PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ELABORASI TE

LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ELABORASI TERHADAP KEMAMPUAN
PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA DI SMP NEGERI 14 PALEMBANG
Oleh:
Dra. Hj. Farah Diba, M.Pd

NIP: 196401281990032001

Ety Septiati, S.Si, MT

NIP: 197809202005012001

Herma Yuliana

NIM: 2008121197

Dosen dan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

UNIVERSITAS PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PALEMBANG

2013

1

2

ABSTRAK
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ELABORASI TERHADAP
PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA DI SMP NEGERI 14 PALEMBANG

Pada kenyataan kemampuan pemahaman matematis siswa maíz rendah,
rendahnya kemampuan matematis siswa dikarenakan pembelajaran maíz bersifat
konvensional, di mana pembelajaran cenderung berpusat pada guru. Siswa hanya
menerima dan cenderung pasif. Sehingga kemampuan pemahaman mereka maíz rendah.
Untuk mencapai pemahaman matematis oleh siswa bukan suatu hal yang mudah.
Namun demikian kemampuan pemahaman matematis perlu diupayakan demi
keberhasilan siswa dalam belajar. Upaya yang dilakukan adalah dengan memilih model
pembelajaran yang tepat dan diyakini lebih baik dari model pembelajaran yang
dilakukan sebelumnya. Salah satu upaya tersebut dengan memberikan pembelajaran
elaborasi.Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan

menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih
memberi kepastian (dalam Trianto, 2007:92). Ciri pengorganisasian pembelajaran
elaborasi adalah memulai pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat umum bergerak
ke tingkat rinci (urutan elaboratif) .
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh positif model
pembelajaran elaborasi terhadap kemampuan matematis siswa di SMP Negeri 14
Palembang”. Pembatasan lingkup masalah yaitu pengaruh yang dimaksud dilihat dari
perbandingan kemampuan pemahaman matematus siswa antara kelas eksperimen
melalui model pembelajaran elaborasi dengan kelas control yang tidak melalui model
pembelajaran elaborasi. Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 14
Palembang. Materi pembelajaran dalam penelitian ini adalah SPLDV (Sistem
Persamaan Linear Dua Variable). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
mode; pembelajaran Elaborasi terhadap pemahaman matematis siswa di SMP Negeri
14 Palembang.
Sampel yang diambil dalam penelitian yaitu kelas eksperimen VIII2 dan kelas
kontrol VIII1. Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Elaborasi dan
model pembelajaran konvensional sebagai variabel bebas, kemampuan pemahaman
matematis sebagai variabel terikat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Teknik
analisis data tes menggunakan uji normalitas, uji homogenitas dan uji t.

Berdasarkan hasil tes kemampuan pemahaman matematis siswa rata-rata
persentase skor di kelas eksperimen lebih baik daripada di kelas kontrol. Berdasarkan
hasil analisis yang diperoleh bahwa ada pengaruh positif model pembelajaran Elaborasi
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 14
Palembang, dengan hasil hipotesis diperoleh nilai thitung = 5,04 lebih besar dari ttabel =
1,77.

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang,

karena dengan pendidikan seseorang bisa mendapatkan pengetahuan, pemahaman,
keahlian serta keterampilan. Pendidikan juga menghasilkan perubahan tingkah laku
seseorang, guru sebagai pendidik harus mampu membantu proses tersebut agar dapat

berlangsung dengan lancar dan baik, sehingga peserta didik dapat dengan mudah
menerima dan menguasai materi pelajaran.
Salah satu mata pelajaran yang dipelajari siswa di jenjang pendidikan formal
mulai dari tingkat SD sampai pada SMA adalah matematika, bahkan pada perguruan
tinggi tidak terlepas dari matematika. Hal ini menunjukkan bahwa matematika
memegang peranan yang penting dalam upaya peningkatan sumber daya manusia.
Prinsip pembelajaran berdasarkan NCTM (dalam Van de Walle, 2008:3)
adalah ”para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya”.
Selain itu NCTM dipercaya bahwa ”Belajar matematika dapat dimaksimalkan apabila
para guru memfokuskan pada berfikir dan pemahaman matematika” (Van de Walle,
2008:1). Berarti pemahaman disini sangat diperlukan agar belajar matematika dapat
dimaksimalkan, sehingga siswa akan berhasil dalam belajar atau dengan kata lain
siswa dapat mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Menurut Kesumawati (2010:23) dalam keseluruhan proses pendidikan di
sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Salah satunya
4

adalah belajar matematika. Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman
matematis merupakan bagian yang sangat penting. Pemahaman matematis merupakan

landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika
maupun permasalahan sehari-hari.
Pada kenyataan kemampuan pemahaman matematis siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa dikarenakan pembelajaran di
sekolah masih bersifat konvensional, di mana pembelajaran cenderung berpusat pada
guru. Siswa hanya menerima dan cenderung pasif. Sehingga kemampuan pemahaman
mereka masih rendah.
Untuk mencapai pemahaman matematis oleh siswa bukan suatu hal yang
mudah. Namun demikian kemampuan pemahaman matematis perlu diupayakan demi
keberhasilan siswa dalam belajar. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memilih model pembelajaran yang tepat dan diyakini lebih baik dari model
pembelajaran yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya upaya tersebut dengan
memberikan pembelajaran elaborasi. Elaborasi adalah proses penambahan rincian
sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat
pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian (dalam Trianto, 2007:92). Ciri
pengorganisasian pembelajaran elaborasi adalah memulai pembelajaran dari penyajian
isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci (urutan elaboratif) (dalam Uno,
2007:142).
Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 14 Palembang, bahwa siswa masih
banyak mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika. Selain itu

sebagian besar siswa masih sulit mengetahui apa yang dipelajarinya, langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal, dan tidak dapat menggunakan

5

matematika dalam konteks matematika dan di luar konteks matematika.Hal tersebut
terjadi karena penggunaan metode atau strategi pembelajaran masih menggunakan
cara lama/strategi konvensional. Guru menjelaskan materi kepada siswa kemudian
siswa mencatat materi tersebut, lalu memberikan latihan soal untuk dikerjakan.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melaksanakan
penelitian dengan judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Elaborasi Terhadap
Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Di SMP Negeri 14 Palembang”
1.2

Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah yang diambil
dalam penelitian ini adalah ”Adakah pengaruh positif model pembelajaran elaborasi
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa di SMP Negeri 14 Palembang”?

