Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan Kulit Manggis Terhadap Kadar ICAM-1 Serum Mencit Yang Diinokulasi Plasmodium berghei.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN KULIT MANGGIS TERHADAP KADAR ICAM-1 SERUM MENCIT YANG DIINOKULASI

Plasmodium berghei

Zaneth Sugiri, 2014 Pembimbing I: Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes.

Pembimbing II: Khie Khiong, dr., S.Si, M.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., PA(K).

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk di Indonesia. ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) memiliki peranan yang penting dalam patogenesis malaria serebral yang berkorelasi dengan radikal bebas. Saat ini sudah banyak terjadi resistensi terhadap berbagai obat antimalaria sehingga digunakan ACT (Artemisinin based Combination Therapy) yang menghasilkan radikal bebas. Oleh sebab itu diperlukan zat yang menangkal radikal bebas yaitu kulit buah manggis yang mengandung xanthone sebagai antioksidan kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai fraksi heksan kulit manggis dalam menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

Penelitian bersifat eksperimental laboratorium sungguhan dengan rancangan acak lengkap (RAL), menggunakan 24 mencit jantan galur DDY yang dibagi dalam 6 kelompok (n=4) secara acak, masing-masing kelompok mendapat perlakuan: kontrol akuades tidak diinokulasi Plasmodium berghei dan diberi 0,1 mL akuades, sedangkan 5 kelompok lain diinokulasi Plasmodium berghei intraperitoneal kemudian masing-masing diberi perlakuan per oral 0,1 mL akuades (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), 2,5 mg fraksi heksan kulit manggis (H1), 0,5 mg fraksi heksan kulit manggis (H2) dan 0,1 mg fraksi heksan kulit manggis (H3). Setelah diberi perlakuan selama 3 hari, pada hari ke-4 seluruh mencit diterminasi, kemudian diukur kadar ICAM-1 serum menggunakan metode ELISA. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan Tukey HSD dengan derajat kemaknaan  = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar ICAM-1 serum pada kelompok perlakuan fraksi heksan kulit manggis lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,01). Simpulan penelitian ini adalah fraksi heksan kulit manggis dapat menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

THE EFFECT OF HEXANE FRACTION OF MANGOSTEEN’S PERICARPS

TOWARDS ICAM-1 SERUM LEVELS IN Plasmodium berghei-INOCULATED MICE

Zaneth Sugiri, 2014 1st Supervisor : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes.

2nd Supervisor: Khie Khiong, dr., S.Si, M.Si., M.Pharm. Sc., Ph.D., PA(K).

Malaria is one of infectious disease that remains as one of public health problems in the world including in Indonesia. ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) has important role in the pathogenesis of cerebral malaria that has corelation with free radicals. Nowdays we have had a lot going on resistance to various antimalarial drugs, therefore current therapy for malaria is the ACT (Artemisinin-based Combination Therapy) that generates free radicals. Therefore

it is required substances that counteract free radicals which is mangosteen’s

pericarps that containing xanthone as a powerful antioxidant. The aim of this

research was to evaluate the hexane fraction of mangosteen’s pericarps in lowering ICAM-1 serum levels in Plasmodium berghei-inoculated mice.

The research’s method was true experimental laboratory research, using 24 male DDY mice were randomly divided into 6 groups (n=4), each group received treatment: the aquadest control group is not inoculated by Plasmodium berghei and given 0,1 mL aquadest, while the other 5 groups are inoculated by Plasmodium berghei intra-peritoneal and given treatment orally 0,1 mL aquadest (negative control), 0,1 mg artemisinin (positive control), 2,5 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H1), 0,5 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H2), and 0,1 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H3). After treatment for 3 days, on the 4th day the entire mice is terminated, then measured ICAM-1 serum levels using ELISA method. All data were analyzed using One Way Analysis Test Of Variance (ANOVA) and Tukey HSD with significance levels

based on the value of α ≤ 0.05.

The results showed that the mean of ICAM-1 serum levels in the treatment group of hexane fraction from mangosteen group was lower than the negative control group (p<0.01). Conclusion of this research was that the hexane fraction

of mangosteen’s pericarps could decrease ICAM-1 serum levels in Plasmodium berghei-inoculated mice.

Keywords : malaria, artemisinin, hexane fraction of mangosteen’s pericarps, ICAM-1


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 4

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.5Kerangka Pemikiran ... 4

1.6Hipotesis Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria ... 7

2.1.1 Definisi dan Etiologi Malaria ... 7

2.1.2 Cara Penularan Malaria ... 7

2.1.3 Epidemiologi Malaria... 8

2.1.4 Siklus Hidup Plasmodium ... 8

2.1.4.1 Siklus Aseksual ... 9

2.1.4.2 Siklus Seksual ... 11

2.1.5 Patogenesis Malaria ... 12


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

2.1.7 Diagnosis Malaria ... 17

2.1.8 Pencegahan Malaria ... 19

2.1.9 Penatalaksaaan Malaria ... 20

2.2 Artemisinin ... 21

2.3 Kulit Buah Manggis ... 23

2.4 ICAM-1 ... 27

2.5 Plasmodium berghei... 29

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat, Bahan, Subjek, Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

3.1.1 Alat Penelitian ... 31

3.1.2 Bahan Penelitian... 32

3.1.3 Subjek Penelitian ... 32

3.1.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Metode Penelitian... 33

3.2.1 Desain Penelitian ... 33

3.2.2 Variabel Penelitian ... 33

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 33

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 33

3.2.3 Perhitungan Besar Sampel ... 34

3.2.4 Prosedur Penelitian... 35

3.2.4.1 Pengumpulan Bahan... 35

3.2.4.2 Persiapan Bahan Uji ... 35

3.2.4.3 Persiapan Hewan Percobaan ... 36

3.2.4.4 Sterilisasi Alat ... 37

3.2.4.5 Prosedur Kerja Penelitian ... 37

3.2.4.6 Cara Pemeriksaan ... 38

3.2.5 Metode Analisis ... 39

3.2.6 Hipotesis Statistik... 39

3.2.7 Kriteria Uji ... 39


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 41

4.1.1 Ekspresi Kadar ICAM-1 ... 41

4.1.2 Analisis Statistik... 42

4.2 Pembahasan ... 44

4.3 Uji Hipotesis... 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 53


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Periode pada Siklus Hidup Plasmodium ... 11

2.2 Gejala Klinis Malaria ... 16

2.3 Kandungan Gizi Kulit Buah Manggis ... 25

2.4 Kandungan Xanthone dalam Kulit Buah Manggis ... 26

4.1 Rerata Kadar ICAM-1 Serum Setelah 3 hari ... 41

4.2 ANOVA Efek Fraksi Heksan Kulit Manggis terhadap Kadar ICAM-1 ... 42


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Siklus Hidup Plasmodium ... 9

2.2 Mekanisme Artemisinin dan Turunannya ... 23

2.3 Buah Manggis dan Kulit Buah Manggis ... 24

2.4 Patogenesis Malaria Serebral ... 28

2.5 Skema terjadinya Malaria Serebral pada BEC ... 28

2.6 Plasmodium berghei... 29


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alat dan Subjek Penelitian ...53

Lampiran 2. Hasil Kadar ICAM-1 (pg/mL) Setelah Diberi Perlakuan 3 hari ...54

Lampiran 3. Data Hasil Uji Statistik Setelah Diberi Perlakuan 3 hari ...55


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria menjadi penyebab utama kematian di banyak negara berkembang dan kelompok yang paling rentan adalah anak-anak dan wanita hamil. Menurut World Malaria Report 2013 dan Global Malaria Action Plan WHO, sejumlah 3,4 miliar orang (setengah populasi dunia) tinggal di daerah berisiko penularan malaria di 106 negara. Pada tahun 2012, malaria menyebabkan sekitar 207 juta episode klinis serta 627.000 kematian. Diperkirakan 91 % kematian pada tahun 2010 berada di wilayah Afrika (CDC, 2014).

