Studi Deskriptif Mengenai Strategi Akulturasi Pada Mahasiswa Etnis Tionghoa Yang Berasal Dari Sumatera Utara di Universitas 'X' Bandung.

(1)

v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan umtuk mengetahui strategi akulturasi pada mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode snowball sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 responden. Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskripstif dengan teknik survei.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi akulturasi menurut Berry (1999) yang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu kompetensi bahasa, identitas budaya, dan aktivitas/perilaku budaya (Birman dan Tricket, 2001). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi peneliti dari The Language, Identity, and Behavioral Acculturation Measure dari Birman dan Trickett (2001) dan terdiri dari 50 item. Validitas alat ukur menggunakan expert validity dan uji reliabilitas dengan metode split-half adalah 0,596 menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows.

Hasil penelitian ini adalah strategi akulturasi yang dominan diterapkan pada aspek kompetensi bahasa adalah separasi; strategi akulturasi yang diterapkan pada aspek identitas budaya adalah separasi dan terakhir strategi separasi dan marjinalisasi pada aspek aktivitas budaya.

Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan saran bagi peneliti-peneliti lain agar dilakukan penelitian lebih jauh mengenai seberapa besar kontribusi faktor-faktor dalam penerapan strategi akulturasi pada setiap aspek; dapat melakukan penelitian terhadap etnis Tionghoa dari daerah lain dengan suku Tionghoa yang berbeda. Selain itu juga untuk penelitian selanjutnya, membuat pertanyaan tambahan tentang kemampuan bahasa Indonesia dalam data penunjang aspek kompetensi bahasa.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research was conducted to investigate the acculturation strategy on Chinese ethnicity college student that came from North Sumatera at Bandung’s ‘X’ University. Sample selection are using snowball sampling which numbered 40 respondent. The research design used are descriptive method with survey techniques.

Teory that was used in this research are Berry’s acculturation strategy (1999) that can be seen from three aspect, which is language competence, culture identity, and culture activity. Measuring tool used in this research are the researcher-modificated of The Language, Identity, and Behavioral Acculturation Measure from Birman and Trickett (2001) which consisted of 50 item. The tool’s validity test are using expert validity and reliability test result with split-half method is 0,596 using SPSS program version 17.0. for windows.

The conculsion based on the research result is that the dominant acculturatuion strategy which applied to language competention aspect are separation; acculturatuion strategy which applied to culture identity aspect are separation, and lastly separation and marginalitation at culture activity aspect.

Based on the research result, the researcher suggestion to other researcher is the conduct of further research on how large is the factor’s contribution to acculturation strategy application at every aspect and a research to Chinese ethnic’s from another province with different ethnicity. Futhermore, other research can make an additional question about the ability of the Indonesian language in the language competence supporting data.


(3)

x     Universitas Kristen Maranatha 

 

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Orisinalitas Laporan Penelitian ... iii

Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Bagan ... xv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 10


(4)

xi   

     Universitas Kristen Maranatha 

 

1.5. Kerangka Pemikiran ... 11

1.6. Asumsi ... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan ... 23

2.1.1. Definisi Kebudayaan ... 23

2.1.2. Wujud Kebudayaan ... 23

2.2. Perilaku Sosial ... 24

2.2.1. Konteks Budaya ... 24

2.2.2. Hal-Hal Universal dalam Perilaku Sosial ... 25

2.3. Etnosentrisme dalam Psikologi ... 26

2.4. Pewarisan Budaya ... 27

2.5. Kontak Interkultural ... 28

2.5.1. Kontak Outcomes ... 28

2.6. Akulturasi ... 28

2.6.1. Definisi Akulturasi ... 28

2.6.2. Aspek-Aspek dalam Strategi Akulturasi ... 30

2.6.3. Strategi Akulturasi ... 30

2.6.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Strategi Akulturasi ... 32

2.6.5. Faktor Internal yang Mempengaruhi Strategi Akulturasi ... 35

2.6.6. Stres Akulturasi ... 36

2.6.6.1. Batasan Stres Akulturatif ... 36


(5)

xii   

     Universitas Kristen Maranatha 

 

2.7. Masyarakat Etnis Tionghoa di Indonesia ... 37

2.7.1. Sejarah Migrasi ... 37

2.7.2. Populasi di Indonesia ... 38

2.7.3. Suku-Suku Tionghoa di Indonesia ... 39

2.8. Budaya ... 40

2.8.1. Sistem Kekerabatan ... 41

2.8.1.1. Perkawinan ... 41

2.8.1.2. Pantang Pemilihan Jodoh ... 42

2.8.1.3. Mas Kawin ... 44

2.8.1.4. Adat Menetap Sesudah Menikah ... 44

2.8.1.5. Kedudukan Wanita ... 45

2.8.2. Upacara-Upacara Adat Tradisi Etnis Tionghoa ... 45

2.8.3. Sistem Kepercayaan Etnis Tionghoa ... 46

2.9. Masyarakat Etnis Tionghoa di Medan dan Sumatera Utara ... 47

2.10. Budaya Sunda Urban ... 48

2.11. Perkembangan Kognitif Remaja ... 53

2.12. Kebudayaan dan Aspek Etnis pada Identitas ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 56

3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 56

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 56


(6)

xiii   

     Universitas Kristen Maranatha 

 

3.3.2. Definisi Operasional ... 57

3.4 Alat Ukur ... 59

3.4.1. Alat Ukur Strategi Akulturasi ... 59

3.4.2. Sistem Penilaian ... 60

3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 61

3.4.3.1. Data Pribadi ... 61

3.4.3.2. Data Penunjang ... 61

3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 61

3.4.4.1. Validitas Alat Ukur ... 61

3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 62

3.5. Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ... 63

3.5.1. Populasi Sasaran ... 63

3.5.2. Karakteristik Sampel ... 63

3.5.3.Teknik Sampling ... 64

3.6. Teknik Analisis Data ... 64

3.6.1. Skor Tiap Responden untuk Setiap Aspek ... 64

3.6.2. Jumlah Prosentase dari Masing-Masing Aspek ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 66

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Tahun Masuk (Angkatan) ... 66

4.2. Gambaran Hasil Penelitian ... 67


(7)

xiv   

     Universitas Kristen Maranatha 

 

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76

5.2.1. Saran Ilmiah ... 76

5.2.2. Saran Praktis ... 77

Daftar Pustaka ... 78

Daftar Rujukan ... 79 Lampiran


(8)

xv     Universitas Kristen Maranatha 

 

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran ... 21 Bagan 2.1. Proses Strategi Akulturasi ... 33 Bagan 3.1. Prosedur Penelitian ... 56


(9)

xvi     Universitas Kristen Maranatha 

 

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-Kisi The Language, Identity, and Behavioral

