Analisis Penggunaan Activity-Based Costing (ABC) System Sebagai Metode Perhitungan Kos dan Tarif Jasa Karaoke (Studi Kasus pada Karaoke X).
x Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
Product cost is an important information in making decision to product pricing. Direct material, direct labor, and factory overhead are element product cost.
Assigning the right overhead cost will improve the accuracy of product cost. Reversely, inaccurate information causes the price of not compete competitively. In calcutating of service cost, Karaoke X does not counted service cost so the writer tries to assigned overhead cost directly to product using allocation based on arbitrary, which cause inaccurate result. Using Acitivity-Based Costing System, overhead cost calculation is more accurate because resources consumption by activity is assigned to product using activity driver. In this research, writer conducts calculating towards cost object such as rental rates (small, medium, large, deluxe, VIP, and VVIP).
According to research result, it is known that product cost calculation by conventional costing towards rental rates to the 6 types of rooms, which amounted Rp 42.234,09 respectively. Instead, using Activity-Based Costing system are Rp 13.010, Rp 12.926,05, Rp 20.872,69, Rp 27.011,28, Rp 54.542,52, and Rp 49.123,64 respectively. From that information, the service cost difference of all cost object are Rp 29.224,09, Rp 29.317,04, Rp 21.361,40, Rp 15.211,81, Rp 12.218,43, and Rp 6.889,55, which means small, medium, large and deluxe types are overcost 69,20%, 69,42%, 50,58%, 36,02% and VIP and VVIP types are undercost 28,93% and 16,31% using Activiyt-Based Costing system. As a result, it can be concluded that the ABC needs to be applied by Karaoke X because it can help improve the accurace of the calculation of service cost for tariff determination in Karaoke X.
Key words: product cost, overhead cost, ABC system
(2)
xi Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
Kos produk merupakan informasi penting dalam pengambilan keputusan harga jual produk/jasa. Bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead merupakan elemen-elemen kos produk.
Pelekatan kos overhead yang tepat akan meningkatkan akurasi kos produk. Sebaliknya, ketidakakuratan informasi menyebabkan harga jual tidak bersaing kompetitif. Dalam perhitungan kos jasa, Karaoke X tidak menghitung kos jasa sehingga penulis mencoba melekatkan kos overhead secara langsung ke produk dengan cara alokasi berbasis arbitrer, akan tetapi hasilnya tidak akurat. Menggunakan Activity Based Costing (ABC), perhitungan kos overhead menjadi lebih akurat karena sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dilekatkan ke jasa menggunakan activity driver. Dalam penelitian ini, penulis melakukan perhitungan terhadap cost object berupa tarif ruang sewa (small, medium, large, deluxe, VIP, VVIP).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa perhitungan kos jasa berdasar conventional costing menghasilkan tarif sewa ruang terhadap 6 jenis ruangan, yaitu masing-masing sebesar Rp 42.234,09. Sedangkan menggunakan Activity-Based Costing (ABC), yaitu Rp 13.010, Rp 12.926,05, Rp 20.872,69, Rp 27.011,28, Rp 54.542,52, dan Rp 49.123,64. Dari informasi tersebut, diketahui selisih kos jasa untuk seluruh kos ruang tersebut, adalah sebesar Rp 29.224,09, Rp 29.317,04, Rp 21.361,40, Rp 15.211,81, Rp 12.218,43, dan Rp 6.889,55, sehingga ruang small, medium, large dan deluxe mengalami overcost sebesar 69,20%, 69,42%, 50,58%, 36,02% dan ruang VIP dan VVIP mengalami undercost sebesar 28,93% dan 16,31% bila menggunakan Activity-Based Costing. Sebagai hasil, dapat disimpulkan bahwa ABC perlu diterapkan karena dapat membantu meningkatkan akurasi perhitungan kos jasa untuk penentuan tarif di Karaoke X.
