PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTELEKTUAL SISWA SLTP BANDUNG.

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN
PEMECAHAN MASALAH DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTELEKTUAL
SISWA SLTP BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Untuk Menempuh Gelar Magister Pendidikan
Dalam Bidang Pengembangan Kurikulum

:^t*0&ff, pg^&*??^.

Oleh:

DIDI KUSMADI
NIM: 999612

PROGRAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERS1TAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG
2002

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

PROF. DR. H. OEMAR HAMALIK

Pembimbing II

PROF. DR. H.R. IBRAHIM, M.A

Diketahui

KETUA PROGRAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Prof. DR. H. R. IBRAHIM. M.A.

ABSTRAK

Pelaksanaan pengajaran matematika yang dilakukan oleh guru matematika

SLTP memerlukan kreatifitas dan kesungguhan yang bersifat inovatif. Jika dalam

mengajar guru hanya mengandalkan pola lama (konservatif) yang sifatnya rutinitas

dimana hanya mengajarkan dengan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas
dengan secara klasikal tentu hal ini akan berimbas kepada ketercapaian hasil belajar
siswa. Pengembangan model pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan
masalah merupakan satu hal yang bersifat inovatif. Upaya untuk pencapaian tujuan

pembelajaran yang efektif sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru terutama dalam
penguasaan maten pelajaran, penguasaan metode, memilih media yang tepat serta
menentukan alat evaluasi yang cocok untuk diberikan kepada siswa.

Mengacu kepada uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini berkenaan dengan bagaimanakah pengembangan model pembelajaran

dengan pendekatan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika untuk
meningkatkan keterampilan intlektual siswa SLTP ?

Tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu untuk mnemukan model

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang dirancang
sesuai dengan kondisiyang ada dan diselaraskan dengan kebutuhan dalam pengajaran
matematika untuk meningkatkan keterampilan intelektual siswa SLTP.

Metode yang digunakan adalah riset and development (Borg & Gall 1979)
Lokasi penelitian yaitu SLTPN 12 Kota Bandung, SLTPN 26 Kota Bandung, dan
SLTPN 29 Kota Bandung, dengan subyek siswa kelas II. Adapun teknik pengumpulan
data dengan observasi, wawancara, studi dokumenter, anekdot record, tes hasil belajar

dan self reflection.


Hasil penelitian menemukan bahwa pengembangan model pemecahan masalah

dalam pengajaran matematika secara umum dilakukan melalui tiga tahap, yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan pembelajaran meliputi kegiatan

pengenalan model kepada guru matematika, penyusunan rancangan model. Pelaksanaan

dilakukan dengan cara mengimplementasikan model yang telah dikembangkan dan
evaluasi dilakukan untuk melihat kebaikan model yang telah dikembangkan. Uji coba
model dilakukan dengan melalui uji coba terbatas dan uji coba lebih luas. Uji coba
terbatas dilakukan di SLTP Negeri 29 Kota Bandung dengan 4 kali pertemuan.

Sedangkan pada uji coba lebih luas dilakukan pada tiga sekolah, yaitu SLTPN 12 Kota
Bandung, SLTP 26 Kota Bandung dan SLTPN 29 Kota Bandung.
Dalam uji coba terbatas diawali dengan menciptakan situasi kelas yang
kondusif dan kemudian guru melakukan pre-tes. Di akhir pembelajaran gum
mengadakan post tes. Setelah itu diadakan revisi dan kemudian dikembangkan model
pembelajaran yang siap untuk diuji cobakan pada kelas yang lebih luas.
Uji coba lebih luas mencakup perencanaan pembelajaran, implementasi


pembelajaran, dan hasil belajar siswa.

Hasil uji coba lebih luas dalam implementasi pembelajaran, menunjukkan

adanya peningkatan terutama terhadap siswa-siswa yang sebelumnya dijadikan subyek
pada uji coba terbatas. Kemampuan guru dalam mengembangkan kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah sudah

menunjukkan adanya peningkatan. Dalam penerapan pendekatan pemecahan masalah,
guru cukup bervariatif dalam menerapkannya. Guru tidak kaku seperti yang tercantum
dan disaranka oleh peneliti.

Pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa menunjukkan
adanya pengaruh yang cukup berarti terhadap hasil belajar siswa. Dengan dimilikinya

kemampuan memecahkan masalah dalam pelajaran matematika, akan memberikan

implikasi terhadap kehidupan siswa.


Rekomendasi ditujukan kepada guru dan sekolah, dinas pendidikan dan peneliti

selanjutnya.

D.AFTAR ISI
Halaman
ABSTR.AK

KATA PENGANTAR

i

UCAPAN TERIMA KASIH

iii

DAFTARISI

vii


DAFTARTABEL

1X

D.AFTAR BAGAN

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
B.

]

Pembatasan Masalah

13


C. Pertanyaan Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Tujuan Penelitian

17
17
19

F.

20

Manfaat Penelitian

BAB II PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN
MASALAH DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA

A. Konsep Model Pembelajaran Pemecahana Masalah
1. Pengertian Pemecahan Masalah

2. Tipe Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan
Pemecahan Masalah

29

B. Matematika Sebagai Bidang Studi
1. Pengertian Matematika
2. Fungsi dan Tujuan Matematika
3. Ruang Lingkup Matematika
4. Steuktur Bidang Studi Matematika
C. Konsep dan Struktur Pemecahan Masalah dalam
Pembelajaran Matematika
:
1. Konsep Pemecahan Masalah dalam Penlajaran
Matematika

2.

Struktur Model


22
22

33
33
36
40
42
49
49

Pembelajaran dengan

Pendekatan

Pemecahan Masalah

51

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Pembelajaran

dengan Pendekatan Pemecahan Masalah dalam Pengajaran
Matematika

58

1.

58

Faktor siswa

vii

2. Faktor guru....rrr.
3. Faktor Sarana dan Prasarana
E. Keterampilan Intelektual

64
66
66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
B. Prosedur Penelitian
C. Lokasi dan Subjek Penelitian

79
79
86

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

87

E. Analisa Data
F. Waktu Penelitian

90
90

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Prasurvai
B. Pengembangan Model Pendekatan Pemecahan Masalah
dalam Pengajaran Matematika
C. Hasil Uji Coba Terbatas
D. Hasil Uji Coba Lebih Luas
E. Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V

92

100
104
131
180

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
B. Rekomendasi

189
192

DAFTAR PUSTAKA

199

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Vlll

DAFTAR TABEL

Tabel

Judu!

