PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA : Penelitian Quasi-Experimental di SMAN I Tangerang.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang memikirkan bagaimana menjalani kehidupan sebagai upaya mempertahankan hidup manusia dalam mengemban tugas sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pendidikan hendaknya mampu mendukung upaya menjalani kehidupan tersebut. Pendidikan hendaknya juga mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga mereka mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang ada saat ini dan akan datang. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dalam Bab I yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Konsep pendidikan di atas akan semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja. Pernyataan ini didukung Djahiri (1996:3) bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/peserta didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya. Dengan demikian pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi siswa harus dilakukan dalam usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama di dalam proses pendidikan.


(2)

Salah satu masalah yang dihadapi Pendidikan adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran. Proses pembelajaran masih menekankan pada fakta dan informasi, di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal, lebih mementingkan isi daripada proses, menganggap apa yang diketahui dapat diamalkan siswa serta siswa kurang diarahkan kepada pembelajaran yang menghubungkan dirinya dengan kehidupan sehari-hari. Tugas, metode, bahan pelajaran disajikan secara keseluruhan, keberhasilan belajar ditentukan guru, siswa kurang dilibatkan dalam pemecahan masalah, materi pelajaran tidak mengaitkan isu-isu yang kontemporer. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa kompetensi tenaga guru kita yang masih lemah, sarana prasarana yang minim, materi dan sumber belajar yang kurang, kondisi lingkungan belajar yang tidak baik, metode mengajar yang konvensional, faktor psikologi siswa yang kurang diperhatikan serta latar belakang sosial budaya dan ekonomi guru yang kurang.

Bagaimana dengan Pendidikan Kewarganegaraan? Sejak diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan (persekolahan maupun perguruan tinggi), Pendidikan Kewarganegaraan menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, serta (2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaanPendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya(Budimansyah, 2009:21).


(3)

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang persekolahan akan mampu membentuk karakter jika dilakukan secara kontekstual, bukan tekstual. Bukan suatu rahasia lagi, bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama ini lebih menitikberatkan pada tekstual daripada kontekstual dan diberikan secara indoktrinasi, sehingga pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya terjadi informasi dan komunikasi satu arah, siswa pasif dan hanya mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru, akibatnya siswa hanya memperoleh materi yang sifatnya hafalan saja dengan mengorbankan pengembangan critical thinking, yang tidak banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasan atau pikiran-pikirannya.Dengan demikian, pendekatan pembelajaran seperti itu akan sulit untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Selama ini proses belajar-mengajar Pendidikan Kewarganegaraan lebih berorientasi pada pengembangan kognitif siswa, ini pun masih bersifat kognitif rendah, padahal karakter Pendidikan Kewarganegaraan ini lebih terfokus pada aspek afektif dan psikomotor. Akibatnya guru hanya banyak memberikan materi pembelajaran yang sifatnya hafalan. Sementara aspek afektif tidak tersentuh apalagi psikomotor. Oleh karena itu, tidak heran apabila perilaku siswa tidak berubah ke arah yang diharapkan, begitu juga kemampuan berpikir kritis siswa kurang tampak. Apabila fenomena seperti itu yang ada, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan telah gagal mengembangkan


(4)

potensi siswa sebagai makhluk berpikir. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Djahiri (2002:93) bahwa:

”salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah pola/strategi pembelajarannya, yang mana siswa bukan hanya belajar tentang hal ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktik, dilatih uji coba dan mahir serta mampu membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan”.

Jadi, dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan itu bukan hanya memberikan informasi yang bersifat kognitif semata, tetapi harus menitik beratkan pada aspek afektif dan psikomotor. Hal ini yang sampai sekarang belum mampu dilaksanakan oleh guru secara optimal, sehingga pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hampir tidak ada bedanya dengan pembelajaran mata pelajaran lainnya, padahal Pendidikan Kewarganegaraan ini mempunyai karakter berbeda dangan mata pelajaran lain, akibatnya kualitas Pendidikan Kewarganegaraan hanya dilihat dari segi kemampuan kognitif siswa semata.

Dalam standar isi dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama, pembentukan warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Kedua, pengembangan warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Pendidikan Kewarganegaraan mengemban kualitas warga negara yang mencakup “ spiritual development, sense of individual responsibility, and reflective and automous personality”(Lee, 1999 dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3), serta misi “Civic Education For Democration And Value-Based Education”. Isi Pendidikan


(5)

Kewarganegaraan ini dituntut untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran yang berorientasi pada konsep “contextualized multiple intelligence" dalam nuansa lokal, nasional dan global”(Cheng, 1999 dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007: 3).

Berdasarkan karakter di atas pada abad ke 21 ini Pendidikan Kewarganegaraan dituntut untuk membentuk manusia yang unggul. Manusia yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial yang akhirnya menjadi warga negara yang multidimensional. Menurut Cogan (1998: 2-3) warga Negara yang multidimensional memiliki lima atribut pokok yaitu:…”a sense of identity; the enjoyment of certains right; the fufilment of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and an acceptance of basic social values”. Pengertian dari pendapat Cogan ini, hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan warga negara yang memiliki lima ciri utama yaitu: jati diri, kebebasan untuk memiliki hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan.

Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi ini juga hendaknya mengembangkan kompetensi kewarganegaraan (civic competence). Aspek-aspek kompetensi kewarganegaraan meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan watak kewarganegaraan (civic disposition) (Branson, 1998: 8-25).


(6)

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia dalam kecendrungan globalisasi ini ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melaui koridor “value-based education”. Kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan ini menurut Budimansyah (2008a: 180) dibangun atas paradigma sebagai berikut:

(1)Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab; (2) Secara teoritik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif dan psikomotor (Civic Knowledge, Civic Disposition, dan Civic Skills) yang bersifat konfluen atau saling dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara; (3)Secara programatikmenekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan nilai, konsep moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela Negara.

Dengan demikian perlu dicarikan solusi, sehingga memasuki abad ke 21 atau global ini mampu menjadi manusia yang berkualitas sesuai visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan. Manusia yang mampu berhadapan dengan kompetisi global yang tidak hanya menguasai tehnologi tetapi juga keunggulan seperti mampu berkomunikasi, berdiplomasi, dan mengajukan argumentasi yang bisa diterima. Untuk bekal ini harus dipersiapkan sedini mungkin dengan selalu melatih dan menumbuhkan kemauan berpikir kritis, kreatif dan inovatif.

Asumsinya dengan kemampuan di atas akan terwujud apabila diikuti iklim penyelenggaraan belajar yang kondisif, yang mana proses belajarnya ada keterlibatan yang aktif baik pada pihak guru maupun siswa, yang didasari oleh


(7)

perasaan senang terbuka, dan tanpa ada rasa takut, serta tekanan dari guru dan murid lainnya. Penyelenggaraan belajar ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003, Pasal 3 yang mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuahn Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Khusus Pendidikan Kewarganegaraan, di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa materi kajian Pendidikan Kewarganegaraan wajib termuat baik dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah maupun kurikulum Pendidikan Tinggi (pasal 37). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan kewarganegaraan yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (BSNP, 2006). Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang diberikan selama 2 jam pelajaran per minggu bertujuan agara peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bnagsa lainnya.


(8)

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan kemampuan ini, maka proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya diarahkan pada pembelajaran yang memiliki kemampuan penguasaan, pengetahuan, keterampilan, pengembangan sikap dan kemampuan sikap berpikir kreatif dan inovatif dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul balik politik, ekonomi, sosial budaya baik individu maupun sebagai anggota kelompok masyarakat.