(3)
xii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRACT ... x
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Biaya, Biaya Produksi, dan Biaya non-Produksi ... 8
(4)
xiii Universitas Kristen Maranatha
2.1.1 Biaya ... 8
2.1.1.1 Pengertian Biaya ... 8
2.1.1.2 Klasifikasi Biaya ... 10
2.2 Kos Jasa ... 19
2.2.1 Pengertian Jasa ... 20
2.2.2 Pengertian dan Tujuan Penetapan Kos ... 20
2.2.3 Unsur-Unsur Kos ... 21
2.2.4 Saat Penetapan Kos ... 22
2.3 Sistem Pembebanan Biaya ... 25
2.3.1 Sistem Biaya Konvensional ... 25
2.3.1.1 Pengertian Sistem Biaya Konvensional ... 25
2.3.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Biaya Konvensional ... 27
2.3.2 Activity-Based Costing System ... 28
2.3.2.1 Pengertian Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas .. 29
2.3.2.2 Pemicu Kos (Cost Driver) ... 35
2.3.2.2.1 Klasifikasi Pemicu Kos ... 36
2.3.2.2.1.1 Pemicu Kos Terkait Sumber Daya ... 36
2.3.2.2.2 Pemicu Kos Terkait Aktivitas ... 36
(5)
xiv Universitas Kristen Maranatha
2.3.2.2.1.2.2 Pemicu Kos Aktivitas ... 39
2.3.2.2.1.2.3 Pemilihan Pemicu Kos Aktivitas ... 40
2.3.2.3 Prosedur Pembebanan Menurut Activity-Based Costing ... 42
2.3.2.4 Penerapan Activity-Based Costing di Industri Jasa ... 43
2.3.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Activity-Based Costing ... 46
2.4 Harga Jual Produk ... 50
2.4.1 Short-Run Pricing Decision ... 50
2.4.2 Long-Run Pricing Decision ... 51
2.5 Hubungan Perhitungan Kos Jasa Dengan ABC dan Penentuan Tarif ... 52
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metoda Penelitian ... 54
3.1.1 Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.1.2 Langkah-Langkah Penelitian ... 55
3.2 Objek Penelitian ... 59
(6)
xv Universitas Kristen Maranatha
3.2.2 Sejarah dan Gambaran Umum Perusahaan ... 59
3.2.3 Kegiatan Operasi Perusahaan ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Biaya-Biaya yang Terjadi di Karaoke X ... 62
4.2 Perhitungan Kos dan Penentuan Tarif yang dilakukan oleh Karaoke X ... 71
4.2.1 Pengelompokkan Biaya di Karaoke X ... 71
4.2.2 Sistem Perhitungan Kos di Karaoke X ... 74
4.2.3 Sistem Penentuan Tarif di Karaoke X ... 78
4.3 Perhitungan Kos dan Penentuan Tarif Dengan Menggunakan Activity-Based Costing ... 79
4.3.1 Aktivitas dan Kelompok Aktivitas di Karaoke X ... 80
4.3.2 Pembebanan Biaya Secara Langsung ke Aktivitas dan Pemikul Biaya ... 84
4.3.3 Assignment Kos ke Kelompok Aktivitas ... 93
4.3.4 Assignment Aktivitas Sekunder ke Aktivitas Primer ... 116
4.3.5 Perhitungan Activity Rates ... 119
4.3.6 Assignment Kos ke Pemikul Biaya Dengan Activity Rates dan Ukuran Aktivitas ... 121
4.4 Perbandingan Kos dan Penentuan Tarif yang Dilakukan Perusahaan dan Menggunakan Activity Based Costing ... 127
(7)
xvi Universitas Kristen Maranatha
4.5 Peranan ABC Sebagai Alat Bantu Manajemen Dalam Mengevaluasi
Perhitungan Kos Jasa Untuk Penentuan Tarif Pada Karaoke X ... 132
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 135
5.2 Saran ... 137
DAFTAR PUSTAKA ... 140
LAMPIRAN ... 142
(8)
xvii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tabel Penelitian dan Analisis Data ... 55
Tabel 4.1 Biaya-biaya yang terjadi di Karaoke X Tahun 2011 ... 69
Tabel 4.2 Biaya-Biaya Karaoke X yang Relevan Dalam Perhitungan Kos Jasa Selama Tahun 2011 Menurut Penulis ... 72
Tabel 4.3 Kos Jasa Tahun 2011 Menurut Karaoke X ... 76
Tabel 4.4 Pembagian Aktivitas Ke Kelompok Aktivitas ... 83
Tabel 4.5 Assignment Langsung Biaya Penyusutan Peralatan ... 87
Tabel 4.6 Assignment Langsung Biaya Pemeliharaan Gedung Karaoke ... 88
Tabel 4.7 Rekapitulasi Pembebanan Biaya Secara Langsung Ke Aktivitas ... 90
Tabel 4.8 Rekapitulasi Pembebanan Biaya Secara Langsung Pada Jasa ... 92
Tabel 4.9 Assignment Kos Gaji dan Tunjangan Karyawan ... 100
Tabel 4.10 Assignment Kos Gaji dan Tunjangan Mekanik ... 101
Tabel 4.11 Assignment Kos Gaji dan Tunjangan Bag. Keamanan dan House-Keeping ... 102
Tabel 4.12 Assignment Kos Listrik ... 103
Tabel 4.13 Assignment Kos Majalah, Internet, TV Kabel ... 104
Tabel 4.14 Assignment Kos Keperluan Rumah Tangga ... 105
Tabel 4.15 Assignment Kos Kebersihan Lingkungan ... 105
(9)
xviii Universitas Kristen Maranatha
Tabel 4.17 Assignment Kos Pemeliharaan Gedung ... 107
Tabel 4.18 Assignment Kos Penyusutan Peralatan ... 108
Tabel 4.19 Assignment Kos Penyusutan Pra-Operasional ... 109
Tabel 4.20 Assignment Kos Asuransi ... 110
