Pengaruh model pembelajaran simplex basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di kelas VII MTs Al ASIYAH Cibinong

(1)

(

Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII Mts Al ASIYAH Cibinong) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Muhamad Sidik Maulana

(1110017000110)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Muhamad Sidik Maulana (1110017000110). Pengaruh Model Pembelajaran

Simplex Basadur Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran Simplex Basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di MTS Al-Asiyah Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode yang di gunakan adalah quasi eksperimen dengan desain randomized control group posttest only. Sampel penelitian diperoleh sebanyak dua kelas dengan teknik cluster randon sampling yang melibatkan 78 siswa sebagai sampel. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kreatif matematis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional (p-value = 0,009 < 0,05). Secara deskripsi dapat dilihat juga nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur sebesar 66,66 dan model pembelajaran konvensional sebesar 58,88. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis pada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur pada aspek kelancaran 80,26%, aspek keluwesan 69,08% dan aspek orisinil 50,33%, sedangkan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada aspek kelancaran 76,56%, aspek keluwesan 57,50% dan aspek orisinil 42,18%. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.


(6)

ii

ABSTRACT

Muhamad Sidik Maulana (1110017000110). “The Effect of Basadur Simplex

Learning Model towards Students’ Ability in Mathematical Creative Thinking Skills”. A Skripsi of Department of Mathematic Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Maret 2015.

The purpose of the research was to analyze the effect of Basadur Simplex Learning Model towards the students’ ability of mathematical creative thinking skills. This research was conducted on MTs Al-Asiyah Cibinong in Academic Year 2014/2015. Method of the research was quasi experimental and the research design was randomized control group posttest only. The samples were 78 students from two classes by using cluster random sampling technique. The data collection using a test of mathematical creative thinking.

The results of the research showed that students who were taught by using Basadur Simplex Learning Model higher mathematical creative thinking skills than the students who were taught by conventional learning model. In the description, the average of the result of mathematical creative thinking skills test students who were taught by using Basadur Simplex Learning Model achieved was 68,88 and conventional learning model was 66,66. The level achievement of student’s mathematical creative thinking in Simplex Basadur class on aspect of fluency 80,26%, aspect of flexibility 69,08%, and aspect of original 50,33%, whereas the conventional class on aspect of fluency 76,56%, aspect of flexibility 57,50%, and aspect of original42,18%. The conclusion of the research was teaching mathematic by using Basadur Simplex Learning Model had significant effect to students’ ability in mathematical creative thinking skills.

Keyword: Mathematical Creative Thinking Skills, Basadur Simplex Learning Model.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, kesungguhan hati, perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang beliau berikan, semoga bapak selalu dalam kemuliaanNya.

2. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang beliau berikan, semoga bapak selalu dalam kemuliaanNya.

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Khairunnisa S.Si, M.Si, selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan waktu, arahan, motivasi, dan semangat dalam penulis selama ini.


(8)

iv

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8. Kepala Sekolah MTs Al-Asiyah, Bapak RA. Fauzi S.Pd.I M.Pd.I, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh dewan guru MTs Al-Asiyah, khususnya Ibu Aniyatu Zuhriyah, S.Pd, selaku guru matematika yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian, serta siswa dan siswi MTs Al-Asiyah, khususnya kelas 10, VII-11 dan VIII-8.

10.Teristimewa untuk Orangtuaku tercinta, Bapak Sarman dan Ibu Mariah yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adikku Suciana Dewi dan Khanza Aisha Salsabila, yang telah memberikan do’a dan semangat, serta seluruh keluarga yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

11.Sahabat-sahabatku tersayang yang tergabung dalam Laskar Skripsi Rodial, Asep, Naufal, Hafiz Nizham S.Pd, Febri Indrawan S.Pd, Anton, Imam, Rodial, Sofyan, Ferdi, Wahyu yang selalu memberikan motivasi dan menjadi tempat untuk berbagi segala cerita selama penulisan ini.

12.Teman-temanku Washabee tercinta, yang selalu ada dikala penat melanda dalam penulisan skripsi. Terima kasih atas doa dan perjuangannya, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan indah yang tidak terlupakan.


(9)

v

13.Teman-teman Angkatan PMTK angkatan 2010, PMTK Kelas A, PMTK Kelas B, PMTK Kelas C, adik kelas dan kakak kelas yang telah memberikan motivasi, bantuan dan selama proses pengerjaan skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan semua bantuan, semangat, dukungan, bimbingan, masukan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis menjadi berkah dan rahmat dari Allah SWT. Amin yaa robbal’alamin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 20 Maret 2015

Penulis M. Sidik Maulana


(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretik ... 10

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 10

a. Pengertian Matematika... 10

b. Pengertian Berpikir ... 11

c. Berpikir Kreatif Matematis ... 12

2. Model pembelajaran Simplex Basadur ... 17

a. Masalah dan Pemecahan Masalah ... 17

b. Creative Problem Solving ... 18

c. Simplex Basadur ... 20

3. Pembelajaran Konvensional ... 25

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 28


(11)

vii

BAB III: METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Desain Penelitian ... 31

C. Populasi dan Sampel ... 32

D. InstrumenPenelitian... 33

1. UJi Validitas Butir ... 35

2. Taraf Kesukaran ... 36

3. Daya Pembeda ... 37

4. Uji Reliabilitas ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. TeknikAnalisis Data ... 40

1. Uji Prasyarat Analisis ... 40

a. Uji Normalitas ... 40

b. Uji Homogenitas ... 41

2. Uji Hipotesis ... 41

G. HipotesisStatistik ... 42

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 43

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 43

2. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 48

3. Uji Hipotesis Statistik ... 49

B. Pembahasan ... 50

C. KeterbatasanPenelitian ... 62

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 31

Tabel 3.2 Desain penelitian ... 32

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 33

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 34

Tabel 3.5 Interprestasi Tingkat Kesukaran ... 36

Tabel 3.6 Interprestasi atau penafsiran Daya Pembeda (DP) ... 37

Tabel 3.7 Rekapitulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 38

Tabel 4.1 Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 43

Tabel 4.2 Distrbusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa . 44

Tabel 4.3 Perbandingan Data Kelompok Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 46

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 48


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Contoh Soal Pisa Tahun 2007 ... 3

Gambar 2.1 Skema proses pembelajaran Simplex Basadur ... 24

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 30

Gambar 4.1 Perbandingan Penyebaran Data Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 45

Gambar 4.2 Perbandingan Presentase Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol . 47

Gambar 4.3 Aktivitas pembelajaran di kelas ... 51

Gambar 4.4 Jawaban Siswa Pada Langkah Problem Formulation ... 52

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Pada Langkah Solution Formulation ... 53

Gambar 4.6 Jawaban Siswa Pada Langkah Solution Implementation ... 54

Gambar 4.7 Jawaban Posttest Siwa Indikator Lancar ... 56

Gambar 4.8 Jawaban Posttest Siswa Indikator Fleksibel... 58


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 68

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 84

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 95

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 119

Lampiran 5 Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 120

Lampiran 6 Jawaban Uji Coba Instrumen Tes dan Penilaian ... 122

Lampiran 7 Rubrik penskoran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 128

Lampiran 8 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa .... 131

Lampiran 9 Hasil Validitas Butir Instrumen ... 133

Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 134

Lampiran 11 Hasil Uji Daya Pembeda Soal ... 135

Lampiran 12 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 136

Lampiran 13 Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 137

Lampiran 14 Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 138

Lampiran 15 Tabel Distribusi Frekuensi dan Statistik Deskriptif Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 139

Lampiran 16 Tabel Distribusi Frekuensi dan Statistik Deskriptif Hasil Posttest Kelas Kontrol... 141

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas ... 143

Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Posttest ... 144

Lampiran 19 Peritungan Uji Hipoptesis ... 145

Lampiran 20 Tabel Koefisien Korelasi Pearson ... 147

Lampiran 21 Uji Referensi ... 148


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bangsa yang berkembang dan memiliki sumber daya manusia yang melimpah, Indonesia dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar tidak tertinggal dari negara-negara lain. Kemajuan dari suatu negara dan kesejahteraannya salah satunya terlihat dari perkembangan kualitas pendidikannya. Perkembangan pendidikan yang meningkat dapat dilihat dari kemudahan dan besarnya kesempatan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, setiap orang dituntut melakukan proses belajar dan berpikir agar memiliki kemampuan untuk memperoleh, memilih dan mengelola segala macam informasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang ideal, seperti pengembangan kurikulum media pembelajaran bahkan peningkatan mutu dan profesionalisme guru.

