PROFIL PENGELOLAAN USAHA MANDIRI LULUSAN PELATIHAN KETERAMPILAN: Kasus Lulusan Pelatihan Keterampilan Menjahit Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Jawa Barat.
PROFIL PENGELOLAAN USAHA MANDIRI
LULUSAN PELATIHAN KETERAMPILAN
(Kasus Lulusan Pelatihan Keterampilan Menjahit
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang Jawa Barat)
TESIS
Diajukan kepada Panitia UjianTesis Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia untuk Memenuhi
Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Program Studi
Pendidikan Luar Sekolah
Konsentrasi Pelatihan
Oleh:
Drs. ABDUL HARIS
Nim:989534
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM PASCASARJANA
UPI BANDUNG
2000
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis ini dengan judul "PROFIL
PENGELOLAAN USAHA MANDIRI LULUSAN PELATIHAN KETERAMPILAN"
(Kasus Lulusan Pelatihan Keterampilan Menjahit Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang Jawa Barat), beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.
Dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan ciri-ciri yang tidak sesuai
dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dan
karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, September 2000
Yang|\4embuat Pernyataan,
ABDUL HARIS
NIM: 989534
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, M.A.
NIP. 130 321112
Pembimbing II,
Prof. Pi H. Diudiu Sudiana, M.Ed.
ND?. 130 143 871
ABSTRAK
Penelitian ini berusaha menjawab sebuah permasalahan berkenaan dengan
penmgaruh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki para lulusan pelatihan
keterampilan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usahanya, bagaimana merencanakan, pelaksanaan, upaya meningkatkan,
dan berbagai pendukung dan hambatan dalam pengelolaan usaha tersebut. Selain itu
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambgaran tentang pengelolaan usaha
(mata pencaharian) oleh lulusan pelatihan keterampilan dimaksud.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, serta upaya dalam mencapai
tujuannya, maka ada beberapa teori yang mendasari, di antaranya : Teori andragogi,
yang menekankan bahwa pengalaman yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh
dalam belajarnya; Konsep aliran progresivisme, yang salah satu prinsipnya bahwa
pendidikan adalah kehidupan itu sendiri, yang mengandung makna bahwa tanpa upaya
pendidikan maka manusia tidak dapat hidup sempurna; Konsep pendidikan luar
sekolah, yang menekankan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup dan
dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana, dan bertujuan untuk
mengaktualisasikan potensi
manusia berupa sikap, tindak dan karya, menuju
terbentuknya manusia seutuhnya yang gemar belajar agar mampu meningkatkan
mutu dan taraf hidupnya. Meningkatnya mutu kehidupan dapat bermula dari perolehan
pekerjaan atau berwiusaha sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
sebagai dampak hasil belajarnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk studi kasus,
di mana subyek yang diteliti sebanyak 4 orang, yakni masing-masing mereka yang telah
atau sedang mengelola suatu usaha (mata pencaharian) secara mandiri, yang berkaitan
erat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, yakni usaha di bidang
menjahit pakaian. Sedangkan untuk mendapatkan data yang relevan untuk menjawab
pertanyaan penelitian, digunakan teknik pengamatan (observasi), wawancara (interview),
dan
studi
dokumentasi,
dan
untuk
memudahkan
penggunaan
ketiga
teknik
pengumpulan data tersebut, dilengkapi dengan pedoman, yang berisikan pertanyaan
terbuka.
Berbagai data/informasi yang berhasil dihimpun guna menjawab pertnyaan
penelitian ini, yakni perolehan pengertahuan dan keterampilan melalui pelatihan
keterampilan menjahit pada Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit"
Lembang, dan penerapannya dalam melakukan usahanya; cara merencanakan
pengelolaan usaha, meliputi tujuan yang ingin dicapai, persiapan modal usaha,
persiapan tempat usaha, persiapan tenaga pengelola usaha; pelaksanaan usaha,
meliputi pengadaan bahan baku jahitan, peralatan yang digunakan, jenis produksi yang
dilakukan, proses produksi, waktu yang digunakan, pemasaran hasil produksi, upah
atau keuntungan yang diperoleh, administrasi dan pembukuan kegiatan usaha, serta
uapaya kesehatan dan keselamatan kerja; upaya yang dilakukan guna meningkatkan
pengelolaan usaha; dan berbagai faktor pendukung dan penghambat pengelolaan usaha
yang dilakukan oleh responden.
Untuk menarik suatu kesimpulan akhir dari hasil pelaksanaan penelitian ini,
dilakukan pembahasan/diskusi terhadap teihuan-temuan lapangan. Dan sehubungan
dengan keterbatasan penelitian ini, maka perlu direkomendasikan : (1) Penyeleggaraan
pelatihan ketermpilan sedapat mungkin lerbih mengutamakan pemenuhan kebutuhan
peserta daripada pencapaian target program, selain itu, materi pelatihan sebaiknya
tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menciptakan produk,
melainkan yang tak kalah pentingnya adalah cara menerapkan pengetahuan dan
keterampilan itu melalui kegiatan nyata dalam pengelolaan usaha mata pencaharian; (2)
Para lulusan pelatihan keterampilan yang telah mengelola suatu usaha perlu mendapat
bimbingan secara terus menerus, terutama dalam hal pengembangan usaha kearah
yang lebih maju; (3) Untuk penelitian selanjutnya, agar dapar menelusuri lebih jauh
dampak pelatihan berbagai keterampilan yang telah dilaksanakan oleh panti tersebut di
atas, dengan menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar, serta dengan
pendekatan dan metode yang lebih bervariasi.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN JUDUL
i
PERNYATAAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTARBAGAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
xiv
PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang Masalah
1
B.
Pembatasan Masalah/Fokus Penelitian
10
C.
D.
Definisi Operasional
Tujuan Penelitian
11
18
E.
Manfaat Penelitian
19
F.
KerangkaBerpikir
20
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.
22
Konsep Pendidikan Luar Sekolah, Arti dan Kriteria
Kemandirian
22
1. Pendidikan Luar Sekolah
22
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
22
23
Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah
Sasaran Pendidikan Luar Sekolah
25
26
c.
d.
e. Komponen PendidikanLuar Sekolah
B.
27
2. Arti dan Kriteria Kemandirian
a. Arti Kemandirian
b. Kriteria Kemandirian
30
30
31
Konsep Pengelolaan Usaha Kecil Mandiri
1. Pengertian Mandiri
34
35
ix
2.
Merencanakan Usaha Kecil Mandiri
3.
Pelaksanaan Usaha Kecil Mandiri
4. Meningkatkan PengelolaanUsaha Kecil Mandiri
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan
Usaha Kecil
Mandiri
36
43
53
54
C. Konsep Pelatihan Keterampilan Ditinjau dari Sistem
Pendidikan Luar Sekolah
56
1. Pengertian, Landasan Filosofis, dan Kegunaan
Tentang Pelatihan Keterampilan
a. Pengertian Pelatihan Keterampilan
b. Landasan Filosofis Tentang Pelatihan
Keterampilan
c. Kegunaan Tentang Pelatihan Keterampilan
2. Metode Pembelajaran dalam Pelatihan
Keterampilan
3. Pelatihan Keterampilan Sebagai Proses Pemberdayaan
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
57
61
63
69
71
A. Metode Penelitian
71
B. Subjek Yang Diteliti
C. Data Yang Dikumpulkan
D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
75
80
81
1. Teknik Pengumpulan Data
81
2.
84
Teknik Analisis Data
E. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Orientasi
2. Tahap Eksplorasi
3. Tahap Analisis Data
F.
BAB IV
56
56
86
86
87
87
Keabsahan Temuan Penelitian
88
1.
2.
3.
4.
88
88
89
89
Triangulasi
Ketekunan Pengamatan
Penggunaan Bahan Referensi
Mengadakan Member Check
LAPORAN HASIL PENELITIAN
90
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum
2. Deskripsi Khusus
90
90
115
B. Pembahasan
131
X
1. Kesesuaian Antara Pengalaman Dengan Pengetahuan dan
Keterampilan yang Diperoleh Responden Melalui Pelatihan
Keterampilan Menjahit Pada Panti
Rehabilitasi Sosial
Pamardi Putra "Binangkit" Lembang
132
2. Upaya Belajar Sendiri
3. Ternpat (Lokasi) Usaha
134
136
Modal Usaha
137
5. Tenaga Pengelola
139
6. Pemasaran
7. Administrasi dan Pembukuan Usaha
140
143
Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian
144
4.
C.
1. Temuan Penelitian
144
2. Implikasi Hasil Penelitian
147
Keterbatasan Penelitian
148
BABV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
149
D.
A.
Kesimpulan
149
B.
Rekomendasi
154
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPDRAN-LAMPIRAN
157
DAFTAR LABEL
Tabel
1.
2.
Halaman
PERBEDAAN ANTARA PERUSAHAAN KECIL DENGAN
PERUSAHAAN BESAR
15
BEBERAPA CATAT AN ADMINISTRASI DAN MATERl ATAU
KEGIATANNYA
48
3.
JENIS PERALATAN YANG DIMILIKI RESPONDEN
4.
JENIS PAKAIAN YANG TELAH DIPRODUKSI
99
100
DAFTAR BAGAN
Bagan
1.
ALUR MEKANISME PENERIMAAN CALON PESERTA
REHABILITASI SOSIAL
Halaman
6
2.
KERANGKA BERPIK1R PENELITIAN
21
3.
HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA KOMPONEN-KOMPONEN
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
30
4.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES MENJAHIT
106
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar Catatan Lapangan
160
2. Pedoman Wawancara
162
3. Pedoman Observasi
166
4. Foto Kondisi Lokasi (Tempat) Pengelolaan Usaha Jasa Menjahit
Responden
168
5. Permohonan Izin Mengadakan Studi Lapangan/Observasi
172
6. Surat Penyampaian Kepada Responden
173
7. Riwayat Hidup Penulis
177
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan
dari usaha pembangunan adalah untuk mencapai
kesejahteraan materil maupun sprituil yang merata bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu seiring dengan perkembangan fisik, peningkatan kemampuan manusia,
perubahan sikap dan perilakunya
sesuai dengan perkembangan zaman perlu
mendapat perhatian serius. Pembangunan hanya terlaksana dengan baik, apabila
terlebih dahulu dilakukan kegiatan membangun potensi insaniah pembangunan.
Potensi insaniah pembangunan yang cukup dominan adalah generasi
muda. Generasi muda dengan berbagai atributnya yang sekaligus merupakan
anggapan dasar bahwa generasi muda adalah penerus
nilai-nilai luhur bangsa,
generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa, generasi muda adalah penerus
bangsa atau penerus keturunan, generasi muda adalah mengisi masa depan. Generasi
muda adalah angkatan kerja produktif yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
dalam menciptakan kegiatan pembangunan di segala bidang.
Menyadari akan peran dan tanggung jawab generasi muda terhadap
pelaksanaan pembangunan dan kontinuitas bangsa, yang akan terus berkembang,
maka generasi muda dituntut mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang paling mutahir sekalipun. Di sisi lain, generasi muda dihadapkan pada era
globalisasi yang senantiasa membawa dampak krisis nilai dan intelektual bagi
dirinya. Erosi kredibilitas dari para pembina dan ketidakpastian masa depan telah
menghilangkan acuan bagi generasi muda. Mengingat generasi muda termasuk
angkatan kerja potensial dan bercita-cita untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.
Untuk itu, peningkatan keterampilan dan peranan sikap hidup yang baik perlu
ditumbuhkembangkan sejak dini. Maksudnya, bahwa generasi muda perlu dibina
secara serius.
Generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa, serta sebagai potensi
bangsa dimasa datang, diharapkan memiliki kesiapan fisik dan mental yang matang.