Satu orang anak meninggal setiap menit akibat malaria namun angka kematian malaria di kalangan anak-anak di Afrika telah berkurang diperkirakan 54 % sejak tahun 2000. Wisatawan dari daerah bebas malaria sangat rentan terhadap penyakit ketika mereka terinfeksi malaria. Malaria dapat dicegah dan disembuhkan. Peningkatan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian malaria dapat mengurangi beban malaria di banyak daerah endemis malaria (WHO, 2013). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014 menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk penurunan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/ MENKES/ SK/ IV/ 2009. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau sampai seluruh pulau di Indonesia sehingga terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat dan terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030 (Laihad, 2011).


(10)

2 Universitas Kristen Maranatha

Masalah yang berkembang saat ini pada malaria adalah adanya resistensi malaria terhadap beberapa obat antimalaria. Resistensi terhadap obat antimalaria telah banyak ditularkan pada Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium vivax. Pada P. falciparum, resistensi obat terdapat pada kuinin dan sulfadoksin-pirimetamin. Bahkan baru-baru ini juga ditemukan adanya resistensi malaria terhadap derivat artemisinin di beberapa daerah (WHO, 2010). Kegagalan pengobatan karena parasit resisten terhadap obat antimalaria ditandai dengan menetapnya atau timbulnya kembali parasit aseksual di darah perifer (rekrudesensi) yang dapat disertai gejala klinis malaria (Tjitra, 2005).

Patogenesis malaria termasuk malaria berat (malaria serebral) berhubungan dengan radikal bebas yang diproduksi. Pada malaria serebral terjadi peningkatan molekul-molekul seperti TNF-, iNOS, ICAM-l, serta sitoadheren eritrosit yang terinfeksi dengan endotel kapiler dan venula organ internal. Radikal bebas dapat memicu makrofag untuk menghasilkan TNF-α. Peningkatan kadar TNF-α ini akan meningkatkan kadar ICAM-1 (Pino et al., 2003).

Derivat artemisinin adalah agen antimalaria yang penting yang memiliki mekanisme kerja yang lebih baik daripada obat antimalaria lainnya. Sebuah

penelitian telah menunjukkan bahwa pada pengobatan malaria akibat P. falciparum dengan artesunat dapat mengurangi kematian dibandingkan dengan

kina. Artemisinin dan kina berasal dari tanaman, tetapi secara struktural senyawanya berbeda (Krishna S., 2006). Artemisinin termasuk kelompok senyawa seskuiterpen lakton yang mengandung jembatan peroksida. Jembatan peroksida pada molekul artemisinin diputus oleh ion Fe2+ menjadi radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal-radikal artemisinin ini kemudian menghambat dan memodifikasi berbagai macam molekul dalam parasit sehingga parasit itu mati (Putrianti, 2014). Oleh karena itu perlu diteliti obat-obat antimalaria lain yang dapat mengobati malaria terutama malaria serebral serta dapat mengurangi radikal bebas yang terbentuk akibat malaria.

Kulit buah manggis sebagai limbah mengandung senyawa xanthone yang sangat tinggi dibanding dengan buah lain. Senyawa xanthone sangat bermanfaat karena memiliki aktivitas antioksidan dan antimalaria (Susy Tjahjani dan Wahyu


(11)

3

Widowati, 2012). Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar (Dungir et al., 2012). Penelitian terhadap buah manggis telah banyak dilakukan. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki banyak khasiat yaitu sebagai antioksidan, antimalaria, antialergi, antitumor, antiviral, antibakteri, antiinflamasi (Chen et al., 2008), dan antimikroba (Pothitirat et al., 2010). Menurut Kumar tahun 2012, ekstrak kulit buah manggis mengandung 95 % xanthone, isoflavon, tannin, dan flavonoid.

Xanthone merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam kulit buah manggis yang memiliki efek antioksidan (Jinsart et al., 1992). Turunan xanthone  dan -mangosteen yang diisolasi dari kulit buah manggis memiliki aktivitas antimalaria secara in vitro terhadap Plasmodium falciparum. Hasil isolasi xanthone dari kulit buah manggis memiliki efek antioksidan dan antimalaria (Pedraza-Chaverri et al., 2008). Dalam kulit buah manggis terkandung antioksidan yang dapat menekan radikal bebas sehingga akan menurunkan kadar ICAM-1.

Pada penelitian ini digunakan mencit galur DDY sebagai hewan coba karena galur DDY tidak resisten terhadap Plasmodium berghei yang merupakan Plasmodium yang menginfeksi rodentia. Siklus morfologi, fisiologi, kehidupan serta manipulasi siklus hidup parasit ini telah diketahui. Plasmodium berghei telah banyak digunakan dalam penelitian dan pengembangan biologi pada parasit manusia karena sudah tersedia teknologi pembiakan dan pemurnian pada tahapan siklus hidup serta pengetahuan pada susunan genom. Plasmodium berghei mempunyai banyak kesamaan dengan Plasmodium yang menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum juga dapat menyebabkan malaria serebral sehingga Plasmodium berghei digunakan dalam penelitian ini (Darlina, 2011).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dilakukan penelitian mengenai

“Pengaruh pemberian fraksi heksan kulit manggis terhadap kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei”.


(12)

4 Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah

Apakah pemberian fraksi heksan kulit manggis menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian adalah untuk mengetahui efek fraksi heksan kulit manggis dalam mengatasi malaria serebral.

Tujuan penelitian adalah untuk menilai fraksi heksan kulit manggis dalam menurunkan kadar ICAM-1 pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat akademis adalah untuk mengetahui efek fraksi heksan kulit manggis terhadap kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

Manfaat praktis adalah untuk memberikan pengetahuan bahwa kulit manggis dapat digunakan sebagai obat antimalaria.