Acculturation Measure ... 59 Tabel 4.1. Gambaran Tahun Masuk (Angkatan) ... 65 Tabel 4.2. Gambaran Hasil Penelitian Strategi Akulturasi pada Aspek

Kompetensi Bahasa ... 66 Tabel 4.3. Gambaran Hasil Penelitian Strategi Akulturasi pada Aspek

Identitas Budaya ... 66 Tabel 4.4. Gambaran Hasil Penelitian Strategi Akulturasi pada Aspek


(10)

xvii     Universitas Kristen Maranatha 

 

DAFTAR LAMPIRAN

• Kuesioner Data Penunjang

Kuesioner The Language, Identity, and Behavioral Acculturation Measure • Data Mentah Skor Kuesioner

• Reliabilitas Alat Ukur

• Strategi Akulturasi Tiap Responden

Crosstabulation Strategi Akulturasi dengan Data Penunjang pada Aspek

Kompetensi Bahasa

Crosstabulation Strategi Akulturasi dengan Data Penunjang pada Aspek

Identitas Budaya

Crosstabulation Strategi Akulturasi dengan Data Penunjang pada Aspek

Aktivitas Budaya  


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Pulau-pulaunya terbentang dari Sabang sampai Merauke dan terdiri atas lima pulau besar yaitu pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Setiap daerah dari suatu pulau bisa mempunyai beragam kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Selain kebudayaan, Indonesia juga terdiri atas bermacam-macam suku, bahasa, dan agama sehingga Bangsa Indonesia memiliki semboyan Bhineka

Tunggal Ika. Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki

warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, China, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia).

Di antara berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, terdapat satu etnis minoritas yang cukup penting keberadaannya yaitu etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa di Indonesia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: (1) Golongan Tionghoa totok, yaitu penduduk Indonesia yang terdiri atas para imigran abad ke-20 dan keturunan langsung, yang sedikit berakulturasi dan lebih kuat berorientasi ke Tiongkok; (2) Tionghoa peranakan, adalah ‘penduduk Tionghoa yang berakar setempat’, yaitu orangtua maupun anak-anak mereka lahir di Indonesia sehingga orientasi budaya Tiongkok telah jauh berkurang, bahkan pengaruh budaya Indonesia nyata sekali (Skinner, 1994, dalam Suryadinata, 2002).


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha Semenjak berabad-abad lalu, etnis Tionghoa yang berada di Indonesia telah membawa pengaruh yang cukup besar bagi Indonesia dalam bidang perekonomian, budaya serta politik. Adanya persoalan menyangkut etnis yang dianggap peka, sebelum tahun 2000, jumlah suku bangsa/etnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk Republik Indonesia. Sensus penduduk tahun 2000 tidak diperoleh jumlah etnis Tionghoa yang lengkap. Hasil perhitungan menunjukkan angka 1,7 juta, atau kira-kira 0,86%. Jika ditambah dengan etnis Tionghoa asing, jumlahnya kira-kira 1,8 juta, yaitu 0,91%. Tetapi menurut perhitungan berdasarkan sensus 2000, jumlah penduduk Tionghoa (WNI dan WNA) kira-kira tiga juta orang, yaitu sekitar 1,5% (Suryadinata, Arifin, dan Ananta 2003).

Etnis Tionghoa tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Provinsi Sumatera Utara banyak menetap orang-orang Tionghoa, yang umumnya pedagang. Etnis ini dikenal ulet berusaha dan memiliki jaringan yang baik dengan sesamanya. Kehadiran etnis Tionghoa di kota Medan dan Sumatera Utara mudah ditandai, yakni dengan melihat kepada tempat tinggal etnis Tionghoa yang hampir di seluruh pusat-pusat perbelanjaan dan sepanjang jalan-jalan di pusat kota yang merupakan rumah-rumah tempat tinggal dan sekaligus tempat membuka usaha. Disamping itu, masyarakat etnis Tionghoa di Medan dan Sumatera Utara umumnya menggunakan bahasa Hokkian sebagai bahasa dalam percakapannya sehari-hari diantara sesama, di tengah-tengah penduduk lainnya. Beberapa diantaranya ada yang menggunakan bahasa Mandarin. Bahasa tersebut juga dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi-generasi Tionghoa yang lebih muda.


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha Bagi masyarakat pribumi, orang-orang Tionghoa dianggap memiliki sifat tertutup (eksklusif) dan kurang mau bersosialisasi. Sejalan dengan keadaan di daratan Tiongkok sendiri, maka masyarakat keturunan Tionghoa yang ada di Medan dan Sumatera Utara juga terdiri atas bermacam-macam suku, namun dalam keadaan sehari-hari masalah kesukuan ini tidak menonjol. Selain itu, orang-orang Tionghoa di kota Medan dan Sumatera Utara masih sangat kuat memegang tradisi dan budayanya serta perayaan-perayaan budaya.

Berbeda dengan masyarakat Tionghoa yang berada di Medan dan Sumatera Utara yang setiap harinya menggunakan bahasa Hokkian untuk berkomunikasi, maka kekhasan etnis Tionghoa peranakan khususnya yang menetap di Jawa, sudah tidak bisa lagi berbahasa Mandarin melainkan menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Banyak cerita tentang peranakan dari Jawa, saat melakukan perjalanan ke Singapura, Hongkong, RRT ataupun di Barat, selalu ditanya: “anda orang Chinese, mengapa tidak mampu berbahasa Mandarin?”(Didi Kwartanada, 2004).

Pulau Jawa adalah tempat pusat pemerintahan dan tempat terkonsentrasinya sumber daya manusia Indonesia. Penduduknya setiap tahun mengalami peningkatan. Di wilayah ini, banyak tersedia fasilitas pendidikannya dengan pilihan beragam. Demikian pula di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pulau Jawa menjadi pusat penelitian dan pengembangan berbagai ilmu pengetahuan dasar dan terapan. Dewasa ini, 56% perguruan tinggi berada di Pulau Jawa. Mahasiswa yang ditampung di perguruan tinggi di Pulau Jawa adalah 66,6% dari total mahasiswa Indonesia (www.ginandjar.com).


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha Bandung menjadi salah satu kota di Pulau Jawa yang menjadi tempat tujuan para pelajar Indonesia untuk melanjutkan studi khususnya ke jenjang perguruan tinggi. Kota Bandung memiliki banyak pilihan perguruan tinggi dari PTN, PTS, Sekolah Tinggi, Akademi dan Institut. Kondisi kota Bandung sebagai ibukota provinsi yang tidak seramai dan sepadat ibukota Jakarta juga menjadi daya tarik tersendiri bagi calon mahasiswa untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Selain itu, Bandung memiliki suhu udara yang sejuk sehingga menjadikannya tempat yang nyaman untuk belajar.