2.3

Tahapan
Piaget

4.1

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Posies) Uji
Coba Terbatas Ke 1 (Topik: Satuan Waktu dengan Detik,
Menit, Jam, Hari, Minggu, Bulan, Tahun, Windu dan Abad)....

4.2

Perkembangan

Anak

Halaman

berdasarkan

Pola

118

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Posies) Uji
Coba Terbatas Ke 1 (Topik: Hubungan anlara Jarak, Waktu
dan Kecepalan Rata-rata)

4.4

126

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Postes) Uji
Coba Lebih Luas Ke 1

4.5

140

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Postes) Uji
Coba Lebih Luas Ke 2

4.6

110

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Posies) Uji
Coba Terbatas Ke 1 (Topik: Hubungan anlara Jarak, Waktu
dan Kecepatan Rata-rata)

4.3

61

154

Hasil Belajar Siswa Sebelum (Pretes) dan Sesudah (Postes) Uji
Coba Lebih Luas Ke 3

170

IX

DAFTAR BAGAN

Bagan

Judul

Halaman

1.1

Keterkaitan Antara Berbagai Aspek dalam Pendidikan

2

1..2

Kegiatan Menurut Konsep De Corte

14

1.3

Variabel Pokok dalam Proses Pembelajaran

15

2.1

Ururtan Tipe Belajar dari Sederhana Kekompleks yang
Dikemukakan Gagne

30

2.2

Kerangka Tujuan Pengajaran Matematika Di SLTP

37

2.3

Struktur Pengetahuan Matematika

43

2.4

Interaksi Kelas (a)

45

2.5

Interaksi Kelas (b)

46

2.6

Langkah-langkah Dasar Pengujian dan Penelitian Di dalam

kelas (Diadaptasi dari Linn & Groundlund, 1995:116)

68

2.7

Kerangka Penyusunan Soal dalam Metode PM

69

2.8

Diagram Penyusunan Soal yang Diawali Oleh Suatu Ide

72

2.9

Diagram Penyusunan Soal yang Diawali Oleh Suatu Topik

73

2.10

Diagram Alir Penyusunan Pertanyaan

74

3.1

Pengembangan Model Pembelajaran Problem Solving melalui
Pendekatan "Research and Development"

82

Metode Variatif yang Mengarah pada Pendekatan Pemecahan
Masalah yang Dikemukakan Oleh Polya (1957)

160

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa
dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Bangsa Indonesia melaksanakan
pembangunan di segala bidang melalui tahapan-tahapan yang disebut REPELITA.

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional diperlukan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Begitupula tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan IPTEK yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan dasar ( SD-SLTP) mempunyai peranan yang sangat penting dalam

usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini
disebabkan pendidikan dasar merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar bertujuan untuk

memberikan bekal kemampuan dasar kepada para peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya (DepdikbudJ 990:2).

Banyaknya hal yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan adalah bukti bahwa

pendidikan tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu masalah pendidikan yang rumit ini

bukan hanya tanggung jawab pemerintah, akan tetapi juga merupakan tanggung jawab
orang tua dan masyarakat (GBHN, 1993).

Untuk meningkatkan mutu pendidikan banyak aspek yang harus

diperhatikan . Dalam hal ini Syaodih (1997: 3) memberikan gambaran tentang
keterkaitan antara berbagai aspek dalam pendidikan, yaitu :
Lirmkunsjan

/*w

endidik
Interaksi
krikulum

s^
lsi

i

\

-v

Proses L
Evaluasi j

h.

Tujuan Pendidikan

Pendidik

Pesert?
Hidik

Alam -

Sosial -- Budava -- Pol — Ekonomi — Religi
Bagan 11

Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu upaya yang perlu
mendapatkan perhatian. Banyak persoalan yang dapat kita lihat dalam

meningkatkan mutu pendidikan, mengingat mutu pendidikan yang dicapai masih
rendah, tidak hanya terjadi pada tingkat atas, tetapi juga pada tingkat pendidikan
menengah dan pendidikan dasar.

Berdasarkan penelitian daya serap anak Sekolah Lanjutan Pertama oleh
Balai Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan

Balitbang

Juvono, Kompas.J.98'7 (Tesis Melar.i. RSM.! 999:3) tercatat, bahwa daya serap

siswanya hanya 30 % - 40%, berarti 60 % - 70 % bahan yang dibenkan tidak
dikuasai siswa. Ditunjukkan pula hasil penelitian Wiganda Sasmita dkk. (1992)

menyatakan bahwa penguasaan esensial matematika belum berhasil hanya

mencapai 44 %. Selanjutnya hasil penelitian Priatna. N.dkk (jurnal Penelitian
1999) mengemukakan, bahwa "tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan

dalam kegiatan belajarnya menggunakan strategi problem solving adalah 56,29 %,
Sedangkan yang tidak menggunakan strategi problem solving tercacat 54,10%.
Selain itu Jaelani

(1990) mengatakan bahwa, kemampuan siswa untuk

membuat model, matematika dan menyelesaikan soal cerita serta pemecahan
masalah masih rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep matematika di sekolah
masih

rendah.

mengungkapkan,

Hasil

analisa

bahwa

dari

kesalahan

Viner,

Kowith

pemahaman

dan

dan

Beucheir

(1981)

penguasaan

konsep

matematika disebabkan beberapa hal, yaitu rekonstruksi yang salah atas bagianbagian yang kecil, pengenalan yang salah terhadap lambang-lambang dan

generalisasi yang keliru.