Berpikir, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru merupakan kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lainnya, karena suatu masalah tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan baru melalui berpikir kreatif. Munandar (2009:31) mengemukakan alasan kemampuan berpikir kreatif pada diri siswa perlu dikembangkan: pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (selfactualization), dan ini merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mewujudkannya. Kedua, sekalipun setiap orang memandang bahwa kemampuan berpikir kreatif itu perlu dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan kemampuan berpikir kreatif itu belum memadai khususnya dalam pendidikan formal. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga memberikan kepuasaan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini, manusia menyadari bagaimana para pendahulu yang kreatif telah banyak menolong dalam memecahkan berbagai permasalahan yang menghimpit.


(9)

Berpikir kreatif tidak akan lepas dari kreativitas. Menurut Suryadi (2001:7) kreativitas merupakan kemampuan seorang untuk melahirkan sesuatu yang baik, berupa gagasan maupun karya yang relatif berbeda dari apa yang ada sebelumnya, juga merupakan suatu kemampuan yang bersifat spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal, dan keberadaannya tidak dapat diprediksi. Torrance (1969) menjelaskan bahwa kreativitas adalah sebagai proses dalam memahami sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin menarik hipotesis, menguji dan mengevaluasi, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada orang lain.

Pandangan Costa (2006 dalam Munandar, 1999: 88) berpikir kreatif dapat menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1) mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda, 4) menghubungkan-hubungkan berbagai hal yang bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda, 6) mendengarkan intuisi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.

Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana yang tidak tertekan, yang mana belajar atas prakarsa sendiri, guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru ketika siswa diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan berpikir kreatif dapat tumbuh dengan subur


(10)

(Munandar,2009:12). Jadi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, perlu adanya suasana pembelajaran yang diciptakan secara kondusif untuk pengembangan kemampuan berpikir kreatif tersebut.

Pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa kehilangan hampir setiap kesempatan untuk kreatif. Pembelajaran ini membuat siswa sangat bergantung pada guru yang akhirnya tidak memiliki kemandirian dalam belajar dan tidak memberi ruang berinteraksi dengan teman sekelasnya yang membuat siswa menjadi individualistis. Peran guru sangat penting dalam membangun kecakapan intelektual siswa seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009:71) bahwa “kemampuan intelektual dianggap sebagai suatu proses berpikir kritis yang dikembangkan oleh guru kelas”. Begitu pentingnya guru dalam membangun kemampuan berpikir siswanya, karena kemampuan berpikir kritis ini mampu berkembang menjadi manusia yang kreatif. Oleh sebab itu sebagai pembina guru harus mempunyai strategi untuk memotivasi dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Strategi pembelajaran ini harus dengan model pembelajaran yang tepat dan mampu memberikan dampak terhadap dominasi siswa yang kreatif, aktif, inovatif dan suasana menyenangkan. Djahiri (CICED, 1999: 6) mengemukakan strategi pembelajaran yang hendaknya dilakukan guru adalah sebagai berikut:

Satu, membina dan menciptakan keteladanan, baik fisik dan material (tata dan aksesoris kelas/sekolah), kondisional (suasana proses belajar KBM) maupun personal (guru, pimpinan sekolah dan tokoh unggulan); dua, membiasakan/membakukan atau mempraktekkan apa yang diajarkan mulai di kelas-sekolah-rumah dan lingkungan belajar; tiga, memotivasi minat, gairah untuk melibatkan dalam proses belajar, untuk kaji lanjutannya dan mencobakan serta membiasakannya


(11)

Sehubungan dengan masalah-masalah ini, maka diperlukan inovasi dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Strategi pembelajaran itu dioperasionalkan melalui berbagai metode seperti ceramah bervariasi, Tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah (problemsolving), bermain peran, silmulasi, inkuiri, VCT, portofolio dan sebagainya. Pembelajaran inovatif yang relevan dengan keterlibatan dan peran aktif siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri.

Inkuiri yang dalam bahasa Inggris dari kata Inquire yang berarti menanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan. Menurut Jutmini (2006:70), hakikat inkuiri adalah merencanakan siswa untuk terlibat dalam berpikir. Berpikir adalah kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat menata keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan solusi-solusi baru. Dengan demikian model inkuiri ini dapat dikembangkan sebagai upaya pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Penggunaan model pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2009, 199-201) terdapat beberapa prinsip yaitu, (1) berorientasi pada pengembangan intelektual; (2) prinsip interaksi; (3) prinsip bertanya; (4) prinsip belajar untuk berpikir; dan (5) prinsip keterbukaan. Menurut Sapriya (2009: 69-70), banyak ahli menggunakan model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu upaya pengembangan khususnya kurikulum di sekolah-sekolah Australia dan Amerika Serikat. Model pembelajaran inkuiri ini dikatakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas karena proses belajar


(12)

lebih terpusat pada kebutuhan siswa (student-centered instruction) daripada kepada guru (teacher-centered intruction) dan sebagai alternatif untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam belajar.

Menurut Gulo dalam Trianto (2007:135) model pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistimatis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Sanjaya (2009: 196) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada poses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Menurut Piaget dalam Putrayasa (2003: 2) model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu pembelajaran yang berlandaskan teori konstruksivistik sebagai upaya mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri. Kemudian Wilson dalam Putrayasa (2003: 3) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pembelajaran yang merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan ketrampilan proses, sikap dan pengetahuan berpikir rasional. Lebih lanjut Trowbridge (Putrayasa,2003: 4) mengatakan bahwa esensis dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan atau suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya.

Adapun langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2009:201) yaitu; (1) Orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan hipotesis; (4) mengumpulkan data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan


(13)

kesimpulan. Model pembelajaran inkuiri ini terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru (Sanjaya, 2009: 199), yaitu:

1)Berorientasi pada pengembangan Intelektual; model pembelajaran inkuiri selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar

2)Prinsip intraksi; prinsip ini menempatkan guru bukan hanya sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3)Prinsip bertanya; berupa kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.

4)Prinsip belajar untuk berpikir; pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal

5)Prinsip keterbukaan; yaitu suatu proses mencoba berbagai kemungkinan Keunggulan metode inkuiri menurut Djahiri (1996:58) yaitu: (1) meningkatkan ketrampilan dan kualitas hasil belajar; (2) menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata; (3) melakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas; (4) mensosialisasikan siswa; (5) mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri ini, materi tidak disajikan begitu saja oleh guru, tetapi siswa menemukan sendiri dan pengalaman terhadap konsep-konsep yang direncanakan guru.

Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kreatif bagi siswa, mengajak guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri diharapkan dapat menjadikan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lebih menantang kemampuan berpikir kreatif dan mengembangkan potensi siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan penelitian pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di SMA Negeri I Tangerang.


(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu: “Bagaimana pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan, maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa sub-sub masalah sebagai berikut:

1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test)?

2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test)?

3) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka variabel dan definisi operasional dalam penelitian ini;

1)Variabel Penelitian

Variable X : model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Model ini pada dasarnya salah satu usaha dari guru untuk merangsang siswa berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan masalah. Di samping itu inkuiri metode mengajar menelaah sesuatu yang bersifat


(15)

mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, Tanya jawab, mencari info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.

Variabel Y: pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa. Meliputi: ketrampilan berpikir lancar (fluency), luwes (flexibility), orisinil (originality), dan memerinci (elaboration).

