SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR.

SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN J ATI PLUS
PERHUTANI DI KPH BLITAR

SKRIPSI

Oleh :
BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH
NPM : 0924010006

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2014

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN J ATI PLUS
PERHUTANI DI KPH BLITAR


SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi : Agribisnis

Oleh :
BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH
NPM : 0924010006

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2014

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI
KPH BLITAR


Disusun oleh:
BRIAN PRAVILIA MINATA GITA NATALIS RASAI KINASIH
NPM : 0924010006

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timut
Pada tanggal 20 Januari 2014

Telah disetujui oleh:
Pembimbing:

Tim Penguji:

1. Pembimbing Utama

1. Ketua

Dr. Ir. SUDIYARTO, MMA


Dr. Ir. SUDIYARTO, MMA

2. Pembimbing Pendamping

2. Sekretaris

Dr. Ir. EKO NURHADI, MS

Dr. Ir. SUMARTONO, SU
3. Anggota

Ir. SETYO PARSUDI, MP
Mengetahui:
Dekan Fakultas Pertanian

Ketua Program Studi

Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MS
NIP. 19620205 198703 1005


Dr. Ir. EKO NURHADI, MS
NIP. 19570214 198703 1001

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul SISTEM PENGENDALIAN MUTU
PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR. Skripsi ini merupakan
syarat yang harus dipenuhi guna mencapai gelar Sarjana pada jenjang S1
(Strata satu) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan tidak
terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Dr. Ir. Sudiyarto.MM selaku dosen pembimbing utama Dr. Ir. Eko Nurhadi.MS

selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan
pengarahan, motivasi, masukan serta meluangkan waktu dan tenaganya dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan untuk membimbing penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku ketua Jurusan Agribisnis, Fakultas PertanianUniversitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Seluruh Staf Perum Perhutani Unit II Jawa Timur tertutama Bapak Budi
Suharsono selaku kepala biro Kelola SDH, trima kasih atas kesempatannya
telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian di Perum

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Perhutani Unit II Jawa Timur. Seluruh Staf dan Buruh lepas KPH Blitar
Terutama Bapak Moc Arifin,SE,MM selaku KTU di KPH Blitar telah menerima
penulis dengan baik selama mengadakan penelitian di KPH Blitar, dan juga

Bpk Muchid, Spd. selaku Kasi Kelola SDHL, Bpk Hermawan, HS selaku Kaur
Tanaman dan Bpk Heru selaku Mandor kebun. Trimakasih atas kesempatan
dan tenaga serta informasi dan data yang melegkapi laporan ini.
5. Ucapan trimakasih yang tiada akhir wajib penulis sampaikan kepada kedua
orang tua ku, serta adik ku Dianthus Nelumbo Kinantan Raja Basa Kalangi
Ing Rasi Gala Kembara Minata. Berkat doanya yang tulus tiada henti dan
kasih saying merekalah yang selalu menyemangati penulis.
6. Sahabat-sahabatku ( Umam, Eko, Suci, Arifin dan Agus Eko). Kalian telah
banyak mengajarkan penulis tentang arti sebuah persahabatan dan
perjuangan dalam hidup lewat kata – kata bijak ataupun pengalaman, serta
teman – teman Angkatan 2009 Jurusan Agribisnis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.

Namun demikian penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun
penyajian laporan penelitian skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis harapkan kepada pembaca, kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan laporan
penelitian skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga laporan
penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca umumnya.

Surabaya, Agustus 2013

Penulis

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RINGKASAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................

i

DAFTAR ISI .................................................................................................

iii


DAFTAR TABEL........................................................................................... ..

vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

viii

I.

PENDAHULUAN.....................................................................................

1

A. Latar Belakang ..................................................................................


1

B. Perumusan Masalah ..........................................................................

4

C. Tujuan Penelitian................................................................................

5

D. Manfaat Penelitian .............................................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................

6

A. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................


6

B. Mutu dan Pengendalian Mutu ............................................................

7

1. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu ..................................

8

2. Pengendalian Mutu Terpadu ........................................................

10

3. Pengendalian Mutu Bibit ..............................................................

11

4. Grading ........................................................................................


14

C. Tinjauan Tentang Tanaman Jati ........................................................

16

1. Jati Plus Perhutani ........................................................................

16

2. Teknologi Pembibitan Jati .............................................................

17

3. Standart Jati Plus Perhutani .........................................................

19

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .........................................

21

A. Kerangka Pemikiran ..........................................................................

21

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

B. Hipotesis ...........................................................................................

23

IV. METODE PENELITIAN ........................................................................

25

A. Penentuan Lokasi....................................................................... ....

25

B. Penentuan Responden ....................................................................

25

C. Pengumpulan Data ..........................................................................

26

D. Analisis Data ...................................................................................

28

E. Definisi Oprasional dan Pengukuran Variabel ..................................

30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

34

A. Keadaan Umum Perumperhutani KPH Blitar ...................................

34

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ............................................