1.5Kerangka Pemikiran

Pada malaria terjadi peningkatan radikal bebas. Sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium atau parasitized red blood cell (pRBC) menstimulasi respon imun sehingga sel T helper 1 (Th1) memproduksi Interferon-γIFN-γ). IFN-γ menstimulasi makrofag untuk menghasilkan Tumor Necrosis Factor- (TNF-). Produksi TNF- akan meningkatkan ekspresi reseptor sel endotel otak seperti Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1). ICAM-1 selanjutnya akan berikatan dengan Plasmodium falciparum yang terdapat pada permukaan pRBC dan menyebabkan sitoadheren pRBC dengan sel endotel otak (Susy Tjahjani dan Khie Khiong, 2010). Patogenesis malaria sangat berhubungan dengan radikal


(13)

5

bebas atau oksidan yang beredar dalam tubuh (Pino et al., 2003). Sitoadherens tersebut juga dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah otak, iskemia, dan malaria serebral (Lou et al., 2001). TNF-α juga menstimulasi pembentukan radikal bebas, nitric oxide (NO) dengan bantuan enzim inducible nitric oxide synthase atau iNOS (Wiser, 2008).

Menurut Guidelines for The Treatment of Malaria WHO tahun 2010, pengobatan malaria yang disarankan saat ini adalah ACT (Artemisinin based Combination Therapy). Artemisinin atau qinghaosu adalah senyawa seskuiterpen lakton yang diekstrak dari daun Artemisia annua (sweet wormwood). Mekanisme kerja artemisinin yaitu pada jembatan peroksida, bekerja secara spesifik selama tahap eritrositik. Struktur jembatan peroksida artemisinin diputus oleh ion Fe2+ menjadi radikal bebas yang reaktif. Radikal-radikal artemisinin ini kemudian menghambat dan memodifikasi berbagai macam molekul dalam parasit yang mengakibatkan parasit mati (Paul et al., 2010). Pemberian artemisinin dapat menekan produksi ICAM-1, akan tetapi mekanisme artemisinin juga menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan peningkatan ICAM-1 (Meshnick, 2002). Oleh sebab itu pada pengobatan dengan artemisinin diperlukan suatu antioksidan untuk menekan produksi radikal bebas.

Xanthone yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) adalah antioksidan kuat sehingga dapat menekan peningkatan kadar ICAM-1 pada serum penderita malaria. Kandungan antioksidan pada kulit manggis lebih banyak daripada wortel dan kulit jeruk. Xanthone mempunyai gugus hidroksida yang efektif dalam mengikat radikal bebas yang menjadi penyebab kerusakan sel-sel tubuh. Nilai gugus hidroksida pada xanthone sangat besar yaitu 17.000 - 20.000, padahal nilai ORAC (oxygen radical ansorbance capacity) dari sumber antioksidan lain yaitu pada buah delima hanya 2.341. ORAC adalah kemampuan antioksidan menetralkan radikal bebas (Kurniawan, 2014).


(14)

6 Universitas Kristen Maranatha 1.6 Hipotesis Penelitian

Fraksi heksan kulit manggis menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.


(15)

47 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa fraksi heksan kulit manggis dapat

menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

5.2 Saran

Saran pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan:

- Uji aktivitas antimalaria artemisinin dikombinasi dengan fraksi heksan kulit manggis secara in vivo.

- Penelitian lebih lanjut dengan dosis fraksi heksan kulit manggis yang lebih tinggi untuk mendapatkan dosis optimum yang lebih baik.

- Pemanjangan waktu pemberian fraksi heksan kulit manggis.

- Uji klinis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efek fraksi heksan kulit manggis dalam mengatasi malaria serebral setelah dilakukan uji toksisitas.


(16)

1

PENGARUH PEMBERIANFRAKSI HEKSAN KULIT MANGGIS

TERHADAP KADAR ICAM-1 SERUM MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

THE EFFECT OF HEXANE FRACTION OF MANGOSTEEN’S

PERICARPS TOWARDS ICAM-1 SERUM LEVELS IN Plasmodium berghei-INOCULATED MICE

Zaneth Sugiri 1, Susy Tjahjani 2, Khie Khiong 3 1

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, 2

Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, 3

Bagian Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat dunia termasuk di Indonesia. ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) memiliki peranan yang penting dalam patogenesis malaria serebral yang berkorelasi dengan radikal bebas. Saat ini sudah banyak terjadi resistensi terhadap berbagai obat antimalaria sehingga digunakan ACT (Artemisinin based Combination Therapy) yang menghasilkan radikal bebas. Oleh sebab itu diperlukan zat yang menangkal radikal bebas yaitu kulit buah manggis yang mengandung xanthone sebagai antioksidan kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai fraksi heksan kulit manggis dalam menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

Penelitian bersifat eksperimental laboratorium sungguhan dengan rancangan acak lengkap (RAL), menggunakan 24 mencit jantan galur DDY yang dibagi dalam 6 kelompok (n=4) secara acak, masing-masing kelompok mendapat perlakuan: kontrol akuades tidak diinokulasi Plasmodium berghei dan diberi 0,1 mL akuades, sedangkan 5 kelompok lain diinokulasi Plasmodium berghei intraperitoneal kemudian masing-masing diberi perlakuan per oral 0,1 mL akuades (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), 2,5 mg fraksi heksan kulit manggis (H1), 0,5 mg fraksi heksan kulit manggis (H2) dan 0,1 mg fraksi heksan kulit manggis (H3). Setelah diberi perlakuan selama 3 hari, pada hari ke-4 seluruh mencit diterminasi, kemudian diukur kadar ICAM-1 serum menggunakan metode ELISA. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan Tukey HSD dengan derajat kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar ICAM-1 serum pada kelompok perlakuan fraksi heksan kulit manggis lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,01). Simpulan penelitian ini adalah fraksi heksan kulit manggis dapat menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.


(17)

2

ABSTRACT

Malaria is one of infectious disease that remains as one of public health problems in the world including in Indonesia. ICAM-1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) has important role in the pathogenesis of cerebral malaria that has corelation with free radicals. Nowdays we have had a lot going on resistance to various antimalarial drugs, therefore current therapy for malaria is the ACT (Artemisinin-based Combination Therapy) that generates free radicals. Therefore it is required substances that counteract free radicals which is mangosteen’s pericarps that containing xanthone as a powerful antioxidant. The aim of this research was to evaluate the hexane fraction of mangosteen’s pericarps in lowering ICAM-1 serum levels in Plasmodium berghei-inoculated mice.

The research’s method was true experimental laboratory research, using 24 male DDY mice were randomly divided into 6 groups (n=4), each group received treatment: the aquadest control group is not inoculated by Plasmodium berghei and given 0,1 mL aquadest, while the other 5 groups are inoculated by Plasmodium berghei intra-peritoneal and given treatment orally 0,1 mL aquadest (negative control), 0,1 mg artemisinin (positive control), 2,5 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H1), 0,5 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H2), and 0,1 mg hexane fraction of mangosteen pericarps (H3). After treatment for 3 days, on the 4th day the entire

mice is terminated, then measured ICAM-1 serum levels using ELISA method. All data were

analyzed using One Way Analysis Test Of Variance (ANOVA) and Tukey HSD with significance levels based on the value of α ≤ 0.05.

