Studi Deskriptif Mengenai Strategi Akulturasi Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Daerah Papua di Universitas "X" Bandung.

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 31 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dalam penelitian ini, akan digambarkan strategi akulturasi mahasiswa yang berasal dari daerah Papua pada aspek Kompetensi Bahasa, Identitas Budaya, dan Aktivitas Budaya.

Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari The Language, Identity, and Behavioral Acculturation Measure dari Birman & Trickett (2001) dan terdiri dari 50 item. Data diolah menggunakan program SPSS 13.0. berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Spearman dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh 44 item yang diterima, dengan validitas berkisar antara 0,302-0,709 dan reliabilitas sebesar 0,879.

Kesimpulan yang diperoleh adalah secara umum strategi akulturasi yang dominan dipilih pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Separasi; pada aspek Identitas Budaya adalah Separasi; dan pada aspek Aktivitas Budaya adalah Marginalisasi dan Separasi.terdapat perbedaan strategi yang dipilih oleh mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli dan kelompok Etnis Papua Asli pada aspek Aktivitas Budaya. Mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli memilih strategi marginalisasi, sedangkan mahasiswa pada kelompok Etnis Papua Asli memilih strategi separasi.

Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian deskriptif mengenai strategi akulturasi pada mahasiswa dari daerah yang lain dan dengan sampel yang lebih banyak sehingga hasil penelitian lebih luas.


(2)

ix Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research is an explorative studies concerning Acculturation strategies on students from Papua in “X” University Bandung. Sample in this research amounted to 31 students. This research used descriptive design, and will describe the acculturation strategies chosen by students who came from Papua on aspect of Language, Identity, dan Behavioral.

The instrument what being use to collect data adapted from questionnaire that was develop by Birman and Trickett (2001), it was called The Language, Identity,and Behavioral Acculturation Measure, that consist of 50 items. Data processed using SPSS 13.0. Based on the result validity by using Spearman and reliability test using Cronbach’s Alpha obtained 44 items received, with validity ranged from 0,302-0,709 and reliability 0,879.

From final result we can see that in generally the dominant acculturation strategy chosen by the students on aspect of language is Separation; on aspect of identity is Separation; and behavioral aspect are separation and marginalization. There are defferences in the strategies chosen by student in the group of Non Etnis Papua Asli dan Etnis Papua Asli on aspect of behavioral.Students from Non Etnis Papua Asli group choosing marginalization strategy, while students from Etnis Papua Asli group choose the strategy of separation.

Researcher propose suggestion for how to do descriptive research on acculturation strategies of student from other regions with much larger sample.


(3)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………...………..i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

KATAPENGANTAR ...v

ABSTRAK………...………..……viii ABSTRACT………...……….ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL………..………...xvi

DAFTAR BAGAN………...………...………….xvii

DAFTAR LAMPIRAN………..……xviii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 9


(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

1.4Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Ilmiah………....10

1.4.2 Kegunaan Praktis………...10

1.5Kerangka Pikir ... 11

1.6Asumsi Penelitian ... 18

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan ... 19

2.1.1 Definisi Kebudayaan... 19

2.1.2 Wujud Kebudayaan………... ... 19

2.2 Perilaku Sosial ... 21

2.2.1 Konteks Budaya… ... 21

2.2.2 Hal-hal Universal Dalam Perilaku Sosial... 21

2.3 Pewarisan Budaya... 23

2.4 Kontak Interkultural……….23

2.4.1. Kontak Outcomes………..……....23


(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

2.5.1 Definisi Akulturasi………....24

2.5.2 Aspek-aspek dalam Strategi Akulturas……….25

2.5.3 Jenis-Jenis Strategi Akulturasi……….……….25

2.5.3 Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Penerapan Strategi Akulturasi

………27

2.5.4 Faktor Internal yang Mempengaruhi Strategi Akulturasi…………29

2.5.5 Stres Akulturatif ...30

2.5.5.1 Batasan Stres Akulturatif ...30

2.5.5.2 Hubungan antara Strategi Akulturasi dan Stres Akulturasi ...31

2.6Papua ………...31

2.6.1 Sejarah Papua……….………31

2.6.2 Pengelompokan Masyarakat ……….………32

2.6.3 Bahasa………...………….36

2.6.4 Kebudayaan Masyarakat Papua………...…………..37

2.6.4.1 Budaya

tari-tarian……….…..37

2.6.4.2Budaya Terapan……….39

2.7Budaya Sunda Urban……….………...40


(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 46

3.2 Bagan Rancangan Penelitian………...46

3.3 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 47

3.3.1 Variabel Penelitian………....47

3.3.2 Definisi Operasional………..…47

3.4 Alat Ukur ...50

3.4.1. Alat Ukur Strategi Akulturasi ……….50

3.4.2 Sistem Penilaian ………...…52

3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang ………..….53

3.4.3.1 Data Pribadi ………...53

3.4.3.2 Data Penunjang………..53

3.5 Uji Coba Alat Ukur………. ...53

3.5.1 Validitas Alat Ukur ………..53

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur ………...54

3.6. Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ……….54

3.6.1 Populasi Sasaran ………...………...54


(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha

3.7 Teknik Analisis………55

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Responden Penelitian...57

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Tempat Lahir...57

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Suku...58

4.2Hasil Penelitian...59

4.2.1 Gambaran Kompetensi Bahasa...59

4.2.2 Gambaran Identitas Budaya...62

4.2.3 Gambaran Perilaku/Aktivitas Budaya...65

4.3Pembahasan………..67

4.3.1 Gambaran Kompetensi Bahasa………..67

4.3.2 Gambaran Identitas Budaya...72

4.3.3 Gambaran Perilaku/Aktivitas Budaya...77

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………....83

5.2 Saran………...84

5.2.1 Saran Ilmiah………...84

5.2.2 Saran Praktis………..84


(8)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN ………..87


(9)