1.2.2 Pembatasan Lingkup Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan menyimpang
dari sasaran yang diharapkan, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dilihat dari perbandingan
kemampuan pemahaman matematis siswa antara kelas eksperimen melalui model
pembelajaran elaborasi dengan kelas kontrol yang tidak melalui model
pembelajaran elaborasi.
2.

Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Palembang.

3.

Materi pelajaran dalam penelitian ini adalah SPLDV (Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel).

6

1.3


Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh positif model pembelajaran elaborasi terhadap
kemampuan pemahaman matematis siswa di SMP Negeri 14 Palembang”.
1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1.

Bagi guru
Dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman matematis dalam pembelajaran matematika dan
diharapkan menjadi evaluasi dalam melaksanakan model elaborasi pada
pembelajaran matematika.

2.


Bagi Sekolah
Dapat dijadikan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.

7

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau
murid (dalam Sagala, 2011).
Menurut Uno (2007:54) Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses
interaksi antara peserta belajar dengan pengajar/instruktur dan atau sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu.

Salah satu unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah matematika itu
sendiri. Dalam mempelajari matematika tentu wajar jika kita bertanya tentang apa
definisi matematika itu.
Ruseffendi (dikutip Karso, 2009: 39) menyatakan bahwa matematika itu
terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan, definisi-definisi, aksiomaaksioma, dan dalil-dalil tersebut telah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum.
Menurut Reys (dikutip Karso, 2009: 40) “Matematika adalah telaahan tentang
pola dan hubungan,suatu jalan atau pola berpikir suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat”.
2.2

Makna Model Pembelajaran
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum dan lain-lain.
8

Adapun menurut Soekamto (dalam Trianto, 2007:5) mengemukakan maksud

dari model pembelajaran adalah ” Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.2.1

Model Pembelajaran Elaborasi
Menurut Trianto (2007:92) elaborasi adalah proses penambahan rincian

sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat
pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian.
Menurut Uno (2007:142) elaborasi adalah memulai pembelajaran dari
penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci (urutan elaboratif).
Menurut Wena (2009:25) elaborasi adalah mendeskripsikan cara-cara
pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci.

2.2.2

Prinsip – Prinsip Model Pembelajaran Elaborasi
Menurut Degeng (dalam Wena, 2009:29) secara umum prinsip-prinsip yang

mendasari model elaborasi adalah sebagai berikut :
9

1. Prinsip pertama adalah penyajian kerangka isi ( epitome ). Dalam teori
elaborasi, penyajian kerangka isi ditempatkan pada fase yang paling awal dan
keseluruhan proses pembelajaran.
2. Prinsip kedua adalah berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi
pembelajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi bagian-bagian
yang tercakup dalam kerangka isi, elaborasi tahap kedua akan mengelaborasi
bagian-bagian yang tercakup dalam elaborasi tahap pertama, dan begitu
seterusnya.
3. Prinsip ketiga adalah berkaitan dengan penekanan bahwa bagian yang
terpentinglah yang harus disajikan pertama kali. Guna menentukan penting
atau tidaknya suatu bagian ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami
keseluruhan isi bidang studi.
4. Prinsip keempat berkaitan dengan tingkat kedalaman dan keluasan elaborasi.
Setiap elaborasi hendaknya dilakukan cukup singkat agar konstruk (fakta,
konsep, prinsip, atau prosedur) dapat diterima dengan baik oleh siswa. Namun
demikian, elaborasi juga perlu dilakukan dengan cukup panjang agar tingkat
kedalaman dan keluasan elaborasi memadai.
5. Prinsip kelima berhubungan dengan penyajian pensintesis. Penyajian
pensintesis dilakukan secara bertahap, yaitu setelah setiap kali melakukan
elaborasi, secara khusus dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan di antara
konstruk-konstruk yang lebih rinci yang baru diajarkan, dan untuk
menunjukkan konteks elaborasi dalam epitome.
6. Prinsip keenam berhubungan dengan penyajian jenis pensintesis. Pensintesis
yang fungsinya sebagai pengait satuan-satuan konsep, prosedur, atau prinsip
hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang studi.

10

7. Prinsip ketujuh pemberian rangkuman. Rangkuman yang dimaksud untuk
mengadakan tinjauan ulang mengenai isi bidang studi yang sudah dipelajari,
dan hendaknya diberikan sebelum penyajian pensintesis.
2.2.3