The results showed that the mean of ICAM-1 serum levels in the treatment group of hexane fraction from mangosteen group was lower than the negative control group (p<0.01). Conclusion of this research was that the hexane fraction of mangosteen’s pericarps could decrease ICAM-1 serum levels in Plasmodium berghei-inoculated mice.

Keywords: malaria, artemisinin, hexane fraction of mangosteen’s pericarps, ICAM-1

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk yang terinfeksi protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria menjadi penyebab utama kematian di banyak negara berkembang dan kelompok yang paling rentan adalah anak-anak dan wanita hamil. Menurut World Malaria Report 2013 dan Global Malaria Action Plan WHO, sejumlah 3,4 miliar orang (setengah populasi dunia) tinggal di daerah berisiko penularan malaria di 106 negara. Pada tahun 2012, malaria menyebabkan sekitar 207 juta episode klinis serta 627.000 kematian. Diperkirakan 91 % kematian pada tahun 2010 berada di wilayah Afrika1. Satu orang anak meninggal setiap menit akibat malaria namun angka kematian malaria di kalangan anak-anak di Afrika telah berkurang diperkirakan 54 % sejak tahun 2000. Wisatawan dari daerah bebas malaria sangat rentan terhadap penyakit ketika mereka terinfeksi malaria. Malaria

dapat dicegah dan disembuhkan. Peningkatan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian malaria dapat mengurangi beban malaria di banyak daerah endemis malaria2.

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014 menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu penyakit yang ditargetkan untuk penurunan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/ MENKES/ SK/ IV/ 2009. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau sampai seluruh pulau di Indonesia sehingga terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat dan terbebas dari penularan malaria sampai tahun 20303. Masalah yang berkembang saat ini pada malaria adalah adanya resistensi malaria terhadap beberapa obat antimalaria. Resistensi terhadap obat antimalaria telah banyak ditularkan pada Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium vivax. Pada P. falciparum,


(18)

3 resistensi obat terdapat pada kuinin dan

sulfadoksin-pirimetamin. Bahkan baru-baru ini juga ditemukan adanya resistensi malaria terhadap derivat artemisinin di beberapa daerah. Kegagalan pengobatan karena parasit resisten terhadap obat antimalaria ditandai dengan menetapnya atau timbulnya kembali parasit aseksual di darah perifer (rekrudesensi) yang dapat disertai gejala klinis malaria4,5.

Patogenesis malaria termasuk malaria berat (malaria serebral) berhubungan dengan radikal bebas yang diproduksi. Pada malaria serebral terjadi peningkatan molekul-molekul seperti TNF-α, iNOS, ICAM-l, serta sitoadheren eritrosit yang terinfeksi dengan endotel kapiler dan venula organ internal. Radikal bebas dapat memicu makrofag untuk menghasilkan TNF-α. Peningkatan kadar TNF-α ini akan meningkatkan kadar ICAM-16.

Derivat artemisinin adalah agen antimalaria yang penting yang memiliki mekanisme kerja yang lebih baik daripada obat antimalaria lainnya. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pada pengobatan malaria akibat P. falciparum dengan artesunat dapat mengurangi kematian dibandingkan dengan kina. Artemisinin dan kina berasal dari tanaman, tetapi secara struktural senyawanya berbeda. Artemisinin termasuk kelompok senyawa seskuiterpen lakton yang mengandung jembatan peroksida. Jembatan peroksida pada molekul artemisinin diputus oleh ion Fe2+ menjadi radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal-radikal artemisinin ini kemudian menghambat dan memodifikasi berbagai macam molekul dalam parasit sehingga parasit itu mati. Oleh karena itu perlu diteliti obat-obat antimalaria lain yang dapat mengobati malaria terutama malaria serebral serta dapat mengurangi radikal bebas yang terbentuk akibat malaria7,8.

Kulit buah manggis sebagai limbah mengandung senyawa xanthone yang sangat tinggi dibanding dengan buah lain. Senyawa xanthone sangat bermanfaat karena memiliki aktivitas antioksidan dan antimalaria. Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar. Penelitian terhadap buah manggis telah banyak dilakukan. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki banyak khasiat yaitu sebagai antioksidan, antimalaria,

antialergi, antitumor, antiviral, antibakteri, antiinflamasi. dan antimikroba. Menurut Kumar tahun 2012, ekstrak kulit buah manggis mengandung 95 % xanthone, isoflavon, tannin, dan flavonoid9,10,11,12. Xanthone merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam kulit buah manggis yang memiliki efek antioksidan. Turunan xanthone α dan β-mangosteen yang diisolasi dari kulit buah manggis memiliki aktivitas antimalaria secara in vitro terhadap Plasmodium falciparum. Hasil isolasi xanthone dari kulit buah manggis memiliki efek antioksidan dan antimalaria. Dalam kulit buah manggis terkandung antioksidan yang dapat menekan radikal bebas sehingga akan menurunkan kadar ICAM-113,14.

BAHAN DAN CARA

Bahan uji yang digunakan adalah artemisinin dan fraksi heksan kulit manggis. Mencit yang digunakan berjumlah 24 ekor mencit galur DDY dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 ekor mencit. Kelompok I yaitu sebagai kontrol akuades (KA) tidak diinokulasi Plasmodium berghei, diberi 0,1 mL akuades. Kelompok II yaitu sebagai kontrol negatif (KN) diinokulasi Plasmodium berghei 0,1 mL intraperitoneal, diberi 0,1 mL akuades. Kelompok III yaitu sebagai kontrol positif (KP) diinokulasi Plasmodium berghei 0,1 mL intraperitoneal dan diberi artemisinin 0,1 mg per hari per ekor secara per oral. Kelompok IV, V, VI yaitu sebagai “H1”, “H2”, “H3” diinokulasi Plasmodium berghei intraperitoneal dan masing-masing diberi fraksi heksan kulit manggis dengan dosis yang berbeda (2,5 mg; 0,5 mg; 0,1 mg) per hari per ekor secara per oral selama 3 hari. Kemudian dilakukan pewarnaan Giemsa untuk mengetahui kadar parasitemia pada mencit. Darah perifer mencit diambil yaitu dengan cara menyuntikkan jarum 1 cc di sinus orbitalis mata mencit. Darah yang diperoleh dibuat sediaan apus darah tipis pada kaca objek. Selanjutnya dibiarkan mengering di udara lalu difiksasi dengan direndam pada larutan methanol selama 30 detik. Selanjutnya dibiarkan mengering kembali. Apusan kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa 20 % selama 20 menit, selanjutnya dibilas dengan air mengalir lalu dibiarkan mengering. Preparat kemudian


(19)

4 diamati menggunakan mikroskop binokuler

dengan perbesaran 1000x. Parasitemia diamati setiap hari sampai didapatkan minimal parasitemia 5 %. Setelah memenuhi syarat parasitemia yang diinginkan, maka diberikan perlakuan yang sudah ditentukan kepada masing-masing kelompok mencit. Setelah diterapi selama 3 hari, dilakukan pengambilan darah pada semua mencit, kemudian disimpan serumnya, dibekukan dan dilakukan pemeriksaan kadar ICAM-1 dengan ELISA.