Gambaran pola hubungan antar variabel penelitian dapat di lihat pada gambar berikut ini :

Gambar1.1 Hubungan variabel bebas dan terikat

X : Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Y: Kemampuan berpikir kreatif siswa

Dalam penelitian ini terdapat 2 Variabel, yaitu variabel bebas (X) model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dan Variabel Terikat (Y) kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam hal ini definisi operasionalnya; 1). Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Model pembelajaran inkuiri adalah model untuk merangsang siswa berpikir melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan


(16)

masalah. Di samping itu, inkuiri metode mengajar menelaah sesuatu yang bersifat mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumentatif didukung data dan fakta. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dengan lebih aktif dalam setiap kegiatan diskusi, tanya jawab, mencari info dengan melakukan penyelidikan terhadap berbagai data.

2). Kemampuan berpikir kreatif siswa

Pandangan Costa (2006 dalam Munandar; 1999: 88) berpikir kreatif dapat menumbuhkan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental : 1) mengajukan pertanyaan, 2) mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pemikiran yang terbuka, 3) membangun keterkaitan, khususnya diantara hal-hal yang berbeda, 4) memhubungkan-hubungkan berbagai hal yang bebas, 5) menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda, 6) mendengarkan intusi. Pandangan tentang pengertian dari berpikir kreatif ini semua berpendapat sejalan walau pengungkapannya berbeda-beda.

Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sesuai apa yang dikemukakan oleh Munandar (1999:88) yaitu: (1) Ketrampilan berpikir lancar (fluency) dengan ciri; a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan; b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal;c)selalu memikrkan lebih dari satu jawaban. (2) Ketrampilan berpikir luwes (flexibility) dengan cirri: a) Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang lebih bervariasi, b) Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, c) Mencari banyak alternative atau arah ang berbeda-beda, d) Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. (3). Ketrampilan berpikir orisinil


(17)

(originally) dengan ciri; a)Mampu mengungkapkan hal yang baru dan unik, b) Memikirkan car yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, c) Mampu membuat kondisi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsure-unsur. (4) Ketrampilan memerinci (elaboration) dengan cirri: a) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, b) Menambah atau memerinci secara detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Tabel 1.1

Penjabaran Variabel X dan Y

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Kewargane garaan (X)

Pembelajaran PKn dengan langkah: - Orientasi -merumuskan masalah -mengajukan hipotesis -mengumpulkan data

- menguji hipotesis -merumuskan Kesimpulan (Sanajaya:2008)

- Orientasi pada konsep atau topic yang akan dipelajari

- Orientasi pada proses - Orientasi pada hasil belajar

- Pembelajaran PKn terkait dengan konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa

- Mendorong siswa untuk merumuskan masalah sendiri - Memberikan kesempatan siswa

untuk memberikan jawaban sementara sebagai perkiraan kemungkinan dari suatu masalah yang akan dikaji

- Mendorong siswa menemukan sendiri pengetahuan dari berbagai sumber

- Mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan - Mendorong siswa untuk

mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis


(18)

masalah dalam kehidupan. Kemampuan

berpikir kreatif siswa (Y)

Ketrampilan berpikir lancar (fluency)

- Mengajukan banyak pertanyaan - Menjawab dengan sejumlah

jawaban jika ada pertanyaan - Lancar dalam mengungkapkan

gagasan-gagasannya

- Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan dari suatu obyek atau situasi

Ketrampilan berpikir luwes (flexibility)

- memberi bermacam-macam penafsiran (interprestasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah - memberikan suatu pertimbangan

terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain - mampu merubah arah berpikir

secara spontan Ketrampilan berpikir

orisinil (originality)

- memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain

- memiliki cara berpikir yang lian dari yang lain

- setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru

Ketrampilan berpikir memerinci

(elaboration)

- Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci

- Mengembangkan atau

memperkaya gagasan orang lain - Mempunyai rasa keindahan yang

kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong dan sederhana

- Membuat garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain (Munandar; 1999)


(19)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh gambaran mengenai: Pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Sedangkan tujuan khususnya adalah menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi-argumentatif dan menguji hipotesis serta mengungkap:

1. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test).

2. Ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimenn dan kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test). 3. Ada tidaknya pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis

Bermanfaat bagi pengembangan ilmu Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.


(20)

2. Secara Praktis

a. Memberikan masukan kepada guru, sebagai peningkatan profesionalismenya terutama dalam penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, yang mana tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran semata, tetapi lebih dari itu, guru harus berupaya membangun kreativitas siswa.

b. Memberi pemahaman dasar kepada siswa bahwa model pembelajaran inkuiri akan dapat membantu siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif untuk kehidupan mereka sehari-hari.

c. Menambah wawasan penelitian bagi peneliti dalam memahami strategi dalam mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri untuk dijadikan sebagai masukan dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga pembelajaran yang peneliti lakukan menjadi lebih bermakna (meaningful learning)

E. Asumsi Penelitian

1. Model Pembelajaran Inkuiri menjadi kebutuhan bagi siswa karena; (1) menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal, (2) seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga dapat ditumbuhkan sikap percaya diri (selfbelief). (3) Tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan


(21)

kemampuan berpikir secara sistimatis, logis, kritis, kreatif atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. 2. Berpikir kreatif berangkat dari asumsi berpikir itu sendiri, bahwa berpikir

merupakan kegiatan manusia yang intensif dan menyenangkan, karena dapat menata keteraturan inteletual, menciptakan gagasan baru dan menyarankan solusi-solusi baru,

3. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu: (a) berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (b) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta antu korupsi; (c) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (d) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang penulis tetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan kreatif siswa antara kelas eksperimen

dan kelas control pada pengukuran awal (pre-test).

2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas control pada pengukuran akhir (post-test).


(22)

3. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap hasil pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa.

G. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruhmodel pembelajaraninkuiri melalui terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control group pre-test post-test design (Campbell dan Stanley, 1963:47).Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara random. Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu kelompok lagi dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan berpikir kreatif siswa

1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XIdi SMA Negeri 1 Kota Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan Science dan I kelas jurusan Sosial dengan jumlah siswa 224 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang tidak dipilih secara random. Hasil pemilihan secara purposive sampling didapatkan kelas XI


(23)

IPA 1 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 32 orang siswa dan kelas XI IPA 2 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 32 orang siswa.

2. Tehnik pengumpulan data/Instrumen Penelitian dengan instrumen: - Tes Uraian; untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa.

- Non tes/ Tes Performance/Self Evaluation; untuk melihat kreativitas siswa dalam Pembelajaran

- Angket; untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan SSHA (Survey of Study Habits and Attituddengan skala: Selalu, Sering, Kadang – kadang, Jarang,Tidak Pernah

3. Tehnik Analisis Data

Penelitian ini dalam model kelompok eksperimen dan kelompok control, dengan design pretest-posttest control group design. Analisis ini terdapat dua kali analisis, pertama, menguji perbedaan awal kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis kedua menguji hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini diajukan hipotesis ‘adanya pengaruh positif pembelajaran model inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa’ dengan demikian Analisis terhadap data dilakukan analisis ‘uji beda’ dengan bantuan Programme Analysis Statistic for Window (PASW) version 18.


(24)

H. Paradigma Penelitian

ka

Gambar 1.2 Paradigma Penelitian globalisasi

Paradigma Civic Education: -Value based education and democratic eduation -Multidimentional Citizenship -Mengembangkan Civic Competence -Contextualized Multiple Intellegence

Realita pembelajaran PKn di Indonesia saat ini dianggap membosankan siswa dalam belajar di kelas karena terpusat pada guru bukan kebutuhan siswa Pembelajaran konvensional tidak inkuiri Kajian teori model pembela jaran Inkuiri dan kemampu an berpikir kreatif siswa

Teori Belajar Konstruktivistik (Piaget): Pengetahuan akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa

Studi empirik: pengaruh Model pembelaja ran Inkuiri PKn terhadap kemampu anberpikir kreatif siswa Model pembelajaran inkuiri dalam

PKN; orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskankesimpulan

Kemampuan berpikir kreatif siswa


(25)

(26)

81

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dan Alur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi- Experimental. Dalam penelitian, yang menjadi fokus adalah pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Penelitian bermaksud melihat hubungan sebab akibat. Variabel bebas model pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan, sedangkan variabel terikatnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian Quasi-Experimental (Best, 1982). Tujuan penelitian eksperimen semu (Quasi eksperimen) adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Suryabrata,2006:92).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Quasi- Experimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control group pre-test post-test design (Campbell dan Stanley, 1963:47).Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara random. Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu kelompok lagi dengan kelompok kontrol.