xvi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur………51

Tabel 4.1 Gambaran Tempat Lahir………57

Tabel 4.2 Gambaran Suku………..58

Tabel 4.3 Gambaran Kompetensi Bahasa ……….59

Tabel 4.4 Gambaran Kompetensi Bahasa (Non Etnis Papua Asli)………60

Tabel 4.5 Gambaran Kompetensi Bahasa (Etnis Papua Asli)………61

Tabel 4.6 Gambaran Identitas Budaya ………..62

Tabel 4.7 Gambaran Identitas Budaya (Non Etnis Papua Asli)……….63

Tabel 4.8 Gambaran Identitas Budaya (Etnis Papua Asli)……….64

Tabel 4.9 Gambaran aktivitas Budaya ………..65

Tabel 4.10 Gambaran aktivitas Budaya (Non Etnis Papua Asli)………...66


(10)

xvii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran ……….17

Bagan 2.1 Proses Strategi Akulturasi ………28 Bagan 3.1 Prosedur Penelitian………...46


(11)

xviii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

 Validitas dan Reliabilitas

 Kuesioner The Language, Identity And Behavioral Acculturation Measure  Kuesioner Data Penunjang

 Skor Tinggi-Rendah Tiap Aspek

 Tabulasi Silang pada Kompetensi Bahasa Secara Umum

 Tabulasi Silang pada Kompetensi Bahasa Secara Spesifik (Non Etnis Papua Asli dan Etnis Papua Asli)

 Tabulasi Silang pada Identitas Budaya Secara Umum

 Tabulasi Silang pada Identitas Budaya Secara Spesifik (Non Etnis Papua Asli dan Etnis Papua Asli)

 Tabulasi Silang pada Aktivitas Budaya Secara Umum

 Tabulasi Silang pada Aktivitas Budaya Secara Spesifik (Non Etnis Papua Asli dan Etnis Papua Asli)


(12)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan. Berdasarkan data dari Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia pada tahun 2004, Indonesia terdiri dari 17. 504 pulau (wikipedia.com). Lima pulau diantaranya merupakan pulau besar, yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Indonesia juga terdiri dari berbagai daerah yang tentu saja memiliki budaya yang berbeda-beda, oleh karena itu Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan keberanekaragaman budaya. Daerah-daerah di Indonesia dibagi ke dalam 33 provinsi. Dua provinsi diantaranya berada di pulau Papua, yaitu provinsi Papua dan provinsi Papua Barat

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, Papua dikenal sebagai Netherland New Guinea. Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai provinsi Irian Barat sepanjang tahun 1969-1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya hingga tahun 2002. Pada tahun 2004, Papua dibagi menjadi 2 provinsi, bagian timur tetap memakai nama Papua, sedangkan bagian barat menjadi provinsi Papua Barat. Kata Papua berasal dari bahasa Melayu yang berarti rambut keriting, yang merupakan sebagian gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli. (exalted.blogspot.com).


(13)

2

Universitas Kristen Maranatha Walaupun dibagi kedalam dua provinsi, masyarakat Papua lebih dibedakan berdasarkan letak geografisnya, yaitu kawasan pesisir pantai yang didiami oleh masyarakat pantai atau yang biasa disebut dengan panggilan orang pantai dan daerah pegunungan yang didiami oleh masyarakat gunung atau yang biasa dipanggil dengan orang gunung atau masyarakat pedalaman (http://naningku.wordpress.com). Kebudayaan penduduk asli di daerah pedalaman kebanyakan masih asli atau tradisional dan sulit untuk dilepaskan dan sangat kuat pengaruhnya, sedangkan kebudayaan penduduk asli di daerah pantai sudah mengalami perubahan. Oleh karena kemudahan dalam transportasi maupun komunikasi, masyarakat pantai lebih cepat menerima pengaruh atau perubahan dari luar, dan dengan sendirinya ikut mempengaruhi kebudayaan penduduk daerah setempat (http://sudhew.wordpress.com).

Dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat pantai lebih maju dibandingkan dengan masyarakat gunung. Hal tersebut dikarenakan lebih terbukanya masyarakat pantai dengan pengaruh dan perubahan dari luar. Demikian pula dengan pendidikan, masyarakat pantai lebih terbuka sehingga banyak masyarakat pantai Papua yang merantau ke daerah Indonesia lainnya untuk menuntut pendidikan, salah satunya ke kota Bandung. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 10 mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Himpunan “Y”, yaitu perkumpulan mahasiswa Papua di Universitas “X”, diketahui bahwa alasan mereka memilih kota Bandung untuk menempuh pendidikan adalah karena adanya pandangan bahwa Bandung merupakan kota besar yang tidak terlalu padat, bising, dan berpolusi seperti Jakarta. Selain itu,


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha alasan mereka memilih kota Bandung karena kota tersebut direkomendasikan oleh mahasiswa-mahasiswa yang telah lebih dulu merantau ke luar Papua.