Langkah-Langkah Pengorganisasian Model Elaborasi
Menurut Degeng (dalam Wena, 2009 : 30) langkah-langkah pengorganisasian

pembelajaran dengan menggunakan model elaborasi adalah sebagai berikut :
a. Penyajian kerangka isi. Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kerangka
isi:struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi.
b. Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiaptiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting.
Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang
hanya mencangkup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis
internal).
c. Pemberian rangkuman dan sintensis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap
pertama, diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensintesis eksternal.
Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk
yang diajarkan dalam elaborasi, dan pensintesis eksternal menunjukkan (a)
hubungan penting yang ada antarbagian yang telah dielaborasi, dan (b)
hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.
d. Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan
diintegrasikan dengan kerangka isi, pembelajaran diteruskan ke elaborasi
tahap kedua- yang mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama-dengan
maksud membawa siswa pada tingkat kedalaman sebagaimana ditetapkan
dalam tujuan pembelajaran. Seperti halnya dalam elaborasi tahap pertama,
setiap elaborasi tahap kedua disertai rangkuman dan pensintesis internal.
11

e. Pemberian rangkuman dan sintensis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap
kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi
tahap pertama.
f. Setelah

semua

elaborasi

tahap

kedua

disajikan,

disintesiskan,

dan

diintegrasikan ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali
untuk elaborasi tahap ketiga, dan seterusnya, sesuai dengan tingkat kedalaman
yang ditetapkan oleh tujuan pembelajaran.
g. Pada tahap akhir pembelajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk
mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.
2.3

Kemampuan Pemahaman Matematis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mampu artinya sanggup, kuasa dan

bisa. Sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kekuatan, kekuasaan atau
kebolehan untuk melakukan sesuatu. Paham artinya mengerti benar, tahu benar.
Pemahaman artinya proses, perbuatan atau cara memahami atau memahamkan.
Menurut Van de Walle (2008:26) pemahaman dapat didefinisikan sebagai
ukuran kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide yang telah ada.
Menurut Anderson et al. (2001:70) pemahaman terdiri dari tujuh jenis, yaitu
interpreting (menginterprestasikan), exemplifying (memberikan contoh), classifying
(mengklasifikasikan),

summarizing

(meringkas),

inferring

(menyimpulkan),

comparing (membandingkan), dan explaining (menjelaskan).
Menurut Skemp (dalam Sumarmo, 2010:4) membedakan dua jenis
pemahaman:

12

1. Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat
menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara
algoritmik saja.
2. Pemahaman Relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara
benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Menurut Benjamín Bloom (dalam Sagala, 2011:157) Pemahaman dapat
dibedakan menjadi tiga kategori yakni penerjemahan (translation) misalnya dari
lambang ke arti, penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation) yaitu
menyimpulkan dari sesuatu yang sudah diketahui.
Menurut Ruseffendi (2006:221) Ada 3 macam pemahaman: pengubahan
(translation),

pemberian

arti

(interpretation),

dan

pembuatan

ekstrapolasi

(extrapolation). Dalam matematika misalnya mampu mengubah (translation) soal
kata-kata ke dalam simbol dan sebaliknya, mampu mengartikan (intrepretation) statu
kesamaan, mampu memperkirakan (ekstrapolasi) statu kecenderungan dari diagram.
Dari beberapa pengelompokkan pemahaman tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pada dasarnya pemahaman dapat dikelompokkan menjadi (1)
pemahaman

translasi,

interprestasi,

ekstrapolasi,

klasifikasi,

merangkum,

menyimpulkan, instrumental; (2) pemahaman relasional, membandingkan, dan
menjelaskan.
NCTM (dalam Kesumawati, 2010:24) menyebutkan bahwa pemahaman
matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran
matematika. Pemahaman matematis lebih bermakna jika dibangun oleh siswa sendiri.
Oleh karena itu kemampuan pemahaman tidak dapat diberikan dengan paksaan,
artinya konsep-konsep dan logika-logika matematika diberikan oleh guru, dan ketika

13

siswa lupa dengan algoritma atau rumus yang diberikan, maka siswa tidak dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan matematika.
Sedangkan Kesumawati (2010:25) menyimpulkan bahwa pemahaman
matematis adalah pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, prosedur, dan
kemampuan siswa menggunakan stategi penyelesaian terhadap suatu masalah yang
disajikan. Seseorang yang telah memiliki kemampuan pemahaman matematis berarti
orang tersebut telah mengetahui apa yang dipelajarinya, langkah-langkah yang
dilakukannya, dapat menggunakan matematika dalam konteks matematika dan di luar
konteks matematika.
Kesumawati (2010:29) membatasi pemahaman matematis pada aspek-aspek
pemahaman konsep dan pemahaman relasional. Indikator untuk pemahaman konsep
meliputi kemampuan siswa menginterprestasikan; mengklasifikasikan objek-objek
menurut sifat-sifat tertentu; menjelaskan; merumuskan dan melakukan perhitungan
dalam matematika. Selanjutnya indikator pemahaman relasional meliputi kemampuan
siswa membandingkan atau menggunakan matematika dalam konteks matematika di
dalam maupun di luar matematika.

Berdasarkan uraian diatas, untuk penelitian ini indikator pemahaman
matematis meliputi:
1. Aspek pemahaman konsep
a. Menginterprestasikan

14

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c. Menjelaskan
d. Merumuskan
e. Melakukan perhitungan dalam matematika.
2. Aspek pemahaman relasional
a. Membandingkan atau menggunakan matematika dalam konteks matematika di
dalam matematika.
b. Membandingkan atau menggunakan matematika dalam konteks matematika di
luar matematika.
. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan pemahaman
matematis adalah kemampuan siswa dalam memahami materi matematika yang
ditujukannya melalui indikator-indikator pemahaman matematis. Indikator tersebut
meliputi aspek pemahaman konsep dan pemahaman relasional. Indikator untuk
pemahaman

konsep

mengklasifikasikan

yaitu

objek-objek

kemampuan
menurut

siswa

sifat-sifat

menginterprestasikan;
tertentu;

menjelaskan;

merumuskan dan melakukan perhitungan dalam matematika. Selanjutnya indikator
pemahaman relasional yaitu kemampuan siswa membandingkan atau menggunakan
matematika dalam konteks matematika di dalam maupun di luar matematika.
Sehingga siswa dikatakan memiliki pemahaman matematis jika indikator tersebut
telah mampu dipenuhi dan dipahami oleh siswa.
2.4