Tabel 4.21 Assignment Kos Penyusutan Gedung ... 111
Tabel 4.22 Assignment Kos Kendaraan ... 112
Tabel 4.23 Assignment Kos Lain-Lain ... 112
Tabel 4.24 Rekapitulasi Assignment Kos Tidak Langsung ke Kelompok Aktivitas di Karaoke X ... 113
Tabel 4.25 Assignment Kelompok Aktivitas G dan Kelompok Aktivitas H ... 118
Tabel 4.26 Perhitungan Tarif Aktivitas ... 120
Tabel 4.27 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 4 Orang ... 122
Tabel 4.28 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 6 Orang ... 122
Tabel 4.29 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 8 Orang ... 123
Tabel 4.30 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 15 Orang ... 123
Tabel 4.31 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 25 Orang ... 124
Tabel 4.32 Assignment Kos Aktivitas Untuk Ruang Kapasitas 30 Orang ... 124
Tabel 4.33 Perhitungan Kos Jasa ... 125
Tabel 4.34 Perhitungan Kapasitas Menganggur... 126
Tabel 4.35 Perhitungan Tarif Jasa Per Jam ... 127
Tabel 4.36 Perbandingan Kos Jasa Per Jam ... 128
(10)
xix Universitas Kristen Maranatha
(11)
xx Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Cost Measurement System ... 24
Gambar 1 Sistem Biaya Konvensional ... 26
Gambar 2 Sistem Biaya Berdasarkan Aktivitas ... 35
Gambar 3 Tingkatan Aktivitas ABC ... 38
(12)
xxi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
(13)
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kos adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan membawa manfaat sekarang atau di masa depan bagi organisasi (Mulyadi, 2003;4). Atau lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa kos produk adalah jumlah pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan dalam pengolahan bahan baku hingga menjadi produk jadi. Penentuan kos produk yang tidak tepat akan mempengaruhi kelangsungan dan tujuan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penetapan kos produk secara akurat sangat penting bagi manajemen perusahaan.
Meningkatkan keakuratan dalam penghitungan kos produk maka, secara otomatis akan menghasilkan informasi yang berkualitas sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang lebih baik dan tepat, misalnya untuk penentuan harga jual produk. Hongren, Foster dan Datar (2006:25) menyatakan bahwa kos produk dapat digolongkan menjadi kos langsung (direct cost) dan kos tidak langsung (indirect cost). Bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead merupakan faktor-faktor yang membentuk kos produk. Masalah keakuratan penghitungan kos muncul ketika menghitung indirect cost, sedangkan untuk direct cost tidak masalah karena dapat dibebankan langsung kepada produk. Maka dari itu, kos overhead yang akan menjadi fokus utama pembahasan.
(14)
BAB I PENDAHULUAN 2
Universitas Kristen Maranatha
Pembebanan konsumsi sumber daya ke aktivitas dilakukan melalui tiga cara yaitu direct tracing, resource driver tracing dan allocation. Direct tracing merupakan metode pembebanan biaya secara langsung ke produk atau jasa. Resource driver tracing merupakan metode pembebanan biaya yang menggunakan basis yang menunjukkan hubungan sebab-akibat antara konsumsi sumber daya dan aktivitas, sedangkan metode allocation membebankan biaya ke aktivitas melalui basis yang bersifat sembarang. Dari ketiga cara assignment tersebut, yang paling akurat tentu saja direct tracing tetapi apabila membandingkan antara resource driver tracing dan allocation maka, resource driver tracing lebih akurat bila dibandingkan dengan allocation.
Pada sistem biaya tradisional, perhitungan kos produk didasarkan pada asumsi bahwa produk yang menyebabkan timbulnya biaya. Pada sistem ini, kos overhead diasumsikan proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi, sehingga kos overhead dialokasikan ke produk menggunakan dasar alokasi seperti jam kerja langsung atau jam mesin langsung yang merupakan single driver ataupun multi driver yang berkaitan dengan ekuivalen unit (volume related driver). Akan tetapi fakta seringkali membuktikan bahwa banyak sumber daya atau kos-kos yang timbul dari aktivitas-aktivitas yang tidak berkaitan dengan ekuivalen unit atau volume produksi (non-related volume unit). Sistem biaya tradisional di desain untuk perusahaan manufaktur dan hanya berfokus ke biaya produksi. Dengan demikian, sistem tradisional dirasakan sudah relevan dengan kondisi perusahaan yang semakin berkembang.