Sehubungan dengan itu, GBHN Tahun 1998, mengamanatkan :
Pemuda sebagai kader bangsa dan kader pembangunan
perlu terus
meningkatkan profesionalisme kewirausahaan, komunikasi timbal balik,
kebiasaan gemar membaca yang memdorong semangat dan kemauan belajar
dan bekerja keras untuk mengembangkan kecerdasan, keahlian dan
keterampilan, serta daya nalar, berpikir kritis analitis dan tanggap terhadap
tantangan dan lingkungan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Tap MPR RI No. II/MPR/1998).
Akan tetapi perjalanan kehidupan generasi muda tidaklah selalu mulus
sebagaimana yang diharapkan bersama oleh orang tua (keluarga), masyarakat dan
pemerintah. Generasi muda dalam perjalanan hidupnya, banyak yang menyimpang
dari jalur yang seharusnya ia lalui. Salah satu di antaranya adalah keterlibatan
generasi muda pada penyalahgunaan narkotika. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Sudarsono (1991, h.66), sebagai berikut : "Dalam beberapa dasa warsa terakhir ini
penyalahgunaan narkotika sebagian dilakukan
oleh kaum remaja. Khusus di
Indonesia keadaan ini kerap kali melanda anak-anak remaja di kota-kota besar".
Kondisi generasi muda dalam hal penyalahgunaan narkotika dan
sejenisnya dewasa ini memang sangat memperihatinkan, sebagaimana diungkapkan
melalui data Dirjen Dikti Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan R.L, sebagai
berikut:
Bahwa penggunaan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif) di
kalangan pelajar dan mahasiswa cukup tinggi, Data tersebut bersumber dari
Rumah Sakit Ketergantungan Obat, setidaknya terdapat 50. ribu sampai 75
ribu orang. Yang tidak terdeteksi diperkirakan mencapai 10 hingga 15 kali
data yang ada. Sekedar gambaran, berdasarkan kondisi perFebruari 1999,
jumlah penderita tingkat SLTP mencapai 1.055 orang , SLTA 2.096 orang,
dan perguruan tinggi/akademi 1.569 orang. (Surat Kabar Harian Republika,
tanggal 6 September 1999 : 9).
Data di atas menunjukkan bahwa keterlibatan remaja atau generasi muda
dalam penyalahgunaan narkotika dan sejenisnya sudah cukup tinggi, yang tentunya
sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup remaja/generasi muda khususnya,
dan kelangsungan hidup bangsa dan negara pada umumnya. Oleh karena itu,
berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya, baik oleh pemerintah,
kalangan swasta, maupun masyarakat secara luas. Salah satu bentuk kegiatan
penanggulangan yang biasa dilakukan, baik oleh pemerintah, maupun organisasi
atau lembaga swasta, adalah melalui upaya pendidikan. Upaya pendidikan
dimaksudkan adalah bukan hanya berlangsung dalam sekolah, melainkan di luar
sekolah (Pendidikan Luar Sekolah), sebagaimana dikemukakan
D. Sudjana,
sebagai berikut
Pendidikan Luar sekolah adalah setiap upaya pelayanan pendidikan di
luar sekolah yang berlangsung seumur hidup dan dijalankan dengan sengaja,
teratur, terencana, dan bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia
berupa sikap, tindak dan karya, menuju terbentuknya manusia seutuhnya
yang gemar belajar-mengajar agar mampu meningkatkan mutu dan taraf
hidupnya. (D. Sudjana, 1993, : 37).
Sejalan dengan pendapat di atas, Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) Tahun 1993, mengamanatkan bahwa :
Pendidikan Luar Sekolah, termasuk pendidikan yang bersifat
kemasyarakatan seperti kepramukaan, berbagai kursus dan pelatihan
keterampilan, perlu ditingkatkan kualitasnya dan diperluas dalam rangka
mengembangkan sikap mental, minat, bakat, keterampilan dan kemampuan
anggota masyarakat, menyiapkan dan memberi bekal kepada warga belajar
agar mampu bekerja dan berwira usaha serta meningkatkan martabat dan
kualitas kehidupannya. (TAP MPR Rr No. II/MPR/1993).
Bertitik tolak dari pendapat di atas, bahwa peranan pendidikan luar
sekolah adalah menghasilkan kegiatan edukatif, ditambah dengan keterampilan
sehingga peserta didik terbekali untuk dapat melakukan penyesuaian yang harmonis
antara perkembangan rohaniah dan pertumbuhan jasmaniah, juga mengembangkan
sikap positif dan bertanggung jawab. Dengan demikian pendidikan luar sekolah
menitikberatkan upaya untuk membantu peserta didik dalam mengoptimalisasikan
perkembangan intelektual, perasaan, kemapuan, usaha dan keterampilan, serta untuk
mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupannya.
Untuk mencapai maksud tersebut di atas, maka salah satu bentuk
pelayanan pendidikan luar sekolah yang menitikberatkan pada upaya pemberian
keterampilan kerja kepada peserta, yakni melalui suatu pelatihan. Menurut Peraturan
Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja, dijelaskan bahwa :
Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberikan,
memperolah,
meningkatkan serta
mengembangkan
keterampilan,
produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan
tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya
mengutamakan praktek daripada teori (D. Sudjana, 1996 : 263).
Henry Simamora (1995 : 287), mengemukakan bahwa pelatihan adalah
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Pelatihan
berkenaan dengan perolehan keahlian-keahlian atau pengetahuan tertentu.
Dari pengertian di atas dan dalam kaitannya dengan upaya untuk
membekali keterampilan kepada remaja
bekas korban penyalahgunaan narkotika
agar kelak dapat menyesuaikan diri pada lingkungan masyarakatnya, tanpa
senantiasa menggantungkan diri pada pihak lain terutama orang tuanya. Mengingat
bahwa tanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan Remaja/anak
sebagai generasi muda, merupakan tugas bersama antara orang tua, masyarakat dan
pemerintah, serta tanggung jawab generasi muda itu sendiri. Pembinaan generasi
muda, dijelaskan dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1998, sebagai berikut:
Pembinaan remaja dilaksanakan melalui peningkatan keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembiasaan dan penghayatan
perilaku terpuji, sikap mandiri, berprestasi, dan bertanggung jawab,
peningkatan budaya gemar membaca dan budaya belajar, pertumbuhan
kemampuan dan daya nalar, kemampuan berinisiatif dan berpikir kritis
analitis, pengembangan kreativitas dan keterampilan, peningkatan gizi dan
kesehatan jasmani, penanaman kesadaran akan bahaya penyalahgunaan obat,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; kepekaan terhadap
lingkungan dan pemahaman wawasan kebangsaan serta upaya
menumbuhkan idealisme dan rasa cinta tanah air dalam pembangunan
bangsa dan negara sebagai pengamalan Pancasila.
Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah melalui
Departemen Sosial yang diberi wewenang untuk menangani masalah anak dan
korban penyalahgunaan narkotika, secara teknis diwujudkan dalam bentuk kegiatan
rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, melalui sistem
panti maupun non panti. Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali integritas
diri, kepercayaan diri, kesadaran dan tanggung jawab masa depan, mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sosialnya serta memiliki kemampuan
dan kemauan agar dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara wajar di
masyaraskat. Kegiatan ini bersifat rehabilitatif dan pengembangan yang meliputi
kegiatan bimbingan sosial, bimbingan
mental
dan
pelatihan
keterampilan
kerja/usaha.
Khusus penanganan yang dilakukan melalui sistem panti, maka sejak
dimulainya pada tahun 1986 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI. Nomor
58/HUK/1986, tanggal 3 Juni 1986 tentang dimulainya pelaksanaan Rehabilitasi
Sosial Korban Narkotika dengan sarana dan fasilitas SRPGOT Marga Mulya
Lembang.
Dan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri
Sosial
RI
Nomor
6/HUK/1994, tentang pembentukan 18 panti di lingkungan Departemen Sosial,
salah satu diantaranya adalah "Panti Sosial Pamardi Putra 'Binangkit' Lembang
yang terietak di Kecamatan Lembang Kabupaten Dati II Bandung Propinsi Jawat
Barat hingga sekarang. Lembaga ini mendapat tugas dari pemerintah melalui
Departemen Sosial, untuk menangani remaja/generasi muda
khusunya wanita
(puteri), yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika.
Mekanisme penerimaan Bekas Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk
mengikuti kegiatan rehabilitasi pada Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang, dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan 1
ALUR MEKANISME PENERIMAAN CALON PESERTA
REHABBLLTASI SOSIAL
Kanwil Depsos
PSPP Binangkit
Lembang
Orang tua/Wali dapat
menghubungi PSK di Kec./Cab
Dinas Sosial Kab.
Orang tua/Wali menghubungi
Kanwil Depsos/Dinas Sosial
Propinsi setempat.
Orang tua/Wali dapat
menghubungi langsung PSPP
Binangkit Lembang.
Sumber : Kantor PSPP Binangkit Lembang Kab. Bandung
Dinas Sosial
Cab/Kab. Dati II
Para peserta yang telah resmi diterima menjadi binaan Panti Rehabilitasi
Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang ini, selanjutnya diberi pembinaan, yang
terbagi ke dalam lima kategori : Pertama, Pembinaan fisik, bertujuan untuk
memulihkan kembali kondisi fisik peserta dari keadaan kurang sehat atau loyo
menjadi sehat, bugar dan kuat. Kedua, Bimbingan mental psikologik, bertujuan
untuk membentuk dan membina pertumbuhan kondisi psikis/kepribadian,
emosional, dan berupaya memantapkan sikap mental, integritas diri serta disiplin
diri. Ketiga, Bimbingan moral dan keagamaan,
bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan kemampuan menjalankan ibadah
agama.
Keempat,
Bimbingan
sosial,
bertujuan
untuk
memulihkan
dan
mengembangkan tingkah laku positif peserta, sehingga mereka mau dan mampu
melakukan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar, serta dapat menjalin
hubungan dengan anggota keluarga dan masyarakat secara serasi dan harmonis.
Kelima, Pelatihan keterampilan, yang bertujuan untuk membekali pengetahuan,
keterampilan, dan perubahan sikap, agar kelak setelah kembali ke lingkungan tempat
tinggalnya, dapat memperoleh atau menciptakan suatu pekerjaan/mata pencaharian
secara mandiri,
sehingga
secara berangsur-angsur dapat
mengurangi
rasa
ketergantungannya kepada orang lain, terutama orang tua mereka.
Sesuai dengan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa sejak tahun
1986 hingga tahun 2000, telah dibina dalam bentuk rehabilitasi sosial sebanyak 890
orang, yang terdin dari : Angkatan I s.d V (1986/1987-1990/1991), sebanyak 250
orang; Angkatan VI s.d. X (1991/1992-1995/1996), sebanyak 310 orang; Angkatan
XI (1996/1997), sebanyak 80 orang; Angkatan XII (1997/1998), sebanyak 80 orang;
Angkatan XIII (1998/1999), sebanyak 90; dan Angkatan XIV (1999/2000),
sebanyak 80 orang (Papan informasi data Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang, 1999). Jumlah ini disesuaikan dengan kemampuan dana yang
tersedia, sehingga setiaptahunnya terdapat sekitar30 % pendaftar yang tidak sempat
ditampung atau dilayani.
Dari jumlah tersebut, telah diikutsertakan dalam dua jenis pelatihan
keterampilan , yakni pelatihan tatarias kecantikan dan keterampilan menjahit.
Khusus untuk tahun anggaran 1999/2000, telah bertambah menjadi empat jenis
keterampilan yang dilatihkan, yakni keterampilan tatarias kecantikan, keterampilan
menjahit, keterampilan olah makanan dan keterampilan berkebun tanaman hias.