Bandung merupakan kota yang memiliki banyak pilihan bagi calon mahasiswa untuk menuntut ilmu. Berdasarkatan daftar perguruan tinggi swasta di lingkungan kopertis wilayah IV Jabar dan Banten, terdapat 135 perguruan tinggi swasta di Bandung (www.kopertis4.or.id), salah satunya yaitu Universitas “X” Bandung. Dari sekian banyak universitas swasta yang ada di kota Bandung, Universitas “X” Bandung merupakan universitas yang banyak menjadi pilihan generasi muda untuk menimba ilmu. Sejak berdiri pada tanggal 11 September 1965, Universitas “X” Bandung telah menghasilkan banyak sarjana yang berkualitas, yang telah mengabdikan ilmunya bagi bangsa dan negara. Sampai dengan tahun 2008 telah terdapat 7 fakultas dengan 23 program studi, serta program pascasarjana dengan tiga program studi, yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Psikologi, Fakultas Sastra, Fakultas Ekonomi, Fakultas Seni Rupa dan Desain, dan Fakultas Teknologi Informasi, serta Fakultas Program Ganda, yaitu Teknik Sipil dan Sistem Informasi (www.CariKampus.com).

Data Badan Administrasi Akademis (BAA) Universitas “X” Bandung menunjukan bahwa, dari 2726 mahasiswa baru pada tahun 2008 terdapat 0,69% mahasiswa yang berasal dari Papua dan meningkat menjadi 0,81% dari 2593 mahasiswa baru pada tahun 2009; sedangkan pada tahun 2010 jumlah mahasiswa yang berasal dari daerah Papua kembali menurun menjadi 0,71% dari 2120 mahasiswa baru. Berdasarkan data di atas, tentu saja mahasiswa yang berasal dari daerah Papua menjadi kaum minoritas. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua


(15)

4

Universitas Kristen Maranatha di Universitas “X” juga terdiri dari beberapa kriteria, yaitu mahasiswa yang kedua orang tuanya memiliki etnis Papua; mahasiswa yang bukan etnis Papua namun lahir dan besar di Papua; dan mahasiswa yang bukan etnis Papua dan tidak lahir di Papua, namun dibesarkan di Papua, walaupun demikian mereka menyatakan diri dan menghayati dirinya sebagai orang Papua, sehingga bersedia bergabung dalam

himpunan “Y”. Ketika menjadi mahasiswa di Universitas “X” Bandung,

mahasiswa yang berasal dari Papua tentunya akan memasuki budaya yang berbeda dari budaya asal daerahnya. Para mahasiswa tersebut akan berinteraksi dengan budaya setempat, yaitu budaya Sunda.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tisna Sanjaya, seorang tokoh pemerhati Sunda, budaya Sunda sekarang ini telah banyak yang terkikis oleh perkembangan industri. Nilai-nilai agama yang yang dahulu ditarik dalam berbagai peristiwa budaya, kini telah berkurang. Budaya gotong royong, saling mengunjungi, dan berkirim makanan kepada tetangga kini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Sunda. Walaupun demikian, karakteristik masyarakat Sunda yang ramah, sopan santun, dan terbuka masih terlihat. Hal ini juga dirasakan oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa yang berasal dari daerah Papua, mereka menganggap masyarakat Sunda ramah dan sopan terhadap orang yang sudah dikenal atau yang baru dikenal, sehingga mereka juga bersedia untuk berteman dekat dengan masyarakat atau mahasiswa Sunda.

Pada saat berinteraksi dengan budaya Sunda, akan terjadi pertemuan nilai-nilai, pandangan, dan gaya hidup para mahasiswa yang berasal dari daerah Papua


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha dengan masyarakat dengan budaya Sunda. Ketika memasuki budaya Sunda sebagai budaya yang baru, pada saat yang bersamaan mahasiswa yang berasal dari daerah Papua juga dituntut untuk beradaptasi secara kultural dengan budaya setempat. Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa yang berasal dari daerah Papua dapat melakukan kegiatan secara lebih efektif terutama apabila kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan masyarakat setempat, yaitu masyarakat Sunda.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 10 mahasiswa yang

tergabung dalam himpunan “Y”, yaitu perkumpulan mahasiswa yang berasal dari

daerah Papua, diketahui bahwa terdapat perbedaan ketika mereka melakukan kontak dan berinteraksi dengan budaya dan masyarakat Sunda dalam hal bahasa atau logat, pakaian, makanan, dan juga kegiatan atau kebiasaan. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua merasa bahwa bahasa yang digunakan dan nada bicara masyarakat setempat lebih halus, sedangkan nada dan logat Papua lebih keras, sehingga terkesan kasar ketika berbicara. Selain dalam bahasa, mahasiswa yang berasal dari daerah Papua merasa bahwa makanan Sunda lebih manis dibandingkan dengan makanan yang berasal dari Papua. Mereka juga menghayati adanya perbedaan dalam hal cara berpakaian, masyarakat setempat terutama wanita dihayati oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berpakaian lebih terbuka dibandingkan wanita-wanita di Papua. Pakaian yang digunakan oleh kaum pria masyarakat setempat juga memiliki perbedaan dengan yang digunakan oleh masyarakat Papua. Di Papua, kaum pria menggunakan celana yang lebar, yang mereka hayati sama dengan celana yang digunakan oleh penyanyi rap Negro,