(15)
BAB I PENDAHULUAN 3
Universitas Kristen Maranatha
Beberapa ahli menyatakan bahwa pendekatan kos overhead dengan sistem tradisional tidak lagi akurat. Guan, Hansen dan Mowen (2009:90-91) menyatakan sedikitnya ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut, yaitu:
“At least two major factors can impair the ability of the unit-based plantwide
and departemental rates to assign overhead cost accurately: (1) the proportion of non-unit-related overhead costs to total overhead costs is large, and (2) the degree of product diversity is large.”
Perhitungan kos produk dengan sistem tradisional/konvensional memberikan informasi kos yang terdistorsi. Distorsi muncul karena adanya ketidakakuratan sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan kos, pembuatan keputusan, perencanaan dan pengendalian. Ketidakakuratan tersebut disebabkan adanya asumsi bahwa pemakaian sumber daya overhead berkaitan dengan unit yang diproduksi. Akan tetapi, mungkin saja terdapat aktivitas yang tidak berkaitan dengan jumlah unit yaitu aktivitas-aktivitas yang tidak dilakukan tiap kali suatu unit diproduksi. Distorsi juga mengakibatkan undercost/overcost terhadap produk (Hongren, 2006:161).
Agar informasi yang dihasilkan lebih akurat, maka perhitungan kos overhead perlu dilakukan dengan metode Activity Based Costing (ABC) yang menelusuri kos overhead ke berbagai aktivitas karena menurut sistem Activity Based Costing aktivitas yang membuat biaya timbul. Hilton (2008:145) mendefinisikan sistem ABC sebagai berikut:
“Activity-Based Costing is a costing method that first assigns cost to
activities and then to goods and services based on how much each good or service uses the activities.”
(16)
BAB I PENDAHULUAN 4
Universitas Kristen Maranatha
Activity Based Costing (ABC) didesain untuk berbagai tipe perusahaan dan menggunakan aktivitas sebagai basis untuk mengukur, mengklasifikasikan, mencatat, dan menyediakan data biaya. Activity Based Costing (ABC) mengakui bahwa banyak kos-kos lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output. Oleh karena itu, metode Activity Based Costing (ABC) dapat memberikan informasi yang lebih akurat sehingga dapat memperbaiki kualitas pembuatan keputusan.
Melihat pentingnya akurasi penghitungan kos produk, penulis memilih
bidang usaha jasa yaitu Karaoke “X” sebagai objek penelitian. Karaoke “X” ini
merupakan organisasi jasa yang bergerak dalam bidang usaha sewa ruang karaoke. Dalam penentuan tarif sewa ruang karaoke sejauh ini perusahaan tidak melakukan perhitungan kos akan tetapi hanya dengan melihat kondisi yang terjadi di pasaran saja. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk memberikan solusi bagi perusahaan dalam perhitungan kos jasa yang lebih akurat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih luas mengenai aplikasi activity-based costing dalam perusahaan untuk mengetahui keakuratan sistem pelekatan kos, dengan judul “Analisis Penggunaan Activity Based Costing (ABC) System Sebagai Metode Perhitungan Kos dan
(17)
BAB I PENDAHULUAN 5
Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah
Keakuratan kos produk dirasa sangat penting bagi manajemen perusahaan sebagai informasi dasar dalam pengambilan keputusan. Selama ini karaoke “X” tidak melakukan perhitungan kos. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC), yang melekatkan cost resources sesuai tingkat konsumsi setiap aktivitas kemudian melekatkan kos aktivitas tersebut ke cost object. Dengan demikian, perusahaan diharapkan mampu mengambil keputusan bisnis yang lebih baik, misalnya penentuan tarif jasa sewa ruang karaoke yang tepat dan relevan, sehingga berdampak positif pada kelangsungan dan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan-permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut terkait penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan sistem dan teknik perhitungan kos jasa di Karaoke “X” selama ini?
2. Bagaimana sistem perhitungan kos jasa di Karaoke “X” dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC)?
3. Bagaimanakah hasil perbandingan kos jasa antara sistem konvensional dengan sistem Activity Based Costing (ABC) yang akan diterapkan di Karaoke “X” sehingga dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan mengenai penentuan tarif jasa sewa ruang karaoke?
(18)
BAB I PENDAHULUAN 6
Universitas Kristen Maranatha 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan maka, penelitian ini dilakukan agar melalui informasi yang diperoleh, penulis dapat memberikan jawaban atas masalah-masalah yang telah dikemukakan, yaitu untuk:
1. Mendeskripsikan teknik dan cara penentuan kos jasa yang selama ini
diterapkan di Karaoke “X”, mencari kelemahan dari sistem tersebut, serta
solusi untuk mencapai keakuratan kos jasa.
