: Ganeca Exact.

Isnendes, Retty. (2013). Struktur dan Fungsi Upacara Ngalaksa di Kecamatan

Rancakalong Kabupaten Sumedang dalam Perspektif Pendidikan Karakter Universitas Pendidikan Indonesia |repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia.


(4)

138

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Koentjaraningrat. (1970). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaranigrat. (1992). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kutha-Ratna, N. (2010). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-ilmu

Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lickona, Thomas. (2012). Educating for Character: How our Schools Can Teach

Respect and Responsibility. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Lincoln.S.Y and Denzin.K.N. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk

Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation.

Miles, M. and Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, J. Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Morgenthau, Hans J. (1963). Politics Among Nations: The Struggle for Power and

Peace. (Third Edition). New York: Alfred A. Knopf.

Mulyana, A dan Supardan, D. (2008). Sejarah Sebuah Penilaian. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Nasution. (1996). Metode Penelitian Kualitatif Naturalistik. Jakarta: Sinar Grafika.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nasution. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara. Radmila, Samita. (2011). Kearifan Lokal: Benteng Kerukunan. Jakarta: PT.

Gading Inti Prima.

Rasyid, Ryaas M. (1998). Nasionalisme dan Demokrasi Indonesia Menghadapi


(5)

139

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Riduan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Rosidi, Ajip. (2011). Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Rosidi, Ajip. (2010). Mencari Sosok Manusia Sunda. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Sauri, Sofyan 2007. Sekilas tentang Pendidikan Nilai. Makalah yang disajikan dalam kegiatan Pelatihan Guru-Guru di Kampus Politeknik UNSI Kabupaten Sukabumi pada tanggal 29 Desember 2007.

Selo, Soemardjan. (1988). Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Djambatan. Sudjana, N. dan Ibrahim. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:

Sinar Baru.

Sugiono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jacob. (2011). Sunda Pola Rasionalitas Budaya. Bandung: Kelir. Suryadi, A. (2011). Pendidikan Karakter Bangsa: Pendekatan Jitu Menuju Sukses

Pembangunan Pendidikan Nasional. Bandung: Widya Aksara Press.

Suryani, Elis. (2010). Ragam Pesona dan Budaya Sunda. Bandung: Ghalia Indonesia.

Tilaar, H. A. R. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Vredenbregt, Jacob. (1983). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Warnaen, S., dkk. (1987). Pandangan Hidup Orang Sunda Tercermin dalam

Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. Bandung: Direktorat Jenderal Kebudayaa.

Winataputra, Udin. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif

Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Bandung: Widya

Aksara Press.

Yayasan Kebudayaan Rancage. (2001). Laporan Konferensi Internasional

Budaya Sunda 1 22-25 Agustus. Bandung.


(6)

140

Sri Ramdiani, 2014

Pelestarian Nilai-Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat “Ngalaksa” Dalam Upaya Membangun Karakter Bangsa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Jurnal

Kardiman, Y. (2008). “Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-situs

Kewarganegaraan”. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2, 2.

Mufid, S. (2010). “Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan

Masyarakat”. Jurnal Multikultural dan Multireligius. 9, 83-92.

Sartini. (2004). “Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafat”. Jurnal Filsafat. 2, 111.

Setyobudi, I. (2011). “Spiritual Islam Sunda dalam Hajat Solokan”. Jurnal Kebudayaan Islam. 9, (1), 98-112.

Wagiran. (2012). “Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu

Hayuning Bawana (Identifikasi Nilai-nilai Karakter Berbasis Budaya)”.

Jurnal Pendidikan Karakter. 3, 329-339.

Walli, P. (2010). “Nilai-nilai Kearifan Adat dan Tradisi di Balik Ritual Daur Hidup (Live Cycles) pada Masyarakat Nuaulu di Pulau Seram sebagai

Sumber Pembelajaran IPS”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 18, 32-43.

Internet

http://www.suryadinlaoddang.com/2011/10/pemuda-membumikan-kearifan lokal.html#sthash.owCO0Hx2.dpuf.

http://forester-untad.blogspot.com/2012/11/makalah-tentang-budaya-ritual-upacara.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Aksiologisme

http://uzey.blogspot.com/2009/09/pengertian-nilai.html