(17)

6

Universitas Kristen Maranatha sedangkan mahasiswa yang berasal dari daerah Papua merasa celana yang digunakan oleh kaum pria di Bandung lebih sempit atau mengikuti bentuk kaki.

Perbedaan yang dihayati oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua terkait dengan kegiatan atau kebiasaan adalah ketika mereka berkumpul. Di Papua, ketika berkumpul biasanya mereka akan bernyanyi dan saling melontarkan cerita-cerita lucu yang biasa mereka sebut dengan “mob” (cerita lucu fiksi), sedangkan di Bandung, ketika berkumpul biasanya hanya sekedar mengobrol atau bercanda saja. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua juga merasa bahwa masyarakat Sunda lebih lambat dan santai ketika melakukan sesuatu, berbeda dengan masyarakat Papua yang lebih cepat dan terkesan tergesa-gesa.

Ketika individu yang melakukan kontak dan interaksi dengan budaya lain mengalami kesulitan, maka individu tersebut akan melakukan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap budaya yang bersangkutan. Akulturasi dapat membantu mahasiswa yang berasal dari daerah Papua untuk membaur dan beradaptasi dengan budaya Sunda, termasuk dalam hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu bahasa atau logat, cara berpakaian, makanan, dan kegiatan atau kebiasaan. Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Menurut Prof. Stroink (dalam Berry, 1999), akulturasi adalah proses dimana individu mengadopsi suatu kebudayaan baru, termasuk juga mengasimilasikan dalam praktek, kebiasaan-kebiasaan, dan nilai-nilai.


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha Cara-cara individu atau kelompok yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat setempat disebut dengan Strategi Akulturasi (Berry dkk., 1989). Terdapat empat strategi akulturasi, yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan marginalisasi. Ketika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang mengalami akulturasi tidak ingin memelihara budaya dan jati dirinya dan melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat setempat, yaitu budaya Sunda, maka ia disebut menggunakan strategi asimilasi. Ketika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua ingin mengukuhkan budaya asalnya dan menghindari interaksi dengan budaya Sunda, maka ia menggunakan strategi separasi. Ketika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua memiliki minat terhadap keduanya, yaitu melakukan interaksi dengan budaya Sunda tetapi tetap memelihara budaya asalnya, maka ia disebut menggunakan strategi integrasi. Ketika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang berakulturasi memiliki minat yang kecil untuk melakukan interaksi dengan budaya dan masyarakat Sunda tetapi ia juga memiliki minat yang kecil untuk memelihara budaya asalnya, maka strategi yang digunakan adalah marginalisasi.

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 mahasiswa

yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung, diketahui 100%

mahasiswa yang berasal dari daerah Papua tetap menghayati dirinya sebagai orang Papua atau bagian dari budaya Papua dan tidak merasa menjadi orang Sunda walaupun sekarang berada di Bandung, hal tersebut merupakan aplikasi dari strategi separasi pada aspek Identitas Budaya. Pada aspek Kompetensi Bahasa, 10% mahasiswa yang berasal dari daerah Papua sama sekali tidak ingin


(19)

8

Universitas Kristen Maranatha mempelajari bahasa Sunda, hal ini merupakan aplikasi strategi separasi; 80% mahasiswa yang berasal dari daerah Papua mengkombinasikan bahasa atau logat asalnya, yaitu Papua dengan bahasa Sunda, hal ini merupakan aplikasi strategi integrasi; dan 10% mahasiswa yang berasal dari daerah Papua ingin selalu menggunakan bahasa Sunda, hal ini adalah apikasi strategi asimilasi. Pada aspek Aktivitas Budaya, 20% tidak peduli dan tidak ingin mengikuti cara berpakaian masyarakat Sunda, dan tidak menyukai makanan selain makanan daerahnya, sehingga hal yang dilakukan adalah lebih sering memakan ikan yang mereka hayati lebih sesuai dengan selera karena merupakan salah satu makanan utama di Papua, hal-hal tersebut merupakan aplikasi dari strategi separasi. Sebanyak 80% memadupadankan cara berpakaiannya dengan dengan cara berpakaian masyarakat Sunda, yaitu dengan tidak menggunakan celana yang terlalu lebar, dan menyukai makanan Sunda, tetapi tetap menyukai makanan daerah asalnya, hal ini merupakan aplikasi dari strategi integrasi.

Setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda ketika melakukan akulturasi dengan budaya setempat, demikian pula dengan mahasiswa yang berasal dari Papua. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung.