2. Untuk mengetahui perhitungan kos jasa serta mengaplikasikan model dan sistem Activity Based Costing (ABC) di Karaoke “X” sebagai bentuk evaluasi dari sistem sebelumnya.
3. Untuk membandingkan perhitungan kos jasa antara sistem konvensional dengan sistem Activity Based Costing (ABC) yang akan diterapkan di
Karaoke “X” sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan
manajemen perusahaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi perusahaan
Melalui penelitian ini diharapkan perusahaan dapat menghitung kos jasa lebih akurat. Dengan penghitungan kos jasa yang lebih akurat sehingga pengambilan keputusan diharapkan dapat lebih baik dan membantu dalam pengembangan perusahaan.
(19)
BAB I PENDAHULUAN 7
Universitas Kristen Maranatha
2. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai praktik yang terjadi di lapangan dengan teori yang sudah dipelajari selama perkuliahan. Dengan demikian, penulis dapat memberi saran dan masukan bagi manajer perusahaan untuk mengevaluasi perhitungan kos jasa sehingga pengambilan keputusan dapat menguntungkan bagi perusahaan.
3. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang Activity Based Costing dan memberikan gambaran tentang perhitungan Activity Based Costing pada perusahaan jasa secara nyata.
(20)
135 Universitas Kristen Maranatha
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada perusahaan Karaoke X, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Karaoke X tidak melakukan perhitungan terhadap kos jasa sehingga dalam penentuan tarif jasa penyewaan ruang tidak berdasarkan perhitungan melainkan hanya berdasar pada kondisi di pasaran.
2. Karaoke X hanya mengelompokkan biaya menjadi dua, yaitu biaya pembelian barang dan biaya operasional. Pengelompokkan biaya dengan cara seperti ini kurang tepat karena perusahaan memasukkan biaya yang tidak berkaitan dengan jasa penyewaan ruang untuk menentukan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk jasa penyewaan ruang oleh karaoke X.
3. Hasil perhitungan kos jasa menurut penulis dengan conventional costing adalah Rp 42.234,09 untuk seluruh tipe ruangan. Metoda ini meng-assign kos jasa tidak langsung dengan dasar jam ruang disewa saja, dengan kata lain kos jasa tidak langsung yang ada dibagi secara merata pada setiap ruang yang ada. Pada kenyataaannya tidak semua kos berubah secara proporsional dengan jam ruang disewa. Ada beberapa kos yang tidak dipengaruhi oleh jam ruang disewa, tetapi
(21)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 136
Universitas Kristen Maranatha
dipengaruhi oleh aktivitas/ kepentingannya, misalnya biaya keperluan rumah tangga, dan sebagainya. Sehingga apabila perusahaan menggunakan conventional costing menjadi kurang akurat karena tidak dapat mencerminkan konsumsi sumber daya yang sebenarnya diserap oleh suatu produk/jasa.
4. Perhitungan kos jasa berdasarkan metoda activity based costing memperlihatkan perbedaan dengan perhitungan kos produk berdasarkan conventional costing. Menurut ABC, kos jasa untuk ruangan small : Rp 13.010, medium : Rp 12.926,05, large : Rp 20.872,69, deluxe : Rp 27.022,28, VIP : Rp 54.452,52, VVIP : Rp 49.123, 64
5. Perbedaan kos jasa berdasarkan conventional costing dan activity based costing untuk ruang small adalah sebesar Rp 29.224,09, ruang medium adalah sebesar Rp 29.317,04, ruang large adalah Rp 21.361,40, ruang deluxe adalah sebesar Rp 15.211,81. Selama ini ruang small, medium, large dan deluxe dianggap mengkonsumsi sumber daya lebih besar dari yang sebenarnya (overcosted). Sedangkan untuk ruang VIP adalah sebesar Rp 12.218,43 dan ruang VVIP adalah sebesar Rp 6.889,55 justru dianggap mengkonsumsi sumber daya lebih rendah dari yang sebenarnya (undercosted). Hal ini dikarenakan ruang tersebut menuntut aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang tinggi. Assignment kos produksi tidak langsung secara merata akhirnya dapat menimbulkan terjadinya overcosted and undercosted pada seluruh produk/jasa.
6. Pembebanan biaya tidak langsung dengan menggunakan activity-based costing system dapat menghasilkan perhitungan kos dan tarif yang berbeda dibandingkan
(22)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 137
Universitas Kristen Maranatha
yang telah ditetapkan perusahaan maupun yang penulis hitung. Perhitungan kos jasa menggunakan activity-based costing system dapat memperlakukan biaya tidak langsung dengan tepat, sehingga menghasilkan perhitungan kos yang tepat pula. Dengan perhitungan kos jasa yang tepat dan penetapan mark-up yang tepat, perusahaan dapat menetapkan tarif jasa dengan tepat.