34

2. Keadaan Umum Lapangan .........................................................

35

3. Fasilitas Perusahaan ...................................................................

35

4. Visi dan Misi Perumperhutani ......................................................

36

5. Fungsi Berdasarkan Struktur Organisasi di KPH Blitar ................

36

B. Penentuan Standart Mutu Bibit Jati Plus ...........................................

38

1. Kebun Pangkas ..........................................................................

39

2. Standart Pemanenan Pucuk ........................................................

39

3. Standart Pembuatan Stek Pucuk ................................................

40

4. Standart Pembuatan Media Tanam .............................................

41

5. Standart Pembuatan Bedengan ..................................................

42

6. Standart Penanaman Stek ..........................................................

42

7. Standart Perawatan Stek ............................................................

44

8. Standart Mutu Bibit Jati Plus .......................................................

46

9. Grading .......................................................................................

47

C. Penerapan Sistem Pengendalian Mutu Bibit Jati Plus
hasil stek pucuk di KPH Blitar ..........................................................

48

1. Kebun Pangkas ..........................................................................

49

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2. Persiapan Lahan Sebelum Pembibitan .......................................

51

3. Perlakuan Sebelum Tanam .........................................................

53

4. Tahapan Produksi Bibit Jati Plus Perhutani di Kph Blitar .............

56

5. Penetapan Standart Mutu Bibit Jati Plus Perhutani .....................

62

6. Klasifikasi Grade Mutu Jati Plus Perhutani ..................................

63

D. Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian Mutu dan Penyebab
Kegagalan di KPH Blitar.................................................................

65

1. Menghitung Tingkat Kematian Bibit Jati Plus Perhutani Menggunakan
Metode NPS ...............................................................................

66

2. Faktor – faktor Penyebab Kegagalan Bibit Jati Plus ....................

71

IV. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

73

A. Kesimpulan ....................................................................................

73

B. Saran .............................................................................................

74

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

75

LAMPIRAN ..................................................................................................

77

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui penentuan standart
mutu bibit jati plus di KPH Blitar, mengetahui penerapan sistem pengendalian
mutu bibit jati plus di KPH Blitar dan mengevaluasi penerapan sistem
pengendalian mutu dan penyebab kegagalan di KPH Blitar. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif dan
mengunakan metode perhitungan yang disebut NPS atau (Normal Progress
Schedule). Pengumpulan data melalui data primer dan data sekunder. Untuk
mencapai tujuan pertama dan kedua yaitu digunakan analisis deskriptif kualitatif.
Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu menggunakan perhitungan yang disebut NPS
atau (Normal Progress Schedule). Berdasarkan perhitungan NPS yang
diaplikasikan pada saat evaluasi penerapan sistem pengendalian mutu
pembibitan jati plus, perhutani berhasil menekan tingkat kematian pada
pembibitan jati plus perhutani di KPH Blitar pada tahun 2012 sebesar 20,96%
dari standart yang ditetapkan sebesar 25%. Sehingga hipotesis diterima dan
penerapan sistem pengendalian mutu pada pembibitan jati plus perhutani di KPH
Blitar pada tahun 2012 dinyatakan berhasil.
Kata kunci : pengendalian mutu, perhitungan NPS, jati plus perhutani

ABSTRACT
The research objective of this thesis is to investigate the determination of
the standard of quality teak seedlings in KPH plus Blitar, knowing the
implementation of the quality control system plus teak seedlings in KPH Blitar
and evaluate the implementation of quality control system and cause failure in
Blitar KPH. The method used in this research is descriptive qualitative analysis
method and the method of calculation called NPS or (Normal Progress Schedule).
Data collection through primary data and secondary data. To achieve the first
goal and the second is to use a qualitative descriptive analysis. To achieve the
third objective, namely using a calculation called NPS or (Normal Progress
Schedule). Based on the calculation of the NPS applied when evaluating the
application of the quality control system plus teak nursery, forestry successfully
reduced the rate of death at nursery plus teak forestry in Blitar KPH in 2012
amounted to 20.96 % of the standard was set at 25 %. So the hypothesis is
accepted and the application of quality control in breeding system plus teak
forestry in Blitar KPH in 2012 declared a success.
Keywords: quality control, NPS calculation, the teak plus perhutani

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

RINGKASAN
Jati (Tectona grandis Linn F.) hingga saat ini masih menjadi komoditas
mewah, karena kualitas kayunya yang dikenal awet dan kuat, kayu jati banyak
diminati masyarakat walaupun harga jualnya dipasaran mahal. JPP (Jati Plus
Perhutani) adalah jati unggul produk Perhutani yang diperoleh dari program
pemuliaan pohon jati. Produk JPP ini terus di pertahankan kualitasnya dengan
menjaga mutu JPP dengan standart – standart yang ditetapkan perhutani. JPP di
ini dikembangkan melalui vegetatif (stek pucuk). Selain itu dalam standart yang
diterapkan oleh perhutani sudah membedakan standart bibit yang berasal dari
vegetative namun dalam pelaksananan nya belum optimal dan dilapangan masih
banyak dijupai pekerja yang masih belum memenuhi SOP yang telah ditetapkan.
Hal ini mengakibatkan kualitas bibit jati menurun dan perlakuan yang kurang
tepat ini mengakibatkan bibit banyak yng mati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penentuan standart mutu dan
mengetahui penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus, serta
mengevaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab kegagalan.
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH)
Blitar pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Untuk
mencapai tujuan pertama dan kedua yaitu digunakan analisis deskriptif. Untuk
mencapai tujuan ketiga yaitu menggunkan metode perhitungan yang disebut
NPS atau (Normal Progress Schedule).
Penentuan standart mutu pembibitan jati plus di KPH Blitar telah di atur di
dalam Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 398/Kpts/Dir/2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Kebun Pangkas (KP) dan Persemaian Stek Pucuk Jati
Plus Perhutani (JPP). Penerapan sistem pengendalian mutu pembibit jati plus di
awali dengan : Pemilihan pucuk sebagai bakal setek, persiapan lahan sebelum
tanam, perlakuan pucuk sebelum tanam, tahapproduksi bibit (Bibit ditanam
dalam 4 tahap yaitu Induksi selama 4 - 8 minggu, aklimatisasi 2 minggu, shading
2 minggu, open area 4 minggu), penyeleksian bibit menurut standart mutu bibit
dan grading (bibit dikelompokan menjadi dua yaitu mutu P dan D).
Berdasalkan hasil perhitungan NPS atau (Normal Progress Schedule)
KPH Blitar berhasil menekan tingkat kematian pada pembibitan jati plus
perhutani di tahun 2012, dari standart yang ditetapkan sebesar 25% menjadi
20,96% dengan perincian sebagai berikut, Induksi 15 %, Aklimatisasi 2,08 %,
Shading 1,8 %, Open 2,08 %.
Kata kunci : pengendalian mutu, perhitungan NPS, jati plus perhutani