Memperhatikan data hasil binaan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang di atas, memang nampaknya kita semua patut berbangga hati,
yakni betapa besar upaya pemerintah menangani Bekas Korban Penyalahgunaan
Narkotika. Namun di sisi lain masih terdapat kalangan yang
cenderung
mempertanyakan : "Apakah mungkin orang yang pernah kecanduan narkotika dapat
hidup layak kembali setelah mengikuti upaya rehabilitasi?". Pertanyaan tersebut di
dasarkan adanya asumsi bahwa kecanduan terhadap narkotika dan sejenisnya adalah
tidak jauh berbeda dengan kecanduan yang dialami seorang perokok terhadap rokok
yang disenanginya. Seseorang yang telah kecanduan rokok, sekalipun ia berusaha
menghindari rokok (berhenti merokok), akan tetapi terkadang di saat-saat tertentu
tiba-tiba muncul rasa keinginannya untuk merokok. Dan di saat seperti ini, apabila
yang bersangkutan secara kebetulan mendapatkan sebatang rokok, maka biasanya
cenderung
mengisapnya. Demikian
pula
halnya
dengan
Bekas
Korban
Penyalahgunaan Narkotika, dapat saja melakukannya kembali sekalipun mereka
telah mengikuti tindakan rehabilitatif, terutama apabila terdapat dukungan dari
lingkungan di mana mereka berada.
Selain dari itu, terdapat juga asumsi bahwa seorang Bekas Korban
Penyalahgunaan Narkotika, apabila ia mampu melakukan usaha sendiri (mata
pencaharian) untuk mendapatkan nafkah, bukanlah berarti ia semakin memiliki
kesanggupan membeli narkotika dan semacamnya, melainkan ia cenderung
beranggapan bahwa betapa susahnya untuk mendapatkan uang sebagai hasil usaha
sendiri. Sehingga ia menghindari dalam menggunakan uangnya ke hal-hal yang
tidak berguna, apalagi merugikan dirinyasendiri seperti narkotika dan semacamnya.
Dengan mengikutsertakan para Korban Penyalahgunaan Narkotika pada
pelatihan keterampilan, dimaksudkan untuk membekali mereka pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif guna menciptakan atau melakukan suatu pekerjaan di
kemudian hari setelah kembali ke lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Petunjuk
Teknis Penanganan Masalah Sosial Korban Narkotika (1996 : 20), dijelaskan
tentang tujuan Pelatihan Keterampilan Usaha/kerja/sekolah, adalah sebagai berikut :
"Meningkatkan kemampuan klien dalam berbagai jenis keterampilan usaha/kerja
untuk menunjang kebutuhan masa depannya dan atau melanjutkan pendidikannya"
Kemampuan
seseorang
yang
telah
mengikuti
suatu
pelatihan
keterampilan untuk menciptakan suatu pekerjaan atau mata pencaharian sesuai
dengan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang ia peroleh melalui
pelatihan, merupakan dampak (out come) keberhasilan program pelatihan yang
telah diikutinya. Dalam kaitan ini, Sudjana (1996 : 35), menjelaskan bahwa
"Pengaruh (impact) menyangkut hasil yang dicapai peserta didik atau lulusan.
Pengaruh ini meliputi : (a) perubahan taraf hidup yang ditandai dengan perolehan
pekerjaan, atau berwira usaha, perolehan atau peningkatan pendapatan, kesehatan
dan penampilan diri; (b) kegiatan membelajarkan orang lain atau mengikutsertakari
orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah ia miliki; dan (c)
peningkatan partisipasinya dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat,
baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda, dan dana".
Adanya dampak atau pengaruh keberhasilan pelatihan keterampilan bagi
para lulusannya, setelah mereka memperoleh pembinaan melalui Panti Rehabilitasi
Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa
Barat. Dampak atau pengaruh yang dimaksud adalah perolehan pekerjaan atau
berwira usaha, yang terwujud dalam suatu pengelolaan mata pencaharian sehari-hari.
Hal tersebut secara umum merupakan fokus dari penelitian ini.
B. Pembatasan Masalah/Fokus Penelitian
Perlunya
pembatasan
masalah/fokus
penelitian
ini,
berkaitan
keterbatasan tenaga, waktu, dana, dan kemampuan yang dimiliki peneliti.
Sehubungan dengan hal tesebut, maka dari dua jenis keterampilan (keterampilan
menjadi dan tatarias kecantikan) yang telah diajarkan atau dilatihkan kepada peserta
(lulusan) dan memungkinkan untuk ditelusuri dampaknya terhadap kehidupan
peserta (lulusan), dibatasi hanya terhadap mereka yang telah memperoleh
pengetahuan dan keterampilan menjahit.
Adapun permasalahan yang dijadikan fokus penelitian ini adalah
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian) lulusan pelatihan keterampilan yang
dilaksanakan oleh Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang.
Secara lebih terinci, masalah yang merupakan fokus penelitian ini, dapat dijabarkan
menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
11
1. Sejauh mana pengaruh pengetahuan dan keterampilan lulusan pelatihan
keterampilan , yang diperoleh melalui pelatihan keterampilan menjahit pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usaha mandiri (mata percaharian) ?
2. Bagaimana merencanakan usaha mandiri (mata pencaharian) oleh lulusan
pelatihan keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan
menjahit ?
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan usaha mandiri (mata pencaharian) dalam
kegiatannya sehari-hari oleh lulusan pelatihan keterampilan , yang telah
memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit ?
4. Upaya apa yang dilakukan guna meningkatkan pengelolaan usaha mandiri (mata
pencaharian) oleh lulusan pelatihan keterampilan, yang telah memperoleh
pengetahuan dan keterampilan menjahit ?
5. Faktor apakah yang merupakan pendukung dan penghambat pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian) bagi lulusan pelatihan keterampilan ?
C. Definisi Operasional
1. Pengaruh pengetahuan dan keterampilan terhadap pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian)
Yang dimaksud dengan "Pengaruh pengetahuan dan keterampilan
terhadap pengelolaan usaha mandiri (mata pencahariariT dalam penelitian ini adalah
kontribusi penerapan kepandaian, kecakapan yang dimiliki para lulusan pelatihan
menjahit terhadap penyelesaian berbagai tugas atau pekerjaan dalam mengelola
usaha (mata pencahariannya).
Diterapkannya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
suatu pelatihan, terhadap berbagai tugas atau pekerjaan pada pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian), merupakan konsekuensi logis adanya kesesuaian antara
tugas atau pekerjaan yang akan diselesaikan dengan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki. Untuk itu, dalam menyelesaikan semua tugas atau pekerjaan pada
suatu usaha mandiri (mata pencaharian), terkadang tidak cukup dengan hanya
mengandalkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui satu jenis
pelatihan saja, melainkan perlu dilengkapi dengan kepandaian dan kecapan lain
sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan "Pengelolaan" sendiri, dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah proses berusaha yang dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan
yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit. Sebagaimana
dijelaskan Badudu-Zein, 1994 : 650 : Pengelolaan diartikan sebagai pengurusan,
penyelenggaraan atau manajemen. Selanjutnya, Donnely, Gibson dan Ivancevich,
1987 : 5, memberikan pengertian tentang manajemen, sebagai berikut :
"Management is the process undertaken by one or more individuals to coordinate
the activities of other to achieve results not a chievable by one individual acting
alone. And the process of management should be studied by any one planning to
become successful manager". Yakni, manajemen adalah proses berusaha yang
dilakukan oleh seseorang atau banyak orang untuk mengkoordinasi berbagai
kegiatan dalam mencapai hasil, di mana kegiatan tersebut telah dapat dilakukan
seseorang individu secara sendirian. Dan proses manajemen akan dimulai dari
seseorang mempelajari perencanaan sampai iamenjadi manajer yang berhasil.
13
2.
Merencanakan usaha mandiri
Yang dimaksud dengan merencanakan usaha mandiri dalam penelitian
ini adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan
menjahit, yang berkenaan dengan upaya persiapan untuk menyelenggarakan suatu
mata pencaharian. Ke dalam kegiatan ini meliputi : penentuan tujuan, penentuan
lokasi (tempat usaha), penyediaan modal, dan penyediaan tenaga pengelola usaha.
Sedangkan "Usaha Mandiri" dalam penelitian ini dimaksudkan adalah
kegiatan yang dilakukan oleh para lulusan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang. Kegiatan tersebut dilakukan dengan sengaja atas kemauan
sendiri dan atau dengan kebersamaan orang lain dalam bidang pekerjaan atau mata
pencahariannya sehari-hari. Selain itu, usaha mandiri dalam penelitian ini juga
dimaksudkan adalah upaya para lulusan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan kerja yang
ia miliki, sebagai hasil pelatihan keterampilan yang telah diikutinya, terhadap
pengelolaan usaha mata pencahariannya sehari-hari.
Seperti diketahui bahwa pengelolaan suatu usaha (perusahaan), baik
yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa, mempunyai berbagai bentuk
kepemilikan, begitu pula besar kecilnya jenis usaha tersebut. Menurut Vernon A.
Musselman dan John H. Jackson (1989), dalam bukunya : " Ekonomi Perusahaan :
Konsep-Konsep dan Praktek-Praktek Sezaman", mengemukakan bahwa bentuk
pemilikan suatu perusahaan dapat dibedakan atas : (1) pemilikan tunggal
(perusahaan perseorangan); (2) persekutuan; (3) usaha patungan; dan (4) bentuk lain,
seperti koperasi dan perusahaan bersama. Sedangkan dari segi kepemilikan modal
dan jumlah karyawan, perusahaan dapat dibedakan atas : (1) perusahaan kecil; dan
(2) perusahaan besar.
Berdasarkan uraian di atas, dalam pembahasan pada tesis ini hanya
akan menguraikan tentang usaha (perusahaan) kecil, dengan kepemilikan tunggal
(perseorangan). Perusahaan kecil, sebagaimana dijelaskan Vernon A.M, dan J.H.
Jackson (1989 : 194), adalah perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan secara
mandiri (independen) dan tidak dominan dalam bidang operasinya. Pada umumnya
perusahaan kecil mempunyai sedikit karyawan, investasi modal terbatas, dan jumlah
penjualan yang rendah. Suatu perusahan yang dianggap kecil kalau paling sedikit
terpenulii dua dari kriteria berikut : (l)Manajemennya bebas, biasanya manajemya
adalah pemiliknya; (2) Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil
individu; (3) Operasi adalah setempat. Karyawan dan pemilik bertempat tinggal
dalam satu kelompok pemukiman (pasar yang dilayani tidak harus setempat); (4)
Dalam bidang industri bersangkutan, ukurannya relatif kecil. Perusahaan dianggap
kecil bila dibandingkan dengan unit terbesar dalam bidangnya (ukuran kelompok
terbesar sangat berbeda sehingga apa yng mungkin kelihatannya besar dalam satu
bidang, nampaknya kecil dalam bidang lainnya). Selanjutnya dijelaskan pula tentang
karakteristik perusahaan kecil, sebagai berikut:
Manajemen. Karena manajer-manajer perusahaan kecil adalah juga pemiliknya,
mereka dapat mengambil keputusan sendiri. Sebagai pelaksana kecil pemilik adalah
investor dan sekaligus pengusaha. Hal ini memungkinkannya bergerak bebas dalam
arti yang seluas-luasnya.
15
Kebutuhan modal. Jumlah modal yang diperlukan relatif kecil dibanding modal
yang diperlukan oleh kebanyakan perusahaan besar. Modal ini biasanya dipasok
oleh satu orang atau palingbanyak oleh beberapa orang.
Operasi setempat. Bagi sebagian besar perusahan kecil, daerah operasinya adalah
wilayah setempat. Pengusaha dan karyawannya bertempat tinggal di lingkungan di
mana perusahaan tersebut berlokasi. Namun ini tidak berarti bahwa perusahaan
kecil hanya melayani pasar setempat.
Perbedaan antara perusahaan kecil dengan perusahaan besar, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
PERBEDAAN ANTARA PERUSAHAAN KECIL DENGAN
PERUSAHAAN BESAR
Perusahaan kecil
Perusahaan besar
Umumnya dikelola oleh pemilik
Struktur organisasinya sederhana.