(27)

Kelompok eksperimen mendapatkan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan pre-test – post-test untuk melihat pengaruh model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa seperti yang digambarkan di bawah ini :

Tabel 3.1

Rancangan Penelitian dengan Kelompok Kontrol dan kelompok Eksperimen

KELOMPOK Pre- test Treatment Post- test

Eksperimen O X O

Kontrol O - O

Keterangan :

O : Tes awal (pre-test) dan tes akhir siswa (post-test)

X :Perlakuan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan Alur penelitian diawali dengan studi literatur, mengkaji kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan SMA, buku paket kelas XI mencari materi yang relevan dengan upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa untuk dijadikan sumber dalam penyusunan instrumen berupa tes, angket dan bahan ajar. Kemudian dilakukan validasi tes pada siswa SMA kelas XI yang sudah mendapatkan materi tersebut. Validasi tes dilakukan untuk menganalisis reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda tes.


(28)

Penerapan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dilakukan pada satu kelas yang telah ditentukan sebelumnya. Tahap ini dimulai dengan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, kemudian diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran inkuiri dan diakhiri dengan posttest. Selanjutnya siswa diminta mengisi angket untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif mereka dan tanggapan terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan model pembelajaran inkuiri. Langkah akhir diadakan pengolahan dan analisis data untuk menyususn laporan. Alur penelitian ini digambarkan sebagai berikut;


(29)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi literatur tentang :

1) Buku Pelajaran Pkn Kelas XI

2) Kurikulum Pkn 2006 dan Kompetensi siswa 3) Model Pembelajaran Inkuiri

Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian

Penyusunan instrument penelitian model pemebelajaran inkuiri dalam

PKn

Model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan Test Awal

(Pre-test)

Implementasi model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan

Kewarganegaraan

Test Akhir (Post-test)

Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data Kesimpulan Tes,angket Validasi, Uji coba, Revisi Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Media Pembelajaran Konvensional


(30)

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Kota Tangerang, yang terdiri dari 6 kelas jurusan IPA dengan jumlah siswa 192 orang dan 1 kelas jurusan IPS dengan jumlah siswa 32 orang. Peneliti menggunakan Purposive sampling untuk memilih kelas kontrol dan eksperimen. Dari 6 kelas jurusan science yang ada, dipilihlah kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 untuk menjadi kelas penelitian, dasar pemilihan kedua kelas tersebut ialah kesamaan nilai rata-rata kelas hasil ujian semester ganjil 2010/2011. Kelas XI IPA 1 yang akan diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas XI IPA 2 yang tidak diberi perlakuan atau dengan menggunakan model pembelajaran yang konvensional dengan jumlah siswa 32 orang.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) Tahapan persiapan

Persiapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi :

1) Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang konsep sengketa hubungan Internasional dan Hukum Internasional dengan model pembelajaran inkuri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

2) Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. 3) Melakukan validasi instrumen.


(31)

2) Pelaksanaan

1) Melakukan uji coba tes, mengadakan pre testpada kelompok eksperimen dan control untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa tentang sengketa hubungan internasional dan hukum internasional.

2) Memperkenalkan dan menerapkan pembelajaran konsep sengketa hubungan internasional dan hukum internasional dan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

3) Memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pemahaman konsep sengketa hubungan internasional dan hukum internasional dengan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan setelah mendapat perlakuan.

4) Menyebarkan angket tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan

3) Pengolahan dan Analisis Data

Menghitung daya gain yang dinormalisasi pemahaman konsep untuk kelas kontrol dan eksperimen, melakukan uji normalitas data gain yang dinormalisasi, melakukan uji homogenitas varians, melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta melakukan analisis data angket.


(32)

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Upaya memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga penafsirannya jelas, maka rumusan definisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajar Inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan (Variabel X) Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan model pembelajaran inkuiri dalam Pendidikan Kewarganegaraan, adalah model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pembelajaran PKn dengan langkah orientasi

2) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan masalah 3) Pembelajaran PKn dengan langkah mengajukan hipotesis 4) Pembelajaran PKn dengan langkah mengumpulkan data 5) Pembelajaran PKn dengan langkah menguji hipotesis

6) Pembelajaran PKn dengan langkah merumuskan kesimpulan 2. Kemampuan Berpikir Kreatif siswa (Variabel Y)

Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan data atau informasi yang tersedia, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Kemampuan berpikir kreatif dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi, indikator kemampuan berpikir kreatif yaitu:


(33)

a. Kelancaran yang ditandai dengan banyaknya gagasan kreatif yang dikemukakan untuk mengatasi permasalahan sengketa hubungan internasional dan hukum internasional

b. Keluwesan yang ditandai dengan adanya pengembangan gagasan dan

mudahnya berpindah dari satu reaksi ke reaksi lain pada permasalah sengketa hubungan dan hukum internasional. Keluwesan diukur dengan melihat jawaban tes siswa yaitu apakah hanya mengemukakan gagasan saja, dapat mentransfer pemikiran pada materi yang dibahas dari satu reaksi ke reaksi yang lain sampai dengan imajinasi siswa dalam melakaukan dalam melakukan pemecahan masalah

c. Orisinalitas yang ditandai dengan sejauh mana isi konten menunjukkan keaslian dan keunikan pemikiran pada permasalahan yang dibahas.

d.Elaborasi yang ditandai dengan adanya kerincian gagasan serta kemampuan siswa dalam memodifikasi reaksi yang diberikan dengan reaksi yang lainnya pada permasalahan yang dibahas.

E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Strategi Pengembangan Instrumen

Instrumen merupakan pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat validitas dan realibilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara realibilitas menunjuk pada konsisten, akurasi dan stabilitas nilai skala pengukuran (Komalasari, 2008).

Berdasarkan hal itu, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur berikut:


(34)

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan teori model pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based learning) dan kemampuan berpikir kreatif siswa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Hal ini untuk memenuhi validitas isi(content validity), yaitu bahwa item-item instrumen mencerminkan domain konsep dan variabel yang akan diteliti. Untuk itu maka dibuat kisi-kisi instrumen. Penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel model pembelajaran inkuiri dalam PKn berbasis inkuiri (Variabel X) adalah angket skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3 = Kadang-kadang; 2= Jarang; 1= Tidak pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel kemampuan berpikir kreatif siswa (Variabel Y) menggunakan tes uraian dan mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran menggunakan non tes berupa tes performance/self evaluation dengan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dengan skala berikut : 5= Selalu; 4= Sering; 3= Kadang-kadang; = Jarang; 1= Tidak pernah. Tes uraian yang dikembanggkan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berpikir kreatif berkaitan dengan materi Hukum Internasional dan Sengketa Internasional. sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan uji validitas isi (content validity) kepada tiga orang guru PKn. Pemilihan guru tersebut dilakukan dengan alasan guru tersebut telah cukup lama mengajar PKn, memiliki latar belakang PKn dan telah lulus Sertifikasi sehingga guru tersebut dianggap telah cukup ahli dalam pembelajaran PKn.

b. Melakukan analisis penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Angket dan tes diujicobakan