Hubungan Model Pembelajaran Elaborasi Pada Kemampuan Pemahaman
Matematis

15

Menurut Trianto (2007:92) Elaborasi adalah proses penambahan rincian
sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat
pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian. Penambahan informasi ini
dapat berupa kesimpulan, kelanjutan dari informasi yang diterima oleh seseorang,
contoh, detail, gambar dan sebagainya.
Menurut Gunawan (dalam Suyatmi, 2007) mengatakan bahwa model
pembelajaran elaborasi adalah model pembelajaran yang dapat diterapkan dengan
memberikan waktu siswa untuk mengulang informasi yang ada, sehingga siswa dapat
menghubungkan apa yang dipelajari dengan yang telah diketahui sebelumya.
Menurut Ruseffendi (2006:221) siswa dikatakan memiliki pemahaman bila
siswa memahami sesuatu ini berarti bahwa siswa mengerti tentang sesuatu itu tetapi
tahap mengertinya masih rendah. Kemampuan mengerti pada tahap ini misalnya
mampu mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna,
memberikan interpretasi.
Menurut Anderson et al. (2001:70) siswa dikatakan memiliki kemampuan
pemahaman jika siswa tersebut mampu mengkontruksi makna dari pesan-pesan
pengajaran seperti komunikasi lisan, tulisan dan grafik. Siswa memahami suatu
masalah Hal tersebut juga sejalan dengan prinsip pembelajaran berdasarkan NCTM
(dalam Van de Walle, 2008:3) yaitu ”para siswa harus belajar matematika dengan
pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan sebelumnya”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran elaborasi erat
kaitannya dengan kemampuan pemahaman matematika yaitu dengan menghubungkan
bahan yang dipelajari dengan informasi yang sudah dimiliki siswa dapat memudahkan
16

siswa dalam memahami pelajaran. Memperhatikan uraian diatas, secara umum dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran elaborasi dapat membantu siswa dalam
kemampuan pemahaman matematisnya.
2.5

Anggapan Dasar
Anggapan dasar atau postulat adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya

oleh peneliti harus dirumuskan secara jelas (Arikunto, 2010:107).
Dalam penelitian ini yang menjadi anggapan dasar adalah bahwa model
elaborasi membantu peserta didik dalam pemindahan informasi baru dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang dengan menciptakan gabungan dan
hubungan antara informasi baru dengan apa yang telah diketahui (dalam Trianto,
2010:146). Dengan berdasarkan pengorganisasian isi pembelajaran secara umum jauh
lebih efektif dari pada yang berdasarkan pembelajaran tanpa pengorganisasian (dalam
Uno, 2009:134).
2.6

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk

menjelaskan hal yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Sudjana,
2005 : 219). Berdasarkan definisi tersebut maka hipotesis yang akan diajukan dalam
penelitian ini yaitu ada pengaruh positif model pembelajaran elaborasi terhadap
kemampuan pemahaman matematis pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 14
Palembang”.
2.7

Kriteria Pengujian Hipotesis
Untuk hipotesis dalam penelitian ini digunakan hipotesis nol (

hipotesis kerja (

) menggunakan kriteria uji t sebagai berikut:
17

) dan

H 0 : μ1 =μ2 , Tidak ada pengaruh model pembelajaran elaborasi terhadap
kemampuan matematis siswa di SMP Negeri 14 Palembang.

H a : μ1 > μ 2

,

Ada pengaruh model pembelajaran elaborasi terhadap kemampuan
matematis siswa di SMP Negeri 14 Palembang.

Pengujian yang digunakan adalah uji pihak kanan. Kriteria pengujian hipotesis
dalam penelitian ini adalah terima Ho jika

t ttabel yaitu 4,51 >
1,67. Maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Penelitian Esca Oktarina (2012) yang berjudul ”Pengaruh Model Advance
Organizer Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMP YLPP
Palembang” dengan hasil penelitian, berdasarkan rumusan masalah, hasil analisis dan
pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Advance Organizer terhadap kemampuan
pemahaman matematis pada materi lingkaran kelas VII SMP YLPP Palembang. Hal
tersebut dilihat dari kemampuan pemahaman matematis siswa kelas eksperimen
dengan rata-rata sebesar 76,10 sedangkan untuk kelas kontrol dengan rata-rata sebesar
67,56.

20

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada yaitu materi yang
digunakan pada mata pelajaran matematika pokok bahasan SPLDV, subjeknya SMP
Negeri 14 Palembang. Disini peneliti menggunakan model pembelajaran elaborasi
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran elaborasi terhadap kemampuan
pemahaman matematis siswa.

21

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
3.1

Variabel Penelitian
“Variabel adalah objek penelitan, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian ” (Arikunto, 2010: 161). Variabel dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel
yaitu sebagai berikut.

Variabel Bebas

: Model

pembelajaran

elaborasi

dan

model

pembelajaran

konvensional.
Variabel Terikat : Kemampuan pemahaman matematis.
3.2

Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional istilah dalam penelitian ini berdasarkan pengertian

variable penelitian di atas yaitu:
1. Model Pembelajaran elaborasi adalah model pembelajaran yang menambahkan ide
tambahan berdasarkan apa yang sudah diketahui sebelumnya sehingga dapat
mendorong siswa untuk menyelami informasi itu sendiri Dimana dalam
penerapannya mengajak siswa berada pada pembelajaran sesuai dengan tahaptahap pembelajaran elaborasi.
2.Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan atau kesanggupan siswa
dalam memahami materi matematika yang ditujukannya melalui indikatorindikator pemahaman matematis yaitu menginterprestasikan,mengklasifikasikan,
menjelaskan, merumuskan, menghitung, membandingkan atau menggunakan
konteks matematika di dalam maupun di luar matematika.