Pemilik mengenal karyawannya
Persentase tinggi dalam kegagalan
perusahaan
Kurangnya manajer berspesialisasi
Biasanya dikelola oleh bukan
pemilik
Struktur organisasinya kompleks
Pemilik mengenal hanya sedikit
karyawannya
Persentase rendah dalam kegagalan
perusahaan
Biasanya
terdapat
manajemen
berspesialisasi
Sukar
panjang
mendapat
modal
jangka
Modal jangka panjang biasanya
relatif mudah diperoleh
Sumber : Vernon A.Musselman & John H. Jackson, 1989: 196.
Memperhatikan perbedaan kedua bentuk usaha (perusahaan) di atas,
bila dikaitkan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
semakin meningkatnya sumber daya, khususnya sumber daya manusia, baik mutu
maupun jumlahnya, serta berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka
16
perbedaan-perbedaan yang cukup mencolok tersebut dapat diperkecil. Misalnya dari
segi sumber daya manusia, perusahaan kecil dapat mempersiapkan sumber daya
yang handal, terampil dan profesional melalui berbagai cara, salah satunya adalah
melalui pelatihan keterampilan.
Dari segi permodalan, dengan lahirnya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, berarti usaha kecil bukan
berarti sulit untuk mendapatkan bantuan permodalan, namun jangka waktu
pemberian bantuan modal tetap disesuaikan dengan volume usaha yang dilakukan
oleh perusahaan kecil yang bersangkutan. Seperti dikemukakan pada penjelasan
pasal 25 undang-undang tersebut di atas, bahwa:
Tata cara pembiayaan dan peminjaman Usaha Kecil diupayakan
dengan sederhana dan mudah serta dengan persyaratan yang ringan. Prioritas
pemberian pembiayaan dan penjaminan diberikan kepada kelompok atau
lapisan Usaha Kecil yang jumlahnya paling besar, sedangkan jangka waktu
pembiayaan ditetapkan secara luwes, sesuai dengan kelayakan dari Usaha
Kecil yang bersangkutan (B.N.Marbun, 1996 : 139).
Sebaliknya perusahaan yang berskala besar, jumlahnya tidak sedikit
yang telah mendapatkan bantuan permodalan cukup besar serta jangka waktunya
yang relatif panjang, namun tidak sedikit pula dari jumlah perusahaan tersebut telah
menyalahgunakan pinjaman modal yang diberikan kepadanya, akibatnya negara
yang dirugikan. Dari kenyataan ini, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang
suasananya menjadi terbalik, yakni pemberian pinjaman yang berjangka panjang
justru lebih banyak diperuntukkan bagi perusahaan kecil.
Mengenai perusahaan dengan kepemilikan tunggal
(perusahaan
perseorangan), sebagaimana dijelaskan oleh Vernon A.M, dan J.H. Jackson (1989 :
70), adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan oleh satu orang (di
17
Indonesia, bentuk perusahaan seperti ini dikenal dengan sebutan perusahaan
perseorangan). Bentuk ini adalah yang paling banyak dan sederhana serta paling
lama dari organisasi perusahaan.
Setelah menyimak penjelasan tentang perusahaan kecil berikut
karakteristiknya, dan perusahaan perseorangan, maka pengelolaan usaha mandiri
oleh mereka yang telah mengikuti pelatihan keterampilan menjahit pada Panti
Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang yang menjadi fokus
penelitian, adalah jenis usaha yang memadukan kedua ciri di atas, yakni usaha
mandiri yang kecil dan dikelola perseorangan. Dalam artian bahwa tidak tertutup
kemungkinan usaha mandiri (mata pencaharian) tersebut mempekerjakan orang
lain, sekalipun jumlahnya terbatas.
3. Mekanisme pelaksanaan usaha mandiri dalam kegiatannya sehari-hari
Yang dimaksud dengan : "Mekanisme pelaksanaan usaha mandiri dalam
kegiatannya sehari-hari" dalam penelitian ini adalah cara kerja dalam melakukan
kegiatan usaha (mata pencaharian) setiap hari, guna mendapatkan keuntungan (laba),
yang meliputi :
menyiapkan dan mengolah bahan menjadi hasil produksi,
memasarkan hasil produksi, peralatan kerja, pengadministrasian kegiatan usaha, dan
cara untuk mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Meningkatkan pengelolaan usaha mandiri
Yang dimaksud dengan : "Meningkatkan pengelolaan usaha mandiri"
dalam penelitian ini adalah proses kegiatan, baik yang telah maupun yang sedang
dilaksanakan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit, selaku pengelola
usaha (mata pencaharian), guna menambah atau semakin memperbaiki pelaksanaan
usahanya. Termasuk ke dalam proses kegiatan ini meliputi : penambahan dan
perluasan lokasi (tempat usaha); penambahan modal, baik jumlah, penggunaan,
maupun pengamanannya; penambahan tenaga pengelola, meliputi jumlah personil,
serta penambahan pengetahuan dan keterampilannya; penambahan peralatan kerja,
baik jumlah, mutu, maupun perawatannya; perbaikan produksi, meliputi jumlah,
jenis dan mutunya; perluasan pemasaran, meliputi cara dan prekuensinya; perbaikan
administrasi usaha, meliputijenis dan cara mengerjakannya; dan upaya memperbaiki
penanganan kesehatan dan keselamatan kerja, baik berupa tindakan maupun
penyediaan sarananya.
5. Faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
Yang dimaksud dengan : "Faktor pendukung pengelolaan" dalam penelitian
ini adalah sesuatu hal (keadaan, peristiwa) yang menyokong, membantu, atau
menunjang proses berusaha (bermata pencaharian), yang dilaksanakan oleh para
lulusan pelatihan keterampilan menjahit. Sedangkan "Faktor penghambat" adalah
sesuatu hal (keadaan, peristiwa) membuat proses berusaha (bermata pencaharian)
yang dilaksanakan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit, menjadi
lambat, tidak lancar. Kedua faktor tersebut, baik pendiikung maupun penghambat,
dapat bersumber dari pengelola itu sendiri (internal), serta dapat bersumber dari luar
(eksternal).
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pefmasaiahah yang telah diuraikan, maka secara umum
penelitian ini bertujuan unttik,memperoleh gambaran mengeilai pengelolaan usaha
mandiri atau mata p^hcahatiah sehari-hari para lulusan pelatihan keterampilanr,
khususnya keterarrfpilan hlenjahit, yang telah selesai mengikuti pembthaafi pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten Bandung
Propinsi Jawa Barat. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1.
Mengetahui tentang pengaruh pengetahuan dan keterampilan lulusan pelatihan
keterampilan, yang diperoleh melalui pelatihan keterampilan menjahit pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian).
2.
Mengetahui tentang cara merencanakan usaha mandiri oleh lulusan pelatihan
keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit.
3.
Memperoleh gambaran tentang mekanisme pelaksanaan usaha mandiri (mata
pencaharian)
dalam
kegiatannya
sehari-hari,
oleh
lulusan
pelatihan
keterampilan, yang telah memperolehpengetahuan dan keterampilan menjahit.
4.
Memperoleh gambaran tentang upaya yang dilakukan guna meningkatkan
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian)
oleh lulusan
pelatihan
keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit.
5.
Memperoleh gambaran tentang faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
usaha mandiri (mata pencaharian) bagi lulusan pelatihan keterampilan.
E. Manfaat Penelitian
Informasi yang dapat diungkapkan melalui penelitian ini, diharapkan
bermanfaat untuk:
1.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
pengembangan kompetensi profesional Pendidikan Luar Sekolah, khusunya
terhadap
pengelolaan
keterampilan.
sistem
pembelajaran
melalui
suatu
pelatihan
20
2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam
upaya perbaikan atau penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan keterampilan,
khususnya keterampilan menjahit
bagi Bekas Korban Penyalahgunaan
Narkotika di Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang,
serta penyempurnaan dalam mengelola usaha mandiri (mata pencaharian),
sebagai salah satu dampak dari hasil penyelenggaraan suatu pelatihan.
F. Kerangka Berpikir
Upaya pembelajaran melalui pelatihan keterampilanmenjahit yang dilakukan
oleh Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten
Bandung Propinsi Jawa Barat, merupakan salah satu wujud penyelenggaraan satuan
Pendidikan Luar Sekolah yang dilaksanakan oleh lembaga tersebut. Hasil pelatihan
ini tentunya memberikan pengaruh atau dampak terhadap diri para lulusannya
setelah kembali kemasyarakatnya.
Dari sinilah penelitian ini ingin melihat gambaran tentang apa yang
dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit tersebut, berkaitan
dengan mata pencaharian yang dilakukannya. Untuk lebih jelasnya kerangka
berpikir penelitian ini dapat dijelaskan dalam sebuah bagan, sebagaimana tertera
pada bagan 2 (pada halaman berikut):
Bagan 2
KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN
Input
Remaja/Pemuda
Pemerintah
PSPP Sebagai Penyelenggara
Pelatihan Keterampilan
Lulusan
Hasil
Penelitian
Pengelolaan Usaha Mandiri
(Mata Pencaharian)
21
Pengaruh
^D,%~
BAB HI
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam
tentang "Pengelolaan Usaha Mandiri Lulusan Pelatihan Keterampilan Bekas
Korban Penyalahgunaan Narkotika" dengan menggunakan pendekatan "Kualitatif
yang berbentuk "Studi Kasus". Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini bertujuan untuk mengungkapkan data yang ada di lapangan dengan cara
menguraikan
dan menginterpretasikan
sesuatu seperti apa adanya
serta
menghubungkan sebab akibat terhadap sesuatu yang terjadi agar diperoleh
gambaran realita sosial yang sebenamya.
Bogdan dan Taylor (1975 :5) mendefinisikan "metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif bempa : kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Sejalan
dengan pendapat tersebut, Kirk dan Miller (1986 :9) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya
dan
dalam
peristilahannya (Moleong, 1998 : 3).
Pendekatan kualitatif di dasarkan atas fenomenologis yang pada
dasamya bertujuan untuk memperoleh pemahaman (verstehen)
71
dan pengertian
12"
(understanding) tentang perilaku manusia ditinjau dari pelaku itu sendiri. Peneliti
kualitatif dalam orientasi fenomenologis sebagaimana dikemukakan oleh Geetsz
(1973), mencoba untuk memahami apa yang ia teliti dengan tekanan pada aspekaspek subjektif dari perilaku orang-orang, agar mengerti bagaimana dan apa
"meaning"
sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Fenomenologis
percaya, bahwa umat manusia mempunyai banyak cara menginterpretasikan
pengalaman, dan masing-masing dapat mengiterpretasikan melalui interaksi
dengan orang lain dan "meaning" dari pengalaman kita membentuk realitas
(Bogdan dan Biklen, 1982 : 30).
Pada bagian lain Bogdan dan Biklen (1982 -.27-29), menjelaskan
bahwa ada lima karakteristik dalam pendekatan kualitatif, yakni:
(1) Penelitian kualitatif hakekatnya mendapatkan data langsung dari sumbernya,
dan peneliti sebagai instrumen inti. Peneliti langsung mengikuti kehidupan :
sekolah, keluarga, tetangga ataulokasi lainyang menyangkut pendidikan.
(2) Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan meliputi
transkrip interview, foto, catatan lapangan, video tape, dokumen dan catatan
lainnya.
(3) Penelitian kualitatif lebih menekankan kepada proses daripada hasil atau
produk.
(4) Penelitian kualitatif berkecendemngan menganalisis data secara induktif.
Studi kualitatif tidak membuat hipotesis. Teori dikembangkan dari bawahdisebut "grounded theory " .
ir
(5)
"Meaning" adalah esensi penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif disebut
"participant perspective"
dan penelitian kualitatif percaya bahwa yang
didapat secara perspektif adalah akurat.
Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, S. Nasution secara
terinci
menjabarkan karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut: (1) Sumber data
ialah situasi yang wajar atau "natural setting"; (2) Peneliti sebagai instrumen
penelitian. Peneliti adalah "key instrument" atau alat penelitian utama; (3) Sangat
deskriptif; (4) Mementingkan proses maupun produk; (5) Mencari makna di
belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau
situasi; (6) Mengutamakan data langsung atau "first hand"; (7) Triangulasi, yaitu
memeriksa kebenaran data dengan cara memperoleh data dari sumber lain; (8)
Menonjolkan rincian kontekstual; (9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan
sama dengan peneliti; (10) Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan
pandangan responden tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia
dari segi pendiriannya; (11) Verifikasi, yaitu mencari kasus lain yang berbeda
dengan apa yang telah ditemukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya;
(12) Sampling yang purposif, dipilih menurut tujuan penelitian; (13) Menggunakan
"audit trial", yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah
laporan penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan; (14) Partisipasi tanpa
mengganggu untuk memperoleh situasi yang "natural" atau yang wajar; (15)
Mengadakan analisis sejak awal penelitian; dan (16) Desain penelitian tampil
dalam proses penelitian (S. Nasution, 1988 : 9-12).
Adapun penggunaan studi kasus dalam penelitian ini dimaksudkan
adalah penelitian yang sengaja dilakukan untuk mendalami tentang pengelolaan
kegiatan usaha mandiri atau pengelolaan mata pencaharian sehari-hari Para
Lulusan pelatihan keterampilan, yang meliputi : 1) Merencanakan usaha mandiri;
(2) Pelaksanaan usaha mandiri; (3) Upaya meningkatkan usaha mandiri; dan (4)
Berbagai faktor pendukung dan penghambat pengelolaan usaha mandiri; serta (5)
Pengaruh pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan
keterampilan terhadap upaya pengelolaan usaha mandiri atau pengelolaan mata
pencaharian sehari-hari Bekas Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Penelitian kasus adalah penelitian yang mendalam mengenai unit
kehidupan sosial tertentu seperti individu, kelompok, keluarga, lembaga atau
masyarakat yang hasilnya mempakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi
secara baik mengenai unit tersebut. Dalam kaitan ini, Jaspan Helen (1960),
mengemukakan pengertian studi kasus, sebagai berikut:
Case study adalah kumpulan dari semua bahan-bahan yang berguna
dari seseorang yang ditulis sedemikian mpa sehingga memberikan suatu
gambaran yang jelas tentang latar belakang dan keadaan seseorang pada
waktu ini yang mempakan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap
case tersebut. (Jaspan Helen, 1960 : 134).
Walaupun pengertian di atas, secara khusus di tujukan kepada
individu atau seseorang sebagai obyek perhatian dari studi kasus tersebut, akan
tetapi pada dasamya studi kasus itu bemsaha menyelidiki banyak aspek, namun
sedikit obyek. Studi kasus bemsaha menggambarkan
suatu keadaan yang
sesungguhnya pada waktu sekarang, sehingga dapat dijadikan dasar untuk
7T
penyelidikan selanjutnya terhadap keadaan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
dikemukakan sifat khas dari studi kasus, yaitu :
Suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan
(wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka
"studi kasus", dipelajari sebagai suatu keselumhan yang terintegrasi.
Tujuannya adalah untuk memperkembangkan
pengetahuan yang
mendalam mengenai obyek yang bersangkutan, yang berarti bahwa studi
kasus disifatkan sebagai suatu penelitian yang eksploratif (Vredenbregt, J,
1977 : 380).
Selanjutnya dikemukakan bahwa : "Studi kasus umumnya dipakai
dalam rangka studi eksploratif saja. Jadi bukan menguji suatu hipotesis melainkan
studi kasus justm berguna untuk memperkembangkan hipotesis, ..."(Vredenbregt,
J, 1977 : 43). Sedangkan yang dimaksud eksploratif adalah suatu istilah untuk
menunjukkan
penyelidikan atau pemeriksaan untuk tujuan diagnostic
(Komaraddin, 1984 : 93).
B. Subyek Yang Diteliti (Responden)
Dalam penel
LULUSAN PELATIHAN KETERAMPILAN
(Kasus Lulusan Pelatihan Keterampilan Menjahit
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang Jawa Barat)
TESIS
Diajukan kepada Panitia UjianTesis Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia untuk Memenuhi
Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Program Studi
Pendidikan Luar Sekolah
Konsentrasi Pelatihan
Oleh:
Drs. ABDUL HARIS
Nim:989534
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM PASCASARJANA
UPI BANDUNG
2000
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis ini dengan judul "PROFIL
PENGELOLAAN USAHA MANDIRI LULUSAN PELATIHAN KETERAMPILAN"
(Kasus Lulusan Pelatihan Keterampilan Menjahit Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang Jawa Barat), beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.
Dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan ciri-ciri yang tidak sesuai
dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dan
karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, September 2000
Yang|\4embuat Pernyataan,
ABDUL HARIS
NIM: 989534
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, M.A.
NIP. 130 321112
Pembimbing II,
Prof. Pi H. Diudiu Sudiana, M.Ed.
ND?. 130 143 871
ABSTRAK
Penelitian ini berusaha menjawab sebuah permasalahan berkenaan dengan
penmgaruh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki para lulusan pelatihan
keterampilan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usahanya, bagaimana merencanakan, pelaksanaan, upaya meningkatkan,
dan berbagai pendukung dan hambatan dalam pengelolaan usaha tersebut. Selain itu
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambgaran tentang pengelolaan usaha
(mata pencaharian) oleh lulusan pelatihan keterampilan dimaksud.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, serta upaya dalam mencapai
tujuannya, maka ada beberapa teori yang mendasari, di antaranya : Teori andragogi,
yang menekankan bahwa pengalaman yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh
dalam belajarnya; Konsep aliran progresivisme, yang salah satu prinsipnya bahwa
pendidikan adalah kehidupan itu sendiri, yang mengandung makna bahwa tanpa upaya
pendidikan maka manusia tidak dapat hidup sempurna; Konsep pendidikan luar
sekolah, yang menekankan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup dan
dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana, dan bertujuan untuk
mengaktualisasikan potensi
manusia berupa sikap, tindak dan karya, menuju
terbentuknya manusia seutuhnya yang gemar belajar agar mampu meningkatkan
mutu dan taraf hidupnya. Meningkatnya mutu kehidupan dapat bermula dari perolehan
pekerjaan atau berwiusaha sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
sebagai dampak hasil belajarnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk studi kasus,
di mana subyek yang diteliti sebanyak 4 orang, yakni masing-masing mereka yang telah
atau sedang mengelola suatu usaha (mata pencaharian) secara mandiri, yang berkaitan
erat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, yakni usaha di bidang
menjahit pakaian. Sedangkan untuk mendapatkan data yang relevan untuk menjawab
pertanyaan penelitian, digunakan teknik pengamatan (observasi), wawancara (interview),
dan
studi
dokumentasi,
dan
untuk
memudahkan
penggunaan
ketiga
teknik
pengumpulan data tersebut, dilengkapi dengan pedoman, yang berisikan pertanyaan
terbuka.
Berbagai data/informasi yang berhasil dihimpun guna menjawab pertnyaan
penelitian ini, yakni perolehan pengertahuan dan keterampilan melalui pelatihan
keterampilan menjahit pada Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit"
Lembang, dan penerapannya dalam melakukan usahanya; cara merencanakan
pengelolaan usaha, meliputi tujuan yang ingin dicapai, persiapan modal usaha,
persiapan tempat usaha, persiapan tenaga pengelola usaha; pelaksanaan usaha,
meliputi pengadaan bahan baku jahitan, peralatan yang digunakan, jenis produksi yang
dilakukan, proses produksi, waktu yang digunakan, pemasaran hasil produksi, upah
atau keuntungan yang diperoleh, administrasi dan pembukuan kegiatan usaha, serta
uapaya kesehatan dan keselamatan kerja; upaya yang dilakukan guna meningkatkan
pengelolaan usaha; dan berbagai faktor pendukung dan penghambat pengelolaan usaha
yang dilakukan oleh responden.
Untuk menarik suatu kesimpulan akhir dari hasil pelaksanaan penelitian ini,
dilakukan pembahasan/diskusi terhadap teihuan-temuan lapangan. Dan sehubungan
dengan keterbatasan penelitian ini, maka perlu direkomendasikan : (1) Penyeleggaraan
pelatihan ketermpilan sedapat mungkin lerbih mengutamakan pemenuhan kebutuhan
peserta daripada pencapaian target program, selain itu, materi pelatihan sebaiknya
tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menciptakan produk,
melainkan yang tak kalah pentingnya adalah cara menerapkan pengetahuan dan
keterampilan itu melalui kegiatan nyata dalam pengelolaan usaha mata pencaharian; (2)
Para lulusan pelatihan keterampilan yang telah mengelola suatu usaha perlu mendapat
bimbingan secara terus menerus, terutama dalam hal pengembangan usaha kearah
yang lebih maju; (3) Untuk penelitian selanjutnya, agar dapar menelusuri lebih jauh
dampak pelatihan berbagai keterampilan yang telah dilaksanakan oleh panti tersebut di
atas, dengan menggunakan populasi dan sampel yang lebih besar, serta dengan
pendekatan dan metode yang lebih bervariasi.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN JUDUL
i
PERNYATAAN
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTARBAGAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
xiv
PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang Masalah
1
B.
Pembatasan Masalah/Fokus Penelitian
10
C.
D.
Definisi Operasional
Tujuan Penelitian
11
18
E.
Manfaat Penelitian
19
F.
KerangkaBerpikir
20
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.
22
Konsep Pendidikan Luar Sekolah, Arti dan Kriteria
Kemandirian
22
1. Pendidikan Luar Sekolah
22
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
22
23
Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah
Sasaran Pendidikan Luar Sekolah
25
26
c.
d.
e. Komponen PendidikanLuar Sekolah
B.
27
2. Arti dan Kriteria Kemandirian
a. Arti Kemandirian
b. Kriteria Kemandirian
30
30
31
Konsep Pengelolaan Usaha Kecil Mandiri
1. Pengertian Mandiri
34
35
ix
2.
Merencanakan Usaha Kecil Mandiri
3.
Pelaksanaan Usaha Kecil Mandiri
4. Meningkatkan PengelolaanUsaha Kecil Mandiri
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan
Usaha Kecil
Mandiri
36
43
53
54
C. Konsep Pelatihan Keterampilan Ditinjau dari Sistem
Pendidikan Luar Sekolah
56
1. Pengertian, Landasan Filosofis, dan Kegunaan
Tentang Pelatihan Keterampilan
a. Pengertian Pelatihan Keterampilan
b. Landasan Filosofis Tentang Pelatihan
Keterampilan
c. Kegunaan Tentang Pelatihan Keterampilan
2. Metode Pembelajaran dalam Pelatihan
Keterampilan
3. Pelatihan Keterampilan Sebagai Proses Pemberdayaan
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
57
61
63
69
71
A. Metode Penelitian
71
B. Subjek Yang Diteliti
C. Data Yang Dikumpulkan
D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
75
80
81
1. Teknik Pengumpulan Data
81
2.
84
Teknik Analisis Data
E. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Orientasi
2. Tahap Eksplorasi
3. Tahap Analisis Data
F.
BAB IV
56
56
86
86
87
87
Keabsahan Temuan Penelitian
88
1.
2.
3.
4.
88
88
89
89
Triangulasi
Ketekunan Pengamatan
Penggunaan Bahan Referensi
Mengadakan Member Check
LAPORAN HASIL PENELITIAN
90
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum
2. Deskripsi Khusus
90
90
115
B. Pembahasan
131
X
1. Kesesuaian Antara Pengalaman Dengan Pengetahuan dan
Keterampilan yang Diperoleh Responden Melalui Pelatihan
Keterampilan Menjahit Pada Panti
Rehabilitasi Sosial
Pamardi Putra "Binangkit" Lembang
132
2. Upaya Belajar Sendiri
3. Ternpat (Lokasi) Usaha
134
136
Modal Usaha
137
5. Tenaga Pengelola
139
6. Pemasaran
7. Administrasi dan Pembukuan Usaha
140
143
Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian
144
4.