Dari sekian banyak perguruan tinggi swasta yang ada di Bandung, Universitas ‘X’ merupakan perguruan tinggi yang banyak peminatnya. Universitas ini memiliki banyak pilihan fakultas yaitu, Fakultas Kedokteran, Fakultas Psikologi, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Sastra, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Fakultas Teknologi Informasi, dan terakhir Fakultas Hukum (www.xxx.edu). Mahasiswa yang menempuh kuliah di Universitas ‘X’ tidak sedikit yang datang dari berbagai kota di Indonesia sehingga mahasiswa ini terdiri dari beragam suku dan budaya yaitu suku Sunda yang merupakan suku mayoritas di Bandung, Jawa, Batak, Tionghoa, Dayak, Papua, dan suku-suku lainnya, masing-masing memiliki nilai-nilai budaya sendiri. Mahasiswa-mahasiswa dengan suku yang berbeda-beda ini saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam menjalani kehidupan di lingkungan kampus.

Data dari Biro Administrasi Akademik di Universitas ‘X’, mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara tergolong mahasiswa minoritas di Universitas ‘X’ karena jumlah mereka yang sedikit dari tiap angkatan. Dari 2726 mahasiswa


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha angkatan 2008 yang diterima terdapat sekitar 4,26%; dari 2593 mahasiswa angkatan 2009 terdapat sekitar 3,78%; serta dari 2120 mahasiswa yang diterima pada angkatan 2010 terdapat 3,63% mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara yang diterima di Universitas ‘X’ Bandung. Mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara tidak lepas berinteraksi dengan mahasiwa lain yang mayoritas bersuku bangsa Sunda. Selain berinteraksi dengan sesama mahasiswa, mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara juga berinteraksi dengan orang-orang di sekitar lingkungannya seperti dosen, penjaga kos, pedagang, supir angkot yang mayoritas beretnis Sunda. Mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara selalu berinteraksi secara terus menerus dengan masyarakat etnis Sunda agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Tisna Sanjaya (2010), seorang tokoh pemerhati Sunda, budaya Sunda sekarang ini telah banyak yang terkikis oleh perkembangan industri. Nilai-nilai agama yang dahulu ditarik dalam berbagai peristiwa budaya, kini telah hilang. Budaya gotong royong, saling mengunjungi dan mengirimkan makanan kepada tetangga kini sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Sunda. Walaupun demikian, karakteristik masyarakat Sunda yang ramah, sopan santun, dan terbuka masih dapat terlihat.

Mahasiswa yang berasal dari etnis Tionghoa yang kuliah di Universitas ‘X’ melakukan kontak dengan mahasiswa dengan budaya Sunda. Pada kontak dengan budaya Sunda, akan terjadi pertemuan nilai-nilai, pandangan, dan gaya hidup mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara dengan budaya Sunda. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan hasil dari kontak langsung dengan


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha budaya lain yang berbeda dari budaya asli yang dimiliki individu yang bersangkutan secara berkesinambungan disebut akulturasi (Herkovitz dalam Ward, 2001). Akulturasi akan menghasilkan suatu strategi akulturasi. Individu yang mengalami akulturasi pasti akan memiliki strategi akulturasi sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi budaya Sunda sebagai budaya setempat yang dominan.

Strategi akulturasi menurut Birman dan Tricket dapat terjadi pada kompetensi bahasa, identitas Budaya dan aktivitas budaya. Kompetensi bahasa adalah kemampuan individu untuk mengerti dan menggunakan bahasa asalnya dan bahasa setempat baik secara lisan maupun tulisan. Identitas budaya adalah penghayatan diri individu sebagai bagian dari suatu budaya dan menganggap positif hal tersebut. Perilaku atau aktivitas budaya adalah keterlibatan seseorang dalam melakukan perilaku atau kegiatan yang berhubungan dengan budaya tertentu seperti penggunaan bahasa, hiburan, musik dan makanan.

Menurut Berry, terdapat empat jenis strategi akulturasi yaitu asimilasi,

separasi, integrasi, dan marjinaliasasi. Mahasiswa etnis Tionghoa dikatakan

menerapkan strategi akulturasi asimilasi jika lebih mengidentifikasi dirinya dengan budaya Sunda dan tidak memelihara budaya Tionghoa. Mahasiswa yang menerapkan strategi integrasi tetap memelihara budaya Tionghoa dan beinteraksi dengan budaya Sunda. Mahasiswa dengan strategi separasi lebih memelihara budaya Tionghoa dan menghindari kontak dengan budaya Sunda. Sedangkan mahasiswa yang menerapkan strategi marjinalisasi tidak memelihara budaya Tionghoanya dan tidak mau berinteraksi dengan budaya Sunda.


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan hasil wawancara terhadap enam mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara diperoleh data bahwa terdapat beberapa perbedaan ketika melakukan kontak dan berinteraksi dengan budaya serta masyarakat Sunda di kota Bandung. Mahasiswa etnis Tionghoa tersebut mengalami kesulitan dalam komunikasi karena tidak terbiasa berbicara dengan bahasa Indonesia dan pada saat tinggal di Bandung, dirinya harus menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan mahasiswa lain maupun dengan orang-orang di sekitar lingkungannya. Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara lebih sering melakukan percakapan dengan bahasa Hokkian ketika tinggal di daerah asal mereka merasa malu ketika harus berbahasa Indonesia saat bercakap-cakap dengan orang yang ditemuinya karena logatnya yang khas sehingga dianggap lucu. Selain itu, mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara tersebut juga mengatakan bahwa saat bercakap-cakap dengan mahasiswa lain, terkadang ditafsirkan sedang marah karena nada suara yang cenderung tinggi.

Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara kadang-kadang merasa terkucilkan jika mahasiswa lain berbicara dalam bahasa Sunda. Mereka tidak mengerti pembicaraan yang sedang dipercakapkan oleh teman-temannya sehingga pada awal keberadaannya di Bandung mereka lebih memilih untuk bergaul dengan sesama etnis Tionghoa. Namun, setelah beberapa bulan dirinya mulai dapat berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari budaya lain. Dalam pergaulan, mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara tersebut berbaur dengan mahasiswa lainnya.


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa-mahasiswa etnis tionghoa dari Sumatera Utara juga mengatakan bahwa beberapa bulan keberadaannya di Bandung mengalami kesulitan dalam hal makanan. Menurutnya makanan di Bandung lebih manis dibandingkan dengan makanan di Sumatera Utara. Makanan di Sumatera Utara lebih sesuai dan lebih banyak makanan chinese food. Setelah beberapa bulan mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara berada di Bandung mengaku mulai dapat menyesuaikan dengan makanan di Bandung, hanya terkadang untuk mendapatkan makanan yang seperti di Sumatera Utara cenderung sulit.