ANALISIS DATA

Kadar ICAM-1 serum diukur dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan dibaca menggunakan alat ELISA plate reader. Data yang diperoleh dalamµg, dianalisis dengan menggunakan uji One Way Analysis Of Variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α = 0,05 di mana suatu perbedaan dikatakan bermakna jika p ≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan yang dilakukan secara serologis menggunakan metode ELISA pada tiap serum kelompok mencit yang telah diberi perlakuan Artemisinin dan fraksi heksan kulit manggis setelah 3 hari didapatkan rerata kadar ICAM-1 serum seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Rerata Kadar ICAM-1 Serum Setelah 3 hari

Kelompok Kadar ICAM-1 (pg/mL) ± STDEV Kontrol Akuades 3514,793 ± 176,84 Kontrol Negatif 21551,728 ± 854,32

Kontrol Positif 6930,852 ± 421,76 H1 7035,522 ± 270,39 H2 13841,908 ± 914,67 H3 20422,819 ± 1452,31

Data rerata kadar ICAM-1 serum tiap kelompok perlakuan menunjukkan bahwa kadar ICAM-1 serum yang rendah terdapat pada kelompok kontrol akuades, sedangkan kadar ICAM-1 serum yang tinggi terdapat pada kelompok kontrol positif. Dari kelompok kontrol positif, H1, H2, dan H3 didapatkan rerata kadar ICAM-1 yang rendah terdapat pada kelompok kontrol positif dan H1.

Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar ICAM-1 serum yang bermakna antar masing-masing kelompok perlakuan, maka dilakukan analisis menggunakan uji ANOVA dengan derajat kemaknaan (level of significancy) α = 0,05.

Tabel 2 ANOVA Efek Fraksi Heksan Kulit Manggis terhadap Kadar ICAM-1

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1150529660,111 5 230105932,022 348,822 0,000

Within Groups 11873990,219 18 659666,123 Total 1162403650,330 23

Pengujian data statistik dengan pengujian hipotesis statistik sebagai berikut:

Fhitung ≤ Ftabel dan p>0,05 maka H0 gagal ditolak.

Fhitung>Ftabel dan p≤0,05 maka H0 ditolak, terima hal lainnya.

Karena Fhitung = 348,82 > Ftabel 0,05 (4,25) = 2,76

dengan p=0,00 < α=0,05 maka H0 ditolak, terima H1 dan hal lainnya, yang artinya terdapat perbedaan kadar ICAM-1 serum di

antara minimal 1 pasang kelompok perlakuan.

Selanjutnya, untuk menentukan di antara kelompok-kelompok mana yang berbeda, dilakukan uji Post Hoc dengan metode Tukey-HSD. Hasil analisis Tukey-HSD dapat dilihat pada tabel 3 dan grafik 1.

Hasil analisis uji Tukey-HSD (tabel 3) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar ICAM-1 serum


(20)

5 (p<0,05) antara kelompok KP dibandingkan

dengan H1 serta antara kelompok KN dibandingkan dengan H3. Sedangkan kadar ICAM-1 serum memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada kelompok KN dibandingkan dengan kelompok KP, H1, H2

dengan masing-masing nilai p<0,01. Perbandingan pada masing-masing kelompok perlakuan juga dapat dilihat pada Grafik1.

Tabel 3 Kadar ICAM-1 Berdasarkan Hasil Uji Beda Rata-Rata Metode Tukey-HSD

Kelompok Perlakuan

KA KN KP H1 H2 H3

KA ** ** ** ** **

KN ** ** ** NS

KP NS ** **

H1 ** **

H2 **

H3 Keterangan:

NS : tidak signifikan ** : sangat signifikan

KA : Kontrol Akuades, tidak diinokulasi Plasmodium berghei. KN : Kontrol Negatif, diinokulasi Plasmodium berghei.

KP : Kontrol Positif diinokulasi Plasmodium berghei dan diberi artemisinin 0,1 mL per oral per hari per ekor.

H1 : Heksan 1; Fraksi heksan kulit manggis dosis 2,5 mg per oral per hari per ekor dan diinokulasi Plasmodium berghei.

H2 : Heksan 2; Fraksi heksan kulit manggis dosis 0,5 mg per oral per hari per ekor dan diinokulasi Plasmodium berghei.

H3 : Heksan 3; Fraksi heksan kulit manggis dosis 0,1 mg per oral per hari per ekor dan diinokulasi Plasmodium berghei.


(21)

6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemberian fraksi heksan kulit manggis dapat menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei. Fraksi heksan kulit manggis menurunkan kadar ICAM-1 serum pada dosis paling tinggi yaitu 2,5 mg. Kelompok H1 fraksi heksan kulit manggis yang memiliki dosis paling tinggi, memiliki efek menurunkan kadar ICAM-1 serum setara dengan kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan fraksi heksan kulit manggis memiliki efek menurunkan kadar ICAM-1 serum dalam hal dose dependent manner. Hal ini terjadi karena kandungan xanthone yang terdapat di dalam kulit buah manggis sebagai antioksidan sehingga kadar ICAM-1 menurun.

Pada penyakit malaria sesuai dengan patogenesisnya, memerlukan antioksidan yang dapat memerangkap radikal bebas terutama jika diberi obat golongan artemisinin. Xanthone yang terkandung dalam kulit buah manggis merupakan senyawa yang bersifat antioksidan dan dapat menghambat polimerisasi heme secara in vitro sehingga mempunyai potensi sebagai antimalaria. Penelitan lain membuktikan

bahwa senyawa α-mangostin, γ-mangostin, garcinone C, garcinone D memiliki aktivitas antioksidan, antimalaria, dan bersinergi dengan artemisinin sebagai antimalaria in vitro (Susy Tjahjani dan Wahyu Widowati, 2013). Ekstrak kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar (Dungir et al., 2012). Menurut penelitian Muhammad Iqbal, dkk. (2013) membuktikan bahwa fraksi heksan kulit buah manggis yang diberikan secara oral memiliki aktivitas antimalaria pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei9,10,15.

Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar ICAM-1 serum (p > 0,05) antara kelompok KP dibandingkan dengan H1 serta antara kelompok KN dibandingkan dengan H3. Hasil yang tidak berbeda antara kelompok KP dan H1 diduga karena dosis fraksi heksan kulit manggis (2,5 mg) yang kurang tinggi, sedangkan antara kelompok KN dan H3 diduga karena dosis fraksi heksan kulit manggis yang kecil (0,1 mg). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan dosis

fraksi heksan kulit manggis yang lebih tinggi sehingga diharapkan permberian kulit manggis dapat mengatasi malaria serebral.