C.
1. Temuan Penelitian
144
2. Implikasi Hasil Penelitian
147
Keterbatasan Penelitian
148
BABV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
149
D.
A.
Kesimpulan
149
B.
Rekomendasi
154
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPDRAN-LAMPIRAN
157
DAFTAR LABEL
Tabel
1.
2.
Halaman
PERBEDAAN ANTARA PERUSAHAAN KECIL DENGAN
PERUSAHAAN BESAR
15
BEBERAPA CATAT AN ADMINISTRASI DAN MATERl ATAU
KEGIATANNYA
48
3.
JENIS PERALATAN YANG DIMILIKI RESPONDEN
4.
JENIS PAKAIAN YANG TELAH DIPRODUKSI
99
100
DAFTAR BAGAN
Bagan
1.
ALUR MEKANISME PENERIMAAN CALON PESERTA
REHABILITASI SOSIAL
Halaman
6
2.
KERANGKA BERPIK1R PENELITIAN
21
3.
HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA KOMPONEN-KOMPONEN
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
30
4.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES MENJAHIT
106
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar Catatan Lapangan
160
2. Pedoman Wawancara
162
3. Pedoman Observasi
166
4. Foto Kondisi Lokasi (Tempat) Pengelolaan Usaha Jasa Menjahit
Responden
168
5. Permohonan Izin Mengadakan Studi Lapangan/Observasi
172
6. Surat Penyampaian Kepada Responden
173
7. Riwayat Hidup Penulis
177
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan
dari usaha pembangunan adalah untuk mencapai
kesejahteraan materil maupun sprituil yang merata bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu seiring dengan perkembangan fisik, peningkatan kemampuan manusia,
perubahan sikap dan perilakunya
sesuai dengan perkembangan zaman perlu
mendapat perhatian serius. Pembangunan hanya terlaksana dengan baik, apabila
terlebih dahulu dilakukan kegiatan membangun potensi insaniah pembangunan.
Potensi insaniah pembangunan yang cukup dominan adalah generasi
muda. Generasi muda dengan berbagai atributnya yang sekaligus merupakan
anggapan dasar bahwa generasi muda adalah penerus
nilai-nilai luhur bangsa,
generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa, generasi muda adalah penerus
bangsa atau penerus keturunan, generasi muda adalah mengisi masa depan. Generasi
muda adalah angkatan kerja produktif yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
dalam menciptakan kegiatan pembangunan di segala bidang.
Menyadari akan peran dan tanggung jawab generasi muda terhadap
pelaksanaan pembangunan dan kontinuitas bangsa, yang akan terus berkembang,
maka generasi muda dituntut mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang paling mutahir sekalipun. Di sisi lain, generasi muda dihadapkan pada era
globalisasi yang senantiasa membawa dampak krisis nilai dan intelektual bagi
dirinya. Erosi kredibilitas dari para pembina dan ketidakpastian masa depan telah
menghilangkan acuan bagi generasi muda. Mengingat generasi muda termasuk
angkatan kerja potensial dan bercita-cita untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.
Untuk itu, peningkatan keterampilan dan peranan sikap hidup yang baik perlu
ditumbuhkembangkan sejak dini. Maksudnya, bahwa generasi muda perlu dibina
secara serius.
Generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa, serta sebagai potensi
bangsa dimasa datang, diharapkan memiliki kesiapan fisik dan mental yang matang.
Sehubungan dengan itu, GBHN Tahun 1998, mengamanatkan :
Pemuda sebagai kader bangsa dan kader pembangunan
perlu terus
meningkatkan profesionalisme kewirausahaan, komunikasi timbal balik,
kebiasaan gemar membaca yang memdorong semangat dan kemauan belajar
dan bekerja keras untuk mengembangkan kecerdasan, keahlian dan
keterampilan, serta daya nalar, berpikir kritis analitis dan tanggap terhadap
tantangan dan lingkungan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Tap MPR RI No. II/MPR/1998).
Akan tetapi perjalanan kehidupan generasi muda tidaklah selalu mulus
sebagaimana yang diharapkan bersama oleh orang tua (keluarga), masyarakat dan
pemerintah. Generasi muda dalam perjalanan hidupnya, banyak yang menyimpang
dari jalur yang seharusnya ia lalui. Salah satu di antaranya adalah keterlibatan
generasi muda pada penyalahgunaan narkotika. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Sudarsono (1991, h.66), sebagai berikut : "Dalam beberapa dasa warsa terakhir ini
penyalahgunaan narkotika sebagian dilakukan
oleh kaum remaja. Khusus di
Indonesia keadaan ini kerap kali melanda anak-anak remaja di kota-kota besar".
Kondisi generasi muda dalam hal penyalahgunaan narkotika dan
sejenisnya dewasa ini memang sangat memperihatinkan, sebagaimana diungkapkan
melalui data Dirjen Dikti Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan R.L, sebagai
berikut:
Bahwa penggunaan napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif) di
kalangan pelajar dan mahasiswa cukup tinggi, Data tersebut bersumber dari
Rumah Sakit Ketergantungan Obat, setidaknya terdapat 50. ribu sampai 75
ribu orang. Yang tidak terdeteksi diperkirakan mencapai 10 hingga 15 kali
data yang ada. Sekedar gambaran, berdasarkan kondisi perFebruari 1999,
jumlah penderita tingkat SLTP mencapai 1.055 orang , SLTA 2.096 orang,
dan perguruan tinggi/akademi 1.569 orang. (Surat Kabar Harian Republika,
tanggal 6 September 1999 : 9).
Data di atas menunjukkan bahwa keterlibatan remaja atau generasi muda
dalam penyalahgunaan narkotika dan sejenisnya sudah cukup tinggi, yang tentunya
sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup remaja/generasi muda khususnya,
dan kelangsungan hidup bangsa dan negara pada umumnya. Oleh karena itu,
berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya, baik oleh pemerintah,
kalangan swasta, maupun masyarakat secara luas. Salah satu bentuk kegiatan
penanggulangan yang biasa dilakukan, baik oleh pemerintah, maupun organisasi
atau lembaga swasta, adalah melalui upaya pendidikan. Upaya pendidikan
dimaksudkan adalah bukan hanya berlangsung dalam sekolah, melainkan di luar
sekolah (Pendidikan Luar Sekolah), sebagaimana dikemukakan
D. Sudjana,
sebagai berikut
Pendidikan Luar sekolah adalah setiap upaya pelayanan pendidikan di
luar sekolah yang berlangsung seumur hidup dan dijalankan dengan sengaja,
teratur, terencana, dan bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia
berupa sikap, tindak dan karya, menuju terbentuknya manusia seutuhnya
yang gemar belajar-mengajar agar mampu meningkatkan mutu dan taraf
hidupnya. (D. Sudjana, 1993, : 37).
Sejalan dengan pendapat di atas, Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) Tahun 1993, mengamanatkan bahwa :
Pendidikan Luar Sekolah, termasuk pendidikan yang bersifat
kemasyarakatan seperti kepramukaan, berbagai kursus dan pelatihan
keterampilan, perlu ditingkatkan kualitasnya dan diperluas dalam rangka
mengembangkan sikap mental, minat, bakat, keterampilan dan kemampuan
anggota masyarakat, menyiapkan dan memberi bekal kepada warga belajar
agar mampu bekerja dan berwira usaha serta meningkatkan martabat dan
kualitas kehidupannya. (TAP MPR Rr No. II/MPR/1993).
Bertitik tolak dari pendapat di atas, bahwa peranan pendidikan luar
sekolah adalah menghasilkan kegiatan edukatif, ditambah dengan keterampilan
sehingga peserta didik terbekali untuk dapat melakukan penyesuaian yang harmonis
antara perkembangan rohaniah dan pertumbuhan jasmaniah, juga mengembangkan
sikap positif dan bertanggung jawab. Dengan demikian pendidikan luar sekolah
menitikberatkan upaya untuk membantu peserta didik dalam mengoptimalisasikan
perkembangan intelektual, perasaan, kemapuan, usaha dan keterampilan, serta untuk
mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupannya.
Untuk mencapai maksud tersebut di atas, maka salah satu bentuk
pelayanan pendidikan luar sekolah yang menitikberatkan pada upaya pemberian
keterampilan kerja kepada peserta, yakni melalui suatu pelatihan. Menurut Peraturan
Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja, dijelaskan bahwa :
Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberikan,
memperolah,
meningkatkan serta
mengembangkan
keterampilan,
produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan
tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya
mengutamakan praktek daripada teori (D. Sudjana, 1996 : 263).
Henry Simamora (1995 : 287), mengemukakan bahwa pelatihan adalah
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Pelatihan
berkenaan dengan perolehan keahlian-keahlian atau pengetahuan tertentu.
Dari pengertian di atas dan dalam kaitannya dengan upaya untuk
membekali keterampilan kepada remaja
bekas korban penyalahgunaan narkotika
agar kelak dapat menyesuaikan diri pada lingkungan masyarakatnya, tanpa
senantiasa menggantungkan diri pada pihak lain terutama orang tuanya. Mengingat
bahwa tanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan Remaja/anak
sebagai generasi muda, merupakan tugas bersama antara orang tua, masyarakat dan
pemerintah, serta tanggung jawab generasi muda itu sendiri. Pembinaan generasi
muda, dijelaskan dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1998, sebagai berikut:
Pembinaan remaja dilaksanakan melalui peningkatan keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembiasaan dan penghayatan
perilaku terpuji, sikap mandiri, berprestasi, dan bertanggung jawab,
peningkatan budaya gemar membaca dan budaya belajar, pertumbuhan
kemampuan dan daya nalar, kemampuan berinisiatif dan berpikir kritis
analitis, pengembangan kreativitas dan keterampilan, peningkatan gizi dan
kesehatan jasmani, penanaman kesadaran akan bahaya penyalahgunaan obat,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; kepekaan terhadap
lingkungan dan pemahaman wawasan kebangsaan serta upaya
menumbuhkan idealisme dan rasa cinta tanah air dalam pembangunan
bangsa dan negara sebagai pengamalan Pancasila.
Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah melalui
Departemen Sosial yang diberi wewenang untuk menangani masalah anak dan
korban penyalahgunaan narkotika, secara teknis diwujudkan dalam bentuk kegiatan
rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, melalui sistem
panti maupun non panti. Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali integritas
diri, kepercayaan diri, kesadaran dan tanggung jawab masa depan, mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sosialnya serta memiliki kemampuan
dan kemauan agar dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara wajar di
masyaraskat. Kegiatan ini bersifat rehabilitatif dan pengembangan yang meliputi
kegiatan bimbingan sosial, bimbingan
mental
dan
pelatihan
keterampilan
kerja/usaha.
Khusus penanganan yang dilakukan melalui sistem panti, maka sejak
dimulainya pada tahun 1986 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI. Nomor
58/HUK/1986, tanggal 3 Juni 1986 tentang dimulainya pelaksanaan Rehabilitasi
Sosial Korban Narkotika dengan sarana dan fasilitas SRPGOT Marga Mulya
Lembang.
Dan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri
Sosial
RI
Nomor
6/HUK/1994, tentang pembentukan 18 panti di lingkungan Departemen Sosial,
salah satu diantaranya adalah "Panti Sosial Pamardi Putra 'Binangkit' Lembang
yang terietak di Kecamatan Lembang Kabupaten Dati II Bandung Propinsi Jawat
Barat hingga sekarang. Lembaga ini mendapat tugas dari pemerintah melalui
Departemen Sosial, untuk menangani remaja/generasi muda
khusunya wanita
(puteri), yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika.