Selain itu, mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara mengatakan bahwa setelah pindah ke Bandung, dirinya sudah jarang sekali mengikuti perayaan atau upacara-upacara adat karena tidak mengetahui harus melakukannya dimana dan kapan harus merayakannya. Selain itu, juga dikatakan bahwa di Bandung jarang sekali ada perayaan budaya Tionghoa dan suasananya kurang terasa jika dibandingkan dengan di daerah asalnya. Menurut mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara bahwa orang Sunda lebih lambat dan santun dalam melakukan sesuatu dibandingkan dengan masyarakat Tionghoa yang terbiasa lebih cepat.

Dari data wawancara yang dilakukan terhadap enam orang mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara, didapatkan sebanyak 83,3% mahasiswa yang menerapkan strategi integrasi dalam hal makanan yaitu sering makan makanan khas Tionghoa dan juga makanan khas Sunda dan sebanyak 16,7% yang menerapkan strategi separasi, lebih sering makan makanan khas


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha Tionghoa dan jarang makan makanan khas Sunda. Dalam hal bahasa, sebanyak 66,7% mahasiswa menerapkan strategi separasi yaitu tetap menggunakan bahasa

Hokkian, serta 33,3% mahasiswa mengatakan bahwa mereka ingin mempelajari

bahasa Sunda selain bahasa Hokkian. Selain itu juga terdapat sebanyak 66,7% mahasiswa mengatakan bahwa mereka lebih nyaman melakukan kegiatan yang berhubungan dengan budaya Tionghoa daripada Sunda sehingga mereka dapat dikatakan menerapkan strategi separasi. Sedangkan mahasiswa yang mengatakan bahwa kurang nyaman melakukan aktivitas budaya Sunda maupun Tionghoa da sebanyak 33,3% dan mereka dikatakan menerapkan strategi marjinalisasi. Sebanyak 100% mahasiswa mengatakan bahwa mereka bangga menjadi orang Tionghoa. Dalam hal ini, mereka dikatakan menerapkan strategi separasi.

Jadi dengan adanya perbedaan nilai, gaya hidup yang ditemukan oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara dengan budaya Sunda, terdapat penerapan strategi akulturasi yaitu integrasi, separasi, asimilasi dan marjinalisasi oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara, interaksi antarmahasiswa yang terus menerus di Universitas ‘X’ Bandung, adanya keinginan untuk dapat menyesuaikan diri dengan budaya Sunda menjadi hal yang menarik untuk diteliti.

1.2. Identifikasi Masalah

Seperti apakah gambaran mengenai strategi akulturasi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung.


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai strategi akulturasi yang diterapkan mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

• Untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai strategi akulturasi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung pada setiap aspek kompetensi bahasa, identitas budaya, dan aktivitas budaya.

• Untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai faktor-faktor yang menggambarkan strategi akulturasi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

a. Memberikan informasi bagi ilmu Psikologi Sosial khususnya Psikologi Lintas Budaya dengan menyediakan informasi mengenai strategi akulturasi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi strategi akulturasi pada mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung.


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha b. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang memerlukan bahan acuan

untuk penelitian lebih lanjut mengenai strategi akulturasi.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan masukan kepada Universitas ‘X’ Bandung mengenai strategi akulturasi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengarahan mahasiswa baru pada masa orientasi sehingga para mahasiswa dapat tetap melestarikan budaya mereka, memertahankan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa dan lebih terbuka menerima budaya setempat.

b. Memberikan informasi kepada para mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung mengenai akulturasi yang diterapkan oleh dirinya, dengan harapan mereka dapat tetap melestarikan budaya Tionghoa dan membuka diri untuk mengenal budaya setempat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ berada pada tahap perkembangan remaja. Perkembangan kognitif pada remaja adalah formal operasional (Piaget, dalam Santrock, 2002) dimana dirinya mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Cara berpikir formal operasional ini dapat membantu mahasiswa berpikir akan konsekuensi yang akan diterima jika mengambil suatu tindakan. Dalam hal ini,


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha mahasiswa yang berakulturasi dapat mengantisipasi konsekuensi yang akan diterima dari lingkungan jika menerapkan strategi akulturasi tertentu.

Sebagai mahasiswa yang telah memasuki perguruan tinggi dirinya lebih merasa dewasa, lebih banyak pelajaran yang dapat dipilih, lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama kelompok sebaya, lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, menikmati kemandirian yang lebih luas dari pengawasan orang tua, dan tertantang secara intelektual oleh tugas akademik. Transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi melibatkan gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar, dan tidak bersifat pribadi; interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih beragam latar belakang etnisnya; dan peningkatan perhatian pada prestasi dan penilaian (Santrock, 2002).

Mahasiswa yang pindah tempat tinggal menuju daerah lain untuk menimba ilmu dalam waktu yang sementara dan kemudian akan kembali ke daerah asalnya yang dikenal dengan sebutan sojourners akan mengalami kontak multikultural dengan masyarakat mayoritas. Mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Medan yang tinggal di Bandung merupakan kaum minoritas. Mereka bertemu dengan masyarakat dengan budaya yang berbeda dengan budaya asal mereka dan akan melakukan kontak dan interaksi secara langsung dengan budaya setempat dalam hal ini adalah budaya Sunda. Budaya Sunda yang dimaksud di sini bukanlah budaya Sunda yang masih asli, melainkan budaya Sunda yang sudah dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, atau yang lebih dikenal dengan budaya urban (Subrata, www.Balipos.co.id, 24 Februari 2004). Dalam budaya


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha Sunda urban ini, masih terdapat budaya Sunda namun tidak terlalu kental seperti halnya budaya Sunda asli.

Ketika kelompok minoritas masuk ke masyarakat mayoritas, maka terjadilah kontak sosial yang kemudian mendorong terjadinya proses akulturasi antarbudaya mereka yang berbeda untuk dapat menyesuaikan diri. Dalam proses akulturasi akan terjadi pada aspek kompetensi bahasa, identitas budaya, dan perilaku atau aktivitas budaya yang merupakan hasil kontak langsung antara budaya yang berbeda secara berkesinambungan (Birman dan Tricket, 2001). Dalam hal ini, mahasiswa etnis Tionghoa sebagai kelompok minoritas melakukan kontak dengan budaya Sunda yang berbeda dan terjadilah proses akulturasi.