7. Kelemahan dalam penelitian ini adalah penulis meng-assign hampir seluruh kos-kos yang ada kepada aktivitas dengan metode allocation sehingga keakuratan penelitian ini tidak dapat dimaksimalkan, karena untuk mengaplikasikan metoda Activity-Based Costing (ABC) yang baik dan benar memerlukan banyak waktu dan biaya yang cukup besar.
Hasil perhitungan kos jasa yang lebih akurat melalui ABC dapat membantu manajemen mengambil keputusan penentuan tarif dengan lebih akurat. Melalui hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ABC berguna sebagai alat bantu manajemen untuk menghasilkan perhitungan kos jasa yang akurat sebagai dasar penentuan tarif jasa penyewaan ruang.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah penulis uraikan sebelumnya, penulis mencoba memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat. Adapun saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Dasar alokasi yang digunakan sebaiknya adalah dasar alokasi yang memicu pertambahan biaya. Perusahaan sebaiknya memilih dasar alokasi dengan kriteria
(23)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 138
Universitas Kristen Maranatha
cause and effect agar biaya dapat dibebankan ke jasa penyewaan ruang sesuai dengan jumlah yang dikonsumsinya.
2. Untuk menghasilkan perhitungan kos jasa yang tepat, sebaiknya perusahaan menggunakan activity-based costing system dalam membebankan biaya tidak langsung pada produknya. Perhitungan kos jasa yang tepat mengacu pada perhitungan tarif sewa yang tepat juga. Dengan penetapan tarif yang tepat, perusahaan dapat bersaing dengan kompetitornya sehingga dapat terus mempertahankan dan mengembangkan usahanya.
3. Jika Karaoke X akan menerapkan sistem biaya berdasarkan aktivitas, harus mempertimbangkan keuntungan yang didapat jika dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan karena dalam menerapkan sistem biaya berdasarkan aktivitas membutuhkan keterlibatan para pekerja yang membutuhkan pelatihan khusus agar dapat memahami mengenai sistem biaya berdasarkan aktivitas. 4. Melalui penelitian, ditemukan bahwa manajemen belum mengelola kapasitas
menganggur dari jasa penyewaan ruang karaoke. Tingkat kapasitas menganggur dari jasa penyewaan ruang berkisar dari 61,77% - 83,23%. Tingkat kapasitas menganggur yang cukup tinggi tersebut perlu diwaspadai supaya Karaoke X dapat mencapai break even point untuk menutup biaya yang terjadi. Pembebanan dengan dasar allocation jam ruang disewa aktual tidak tepat digunakan ketika terdapat kapasitas. Kapasitas aktual yang menjadi dasar allocation dari biaya tidak langsung lebih kecil dari practical capacity. Hal ini menyebabkan biaya dibebankan lebih besar dari yang seharusnya atau terjadi overcosted. Bila hal ini
(24)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 139
Universitas Kristen Maranatha
dibiarkan akan terjadi death spiral, yaitu penurunan penjualan yang berakibat pada semakin besarnya biaya yang dibebankan ke jasa penyewaan ruang. Oleh karena itu manajemen perusahaan sebaiknya mempertimbangkan, mengelola, dan mengawasi tingkat kapasitas menganggur dari jasa penyewaan ruang. Salah satunya adalah dengan menyusun strategi penjualan untuk meningkatkan tingkat pemakaian kapasitas yang ada. Strategi penjualan misalnya : pemberian diskon pada jam-jam tertentu, penambahan aktivitas promosi, peningkatan kualitas pelayanan dari pegawai, peningkatan kualitas jasa, dan lain sebagainya.
5. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengamati aktivitas perusahaan dengan lebih teliti agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dari penelitian sebelumnya.
(25)
140 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, A. A, dan Robert S. Kaplan. (1998). Edisi 4. Advanced Management Accounting. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Atkinson, A.A., Robert S. Kaplan, S. Mark Young.(2004). Edisi 4. Management Accounting. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Blocer, E. J., Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin. (2002). Edisi 2. Cost Management: A Strategic Emphasis. New York: McGraw-Hill Co., Inc. Cooper, R., dan Robert S. Kaplan. (1999). Edisi 2. The Design of Cost Management
Systems. New Jersey: Prentince-Hall, Inc.
Cooper, R., dan Robert S. Kaplan. (1997). Cost and Effect: Using Integrated Cost Systems to Drive Profitability and Performance. Boston: Harvard Business School Press.
Fitzsimmons, J. A., dan Mona J. Fitzsimmons. (2004). Edisi 4. Service Management: Operations, Strategy, and Information Technology. New York: McGraw-Hill Co., Inc.
Garrison, R. H., Eric W. Noreen, dan Peter C., Brewer. (2008). Edisi 11. Managerial Accounting. New York: Mc Graw-Hill Co., Inc.