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jati (Tectona grandis Linn F.) hingga saat ini masih menjadi komoditas
mewah, karena kualitas kayunya yang dikenal awet dan kuat, kayu jati banyak
diminati masyarakat walaupun harga jualnya dipasaran mahal. Jenis kayu ini
banyak di manfaatkan sebagai bahan bangunan, mebel dan sebagainya.
(Sumarna, 2002). JPP (Jati Plus Perhutani) adalah jati unggul produk Perhutani
yang diperoleh dari program pemuliaan pohon. Produk JPP ini terus di
pertahankan kualitasnya dengan menjaga mutu JPP dengan standart – standart
yang ditetapkan perhutani. (Perum Perhutani. 2011).
Di Indonesia sebagian besar pohon jati di produksi oleh Perhutani. Sekitar
512 ribu m3 kayu jati dihasilkan oleh perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak
200 ribu m3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini. Sejalan
dengan peningkatan akan kebutuhan kayu jati, diharapkan juga diikuti dengan
pengembangan budidaya jati dan pembangunan hutan tanaman jati. Untuk itu
diperlukan bibit jati yang berkualitas dan berkarakter unggul, serta mempunyai
daur panen yang lebih pendek. (Perdana. 2011).
Hingga saat ini penilaian bibit tanaman hutan di Indonesia secara
oprasional mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial (Perdirjen RLPS) No. P.05/V-Set/2009 tentang Pedoman
Sertifikasi Mutu Bibit Tanaman Hutan. Dalam peraturan tersebut, bibit berkualitas
adalah bibit yang memenuhi setandart mutu, baik mutu genetik dan mutu fisik
atau morfologi. Mutu genetik didasarkan pada diameter batang, tinggi,
kekompakan media, jumlah daun dan umur. Dari 75 jenis ada 13 jenis tanaman
yang tercantum dalam setandart tersebut termasuk jati Tectona grandis Linn F.
(Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009)

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Dalam pelaksanaannya Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 persyaratan
mutu bibit dalam standart tersebut dibagi menjadi syarat umum dan syarat
khusus. Walaupun begitu penerapan standart mutu bibit masih banyak
kekurangannya. Dalam hal akurasi parameter maupun jumlah jenis yang
distandartkan. Standart yang ditetapkan seringkali masih berdasarkan morfologi
bibit siap tanam saja dan kurang didukung oleh data ilmiah hasil uji penanaman
yang bersifat fisiologi. Mutu fisiologi dipengaruhi oleh kandungan kimia dalam
benih yang dapat diukur dengan mengetahui kemampuan hidup (viabilitas), daya
kecambah, vigor (daya tumbuh) dan kesehatan benih. Mutu fisik dipengaruhi oleh
kondisi penampilan fisik benih yang dapat diketahui dengan mengukur kesegaran,
kadar air, warna dan kebersihan.
Yang dimaksud dengan data ilmiah hasil uji penanaman adalah, data
yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Yaitu sebagai berikut :
1. Objektif, data yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
2. Respresentatif, data harus mewakili lot bibit.
3. Teliti dan tepat terjamin kebenarannya.
4. Tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pada saat tertentu.
5. Relevan, menunjang persoalan yang dihadapi.
Karena informasi tersebut akan bermanfaat bagi produsen, penjual maupun
konsumen benih.
Di perhutani bibit jati untuk keperluan internal, memiliki standart mutu bibit
siap tanam sendiri, baik yang dibiakan secara generatif maupun vegetatif (stek)
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan normal.
2. Tinggi bibit 20 – 30 cm.
3. Batang lurus, berkayu (1/3 dari tinggi), kokoh.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