Selain itu menurut pengalaman selama dalam

pembelajaran di kelas, bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap apa yang

diketahui, ditanya dan faktor pembatas dari suatu masalah masih rendah. Sehingga

dengan demikian kemampuan pemecahan masalah siswa juga masih rendah.
Akibatnya keterampilan intelektual kurang berkembang.
Namun di sisi lain Matematika merupakan mata pelajaran pokok termasuk

bidang studi akademis yang wajib diikuti oleh setiap siswa di tingkat pendidikan
dasar (SD-SLTP) dan menengah (SMU). Mata pelajaran tersebut dituangkan ke

dalam kurikulum sejak tahun 1973. Sejak saat itu muncul keluhan-keluhan dan

orang tua, guru dan siswa itu sendiri, namun akhirnya keluhan-keluhan itu
teredam dengan keterangan bahwa matematika mendidik dan melatih anak
berfikir kritis, logis, sistematis sejak dini, ditambah dengan alasan lain bahwa
matematika sebagai ilmu dasar teknologi dan sains. Semakin pesatnya

perkembangan IPTEK, terutama di zaman era globalisasi menuntut penguasaan
ilmu matematika lebih mendalam dan aplikatif.

Belajar matematika untuk menguasai konsep dasar matematika dengan
baik oleh setiap siswa diperlukan strategi belajar mengajar yang efektif dengan
kompetensi guru yang mampu memilih model pembelajaran yang relevan.
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan pengajaran MIPA, misalnya melengkapi sarana dan
prasarana, meningkatkan kualitas tenaga

pengajar dan mengembangkan

kurikulum. Hal ini telah dilakukan oleh guru dan sekolah melalui kegiatan
Sanggar Pemantapan Kerja Guru (SPKG) dan Musyawarah Kerja Guru Mata
Pelajaran (MGMP) atau KKG bagi sekolah dasar (SD).

Demikian pula penelitian Nanang Priatna dkk (1999:44) mengatakan,
bahwa:"

upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta

untuk

meningkatkan kualitas pendidikan di antaranya meningkatkan kualitas guru. Guru
SD ditingkatkan pendidikannya sehingga setara dengan D2 PGSD, guru SLTP
dan SLTA setara dengan SI, dan bahkan dosen di perguruan tinggi minimal

kualifikasi S2
disediakan

bahkan S3. Sarana pendidikan seperti pengadaan buku ajar

oleh

pemerintah

maupun

swasta,

namun

hasilnya

belum

menggembirakan". Selama mutu pendidikan MIPA masih merupakan isu yang
hangat dibicarakan diberbagai forum ilmiah, seperti pada seminar nasional

Pendidikan MIPA LPTK-V se-Indonesia di Bali pada bulan Januari 1994.

Kasus di atas menggambarkan bahwa pengadaan sarana pendidikan belum
cukup untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematika siswa. Salah satu

faktor yang diduga dapat meningkatkan pemahaman matematika adalah dengan

model pendekatan mengajar yang sesuai denga topik yang diajarkan . Pada
akhirnya pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan yang tepat pada
setiap pokok bahasan dapat

meningkatkan kemampuan pemahaman dan

selanjutnya peningkatan intelektual siswa.

Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika, sebagai kondisi tertentu
yang ditandai dengan gagalnya siswa memahami konsep matematika merupakan
sesuatu hal yang harus diperhatikan. Ruseffendi (1991a:7) menyatakan, bahwa

ada sepuluh faktor yang menyangkut siswa yang harus diperhatikan yaitu,; apakah

siswa cukup cerdas, apakah siswa sudah siap, apakah siswa cukup berbakat,
apakah siswa mau belajar , apakah siswa berminat dan tertarik, apakah siswa
senang cara belajar, apakah siswa senang kepada guru dan cara guru mengajar,
apakah suasana pengajaran mendorong keberhasilan siswa belajar, apakah siswa

menerima pelajaran dengan jelas dan benar, dan apakah lingkungan masyarakat
menunj ang tercapainya tuj uan pengaj aran.

Prestasi belajar matematika yang dicapai siswa menunjukkan masih
rendah, sejalan yang disampaikan Arifin (1997:3) bahwa NEM yang masih rendah

merupakan indikator adanya pola pemecahan masalah siswa yang belum efisien

dan kualitas berpikir yang belum memadai. Rendahnya kemampuan intelektual ini
disebabkan oleh strategi pembelajaran, pemilihan pendekatan, metode atau

evaluasi dari guru yang tidak sesuai dengan topik pokok bahasan yang diajarkan.

Pendekatan pembelalajaran yang dilakukan guru kurang memperhatikan daya
pikir siswa, sehingga kurang meningkatkan meterampilan intelektual siswa.
Menurut Piaget (dalam Dahar,1988:5), bahwa pengetahuan fisik dan logika
matematika tidak dapat diteruskan dalam bentuk sudah jadi. Setiap anak harus

membangun sendiri pengetahuan pengetahuan ini, melalui operasi-operasi,
terinternalisasi, revensibel, invarian dan terintegrasi dengan semata-mata (struktur
kognitif) dan operasi-operasi lainnya.

Pengembangan kurikulum 1999 dengan suplemennya, sistem pengajaran
di SLTP menekankan pada keterampilan proses, sesuai dengan Lampiran II SK
Mentri

Pendidikan

dan

Kebudayaan

(Depdikbud,1993).

Hal

tersebut

menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di SLTP dengan menggunakan
keterampilan proses perlu ditingkatkan kualitasnya. Seperti yang diungkapkan
Dahar (1985), di lapangan masih banyak guru yang tidak melaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan keterampilan proses ini, karena alasan-alasan
lain.

Berkaitan dengan tujuan-tujuan pendidikan dasar tersebut, maka guru
sebagai ujung tombak di lapangan yang mempunyai peranan yang sangat

menentukan dalam pencapaian tujuan pengembangan kurikulum, terutama dalam
konteks proses belajar mengajar di kelas. (Sudjana, 1989:1) mengatakan, bahwa
kurikulum diuntukkan bagi siswa melalui guru yang secara nyata memberi

pengaruh kepada siswa pada saat tertjadinya proses pengajaran. Demikian pula
Syaodih. S (1988:212) mengatakan, bahwa guru sebagai pengembang kurikulum
dituntut hadir di tengah-tengah anak dalam proses pengejawantahan pengalaman
belajar, yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. (Lerstari, 1997:1).