Mahasiswa yang mengalami kontak dengan budaya Sunda akan mengalami krisis karena adanya perbedaan nilai budaya yang dimiliki oleh para mahasiswa. Mereka kemudian mulai beradaptasi dengan menerapkan cara-cara tertentu untuk dapat berinteraksi dengan baik sesama mahasiswa. Umumnya, seorang imigran yang telah tinggal lama dalam sebuah masyarakat dominan, mungkin lebih banyak mengalami akulturasi daripada imigran yang tinggal dalam jangka waktu lebih pendek (Berry, 1999). Sehingga mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara akan mengalami akulturasi budaya yang lebih sedikit karena para mahasiswa yang merupakan masyarakat migrasi yang menetap untuk waktu yang sementara (sojourners).

Cara-cara yang dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan kontak dengan budaya Sunda disebut dengan strategi akulturasi. Menurut Berry, terdapat empat jenis strategi akulturasi yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

marjinaliasasi. Strategi asimilasi terjadi jika mahasiswa-mahasiswa etnis

Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara menerima dan melakukan identifikasi terhadap budaya Sunda, memelajari dan mampu menggunakan bahasa Sunda dan berperilaku atau terlibat dalam aktivitas Sunda dan di sisi lain tidak memelihara Budaya Tionghoanya, berarti mahasiswa-mahasiswa ini menerapkan strategi

asimilasi. Hal ini dapat terjadi jika mahasiswa-mahasiswa tersebut memiliki nilai

budaya Tionghoa yang tidak terlalu kuat, sehingga kehilangan budaya Tionghoanya dan mengikuti budaya Sunda.

Separasi terjadi jika mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal

dari Sumatera Utara menghindari interaksi dengan budaya Sunda dan lebih memilih untuk memertahankan identitas budaya Tionghoanya, seperti tetap menggunakan bahasa Hokkian saat bercakap-cakap dengan sesama etnis Tionghoa dari Sumatera Utara dan melaksanakan perayaan budayanya. Strategi separasi ini dapat terjadi apabila budaya Tionghoa sudah tertanam secara kuat pada mahasiswa. Biasanya mahasiswa-mahasiswa ini merasa lebih nyaman jika bergaul akrab dengan teman-teman yang sama-sama berasal dari etnis Tionghoa juga.

Strategi integrasi terjadi apabila mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa mampu bersikap toleran dan fleksibel terhadap budaya Sunda serta identitas budaya Etnis Tionghoa yang diwarisinya sudah terinternalisasi dengan kuat. Hal ini dapat ditunjukkan apabila mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara menerima dan melakukan identifikasi terhadap budaya Sunda, memerlihatkan upaya memelajari dan mampu berbahasa Sunda dan berperilaku atau terlibat dalam aktivitas Sunda dan di sisi lain memertahankan identitas


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha budaya Tionghoanya, tetap mampu berbahasa Hokkian dan juga berperilaku atau tetap terlibat dalam aktivitas budaya Tionghoa maka dikatakan bahwa mahasiswa etnis Tionghoa ini menerapkan strategi integrasi.

Apabila mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara kurang memiliki identitas budaya Tionghoa yang kuat, kurang mampu berbahasa Hokkian, dan jarang berperilaku atau beraktivitas yang berkaitan dengan budaya Tionghoa lalu masuk ke dalam lingkungan berbudaya Sunda dan tidak ingin berinteraksi dengan budaya Sunda maka mahasiswa tersebut mengalami marjinalisasi. Marjinalisasi dapat dialami mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara yang tidak ingin melestarikan budaya Tionghoa dan ketika masuk lingkungan yang berbudaya Sunda, ia tidak diterima oleh orang-orang di lingkungan Sunda. Strategi marjinalisasi ini akan diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa yang kehilangan identitas budaya Tionghoanya.

Penerapan strategi akulturasi terjadi pada aspek-aspek identitas budaya, kompetensi bahasa dan perilaku atau aktivitas budaya. Penerapan strategi akulturasi untuk setiap aspek tersebut dapat sama, tetapi dapat juga berbeda-beda, misalnya mungkin saja mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara menerapkan integrasi dalam kompetensi berbahasa, separasi dalam identitas budaya dan melakukan marjinalisasi dalam perilaku atau aktivitas budaya.

Dalam strategi akulturasi akan ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu: Faktor-faktor eksternal dan Faktor-faktor internal. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi strategi akulturasi adalah


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha lama kontak budaya, jarak kultural, kualitas interaksi, dan dukungan sosial (Ward, 2001).

Lama kontak budaya antara etnis Tionghoa dan Sunda memberikan pengaruh terhadap pemilihan strategi akulturasi. Semakin lama kontak budaya, maka semakin tinggi pengenalan mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara terhadap budaya Sunda. Jika berdasarkan pengalaman atau pengetahuan mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara mengenali budaya Sunda sebagai budaya yang sama baiknya dengan budaya Tionghoa maka besar kemungkinan integrasi diterapkan. Jika Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara mengenal budaya Sunda sebagai budaya yang kurang baik daripada budaya Tionghoa maka besar kemungkinan mahasiswa tersebut menerapkan separasi. Jika mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara mengenal budaya Sunda sebagai budaya yang lebih baik daripada budaya Tionghoa maka besar kemungkinan mahasiswa tersebut menerapkan asimilasi. Jika mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara mengenal budaya Sunda sama-sama kurang baiknya dengan budaya Tionghoa maka besar kemungkinan mahasiswa tersebut mengalami marjinalisasi.

Pengenalan terhadap budaya Sunda memungkinkan munculnya konflik dalam diri individu. Jika interaksi antara budaya Tionghoa dengan Sunda ini terus berlanjut maka konflik tersebut dapat berubah menjadi krisis. Agar krisis berhenti maka mahasiswa etnis Tionghoa harus beradaptasi dengan budaya Sunda dengan cara menerapkan suatu strategi akulturasi. Jika strategi akulturasi yang diterapkan berhasil mengatasi krisis yang dialami maka proses adaptasi budaya akan


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha berhenti, namun ada juga kemungkinan dengan berjalannya waktu, strategi akulturasi yang diterapkan oleh mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa menjadi tidak adekuat lagi atau menimbulkan suatu konflik baru. Ketika hal ini terjadi, maka mahasiswa-mahasiswa etnis Tionghoa akan memasuki fase konflik lalu krisis lagi dan setelah itu baru memasuki fase adaptasi dengan memilih strategi akulturasi lain yang sesuai.

Faktor eksternal lainnya adalah jarak kultural. Semakin budaya Tionghoa memiliki banyak kemiripan dengan budaya Sunda atau jarak kultural yang semakin kecil, maka semakin besar kemungkinan mahasiswa etnis Tionghoa menerima budaya Sunda dan menerapkan integrasi atau asimilasi. Semakin budaya yang terlibat yaitu budaya Tionghoa dan Sunda memiliki sedikit kemiripan atau jarak kultural yang semakin besar, maka semakin kecil kemungkinan individu menerima budaya Sunda dan menerapkan separasi atau mengalami marjinalisasi.