4. Daun tidak terlalu lebar, berwarna hijau, sedikit kunig.
5. Tidak terserang hama penyakit.
6. Perakaran banyak dan membentuk gumpalan yang kompak dengan
media.
Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang
ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagaina besar
parameternya merupakan parameter fisik / morfologi yang belum teruji,
sementara itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan
tumbuh dan beradaptasi bibit setelah penanaman. Oleh karena itu perlu
diadakan penelitian penerapan standart mutu bibit tentang keadaan morfologi
yang dapat meningkatkan efektivitas pengujian sebagai perangkat pengendalian
mutu.
Berkenaan dengan program direksi dengan adanya Perhutani Hijau 2010
dimana diharapkan pada tahun 2010 semua lahan kosong di kawasan hutan di
Perhutani sudah bisa tertutup oleh tegakan jati plus. Permasalahan bagi
PUSLITBANG selaku produsen benih dan bibit unggulan Perhutani adalah
permintaan untuk internal Perhutani sendiri sudah mulai berkurang seiring
dengan berhasilnya Perhutani Hijau 2010. Kondisi tersebut merupakan peluang
bagi Perhutani untuk menambah penghasilan perusahaan dengan menjual bibit
ke pihak lain. Peluang tersebut didukung dengan tingginya minat masyarakat
dalam menanam tanaman jati di lahan-lahan mereka. Untuk kepentingan
pemasaran bibit tersebut, Perhutani dirasa perlu menganalisis harga bibit Jati
untuk mengetahui berapa harga yang harus dikenakan terhadap setiap grade
bibit supaya Perhutani tidak kalah bersaing dengan perusahaan penjual bibit
lainya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

B. Perumusan Masalah
Kayu jati merupakan jenis kayu yang banyak diminati oleh masyarakat
dunia. Ini dikarenakan kayu jati mempunyai sifat-sifat kayu yang sangat bagus
dan cocok untuk menjadi bahan baku bangunan dan furniture. Ini merupakan
peluang bagi Perum Perhutani untuk meningkatkan produktivitas hutan jatinya.
Salah

satu

upaya

Perum

Perhutani

tersebut

adalah

dengan

cara

mengembangkan bibit jati unggul yang cepat tumbuh dan mempunyai kualitas
kayu yang bagus.
Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang
ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagian besar
parameternya merupakan parameter fisik/morfologi yang belum teruji, sementara
itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan tumbuh dan
beradaptasi bibit setelah penanaman. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian
penerapan standart mutu bibit tentang keadaan morfologinya yang dapat
meningkatkan efektivitas pengujian sebagai perangkat pengendalian mutu.
Selain itu dalam standart Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 dan yang
diterapkan oleh perhutani sudah membedakan standart bibit yang berasal dari
vegetative namun dalam pelaksananan nya belum optimal dan dilapangan masih
banyak dijupai pekerja yang masih belum memenuhi SOP yang telah ditetapkan.
Hal ini mengakibatkan kualitas bibit jati menurun dan perlakuan yang kurang
tepat ini mengakibatkan bibit banyak yng mati.
1. Bagaimana mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus di KPH
Blitar?
2. Bagaimana penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus di KPH
Blitar?

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

3. Mengevaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab
kegagalan di KPH Blitar?
C. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui penentuan standart mutu bibit jati plus di KPH Blitar.
2. Ingin mengetahui penerapan sistem pengendalian mutu bibit jati plus di
KPH Blitar.
3. Evaluasi penerapan sistem pengendalian mutu dan penyebab kegagalan
di KPH Blitar.

D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat dijadikan perbendaharaan ilmu dan pengetahuan
terutama tulisan yang bersifat ilmiah yang dapat didokumentasikan
didalam perpustakaan perguruan tinggi atau instasi terkait.
2. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi
berupa konsep-konsep perbaikan dalam pengambilan kebijakan –
kebijakan berikutnya bagi instansi terkait.
3. Diharapkan mampu memberi informasi atau ide untuk penelitian
selanjutnya yang sejenis.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Topik yang di bahas pada penelitian ini, sebelumnya pernah di bahas dan
di teliti oleh penelitian lain yaitu penelitian tentang Pengendalian Mutu dengan
obyek yang berbeda beda, antara lain:
1. Dede J. Sudrajat (2010) meneliti tentang “Tinjauan Standart Mutu Bibit
Tanaman Hutan di Indonesia.” Peneliti mengunakan analisis deskriptif.
Kesimpulan bahwa banyak jenis tanaman hutan yang disertifikasi/diuji
dengan setandart yang tidak jelas. Pengujian masih didasarkan pada
pengujian kondisi morfologi bibit dan belum melibatkan uji fisiologis.
Untuk jenis – jenis yang belum distandarkan pengujian yang digunakan
satu BPTH dengan BPTH lain berbeda. Penyempurnaan standart yang
berlaku perlu dilakukan, penyeragaman persepsi sertifikasi bibit, dan
kepercayaan terhadap label harus ditingkatkan, dan memperkuat
lembaga sertifikasi dengan menjadikan nya lembaga yang terakreditasi
agar mampu memberikan jaminan mutu atas hasil – hasil ujinya.
2. Januar Edwin Cahyadi (2005) meneliti tentang “Pengendalian Kualitas
Produk Karet di PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kota – Blater.
Jember”. Peneliti menggunakan analisis Teknik Kendali Mutu secara
Statistik menurut Kouru Ishikawa. Kesimpulan jumlah kerusakan (reject)
Sheet dapat ditekan denagn mengunakan penegendalian kualitas yang
dilakukan pada tigatahap yaitu meliputi pemeriksaan kualitas bahan dasar,
pemeriksaan selama proses produksi, serta pemerikasaan hasil akhir.
3. Rani Kurnia (2009) meneliti tentang “Pengendalian Mutu Produksi Benih
Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacquin) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Marihat, Sumatra Utara.” Peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif

6
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

menghasilkan kesimpulan bahwa adanya pengendalian mutu pada benih
yang

diproduksi

berpengaruh

terhadap

presentase

hidup

dan

pertumbuhan kelapa sawit.
4. Ahsan Maulana (2009) meneliti tentang “Pengujian Kualitas Kayu Jati
(Tectona grandis Lin. f) Pada Pengolahan Hutan Berbasis Masyarakat
Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.” Peneliti
menggunakan analisis deskriptif. Kesimpulan bahwa kualitas mutu kayu
melalui pengujian simulasi sedikit lebih baik disbanding pada pembagian
batang actual, hasil simulasi pembagian batang terbesar adalah kelas
mutu P, yaitu sebesar 32,59%.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan manajemen baik dalam persediaan bahan baku, pengawasan mutu
bahan baku, maupun proses produksi mempunyai pengaruh terhadap mutu atau
kualitas terhadap produk akhir yang dihasilkan penelitian ini mempunyai
persamaan

dan

perbedaan

dengan

penelitian

terdahulu.

Penelitian

ini

menggunakan analisis yang sama yaitu analisis deskriptif. Perbedaan nya
terletak pada objek penelitian dan tempat penelitian untuk pengumpulan data.

B. Mutu dan Pengendalian Mutu
Para pakar memiliki definisi yang berbeda – beda tentang kata mutu,
namun pada intinya mengandung maksud yang sama. Menurut Juran (1979),
mutu merupakan kecocokan untuk digunakan, produk dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan serta memberi jaminan kepercayaan pada konsumen.
Feigenbaum

(1996)

menyatakan,

mutu

produk

dan

jasa

dapat

didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari
pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan
jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan – harapan pelanggan. Kualitas

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

adalah

suatu

kondisi

dinamis

yang

berhubungan

dengan

produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan atau konsumen. (Garvin dan Davis dalam Nasution,
2004)
Nasution (2004) menyimpulkan bahwa ada beberapa persamaan dalam
definisi kualitas, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut:
1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas merupakan produk, jasa manusia, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Pengendalian

mutu

adalah

kegiatan

untuk

memastikan

apakah

kebijaksanaan dalam hal tersebut (standart) dapat tercermin dalam hasil akhir.
Dalam kata lain pengendalian mutu merupakan mutu dari barang yang dihasilkan
agar

sesuai

dengan

spesifikasi

produk

yang

ditetapkan

berdasarkan

kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Pengendalian dikaitkan mutu dengan
masalah

pengembangan

melaksanakan

desain,

pengendalian

mutu

produksi
adalah

ekonomis

definisinya

mengembangkan,

adalah

mendisain,

memproduksi dan memberi jasa mengembangkan produk bermutu yang paling
ekonomis,

paling

berguna

dan

selalu

memuaskan

bagi

konsumen

(Shikawa,1989).

1. Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu

Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah pengevaluasian kinerja

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal
tersebut meliputi semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari
bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu
bertujuan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang
proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan
masyarakat dan konsumen. (Puspitasari, 2004).
Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki
mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah
tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Jangka panjang
perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah
pasar perusahaan.
Dalam arti luas, pengawasan mutu diartikan sebagai upaya memuaskan
pelangan bagi setiap produk yang dihasilkan. Dalam manajemen modern
yang memfokuskan perhatian kepada kepuasan pelanggan (costumer’s
satisfaction), pola pengendalian mutu sudah diubah menjadi manajemen
mutu. Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan oprasional yang
digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu, sedangkan manajemen mutu
merupakan seluruh kegiatan yang menetapkan kebijakan mutu, jaminan
mutu dan peningkatan mutu dalam suatu sistem mutu. (Badan Standarisasi
Nasional, 2000).
Sistem mutu yang mengacu pada SNI 19-17025-2000 yang disertai
dengan akreditasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BNS) memberi
pengakuan secara internasional kepada laboratorium yang lulus akreditasi.
(Soeroto, 2004).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

2. Penegendalaian Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah filosofi dan sistem untuk
pengembangan secara terus menerus (continuous improvement) terhadap
jasa atau produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer
satisfaction). Sistem pengembangan secara terus menerus dan kepuasan
pelanggan merupakan kalimat yang selalu ada dalam setiap definisi yang
dikemukakan pakar terhadap MMT. Sistem pengembangan secara terus
menerus menggambarkan bahwa MMT memiliki titik tekan pada proses dan
bekerja dengan mendasarkan pada sistem. (Fitzgerald, 2004 dalam
Pulungan, 2001).
MMT (Manajemen Mutu Terpadu) adalah suatu filosofi komprehensif
tentang kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan
berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu,
produktifitas, dan mengurangi pembiayaan. Pendapat ini membuktikan
bahwa MMT merupakan manajemen yang tidak hanya mementingkan
produk tetapi lebih mementingkan proses. Produk yang bermutu pasti
dihasilkan oleh proses yang bermutu pula. Untuk dapat mencapai proses
yang bermutu, organisasi harus memiliki filosofi yang menyeluruh terhadap
mutu yang dipahami oleh semua komponen organisasi. Dengan difahaminya
filosofi tersebut, seluruh komponen organisasi akan selalu melakukan
pekerjaan sebaik mungkin, sehingga

dapat terhindar dari berbagai

kesalahan dalam meningkatkan efisiensi. (Kovel Jarboe dalam Syafaruddin,
2002).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