(35)

kepada 31 siswa kelas 11 IPA-4 SMAN 1 TAngerang yang telah terlebih dahulu mempelajari konsep Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alai ukur. Validitas dilakukan melalui internal atau konstruk (construct validity). Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan skala instrumen yang hares mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur.induktif, dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melaui

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama, dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan pengujian validitas ekstemal atau criteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala instrumen yang mampu mempredikasi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada table correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,05 (p value <0,05). Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu p value >0, 05, maka item dinyatakan tidak valid.

d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk

mengukur sejauhmana pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error). Dengan demikian reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengkuran yang konsisten bila dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dapat dipercaya, handal dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Jika koefisien korelasi (p value) hasil


(36)

perhitungan > 0,7 , maka instrumen dinyatakan reliabel (Kaplan dan Saccuzzo, 1993).

e. Melakukan pengujian Daya Beda. Untuk tes uraian mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan analisa daya pembeda, analisis ini dilakukan untuk mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesangggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (berpengetahuan tinggi) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah. Artinya, bila soal diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan hasil yang tinggi, dan bila diberikan kepada anak yang kurang, hasilnya akan rendah (Sudjana, 1990: 141). Perhitungan daya beda pada setiap butir soal uaraian digunakan rumus:

DP= atau DP =

(Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:

DP = Daya Pembeda

M = skore maksimal setiap soal

= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas

= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah

= jumlah siswa kelompok atas

= jumlah siswa kelompok bawah

Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah :

DP ≤ 0,00 : sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 : cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 : baik 0,70 < DP ≤ 1,00 : sangat baik


(37)

f. Melakukan pengujian tingkat kesukaran. Untuk tes uraian mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan analisa tingkat kesukaran. Analis ini dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaran tiap butir soal dihitung dengan rumus:

TK =

atau DP = (Suherman dan Sukjaya, 1990 ) Keterangan:

TK = Tingkat Kesukaran M = skore maksimal setiap soal

= jumlah skore seluruh siswa kelompok atas

= jumlah skore seluruh siswa kelompok bawah

= jumlah siswa kelompok atas

= jumlah siswa kelompok bawah

Kategori interpretasi daya beda menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah :

TK ≤ 0,00 : terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 : sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 : sedang

0,70 < TK ≤ 1,00 : mudah TK = 1,00 : terlalu mudah

2. Hasil pengujian Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran a. Uji Validitas

1) Variabel X

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18 (perhitungan selengkapnya lihat lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis sebagaimana terlihat pada tabel di atas, hanya item pernyataan item 1, 2, 3, 4, dan 5 yang tidak valid (lebih kecil dari koefisien korelasi/r tabel). Validitas item nilai r tabel product moment person N = 36 adalah 0,325 hanya item pernyataan 3 dan


(38)

4 yang tidak valid (lebih kecil jika dibandingkan dengan r tabel). Dengan demikian item 5 sampai 36 atau total 31 item pernyataan dinyatakan valid (sohih) untuk mengukur variabel yang diteliti.

2) Variabel Y

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi PASW 18 (perhitungan selengkapnya lihat lampiran 3), Berdasarkan hasil analisis validitas item instrument Y diperoleh hasil hanya item 1, 2, 3, dan 4 yang tidak valid, karena koefisien korelasinya lebih kecil dari r table N= 24 yaitu 0,388 pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian item pernyataan 5 s.d. 24 atau 21 item dinyatakan valid (sahih) untuk digunakan sebagai alat pengambilan data penelitian.

b. Uji Reliabilitas

1) Variabel X

Hasil analisis reliabilitas instrument variabel X menggunakan PASW 18 diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:

Tabel: 3.2 Reliabilitas Instrumen X

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.984 .983 36

Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,984. Ini menunjukkan koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan reliabel dengan demikian instrumen terpercaya untuk pengambilan data penelitian.


(39)

2) Variabel Y

Hasil analisis reliabilitas instrumen variabel Y menggunakan PASW 18 diperoleh hasil sebagaimana dijelaskan dalam tebel berikut:

Tabel: 3.3 Reliabilitas Instrumen Y

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.968 .961 24

Koefisien Reliabilitas sangat tinggi yaitu: 0,968. Ini menunjukkan koefisien korelasi p value hasil perhitungan ≥ 0,70 berarti instrumen dinyatakan reliabel, dengan demikian instrumen terpercaya untuk pengambilan data penelitian.

c. Uji Daya Beda

Berdasarkan hasil uji daya beda terhadap pertanyaan uraian pengukuran kemampuan berpikir kreatif siswa, dapat dilihat pada tabel berikut :


(40)

Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda

Kriteria Jumlah pertanyaaan Prosentasi Nomor Pertanyaan

Sangat Jelek - -

Jelek 1 12,5 1.3

Cukup - -

Baik 6 75 1.1, 1.2, 1.4, 2.1,

2.3, 2.4

Sangat Baik 1 12,5 2.2

Dengan demikian ada 1 pertanyaan yang harus diperbaiki, dan 6 pertanyaan dianggap baik dan 1 pertanyaan sangat baik yang perlu dipertahankan.

d. Uji Tingkat kesukaran

Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran terhadap tes uraian pertanyaan pengukuran kemampuan berpikir kreatif siswa. Dapat dilihat pada tabel berikut:


(41)

Tabel 3.5

Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kriteria Jumlah

pertanyaan

Persentasi Nomor pertanyaan

Sukar 1 12,5 2.3

Sedang 4 50 1.2, 1.4, 2.1, 2.2, 2.4

Mudah 3 37,5 1.1, 1.3

Sebagian besar soal berada pada kategori sedang yaitu 62,5 %. Kategori sukar dan mudah hampir sama, hanya dibedakan satu soal. Analisis lebih lanjut terhadap kondisi diatas berdasarkan masukan analisis isi dari pembimbing dan teman sejawat.

F. Teknik Analisis Data

Setelah penelitian diperoleh data. Data tersebut merupakan data mentah yang harus diolah agar dapat memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan yang diteliti dan memberikan arah untuk mengkajian lebih lanjut. Sebelumnya terlebih dahulu diadakan uji persyaratan data:

1.Uji normalitas kelompok data menggunakan uji 1-Sampel K-S 2. Uji Linearitas dengan menggunakan uji Durbin Watson

Setelah teruji, bahwa kelompok data itu berdistribusi normal dan homogen, kemudian kelompok data itu dianalisis dengan t-test hal ini untuk mengetahui menguji hipotesis sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji statistik inferensial


(42)

parametrik sebagai berikut: 1. Menyeleksi data

Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Menentukan bobot nilai

Penentuan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Pemberian koding

Untuk setiap jawaban pada angket selanjutnya skor tersebut dijumlahkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden secara umum terhadap setiap variabel penelitian .

Rumus:

P = ×100%

Χ Χ

id

Dengan keterangan:

P = Prosentase skor rata-rata yang dicari

X = Skor rata-rata setiap variabel

id

Χ = Skor rata-rata ideal setiap variabel

4. Melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui kecenderungan data. Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata median, standar deviasi, dan varians data dari masing-masing variabel.


(43)

5. Pemeriksaan distribusi populasi data sampel

Pengujian distribusi populasi dari data sampel bertujuan untuk mengetahui sebaran dari populasi data sampel yang diperoleh, apakah data sampel berasal populasi yang berdistribusi normal atau distribusi teoritis lainnya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan uji statistik yang dipergunakan apakah prametrik atau nonparametrik. Dalam penelitian ini, data sampel yang diperoleh diasumsikan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh karena itu, pengujian atas asumsi tersebut dilakukan dengan uji kecocokan atau lebih dikenal sebagai uji kolmogorov-smirnov. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan software statistik SPSS.

6. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji variansi data gain yang dinormalisasi dua kelompok dengan rumus:

F =S² besar S² kecil Kriteria (Sudjana, 1996):

Pada taraf signifikansi α, variansi sampel dikatakan homogen jika: F ( Ftab

denganFtabel = F1/2α,(v1,v2).

7. Uji t-test berkorelasi (related) atau dengan rancangan desain quasi ekperimen dengan kelompok kontrol pada taraf signifikan α = 0,05.

8. Uji-r digunakan untuk melihat korelasi antara data dua kelompok yang diteliti. Selain itu uji analisis varians dua arah digunakan untuk mengetahui tingkat


(44)

pengaruh atau signifikansi dan diteminasi (derajat keberartian) pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :

1) Jika untuk antar baris rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.

2) Jika untuk antar kelompok rh>rt, maka ada perbedaan signifikan.

Rumus statistik yang digunakan untuk membuktikan perbedaan kemampuan siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dan yang tidak dalam pembelajarn PKn adalah sebagain berikut:

x̅ - x̅

t = √

S12 + S22 - 2r S1S2

√n1 √n2

Dimana:

x̅ : Rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar menggunakan model inkuiri.

x̅ Rata-rata kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar tidak menggunakan model inkuiri.

S1 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

menggunakan model inkuiri.

S2 : Simpangan baku kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

tidak menggunakan model inkuiri.

S12 : Varians kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

menggunakan model inkuiri.

S22 : Varians kemampuan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar

tidak menggunakan model inkuiri. R : Korelasi antara data dua nkelompok


(45)

G. Hipotesis Statistik

1. H0 : kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan model inkuiri lebih

kecil atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional.

Ha : kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan model inkuiri lebih besar atau sama dengan kemampuan berpikir kreatif menggunakan model tradisional. 2. H0 : µ1≤µ2

Ha : µ1≥ µ2

Keterangan : H0 : hipotesis nol

Ha : hipotesis analisis

µ1 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan

model inkuiri

µ2 : rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa tidak menggunakan

model inkuiri

H. Skenario Penelitian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Kreatif Siswa

Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam melaksanakan eksperimen dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Peneliti melaksanakan tahap pra penelitian

Memberikan penjelasan kepada kepada teman sejawat yaitu guru PKn (Bu Rina Octara, Bu Astri) dan semua teman (Bu tina, De Mardianto, P Gani dan Giri) yang terlibat dalam penelitian ini mengenai kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Penjelasan tersebut meliputi bagaimana karakter model pembelajaran inkuiri yang akan


(46)

diterapkan di kelas eksperimen dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran pada standar kompetensi Hukum Internasional dan Sengketa Internasional. Penjelasan dalam menggunakan model pembelajaran inkuiri, agar pada saat diterapkan dalam pembelajaran mereka telah cukup menguasai langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, memberikan penjelasan mengenai tahap-tahap berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kreatif yang akan diukur dalam penelitian.

Peneliti memberikan penjelasan kepada siswa di kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA-2 mengnai pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran PKn serta mempersiapkan hal-hal yan berhubungan dengan penelitian seperti pembagian kelompok belajar dan memotivasi siswa untuk mencari dan membawa artikel Sengketa Internasional serta menunjuk dua orang siswa khusus mencari untuk dipresentasikan tentang Penjara Guatonamo. Penjelasan mengenai pembelajaran yang akan dilakukan tanpa memberitahu siswa bahwa mereka menjadi objek penelitian

Setelah melakukan tahap pra penelitian, dilakukan pretest atau tes awal dikelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal tes uraian dan angket selfevaluation untuk mengetahui gambaran mengenai kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum diberi perlakuan. Tes awal untuk kedua kelas ini dilaksanakan padanhari yang sama yaitu hari selasa selama 90 menit atau 1 kali pertemuan 2. Melaksanakan penelitian dikelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Pelaksanaan penelitian di kedua kelas dilakukan oleh peneliti, sedangkan teman sejawat guru PKn dan teman yang terlibat dalam penelitian ini sebagai


(47)

rekan yang membantu selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan jadwal mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah ditetatpkan sekolah, sehingga tidak mengganggu suasana pembelajaran di sekolah. Pada kelas eksperimen, pelaksanaan pembelajaran selama 90 menit (2x45 menit) melalui langkah-langkah model pembelajaran inkuiri yang dimulai dari kegiatan awal, kegiatan inti sampai dengan kegiatan akhir selama tiga kali pertemuan.

- Orientasi.

Pada kegiatan awal guru, pembelajaran dimulai dengan mengucapkan salam pembuka, diikuti dengan apersepsi dan memotivasi siswa dalam melaksanakan pembelajaran, dan menjelaskan tujuan pembelajaran. pertemuan ini sebagai langkah orientasi

- Merumuskan Masalah dan Hipotesis.

Kegiatan Inti yang dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dimulai dengan memahami Hukum Internasional dengan cara guru mendengarkan lagunya Michael Heart berjudul We Will Not Go Down. Lagu ini siswa harus bisa menghubungkannya dengan materi sebelumnya yaitu Hubungan Internasional dan asas Hubungan Internasional, karena materi ini dasar memahami konsep pada pertemuan kedua. Kedua memahami konsep Hukum Internasional dengan kerja kelompok dan Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional. Lagu tersebut siswa diharapkan mampu merumuskan masalah dan berhipotesis tentang pentingnya Hubungan dan Hukum Internasional beserta asas, tujuan dan latar belakangnya.


(48)

- Mengumpulkan Data dan Menguji Hipotesis.

Memahami konsep Hukum Internasional dengan dibentuk 4 kelompok, dimana pada kelompok 4 diharapkan akhirnya mampu menghasilkan sebuah konsep Hukum Internasional sesuai dengan pikiran mereka sendiri. Pertemuan ketiga dengan topik Sengketa Internasional dimulai dari tahap pemilihan topik dengan cara siswa sendiri memilih masalah Sengketa Internasional yang mereka Download dari internet lalu dibentuk kelompok. Pada tahap pembelajaran kelompok, guru mengorganisasikan siswa untuk merencanakan prosedur kerja model pembelajaran inkuiri. Siswa menentukan rumusan masalah, hipotesisnya, mengumpulkan data sebagai bahan jawaban yang dapat diterima untuk menguji hipotesis, setelah itu siswa harus menyimpulkan kerja kelompoknya dengan presentasi sebagai upaya merumuskan kesimpulan. Pada saat presentasi, yang melaporkan hasil kerja kelompoknya adalah perwakilan kelompok yang dilengkapi oleh anggota kelompok lainnya. Guru membantu siswa selama kerja kelompok dan presentasi .

- Merumuskan Kesimpulan

Kegiatan akhir pada pembelajaran yaitu guru memberikan penguatan tentang materi yang telah dibahas, diikuti dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya yang kemudian ditutup dengan cara bersama-sama menyimpulkan materi yang telah dibahas. Di kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan juga selama 90 menit (2x45 menit) dengan menggunkan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran


(49)

dilakukan meliputi kegiatan awal sama seperti dikelas eksperimen. Kegiatan inti guru menyajikan materi pelajaran seperti didalam buku paket, dan kegiatan akhir guru memerikan penguatan atas materi yang telah disajikan sebelumnya dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya akhirnya ditutup dengan kesimpulan.

Melaksanakan tes akhir atau posttest untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diberi perlakuan untuk kelas eksperimen dan yang tanpa diberi perlakuan untuk kelas kontrol. Tes akhir ini dilakukan pada hari yang sama untuk kedua kelas pada jam pelajaran yang ditetapkan hari Selasa untuk 1 kali pertemuan.