Faktor eksternal berikutnya yaitu kualitas interaksi intra dan inter-group. Interaksi antara mahasiswa etnis tionghoa dengan budaya Tionghoa disebut interaksi intra-group. Sedangkan kualitas interaksi antara mahasiswa etnis Tionghoa dengan budaya Sunda disebut interaksi inter-group. Kualitas interaksi

inter-group inilah yang akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi

penerapan strategi akulturasi. Semakin kualitas interaksi intra dan inter-group mendalam, semakin besar kemungkinan diterapkannya integrasi. Jika kualitas interaksi intra-group mendalam dan kualitas interaksi inter-group kurang mendalam maka semakin besar kemungkinan diterapkannya separasi. Jika


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha kualitas intra-group kurang mendalam dan kualitas inter-group mendalam maka semakin besar kemungkinan diterapkannya asimilasi. Jika kualitas interaksi

intra-group dan interaksi inter-intra-group kurang mendalam maka semakin besar

kemungkinan terjadinya marjinalisasi.

Dukungan sosial yang diberikan juga mempengaruhi penerapan strategi akulturasi seseorang. Jika dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan budaya Tionghoa dan lingkungan budaya Sunda sama-sama baik, semakin besar kemungkinan diterapkannya integrasi. Jika dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan budaya Tionghoa baik tetapi lingkungan budaya Sunda kurang memberikan dukungan maka semakin besar kemungkinan diterapkannya separasi. Jika dukungan sosial yang diberikan oleh budaya Tionghoa kurang baik tetapi lingkungan budaya Sunda memberikan dukungan maka semakin besar kemungkinan diterapkannya asimilasi. Jika lingkungan budaya Tionghoa yang dimiliki mahasiswa dan lingkungan budaya Sunda kurang memberikan dukungan sosial maka semakin besar kemungkinan terjadinya marjinalisasi.

Selain faktor eksternal, terdapat pula faktor internal. Faktor internal terdiri atas persepsi, identitas budaya dan nilai-nilai tradisional, serta latihan dan pengalaman (Ward, 2001). Jika mahasiswa etnis Tionghoa mempersepsi bahwa budaya yang ada dalam dirinya dan budaya Sunda sesuai dengan dirinya maka kemungkinan besar mahasiswa etnis Tionghoa akan melakukan integrasi. Jika mahasiswa etnis Tionghoa mempersepsi bahwa budaya yang ada dalam dirinya lebih sesuai dengan dirinya daripada budaya Sunda maka kemungkinan besar mahasiswa etnis Tionghoa akan menerapkan separasi. Jika mahasiswa etnis


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha Tionghoa mempersepsi bahwa budaya Sunda lebih sesuai dengan dirinya daripada budaya Tionghoa yang ada dalam dirinya maka kemungkinan besar mahasiswa etnis Tionghoa tersebut akan menerapkan asimilasi dan jika mahasiswa etnis Tionghoa mempersepsi baik budaya Tionghoa yang ada dalam dirinya dan budaya Sunda tidak sesuai dengan dirinya maka kemungkinan besar akan terjadi

marjinalisasi.

Selain faktor diatas, terdapat faktor identitas budaya dan nilai-nilai tradisional. Semakin seorang mahasiswa etnis Tionghoa menganggap bahwa nilai-nilai Tionghoa lebih sesuai dengan dirinya, maka semakin besar kemungkinan mahasiswa etnis Tionghoa itu melakukan separasi. Semakin mahasiswa etnis Tionghoa menganggap bahwa nilai-nilai Sunda lebih banyak memiliki kesesuaian dengan dirinya maka semakin besar kemungkinan mahasiswa tersebut melakukan

asimilasi. Jika mahasiswa etnis Tionghoa menganggap bahwa ada nilai-nilai dari

Sunda dan Tionghoa memiliki kesesuaian dengan dirinya maka semakin besar kemungkinan mahasiswa tersebut melakukan integrasi. Jika mahasiswa etnis Tionghoa menganggap bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada nilai-nilai Tionghoa maupun Sunda yang memiliki kesesuaian dengan dirinya maka semakin besar kemungkinan mahasiswa tersebut mengalami marjinalisasi.

Faktor internal lainnya yaitu latihan dan pengalaman. Apabila mahasiswa etnis Tionghoa sudah terlatih dengan budaya yang berbeda sebelumnya maka akan mempermudah dalam berinteraksi dengan budaya Sunda. Semakin banyak pengalaman positif yang diperoleh seorang mahasiswa etnis Tionghoa dalam menghadapi budaya Sunda, semakin mempermudah terjadinya penerimaan


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha budaya Sunda. Pengalaman positif dan latihan ini akan membuat mahasiswa etnis Tionghoa dapat mentolerir perbedaan yang ada.

Perkembangan kognitif pada mahasiswa di masa remaja akhir juga mempengaruhi penerapan strategi akulturasi, karena perkembangan kognitif akan mempengaruhi kemampuan persepsi mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara terhadap budaya Sunda. Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara sedang berada pada tahap perkembangan kognitif formal operasional (Piaget dalam Santrock, 2002). Mahasiswa mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini. Selain itu, pada masa remaja akhir, para mahasiswa mampu berpikir secara reflektif dan relativistik (Perry dalam Santrock, 2003). Mahasiswa yang mencapai tahap perkembangan ini tidak akan berpikir secara bipolar benar atau salah, baik atau buruk tetapi mereka akan berada pada “gradasi antara kedua kutub” dan mampu melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Dengan gaya berpikir seperti ini, etnosentrisme di kalangan para mahasiswa dapat dikurangi karena para mahasiswa sudah dapat melihat kebudayaan bukan sebagai sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk tetapi lebih ke arah kebiasaan dan kepercayaan. Dengan gaya berpikir seperti ini, maka

stereotipe-stereotipe (komponen kognitif mengenai keyakinan terhadap suatu

kelompok) dan prasangka terhadap budaya Sunda yang dapat dikurangi. Akibatnya akan memperbesar kemungkinan untuk melakukan penerimaan terhadap budaya Sunda terutama penerimaan dalam bentuk strategi akulturasi


(31)

21 Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Strategi Akulturasi Budaya Faktor Eksternal - Lama kontak

budaya

- Kualitas interaksi - Jarak kultural - Dukungan sosial

Faktor Internal - Persepsi - Identitas dan

nilai-nilai budaya - Pengalaman dan

latihan Integrasi Separasi Asimilasi Perkembangan Kognitif Remaja Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di

Universitas ’X’ Bandung Kontak dengan budaya Sunda Kompetensi Bahasa Identitas Budaya Aktivitas/Perilaku Budaya Asimilasi Separasi Separasi Asimilasi Integrasi Marjinalisasi Marjinalisasi Integrasi Marjinalisasi