3. Pengendalian Mutu Bibit

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan
pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang
yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga
sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian
bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari
pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur
jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat
diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut.
Bibit merupakan salah satu penentu keberhasilan budidaya tanaman.
Budidaya tanaman sebenarnya telah dimulai sejak memilih bibit tanaman
yang baik, karena bibit merupakan obyek utama yang akan dikembangkan
dalam proses budidaya selanjutnya. Selain itu, bibit juga merupakan
pembawa gen dari induknya yang menentukan sifat tanaman setelah
berproduksi. Oleh karena itu untuk memperoleh tanaman yang memiliki sifat
tertentu dapat diperoleh dengan memilih bibit yang berasal dari induk yang
memiliki sifat tersebut.
Pengertian bibit biasanya diterapkan bagi tanaman buah tahunan atau
tanaman tahunan. Pada tanaman buah tahunan dan tanaman tahunanlainya,
“calon tanaman” dijual dalam bentuk tanaman kecil (bibit). Lain halnya
dengan tanaman sayuran, hias, dan buah semusim yang sering dijual dalam
bentuk

biji

hasil

penangkaran

yang

biasa

disebut

benih

untuk

perbanyakannya. Berdasarkan cara perbanyakan, bibit dibagi menjadi dua,
yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

a. Bibit Generatif
Bibit generatif diperoleh dari hasil perbanyakan secara kawin (sexual).
Bibit generatif lebih dikenal konsumen dengan bibit dari biji sebab bibit
ini dikembangkan dari biji. Anggapan seperti ini tidak selalu benar
sebab ada bibit dari biji yang tidak diperoleh dari hasil perkawinan (biji
apomiktik). Namun, pada kebanyakan buah memang biji ini telah
dibuahi atau sebagai hasil perkawinan antara bunga jantan dan bunga
betina. Mekanisme perkawinan terjadi pada saat penyerbukan, yaitu
kepala putik diserbuki dengan serbuk sari yang berlanjut sampai
pembentukan biji.
b. Bibit Vegetatif
Bibit vegetatif diperoleh dari pembiakan secara tak kawin (asexual).
Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang diperbanyak secara
vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki sifat-sifat yang
serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya, sistem
pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih
induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh
pada bibit sambung atau okulasi, bibit yang dihasilkan dapat memiliki
sifat yang baik dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat
yang baik dari batang bawah (misal perakaran baik).
Di pasaran dikenal berbagai macam jenis bibit. Konsumen sudah akrab
dengan jenis bibit biji, cangkokan, sambung, atau okulasi. Berdasarkan jenis
perbanyakannya, bibit terbagi enam jenis bibit yaitu bibit dari biji, bibit setek
(cuttage), bibit cangkok (air layerage), bibit okulasi (budding), bibit sambung
(detached scion grafting), bibit susuan (approach grafting). (Setiawan, 1999)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Mutu Fisik Menurut Perdirjen RLPS No.
P.05/V-Set/2009.
Standart Mutu Bibit Tanaman Hutan, Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS
No. P.05/V-Set/2009 menjadi acuan BPTH dan lembaga sertifikasi lainnya
yang ditunjuk dalam penentuan mutu bibit. Persyaratan mutu bibit dalam
standart tersebut dibagi menjadi dua yaitu syarat umum dan syarat khusus,
yaitu:
a. Syarat umum meliputi :
1) Bibit berbatang tunggal dan lurus.
2) Bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun
normal (tidak menunjukkan kekurangna nutrisi dan tidak mati pucuk).
3) Batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan
setinggi 50% dari tinggi bibit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

b. Syarat khusus meliputi :
1) Tinggi bibit, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai pada titik
tumbuh teratas.
2) Diameter batang bibit, yang diukur pada pangkal batang.
3) Kekompakan media, yang ditetapkan dengan cara mengangkat
suatu persatuan dari beberapa jumlah contoh bibit.
4) Kekompakan media dibedakan ada 4 yaitu utuh, retak, patah, lepas.
5) Jumlah daun sesuai dengan jenisnya sedangkan untuk jenis
tanaman yang berdaun banyak seperti Pinus sp., Paraserianthes
sp., parameter yang digunakan adalah Live Crown Ratio (LCR).
6) LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam
persen.
7) Umur sesuai dengan jenisnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam usahatani penangkaran bibit
ialah antara lain luas lahan dan jarak tanam. Luas lahan akan jelas
mempengaruhi

jumlah

bibit

yang

dibutuhkan.

Semakin

luas

lahan

penanaman, maka semakin banyak pula jumlah bibit yang dibutuhkan,
dengan demikian semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk
membeli bibit. Demikian pula dengan jarak tanam, semakin lebar jarak
tanam yang digunakan maka semakin sedikit jumlah bibit yang dapat
ditanam dalam luasan tertentu. Sebaliknya dengan menggunakan jarak
tanam yang lebih rapat, maka semakin banyak populasi tanamannya.

4.