Indonesia dalam sistem dan kurikulum pendidikannya terus mengalami perubahan dalam pelaksanaannya, mulai dari kurikulum pertama diterapkan sampai sekarang kurikulum 2013. Standar ujian nasional yang setiap tahun meningkat dan akan terus berubah sesuai dengan kebutuan dan relevansinya terhadap keadaan perkembangan zaman. Pembelajaran matematika merupakan salah satu bagian yang penting dalam ilmu pendidikan. Dalam kurikulum tingkat satuan pelajar (KTSP) menegaskan bahwa salah satu tujuan yang dimiliki dalam pembelajaran matematika yaitu melatih dan menumbuh-kembangkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah.1 Kompetensi-kompetensi tersebut yang salah satunya berpikir kreatif diperlukan agar peserta didik dapat

1

Depdiknas,, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar Dan Madrasah Ibtidaiyah, ( Depdiknas, 2003) h. 6.


(16)

memiliki kemampuan untuk memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi yang ada dalam menghadapi tantangan perembangan zaman yang kompetitif.

Kreativitas merupakan salah satu kompetensi penting yang harus dikembangkan. Kebutuhan peningkatan kreativitas dirasakan manfaatnya dalam semua kegiatan manusia terutama pada dunia kerja dan pendidikan. Matematika memiliki peranan penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan kreativitas serta berpikir kreatif siswa. David menjelaskan terdapat enam alasan mengapa pembelajaran matematika perlu menekankan kepada kreativitas: 2

1. Matematika sangatlah kompleks dan luas untuk jika diajarkan dengan hafalan 2. Siswa dapat menemukan solusi-solusi yang original ketika memecahkan

masalah.

3. Guru perlu membangkitkan pemikiran siswa yang asli dan fleksibel.

4. Pembelajran matematika dengan hafalan dan masalah rutin membuat siswa tidak termotivasi dan mengurangi kemampuan kreativitasnya.

5. Keaslian merupakan sesuatu pembelajaran yang perlu diajarkan, seperti membuat pembuktian asli dari teorema-teorema.

6. Kehidupan sehari-hari sangatlah membutuhkan matematika dan masalah sehari-hari memerlukan kreativitas dalam menyelesaikanya.

Pembelajaran matematika yang idealnya berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, terutama dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari masih belum berkembang. Soal-soal yang diujikan dalam Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) yang pada dasarnya topik-topik yang ada dalam kurikulum sekolah seperti aljabar, geometri, aritmatika dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi matematika siswa kelas VIII Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata internasional, pada tahun 1999 dengan skor 435 berada di peringkat ke 34 dari 38 negara, tahun 2003 dengan skor 420 berada di peringkat ke 35 dari 46 negara, dan tahun 2007 dengan skor 427 berada di

2

Tatag Yuli Eko, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya: Unesa University Press,2008) h.2.


(17)

peringkat ke 36 dari 49 negara .3 Selain hasil dari TIMMS, studi analisis yang dilakukan PISA (Program for International Students Assessment) terhadap siswa Indonesia dalam pelajaran matematika. Pada tahun 2006 mean score matematik Indonesia lebih tinggi dari tahun 2003, tetapi pada tahun 2009 mean score matematik Indonesia menurun kembali. Berdasarkan skor tes PISA pada tahun 2009 diperoleh hasil bahwa hampir setengah dari siswa Indonesia (yaitu 43.5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana (the most basic PISA tasks). Sekitar sepertiga siswa Indonesia (yaitu 33.1%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat. 4 Dengan demikian nampak bahwa siswa Indonesia hanya dapat menafsirkan situasi dalam soal dan dapat menyelesaikan soal secara prosedural menggunakan rumus-rumus umum. Berikut salah satu contoh soal TIMMS yang diujikan pada siswa SMP.

Sumber :Highlights From TIMMS 2007, B-5.

Gambar 1.1

Contoh Soal Timms Tahun 2007

Rata-rata internasional yang didapatkan siswa sebesar 27%, tetapi Indonesia hanya 14% siswa yang dapat menjawab dengan benar, sedangkan materi tersebut dipelajari di sekolah pada level SMP. Soal tersebut meminta siswa membaca data pada diagram lingkaran dan merubahnya dalam bentuk diagram batang. Kemampuan siswa dalam membuat cara berbeda masih sangat rendah

3

Survey Internasional TIMMS. Akses 21 juli 2014 diunduh dari

http://litbang.kemendikbud.go.id/index.php/survey-international-timms. 4

Aryadi wijaya, Pendidikan Matematika Realistik ,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2012), cet I h.1-2.


(18)

dikarenakan guru lebih sering memberikan persoalan seperti ini dalam satu langkah saja. Ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia berkembang pada kemampuan tingkat rendah dan belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover Jerman terhadap anak-anak Indonesia yang berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia berada di urutan terakhir dari 8 negara yang menjadi sampel penelitian tersebut.5 Adapun urutan peringkatnya sebagai berikut (dari yang tertinggi sampai yang terendah): Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas sebagai hasil dari berpikir kreatif di Indonesia masih lemah dibandingkan dengan Negara lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa indonesia masih lemah dan harus ditingkatkan, karena kemampuan berpikir kreatif mampu mendorong seseorang terampil memecahkan masalah dalam matematika dan menemukan alternatif-alternatif solusi pemecahan yang bervariasi.

Penelitian singkat yang dilakukan Nurmalianis di salah satu SMP Negeri di Tanggerang pada tahun 2014 terhadap siswa kelas IX menunjukan 25,63% siswa dapat berpikir lancar dengan memberikan banyak jawaban dan 41% siswa yang dapat memberikan cara penyelesaian berbeda.6 Jika dilihat lebih mendalam, berdasarkan observasi pengamatan proses pembelajaran yang pernah peneliti lakukan terhadap dua sekolah, proses pembelajaran lebih banyak didominasi guru yang menimbulkan siswa menjadi pasif dalam mengembangkan gagasan atau ide dalam proses pembelajaran. Jika guru bertanya kepada siswa, jarang ada siswa yang mau menjawab, hanya siswa yang pintar saja yang mau memberikan ide jawaban. Hal ini dikarenakan guru masih menempatkan peserta didik sebagai objek didik, sehingga kemampuan siswa hanya terbatas pada ingatan.

5

Risqi Rahman, “Hubungan Antara Self Concept Terhadap Matematika Dengan

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa”. Jurnal Infinity, vol 1, No. 1, 2012, h .19. 6

Nurmalianis, “Pengaruh Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuanberpikir Kreatif


(19)

Berdasarkan temuan-temuan di atas terlihat bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah karena jarang dilatih sejak kecil dalam proses pendidikan, terutama dalam mata pelajaran matematika yang tidak menekankan solusi pemecahan masalah yang disertai proses kreatif tetapi lebih pada hafalan, penggunaan rumus dan konsep serta mencari jawaban yang benar terhadap soal-soal matematika. Faktor lain yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran matematika adalah keaktifan siswa. Metode konvensional yang banyak dijumpai dalam pembelajaran mengakibatkan siswa pasif, karena sebagian besar proses pembelajaran didominasi oleh guru. Siswa tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dengan yang diajarkan seorang guru. Guru sangat jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan serta mengkonskruksi idenya sendiri terhadap pemahaman konsep matematika.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.7 Seorang guru hendaknya menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif belajar dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya sendiri, tetapi pengajaran yang terjadi di sekolah masih menekankan kepada penyampaian informasi faktual secara langsung.