22

3.3

Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010:173).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII semester Genap SMP N 14 Palembang tahun
pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 304 siswa yang terdiri dari 9 kelas. Adapun
populasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL I
POPULASI PENELITIAN
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

No
1
2

Kelas

VIII 1
VIII 2

12
16

16
15

Jumlah Siswa
29
31

3

VIII 3

20

33

4
5

VIII 4

13
19
16

16
19

35
35

20

14

34

16

19

35

18

18

36

19

17

36

149

154

304

6
7
8
9

VIII 5
VIII 6
VIII 7
VIII 8
VIII 9
Jumlah

Sumber: Tata Usaha SMP Negeri 14 Palembang Tahun Ajaran 2012/2013

Pemilihan siswa SMP sebagai populasi penelitian ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa banyak topik materi matematika SMP lebih sesuai apabila
diajarkan dengan model pembelajaran elaborasi. Serta siswa SMP sudah matang
untuk menerima pembaharuan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
3.3.2

Sampel Penelitian

23

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2010:174). Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau tujuan tertentu.
Adapun tujuan peneliti mengambil sampel dengan teknik tersebut agar model
pembelajaran elaborasi dapat terlaksana dengan melihat jumlah kelas eksperimen
yang berjumlah 31 siswa.
3.4

Metode Penelitian
“Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya” (Arikunto, 2010:160). Dalam melakukan
penelitian ini, penulis menggunakan metode desain eksperimental sebenarnya (True
Experimental Design).
Adapun bentuk True Eksperimental Design yang digunakan adalah PosttestOnly Control Design.
R(E)
R(K)

X

O1

(Sugiyono, 2011: 112)

O2

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random (R),
Kelompok yang diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak.
Keterangan :
R(E) = Kelas eksperimen/ kelas yang diberi perlakuan.
R(K) = Kelas control/ kelas yang tidak diberi perlakuan.
=

Model pembelajaran elaborasi yang diajarkan pada kelas eksperimen

24

01

= Pencapaian tes kemampuan pemahaman matematis setelah diberi perlakuan
dengan model pembelajaran elaborasi pada kelas eksperimen.

02

= Pencapaian tes kemampuan pemahaman matematis setelah diberi perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol

3.5

Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa tes. Dalam menggunakan metode tes, peneliti

menggunakan instrumen berupa tes atau soal – soal tes. Soal tes terdiri dari banyak
butir tes (item) yang masing – masing mengukur satu jenis variabel.
Sebelum data dikumpulkan, langkah –langkah dalam penelitian eksperimen
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:
a) Menyusun jadwal pelaksanaan penelitian.
b) Menyusun RPP, kisi-kisi soal tes, soal tes, dan kunci jawaban.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti akan menggunakan model pembelajaran elaborasi pada
pembelajaran matematika materi pokok sistem persamaan linear dua variabel
(SPLDV) dengan indikator yang telah tersusun dalam RPP.
Pada tahap ini dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan dengan 3 kali kegiatan
pembelajaran dan 3 kali tes setelah pembelajaran. Setiap pertemuan berlangsung
selama 2x40 menit. Pertemuan pertama dengan materi pengertian PLDV dan SPLDV,

25

pertemuan kedua dengan materi SPLDV cara subtitusi dan eliminasi, dan pertemuan
ketiga dengan materi membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang
berkaitan dengan SPLDV dan menyelesaikan model matematika dari masalah yang
berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya, pertemuan
keempat atau terakhir dilakukan evaluasi.
3. Tahap Pelaporan
Pada tahap ini peneliti akan melaporkan hasil penelitian yang telah peneliti
lakukan. Isi dari pelaporan ini meliputi hasil pelaksanaan pembelajaran matematika
materi pokok sistem persamaan linear dua variable (SPLDV) dengan menggunakan
model pembelajaran elaborasi dan hasil analisa data tes.
Adapun tes yang digunakan yaitu tes essay yang berjumlah 5 soal yang akan
dilaksanakan setelah proses belajar mengajar diberikan. Tujuan tes ini untuk
memperoleh data tentang pengaruh positif model pembelajaran elaborasi terhadap
kemampuan pemahaman matematis siswa kelas VIII di SMP Negeri 14 Palembang.
akan dilaksanakan setelah proses belajar mengajar diberikan.

TABEL IV
PEDOMAN PENSKORAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS
Aspek yang

Indikator

Respon siswa terhadap soal

26

Skor

diukur

Menginterprestasika
n

Tidak menjawab

0

Salah menginterprestasikan

1

Benar menginterprestasikan,

2

tetapi tidak lengkap
Benar menginterprestasikan dan

3

lengkap
Mengklasifikasikan

Tidak menjawab

0

Mengklasifikasikan dengan benar

1

Tidak menjawab

0

Memberi jawaban, tetapi salah

1

Memberikan jawaban benar,

2

tetapi tidak menjelaskan
Menjelaskan

Memberikan jawaban benar,

Pemahaman

tetapi penjelasan salah

Konsep

Memberikan jawaban dan

3

4

penjelasan dengan benar

Merumuskan

Tidak menjawab

0

Memberikan rumusan, tetapi

1

salah
Rumusan benar, tetapi belum

2

lengkap
Rumusan benar dan lengkap

3

Tidak menjawab

0

Perhitungannya salah

1

Perhitungannya benar

2

Membandingkan

Tidak menjawab

0

atau menggunakan

Menggunakan konteks di dalam

1

konteks matematika

matematika, tetapi salah

Menghitung

27

di dalam matematika

Membandingkan atau

2

menggunakan konteks di dalam
matematika dengan benar
Membandingkan

Tidak menjawab

0

Pemahaman

atau menggunakan

Menggunakan matematika dalam

1

Relasional

konteks matematika

konteks di luar matematika, tetapi

di luar matematika

salah
Membandingkan atau

2

menggunakan matematika dalam
konteks di luar matematika
dengan benar
Sumber: Kesumawati (2010)

3.6

Teknik Uji Coba Instrumen
Sebelum tes diberikan kepada subjek penelitian, terlebih dahulu peneliti

melakukan uji validitas, uji reliabilitas, menganalisa tingkat kesukaran, daya pembeda
pada soal tes yang diuji cobakan. Uji coba instrumen dilakukan pada kelas IX.