Pelaksanaan pengajaran matematika yang dilakukan oleh guru matematika
SLTP memerlukan kreatifitas dan kesungguhan yang bersifat inovatif. Namun

guru mengajar bersifat rutinitas saja, dimana proses belajar mengajar matematika
yang dilakukannya berupa ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas-tugas

secara klasikal. Pengembangan model pembelajaran matematika seperti ini hanya
berkisar pada hapalan konsep, rumus-rumus, dan aturan tertentu, belum sampai
pada bagaimana memahami konsep dan menggunakan aturan atau rumus dalam
pemecahan masalah. Bila siswa diberikan soal yang sedikit berbeda dengan soal
yang dijadikan contoh oleh guru, siswa tidak dapat menyelesaikannya, mereka
mengalami kesulitan nalar, akibat menghafal konsep dan rumus-rumus tadi.
Sistem pembelajaran dengan ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas,
menimbulkan kejenuhan dan membosankan. Strategi Pembelajaran matematika
dengan menghafal konsep dan rumus-rumus yang tidak dikaitkan dengan realistis
atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai persoalan matematis,
tidak melatih siswa berfikir kritis dan kreatif. Karena tugas-tugas yang mereka
kerjakan hanyalah merupakan soal-soal rutin saja. Akibatnya dari tugas-tugas
pembelajaran seperti ini dirasakan menoton kurang menarik dan membosankan
sehingga anak tidak temiotipasi, akan tetapi yang terjadi anak merasa dibebani
dengan

setumpuk tugas-tugas (PR/LKS).

Dengan demikian guru

dalam

pengajarannya masih dianggap kurang memperhatikan kemampuan berpikir

siswa. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa banyak siswa yang malas karena

kelelahan, sehingga tidak mustahil tugas PR-nya tidak dikerjakan atau tidak bisa,
dengan alasan lupa atau mengatakan bukunya ketinggalan dan Iain-lain. Kalaupun
dikerjakan kemungkinan mereka bekerja sama atau mencontek dari temannya.

Kelemahan-kemahan itu khawatir muncul siswa menjadi malas dan membenci.

matematika, sehingga pelajaran matematika tidak diminati oleh siswa, ditambah
lagi dengan kesan dari sikap guru itu sendiri; yang tidak harmonis, mudah
tersinggung dan tidak disenangi. Hal yang tidak boleh terjadi, siswa membenci

&r«
)

oar

u *--vLaiI
mata pelajaran tertentu, karena benci terhadap gurunya (pen^pSS^'^'
Dr.Sulaeman menegaskan, bahwa banyak siswa yang putus sekolah
karena kurangnya motivasi belajar. Ini adalah akibat dari ketidak mampuan siswa
untuk mempelajari bahan-bahan yang melebihi kemampuan otaknya. (Dr. Dadang
Sulaeman, 1988 :25).

Berdasarkan pemikiran diatas, dipandang perlu adanya pembaharuan
strategi pembelajaran matematika pada situasi dan kondisi siswa saat sekarang,
guna meningkatkan keterampilan intelektual siswa. Pengembangan model

pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah

dalam pengajaran

matematika merupakann salah satu cara yang memungkinkan dapat meningkatkan
keterampilan intelektual siswa.

Upaya untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang efektif

sangat

dipengaruhi oleh kemampuan guru, yaitu dalam penguasaan materi pelajaran,

penguasaan berbagai metode, memilih dan menentukan media dan alat pelajaran
serta menentukan alat evaluasil, melaksanakan desain pengajaran, pengembangan
pengajaran, pengelolaan pengajaran dan evaluasi pengajaran (Reigeluth. 1983:5)"

Belajar matematika harus mengikuti pola aturan / susunan atau cara,

sistematika secara hierarkhis konsisten dan menggunakan nalar secara deduktif,
model pembelajaran yang digunakan harus dapat dikembangkan dan sesuai

dengan kaidah dan karakteristik yang dimilki matematika. Guru harus memahami

bukan hanya materi pelajaran tetapi semua karakteristik yang terkandung di
dalamnya. Wilkim (1982:6) menegaskan: "Knowledge is notjust a series offacts
transmitted memorised and recalled when required. Knowing what is not the same

as knowing how knowing is name ofsame think is not. The same ase knowing is

worth experienting think after and other is not the same as knowing what come
next.

Martematika adalah suatu mata pelajaran yang abstrak. Istilah abstrak

sering dipakai sebagai kata sifat yang mengandung arti sebuah ide yang tidak
dapat diraba. Keabstrakan dari pelajaran matematika dapat kita lihat pada materi
yang berupa lambang bilangan, simbol, garis, dan istilah lain yang digunakannya.
Tujuan pelajaran matematika di sekolah bukan hanya anak mengenal ilmu

hitung saja, akan tetapi lebih jauh lagi yaitu diharapkan dapat membentuk pola
pikir secara logis, sistematis dan kritis. Sebagaimana kurikulum matematika
pendidikan dasar tahun 1994 merumuskan tujuannya sebagai berikuit:
a. Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan dalam
kehidupan dan di dalam dunia yang senantiasa berubah ini, melalui latihan,
bertindak atas dasar pemikiran secara logika dan rasional, kritis, dan cermat,
objektif, kreatif dan efektiv.
b. Mempersiapkan anak didik agar dapat menggunakan matematika secara tepat
di dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Jadi dapat dikatakan bahwa matematika merupakan alat berfikir di mana
pengetahuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendekatan pemecahan

masalah untuk meningkatkan keterampilan intelektual yang bermakna bagi
kehidupan pada masa yang akan datang. Salah satu cara yang memungkinkan
untuk mreningkatkan

keterampilan intelektual

siswa

dalam

kemampuan

matematika adalah dengan model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan
masalah, yaitu dengan melatih siswa dalam menyelesaikan soal-soal berjenis

cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut kontruktivisme

(dalam Mashudi,1999:194) bahwa"dalam kegiatan belajar harus a
nyata". Pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan pemec

masalah yang dikaitkan dengan kehidupan nyata, dimungkinkan dapat
membangun pengetahuan awal yang telah dimiliki menjadi belajar yang lebih
bermakna bagi siswa itu sendiri.