3. Pada pertemuan akhir setelah pembelajaran di kelas Eksperimen dilakukan, siswa diberi angket. Di kelas eksperimen menggunakan 2 macam angket, satu angket untuk mendapatkan gambaran mengenai tanggapan siswa tentang penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan angket kedua angket berupa self evaluation atau tes performance untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran.


(50)

(51)

160 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan oleh peneliti serta hasil pembahasan yang didapat, secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri I Tangerang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi penggunaan model pembelajaran inkuiri, semakin efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi setiap indikator kemampuan berpikir kreatif yang meliputi kelancaran, keluwesan, originalitas, dan elaborasi.

Secara khusus, kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Hasil uji hipotesis ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas control pada pengukuran awal (pre- test) tetapi tidak berpengaruh secara nyata. Hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dasar siswa dalam berpikir kreatif sebelum perlakuan antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama

2. Hasil pengujian hipotesis kedua membuktikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada post-test antara yang menggunakan tes uraian dengan yang


(52)

menggunakan angket. Perbedaan yang terjadi tidak secara nyata, karena setelah dilakukan uji perbedaan mean menggunakan Anova koefisien F yang diperoleh lebih kecil daripada F tabel dan probabilitas signifikansinya jauh lebih besar, maka dapat dikatakan pengaruh penggunaan intrumen angket dan uraian tidak berarti.

3. Penggunaan model pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang berbeda dari metode pembelajaran konvensional yang digunakan di kelas kontrol. Dapat diketahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas eksperimen lebih besar dari pada di kelas kontrol, yang merupakan pengaruh dari penggunaan model pembelajaran inkuiri. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien determinasi yang mengatakan adanya tingkat keberartian yang tinggi.

B. Implikasi

Kesimpulan di atas memberikan suatu pengertian bahwa berarti terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelas kontrol dan kelas eksperimen secara nyata (signifikan). Namun perbedaan tersebut kurang berarti. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji keberartian perbedaan kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh r hitung 0,100 dan R Square = 0,008 dan Adjusted Sguare -0,023. Karena r hitung lebih kecil dari r tabel, maka dikatakan terdapat perbedaan tetapi kurang berarti. Untuk itu guru dapat memilih kelas paralel yang mana saja selama masih satu prodi IPA untuk dijadikan sampel. Sesuai pendapat Sugiyono,


(53)

(2008:112) tentang metode penelitian eksperimen cirinya adalah adanya kelompok kontrol dan sampel dipilih secara random.

Ini berarti memenuhi syarat untuk dilakukan random (pemilihan secara acak. Walaupun quasi experimental design lebih baik daripada pre-experimental design dan merupakan pengembangan bentuk true experimental design, kalau dapat dilakukan true experimental mengapa tidak dilakukan. Artinya melalui temuan penelitian ini di lain kesempatan peneliti yang lain dapat direkomendasikan untuk menggunakan true experimental design atas dasar temuan pada pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini.

Hasil pengujian hipotesis kedua, terdapat perbedaan hasil post tes kemampuan berpikir kreatif antara kelas/kelompok kontrol dan kelas eksperimen yang menggunakan tes uraian dan angket. Akan tetapi perbedaan tersebut kurang berarti, karena hasil uji keberartian korelasi ditunjukkan dengan koefisien Fhitung

0,305 lebih kecil daripada Ftabel 0,585. Begitu juga ternyata setelah diuji

keberartian perbedaan ternyata diperoleh r 0,100 lebih kecil dari r tabel 0,349 pada taraf signifikansi 0,05 N = 32 dan R2 hanya 0,10 berarti kontribusi perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelas kontrol dan kelas eksperimen menggunakan angket maupun uraian hanya 0,01%. Nilai ini jelas sangat kecil, berarti terdapat perbedaan tetapi tidak berarti.

Implikasinya adalah bahwa penggunaan angket maupun tes uraian tidak memberikan pengaruh yang berarti. Untuk itu penggunaan kedua jenis instrumen ini dapat digunakan secara bervariasi. Begitu juga dalam kegiatan pembelajaran guru dapat menggunakan variasi bentuk soal tes uraian maupun skala sikap karena


(54)

hasil temuan pada uji hipotesis kedua dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan, tetapi tidak berpengaruh secara signifikan.

Hasil pengujian hipotesis ketiga, dari hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan mean pada kedua sampel tersebut sangatlah nyata (signifikan). Demikian juga nilai probabilitas Signifikansi p<0,05, maka hipotesis ketiga yang berbunyi, “Terdapat pengaruh perlakuan model pembelajaran inkuiri X terhadap kemampuan berpikir kreatif Y terbukti secara nyata (signifikan) “. Selain itu, koefisien determinasi hasil pengujian statistik menggunakan PASW model summary besarnya adjusted R2 adalah 0,384, hal ini berarti 38,4% variasi model pembelajaran inkuiri sedangkan sisanya 61,6% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model (Ghozali, 2005: 86).

Implikasinya adalah bahwa setiap peningkatan X berbanding lurus dengan peningkatan Y. Setiap peningkatan Y satu digit 38,4% nya dapat diprediksi dari hasil peningkatan X. Ini menjelaskan model pembelajaran inkuiri dapat digunakan sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Oleh sebab itu guru dalam pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan temuan uji hipotesis dalam penelitian ini.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, disarankan guru menerapkan model pembelajaran inkuiri pada semua kelas paralel karena berdasarkan temuan penelitian ini terbukti secara nyata mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif. Sejalan dengan itu, pemilihan kelas


(55)

untuk dijadikan sampel penelitian maupun subyek pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran tertentu disarankan agar bergantian. Karena berdasarkan temuan dalam penelitian ini kelas kontrol dan kelas paralel meskipun ada perbedaan perolehan rata-rata skor, tetapi tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini juga dimaksudkan agar terjadi pemerataan dan kesempatan yang sama utuk mencoba model pembelajaran yang diterapkan di kelas.

Disarankan juga kepada guru untuk menerapkan angket dan uraian secara bervariasi sebagai bagian dari proses belajar mengajar berpikir kreatif. Mengingat bentuk soal berdasarkan temuan dalam penelitian ini tigak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan siswa dalam berpikir kreatif.

Guru juga diharapkan lebih bervariasi dalam menerapkan bentuk-bentuk evaluasi. Skala sikap, skala perilaku, observasi individual, dan penilaian portofolio. Begitu juga bentuk soal uraian (esai) dan pilihan ganda (PG) dapat diterapkan secara bergantian tanpa meninggalkan kriteria tingkat kesulitan soal tersebut sesuai target kurikulum dan untuk efisiensi waktu, maka soal-soal yang mudah diselesaikan dengan metode tanya jawab.

Selain itu guru perlu juga menerapkan strategi dan model pembelajaran yang bervariasi misalnya berdiskusi, bermain peran, kooperatif learning; Student Teams Achievment Divisors (STAD), Team Assisted Individualization (TAI), TGT, CIRC, dan Jigsaw. Mengingat penerapan model pembelajaran inquiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka tidak ada salahnya dicoba dengan model-model pembelajaran yang lain agar lebih bervariasi.


(56)

(57)

165

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim, Aim (2010). Mengokohkan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sinergi Buku Ajar dan Budaya Belajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar/Profesor. Bandung. UPI 28 April 2010. Aly, Abdullah. (2005). “Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan

Pedagogik”.Makalah dipresentasikan pada “Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman”, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada Sabtu, 8 Januari 2005.

Amien, M. (1987). Apakah Metode Discovery & inkuiri Itu ? FKIP-IKIP Yokyakarta. tidak diterbitkab.