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empiris mengenai strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

 Untuk memperoleh gambaran mengenai strategi akulturasi yang dipilih oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung pada aspek Kompetensi Bahasa, Identitas Budaya, dan Aktivitas Budaya.  Untuk memperoleh gambaran mengenai strategi akulturasi yang dipilih oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung beserta faktor-faktor yang mengambarkannya.

 Untuk memperoleh gambaran perbedaan strategi akulturasi yang mungkin ada dari kelompok Non Etnis Papua Asli dan kelompok Etnis Papua Asli pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung.


(21)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

 Memberikan informasi kepada ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial mengenai strategi akulturasi yang dipilih oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung.

 Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian mengenai strategi akulturasi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung mengenai strategi akulturasi yang dipilih, diharapkan mereka dapat mempertahankan atau mengembangkan strategi akulturasi yang lebih efektif dalam berinteraksi dengan budaya setempat, yaitu Sunda.

 Memberikan informasi kepada Universitas yang bersangkutan mengenai strategi akulturasi yang dipilih mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pengarahan mahasiswa baru terutama yang berasal dari daerah Papua pada masa orientasi.


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir

Perkembangan kognitif mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berada pada tahap formal operasional. Pada tahap tersebut, mahasiswa yang berasal dari daerah Papua merencanakan dan membuat hipotesis mengenai masalah-masalah yang dihadapinya termasuk pada saat mereka menjadi kaum minoritas, bertemu dengan budaya yang berbeda dengan budaya asal mereka, dan dituntut untuk melakukan kontak dengan budaya setempat dalam hal ini adalah budaya Sunda. Hal tersebut mendorong terjadinya proses akulturasi. Kemampuan kognitif pada tahap formal oprasional juga membantu mahasiswa yang berasal dari daerah Papua memilih strategi untuk beradaptasi dengan budaya setempat dan sudah mampu mengantisipasi kemungkinan dan konsekuensi yang mungkin terjadi atas strategi akulturasi yang mereka pilih. Akulturasi adalah proses dimana individu mengadopsi suatu kebudayaan baru, termasuk juga mengasimilasikan dalam praktek, kebiasaan-kebiasaan, dan nilai-nilai (Proft. Stroink, dalam Berry, 1999).

Menurut Berry dan Kim, akulturasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pra-kontak, kontak, konflik, krisis, dan adaptasi. Pada tahap kontak, mahasiswa yang berasal dari daerah Papua akan berinteraksi secara langsung dengan budaya Sunda. Pengenalan terhadap budaya Sunda memungkinkan munculnya konflik pada diri mahasiswa yang berasal dari daerah Papua. Birman dan Tricket’s (www.questia.com) membagi aspek-aspek yang mengalami akulturasi ke dalam tiga kelompok, yaitu kompetensi bahasa, identitas dan perilaku atau aktivitas budaya. Kompetensi bahasa adalah kemampuan individu untuk mengerti dan menggunakan bahasa asalnya dan bahasa setempat, yaitu bahasa Sunda baik


(23)

12

Universitas Kristen Maranatha secara lisan maupun tulisan. Identitas budaya adalah penghayatan diri individu sebagai bagian dari suatu budaya dan menganggap positif hal tersebut. Perilaku atau aktivitas budaya adalah keterlibatan seseorang dalam melakukan perilaku atau kegiatan yang berhubungan dengan budaya tertentu seperti penggunaan bahasa, hiburan, musik dan makanan. Jika interaksi kedua budaya ini terus berlanjut, maka konflik pada aspek-aspek tersebut akan berubah menjadi krisis. Menurut Oberg (dalam Ward, bochner, dan Furnham, 2001), rata-rata krisis yang dialami akan berhenti dalam waktu 6 bulan sampai 1,5 tahun. Krisis yang dialami mahasiswa yang berasal dari daerah Papua adalah kesulitan untuk memahami, mempelajari, dan menggunakan bahasa Sunda; dan kesulitan untuk mencari makanan daerah asal mereka. Bila mahasiswa yang berasal dari daerah Papua ingin agar krisis berhenti maka mereka harus beradaptasi dengan budaya setempat, yaitu budaya Sunda dengan cara menerapkan suatu strategi akulturasi.

Strategi akulturasi adalah cara-cara individu atau kelompok yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat setempat (Berry dkk., 1989). Terdapat empat strategi akulturasi yang dapat digunakan oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua, yaitu asimilasi, separasi, integrasi, dan marginalisasi. Asimilasi terjadi ketika individu-individu yang dalam kelompok yang mengalami akulturasi dalam hal ini adalah mahasiswa yang berasal dari daerah Papua tidak ingin memelihara budaya asli dan jati dirinya serta melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat setempat. Separasi terjadi ketika internalisasi values dan tradisi budaya aslinya sangat kuat ditanamkan oleh generasi sebelumnya dan suatu keinginan menghindari interaksi dengan masyarakat setempat. Dalam strategi ini,


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha individu atau mahasiswa yang berasal dari daerah Papua cenderung mempertahankan budaya aslinya dengan cara tetap menjalankan values dan tradisi budayanya. Strategi lain yang dapat digunakan adalah integrasi, yaitu suatu minat untuk mempertahankan budaya aslinya sekaligus minat untuk melakukan interaksi dengan masyarakat setempat. Keberanekaragaman budaya yang ada mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan perbedaan yang ada. Strategi terakhir yang dapat digunakan oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua untuk beradaptasi dengan budaya Sunda adalah marginalisasi, yaitu minat kecil untuk melestarikan budaya aslinya (kadang karena alasan kehilangan budaya yang menjadi sandaran) dan sedikit minat untuk melakukan interaksi dengan masyarakat setempat (kadang karena alasan diskriminasi atau pengucilan). Strategi marginalisasi ini akan digunakan oleh individu atau dalam hal ini adalah mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang kehilangan identitas budayanya.