Strutur pengetahuan dapat dikembangkan dengan pengetahuan konsep
untuk pengembangan keterampilan pengetahuan

(kognitif), misalnya model

pembelajaran pembentukan konsep (concept formation), penerimaan konsep
(concept reception) dan pencapaian konsep (concept attaiment) serta dapat
pemecahan masalah (problem solving). Bidang studi matematika di Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama, memiliki ruanglingkup strutur pengetahuan konsep
yang harus dimiliki, dimana penguasaan konsep materi matematika merupakan
suatu jenis pengetahuan yang memiliki peranan sangat penting dalam lingkup
pengembangan keterampilan intelektual siswa, apabila dikembangkan dengan
model pembelajaran yang tepat.

Dalam proses pembelajaran matematika, biasanya guru cenderung untuk

menjelaskan atau memberitahukan segala sesuatu kepada siswa. Mereka kurang
memberi tugas yang bersifat pemecahan masalah/ mengerjakan latihan secara

individu maupun kelompok. Strategi belajar mengajar yang digunakan seperti di
atas ternyata tidak mendorong siswa berani mengungkapkan apa yang dipikirkan
mereka bahkan membosankan, membuat mereka pasif, dan rasa takut siswa.

Proses pembelajaran demikian kurang bermakna bagi siswa, tetapi cenderung
menggiring siswa untuk menghafal fakta, rumus-rumus maupun aturan langkahlangkah pengerjaan soal bukan pengertian, pemahaman / penguasaan konsep dan

11

rum us dalam pemecahan masalah. Hal ini manunjukkan bahwa, penguasaan
materi matematika di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama masih rendah.
Sebagai persoalan yang dihadapi saat ini di lapangan adalah :

1. Kesulitan siswa dalam menerima materi pelajaran matematika di sekolahnya;
2. Prestasi belajar dan daya nalar matematika masih rendah.

Sebagai alternatif pemecahan masalah antara lain, yaitu:

(1) Perbaikan cara mengajar, yaitu dengan pengembangan model pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, sebagai salah satu
strategi berikutlatihan dan tugas-tugas dengan aplikasi rumus-rumus;
(2) Penambahan jam belajar di luar jam pelajaran(les / bimbel).

Alternatif yang dipilih adalah "perbaikan cara mengajar dengan
pendekatan pemecahan masalah". Oleh karenanya penelitian ini dilakukan

dengan judul: pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan
keterampilan intelektualsiswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Upaya peningkatan keberhasilan proses pembelajaran yang diharapkan,

guru dapat memberikan pengalaman belajar yang terstruktur, konseptual,
konsisten, bermakna dan logis serta kritis. Dalam hal ini lebih jauh Syaodih.S
(1983) dalam desertatasinya mengemukakan bahwa yang banyak memberikan
sumbangan secara langsung dan signifikan pada prestasi belajar siswa adalah
kegiatan belajar mengajar.

Dengan memperhatikan peran guru yang sentral dalam proses belajar
mengajar, bisa dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah sangat ditentukan
oleh kemampuan guru dalam mengiplementasikan pengajaran, memilih model

12

mengajar yang relevan dan mendukung pencapaian

tujuan pembelajaran.

Kelancaran proses belajar mengajar, sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru
melaksanakan desain pengajaran, pengembangan pengajaran, pengelolaan
pengajaran dan evaluasi pengajaran (Reigeluth.1983: 5)"

Model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan

masalah merupakan pengembangan pembelajaran penerimaan konsep bermakna
(concept reception meaningfull) dan pengetahuan konsep (Concept formation),

juga merupakan model pembelajaran untuk penguasaan lambang-lambang atau
simbol-simbol dari matematika yang merupakan konsep abstrak serta mengadakan
suatu generalisasi melalui proposisi (David Ausubel, 1968, dalam Ratna Wilis,
1996:81)

Kegiatan pembelajaran matematika dengan istilah hafalan pada saat ini

tidak sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oeh matematika, apalagi
kurangnya kreativitas guru dalam menggunakan alat bantu (media) selama proses
belajar mengajar berlangsung yang dapat memperjelas materi yang diajarkan,
sehingga materi pelajaran matematika yang bersifat abstrak semakin sulit diterima
siswa

dan

kurang

memberikan

contoh

riil

kehidupan

sehari-hari

dan

lingkungannya, juga kurang melibatkan pendekatan pemecahan masalah, oleh

karenanya selama proses belajar mengajar siswa mengalami kesulitan, yang pada

akhirnya tujuan hasil belajar kurang optimal. Hal ini sejalan dengan pernyataan
David dan Greenstein (1973) dalam tesis Mellanie.R.S.M (1999:12) menyatakan,

bahwa: kesulitan siswa belajar matematika terletak pada kurangnya pemahaman
konsep pra syarat untuk belajar konsep baru.

13

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, proses

pembelajaran matematika belum

optimal,

konsep-konsep

pengembangan

pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan kemampuan dan
keterampilan berfikir siswa yang sesuai dengan harapan GBPP pendidikan
matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama tahun 1999. Oleh karena itu,

masalah yang ingin dikaji melalui penelitian ini adalah: "Pengembangan Model
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah yang bagaimana yang
tepat untuk meningkatkan keterampilan intelektual siswa dalam pengajaran
matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ?"

Kegiatan

proses

belajar mengajar

banyak

melibatkan

komponen-

komponen yang saling mempengaruhi, seperti : kondisi siswa (kemampuan,
minat,

dan karakteristik siswa), kondisi guru (Penguasaan materi, metoda,

media), tujuan pembelajaran, evaluasi, fasilitas sarana dan sarana belajar.
Kegiatan belajar mengajar harus mengacu kepada kurikulum yang berlaku,, dan

pada prinsipnya guru tidak merubah isi kurikulum, akan tetapi guru mempunyai
wewenang untuk memodifikasi pada komponen kegiatan belajar mengajar. De

Corte (W. S. Winkle, 1989: 31) menggambarkan paradigma keterkaitan
komponen-komponen dalam proses belajar mengajar, adalah sebagai berikut:

14

Tujuan
Instruksional

Proses

Prosedur

Media

Didaktik

Pengajaran

Proses belajar
Pengembangan Model
pendekatan

Evaluasi

- hasil
- proses

Pemecahan Masalah

-

Mater i

Bahan Ajar/

Pelaja ran

Sumber

Belajar Mengajar

Tujuan
Instruksional

Bagan 1.2 Kegiatan Menurut Konsep De Corte

Atas dasar paradigma model pembelajaran dari De Corte, ada empat
varibel pokok yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi pelaksanaan

proses belajar mengajar. Pertama keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh
keadaan awal siswa (kondisi dan latar belakang siswa merupakan faktor internal),

dalam rangka pencapaian tujuan instrtuksional termasuk di dalamnya model
pembelajaran yang digunakan guru, sehingga dapat menggambarkan hasil yang

dicapai. Kedua kemampuan guru, kondisi fasilitas yang tersedia termasuk

lingkungan belajar (faktor eksternal). Ketiga kegiatan dan prosedur kegiatan
belajar mengajar. Keempat hasil belajar siswa setelah menjalani proses
pembelajaran tersebut.