3.6.1

Uji Validitas
Dalam penelitian ini peneliti akan menguji instrumen dengan pengujian

validitas isi (content validity). Dalam menentukan validitas digunakan rumus korelasi
product moment yaitu:
rxy =

(Arikunto,

2010: 213)
Dimana:
rxy = Validitas instrument yang dicari
N = Banyaknya subjek
= jumlah skor item
28

= jumlah skor total (seluruh item)
2
2

= jumlah kuadrat skor item

= Jumlah kuadrat skor total
= jumlah perkalian skor item dan skor total

Setelah diperoleh

rxy

kemudian dapat digunakan

kriteria

dengan

berkonsultasi
pada tabel harga r product moment dengan signifikan 5%, jika rxy

rtabel , maka

butir
soal dikatakan valid dan jika sebaliknya maka butir soal tidak valid. Hasil perhitungan
validitas butir soal tes disajikan pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel IV
Hasil Uji Validitas Instrumen
No

Nomor Butir Soal

1.
2.
3.
4.
5.

1
2
3
4
5

Validitas
rxy
0,693
0,730
0,898
0,869
0,810

Kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Dari hasil uji coba instrumen penelitian diperoleh kesimpulan bahwa 5 item
alat ukur dinyatakan valid.

3.6.2

Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik (Arikunto, 2010:221).

29

Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus Alpha, dimana rumus ini
digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya
angket atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha:
r11 =

(Arikunto,
2010: 239)

Untuk mencari variansi digunakan rumus :

(Arikunto, 2009:
110)
Keterangan:
r11 = Reliabilitas yang dicari
n = Banyaknya butir soal (item)
= Jumlah varians skor setiap soal (item)
= Varians skor total.
Dari hasil perhitungan soal uji coba didapat r11 = 0,855 dengan dk = n – 1 =
10 - 1 = 9, signifikan 5% diperoleh r tabel = 0,632. Jadi r11 lebih besar dari rtabel yaitu
0,855 > 0,632 maka lima item soal yang dianalisis dengan metode alpha adalah
reliable (terlampir).

3.6.3

Daya Pembeda
Menurut Arikunto (2010:211), daya pembeda soal adalah kemampuan suatu

soal membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa
yang bodoh (berkemampuan rendah). Daya pembeda dilambangkan dengan DP.
Untuk menentukan daya pembeda sebuah butir soal maka menggunakan rumus
sebagai berikut:

30

DP=

( Rata−rata kelompok atas ) − ( Rata−rata kelompok bawah )
Skor maksimum

Klasifikasi interpretasi daya pembeda menurut Arikunto (2010:218) adalah:

TABEL 4
KLASIFIKASI DAYA PEMBEDA
Diskriminasi

Interpretasi

0,00 – 0,20

Jelek

0,20 – 0,40

Cukup

0,40 – 0,70

Baik

0,70 – 1,00

Sangat baik
(Arikunto, 2010 : 218)

Karena terdapat klasifikasi daya pembeda yang jelek, maka untuk soal nomor
4 dilakukan revisi dan uji coba kembali.
Hasil dari penghitungan indeks daya pembeda setiap butir soal dapat dilihat
pada tabel berikut:
TABEL VI
DAFTAR DAYA PEMBEDA BUTIR SOAL

3.6.4

No

Koefisien Daya

Soal

Pembeda

1

0,20

Cukup

2

0,20

Cukup

3

0,20

Cukup

4

0,32

Cukup

5

0,28

Cukup

Tingkat Kesukaran
31

Kriteria

Arikunto (2010,207) berpendapat bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang
siswa
untuk mempertinggi usaha memecahkannya, begitupun sebaliknya.
Rumus untuk menentukan tingkat kesukaran adalah:

Dengan klasifikasi indeks kesukaran :
- Soal dengan P 0,00 – 0,30 adalah soal sukar
- Soal dengan P 0,30 – 0,70 adalah soal sedang
- Soal dengan P 0,70 – 1,00 adalah soal mudah
Hasil dari penghitungan indeks tingkat kesukaran setiap butir soal dapat dilihat
pada tabel berikut :
TABEL IV
DAFTAR TINGKAT KESUKARAN BUTIR SOAL
No

Koefisien
Tingkat

Kriteria

Keterangan

0,64

Soal Sedang

Soal Dipakai

2

0,68

Soal Sedang

Soal Dipakai

3

0,66

Soal Sedang

Soal Dipakai

4

0,66

Soal Sedang

Soal Dipakai

5

0,42

Soal Sedang

Soal Dipakai

Soal

Kesukaran

1

32

3.7

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji t. Sebelum

menganalisa data dengan menggunakan uji t terlebih dahulu peneliti memenuhi
syaratnya yaitu melakukan pengujian normalitas sampel dan peneliti melakukan
pengujian terhadap kesamaan (homogenitas) sampel.