Setiap siswa memiliki potensi kreatif, tetapi potensi kreatif itu memerlukan kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan dan proses pembelajaran yang mamupuk dan menunjang kreativitas, sedangkan model pembelajaran yang diterapkan guru disekolah belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa

7

Badan Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007 Tentang Stadar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007), h. 6.


(20)

khususnya dalam pembelajaran matematika dengan merubah proses pembelajaran yang awalnya berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa.

Model pembelajaran yang berdasarkan kepada prinsip pemecahan masalah secara divergen dapat membuat proses belajar menjadi aktif dan kreatif. Hal tersebut sejalan dengan dengan pehkonen yang mengatakan bahwa cara untuk meningkatkan berpikir keatif yaitu menggunakan pembelajaran berbasis pendekatan pemecahan masalah.8 Kemampuan berpikir kreatif perlu dilatih sejak dini melalui pembiasaan. Menurut Rusefendi bahwa sifat berpikir kreatif akan tumbuh bila ia dilatih dan dibiasakan sejak kecil untuk mengeksplorasi, inquiri, penemuan dan pemecahan masalah.9 Uraian tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menggunakan prinsip pendekatan pemecahan masalah dapat dijadikan salah satu alternatif untuk dapat diterapkan dikelas dalam melatih kemampuan berpikir kreatif siswa.

Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pemecahan masalah adalah Simplex Basadur. Sebagai pengembangan dari creative problem solving Osborn yang memusatkan pengajaran kepada keterampilan pemecahan masalah secara divergen, model pembelajaran Simplex Basadur terdiri dari problem formulation, solution formulation, dan solution implementation yang merupakan model pembelajaran yang memusatkan kepada proses kreatif dalam pemecahan masalah. Pada awal pembelajarannya guru memulai dengan memberikan suatu permasalahan, kemudian siswa siswa diberikan kesempatan berpikir untuk mengidentifikasi masalah secara lancar (fluence). Langkah pembelajaran selanjutnya yaitu solution formulation, dan solution implementation melatih siswa mengkomunikasikan ide matematisnya dalam memformulasikan solusi dan implementasinya dalam pemecahan masalah, sehingga mendorong siswa berpikir

8

Tatag Yulio, Wihdia Novitasari, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pemecahan Masalah Tipe What’s Another Way”. Jurnal Pendidikan Matematika “Transformasi”, Vol. 1, No. 1, 2007. h. 2.

9

Dedeh Tresnawati Choridah, “Peran Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematis Siswa

Sma”. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2, No. 2, 2013, h. 198.


(21)

kreatif untuk memunculkan bermacam-macam gagasan dan ide-ide unik (orisinil) secara terarah dan logis sesuai fakta yang tersedia dalam pemecahan masalah.

Dalam model pembelajaran pemecahan masalah Simplex Basadur ini, keaktifan siswa dan banyaknya ide diperlukan dalam proses pembelajaran. Proses dalam pembelajaran lebih terpusat kepada siswa (student centered approach), sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator. Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat dan motivasi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sehinga proses pembelajaran dapat berjalan secara maksimal.

Berdasarkan uraian yang telah di kemukan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Simplex

Basadur Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi diantaranya:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa rendah.

2. Pembelajaran matematika masih didominasi guru yang menekankan kepada ingatan, berpikir konvergen, dan penggunaan rumus dalam penyelesaian masalah.

3. Siswa sulit menerapkan materi yang dipelajari kedalam soal dengan langkah berbeda karena siswa terbiasa dengan penyelesaian soal yang bersifat prosedural.

4. Untuk mengetahui dan melatih kemampuan berpikir kreatif siswa khususnya dalam pemebelajaran matematika, perlu dicari model pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan tersebut.

C. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Simplex Basadur


(22)

lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model konvensional?

2. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dan model konvensional?

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari perluasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka masalah penelitian ini dibatasi yaitu sebagai berikut:

1. Pelaksanaan kegiatan proses pembelajaran matematika pada materi bangun datar di Mts Al-Asiyah Cibinong kelas VII Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibatasi pada aspek kelancaran (fluency) yaitu kemampuan siswa untuk mengemukakan banyak ide atau gagasan, keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan beberapa cara dalam menyajikan suatu penyelsaian soal matematika, dan orisinil (originality) yaitu kemampuan siswa untuk membuat strategi yang bersifat unik atau yang tidak biasa dalam menyelesaikan masalah matematika.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur dan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.


(23)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya adalah:

1. Bagi guru, hasil penelitian dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pembelajaran dengan model Simplex Basadur yang penerapannya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran.

2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran Simplex Basadur terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.


(24)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah-istilah dalam teori pendukung yang digunakan, seperti pengertian matematika, berpikir, berpikir kreatif, masalah dan pemecahan masalah, creative problem solving dan Simplex Basadur. Lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

a. Pengertian matematika

Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan. Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari ilmu matematika, contohnya perdagangan yang membutuhkan konsep berhitung, ukuran, keuntungan maksimum dll. Pengertian matematika tidaklah mudah didefinisikan, karena banyaknya fungsi dan peranan yang dimiliki matematika terhadap ilmu-ilmu lainnya.

Rusefendi menjelaskan bahwa matematika lebih menekankan pada kegiatan dalam dunia rasio, bukan melalui hasil eksperimen atau observasi, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.1 Ahli lain, James dan James mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.2 Pengertian tersebut menunjukan bahwa matematika berawal dari pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diolah melaui proses penalaran secara analisis dan sintesis sehingga membentuk sebuah ide tentang konsep matematika. Berbeda dengan yang dikatakan Reys dkk bahwa matematika merupakan suatu telaah tentang pola dan hubungan, suatu bentuk pola berpikir, suatu seni,

1

Erman Suharman dkk..Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA UPI .2001). h.18.

2 Ibid.


(25)

suatu bahasa dan suatu alat.3 Lebih lanjut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika merupakan suatu pola berpikir, pola mengorganisasikan konsep, pembuktian yang logis.4 Ini menunjukkan bahwa matematika dipandang sebagai suatu pola berpikir seseorang dalam memunculkan ide yang membutuhkan logika. Matematika terbentuk dari hasil pemikiran seseorang melalui ide-ide yang dimunculkannya, kemudian tumbuh dan berkembang melalui proses berpikir yang didasari oleh sebuah logika seseorang. Berdasarkan uraian beberapa pendapat-pendapat di atas, matematika didefinisikan sebagai suatu ilmu yang terbentuk berdasarkan proses pola berpikir seseorang untuk memunculkan suatu ide yang digunakan dalam penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengertian berpikir

Akal merupakan anugrah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia agar menjadi makhluk yang mulia yang dapat digunakan secara maksimal untuk berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berpikir berasal dari kata dasar pikir yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan, sedangkan berpikir berarti menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan.5

Menurut Peter, berpikir merupakan sebuah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending).6 Proses mengingat dan mamahami lebih bersifat pasif dari pada berpikir. Mengingat hanya melibatkan usaha penyimpan terhadap sesuatu yang pernah dialami, tetapi kegiatan dalam proses berpikir menyebabkan seseorang memahami sesuatu informasi lebih jauh dari yang pernah diterimanya, misalkan mencari dan menemukan solusi baru dari sebuah masalah. Sama halnya dengan Peter, Ruggierro yang mengartikan bahwa berpikir merupakan sebagai sesuatu aktivitas

3

Ibid., h. 19 4

Ibid., h. 92 – 95. 5

Kamus besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/pikir. 6

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stadar Pross Pendidikan, (Jakarta: Prenda Media Group, 2009), cet 6, h.230.


(26)

mental seseorang untuk membantu memformulasikan atau memecahkan masalah, membuat suatu keputusan atau memenuhi hasrat keingintahuan (full a desire tu understand).7 Lebih lanjut, Gilmer mendefinsikan bahwa “berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik”.8 Ini menunjukkan, proses berpikir seseorang ditandai dengan adanya sebuah abstraksi. Melalui berpikir, manusia menggunakan akalnya untuk membuat sebuah gagasan dalam memecahkan masalah dengan mengumpamaan suatu masalah pada sesuatu yang dilihat di sekitarnya.