Keempat variabel pokok dalam proses pembelajaran dapat digambarkan
sebagai berikut;

15

Kompctensi

Tujuan
Pengaja

Guru

ran

Kctr. kounitif

E
v

V

Prosedur dan prosedur

kegiatan belajar
mengajar

a

1

->

u

Kctera

mpilan
intelekt

Kerr, reaktif

ual

a

Kondi

ik

B

si
siswa

c

Ketr.

I

psikomotor

Lingkungan

Input

Output

Focus

Bagan 1.3

Variabel dependent

Keterampilan siswa dalampengajaran matematika
(output) berupa hasil belajar

2. Variabel Independen

. ModelPembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah

3. Variabel Pencampur

Konstribusi: (1) kemampuan guru dim model pembel

PM, (2) Kemampuan siswa dalam model pembel.PM,
(3) Fasilitas & sumber dim model pembel. PM, (4)
Lingkungan dim model pembel. PM

Berdasarkan kajian, bahwa hubungan antara keempat variabel pokok
diatas mengarahkan untuk membangkitkan minat belajar siswa dalam kelas,

sehingga kajian penelitian ini lebih mengarah kepada proses dan peningkatan
keterampilan intelektual siswaberupa hasil belajar dalam kelas.

1A

Peningkatan

mutu pendidikan

saat

in'

rlilalmimn

H^nan"

prior.,,.-,

penyempurnaan/ penyesuaian Kurikulum 1999 (Suplemen GBPP), mengacu

kepada model kurikulum yang dikembangkan oleh R.W.Tyler, dalam bukunya
Basic Principles of Curriculum and Instruction (1950). la menekankan empat
komponen utama dalam sistem pendidikan yaitu : (1) tujuan, (2) pengorganisasian

belajar, (3) pengalaman belajar, (d) evaluasi. Keempat prosedur tersebut saling
mempengaruhi dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas pendidikan dapat
tercapai degan optimal.

Atas dasar uraian diatas dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah

pada kajian pengembangan model pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika untk

meningkatkan ketrampilan intelektual siswa. Adapun masalahnya dirumuskan
sebagai berikut:

1. Praktek pembelajaran matematika di SLTP serta kondisi lapangan saat
sekarang (siswa, guru, peralatan dan lingkungan).

2. Pengembangan Model pembelajaran dengan pendekatan Pemecahan
masalah dalam pengajaran matematika diperkirakan dapat meningkatkan
katerampilan intelektual siswa, melaluitahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Rencana pembelajaran

b. Implementasi, dan
c.

Evaluasi

3. Hasil belajar siswa pada kegiatan pembelajaran melalui pengembangan model
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dalam

pengajaran

matematika diperkirakan dapat meningkatkan keterampilan intelektual siswa.

17

C. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian ini merupakan landasan pemikiran bagi peneliti
dalam

pengembangan model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

pemecahan masalah pada bidang studi matematika dalam kelas, yaitu:
1.

Bagaimanakah praktek pembelajaran matematika di SLTP serta kondisi
lapangan saat sekarang (siswa, guru, peralatan dan lingkungan) ?

2.

Bagaimana

pengembangan

Model

pembelajaran

dengan

pendekatan

pemecahan masalah dalam pengajaran matematika yang diperkirakan dapat
meningkatkan keterampilan intelektual siswa, melalui:
a. Bagaimana rencana (desain) pengembangan model pembelajaran dengan

pendekatan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika di SLTP ?
b. Bagaimana Implementasi pengembangan model pembelajarannya di
SLTP?

c. Bagaimana

evaluasi

model

pembelajaran

dengan

menggunakan

pendekatan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika untuk
meningkatkan keterampilan intelektual siswa SLTP ?
3. Sejauh manakah keberhasilan belajar siswa dan pengaruh dari model ini bagi

peningkatan keterampilan intelektual siswa SLTP Bandung Barat ?

D. Definisi Operasional

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, definisi operasional penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan

oleh peneliti untuk kepentingan studi, bahwa siswa sebagai salah satu
komponen pendidikan /pembelajaran harus dilatih membiasakan latihan

latihan berfikir secara mandiri dengan pemecahan masalah (persoalan).
George Polya menyatakan, what is problem solving? The ability to solve
problems-not merely routine problem's, requiring some degree of
independence juggement, orginality, Therefor activitfity there fore an

foremost duty of the high school, in teacihing matematics is to empbasice
methodical work in problem solving. Pengembangan model ini dapat
membantu siswa dalam menangkap makna pada permasalahan yang
sebelumnya telah ditetapkan, fokus pertanyaan yang menuntut siswa berfikir
kritis dan refiektif.

2. Desain Model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dalam
pengajaran matematika adalah menyusun rencana pembelajaran berdasarkan

tema pembelajaran, tujuan,

mengarah kepada pemecahan masalah yang

disesuaikan dengan kemampuan siswa.

3. Implementasi desain pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah adalah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran
sesuai dengan desain pembelajaran.