Colleeen Ward (2001) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah Papua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor dari lingkungan yang mempengaruhi penerapan strategi akulturasi, yaitu lama kontak budaya, jarak kultural, kualitas interaksi intra (dengan sesama mahasiswa yang berasal dari daerah Papua) dan inter-group (dengan masyarakat setempat, yaitu masyarakat Sunda), dan dukungan sosial.

Lama kontak budaya, semakin lama kontak budaya, maka semakin tinggi pengenalan individu terhadap budaya dominan. Jarak kultural, semakin budaya yang terlibat memiliki banyak kemiripan atau jarak kultural yang semakin kecil,


(25)

14

Universitas Kristen Maranatha maka semakin besar kemungkinan mahasiswa yang berasal dari daerah Papua menerima budaya setempat, yaitu budaya Sunda. Semakin budaya yang terlibat memiliki sedikit kemiripan atau jarak kultural yang besar, maka semakin kecil kemungkinan mahasiswa yang berasal dari daerah Papua menerima budaya Sunda. Kualitas intra dan inter-group yang memiliki kualitas yang baik memiliki kemungkinan yang besar untuk diterapkannya integrasi. Jika kualitas intra-group (sesama mahasiswa yang berasal dari daerah Papua) baik dan inter-group (masyarakat Sunda) kurang baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya separasi. Jika kualitas intra-group kurang baik dan kualitas inter-group baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya asimilasi. Jika kualitas intra dan inter-group kurang baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya marginalisasi.

Dukungan sosial, jika dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan budaya asal individu yaitu Papua dan lingkungan Sunda sama-sama baik, semakin besar diterapkanya Integrasi. Jika dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan budaya Papua baik tetapi lingkungan budaya Sunda kurang baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya separasi. Jika dukungan sosial yang diberikan lingkungan budaya Papua kurang baik tetapi dukungan lingkungan budaya Sunda baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya integrasi. Jika dukungan lingkungan budaya Papua dan lingkungan budaya Sunda sama-sama tidak baik, maka semakin besar kemungkinan diterapkannya marginalisasi.

Terdapat juga beberapa faktor dalam diri individu yang dapat mempengaruhi strategi akulturasi, yaitu persepsi, identitas budaya dan nilai-nilai


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha tradisional, dan latihan dan pengalaman. Persepsi, jika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua mempersepsi bahwa budaya yang berada dalam dirinya dan budaya Sunda sesuai dengan dirinya, maka kemungkinan besar mahasiswa yang berasal dari daerah Papua akan melakukan integrasi. Jika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua mempersepsi budaya yang berada dalam dirinya lebih sesuai dibandingkan dengan budaya Sunda, maka kemungkinan besar akan melakukan separasi. Jika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua mempersepsi budaya Sunda lebih sesuai dibandingkan budaya yang ada dalam dirinya, maka kemungkinan besar akan melakukan asimilasi. Jika mahasiswa yang berasal dari daerah Papua mempersepsi budaya yang ada dalam dirinya dan budaya Sunda sama-sama tidak sesuai dengan dirinya, maka kemungkinan besar akan melakukan marginalisasi.

Identitas budaya dan nilai tradisional, semakin kuat penanaman nilai-nilai dari orangtua akan semakin memperkuat identitas budaya yang dimiliki oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua. Akhirnya mahasiswa yang berasal dari daerah Papua akan cenderung mempertahankan budaya aslinya sehingga akan menyebabkan diterapkannya separasi. Latihan dan pengalaman, semakin terlatih mahasiswa yang berasal dari daerah Papua dalam menghadapi budaya yang berbeda dengan budaya asalnya, semakin mempermudah mereka untuk menerima budaya Sunda. Semakin banyak pengalaman positif yang didapat dari berinteraksi dengan budaya Sunda, semakin besar kemungkinan mahasiswa yang berasal dari daerah Papua menerima budaya Sunda.