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa :

a. Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ’X’ ketika pindah ke Bandung akan mengalami kontak dengan budaya Sunda secara langsung.

b. Adanya kontak antara kedua budaya yang berbeda tersebut menyebabkan mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara harus menyesuaikan diri dengan budaya Sunda dengan cara melakukan strategi akulturasi.

c. Terdapat empat tipe strategi akulturasi yang dapat diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ’X’ Bandung yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan marjinalisasi.

d. Faktor eksternal yang memengaruhi penerapan strategi akulturasi yaitu kualitas interaksi, jarak kultural, dan dukungan sosial sedangkan faktor internal yang memengaruhi penerapan strategi akulturasi terdiri atas: persepsi, latihan dan pengalaman, nilai-nilai dan identitas budaya. e. Penerapan strategi akulturasi dapat terjadi pada aspek kompetensi

bahasa, identitas budaya dan aktivitas budaya. Penerapan strategi akulturasi mahasiswa untuk setiap aspek tersebut dapat sama, tetapi dapat juga berbeda-beda.


(33)

75 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Akulturasi terhadap 40 mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Strategi akulturasi yang diterapkan pada setiap aspek (kompetensi bahasa, identitas budaya, dan aktivitas budaya) adalah strategi separasi.

2. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek kompetensi bahasa. Hal ini berkaitan dengan adanya jarak kultural yang besar antara bahasa Hokkian dan bahasa Sunda, persepsi mengenai bahasa yang sesuai dengan dirinya serta adanya penanaman nilai budaya belajar bahasa

Hokkian oleh orangtua sejak kecil. Selain itu juga penggunaan bahasa Indonesia

dalam berkomunikasi menyebabkan mahasiswa etnis Tionghoa menjadi kurang memiliki kesempatan dan mengalami kesulitan untuk belajar bahasa Sunda. 3. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek

identitas budaya. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara identitas budaya Sunda dan Tionghoa, dukungan sosial yang diterima, persepsi akan identitas budaya yang sesuai dengan dirinya serta penanaman budaya Tionghoa yang kuat.


(34)

76

Universitas Kristen Maranatha 4. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek

aktivitas budaya. Hal ini berkaitan dengan jarak kultural antara kedua budaya dan persepsi mengenai aktivitas yang sesuai dengan dirinya.

5. Pada aspek aktivitas budaya juga terdapat penerapan strategi marjinalisasi pada mahasiswa etnis Tionghoa. Hal ini berkaitan dengan persepsi mengenai aktivitas yang berkaitan dengan Sunda dan Tionghoa tidak sesuai dengan dirinya serta tidak mendapatkan dukungan sosial yang positf ketika melakukan aktivitas budaya Sunda maupun Tionghoa.

6. Dalam hal makanan, mahasiswa etnis Tionghoa sama-sama sering mengonsumsi makanan khas Tionghoa maupun makanan khas Sunda. Hal tersebut disebabkan karena kedua jenis makanan tersebut mudah dijumpai di kota Bandung.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Ilmiah

1. Untuk peneliti-peneliti lain, dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan seberapa besar kontribusi faktor lama kontak budaya; jarak kultural; kualitas interaksi; dukungan sosial; persepsi; identitas budaya dan nilai-nilai tradisional; serta latihan dan pengalaman.

2. Untuk peneliti selanjutnya, dapat diteliti strategi akulturasi pada etnis Tionghoa dari daerah lain atau dari suku Tionghoa yang berbeda.


(35)

77

Universitas Kristen Maranatha 3. Untuk penelitian selanjutnya, membuat pertanyaan tambahan tentang

kemampuan bahasa Indonesia dalam data penunjang aspek kompetensi bahasa.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi Universitas ‘X’ hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai strategi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengarahan mahasiswa baru pada masa orientasi sehingga para mahasiswa mampu lebih terbuka menerima budaya Sunda namun tidak kehilangan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa atau menerapkan strategi integrasi.

2. Bagi mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi mengenai strategi akulturasi yang diterapkan oleh dirinya, diharapkan para mahasiswa dapat tetap melestarikan budaya mereka, mempertahankan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa dan lebih terbuka menerima budaya setempat.


(36)

78 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Berry, J W., Poortinga, Y. H., Segall, M. H., & Dasen, P. R. 1999. Psikologi

Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

--- 2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for

Beginners. Malaysia: Sage Production.

Riduwan, Rusyana A, dan Enas. 2011. Cara Mudah Belajar SPSS Versi 17.0 dan

Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sam, David L, & John W. B. 2006. The Cambridge Handbook of Acculturation

Psychology. New York: Cambridge University Press.

Santrock, John. W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup ed.

5. Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan: Perspektif

Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu

Kepolisian.

Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa; Kasus Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Usman, A. Rani. 2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ward, Colleen, Stephen B., and Adrian F. 2001. The Psychology of Culture Shock


(37)

79 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Birman, Dina. (dbirman@uic.edu). 27 November 2010. LIB Measure,

Acculturation. E-mail kepada Marshella Cen

(marshella_cen@yahoo.com)

--- 27 November 2010. Cultural Transitions in First-Generation Immigrants: Acculturation of Soviet Jewish refugee Adolescents and Parents. Journal

of Cross-Cultural Psychology, Vol.32 No. 4, july 2001 456-477. E-mail

kepada Marshella Cen (marshella_cen@yahoo.com)

Ezer, Eben. 2009. Studi Deskriptif Upacara Sacapme Dan Penggunaan Musik

Pada Sembahyang Malam Tahun Baru Gong Xi Fat Cai Di Vihara Pekong Kelurahan Polonia Dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Agama Budha Kota Medan. Skripsi (online). Medan: Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara.

Kartasasmita, Ginandjar. 29 Oktober 1996. Visi Pembangunan Pulau Jawa pada

Abad ke-21. (online) (http://www.ginandjar.com/public/08VisiPulauJawa.

pdf, diakses 5 Oktober 2010).

Kwartanada, Didi. 5 Juni 2004. Tionghoa dalam Dinamika Sejarah Indonesia

Modern: Refleksi Seorang Sejarawan Peranakan. (online).

(http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/6894, diakses 27 September 2010)

Revida, Erika. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina dengan Pribumi di Kota Medan Sumatera Utara. Jurnal Harmoni Social. (online). Volume I, No. 1. (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15293, diakses 27 September 2010).

Sasmita, Mamat. 22 September 2007. Membaca Orang Sunda. (online). (http://rumahbacabukusunda.blogspot.com/2007/09/membaca-orang-sunda.html, diakses 24 Juni 2011).

Sunangunungdjati. 2010. Tergerusnya Kebudayaan Sunda. (online).