Hammer, L. H., William K. Carter, dan Milton F. Usry. (2002). Edisi 12. Cost Accoutning. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Hansen, D. R., dan Maryanne M. Mowen. (2005). Edisi 7. Management Accounting. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Hicks, D. T., (1999). Edisi 2. Activity-Based Costing: Making It Work for Small and Mid-Sized Companies. New York: John Willey & Sons, Inc.
Hilton, R. W., Michael W. Maher, dan Frank H. Selto. (2003). Edisi 2. Cost Management: Strategies for Business Decisions. New York: McGraw-Hill Co., Inc.
Horngren, C. T., Gary L. Sundem, William O. Stratton. (2005). Edisi 13. Introduction to Management Accounting. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Horngren, C. T., Srikant M. Datar, George Foster, Madhav Rajan, dan Chris Ittner.
(2009). Edisi 13. Cost Accounting: A Managerial Emphasis. New Jersey: Pearson Education, Inc.
(26)
DAFTAR PUSTAKA 141
Universitas Kristen Maranatha
Mulyadi. (1999). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media.
Zimmerman, J. L. (2003). Edisi 4. Accounting for Decision Making and Control. New York: McGraw-Hill Co., Inc.
(1)
dipengaruhi oleh aktivitas/ kepentingannya, misalnya biaya keperluan rumah tangga, dan sebagainya. Sehingga apabila perusahaan menggunakan conventional
costing menjadi kurang akurat karena tidak dapat mencerminkan konsumsi sumber
daya yang sebenarnya diserap oleh suatu produk/jasa.
4. Perhitungan kos jasa berdasarkan metoda activity based costing memperlihatkan perbedaan dengan perhitungan kos produk berdasarkan conventional costing. Menurut ABC, kos jasa untuk ruangan small : Rp 13.010, medium : Rp 12.926,05,
large : Rp 20.872,69, deluxe : Rp 27.022,28, VIP : Rp 54.452,52, VVIP : Rp
49.123, 64
5. Perbedaan kos jasa berdasarkan conventional costing dan activity based costing untuk ruang small adalah sebesar Rp 29.224,09, ruang medium adalah sebesar Rp 29.317,04, ruang large adalah Rp 21.361,40, ruang deluxe adalah sebesar Rp 15.211,81. Selama ini ruang small, medium, large dan deluxe dianggap mengkonsumsi sumber daya lebih besar dari yang sebenarnya (overcosted). Sedangkan untuk ruang VIP adalah sebesar Rp 12.218,43 dan ruang VVIP adalah sebesar Rp 6.889,55 justru dianggap mengkonsumsi sumber daya lebih rendah dari yang sebenarnya (undercosted). Hal ini dikarenakan ruang tersebut menuntut aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang tinggi. Assignment kos produksi tidak langsung secara merata akhirnya dapat menimbulkan terjadinya overcosted and undercosted pada seluruh produk/jasa.
6. Pembebanan biaya tidak langsung dengan menggunakan activity-based costing
(2)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 137
Universitas Kristen Maranatha yang telah ditetapkan perusahaan maupun yang penulis hitung. Perhitungan kos jasa menggunakan activity-based costing system dapat memperlakukan biaya tidak langsung dengan tepat, sehingga menghasilkan perhitungan kos yang tepat pula. Dengan perhitungan kos jasa yang tepat dan penetapan mark-up yang tepat, perusahaan dapat menetapkan tarif jasa dengan tepat.
7. Kelemahan dalam penelitian ini adalah penulis meng-assign hampir seluruh kos-kos yang ada kepada aktivitas dengan metode allocation sehingga keakuratan penelitian ini tidak dapat dimaksimalkan, karena untuk mengaplikasikan metoda
Activity-Based Costing (ABC) yang baik dan benar memerlukan banyak waktu dan biaya
yang cukup besar.
Hasil perhitungan kos jasa yang lebih akurat melalui ABC dapat membantu manajemen mengambil keputusan penentuan tarif dengan lebih akurat. Melalui hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ABC berguna sebagai alat bantu manajemen untuk menghasilkan perhitungan kos jasa yang akurat sebagai dasar penentuan tarif jasa penyewaan ruang.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah penulis uraikan sebelumnya, penulis mencoba memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat. Adapun saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Dasar alokasi yang digunakan sebaiknya adalah dasar alokasi yang memicu pertambahan biaya. Perusahaan sebaiknya memilih dasar alokasi dengan kriteria
(3)
cause and effect agar biaya dapat dibebankan ke jasa penyewaan ruang sesuai
dengan jumlah yang dikonsumsinya.