SIMPULAN

Fraksi heksan kulit manggis dapat menurunkan kadar ICAM-1 serum pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.

DAFTAR PUSTAKA

1. CDC, 2014. (cited 2014 June 17).

Available from: http://www.cdc.gov/malaria/malaria_wo

rldwide/impact.html

2. WHO. Malaria; 2013. (cited 2014 January 14). Available from: http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs094/en/index.html.

3. Laihad JF. Buletin jendela data dan informasi kesehatan: epidemiologi malaria di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. April 2011; Vol.1: Hal 1 - 3.

4. WHO. Global report on antimalarial drug efficacy and drug resistance: 2000 – 2010, World Health Organization Press, Geneva, Switzerland; 2010. 5. Tjitra E. Pengobatan malaria dengan

kombinasi artemisinin. Dalam Harijanto PN (editor): Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. 2005; Hal 53 - 59.

6. Pino P, Vouldoukis I, Dugas N, Hassani-Loppion G, Dugas B, Mazier D. Redox-dependent apoptosis in human endothelial cells after adhesion

of Plasmodium falciparum-infected

erythrocytes. Ann N Y Acad Sci. 2003; 1010 : 582 – 6

7. Krishna S, Woodrow CJ, Staines HM, Haynes RK, Odile Mercereau-Puijalon. Re-evaluation of how artemisinins work in light of emerging evidence of in vitro resistance. TrendsMol.Med. 2006; 12 : 200 – 205. (cited 201 January 2014).

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl

es/PMC2682190/.

8. Putrianti, ED. Artemisinin, pembunuh parasit malaria. 2014; (cited 2014 September 25). Available from:


(22)

7 http://www.unisosdem.org/article_detail

.php?aid=2652&coid=1&caid=56&gid= 5

9. Tjahjani S. dan Widowati W. Potensi beberapa senyawa xanthone sebagai antioksidan dan antimalaria serta sinergisme dengan artemisinin in vitro. J. Indon Med Assoc, 2013; 63 (3): 95 – 99.

10. Dungir SG, Katja DG, Kamu VS. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA Unsrat Online. 2012; 1(1) : 11 – 15

11. Chen LG, Yang LL, Wang CC. Anti-inflammatory activity of mangostins from Garcinia mangostana. 2008; (cited 2014 February 17) Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 8029076.

12. Pothitirat W, Chomnawang MT, Supabphol R, Gritsanapan W. Free radical scavenging and anti-acne activities of mangosteen fruit rind extracts prepared by different extraction methods. 2010; (cited 2014 February

17). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2

0645837.

13. Jinsart W, Ternai B, Buddhasukh D, Polya GM. Inhibition of wheat embryo cancium-dependent protein kinase and other kinases by mangostin and gamma-mangostin, Phytochemistry. 1992; 31(11):3711-13

14. Pedraza-Chaverri J, Cardenas-Rodriguez N, Orozco-Ibarra M, Perez-Rojas JM. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology 46. 2008; 3227-3239

15.Muhammad I, Effendi Z, Aamruna Y, dan Suryawati. Uji aktivitas antimalaria in vivo dari beberapa fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia manggostana Linn) pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei. 2013; (cited 2014 September

25). Available from: http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM


(23)

48 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

CDC, 2014 http://www.cdc.gov/malaria/malaria_worldwide/impact.html Diakses 17 Juni 2014

Chen LG, Yang LL, Wang CC. 2008. Anti-inflammatory activity of mangostins

from Garcinia mangostana.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18029076. Diakses pada 17 Februari 2014

Darlina. 2011. Parasit malaria rodensia sebagai model penelitian vaksin dengan teknik nuklir. Buletin Alara, Vol.13. No.2

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Departemen Kesehatan RI.

http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksanaa n_Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf., Diakses tanggal 17 Februari 2014

Dungir SG, Katja DG, Kamu VS. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA Unsrat

Online, 1(1) : 11 – 15

Gunawan, S. 2000. Epidemiologi malaria. dalam: Harijanto PN (ed.). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta: EGC

Gutlerrez-Orozco, Fabiola dan Mark L. Failla. 2013. Biological activities and bioavailability of mangosteen xanthones: a critical review of current evidence. www.mdpi.com/journal/nutrients. Diakses pada 15 November 2014

Harijanto PN. 2000. Gejala klinik malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 151 - 64.

Harijanto PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 1754 – 60

Hayes SH dan Seigel GM. 2009. Immunoreactivity of ICAM-1 in human tumors, metastases and normal tissues. Int J Clin Exp Pathol. 2(6) : 553 - 60


(24)

49 Universitas Kristen Maranatha

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19636402 Diakses tanggal 15 September 2014

Janeway CA., Travers P, Walport M, Shlomchik MJ. 2001. Immunobiology 5. New York: Garland Publishing.

Janse CJ, Ramesar J. Waters AP. 2006. High – effieciency transfection and drug selection of genetically transformed blood stages of the rodent malaria parasite Plasmodium berghei. Nature Protocols, 1 : 346 - 56

Jinsart W, Ternai B, Buddhasukh D, Polya GM. 1992. Inhibition of wheat embryo cancium-dependent protein kinase and other kinases by mangostin and gamma-mangostin, Phytochemistry, 31(11):3711-13

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Krishna S, Woodrow CJ, Staines HM, Haynes RK, Odile Mercereau-Puijalon. 2006. Re-evaluation of how artemisinins work in light of emerging evidence of in vitro resistance. TrendsMol.Med. 12 : 200 – 205. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2682190/. Diakses pada 14 Januari 2014

Laihad JF. 2011. Buletin jendela data dan informasi kesehatan: epidemiologi malaria di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. April; Vol.1: Hal 1 - 3.

Langi J, Harijanto PN, Richie TL. 2000. Patogenesis malaria berat. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 118 - 26.

Leiden University Medical Center (LUMC). 2002. The Plasmodium berghei

research model of malaria.

http://www.lumc.nl/1040/research/malaria/model01.html. Diakses pada 14 Januari 2014.

Lou J, Ralf L, George EG. 2001. Pathogenesis of cerebral malaria: recent experimental data and possible application. Clinical Microbiology Reviews, Vol 14. p 810 - 20

Márquez-Valadez B, Lugo-Huitrón R, Valdivia-Cerda V, Miranda-Ramírez LR, Pérez-De La Cruz V, González-Cuahutencos O, The natural xanthone


(25)

50 Universitas Kristen Maranatha

alpha-mangostin reduces oxidative damage in rat brain tissue. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19178790 Diakses pada 17 Februari 2014

Meshnick SR. 2002. Artemisinin: mechanisms of action, resistance and toxicity, Int. J. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18752857. Diakses pada 23 Januari 2014.