3.7.1 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
terdistribusi normal atau tidak. Hal ini berkenaan dengan uji statistik parameter t atau
uji t yang hanya dapat digunakan bila data yang diperoleh berdistribusi normal. Data
yang dibuat dalam tabel distribusi frekuensi diuji kenormalannya dengan
menggunakan
berikut :
Km =

rumus uji normalitas dengan syarat kemencengan kurva sebagai
x¯ − mo
(Sudjana , 2005 : 109 )
s

Keterangan :
Km = Koefisien Normalitas
Mo = Modus
X
= Nilai rata-rata
S
= Simpangan Baku
3.7.2 Uji Homogenitas Data
Setelah uji normalitas dilakukan langkah selanjutnya ialah uji homogenitas
yaitu untuk melihat apakah data tersebut homogen atau tidak. Uji homogenitas data
dapat menggunakan rumus uji F.
Fhitung =

(Riduwan,

2010: 120)

33

Dengan

kriteria

pengujian:

Tolak

H0

jika

adalah homogen.
3.7.3 Uji Hipotesis Data
Setelah terbukti data berdistribusi normal dan homogen barulah langkah terakhir
data di uji dengan uji t, yaitu dalam upaya membuktikan hipotesis yang telah
dirumuskan dan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari hasil tes yang diberikan
kepada siswa baik yang diajarkan dengan model pembelajaran Elaborasi maupun
siswa yang tidak diajarkan dengan model pembelajaran Elaborasi untuk dianalisa
dengan menggunakan uji-t sebagai berikut:

t=

(Sudjana,

2005: 239)
Dengan S2 =

(Sudjana,

2005: 239)
Keterangan:
t

= Perbedaan rata-rata kedua sampel

s12 = Varian sampel kategori pertama (siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Elaborasi)
s22 = Varian sampel kategori kedua (siswa yang tidak diajar dengan model
pembelajaran Elaborasi)
= Nilai rata-rata sampel kategori pertama
= Nilai rata-rata sampel kategori kedua
n1 = Jumlah sampel kategori pertama
34

n2 = Jumlah sampel kategori kedua
S = Simpangan baku
Dengan kriteria pengujian tolak Ho jika t ≥ t1-α dengan derajat kebebasan untuk
daftar distribusi t ialah (n1 + n2 – 2) dan taraf nyata 5% dan terima Ho dalam hal
lainnya (Sudjana, 2005: 231)

35

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1

Deskripsi Data Hasil Penelitian
Kemampuan pemahaman matematis siswa dilihat dari hasil tes akhir siswa,

dimana tes atau evaluasi tersebut dilaksanakan setelah siswa diberikan materi
mengenai sistem persamaan linear dua variabel sebanyak empat kali pertemuan baik
dikelas eksperimen ( kelas yang diajarkan dengan Elaborasi) maupun di kelas kontrol
(kelas yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional). Tes ini bertujuan untuk
mengetahui

kemampuan

pemahaman

matematis

siswa

setelah

diterapkan

pembelajaran Elaborasi (kelas eksperimen), maupun pada kelas yang diterapkan
pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam pembelajaran matematika pada
materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas VIII SMP Negeri 14 Palembang.
Sebelum diberikan tes akhir pada kelas eksperimen, siswa diberikan latihan
diakhir pembelajaran pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga baik di kelas kontrol
maupun di kelas eksperimen. Tes akhir diberikan dalam bentuk essay dengan alokasi
waktu 2 x 40 menit ( dua jam pelajaran) dan diikuti oleh 30 siswa kelas eksperiment
serta 28 kelas kontrol. Soal tes berjumlah 5 buah dimana soal ini berbentuk soal
pemahaman matematis. Dari hasil tes kemampuan pemahaman

matematis kelas

eksperimen didapatkan nilai tertinggi sebesar 89 dan terendah 34. Sedangkan, hasil
tes kemampuan pemahaman matematis kelas kontrol didapatkan nilai tertinggi
sebesar 67 dan terendah 14. Soal tes kemampuan pemahaman matematis, kunci
jawaban, dan data – data penelitian dapat dilihat di lampiran.

36

4.2 Analisis Data Kemampuan Pemahaman Matematis
Setelah data yang diperoleh terkumpul, peneliti kemudian melakukan analisis
data untuk menguji hipotesis penelitian dengan uji-t. Dalam penelitian ini yang
dianalisis terlebih dahulu adalah tes akhir siswa yang diajarkan dengan menggunakan
pembelajaran Elaborasi terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa (kelas
eksperimen). Kemudian peneliti menganalisis hasil tes siswa yang diajarkan
menggunakan metode konvensional terhadap kemampuan pemahaman matematis
siswa (kelas kontrol).
4.2.1 Analisis Data Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis Pada Kelas
Eksperimen
Dari hasi tes kemampuan pemahaman matematis materi sistem persamaan
linear dua variabel pada kelas eksperimen setelah diterapkan pembelajaran Elaborasi
dihitung nilai rata-ratanya. Dari hasil tes kemampuan pemahaman matematis kelas
eksperimen didapatkan nilai tertinggi sebesar 89 dan terendah 34. Adapun rentang,
banyak kelas, dan panjang interval dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Perhitungan
dapat dilihat pada lampiran.
TABEL VIII
HASIL RENTANG, BANYAK KELAS, DAN PANJANG INTERVAL
KELAS EKSPERIMEN
Rentang
Banyak Kelas
Panjang Interval
89
6
10
Selanjutnya peneliti membuat suatu distribusi frekuensi. Adapun distribusi
frekuensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TABEL IX
DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL TES AKHIR SISWA KELAS
EKSPERIMEN
37

NO.