4. Peningkatan keterampilan intelektual siswa adalah suatu hasil belajar berupa

pengalaman/ informasi baru dimana pengalaman dan informasi baru itu dapat
diformulasikan

dengan

kata-kata

sendiri

dengan

langkah-langkah

pengerjaannya pada waktu dan kondisi yang berbeda, tetapi mengandung
tujuan dan makna yang sama.
tahapan belajar

Gagne mengemukakan pengelompokkan

(1979:43-44) ke dalam "intellectual skills, cognitive

straregies, verbal information, attitudes and motor skills". Pertama intelectual

skill (keterampilan intelektual) adalah kemampuan yang berbentuk
representasi tentang berbagai konsep dan simbul/lambang. Kemampuan ini

dibagi lagi oleh Gagne menjadi diskriminasi konsep, aturan dan prinsip.
Sedangkan menurut Bloom tujuan kognitif dalam proses belajar berhubungan
dengan pengetahuan teori, pemahaman fakta, prinsip serta penerapannya yang
dibagai lagi dalam proses belajarnya menjadi enam tingkatan yaitu: ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sisntesa dan evaluasi. Kecakapan intelektual

dipelajari untuk memperoleh sengatan berfikir. Bentuk yang paling sederhana

adalah kecakapan menghubungkan dan mengebangkan suatu fakta dengan

fakta lain. Penguasaan materi dapat diamati melalui tes atau posttes sehingga
dan hasil tes ini dapat menggambarkan: kemampuan, penguasaan dan
peningkatan keterampilan intelaktual siswa.

5. Penilaian model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah adalah

melakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa dengan
menggunakan teknik tes dan non tes serta menyusun program perbaikan untuk
tampilan berikutnya.

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya
secara umum tujuan penelitian ini adalah menemukan model pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika untuk

meningkatkan keterampilan intelektual siswa yang dirancang sesuai dengan
kondisi (siswa, guru, dan fasilitas yang ada). Secara khusus tujuan ini adalah :

20

1. Menemukan profil tentang proses pembelajaran matematika yang dilakukan
oleh guru.

2. Menemukan model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah
dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan keterampilan intelektual
siswa di SLTP

3. Menganalisis pengaruh dari pengembangan model pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah dalam pengajaran matematika terhadap
peningkatan keterampilan intelektual siswa SLTP.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan pembuktian dan pengembangan model
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dan hasil pembuktian ini
diharapkan memberikan manfaat sumbangan ilmiah :
a. Bagi Teori pengembang konsep

Dari penelitian model ini dapat memberikan sumbangan terhadap landasan
teori, konsep, prosedur pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan
masalah dalam penyusunan kurikulum.

Peningkatkan keterampilan intelektual

siswa, yaitu meningkatkan penguasaan dan pemahaman matematika dengan baik,
mampu mengembangkan pembentukan struktur berfikir siswa yang logis,

sistematis, kritis, efektif, rasional, cermat dan objektif sesuai dengan tujuan
pendidikan matematika SLTP Kurikulum 1999. Hasil dari pengembangan model
pembelajaran tersebut di atas dapat dijadikan satu alternatif pilihan strategi
mengajar oleh pengembang kurikulum di lapangan, yang pada ahirnya dapat
memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar.

b. Bagi praktisi pengembang kurikulum

Memberikan pengalaman kepada guru tentang cara-cara mengembaii
suatu model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah, dari mulai
cara

menyusun

perencanaan,

mengimplementasikan

pengelolaan

dan

mengevaluasi pembelajaran. Juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru-guru
lainnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SLTP.

Keberhasilan dan ketercapaian tujuan pemebelajaran di kelas dapat efektiv salah
satunya ditunjang dengan kemampuan guru disertai kinerja baik yang diikuti
dengan perhatian atasan terkait.
d. Bagi Instansi sekolah

Dari hasil penilitian ini dapat dijadikan modal dasar sebagai masukan

untuk peningkatan kualitas KBM di sekolahnya, sehingga dapat memperhatikan
inspirasi dan aspirasi personalnya.
c. Bagipenelitian berikutnya

Menjadikan landasan untuk penelitian lebih lanjut, di mana pengembangan

model pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika untuk meningkatkan ketrampilan intelektual siswa perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut, sehingga kualitas pembelajaran benar-benar optimal.
d. BagiLPTK

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan sebagai sumbangan

teoritis untuk membina dan melatih kompetensi calon-calon guru MIPA
umumnya dan calon-calon guru matematika pada khususnya dalam melaksanakan
strategi pembelajaran di kelas.

79

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan; metode dan

langkah-langkah penelitian ,lokasi dan subjek penelitian, teknik dan alat

pengumpulan data, Analisa data, dan penarikan kesimpulan. waktu dan jadwal
penelitian.
A

Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri pengembangan model

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan peoblem solving dalam
pengajaran matematika untuk meningkatkan katerampilan intelektual siswa SLTP.
Dari

aspek pendekatan metodologi, penelitian ini menggunakan model

pendekatan penelitian dan pengembangan (Resarch and development). Borg &
Gall, (1979:624) menyatakan:" a process used to develop and validate educational

products". Langkah-langkah dalam proses penelitian ini mengarah kepada siklus,
yang berdasarkan kajian dan temuan penelitian kemudian dikembangkan suatu

produk. Pengembangan produk yang didasarkan pada temuan kajian pendahuluan,
diuji dalam satu situasi dan dilakukan revisi terhadap hasil uji coba sampai pada
ahirnya diperoleh suatu model (product) yang dapat digunakan untuk
meningkatkan out put.

B. Prosedur Penelitian (Langkah-langkah Penelitian)

Prosedur penelitian

ini menggunaka teknik

penelitian dengan

pengembangan (research and development), yang merujuk kepada teori Borg &

80

Gall, dalam bukunya "Educational Research" . Dalam hal ini Borg ( 1979:626)
mengemukakan 10 langkah yang harus ditempuh dalam penelitian dan
pengembangan, yaitu:

1. Penelitian dan pengumpulan infonnasi; tennasuk di dalamnya review literatur,

observasi kelas dan persiapan laporan. Pengumpulan informasi mengenai data
lapangan berdasarkan pra survai sebagai data awal dan literatur untuk

menunjang penelitian tindakan dalam pengembangan model pembelajaran
dengan pendekatan problem solving dalam pengajaran matemaktika yang
diperlukan.