Muhammad I, Effendi Z, Aamruna Y, dan Suryawati. 2013. Uji aktivitas antimalaria in vivo dari beberapa fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia manggostana Linn) pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei. http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/article/download/55/55 Diakses tanggal 25 September 2014

Nawangsasi, Pangesti C. 2012. Kajian deskriptif kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas rowokele Kabupaten Kebumen tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2, tahun 2012, Hal 911 - 921

Newman PJ, Berndt MC, Gorski J, White GC, Lyman S, Paddock C, Muller WA. 1990. PECAM-1 (CD31) Cloning and relation to adhesion molecules of the immunoglobulin gene superfamily. Science. 247: 1219 - 22

Nugroho A, Tumewu-Wagey M. 2000. Siklus hidup Plasmodium malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 38 - 52.

Pedraza-Chaverri J, Cardenas-Rodriguez N, Orozco-Ibarra M, Perez-Rojas JM. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology 46, 3227-3239

Pino P, Vouldoukis I, Dugas N, Hassani-Loppion G, Dugas B, Mazier D. 2003. Redox-dependent apoptosis in human endothelial cells after adhesion of Plasmodium falciparum-infected erythrocytes. Ann N Y Acad Sci., 1010 : 582 – 6

Pothitirat W, Chomnawang MT, Supabphol R, Gritsanapan W. 2010. Free radical scavenging and anti-acne activities of mangosteen fruit rind extracts

prepared by different extraction methods.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20645837. Diakses pada 17 Februari 2014


(26)

51 Universitas Kristen Maranatha

Poelongan M, Pratiwi. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.). Media Litbang Kesehatan, XX, 68

Prabowo A. 2004. Malaria mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara

Prihatman K. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L.). Dalam K. D. Teknologi. Jakarta: BPP Teknologi

Purwaningsih, S. 2000. Diagnosis malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 185 - 93.

Putrianti, ED. 2014. Artemisinin, pembunuh parasit malaria. http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2652&coid=1&caid=56 &gid=5 Diakses tanggal 25 September 2014

Putu S. 2004. Edisi 1. Malaria secara ringkas dari pengetahuan dasar sampai terapan. EKG, Jakarta, Hal 14 - 20, 48 - 49

Roebuck KA, Finnegan A. 1999. Regulation of intercellular adhesion molecule-1 (CD54) gene expression. Journal of Leukocyte Biology, 66 : 876 – 88 Shrikant P, IY Chung, ME Ballestas, EN Benveniste. 1994. Regulation of

intercellular adhesion molecule-1 gene expression by tumor necrosis factor-alpha, interleukin-1 beta, interferon gamma in astrocytes. Journal of Neuroimmunology. 51 : 209 - 20

Stolpe AV, Saag PT. 1996. Intercellular adhesion molecule-1. Journal of Molecular Medicine, 74: 13 - 33

Stevenson, Mary M. Dan Eleanor M. Riley. 2004. Innate immunity to malaria. Nature Reviews. Volume 4. Hal 170

Tjahjani S dan Tjhia KK. 2010. Potensis buah merah sebagai antioksidan dalam mengatasi malaria berghei pada mencit.

Tjahjani S. dan Widowati W. 2013. Potensi beberapa senyawa xanthone sebagai antioksidan dan antimalaria serta sinergisme dengan artemisinin in vitro. J. Indon Med Assoc, 63 (3): 95 – 99


(27)

52 Universitas Kristen Maranatha

Tjitra E. 2005. Pengobatan malaria dengan kombinasi artemisinin. Dalam Harijanto PN (editor): Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal 53 - 59.

WHO. 2013. Malaria.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/index.html. Diakses pada 14 Januari 2014.

WHO. 2010. Global report on antimalarial drug efficacy and drug resistance: 2000 – 2010, World Health Organization Press, Geneva, Switzerland

WHO. 2014 Q & A of artemisinin resistance.

http://www.who.int/malaria/media/artemisinin_resistance_qa/en/index.html., Diakses tanggal 17 Februari 2014

Wiser, Mark F. 2008. Malaria. Tulane University.

http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/malaria.html Diakses tanggal 17 Oktober 2014

Yang L, Froio RM, Sciuto TE, Dvorak AM, Alon R, Luscinskas FW. 2005. ICAM-1 regulates neutrophil adhesion and transcellular migration of TNF-alpha-activated vascular endothelium under flow. 106(2):584-92. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15811956 Diakses tanggal 15 September 2014


(1)

7 http://www.unisosdem.org/article_detail

.php?aid=2652&coid=1&caid=56&gid= 5

9. Tjahjani S. dan Widowati W. Potensi beberapa senyawa xanthone sebagai antioksidan dan antimalaria serta sinergisme dengan artemisinin in vitro. J. Indon Med Assoc, 2013; 63 (3): 95 – 99.

10. Dungir SG, Katja DG, Kamu VS. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari kulit buah manggis (Garcinia

mangostana L.). Jurnal MIPA Unsrat

Online. 2012; 1(1) : 11 – 15

11. Chen LG, Yang LL, Wang CC. Anti-inflammatory activity of mangostins from Garcinia mangostana. 2008; (cited 2014 February 17) Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 8029076.

12. Pothitirat W, Chomnawang MT, Supabphol R, Gritsanapan W. Free radical scavenging and anti-acne activities of mangosteen fruit rind extracts prepared by different extraction methods. 2010; (cited 2014 February

17). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2

0645837.

13. Jinsart W, Ternai B, Buddhasukh D, Polya GM. Inhibition of wheat embryo cancium-dependent protein kinase and other kinases by mangostin and gamma-mangostin, Phytochemistry. 1992; 31(11):3711-13

14. Pedraza-Chaverri J, Cardenas-Rodriguez N, Orozco-Ibarra M, Perez-Rojas JM. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology 46. 2008; 3227-3239

15.Muhammad I, Effendi Z, Aamruna Y, dan Suryawati. Uji aktivitas antimalaria in vivo dari beberapa fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia manggostana Linn) pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Plasmodium

berghei. 2013; (cited 2014 September

25). Available from: http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM


(2)

48 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

CDC, 2014 http://www.cdc.gov/malaria/malaria_worldwide/impact.html Diakses 17 Juni 2014

Chen LG, Yang LL, Wang CC. 2008. Anti-inflammatory activity of mangostins

from Garcinia mangostana.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18029076. Diakses pada 17 Februari 2014

Darlina. 2011. Parasit malaria rodensia sebagai model penelitian vaksin dengan teknik nuklir. Buletin Alara, Vol.13. No.2

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Departemen Kesehatan RI.

http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksanaa n_Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf., Diakses tanggal 17 Februari 2014 Dungir SG, Katja DG, Kamu VS. 2012. Aktivitas antioksidan ekstrak fenolik dari

kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal MIPA Unsrat

Online, 1(1) : 11 – 15

Gunawan, S. 2000. Epidemiologi malaria. dalam: Harijanto PN (ed.). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta: EGC

Gutlerrez-Orozco, Fabiola dan Mark L. Failla. 2013. Biological activities and bioavailability of mangosteen xanthones: a critical review of current evidence. www.mdpi.com/journal/nutrients. Diakses pada 15 November 2014

Harijanto PN. 2000. Gejala klinik malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 151 - 64.