(1)

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa :

a. Mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ’X’ ketika pindah ke Bandung akan mengalami kontak dengan budaya Sunda secara langsung.

b. Adanya kontak antara kedua budaya yang berbeda tersebut menyebabkan mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara harus menyesuaikan diri dengan budaya Sunda dengan cara melakukan strategi akulturasi.

c. Terdapat empat tipe strategi akulturasi yang dapat diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa dari Sumatera Utara di Universitas ’X’ Bandung yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan marjinalisasi.

d. Faktor eksternal yang memengaruhi penerapan strategi akulturasi yaitu kualitas interaksi, jarak kultural, dan dukungan sosial sedangkan faktor internal yang memengaruhi penerapan strategi akulturasi terdiri atas: persepsi, latihan dan pengalaman, nilai-nilai dan identitas budaya. e. Penerapan strategi akulturasi dapat terjadi pada aspek kompetensi

bahasa, identitas budaya dan aktivitas budaya. Penerapan strategi akulturasi mahasiswa untuk setiap aspek tersebut dapat sama, tetapi dapat juga berbeda-beda.


(2)

75 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Akulturasi terhadap 40 mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Strategi akulturasi yang diterapkan pada setiap aspek (kompetensi bahasa, identitas budaya, dan aktivitas budaya) adalah strategi separasi.

2. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek kompetensi bahasa. Hal ini berkaitan dengan adanya jarak kultural yang besar antara bahasa Hokkian dan bahasa Sunda, persepsi mengenai bahasa yang sesuai dengan dirinya serta adanya penanaman nilai budaya belajar bahasa Hokkian oleh orangtua sejak kecil. Selain itu juga penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi menyebabkan mahasiswa etnis Tionghoa menjadi kurang memiliki kesempatan dan mengalami kesulitan untuk belajar bahasa Sunda. 3. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek

identitas budaya. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara identitas budaya Sunda dan Tionghoa, dukungan sosial yang diterima, persepsi akan identitas budaya yang sesuai dengan dirinya serta penanaman budaya Tionghoa yang kuat.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

4. Para mahasiswa etnis Tionghoa menerapkan strategi separasi pada aspek aktivitas budaya. Hal ini berkaitan dengan jarak kultural antara kedua budaya dan persepsi mengenai aktivitas yang sesuai dengan dirinya.

5. Pada aspek aktivitas budaya juga terdapat penerapan strategi marjinalisasi pada mahasiswa etnis Tionghoa. Hal ini berkaitan dengan persepsi mengenai aktivitas yang berkaitan dengan Sunda dan Tionghoa tidak sesuai dengan dirinya serta tidak mendapatkan dukungan sosial yang positf ketika melakukan aktivitas budaya Sunda maupun Tionghoa.

6. Dalam hal makanan, mahasiswa etnis Tionghoa sama-sama sering mengonsumsi makanan khas Tionghoa maupun makanan khas Sunda. Hal tersebut disebabkan karena kedua jenis makanan tersebut mudah dijumpai di kota Bandung.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Ilmiah

1. Untuk peneliti-peneliti lain, dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan seberapa besar kontribusi faktor lama kontak budaya; jarak kultural; kualitas interaksi; dukungan sosial; persepsi; identitas budaya dan nilai-nilai tradisional; serta latihan dan pengalaman.

2. Untuk peneliti selanjutnya, dapat diteliti strategi akulturasi pada etnis Tionghoa dari daerah lain atau dari suku Tionghoa yang berbeda.


(4)

77

Universitas Kristen Maranatha

3. Untuk penelitian selanjutnya, membuat pertanyaan tambahan tentang kemampuan bahasa Indonesia dalam data penunjang aspek kompetensi bahasa.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi Universitas ‘X’ hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai strategi yang diterapkan oleh mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengarahan mahasiswa baru pada masa orientasi sehingga para mahasiswa mampu lebih terbuka menerima budaya Sunda namun tidak kehilangan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa atau menerapkan strategi integrasi.

2. Bagi mahasiswa etnis Tionghoa yang berasal dari Sumatera Utara di Universitas ‘X’ Bandung, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi mengenai strategi akulturasi yang diterapkan oleh dirinya, diharapkan para mahasiswa dapat tetap melestarikan budaya mereka, mempertahankan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa dan lebih terbuka menerima budaya setempat.


(5)

78 Universitas Kristen Maranatha

Berry, J W., Poortinga, Y. H., Segall, M. H., & Dasen, P. R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. --- 2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge:

Cambridge University Press.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for

Beginners. Malaysia: Sage Production.

Riduwan, Rusyana A, dan Enas. 2011. Cara Mudah Belajar SPSS Versi 17.0 dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sam, David L, & John W. B. 2006. The Cambridge Handbook of Acculturation Psychology. New York: Cambridge University Press.

Santrock, John. W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup ed. 5. Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.

Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa; Kasus Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Usman, A. Rani. 2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ward, Colleen, Stephen B., and Adrian F. 2001. The Psychology of Culture Shock 2nd. Canada: Routledge & Kegan Paul.


(6)

79 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Birman, Dina. (dbirman@uic.edu). 27 November 2010. LIB Measure,

Acculturation. E-mail kepada Marshella Cen

(marshella_cen@yahoo.com)

--- 27 November 2010. Cultural Transitions in First-Generation Immigrants: Acculturation of Soviet Jewish refugee Adolescents and Parents. Journal of Cross-Cultural Psychology, Vol.32 No. 4, july 2001 456-477. E-mail kepada Marshella Cen (marshella_cen@yahoo.com)

Ezer, Eben. 2009. Studi Deskriptif Upacara Sacapme Dan Penggunaan Musik Pada Sembahyang Malam Tahun Baru Gong Xi Fat Cai Di Vihara Pekong Kelurahan Polonia Dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Agama Budha Kota Medan. Skripsi (online). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Kartasasmita, Ginandjar. 29 Oktober 1996. Visi Pembangunan Pulau Jawa pada Abad ke-21. (online) (http://www.ginandjar.com/public/08VisiPulauJawa. pdf, diakses 5 Oktober 2010).

Kwartanada, Didi. 5 Juni 2004. Tionghoa dalam Dinamika Sejarah Indonesia

Modern: Refleksi Seorang Sejarawan Peranakan. (online).

(http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/6894, diakses 27 September 2010)

Revida, Erika. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina dengan Pribumi di Kota Medan Sumatera Utara. Jurnal Harmoni Social. (online). Volume I, No. 1. (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15293, diakses 27 September 2010).

Sasmita, Mamat. 22 September 2007. Membaca Orang Sunda. (online). (http://rumahbacabukusunda.blogspot.com/2007/09/membaca-orang-sunda.html, diakses 24 Juni 2011).

Sunangunungdjati. 2010. Tergerusnya Kebudayaan Sunda. (online).