Grading

Hanafie (2010), grading adalah proses pengelompokan tingkat mutu yang
diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman tertentu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Tujuan grading adalah untuk meminimalkan praktek – praktek kotor seperti
penjualan komoditi dengan kualitas yang sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Fungsi standarisasi dan grading dimaksudkan untuk menyederhanakan
dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan komoditi melalui
saluran pemasaran. Grading adalah proses pengelompokan tingkatan mutu
yang diberikan pada sekelompok produk yang memiliki keseragaman
tertentu. Setandarisasi adalah justifikasi kualitas yang seragam antara
pembeli dan penjual. Antara tempat dan antara waktu.
Faktor – faktor kualitas yang umumnya digunakan berbagai komoditi
untuk mengelompokkan ke berbagai sepesifikasi kualitas (grade) adalah:
a. Ukuran
b. Berat
c. Warna
d. Aroma
e. Panjang
f. Kekuatan/kepadatan
g. Tekstur
h. Keseragaman
i. Kandungan berbagai elemen seperti uap dan bahan asing
j. Kerusakan fisik
Dalam proses grading ada beberapa kegiatan yang dilakukan, kegiatan –
kegiatan yang dilakukan dalam grading meliputi kegiatan penentuan
standartd, kegiatan menggrade, kegiatan menginspeksi benda dalam rangka
mendeterminasi grade atau kualitas, memberikan etiket sesuai dengan
grade dari benda yang bersangkutan (labeling).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Penetapan Standart Mutu Bibit dilakukan berdasarkan persyaratan umum
dan persyaratan khusus. Dalam pelaksanaan Perdirjen RLPS No. P.05/VSet/2009. Ada tiga tingkatan mutu berdasarkan hasil pemeriksaan dan
pengukuran persyaratan umum dan persyaratan khusus sebagai berikut :
a. Mutu pertama (P) : jika bibit memenuhi semua persyaratan umum lebih
besar 95% dan rata – rata dari persyaratan khusus lebih besar 90%.
b. Mutu kedua (D) : jika bibit yang memenuhi kriteria persyaratan umum
75% - 95% dan rata – ata persyaratan khusus 70% - 90%.
c. Bibit yang tidak memenuhi kelas mutu P dan D tidak diterbitkan
sertifikat / afkhir.

C. Tinjauan Tentang Tanaman Jati
1. Jati Plus Perhutani
Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar ini
memiliki batang yang lurus, dapat tumbuh mencapai 30 – 40 m. berdaun
besar yang luruh di musim kemarau. (Rachmawati, et al., 2002).
Kerajaan :

Plantae

Divisi

:

Magnoliophyta

Kelas

:

Magnoliopsida

Ordo

:

Lamiales

Famili

:

Lamiaceae

Genus

:

Tectona

Spesies :

T. grandis

Nama binomial : Tectona grandis Linn. f.
Area penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan
bagian barat Laos. Batas utara pada garis 250 LU di Myanmar, batas selatan
pada garis 90 LU di India. Jati tersebar pada garis 700 – 1000 BT.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Penyebarannya ternyata terputus – putus. Hutan jati terpisah oleh
pegunungan, tanah – tanah datar, tanah – tanah pertanian dan tipe hutan
lainnya. Di Indonesia jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak
beberapa abad lalu di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sumbawa, Maluku dan Lampung. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 900
m dpl dengan curah hujan 1500 – 3000 m dpl. Tumbuh pada tanah
berlapisan dalam, subur, berdrainase baik, netral, toleran pada tanah padat
serta tahan terhadap api. Umum nya musim buah masak terjadi pada bulan
Juli – Agustus, jati pada umum nya baru bisa dipanen pada umur 30 – 50
tahun, tergantung pada tingkat kesuburan tanah tempat tumbuhnya.
(Nurhasybi, et al., 2010).
Pemuliaan pohon jati di Perhutani dimulai sejak tahun 1982 dengan
seleksi awal pohon jati plus dari populasi hutan alam maupun hutan tanaman
jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan koleksi 600 pohon plus, 300 pohon
dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Koleksi 600 pohon plus jati
materi genetiknya disimpan atau ditanam di dalam Bank Klon, KBK dan
Kebun Pangkas. Koleksi ini bertujuan untuk konservasi genetik (bank gen)
maupun untuk materi kegiatan pemuliaan lebih lanjut. Jati plus memiliki
beberapa keunggulan yaitu tumbuh lebih cepat, ketika jati berumur satu
tahun tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi
tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata – rata 26 cm. Saat dipanen
pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi
14 m, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah, lahan
kritis yang tak bernutrisi, dan tekstur kayu mirip kayu jati konvensional walau
tergolong kelas kekuatan III. (Perhutani, 2011).

2. Teknologi Pembibitan Jati

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

Sampai sekarang pengertian bibit masih sering dirancukan dengan
pengertian benih (seed) dan tanaman induk (parent stock). Banyak orang
yang tertukar untuk mengistilahkan bibit pada benih. Pengertian bibit juga
sering tertukar dengan tanaman induk penghasil benih atau bibit. Pengertian
bibit yang dimaksud ialah tanaman kecil (belum dewasa) yang berasal dari
pembiakan generatif (dari biji), vegetative (cangkok, okulasi, setek), kultur
jaringan, atau teknologi perbanyakan lainnya. Selain itu, bibit juga dapat
diperoleh dari kombinasi cara-cara perbanyakan tersebut. (Setiawan, 1999)
Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon
unggulan hasil uji klon. Klon adalah sekumpulan pohon atau bibit yang
berkualitas genetik (kualitas yang diturunkan dari induknya) sama persis,
karena

merupakan

menggunakan

hasil

benih)

dari

perbanyakan
satu

vegetative

batang

pohon.