Mekanisme penerimaan Bekas Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk
mengikuti kegiatan rehabilitasi pada Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang, dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan 1
ALUR MEKANISME PENERIMAAN CALON PESERTA
REHABBLLTASI SOSIAL
Kanwil Depsos
PSPP Binangkit
Lembang
Orang tua/Wali dapat
menghubungi PSK di Kec./Cab
Dinas Sosial Kab.
Orang tua/Wali menghubungi
Kanwil Depsos/Dinas Sosial
Propinsi setempat.
Orang tua/Wali dapat
menghubungi langsung PSPP
Binangkit Lembang.
Sumber : Kantor PSPP Binangkit Lembang Kab. Bandung
Dinas Sosial
Cab/Kab. Dati II
Para peserta yang telah resmi diterima menjadi binaan Panti Rehabilitasi
Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang ini, selanjutnya diberi pembinaan, yang
terbagi ke dalam lima kategori : Pertama, Pembinaan fisik, bertujuan untuk
memulihkan kembali kondisi fisik peserta dari keadaan kurang sehat atau loyo
menjadi sehat, bugar dan kuat. Kedua, Bimbingan mental psikologik, bertujuan
untuk membentuk dan membina pertumbuhan kondisi psikis/kepribadian,
emosional, dan berupaya memantapkan sikap mental, integritas diri serta disiplin
diri. Ketiga, Bimbingan moral dan keagamaan,
bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan kemampuan menjalankan ibadah
agama.
Keempat,
Bimbingan
sosial,
bertujuan
untuk
memulihkan
dan
mengembangkan tingkah laku positif peserta, sehingga mereka mau dan mampu
melakukan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar, serta dapat menjalin
hubungan dengan anggota keluarga dan masyarakat secara serasi dan harmonis.
Kelima, Pelatihan keterampilan, yang bertujuan untuk membekali pengetahuan,
keterampilan, dan perubahan sikap, agar kelak setelah kembali ke lingkungan tempat
tinggalnya, dapat memperoleh atau menciptakan suatu pekerjaan/mata pencaharian
secara mandiri,
sehingga
secara berangsur-angsur dapat
mengurangi
rasa
ketergantungannya kepada orang lain, terutama orang tua mereka.
Sesuai dengan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa sejak tahun
1986 hingga tahun 2000, telah dibina dalam bentuk rehabilitasi sosial sebanyak 890
orang, yang terdin dari : Angkatan I s.d V (1986/1987-1990/1991), sebanyak 250
orang; Angkatan VI s.d. X (1991/1992-1995/1996), sebanyak 310 orang; Angkatan
XI (1996/1997), sebanyak 80 orang; Angkatan XII (1997/1998), sebanyak 80 orang;
Angkatan XIII (1998/1999), sebanyak 90; dan Angkatan XIV (1999/2000),
sebanyak 80 orang (Papan informasi data Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang, 1999). Jumlah ini disesuaikan dengan kemampuan dana yang
tersedia, sehingga setiaptahunnya terdapat sekitar30 % pendaftar yang tidak sempat
ditampung atau dilayani.
Dari jumlah tersebut, telah diikutsertakan dalam dua jenis pelatihan
keterampilan , yakni pelatihan tatarias kecantikan dan keterampilan menjahit.
Khusus untuk tahun anggaran 1999/2000, telah bertambah menjadi empat jenis
keterampilan yang dilatihkan, yakni keterampilan tatarias kecantikan, keterampilan
menjahit, keterampilan olah makanan dan keterampilan berkebun tanaman hias.
Memperhatikan data hasil binaan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang di atas, memang nampaknya kita semua patut berbangga hati,
yakni betapa besar upaya pemerintah menangani Bekas Korban Penyalahgunaan
Narkotika. Namun di sisi lain masih terdapat kalangan yang
cenderung
mempertanyakan : "Apakah mungkin orang yang pernah kecanduan narkotika dapat
hidup layak kembali setelah mengikuti upaya rehabilitasi?". Pertanyaan tersebut di
dasarkan adanya asumsi bahwa kecanduan terhadap narkotika dan sejenisnya adalah
tidak jauh berbeda dengan kecanduan yang dialami seorang perokok terhadap rokok
yang disenanginya. Seseorang yang telah kecanduan rokok, sekalipun ia berusaha
menghindari rokok (berhenti merokok), akan tetapi terkadang di saat-saat tertentu
tiba-tiba muncul rasa keinginannya untuk merokok. Dan di saat seperti ini, apabila
yang bersangkutan secara kebetulan mendapatkan sebatang rokok, maka biasanya
cenderung
mengisapnya. Demikian
pula
halnya
dengan
Bekas
Korban
Penyalahgunaan Narkotika, dapat saja melakukannya kembali sekalipun mereka
telah mengikuti tindakan rehabilitatif, terutama apabila terdapat dukungan dari
lingkungan di mana mereka berada.
Selain dari itu, terdapat juga asumsi bahwa seorang Bekas Korban
Penyalahgunaan Narkotika, apabila ia mampu melakukan usaha sendiri (mata
pencaharian) untuk mendapatkan nafkah, bukanlah berarti ia semakin memiliki
kesanggupan membeli narkotika dan semacamnya, melainkan ia cenderung
beranggapan bahwa betapa susahnya untuk mendapatkan uang sebagai hasil usaha
sendiri. Sehingga ia menghindari dalam menggunakan uangnya ke hal-hal yang
tidak berguna, apalagi merugikan dirinyasendiri seperti narkotika dan semacamnya.
Dengan mengikutsertakan para Korban Penyalahgunaan Narkotika pada
pelatihan keterampilan, dimaksudkan untuk membekali mereka pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif guna menciptakan atau melakukan suatu pekerjaan di
kemudian hari setelah kembali ke lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Petunjuk
Teknis Penanganan Masalah Sosial Korban Narkotika (1996 : 20), dijelaskan
tentang tujuan Pelatihan Keterampilan Usaha/kerja/sekolah, adalah sebagai berikut :
"Meningkatkan kemampuan klien dalam berbagai jenis keterampilan usaha/kerja
untuk menunjang kebutuhan masa depannya dan atau melanjutkan pendidikannya"
Kemampuan
seseorang
yang
telah
mengikuti
suatu
pelatihan
keterampilan untuk menciptakan suatu pekerjaan atau mata pencaharian sesuai
dengan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang ia peroleh melalui
pelatihan, merupakan dampak (out come) keberhasilan program pelatihan yang
telah diikutinya. Dalam kaitan ini, Sudjana (1996 : 35), menjelaskan bahwa
"Pengaruh (impact) menyangkut hasil yang dicapai peserta didik atau lulusan.
Pengaruh ini meliputi : (a) perubahan taraf hidup yang ditandai dengan perolehan
pekerjaan, atau berwira usaha, perolehan atau peningkatan pendapatan, kesehatan
dan penampilan diri; (b) kegiatan membelajarkan orang lain atau mengikutsertakari
orang lain dalam memanfaatkan hasil belajar yang telah ia miliki; dan (c)
peningkatan partisipasinya dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat,
baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda, dan dana".
Adanya dampak atau pengaruh keberhasilan pelatihan keterampilan bagi
para lulusannya, setelah mereka memperoleh pembinaan melalui Panti Rehabilitasi
Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa
Barat. Dampak atau pengaruh yang dimaksud adalah perolehan pekerjaan atau
berwira usaha, yang terwujud dalam suatu pengelolaan mata pencaharian sehari-hari.
Hal tersebut secara umum merupakan fokus dari penelitian ini.
B. Pembatasan Masalah/Fokus Penelitian
Perlunya
pembatasan
masalah/fokus
penelitian
ini,
berkaitan
keterbatasan tenaga, waktu, dana, dan kemampuan yang dimiliki peneliti.
Sehubungan dengan hal tesebut, maka dari dua jenis keterampilan (keterampilan
menjadi dan tatarias kecantikan) yang telah diajarkan atau dilatihkan kepada peserta
(lulusan) dan memungkinkan untuk ditelusuri dampaknya terhadap kehidupan
peserta (lulusan), dibatasi hanya terhadap mereka yang telah memperoleh
pengetahuan dan keterampilan menjahit.
Adapun permasalahan yang dijadikan fokus penelitian ini adalah
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian) lulusan pelatihan keterampilan yang
dilaksanakan oleh Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang.
Secara lebih terinci, masalah yang merupakan fokus penelitian ini, dapat dijabarkan
menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
11
1. Sejauh mana pengaruh pengetahuan dan keterampilan lulusan pelatihan
keterampilan , yang diperoleh melalui pelatihan keterampilan menjahit pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usaha mandiri (mata percaharian) ?
2. Bagaimana merencanakan usaha mandiri (mata pencaharian) oleh lulusan
pelatihan keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan
menjahit ?
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan usaha mandiri (mata pencaharian) dalam
kegiatannya sehari-hari oleh lulusan pelatihan keterampilan , yang telah
memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit ?
4. Upaya apa yang dilakukan guna meningkatkan pengelolaan usaha mandiri (mata
pencaharian) oleh lulusan pelatihan keterampilan, yang telah memperoleh
pengetahuan dan keterampilan menjahit ?
5. Faktor apakah yang merupakan pendukung dan penghambat pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian) bagi lulusan pelatihan keterampilan ?
C. Definisi Operasional
1. Pengaruh pengetahuan dan keterampilan terhadap pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian)
Yang dimaksud dengan "Pengaruh pengetahuan dan keterampilan
terhadap pengelolaan usaha mandiri (mata pencahariariT dalam penelitian ini adalah
kontribusi penerapan kepandaian, kecakapan yang dimiliki para lulusan pelatihan
menjahit terhadap penyelesaian berbagai tugas atau pekerjaan dalam mengelola
usaha (mata pencahariannya).
Diterapkannya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
suatu pelatihan, terhadap berbagai tugas atau pekerjaan pada pengelolaan usaha
mandiri (mata pencaharian), merupakan konsekuensi logis adanya kesesuaian antara
tugas atau pekerjaan yang akan diselesaikan dengan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki. Untuk itu, dalam menyelesaikan semua tugas atau pekerjaan pada
suatu usaha mandiri (mata pencaharian), terkadang tidak cukup dengan hanya
mengandalkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui satu jenis
pelatihan saja, melainkan perlu dilengkapi dengan kepandaian dan kecapan lain
sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan "Pengelolaan" sendiri, dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah proses berusaha yang dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan
yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit. Sebagaimana
dijelaskan Badudu-Zein, 1994 : 650 : Pengelolaan diartikan sebagai pengurusan,
penyelenggaraan atau manajemen. Selanjutnya, Donnely, Gibson dan Ivancevich,
1987 : 5, memberikan pengertian tentang manajemen, sebagai berikut :
"Management is the process undertaken by one or more individuals to coordinate
the activities of other to achieve results not a chievable by one individual acting
alone. And the process of management should be studied by any one planning to
become successful manager". Yakni, manajemen adalah proses berusaha yang
dilakukan oleh seseorang atau banyak orang untuk mengkoordinasi berbagai
kegiatan dalam mencapai hasil, di mana kegiatan tersebut telah dapat dilakukan
seseorang individu secara sendirian. Dan proses manajemen akan dimulai dari
seseorang mempelajari perencanaan sampai iamenjadi manajer yang berhasil.
13
2.
Merencanakan usaha mandiri
Yang dimaksud dengan merencanakan usaha mandiri dalam penelitian
ini adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan
menjahit, yang berkenaan dengan upaya persiapan untuk menyelenggarakan suatu
mata pencaharian. Ke dalam kegiatan ini meliputi : penentuan tujuan, penentuan
lokasi (tempat usaha), penyediaan modal, dan penyediaan tenaga pengelola usaha.