(27)

16

Universitas Kristen Maranatha Mahasiswa yang berasal dari derah Papua akan menggunakan strategi akulturasi yang mungkin berbeda-beda pada setiap aspek. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang sama sekali tidak ingin mempelajari bahasa Sunda, tidak peduli dan tidak ingin mengikuti cara berpakaian masyarakat Sunda, tidak menyukai makanan selain makanan daerahnya, sehingga hal yang dilakukan adalah lebih sering memakan ikan yang mereka hayati lebih sesuai dengan selera karena merupakan salah satu makanan utama di Papua, dan tetap menghayati dirinya sebagai orang Papua atau bagian dari budaya Papua dan tidak merasa menjadi orang Sunda walaupun sekarang berada di Bandung, mengaplikasikan bentuk dari strategi separasi. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang mengkombinasikan bahasa atau logat asalnya, yaitu Papua dengan bahasa Sunda, memadupadankan cara berpakaiannya dengan dengan cara berpakaian masyarakat Sunda, yaitu dengan tidak menggunakan celana yang terlalu lebar, dan menyukai makanan Sunda, tetapi tetap menyukai makanan daerahnya, mengaplikasikan bentuk dari strategi integrasi. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua yang ingin selalu menggunakan bahasa Sunda, mengaplikasikan aplikasi dari strategi asimilasi.


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Strategi Akulturasi Budaya Faktor Eksternal

- Lama kontak budaya

- Kualitas interaksi

- Jarak kultural

- Dukungan sosial

Faktor Internal

- Persepsi

- Identitas dan nilai-nilai budaya

- Pengalaman dan latihan Integrasi Separasi Asimilasi Perkembangan kognitif: Formal Operasional Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas

’X’ Bandung Kontak dengan budaya Sunda Urban Kompetensi Bahasa Identitas Budaya Aktivitas/Perilaku Budaya Asimilasi Separasi Separasi Asimilasi Integrasi Marjinalisasi Marjinalisasi Integrasi Marjinalisasi


(29)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

1. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung

sebagai kaum minoritas dituntut untuk melakukan kontak dengan budaya setempat, yaitu budaya Sunda, sehingga mendorong terjadinya proses akulturasi.

2. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berupaya mengenali budaya Sunda dalam aspek bahasa, identitas, dan aktivitas budaya, dan menemukan perbedaan yang mencolok dalam bahasa yang digunakan, makanan, dan cara berpakaian.

3. Strategi akulturasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berbeda-beda, yaitu asimilasi, integrasi, separasi, atau marginalisasi.

4. Strategi akulturasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal yang terdiri dari: Lama Kontak Budaya, Kualitas Interaksi, Jarak Kultural, dan Dukungan sosial; dan faktor internal yang terdiri dari: Persepsi, Identitas dan Nilai-nilai Budaya, serta Pengalaman dan Latihan.


(30)

83 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai “Strategi Akulturasi pada Mahasiswa yang berasal dari Daerah Papua di Universitas ”X” Bandung”, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Strategi akulturasi yang dominan dipilih oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Separasi, pada aspek Identitas Budaya adalah Separasi, dan pada aspek Aktivitas Budaya adalah Marginalisasi.

2. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi separasi pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi pada intra-group, Persepsi, dan Dukungan sosial.

3. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi separasi pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi pada intra-group, Persepsi, dan Dukungan sosial.

4. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi marginalisasi pada aspek Aktivitas Budaya adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi, Latihan dan Pengalaman, dan Identitas budaya dan nilai-nilai tradisional.

5. Terdapat perbedaan strategi yang dipilih oleh mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli dan kelompok Etnis Papua Asli pada aspek


(31)

84

Universitas Kristen Maranatha Aktivitas Budaya. Mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli memilih strategi marginalisasi, sedangkan mahasiswa pada kelompok Etnis Papua Asli memilih strategi separasi.

5.2Saran

5.2.1 Saran Ilmiah

 Bagi peneliti selanjutnya, karena adanya keterbatasan sampel pada penelitian ini, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat memperbanyak jumlah sampel sehingga gambaran hasil penelitian lebih luas.

 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan menghitung signifikansi pengaruh dari setiap faktor terhadap strategi akulturasi yang digunakan.

 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi mahasiswa yang berasal dari daerah Papua, khususnya bagi mahasiswa yang hendak berkuliah di Universitas “X” Bandung, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi mengenai strategi akulturasi yang dipilih, diharapkan mereka dapat mengembangkan strategi akulturasi yang lebih efektif dalam berinteraksi dengan budaya setempat, yaitu Sunda.


(32)

85

Universitas Kristen Maranatha  Bagi Universitas “X” melalui MSDC hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk program orientasi mahasiswa baru terutama yang berasal dari daerah Papua.


(33)

86 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Berry, John W., Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

--- 2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Allyn and Bacon.

Guilford ,J.P. 1979. Psychometric Methods. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Hidayah, Zulyani. 1997. Ensiklopedi: Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

--- 1994. Irian Jaya : Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step guide for beginners. Malaysia: Sage Production.

Santrock, John W. (1998). Developmental Psychology, 7th ed. Boston: Mc Graw Hill.

Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.

Ward, C. Bochner, & Furham, A. 2001. The Psychology of Culture Shock, USA and Canada: Routledge.


(34)

87 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Adi. 2010. Profil Geografis dan topografi Suku-suku yang ada di Papua. Portal Berita Tanah Airku Papua. (http://www.papuabaratnews.com, diakses Oktober 2010).

Birman, Dina. (dbirman@uic.edu). 27 November 2010. LIB Measure,

Acculturation. E-mail kepada Marshella Cen (marshella_cen@yahoo.com)

Pogau, Oktovianus. 2008. Lunturnya Budaya Papua di Era Globalisasi. (Online). (http://naningku.wordpress.com, diakses September 2010).