2. Perencanaan,-

termasuk

di

dalamnya

mendefinisikan

keterampilan,

menetapkan tujuan, menetapkan umtan pelajaran dan uji kelaikan dalam
sekala kecil. Perencanaan mendefinisikan keterampilan adalah merencanakan

kemampuan-kemampuan yang diinginkan, lalu menetapkan tujuan-tujuan
sesuai dengan kemampuan yang diinginkan, dan memetapkan pula umtan
materi pelajarannya, serta menetapkan uji kelaikan dalam sekala kecil, yaitu

uji terbatas pengembangan model pembelajaran problem solving dalam
pengajaran matematika.

3. Mengembangkan bentuk awal model
termasuk

di

dalamnya

digunakan, dan evaluasi.

persiapan

(preliminary form of product),
materi

belajar,

buku-buku yang

Mengembangkan bentuk awal yang dimaksud

adalah menyusun model pembelajaran dengan pendekatan problem solving
dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada pra survai.

81

4. Uji coba pendahuluan, yang melibatkan sekolah dan subyek dalam jumlah
terbatas. Dalam hal ini dilakukan analisis data berdasarkan angket, hasil
wawancara, dan observasi; Uji coba pendahuluan yang dimaksudkan adalah

melakukan uji coba terbatas pada satu jenis sekolah tertentu, dalam rangka
pelaksanaan pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan problem
solving dalam pengajaran matematika. Kemudian melakukan pemantauan
dengan menggunakan angket, observasi dan wawancara.

5. Revisi untuk menyiapkan

produk operasional(main product), yang

didasarkan atas hasil uji coba pendahuluan; Revisi dilakukan terhadap hasil
uji coba pendahuluan (uji coba terbatas) mengenai

implementasi

pengembangan model pembelajaran dengan pendekatan problem solving

dalam pengajaran matematika, yang hasilnya untuk dijadikan bahan uji coba
lebih luas.

6. Uji coba utama, yang melibatkan sekolah dan subyek dalam jumlah yang
lebih banyak Data kuantitatif bempa pretest dan posttest dikumpulkan dan
hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan, dan jika memungkinkan hasil
tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol; Uji coba lebih luas ini akan
dilakukan terhadap tiga sekolah (SLTPN 12, SLTPN 26 DAN SLTPN 29)
Kota Bandung.

7. Revisi untuk menyiapkan produk operasonal, dilakukan berdasarkan hasil uji

coba utama; merevisi model pembelajaran berdasarkan uji coba utama atau uji
coba lebih luas, yang dilakukan peneliti berkolaboratif dengan guru bidang
studidi untuk menghasilkan bentuk model yang ideal.

82

8. Uji coba operasional yang melibatkan lebih banyak lagi sekolah dan subyek.
Pada langkah ini dikumpulkan data angket observasi, dan hasil wawancara
untuk kemudian dianalisis.

9. Revisi produk ahir berdasarkan hasil uji coba operasional;
10. Diseminasi dan distribusi. Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai
konrtrol terhadap kualitas produk.

Dari 10 (sepuluh) langkah yang dikembangkan oleh Borg dan Gall di atas,
hanya 7 lankah yang diperlukan dalam penelitian tindakan ini, yaitu langkah 1,
2,3,4,5,6 dan 7, kemudian lebih disederhanakan lagi menjadi 3 (tiga) langkah

yaitu; (a) studi awal (pra survey), (b) perencanaan dan penyusunan model, (c) uji
coba model. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penelitian dan pengembangan
model, digambarkan pada diagram sebagai berikut:
PERENCANAAN DAN

STUDI AWAL

^

UJICOBA MODEL

PENYUSUNAN MODEL

H

3

ii

STUDI LITERATITR
Teori
UJI COBA

Hasil Penelitian terdahulu

TERBATAS

XL

Perencanaan Model :

- Evaluasi Proses

STUDI

penyempurn

LAPANGAN


an

Proses

pengajaran

- Implementasi

Perencanaan Uji Lapangan:

(PBM)


Kondisi Sis\< a

"

Kondisi Gum

•l_y:



Sarana

Penyusunan draf awal



Lingkungan

mode) :

UJI COBA
LEBIH LUAS

sekolah

- Implementasi
- Evaluasi Proses

Uji Kelaikan terbatas
(jika perlu)

H
Hasil Kajian Literatur
Dan pra survey

Draf awal model yang siap
Untuk diujicobakan

- Evaluasi hasil
- penyempumaan

IE
Model Hipotetis

Bagan 3.1 Pengembangan Model PembelajaranProblemSolvingmelaluiPendekatan"Researchand Development'

83

Dari diagram pelaksanaan penelitian dan pengemangan di atas,
menunjukkan bahwa pengembangan model pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan problem solving dalam pengajaran matematika pada SLTP Negeri 12,
SLTP Negeri 15, SLTP Negeri 26 dan SLTP Negeri 29 Bandung menggunakan
prosedur sebagai berikut;
1.Penelitian Prasurvey (Studi Awal)

Tahap pertama dilakukan penjajagan dengan penelitian prasurvey yang

bersifat deskriptif dan tidak untuk menguji hipotesis. Melalui tahap pra survey ini
mengungkap jawaban pertanyaan apa, bagaimana, berapa bukan pertanyaan
mengapa. Di mana tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan infonnasi
tentang variabel. (Nana Sudjana & Ibrahim, 1989:74)

Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap proses pembelajaran yang

biasa dilakukan oleh gum di kelas untuk merefleksikan terhadap bagaimana

proses pembelajaran matematika yang biasa dilakukan. Aspek-aspek yang diteliti
pada tahap pra survey ini adalah: (1) Sudi Dokumentasi: (a) menkaji GBPP

matemtika SLTP Kurikulum 1994 beserta Suplemenya; (b) Desain pembelajaran
matematika mengenai Program tahunan, program catur wulan dan Rencana

Pelajaran Matematika berkaitan dengan penggunaan problem solving dalam

pengajaran matematika; 3) Melakukan pra survey lapangan pada Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 29 Kota Bandung terhadap: (a) desain dan

pelaksanaan KBM yang dilakukan guru, (b) kemampuan dan aktivitas belajar
siswa, (c) Kondisi gum, (d) kondisi dan pemanfaatan sarana, fasilitas dan
lingkungan pendukung problem solving dalam pengajaran matematika.

^'„pCNOIi ii,. -.