(pembibitan

tidak

Pembibitan

untuk

memperbanyak klon dilakukan melalui setek, cangkok, okulasi, atau kultur
jaringan. Sebelum klon – klon tersebut di kembangkan dilakukan tes
pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan silivikultur intensif.
Jati Plus Perhutani adalah jati unggul produk perhutani yang diperoleh
dari program pemuliaan pohon. Jati Plus Perhutani dikembangkan melalui
dua cara perbanyakan yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan
generative dengan menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK).
Perkembang biakan vegetative adalah bibit yang diperoleh dari pembiakan
secara tak kawin (asexual). Alasan yang utama sehingga banyak bibit yang
diperbanyak secara vegetatif ialah untuk mendapatkan bibit yang memiliki
sifat-sifat yang serupa dengan induknya. Pada perkembangan selanjutnya,
sistem pembiakan vegetatif memungkinkan penggabungan dua atau lebih
induk yang masing-masing memiliki sifat tertentu. Sebagai contoh pada bibit
sambung atau okulasi, bibit yang dihasilkan dapat memiliki sifat yang baik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

dari batang atas (misal kualitas buah baik) dan sifat yang baik dari batang
bawah (misal perakaran baik).
Perkembang biakan vegetatif yang dinilai paling baik untuk menghasilkan
bibit jati plus berkualitas dan cepat panen adalah perkembangbiakan secara
stek. Stek adalah bibit yang diperoleh dengan memisahkan atau memotong
beberapa bagian dari tanaman, seperti akar, batang, daun, dan tunas
dengan maksud agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Kelebihan
dari cara perbanyakan ini ialah caranya sederhana (tidak memerlukan
teknik-teknik tertentu yang rumit) dan bibit yang diperoleh mewarisi sifat-sifat
yang dimiliki induknya. Kelemahannya ialah tidak banyak jenis tanaman
yang dapat diperbanyak dengan cara ini sehingga penggunaannya terbatas.
(Setiawan, 1999)

3. Standart Jati Plus Perhutani
Pohon jati plus adalah pohon yang memiliki fenotip terbaik dibandingkan
dengan pohon di sekitarnya. Pohon jati plus dapat dipilih dari hutan alam
atau dari tegakan jati. Fungsi pohon jati plus selain dapat dimanfaatkan
kayunya, juga diambil mata tunasnya untuk grafting dan sebagai bahan
analisis keragaman genetik. Biji yang berasal dari pohon jati plus selanjutnya
diuji kemurniannya. Menurut Erni (2006), ciri-ciri/karakteristik pohon plus
adalah sebagai berikut :
a. Tinggi : Pohon plus harus memiliki tinggi minimal sama dengan ratarata tinggi pohon pembanding.
b. Bentuk batang : Pohon induk harus lurus paling tidak 1/3 dari tinggi
pohon dari bawah serta tanpa puntiran.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

c. Diameter : Diukur pada 1,30 cm dari permukaan tanah, pohon plus
harus memiliki diameter pohon minimal 10% lebih besar dibanding
diameter pohon pembanding.
d. Batang bebas cabang : Pohon plus harus memiliki tinggi bebas cabang
lebih dari 25% dari tinggi.
e. Tinggi ke cabang besar pertama : Tinggi dari cabang besar pertama
paling tidak 50% dari tinggi pohon plus. Cabang besar adalah cabang
yang permanen dan biasanya berdiameter lebih dari 3 cm.
f. Permukaan batang halus : Permukaan batang harus halus, tanpa knob
(tonjolan) atau bekas cabang yang membesar.
g. Keselindrisan batang : Batang harus silindris dan persentase
taper/kemiringan yang terbentuk tidak terlalu tinggi.
h. Cacat batang yang lain : Batang tidak boleh menunjukkan tanda-tanda
pecah, serangan hama dan penyakit.
Menurut Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 untuk bibit yang abnormal
terdiri dari :
a. Bibit berbatang ganda, bibit yang berbatang lebih dari satu.
b. Tidak sehat adalah bibit terindikasi serangan hama dan penyakit dan
atau gejala kekurangan nutrisi dan mati pucuk.
c. Bibit belum berkayu adalah bibit yang batangnya belum berkayu atau
sudah berkayu tetapi belum mencapai 50% dari tinggi bibit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Pemikiran
Pada tahun 1982 Perhutani memulai pemuliaan pohon jati dan
menemukan Jati Plus Perhutani atau biasa disingkat JPP dengan berbagai
macam keunggulannya. JPP ini dikembangkan melalui dua cara perbanyakan
yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generative dengan
menggunakan biji JPP asal kebun benih klonan (KBK). Pengendalian mutu
ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh
perusahaan kepada konsumen. Tindakan pengendalian dapat membantu
mempertahankan kinerja proses produksi dalam batas – batas toleransi yang
diijinkan. Namun dalam pelaksanaannya, selain terbatasnya sumber benih yang
ada, kriteria mutu bibit juga masih diragukan karena sebagian besar
parameternya merupakan parameter fisik/morfologi yang belum teruji, sementara
itu, kondisi morfologi bibit tidak selalu mencerminkan kemampuan tumbuh dan
beradaptasi b