Berdasarkan pengertian di atas, berpikir merupakan suatu aktivitas mental seseorang dengan menggunakan akalnya untuk membuat suatu keputusan, dengan menimbang-nimbang kemunginan dalam pemecahan masalah ataupun rasa keingintahuan ( full a desire to understand ) dalam membuat sebuah keputusan. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Keterampilan berpikir sangat diperhatikan dalam proses pembelajaran di Indonesia, terutama dalam pembelajaran matematika. Dalam aktivitas pembelajaran, pola berpikir seseorang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking).

c. Berpikir Kreatif Matematis

Pembelajaran matematika membutuhkan aktivitas berpikir, oleh karena itu penggunaan kegiatan otak kanan dan kiri sangatlah diperlukan untuk mengembangkan kreativisas anak. Berbagai definisi berbeda terkandung dalam pengertian tentang istilah kreativitas dan berpikir kreatif. Menurut Supardi dalam kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan

7

Tatag Yulio, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya: Unesa University press, 2008) h.13.

8


(27)

nuansa baru.9 Pada dasarnya seseorang mengartikan bahwa kreatif itu menciptakan sesuatu hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, tetapi pengertian kreatif di atas menunjukkan bahwa dalam kreatif tidak hanya dimaknai membuat hal-hal yang baru, tetapi dapat mengubah dan menggabungkan sesuatu hal yang sudah ada menjadi lebih bermakna.

National Advisory Commite on Creative and Cultural Education (NACCCE) mendefinisikan kreativitas sebagai kegiatan imaginative untuk mendapatkan karya yang original dan bernilai, yang dalam proses pembelajaran terdapat empat karakteristik dari seorang siswa yang memiliki kreativitas yaitu :

1. Melibatkan berpikir imaginative. 2. Memiliki tujuan yang jelas. 3. Menghasilkan karya yang orisinil.

4. Karya yang dihasilkan memiliki nilai (value). 10

Berbeda dengan pendapat di atas, Rhodes mendefinisikan kreativitas dalam empat dimensi yang dikenal dengan istilah Four P’s of Creativity atau empat p dalam kreativitas yaitu: Person, Product, Process, dan Press.11 Pertama kreativitas diangggap sebagai person (pribadi) menggambarkan setiap individu mempunyai potensi pemikiran yang unik. Kedua kreativitas sebagai dimensi product (hasil) merupakan hasil kreasi yang asli, baru,dan lebih bermakna. Ketiga kreativitas dalam dimensi process merefleksikan keterampilan seseorang dalam berpikir yang meliputi kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), originalitas (originality) dan elaborasi (elaboration). Keempat, definisi kreativitas sebagai press (pendorong) yaitu kondisi internal maupun eksternal yang mendorong munculnya kreatif pada seseorang. Berdasarkan pendapat di atas, kreativitas ditinjau dari dimensi proses sebagai keterampilan dalam proses berpikir yaitu berpikir kreatif.

9

Supardi, “Peran Berpikir Kreatif Dalam Proses Pembelajaran Matematika”. Jurnal Formatif, Vol. 2, No. 3, 2012. h. 225.

10

Aryadi wijaya, Pendidikan Matematika Realistik ,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2012), cet I h.56.

11

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), Cet 3, h. 20-22.


(28)

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan berpikir kreatif dengan cara pandang berbeda antara lain: Johnson yang mengatakan bahwa berpikir kreatif mengisyaratkan ketekunan, kedisiplinan seseorang yang melibatakan aktifitas-aktisitas mental seperti mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi-informasi baru atau ide yang tidak biasa dengan pikiran terbuka, membuat-hubungan-hubungan dan menerapkan imajinasi pada situasi yang membangkitkan ide baru dan berbeda.12 Sama halnya dengan pendapat di atas, Krulik dan Rudnick menjelaskan berpikir kreatif merupakan pemikiran yang asli dan reflektif dengan melibatkan sintesis ide-ide, membangun ide-ide baru dan menghasilkan produk yang baru.13

Berpikir kreatif dalam matematika lebih mengarah kepada definisi berpikir kreatif secara umum tetapi lebih menekankan kepada proses memunculkan ide dari pada produk atau hasil. Penhoken mengemukakan bahwa berpikir kreatif matematik dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi seseorang tetapi masih dalam kesadaran.14 Berpikir logis dalam berpikir kreatif dipandang sebagai kemampuan seseorang dalam menarik dan memberikan kesimpulan yang sah sesuai logika dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang dimiliki.15 Berpikir divergen dalam berpikir kreatif matematis menurut Munandar lebih mengarah kepada kemampuan seseorang berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah yang penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. 16 Pengertian ini menunjukkan bahwa ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide, tetapi ide tersebut harus didasarkan kepada logika yang terarah dengan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

12

La Moma, “Menumbuhkan Kemapuan Berpikir Keatif Matematis Melalui Pembelajaran Generative Siswa SMP”, Prosiding Seminar Nasional Penddikan Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta, 10 November 2012, h. 506.

13

Tatag Yuli Eko op. cit. h. 21 14

Ibid. h. 20. 15

Ibid. h. 13 16

S.C Utami munandar, Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas Anak Sekolah (Jakarta: Gramedia 1999) Cet ke 3. h. 48.


(29)

Menurut Tall, berpikir kreatif matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah dan perkembangan berpikir pada struktur-struktur dengan memperhatikan aturan penalaran dan hubungan dari konsep-konsep yang dihasilkan untuk mengintegrasikan pokok penting dalam matematika.17 Berbeda dengan pendapat di atas, Singh mengatakan bahwa berpikir kreatif metematik merupakan suatu proses dari perumusan hipotesis mengenai penyebab dan mempengaruhi dalam situasi matematis, menguji hipotesis, membuat modifikasi-modifikasi dan mengkomunikaskan hasil akhirnya.18 Beberapa pendapat di atas mempunyai sebuah kesamaan pendapat yaitu kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat dari keragaman dan banyaknya ide yang dimunculkan dalam proses pemecahan masalah.

Seorang siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, memunculkan suatu ide dan gagasan baru dalam memecahkan masalah matematika. Untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif metematis, terdapat beberapa ahli yang mengungkapkan indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif. Menurut Williams ciri-ciri seseorang memiliki kemampuan berpikir kreatif yaitu: 19

1. Kefasihan, yaitu kemampuan untu menghasilkan pemikiran gagasan atau pertanyan dalam jumlah yang banyak.

2. Fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak macam pikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu pada jenis pemikiran lainya.

3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk berpikir dengan cara baru atau dengan ungkapan yang unik dan kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang tidak lazim dari pemikiran yang jelas diketahui. 4. Elaborasi, yaitu kemampuan untuk menambah atau memperinci hal-hal

yang detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi.

17

La Moma, op. cit. h. 509. 18

Ibid. 19


(30)

Berdasarkan kognisi dan proses berpikir, Munandar memperjelas beberapa karakteristik siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif pada proses pembelajaran yaitu :20

1. Keterampilan berpikir lancar

- Mencetuskan banyak gagasan, penyelesaian masalah atau pertanyaan. - Memberikan banyak saran untuk melakukan berbagai hal.

- Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. 2. Keterampilan berpikir luwes

- Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. - Dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda beda. - Mencari banyak alternative atau arah yang berbeda – beda. - Mampu merubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 3. Keterampilan berpikir orisinil.

- Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.

- Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.

- Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur.

4. Keterampilan memperinci.

- Mampu mengembangkan dan memperkaya suatu gagasan atau produk.. - Menambahkan atau memperinci detil dari suatu obyek, gagasan atau

situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Dari beberapa definisi di atas tentang kemampuan berpkir kreatif matematis yang dikemukakan para ahli, maka dapat dirumuskan definisi secara operasional bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan seseorang berpikir secara logis untuk menghasilkan gagasan atau ide dalam menyelesaikan suatu masalah matematika secara lancar, fleksibel dan orisinil. Dengan demikian berpikir kreatif matematis dalam pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses berpikir secara logis yang menunjukan kemampuan siswa dalam :

20


(31)

o Berpikir lancar (fluence) yaitu kemampuan siswa untuk mengemukakan

banyak ide atau gagasan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

o Berpikir fleksibel (flexibility) yaitu kemampuan siswa untuk menggunakan

beberapa cara dalam menyajikan suatu penyelsaian soal matematika dengan konsep yang dipahaminya.

o Berpikir orisinil (original) yaitu kemampuan siswa untuk membuat strategi

yang bersifat unik atau yang tidak biasa dalam menyelesaikan masalah matematika.