INTERVAL NILAI

fi

xi

fi xi

xi2

fi xi 2

1
2
3
4
5
6

34 – 43
44 – 53
54 – 63
64 – 73
74 – 83
84 – 93
Jumlah

3
6
9
1
8
3
30

38,5
48,5
58,5
68,5
78,5
88,5
381

115,5
291
526,5
68,5
628
265,5
1895

1482,25
2352,25
3422,25
4692,25
6162,25
7832,25
25943,5

4446,75
14113,5
30800,25
4692,25
49298
23496,75
126847,5

Dari tabel distribusi frekuensi di atas, akan dilakukan perhitungan nilai ratarata dan simpangan baku hasil tes kemampuan pemahaman matematis kelas
eksperimen. Adapun hasil rata-rata dan simpangan baku dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Nilai Rata-rata Kelas Eksperimen

x=

∑ fi xi = 1895
∑ fi 30

= 63 , 16

Simpangan Baku Kelas Eksperimen
2

2
S1 =

n ∑ fi xi2 − ( ∑ fi xi )

n ( n − 1)
2
30 ( 126847 ,5 ) − ( 1895 )
S 21 =
30 ( 30 − 1 )

S 1 = √246 ,43 = 15,69

S 21 = 246 , 43

TABEL X
HASIL RATA-RATA DAN SIMPANGAN BAKU
KELAS EKSPERIMEN

x1

S1

63,16

15,69

Dari hasil analisis tes dapat dilihat bahwa nilai rata-rata untuk hasil belajar
kelas eksperimen adalah 63,16 dan simpangan bakunya adalah 15,69.

38

4.2.2 Analisis Data Tes Akhir Kemampuan Pemahaman Matematis Pada Kelas
Kontrol
Dari hasi tes kemampuan pemahaman matematis materi SPLDV pada kelas
kontrol setelah diterapkan metode konvensional dihitung nilai rata-ratanya. Dari hasil
tes kemampuan pemahaman matematis kelas kontrol didapatkan nilai tertinggi
sebesar 67 dan terendah 14.
Selanjutnya peneliti membuat suatu distribusi frekuensi. Adapun distribusi
frekuensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
TABEL XII
DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL TES AKHIR SISWA KELAS KONTROL
NO.
1
2
3
4
5
6

INTERVAL
NILAI

fi

xi

fi xi

xi2

fi xi 2

14 – 22
23 – 31
32 – 40
41 – 49
50 – 58
59 - 67
Jumlah

5
1
3
10
4
5
28

18
27
36
45
54
63
243

90
27
108
450
216
315
1206

324
729
1296
2025
2916
3969
11259

30,25
1531,25
1740,5
17222,5
17173,5
21451,25
57996

Dari tabel distribusi frekuensi di atas, akan dilakukan perhitungan nilai ratarata dan simpangan baku hasil tes kemampuan pemahaman matematis kelas kontrol.
Adapun hasil rata-rata dan simpangan baku dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Nilai Rata-rata Kelas Kontrol

x=

∑ fi xi = 1206
∑ fi 28

= 43 ,07

Simpangan Baku Kelas Eksperimen
2

2
S1 =

n ∑ fi xi2 − ( ∑ fi xi )

n ( n − 1)
2
28 ( 57996 ) − ( 1206 )
2
S1 =
28 ( 28 − 1 )
S 21 = 224 , 14

S 1 = √224 ,14 = 14 ,97

39

Dari hasil analisis tes dapat dilihat bahwa nilai rata-rata untuk hasil belajar
kelas kontrol adalah 43,07 dan simpangan bakunya adalah 14,97. Hasil tes akhir
kemampuan pemahaman matematis siswa perindikator yang didapat oleh seluruh
siswa untuk 5 soal.

TABEL XIV
PERBANDINGAN PERSENTASE SKOR KEMAMPUAN PEMAHAMAN
MATEMATIS KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL

Eksperimen
1
2
3
4
5
6

Indikator
Menginterprestasikan
Mengklasifikasikan
Menjelaskan
Merumuskan
Menghitung
Membandingkan atau menggunakan konteks

7

matematika di dalam matematika
Membandingkan atau menggunakan konteks
matematika di luar matematika
Rata-Rata Persentase

(%)
2,29
3,05
1,78
4,99
2,49

Kontrol (%)
2,01
2,45
0,80
2,12
1,28

3,22

2,31

0.86

0,73

18,68

11,7

Dari tabel XIV menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman

matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran Elaborasi lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Oleh karena adanya perbedaan
perlu dilakukan analisis statistik, analisis statistik dilakukan dengan uji-t untuk
melihat apakah perbedaan tersebut signifikan. Sebelum dilakukan uji-t terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
4.1.2

Uji Normalitas

40

4.1.2.1 Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari
penelitian dari data berdistribusi normal atau tidak.

Km =

Km =

x − Mo
S

63 ,16− 56 ,2
15 ,69

Km =

6,96
= 0,44
15,69

Data dikatakan normal apabila harga Km terletak antara -1 sampai +1 (-1 <
Km< +1). Berdasarkan analisis data diatas didapatkan nilai Km untuk tes kelas
eksperimen sebesar 0,44. Karena Km sebesar (0,44), harga ini terletak antara (-1) dan
(+1), maka data tersebut berdistribusi normal.

4.1.2.2 Uji Normalitas Kelas Kontrol
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari
penelitian dari data berdistribusi normal atau tidak.
Mencari koefisien kemiringan kurva menggunakan rumus Karl Pearson, yaitu:

Km =

Km =

43,07 − 45,27
14,97

Km =

−2,2
= −0,14
14,97
41

x − Mo
S

Data dikatakan normal apabila harga Km terletak antara -1 sampai +1 (-1 <
Km< +1). Berdasarkan analisis data diatas didapatkan nilai Km untuk tes kelas
kontrol sebesar -0,14. Karena Km sebesar -0,14, harga ini terletak antara (-1) dan
(+1), maka data terse