2008. Sekilas tentang Papua.( http://sudhew.wordpress.com, diakses Oktober 2010)

2010. Kebudayaan Papua di Indonesia. Cyber Net. (Online).

(http://exaltedx.blogspot.com, diakses September 2010).

2010. Geografis dan Topografi Suku-suku yang Ada di Papua. (Online). (http://www.papuabaratnews.com, diakses Oktober 2010).


(1)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

1. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua di Universitas “X” Bandung sebagai kaum minoritas dituntut untuk melakukan kontak dengan budaya setempat, yaitu budaya Sunda, sehingga mendorong terjadinya proses akulturasi.

2. Mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berupaya mengenali budaya Sunda dalam aspek bahasa, identitas, dan aktivitas budaya, dan menemukan perbedaan yang mencolok dalam bahasa yang digunakan, makanan, dan cara berpakaian.

3. Strategi akulturasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua berbeda-beda, yaitu asimilasi, integrasi, separasi, atau marginalisasi.

4. Strategi akulturasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal yang terdiri dari: Lama Kontak Budaya, Kualitas Interaksi, Jarak Kultural, dan Dukungan sosial; dan faktor internal yang terdiri dari: Persepsi, Identitas dan Nilai-nilai Budaya, serta Pengalaman dan Latihan.


(2)

83 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai “Strategi Akulturasi pada Mahasiswa yang

berasal dari Daerah Papua di Universitas ”X” Bandung”, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Strategi akulturasi yang dominan dipilih oleh mahasiswa yang berasal dari daerah Papua pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Separasi, pada aspek Identitas Budaya adalah Separasi, dan pada aspek Aktivitas Budaya adalah Marginalisasi.

2. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi separasi pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi pada

intra-group, Persepsi, dan Dukungan sosial.

3. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi separasi pada aspek Kompetensi Bahasa adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi pada

intra-group, Persepsi, dan Dukungan sosial.

4. Faktor-faktor yang menggambarkan penerapan strategi marginalisasi pada aspek Aktivitas Budaya adalah Jarak kultural, Kualitas interaksi, Latihan dan Pengalaman, dan Identitas budaya dan nilai-nilai tradisional.

5. Terdapat perbedaan strategi yang dipilih oleh mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli dan kelompok Etnis Papua Asli pada aspek


(3)

84

Universitas Kristen Maranatha

Aktivitas Budaya. Mahasiswa pada kelompok Non Etnis Papua Asli memilih strategi marginalisasi, sedangkan mahasiswa pada kelompok Etnis Papua Asli memilih strategi separasi.

5.2Saran

5.2.1 Saran Ilmiah

 Bagi peneliti selanjutnya, karena adanya keterbatasan sampel pada penelitian ini, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat memperbanyak jumlah sampel sehingga gambaran hasil penelitian lebih luas.

 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan menghitung signifikansi pengaruh dari setiap faktor terhadap strategi akulturasi yang digunakan.

 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap strategi akulturasi pada mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi mahasiswa yang berasal dari daerah Papua, khususnya bagi mahasiswa yang hendak berkuliah di Universitas “X” Bandung, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi mengenai strategi akulturasi yang dipilih, diharapkan mereka dapat mengembangkan strategi akulturasi yang lebih efektif dalam berinteraksi dengan budaya setempat, yaitu Sunda.


(4)

85

Universitas Kristen Maranatha  Bagi Universitas “X” melalui MSDC hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk program orientasi mahasiswa baru terutama yang berasal dari daerah Papua.


(5)

86 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Berry, John W., Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

--- 2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Allyn

and Bacon.

Guilford ,J.P. 1979. Psychometric Methods. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Hidayah, Zulyani. 1997. Ensiklopedi: Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

--- 1994. Irian Jaya : Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step guide for beginners. Malaysia: Sage Production.

Santrock, John W. (1998). Developmental Psychology, 7th ed. Boston: Mc Graw Hill.

Suparlan, Parsudi. 2004. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan: Perspektif

Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu

Kepolisian.

Ward, C. Bochner, & Furham, A. 2001. The Psychology of Culture Shock, USA and Canada: Routledge.


(6)

87 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Adi. 2010. Profil Geografis dan topografi Suku-suku yang ada di Papua. Portal Berita Tanah Airku Papua. (http://www.papuabaratnews.com, diakses Oktober 2010).

Birman, Dina. (dbirman@uic.edu). 27 November 2010. LIB Measure,

Acculturation. E-mail kepada Marshella Cen (marshella_cen@yahoo.com)

Pogau, Oktovianus. 2008. Lunturnya Budaya Papua di Era Globalisasi. (Online). (http://naningku.wordpress.com, diakses September 2010).

2008. Sekilas tentang Papua.( http://sudhew.wordpress.com, diakses Oktober 2010)

2010. Kebudayaan Papua di Indonesia. Cyber Net. (Online).

(http://exaltedx.blogspot.com, diakses September 2010).

2010. Geografis dan Topografi Suku-suku yang Ada di Papua. (Online). (http://www.papuabaratnews.com, diakses Oktober 2010).