Baron dan Sternbeg (1987). Teaching Thinking Skills, Theory and Practice. New York; WIT Freemant and Company.

Budimansyah, D. (2008) Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen), Bandung; Acta civicus Vol.1,No.2, April 2008

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008) PKN dan Masyarakat Multikultural, Bandung: Prodi PKN SPS UPI.

Budimansyah,D. dan Syam,S.(ed) .(2006). Pendidikan Nilai Moral Dalam dimensi. Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Lab.PKN FPIPS-UPI. Budinngsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE

---, dkk (1998). “ Belajar “ Civic Education” dari Amerika” Yokyakarta : diterbitkan atas kerjasama : Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) : CICED

Campbell, David, (1986) Mengembangkan Kreativitas. Yokjakarta: Kanisius. Cogan, J.J. (1998). Citizenship for the 21” Century: an Internastional Perspective


(1)

untuk dijadikan sampel penelitian maupun subyek pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran tertentu disarankan agar bergantian. Karena berdasarkan temuan dalam penelitian ini kelas kontrol dan kelas paralel meskipun ada perbedaan perolehan rata-rata skor, tetapi tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini juga dimaksudkan agar terjadi pemerataan dan kesempatan yang sama utuk mencoba model pembelajaran yang diterapkan di kelas.

Disarankan juga kepada guru untuk menerapkan angket dan uraian secara bervariasi sebagai bagian dari proses belajar mengajar berpikir kreatif. Mengingat bentuk soal berdasarkan temuan dalam penelitian ini tigak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan siswa dalam berpikir kreatif.

Guru juga diharapkan lebih bervariasi dalam menerapkan bentuk-bentuk evaluasi. Skala sikap, skala perilaku, observasi individual, dan penilaian portofolio. Begitu juga bentuk soal uraian (esai) dan pilihan ganda (PG) dapat diterapkan secara bergantian tanpa meninggalkan kriteria tingkat kesulitan soal tersebut sesuai target kurikulum dan untuk efisiensi waktu, maka soal-soal yang mudah diselesaikan dengan metode tanya jawab.

Selain itu guru perlu juga menerapkan strategi dan model pembelajaran yang bervariasi misalnya berdiskusi, bermain peran, kooperatif learning; Student Teams Achievment Divisors (STAD), Team Assisted Individualization (TAI), TGT, CIRC, dan Jigsaw. Mengingat penerapan model pembelajaran inquiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka tidak ada salahnya dicoba dengan model-model pembelajaran yang lain agar lebih bervariasi.


(2)

(3)

165

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim, Aim (2010). Mengokohkan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sinergi Buku Ajar dan Budaya Belajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar/Profesor. Bandung. UPI 28 April 2010. Aly, Abdullah. (2005). “Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan

Pedagogik”.Makalah dipresentasikan pada “Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman”, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada Sabtu, 8 Januari 2005.

Amien, M. (1987). Apakah Metode Discovery & inkuiri Itu ? FKIP-IKIP Yokyakarta. tidak diterbitkab.

Baron dan Sternbeg (1987). Teaching Thinking Skills, Theory and Practice. New York; WIT Freemant and Company.

Budimansyah, D. (2008) Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen), Bandung; Acta civicus Vol.1,No.2, April 2008

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008) PKN dan Masyarakat Multikultural, Bandung: Prodi PKN SPS UPI.

Budimansyah,D. dan Syam,S.(ed) .(2006). Pendidikan Nilai Moral Dalam dimensi. Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Lab.PKN FPIPS-UPI. Budinngsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE

---, dkk (1998). “ Belajar “ Civic Education” dari Amerika” Yokyakarta : diterbitkan atas kerjasama : Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) : CICED

Campbell, David, (1986) Mengembangkan Kreativitas. Yokjakarta: Kanisius. Cogan, J.J. (1998). Citizenship for the 21” Century: an Internastional Perspective


(4)

166

Departemen Pendidikan Nanional. (2008) Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan IPS, Jakarta: Dirjen PMPTK

---. (2008) Penndidikan Dan Latihan Profesi Guru, Jakarta:UNJ Depdiknas. 2004. PedomanMerancangSumberBelajar. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Djamarah,B.S. dan Zain,A.(2006) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta .

Djahiri, A.K (1996) Tehnik dan Pengembangan Program pendidikan Nilai-Moral. Bandung: Lab Pengajaran PMP IKIP Bandung

---. (1985). “ Strategi Pengajaran Afektif-Nilai- Moral VCT dan Games dalam VCT”. Jurusan PMP-KN IKIP Bandung: Granesia

Ginnis,Paul. (2008) Trik & Taktik Mengajar Strategi Meningkatkan Pencapaian Pengajaran di Kelas, Jakarta: PTIndeks.

Gozali, H. Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro.

Hook, Sidney. 1994. Sidney Hook: Sosok Filsuf Humanisme Demokrat dalam Tradisi Pragmatisme. Jakarta: Yayasan Obor.

Ismadi,F. (2008) Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Pendekatan Multikultural Dalam pembentukan karakter Bangsa,jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, SPS PKn UPi Volume I, No.2, april 2008 Jutmini, Sri (2006) Strategi Inkuiri dan Kemampuan Berpikir, dalam

Budimansyah,D dan Syam,S.(ed) Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Lab.PKN FPIPS-UPI

Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap kompetensi Kewarganegaraan siswa SMP. Disertasi. Bandung:SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Komalasari,K. dan Budimansyah, D. (2008) Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam Pendidikan Kewararganegaraan Terhadap Kompetensi

Kewarganegaraan Siswa SMP. Bandung; Acta Civicus,vol.2,no.1 Oktober 2008


(5)

Mulyasana, Dedi (2006) Manusia dan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Perubahan, dalam Budimansyah,D dan Syam,S.(ed)

Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Lab.PKN FPIPS-UPI.

Munandar, Utami.(1992). Mengembangkan Bakat Dan Kreatifitas anak sekolah. Jakarta; Gramedia.

………,(1999).Kreatifitas dan Keterbukaan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta; Gramedia.

Putrayasa.2003. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Inkuiri . http//www.lalf.edu/kipbipa/papers/IB/Putrayasa.[10 Januari 2011] Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Putra

Sapriya & Winataputra, Udin.S.(2004). Pendidikan Kewarganegaraan : Model pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung : Laboratorium PKn FPIPS-UPI.

Sapriya, (2009). Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Rosdakarya

---,dkk. (2008). konsep Dasar PKn. Bandung: Lab.PKn UPI Press.

Sadiman, Arief S.(2004)Pendayagunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi unt uk Pembelaj aran, (makalah)

Sanjaya,Wina (2008) Strategi Pembelajaran; Berorientasi Stadar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Sugiono, (2008) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif, dan R & D.Bandung: Alfabeta

Supriadi, (1994). Kreativitas Kebudayaan Dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabet

Tilaar, H.A.R. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. Turner,et al (1990). Civics: Citizen In Action. United State Of America: Merril

Publishing Company


(6)

168

Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wahab,Azis. (1996) Pendidikan Politik dan Pendidikan Politik: Model

Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia Menuju Warganegera Global. Bandung ; IKIP.

--- (2007) Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung : Alfabeta Wainwrigt. 2003. CIBL (“Center for Inquiry-Based Learning”).

http://biology.duke.edu/cibl/inquiry/whatis inquiry.html. [5 Januari 2011] Winataputra,U dan Budimansyah,D. (2007) Civic Education Konteks, Landasan,

Bahan Ajar dan Kultur Kelas, Bandung: Prodi PKN SPS UPI.

Winataputra,U.S (1999). Perkembangan pendidikan Kewargnegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi di Indonesia. Bandung:CICED

Wena, Made. (2009) Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: PT Bumi Aksara