2. Model Pembelajaran Simpex Basadur.

a. Masalah dan Pemecahan Masalah

Pembelajaran matematika di sekolah dasar maupun tingkat menengah tidak akan terlepas dengan masalah dan pemecahan masalah. Menurut Blum dan

Niss masalah adalah “Situasi atau keadaan yang di dalamnya terdapat pertanyaan terbuka (open question) yang menantang seseorang secara inelektual ingin segera

menjawab pertanyaan tersebut dengan metode yang dimilikinya”.21

Suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah dalam matematika adalah soal yang mendorong siswa untuk melakukan proses berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian yang telah diajarkan oleh guru sebelumnya.

Ini menunjukkan bahwa makna masalah dalam proses pembelajaran berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa mengetahui dengan tepat langkah dan rumus yang digunakan dalam menyelesaikannya, karena terlihat dengan jelas konsep hubungannya dengan yang telah dicontohkan pada latihan, sedangkan dalam masalah, siswa belum mengetahui langkah dan strategi apa yang harus digunakan untuk menyelsaikannya sehingga siswa merasa semangat dan tertantang untuk menggunakan segenap pemikirannya dalam memilih srategi pemecahan dan memprosesnya hingga didapatkan sebuah solusi.

Untuk membedakannya masalah terbagi menjadi dua yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. 22 Soal rutin hanya mencakup aplikasi suatu prosedur

21

Eny Susiana, “IDEAL Problem Solving Dalam Pembelajaran Matematika”, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif: Vol.1, No.2, 2010, h.74.

22


(32)

matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari, sedangkan soal tidak rutin diperlukan suatu pemikiran kreatif dan produktif yang lebih mendalam untuk sampai pada prosedur yang benar, maka dalam menyelesaikan masalah tidak rutin tersebut diperlukan sebuah pembelajran pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam kurikulum matematika karena dalam prosesnya memungkinkan siswa memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Gagne mengemukakan ada tujuh tingkatan tipe belajar dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi yaitu : signal learning, stimulus response learning, chaining verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning dan problem solving. 23 Teori belajar tersebut menjelaskan bahwa problem solving atau pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang yang paling tinggi dibandingkan tipe belajar yang lain. Dalam memecahkan suatu masalah keberhasilan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Jika keberhasilan tersebut belum diraih, seseorang akan berusaha memunculkan ide dan cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Cooney et all menjelaskan bahwa: “the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution”.24 Ini menunjukkan bahwa pembelajaran pemecahan masalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru agar siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang terdapat pada soal dan guru mengarahkan siswa pada proses pemecahan masalahnya. Dengan demikian Pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong siswa berpikir secara kreatif untuk menemukan ide pemecahan masalah.

b. Creative Problem Solving.

Creative problem solving (CPS) berasal dari kata creative, problem dan solving. Creative artinya ide-ide baru dan unik dalam mengkreasi solusi serta mempunyai nilai dan relevan, problem artinya suatu situasi yang memberikan

23

Ibid, h. 83 24


(33)

tantangan, kesempatan, yang saling berkaitan, sedangkan solving artinya merencanakan suatu cara untuk menjawab dari suatu problem.25 Dalam arti-arti kata tersebut menunjukan bahwa di dalam CPS terdapat sebuah proses penyelesaian masalah dengan memunculkan ide serta cara yang tidak biasa digunakan siswa dalam solusi penyelsaiannya.

Menurut Karen L. Pepkin Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah “Suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan

keterampilan”.26

Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan banyak alternatif pemecahan masalah untuk mengembangkan tanggapannya, tidak hanya dengan menghapal tetapi tanpa dipikir (secara spontan) dengan teknik kreatif.

Peran seorang pendidik dalam pembelajaran creative problem solving yaitu sebagai fasilitator dengan memberikan kemudahan bagi siswa dalam proses pembelajaran, sebagai motivator guru berperan memotivasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran, serta sebagai dinamisator guru memberikan rangsangan dalam mencari, menentukan, dan menentukan informasi dalam pemecahan masalah baik secara individu maupun secara kelompok.27

Osborn yang pertama kali memperkenalkan struktur creative problem solving sebagai metode menyelsaikan masalah secara kreatif. Menurutnya creative problem solving terdiri dari enam langkah yaitu : Objective finding, Fact finding, Problem finding, Idea finding, Solution finding, dan Acceptance finding. 28

Ada beberapa ahli yang mengembangkan proses kreatif dalam pembelajaran pemecahan masalah. Salah satunya adalah Treffinger yang terdiri dari 3 tahap yaitu Understanding the problem yang terdiri dari menentukan

25

Mitchell E, Kowalik, Thomas, Creative Problem Solving, (Genigraphics Inc: 1999), Cet ke-3, p. 4

26

.Isti Zaharah, “Meningkatkan Kemampuan Penjumlaan Bilangan 1-20 Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Video Compact Disk Pada Anak Tunarwungu”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol.1, No.2, 2012 h.204.

27

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2009), h. 201

28

Miftaul Huda, Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran (Yogyakarta :pustaka pelajar,2013) h. 298.


(34)

tujuan, menggali data, dan merumuskan masalah. Generating idea, Planning for action yang terdiri dari mengembangkan sousi dan membangun penerimaan.29 Selain itu Wallas juga mengemukakan langkah-langkah proses mengembangkan kreativitas yang meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.30

c. Simplex Basadur

Dr. Min Basadur pada tahun 1994 memperkenalkan Simplex Model dalam bukunya “Simplex: a flight to creativity” sebagai salah satu model pemecahan masalah kreatif yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan meningkatkan keterampilan proses dalam memecahkan masalah. Simplex Basadur merupakan pengembangan dan elaborasi dari model Creative Problem Solving yang dikemukakan oleh Osborn. Menurut definisi :

Basadur’s simplex model is a cyclic process in three distinct phase and eight steps. In each step, there is a moment for active divergence, when individuals or groups produce as many ideas or options they can find. 31 Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa Basadur Simplex adalah proses siklus dalam tiga tahap yang berbeda yang terperinci dalam delapan langkah. Dalam setiap langkah terdapat kegiatan yang menuntut siswa aktif berpikir divergen, ketika individu atau kelompok menghasilkan banyak ide atau pilihan yang mereka dapat temukan. Menurut Stenberg pemecahan masalah terlihat sebagai sebuah siklus karna pada dasarnya solusi dari suatu masalah akan mengenalkan pada masalah yang baru.32 Tahapan dalam pembelajaran Simplex Basadur memperlihatkan proses cirkular dengan langkah yang sistematis dan kreatif dalam menerapkan solusi permasalahan.

Dalam setiap langkah pemecahan masalah Simplex Basadur memiliki tujuan untuk menutun siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan berpikir

29

Ibid., h. 318-319. 30

Utami Munandar, op. cit. h. 21. 31

Fernando Souse, Discussion Papers : Spatial And Organizational Dynamics (University Of Algarve, 2008), Ed. 1, p.33.

32Claudette M. Peterson, “Creative Problem Solving Style And Learning Strategis Of Managenemnt Student: Implication For Teaching, Learning And Work”. Thesis of Oklahoma State University, 2006, p. 34.