2. Untuk menghasilkan perhitungan kos jasa yang tepat, sebaiknya perusahaan menggunakan activity-based costing system dalam membebankan biaya tidak langsung pada produknya. Perhitungan kos jasa yang tepat mengacu pada perhitungan tarif sewa yang tepat juga. Dengan penetapan tarif yang tepat, perusahaan dapat bersaing dengan kompetitornya sehingga dapat terus mempertahankan dan mengembangkan usahanya.
3. Jika Karaoke X akan menerapkan sistem biaya berdasarkan aktivitas, harus mempertimbangkan keuntungan yang didapat jika dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan karena dalam menerapkan sistem biaya berdasarkan aktivitas membutuhkan keterlibatan para pekerja yang membutuhkan pelatihan khusus agar dapat memahami mengenai sistem biaya berdasarkan aktivitas. 4. Melalui penelitian, ditemukan bahwa manajemen belum mengelola kapasitas
menganggur dari jasa penyewaan ruang karaoke. Tingkat kapasitas menganggur dari jasa penyewaan ruang berkisar dari 61,77% - 83,23%. Tingkat kapasitas menganggur yang cukup tinggi tersebut perlu diwaspadai supaya Karaoke X dapat mencapai break even point untuk menutup biaya yang terjadi. Pembebanan dengan dasar allocation jam ruang disewa aktual tidak tepat digunakan ketika terdapat kapasitas. Kapasitas aktual yang menjadi dasar allocation dari biaya tidak langsung lebih kecil dari practical capacity. Hal ini menyebabkan biaya dibebankan lebih besar dari yang seharusnya atau terjadi overcosted. Bila hal ini
(4)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 139
Universitas Kristen Maranatha dibiarkan akan terjadi death spiral, yaitu penurunan penjualan yang berakibat pada semakin besarnya biaya yang dibebankan ke jasa penyewaan ruang. Oleh karena itu manajemen perusahaan sebaiknya mempertimbangkan, mengelola, dan mengawasi tingkat kapasitas menganggur dari jasa penyewaan ruang. Salah satunya adalah dengan menyusun strategi penjualan untuk meningkatkan tingkat pemakaian kapasitas yang ada. Strategi penjualan misalnya : pemberian diskon pada jam-jam tertentu, penambahan aktivitas promosi, peningkatan kualitas pelayanan dari pegawai, peningkatan kualitas jasa, dan lain sebagainya.
5. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengamati aktivitas perusahaan dengan lebih teliti agar hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dari penelitian sebelumnya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, A. A, dan Robert S. Kaplan. (1998). Edisi 4. Advanced Management
Accounting. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Atkinson, A.A., Robert S. Kaplan, S. Mark Young.(2004). Edisi 4. Management
Accounting. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.
Blocer, E. J., Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin. (2002). Edisi 2. Cost
Management: A Strategic Emphasis. New York: McGraw-Hill Co., Inc.
Cooper, R., dan Robert S. Kaplan. (1999). Edisi 2. The Design of Cost Management
Systems. New Jersey: Prentince-Hall, Inc.
Cooper, R., dan Robert S. Kaplan. (1997). Cost and Effect: Using Integrated Cost
Systems to Drive Profitability and Performance. Boston: Harvard Business
School Press.
Fitzsimmons, J. A., dan Mona J. Fitzsimmons. (2004). Edisi 4. Service Management:
Operations, Strategy, and Information Technology. New York: McGraw-Hill
Co., Inc.
Garrison, R. H., Eric W. Noreen, dan Peter C., Brewer. (2008). Edisi 11. Managerial
Accounting. New York: Mc Graw-Hill Co., Inc.
Hammer, L. H., William K. Carter, dan Milton F. Usry. (2002). Edisi 12. Cost
Accoutning. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Hansen, D. R., dan Maryanne M. Mowen. (2005). Edisi 7. Management Accounting. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Hicks, D. T., (1999). Edisi 2. Activity-Based Costing: Making It Work for Small and
Mid-Sized Companies. New York: John Willey & Sons, Inc.
Hilton, R. W., Michael W. Maher, dan Frank H. Selto. (2003). Edisi 2. Cost
Management: Strategies for Business Decisions. New York: McGraw-Hill
Co., Inc.
Horngren, C. T., Gary L. Sundem, William O. Stratton. (2005). Edisi 13.
Introduction to Management Accounting. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Horngren, C. T., Srikant M. Datar, George Foster, Madhav Rajan, dan Chris Ittner. (2009). Edisi 13. Cost Accounting: A Managerial Emphasis. New Jersey: Pearson Education, Inc.
(6)
DAFTAR PUSTAKA 141
Universitas Kristen Maranatha Mulyadi. (1999). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media.
Zimmerman, J. L. (2003). Edisi 4. Accounting for Decision Making and Control. New York: McGraw-Hill Co., Inc.