Harijanto PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 1754 – 60

Hayes SH dan Seigel GM. 2009. Immunoreactivity of ICAM-1 in human tumors, metastases and normal tissues. Int J Clin Exp Pathol. 2(6) : 553 - 60


(3)

49 Universitas Kristen Maranatha http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19636402 Diakses tanggal 15 September 2014

Janeway CA., Travers P, Walport M, Shlomchik MJ. 2001. Immunobiology 5. New York: Garland Publishing.

Janse CJ, Ramesar J. Waters AP. 2006. High – effieciency transfection and drug selection of genetically transformed blood stages of the rodent malaria parasite Plasmodium berghei. Nature Protocols, 1 : 346 - 56

Jinsart W, Ternai B, Buddhasukh D, Polya GM. 1992. Inhibition of wheat embryo cancium-dependent protein kinase and other kinases by mangostin and gamma-mangostin, Phytochemistry, 31(11):3711-13

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Krishna S, Woodrow CJ, Staines HM, Haynes RK, Odile Mercereau-Puijalon. 2006. Re-evaluation of how artemisinins work in light of emerging

evidence of in vitro resistance. TrendsMol.Med. 12 : 200 – 205.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2682190/. Diakses pada 14 Januari 2014

Laihad JF. 2011. Buletin jendela data dan informasi kesehatan: epidemiologi malaria di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. April; Vol.1: Hal 1 - 3. Langi J, Harijanto PN, Richie TL. 2000. Patogenesis malaria berat. Dalam:

Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 118 - 26.

Leiden University Medical Center (LUMC). 2002. The Plasmodium berghei

research model of malaria.

http://www.lumc.nl/1040/research/malaria/model01.html. Diakses pada 14 Januari 2014.

Lou J, Ralf L, George EG. 2001. Pathogenesis of cerebral malaria: recent experimental data and possible application. Clinical Microbiology Reviews, Vol 14. p 810 - 20

Márquez-Valadez B, Lugo-Huitrón R, Valdivia-Cerda V, Miranda-Ramírez LR, Pérez-De La Cruz V, González-Cuahutencos O, The natural xanthone


(4)

50 Universitas Kristen Maranatha alpha-mangostin reduces oxidative damage in rat brain tissue. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19178790 Diakses pada 17 Februari 2014

Meshnick SR. 2002. Artemisinin: mechanisms of action, resistance and toxicity, Int. J. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18752857. Diakses pada 23 Januari 2014.

Muhammad I, Effendi Z, Aamruna Y, dan Suryawati. 2013. Uji aktivitas antimalaria in vivo dari beberapa fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia manggostana Linn) pada mencit (Mus musculus) yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei. http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKM-P/article/download/55/55 Diakses tanggal 25 September 2014

Nawangsasi, Pangesti C. 2012. Kajian deskriptif kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas rowokele Kabupaten Kebumen tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2, tahun 2012, Hal 911 - 921

Newman PJ, Berndt MC, Gorski J, White GC, Lyman S, Paddock C, Muller WA. 1990. PECAM-1 (CD31) Cloning and relation to adhesion molecules of the immunoglobulin gene superfamily. Science. 247: 1219 - 22

Nugroho A, Tumewu-Wagey M. 2000. Siklus hidup Plasmodium malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 38 - 52.

Pedraza-Chaverri J, Cardenas-Rodriguez N, Orozco-Ibarra M, Perez-Rojas JM. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxicology 46, 3227-3239

Pino P, Vouldoukis I, Dugas N, Hassani-Loppion G, Dugas B, Mazier D. 2003. Redox-dependent apoptosis in human endothelial cells after adhesion of Plasmodium falciparum-infected erythrocytes. Ann N Y Acad Sci., 1010 : 582 – 6

Pothitirat W, Chomnawang MT, Supabphol R, Gritsanapan W. 2010. Free radical scavenging and anti-acne activities of mangosteen fruit rind extracts

prepared by different extraction methods.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20645837. Diakses pada 17 Februari 2014


(5)

51 Universitas Kristen Maranatha Poelongan M, Pratiwi. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit manggis

(Garcinia mangostana L.). Media Litbang Kesehatan, XX, 68

Prabowo A. 2004. Malaria mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara Prihatman K. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L.). Dalam K. D. Teknologi.

Jakarta: BPP Teknologi

Purwaningsih, S. 2000. Diagnosis malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 185 - 93.

Putrianti, ED. 2014. Artemisinin, pembunuh parasit malaria. http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2652&coid=1&caid=56 &gid=5 Diakses tanggal 25 September 2014

Putu S. 2004. Edisi 1. Malaria secara ringkas dari pengetahuan dasar sampai terapan. EKG, Jakarta, Hal 14 - 20, 48 - 49

Roebuck KA, Finnegan A. 1999. Regulation of intercellular adhesion molecule-1 (CD54) gene expression. Journal of Leukocyte Biology, 66 : 876 – 88 Shrikant P, IY Chung, ME Ballestas, EN Benveniste. 1994. Regulation of

intercellular adhesion molecule-1 gene expression by tumor necrosis factor-alpha, interleukin-1 beta, interferon gamma in astrocytes. Journal of Neuroimmunology. 51 : 209 - 20

Stolpe AV, Saag PT. 1996. Intercellular adhesion molecule-1. Journal of Molecular Medicine, 74: 13 - 33

Stevenson, Mary M. Dan Eleanor M. Riley. 2004. Innate immunity to malaria. Nature Reviews. Volume 4. Hal 170

Tjahjani S dan Tjhia KK. 2010. Potensis buah merah sebagai antioksidan dalam mengatasi malaria berghei pada mencit.

Tjahjani S. dan Widowati W. 2013. Potensi beberapa senyawa xanthone sebagai antioksidan dan antimalaria serta sinergisme dengan artemisinin in vitro. J.


(6)

52 Universitas Kristen Maranatha Tjitra E. 2005. Pengobatan malaria dengan kombinasi artemisinin. Dalam

Harijanto PN (editor): Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC. Hal 53 - 59.

WHO. 2013. Malaria.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/index.html. Diakses pada 14 Januari 2014.

WHO. 2010. Global report on antimalarial drug efficacy and drug resistance:

2000 – 2010, World Health Organization Press, Geneva, Switzerland

WHO. 2014 Q & A of artemisinin resistance.

http://www.who.int/malaria/media/artemisinin_resistance_qa/en/index.html., Diakses tanggal 17 Februari 2014

Wiser, Mark F. 2008. Malaria. Tulane University.

http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/malaria.html Diakses tanggal 17 Oktober 2014

Yang L, Froio RM, Sciuto TE, Dvorak AM, Alon R, Luscinskas FW. 2005. ICAM-1 regulates neutrophil adhesion and transcellular migration of

TNF-alpha-activated vascular endothelium under flow. 106(2):584-92.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15811956 Diakses tanggal 15 September 2014