(35)

divergen dan konvergen dalam tahapanya. Berpikir divergen menekankan kepada menunda keputusan ketika menggeneralkan informasi sedangkan berpikir konvergen melibatkan suatu analisis, menilai, dan mengevaluasi untuk mengumpulkan informasi.33

Pemecahan masalah kreatif Simplex menurut Basadur memiliki tiga komposisi penting yaitu Problem Formulation, Solution Formulation dan Solution Implementation yang kemudian komponen tersebut dirinci dalam delapan tahapan. Langkah-langkah dalam model pembelajaran ini yaitu : 34

1. Problem formulation (memformulasikan masalah) Problem finding.(menemukan masalah)

Problem formulation merupakan langkah awal dalam model pembelajaran ini. Pada fase ini siswa memformulasikan masalah dengan cara mengidentifikasi masalah dan peluang. Pada langkah pertama ini berpikir divergen siswa dimulai dengan menunda keputusan dalam mengumpulkan masalah yang relevan. Berpikir konvergen siswa ditunjukan dengan memilih masalah yang dapat diterima untuk di eksplorasi selanjutnya.

Fact finding.(menemukan fakta)

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mendaftar semua fakta yang diketahui dan berhubungan dengan situasi tersebut untuk menemukan informasi yang tidak diketahui tetapi esensial pada situasi yang sedang diidentifikasi dan dicari. Ketika fakta tersebut berguna, setiap siswa atau grup dapat mengkonvergenkan dan memlih fakta yang diterima untuk dikembangkan.  Problem definition (mendefinisikan masalah)

Pada tahap ini setiap grup akan memformulasikan fakta yang telah dipilih ke dalam peluang-peluang kreativitas atau tantangan. Menurut Basadur langkah ini merupakan langkah penting dan siswa yang terampil akan sangat membantu proses dengan mengajukan pertanyaan yang tepat yang akan dijawab lebih lanjut. Pada langkah ini mereka mengeleborasi masalah dengan pertanyaan

how might we …”.

33 Ibid 34


(36)

2. Solution formulation (menformulasikan solusi) Idea finding (menemukan ide)

Pada langkah ini siswa diminta secara aktif untuk membuat sebanyak mungkin solusi potensial yang memungkinkan dapat memecahkan masalah yang telah dipilih. Berpikir divergen memperbolehkan siswa secara bebas mengungkapkan solusi ataupun ide yang mereka miliki berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

Evaluating and select (mengevaluasi dan memilih)

Pada tahap ini proses pembelajaran adalah mengevaluasi beberapa dari ide untuk memilih solusi yang paling tepat. Pada tahap ini siswa diminta untuk menggeneralkan banyak kriteria yang mungkin untuk dievaluasi dari setiap solusi yang telah dibangun pada langkah sebelumnya, kemudian memilih ide yang paling relevan. Dalam memilih dan mengevaluasi pemecahan masalah, ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah diantaranya : strategi act it out, membuat gambar atau diagram, menemukan pola, membuat tabel, tebak dan periksa, strategi kerja mundur, menggunakan kalimat terbuka, dan mengubah sudut pandang. 35

3. Solution implementation ( mengimplementasikan solusi) Action planning (merencanakan tindakan)

Pada tahap ini kemampuan berpikir divergen diperlukan untuk merencanakan langkah penyelesaian yang lebih spesifik untuk bisa membantu mengimplementasikan solusi yang telah digeneralkan sebelumnya.

Gaining acceptance (membangun penerimaan)

Pada tahap ini siswa menginformasikan solusi yang didapatkan kepada kelomok lain agar dapat diterima oleh kelompok lain. Sebuah ide baru mungkin perlu didapatkan dari orang lain di luar kelompok.

35


(37)

Taking action ( pengambilan tindakan)

Pada tahap selanjutnya semua solusi unik yang telah didapatkan diimplementasikan dalam permasalahan. Idealnya harus melibatkan tindak lanjut untuk merefleksikan dan mengevaluasi ide yang telah didapatkan. Ini memfasilitasi proses perbaikan dalam pemecahan masalah yang terus menerus yang mengarah kepada sebuah perbaikan dalam memunculkan ide pada langkah sebelumnya atau kembali ke langkah awal.

Langkah-langkah dalam pemecahan masalah Simplex Basadur menggambarkan empat tahapan proses kreatif dengan kombinasi yang berbeda mulai dari membangun pengetahuan, dan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki yaitu generating, conceptualizing, optimizing dan implementation.36 Generating dan conceptualizing menggambarkan setiap individu dapat membangun pengetahuan melalui permasalahan dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk memunculkan ide. Optimizing dan implementation menunjukkan seseorang memilih dan mengevaluasi solusi yang didapatkan serta mengadaptasikan metodenya untuk memecahkan masalah. Melalui proses pembelajaran, tersebut, siswa dapat memperkuat teknik-teknik kreatif mereka dan belajar menerapkannya dalam situasi-situasi yang baru.

Kelebihan pembelajaran menggunakan model Simplex Basadur sama halnya dengan kelebihan pada pembelajaran creative problem solving diantaranya:37

1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.

2. Membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran.

3. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karna disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberikan kebebasan siswa untuk mencari arah penyelesaiannya sendiri.

36

Claudette M. Peterson, op cit. h. 37-38. 37


(38)

4. Membantu siswa menerapan pengetahuan yang dimilikinya kedalam situasi baru.

Model pembelajaran Simplex Basadur mengembangkan dua aspek kognitif siswa dalam pembelajaran yaitu 38

1. Pemahaman yaitu bagaimana siswa membangun sebuah pengetahuan. Aspek ini didapatkan dari memahami masalah secara langsung.

2. Penggunaan yaitu memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya dengan berpikir divergen untuk memunculkan ide di awal dan mengevaluasinya di akhir.

Langkah-langkah pembelajaran Simplex Basadur ini hampir sama dengan langkah-langkah creative problem solving Osborn, yaitu memformulasikan masalah, mencari ide dan mencari solusi, namun terdapat perbedaan tahapan dalam memahami masalah dan solusi. Perbedaan dalam Simplex terlihat pada langkah ke-lima dan ke-delapan yaitu evaluate and select dan taking action yang tidak terdapat pada creative problem solving Osborn. Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dalam satu kali langkah pengerjaan. Hasil jawaban yang tidak bisa didapatkan pada langkah taking action, maka tahap penyelesaian masalah dapat kembali ke tahap yang diperkirakan terjadi kesalahan. Untuk itu proses pemecahan masalah dalam Simplex Basadur terlihat seperti sebuah siklus yang mengandung empat proses kreatif yaitu generating, conceptualizing, optimizing dan implementation. Skema dari proses penyelesaian masalah Simplex Basadur dapat di lihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1

Skema proses pembelajaran SimplexBasadur

38

Deepa Kajal Ray, “ Impact Of Group Member Creative Style On Creative Problem Solving Process” . Thesis of Oklahoma State University, 2007, h. 15.

Memiliki Solusi

Gagal

Berhasil Problem

formulation

Solution formulation

Solution


(39)

Secara operasional, langkah-langkah pembelajaran Simplex Basadur pada penelitian ini menggunakan tiga fase yaitu Problem Formulation, Solution Formulation dan Solution Implementation, tetapi mengandung ke-delapan langkah-langkah dalam proses penyelesaian masalah. Berdasarkan pemaparan di atas, dirumuskan model pembelajaran Simplex Basadur yaitu suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan proses pengajaran pada keterampilan siswa untuk memunculkan ide atau gagasan dalam memformulaskan masalah, solusi, dan implementasinya dalam pemecahan masalah, dengan tahapan di dalam proses pembelajarannya sebagai berikut:

1) Memformulasikan masalah (Problem formulation)

o Membaca seluruh soal yang telah diberikan untuk dapat memahami

permasalahan, dan mengidentifikasi permasalahan

o Mendaftar semua fakta yang diketahui dari permasalahan. o Membrainstroming siswa dalam mendefinisikan masalah.

2) Memformulasikan solusi (Solution formulation)

o Siswa aktif membuat dan menemukan ide untuk pemecahan masalah. o Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah.

o Memilih dan mengevaluasi strategi yang digunakan dalam pemecahan

masalah.

o Memutuskan satu alternatif penyelesaian masalah.

3) Mengimplementasikan solusi (Solution implementation)

o Merencanakan solusi yang akan diimplmentasikan. dan menginformasikan

hasil penyelesaian ke dalam kelompok lain.

o Menyimpulkan hasil pemecahan masalah unik.

o Mengimplementasikan solusi tersebut untuk masalah lain.

3. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa diterapkan seheri-hari oleh seorang guru di sekolah. Pembelajaran yang diterapkan di sekolah tempat di laksanakan penelitian ini adalah strategi pembelajaran ekspositori. Pembelajaran ekspositori merupakan salah satu matode


(40)

yang sering digunakan oleh guru-guru di sekolah. Dalam prakteknya, strategi pembelajaran ekspositori lebih menekankan kepada proses penyampaian materi secara lisan dari seorang guru kepada siswa dengan tujuan agar siswa menguasai materi secara optimal.39

Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher centered approach), yang berfokus kepada kemampuan akademik siswa.40 Dikatakan demikian, sebab dalam pembelajaran ekspositori guru memegang peranan yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi secara terstruktur kepada siswa dengan harapan siswa dapat menguasai dengan baik. Jadi dalam pembelajaran ekspositori guru memberikan materi secara langsung kepada siswa, sedangkan siswa menyimak apa yang disampaikan guru tanpa harus mengeksplorasi dan menggali kemampuan dasar mereka. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran menggunakan strategi ekspositori tergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan menyampaikan materi pelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran ekspositori yang diterapkan di dalam kelas dapat dirinci sebagai berikut 41

1. Persiapan (Preparation), dalam hal ini guru mempersiapkan siswa dalam menerima pelajaran dengan membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa, kemudian merangsang rasa ingin tahu siswa.

2. Penyajian (Presentation), dalam langkah ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang matang agar pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

3. Korelasi (Correlation), pada langkah ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau hal-hal yang memungkinkan siswa dapat mengaitkan pelajaran dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. 4. Menyimpulkan (Generalization), langkah ini adalah tahapan memahami inti

dari materi pembelajaran dengan mengulang kembali inti materi yang

39

Wina Sanjaya, op. cit,. h. 179 40

Ibid. 41


(41)

menjadi pokok persoalan atau memberikan pertanyaan yang relevan terkait materi yang disampaikan.

5. Mengaplikasikan (Application), merupakan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru dengan memberikan tes kepada siswa.

Ada beberapa kelemahan dalam strategi pembelajaran ekspositori diantaranya :42

1. Strategi ini hanya dapat diterapkan kepada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2. Strategi ini tidak dapat melayani perbedaan karakteristik individu dalam hal kemampuan, pengetahuan, minat, bakat dan gaya belajar.

3. Strategi ini lebih banyak diberikan melalui ceramah sehingga sulit mengembangkan kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kreatif siswa.

4. Keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru.

5. Gaya komunikasi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa terhadap materi sangat terbatas dan pengetahuan yang dimiliki siswa terbatas pada apa yang disampaikan guru.

Strategi pembelajaran ekspositori banyak digunakan guru dalam pembelajaran dikarenakan memiliki beberapa kelebihan yaitu sangat efektif jika diterapkan pada materi yang cukup luas, waktu yang sedikit tetapi jumlah dan ukuran kelas siswa yang cukup besar, serta bisa mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.43 Pada intinya, pembelajaran ekspositori tidak hanya bertujuan mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi bagaimana pengetahuan yang didapatkan siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

42

Ibid., h. 191 43


(42)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitia ini didukung oleh hasil penelitian yang terdahulu yang relevan sebgai bahan penguat. Penelitian Fery Ferdiyansyah, Erman suherman, Kartika yulianti yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP”, menunjukkan bahwa hasil penelitiannya adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang pembelajarannya menggungkan model pembelajaran Osborn lebih baik dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model tradisional.44

Penelitian Moh. Asikin dan Pujiadi yang berjudul “ Pengaruh Model

Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan CD

Interaktif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas X ”

menunjukkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mengikuti pembelajran matematika dengan model CPS berbantu CD interaktif lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajran dengan model konvensional dengan mean nilai kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen 78,15 lebih baik dari kelas kontrol dengan mean 42,42.45

C. Kerangka Berpikir

Salah satu masalah dalam proses pendidikan adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru, sehingga siswa dalam pembelajaran khususnya pelajaran matematika hanya sebatas menghafal dan menggunakan rumus. Proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi oleh guru mengakibakan siswa hanya pintar secara teori, tetapi kreativitas mereka rendah, sehingga banyak dari siswa

44

Fery Ferdiyansyah, Erman suherman, Kartika yulianti, “Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP”, Jurnal Online Pendidikan Matematika Kontemporer, Vol.1, No.1, 2013, h.1. tersedia di

http://journal.fpmipa.upi.edu/index.php/jopmk/article/view/68 45

Moh. Asikin, Pujiadi, “Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan CD Interaktif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas X”, Jurnal of Education Research, Vol. 37, No. 1, 2008, h. tersedia di


(43)

yang menghadapi kesulitan ketika dihadapkan pada masalah matematika yang lebih kompleks.

Berdasarkan pengkajian teori dan penelitan relevan yang telah diuraikan, kemampuan berpikir keatif matematis dapat dikembangkan melalui model pembelajaran Simplex Basadur. Setiap langkah-langkah model pembelajaran Simplex Basadur dalam memecahkan masalah dengan menggunakan proses-proses kreatif yang dapat mengembangkan kemampuan berpkir kreatif siswa pada aspek kemampuan berpikir lancar, fleksibel dan orisinil.

Melalui fase pertama yaitu problem formulation siswa mengeksplorasi dan mengelaborsasi masalah dari lembar kerja yang diberikan. Dengan berpikir divergen, siswa membaca kasus yang telah diberikan untuk dapat memahami permasalahan, dan mengidentifikasi permasalahan kemudian mendaftar semua fakta yang diketahui dari permasalahan. Tahap ini mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat memberikan banyak ide/gagasan terhadap masalah yang diberikan, Sehingga indikator kemampuan berpikir kreatif yang sesuai dan dapat dikembangkan dari tahapan ini yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa aspek kelancaran (fluency).

Pada fase kedua merupakan bagian terbaik dalam peningkatan proses berpikir kreatif. Solution formulation yang memuat idea finding, evaluate and select yang membuat siswa aktif memunculkan ide-ide dalam pemecahan masalah dan mengevaluasi solusi dari pemecahan masalah. Pada tahap ini indikator kemampuan berpikir kreatif yang sesuai dan dapat dikembangkan yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa aspek orisinil (originality) dan fleksibel (flexibility).

Tahap yang terakhir dari model pebelajaran Simplex Basadur adalah solution implementation. Siswa merencanakan strategi yang mungkin dalam penyelesaian masalah dan merubah konsep dalam bentuk yang lebih baik dari sebelumnya dengan cara membagi hasil penyelesaian dengan kelompok lain dan siswa mengimplementasikan solusi yang didapatkan pada permasalaha lain. Indkator kemampuan berpikir kreatif yang dikembangkan pada tahap ini adalah fleksibel (flexibility). Jika guru melakukan proses pembelajaran dengan model


(44)

pembelajaran Simplex Basadur dengan baik dan benar, maka diduga kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan meningkat secara signifikan.

Secara sederhana berikut ini adalah kerangka konseptual dari proses pembelajaran yang akan dilakukan.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Simplex Basadur lebih tinggi dari pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Solution Formulation

Solution Implementation

Berpikir Lancar

Berpikir Orisinil

Berpikir Fleksibel

Berpikir Kreatif Matematis

Problem Formulation


(45)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di MTS Al-Asiyah yang beralamat di Jl. Kaum No 12 Cibinong Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan pada kelas VII di semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015, yaitu pada tanggal 7 januari sampai dengan 5 Februari. Secara keseluruhan jadwal persiapan dan pelaksanaan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar 1 Persiapan dan perencanaan √

2 Observasi (Studi lapangan) √ √

3 Pelaksanaan Pembelajaran √ √

4 Analisis Data √

5 Laporan Penelitian √

B. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen semu). Quasi eksperimen yaitu suatu desain eksperimen yang mempunyai keterbatasan peneliti dalam mengendalikan seluruh variabel terkait situasi pembelajaran terhadap sampel penelitian. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi seluruhnya untuk mengontrol variable-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 .

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian randomized control group posttest only. Peneliti tidak mengunakan pre test karena peneliti sebelumnya sudah pernah melakukan observasi pelaksanaan pembelajaran dan wawancara kepada guru matematika sekolah terkait, sehingga peneliti mengetahui bahwa kemampuan berpikir kreatif pada sekolah tersebut masih rendah.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif R&D, (Bandung : Alfabeta, 2011), h. 114.


(46)

Dalam rancangan penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Simplex Basadur dan kelompok kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Adapun desain penelitian sebagai berikut :

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

(R) E XE (Y)

(R) C XC (Y)

Keterangan :

(R) = Proses pemilihan subjek secara acak E = Kelompok eksperimen

C = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan dengan model pembelajaran Simplex Basadur.

XC = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional

Y = Tes kemampuan berpikir kreatif

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Mts Al-Asiyah Cibinong tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari sebelas kelas. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak dengan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan dua unit kelas dari seluruh kelas yang ada.2 Pengambilan secara acak sampel tersebut tidak diambil secara individu, melainkan kelompok-kelompok yaitu kelas. Dari sebelas kelas tersebut, peneliti meminta kepada kepala sekolah dan guru mata pelajaran memilihkan dua kelas secara acak untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terpilih sampel sebanyak 78 orang yang berasal dari kelas VII-10 dengan jumlah siswa 38 orang sebagai kelas eksperimen dan VII-11 dengan jumlah siswa 40 orang sebagai kelas kontrol.

2


(47)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen tes akhir (posttest) untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) siswa dalam bentuk soal uraian sebanyak 6 butir soal pada pokok bahasan segi empat. Tes uraian tersebut disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan indikator berpikir lancar, fleksibel dan orisinil. Kisi-kisi instrumen tes berpikir kreatif digunakan sebagai acuan bagi peneliti dalam membuat soal. Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

No Indikator Soal Indikator KBKM No soal

1

Membuat banyak bentuk bangun datar segi

empat berdasarkan bangun yang diberikan. Lancar 1

2

Memberikan gagasan dalam menentukan luas dan keliling bangun datar yang yang diberikan berdasarkan ukurannya.

Lancar 3 & 4

3

Membuat beberapa macam penafsiran yang berbeda dalam menentukan luas suatu bangun datar.

Fleksibel 2,6 & 7

4

Memberikan solusi terhadap masalah segi empat yang diberikan dengan uraian jawaban yang unik.

Orisinil 5 & 8

Pemberian skor penilaian kemampuan berpikir kreatif untuk setiap indikator pada penelitian ini diadaptasi dari skor rubrik yang dibuat oleh Bosch dengan nilai per-indkator mulai dari 0 sampai 4. Pedoman peskoran KBKM secara lebh rinci disajikan dalam tabel berikut:3

3

Erma Suriyani, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Komunikasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Math Talk Learning Cimmunity”, Tesis Pada Sekolah Pasca Sarjana Upi Bandung, Bandung, 2013. h. 38-40. Tidak di publikasikan


(48)

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Aspek yang

diukur Skor Respon siswa terhadap soal atau masalah

Berpikir lancar

0 Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah. 1 Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian

masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas atau salah. 2

Memberikan suatu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap dan jelas.

3

Memberikan lebih dari satu ide/jawaban yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi penyelesaiannya kurang jelas.

4

Memberikan lebih dari satu ide/jawaban yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap dan jelas.

Berpikir luwes

0 Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semuanya salah.

1

Memberikan jawaban hanya dengan satu cara dan terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah.

2 Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan hasilnya benar.

3

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.

4 Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar.

Berpikir orisinil

0 Tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban yang salah.

1 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat dipahami.

2 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai.

3

Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.

4 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan dan hasilnya benar.


(49)

Untuk mengetahui instrumen kemampuan berpikir kreatif yang akan digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kelayakan persyaratan atau belum, maka instrumen tersebut harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Selain itu, instrumen juga perlu diuji taraf kesukaran dan daya pembeda. Secara empiris, uji validitas dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, namun sebelum itu, instrumen dilakukan validitas content atau isi materi instrument oleh dosen pembimbing. Setelah semua persyaratan terpenuhi instrumen penelitian dapat dikatakan baik dan layak untuk digunakan. Berikut disajikan ketentuan dan langkah perhitnganya:

1. Uji Validitas Butir

Validitas merupakan salah satu ciri yang menandai suatu butir soal tes yang baik. Validitas dikatakan baik apabila mampu mengukur apa yang harus diukur. Pengukuran validitas tersebut menggunkan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut4: .

 



  2 2 2 2 ) ( ) ( ) )( ( ) ( Y Y n X X n Y X XY n rxy Keterangan

rxy = koefisien korelasi suatu butir/item

N = jumlah subyek

X = skor suatu butir/item Y = skor total

Uji validitas yang dilakukan yaitu dengan membandingkan nilai rxy dengan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan menetapkan terlebih dahulu degrees

of freedom atau derajat kebebasan yaitu df = n-2 dengan ketentuan: jika rhitungrtabel, maka butir soal tersebut valid

jika rhitung < rtabel, maka butir soal tersebut tidak valid

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Edisi.II, Cet.I, h. 87


(50)

Setelah diuji validitas sesuai dengan kriteria ketentuan di atas, didapatkan hasil bahwa seluruh butir soal pada instrumen bernilai valid dengan df = 35 untuk taraf signifikansi sebesar 0,05 serta memiliki nilai r tabel sebesar 0.325.

2. Taraf Kesukaran (TK)

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak semangat karna di luar jangkauanya.5 Untuk itu perlu diperhitungkan taraf kesukaran soal. Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:6

N B P 

Keterangan:

P = Tingkat kesukaran

ƩB = Jumlah peserta didik yang menjawab benar N = Jumlah skor maksimum butir soal

Dengan interprestasi tingkat kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut:

Tabel 3.5

Interprestasi Tingkat Kesukaran

Berdasarkan hasil pengujian tingkat kesukaran butir soal, dari delapan soal terdapat tiga soal dengan kategori sukar yaitu nomor 4,7 dan 8. Lima soal dengan kategori sedang yaitu nomor 1,2,3,5, dan 6.

5

Ibid,. h.222. 6

Zainal Arifin, Evaluasi pembelajaran (Prinsip, teknik, prosedur), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 272.

Tingkat Kesukaran (TK) Interprestasi

TK < 0,30 Sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang


(51)

3. Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok atas (upper group) dan kelompok bawah (lower group). Pengelompokkan diurutkan dari nilai terbesar yang diperoleh siswa sampai nilai terkecil. Dengan sampel data sebanyak 37 siswa, diambil setengah data (20 siswa) sebagai kelompok atas dari mulai urutan teratas dan setengah data (19 siswa) sebagai kelompok bawah.

Untuk mengetahui daya pembeda soal, penulis menggunakan rumus:7 DP = BA

JA

-

BB

JB

Keterangan:

BA = Jumlah skor kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = Jumlah skor kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

JA = Skor maksimm siswa kelompok atas.

JB = Skor maksimm siswa kelompok bawah.

DP = Daya pembeda

Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut.

Tabel 3.6

Interprestasi atau Penafsiran Daya Pembeda (DP)

Daya Pembeda (DP) Interprestasi atau Penafsiran DP

DP ≥ 0,70 Baik sekali

0,40 ≤ DP < 0,70 Baik

0,20 ≤ DP < 0,40 Cukup

DP < 0,20 Jelek

7

Ali Hamzah, Evaluasi pembelajaran Matematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) Ed. 1, Cet. 1, h. 241


(1)

147 Lampiran 20


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

152 Lampiran 22


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pmbelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

3 13 162

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh pembelajaran matematika model inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa MI (penelitian quasi eksperimen di MI Miftahul Umam Pondok Labu Kelas 4 Semester 1)

0 13 203

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Penerapan model pembelajaran kooperatif informal tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

11 55 158

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

1 14 53

Pengaruh model pembelajaran experiential learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

2 28 218