Sedangkan "Usaha Mandiri" dalam penelitian ini dimaksudkan adalah
kegiatan yang dilakukan oleh para lulusan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang. Kegiatan tersebut dilakukan dengan sengaja atas kemauan
sendiri dan atau dengan kebersamaan orang lain dalam bidang pekerjaan atau mata
pencahariannya sehari-hari. Selain itu, usaha mandiri dalam penelitian ini juga
dimaksudkan adalah upaya para lulusan Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra
"Binangkit" Lembang dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan kerja yang
ia miliki, sebagai hasil pelatihan keterampilan yang telah diikutinya, terhadap
pengelolaan usaha mata pencahariannya sehari-hari.
Seperti diketahui bahwa pengelolaan suatu usaha (perusahaan), baik
yang bergerak di bidang produksi barang maupun jasa, mempunyai berbagai bentuk
kepemilikan, begitu pula besar kecilnya jenis usaha tersebut. Menurut Vernon A.
Musselman dan John H. Jackson (1989), dalam bukunya : " Ekonomi Perusahaan :
Konsep-Konsep dan Praktek-Praktek Sezaman", mengemukakan bahwa bentuk
pemilikan suatu perusahaan dapat dibedakan atas : (1) pemilikan tunggal
(perusahaan perseorangan); (2) persekutuan; (3) usaha patungan; dan (4) bentuk lain,
seperti koperasi dan perusahaan bersama. Sedangkan dari segi kepemilikan modal
dan jumlah karyawan, perusahaan dapat dibedakan atas : (1) perusahaan kecil; dan
(2) perusahaan besar.
Berdasarkan uraian di atas, dalam pembahasan pada tesis ini hanya
akan menguraikan tentang usaha (perusahaan) kecil, dengan kepemilikan tunggal
(perseorangan). Perusahaan kecil, sebagaimana dijelaskan Vernon A.M, dan J.H.
Jackson (1989 : 194), adalah perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan secara
mandiri (independen) dan tidak dominan dalam bidang operasinya. Pada umumnya
perusahaan kecil mempunyai sedikit karyawan, investasi modal terbatas, dan jumlah
penjualan yang rendah. Suatu perusahan yang dianggap kecil kalau paling sedikit
terpenulii dua dari kriteria berikut : (l)Manajemennya bebas, biasanya manajemya
adalah pemiliknya; (2) Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil
individu; (3) Operasi adalah setempat. Karyawan dan pemilik bertempat tinggal
dalam satu kelompok pemukiman (pasar yang dilayani tidak harus setempat); (4)
Dalam bidang industri bersangkutan, ukurannya relatif kecil. Perusahaan dianggap
kecil bila dibandingkan dengan unit terbesar dalam bidangnya (ukuran kelompok
terbesar sangat berbeda sehingga apa yng mungkin kelihatannya besar dalam satu
bidang, nampaknya kecil dalam bidang lainnya). Selanjutnya dijelaskan pula tentang
karakteristik perusahaan kecil, sebagai berikut:
Manajemen. Karena manajer-manajer perusahaan kecil adalah juga pemiliknya,
mereka dapat mengambil keputusan sendiri. Sebagai pelaksana kecil pemilik adalah
investor dan sekaligus pengusaha. Hal ini memungkinkannya bergerak bebas dalam
arti yang seluas-luasnya.
15
Kebutuhan modal. Jumlah modal yang diperlukan relatif kecil dibanding modal
yang diperlukan oleh kebanyakan perusahaan besar. Modal ini biasanya dipasok
oleh satu orang atau palingbanyak oleh beberapa orang.
Operasi setempat. Bagi sebagian besar perusahan kecil, daerah operasinya adalah
wilayah setempat. Pengusaha dan karyawannya bertempat tinggal di lingkungan di
mana perusahaan tersebut berlokasi. Namun ini tidak berarti bahwa perusahaan
kecil hanya melayani pasar setempat.
Perbedaan antara perusahaan kecil dengan perusahaan besar, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
PERBEDAAN ANTARA PERUSAHAAN KECIL DENGAN
PERUSAHAAN BESAR
Perusahaan kecil
Perusahaan besar
Umumnya dikelola oleh pemilik
Struktur organisasinya sederhana.
Pemilik mengenal karyawannya
Persentase tinggi dalam kegagalan
perusahaan
Kurangnya manajer berspesialisasi
Biasanya dikelola oleh bukan
pemilik
Struktur organisasinya kompleks
Pemilik mengenal hanya sedikit
karyawannya
Persentase rendah dalam kegagalan
perusahaan
Biasanya
terdapat
manajemen
berspesialisasi
Sukar
panjang
mendapat
modal
jangka
Modal jangka panjang biasanya
relatif mudah diperoleh
Sumber : Vernon A.Musselman & John H. Jackson, 1989: 196.
Memperhatikan perbedaan kedua bentuk usaha (perusahaan) di atas,
bila dikaitkan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
semakin meningkatnya sumber daya, khususnya sumber daya manusia, baik mutu
maupun jumlahnya, serta berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka
16
perbedaan-perbedaan yang cukup mencolok tersebut dapat diperkecil. Misalnya dari
segi sumber daya manusia, perusahaan kecil dapat mempersiapkan sumber daya
yang handal, terampil dan profesional melalui berbagai cara, salah satunya adalah
melalui pelatihan keterampilan.
Dari segi permodalan, dengan lahirnya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, berarti usaha kecil bukan
berarti sulit untuk mendapatkan bantuan permodalan, namun jangka waktu
pemberian bantuan modal tetap disesuaikan dengan volume usaha yang dilakukan
oleh perusahaan kecil yang bersangkutan. Seperti dikemukakan pada penjelasan
pasal 25 undang-undang tersebut di atas, bahwa:
Tata cara pembiayaan dan peminjaman Usaha Kecil diupayakan
dengan sederhana dan mudah serta dengan persyaratan yang ringan. Prioritas
pemberian pembiayaan dan penjaminan diberikan kepada kelompok atau
lapisan Usaha Kecil yang jumlahnya paling besar, sedangkan jangka waktu
pembiayaan ditetapkan secara luwes, sesuai dengan kelayakan dari Usaha
Kecil yang bersangkutan (B.N.Marbun, 1996 : 139).
Sebaliknya perusahaan yang berskala besar, jumlahnya tidak sedikit
yang telah mendapatkan bantuan permodalan cukup besar serta jangka waktunya
yang relatif panjang, namun tidak sedikit pula dari jumlah perusahaan tersebut telah
menyalahgunakan pinjaman modal yang diberikan kepadanya, akibatnya negara
yang dirugikan. Dari kenyataan ini, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang
suasananya menjadi terbalik, yakni pemberian pinjaman yang berjangka panjang
justru lebih banyak diperuntukkan bagi perusahaan kecil.
Mengenai perusahaan dengan kepemilikan tunggal
(perusahaan
perseorangan), sebagaimana dijelaskan oleh Vernon A.M, dan J.H. Jackson (1989 :
70), adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan oleh satu orang (di
17
Indonesia, bentuk perusahaan seperti ini dikenal dengan sebutan perusahaan
perseorangan). Bentuk ini adalah yang paling banyak dan sederhana serta paling
lama dari organisasi perusahaan.
Setelah menyimak penjelasan tentang perusahaan kecil berikut
karakteristiknya, dan perusahaan perseorangan, maka pengelolaan usaha mandiri
oleh mereka yang telah mengikuti pelatihan keterampilan menjahit pada Panti
Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang yang menjadi fokus
penelitian, adalah jenis usaha yang memadukan kedua ciri di atas, yakni usaha
mandiri yang kecil dan dikelola perseorangan. Dalam artian bahwa tidak tertutup
kemungkinan usaha mandiri (mata pencaharian) tersebut mempekerjakan orang
lain, sekalipun jumlahnya terbatas.
3. Mekanisme pelaksanaan usaha mandiri dalam kegiatannya sehari-hari
Yang dimaksud dengan : "Mekanisme pelaksanaan usaha mandiri dalam
kegiatannya sehari-hari" dalam penelitian ini adalah cara kerja dalam melakukan
kegiatan usaha (mata pencaharian) setiap hari, guna mendapatkan keuntungan (laba),
yang meliputi :
menyiapkan dan mengolah bahan menjadi hasil produksi,
memasarkan hasil produksi, peralatan kerja, pengadministrasian kegiatan usaha, dan
cara untuk mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Meningkatkan pengelolaan usaha mandiri
Yang dimaksud dengan : "Meningkatkan pengelolaan usaha mandiri"
dalam penelitian ini adalah proses kegiatan, baik yang telah maupun yang sedang
dilaksanakan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit, selaku pengelola
usaha (mata pencaharian), guna menambah atau semakin memperbaiki pelaksanaan
usahanya. Termasuk ke dalam proses kegiatan ini meliputi : penambahan dan
perluasan lokasi (tempat usaha); penambahan modal, baik jumlah, penggunaan,
maupun pengamanannya; penambahan tenaga pengelola, meliputi jumlah personil,
serta penambahan pengetahuan dan keterampilannya; penambahan peralatan kerja,
baik jumlah, mutu, maupun perawatannya; perbaikan produksi, meliputi jumlah,
jenis dan mutunya; perluasan pemasaran, meliputi cara dan prekuensinya; perbaikan
administrasi usaha, meliputijenis dan cara mengerjakannya; dan upaya memperbaiki
penanganan kesehatan dan keselamatan kerja, baik berupa tindakan maupun
penyediaan sarananya.
5. Faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
Yang dimaksud dengan : "Faktor pendukung pengelolaan" dalam penelitian
ini adalah sesuatu hal (keadaan, peristiwa) yang menyokong, membantu, atau
menunjang proses berusaha (bermata pencaharian), yang dilaksanakan oleh para
lulusan pelatihan keterampilan menjahit. Sedangkan "Faktor penghambat" adalah
sesuatu hal (keadaan, peristiwa) membuat proses berusaha (bermata pencaharian)
yang dilaksanakan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit, menjadi
lambat, tidak lancar. Kedua faktor tersebut, baik pendiikung maupun penghambat,
dapat bersumber dari pengelola itu sendiri (internal), serta dapat bersumber dari luar
(eksternal).
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pefmasaiahah yang telah diuraikan, maka secara umum
penelitian ini bertujuan unttik,memperoleh gambaran mengeilai pengelolaan usaha
mandiri atau mata p^hcahatiah sehari-hari para lulusan pelatihan keterampilanr,
khususnya keterarrfpilan hlenjahit, yang telah selesai mengikuti pembthaafi pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten Bandung
Propinsi Jawa Barat. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1.
Mengetahui tentang pengaruh pengetahuan dan keterampilan lulusan pelatihan
keterampilan, yang diperoleh melalui pelatihan keterampilan menjahit pada
Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang, terhadap
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian).
2.
Mengetahui tentang cara merencanakan usaha mandiri oleh lulusan pelatihan
keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit.
3.
Memperoleh gambaran tentang mekanisme pelaksanaan usaha mandiri (mata
pencaharian)
dalam
kegiatannya
sehari-hari,
oleh
lulusan
pelatihan
keterampilan, yang telah memperolehpengetahuan dan keterampilan menjahit.
4.
Memperoleh gambaran tentang upaya yang dilakukan guna meningkatkan
pengelolaan usaha mandiri (mata pencaharian)
oleh lulusan
pelatihan
keterampilan, yang telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjahit.
5.
Memperoleh gambaran tentang faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
usaha mandiri (mata pencaharian) bagi lulusan pelatihan keterampilan.
E. Manfaat Penelitian
Informasi yang dapat diungkapkan melalui penelitian ini, diharapkan
bermanfaat untuk:
1.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
pengembangan kompetensi profesional Pendidikan Luar Sekolah, khusunya
terhadap
pengelolaan
keterampilan.
sistem
pembelajaran
melalui
suatu
pelatihan
20
2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam
upaya perbaikan atau penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan keterampilan,
khususnya keterampilan menjahit
bagi Bekas Korban Penyalahgunaan
Narkotika di Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang,
serta penyempurnaan dalam mengelola usaha mandiri (mata pencaharian),
sebagai salah satu dampak dari hasil penyelenggaraan suatu pelatihan.
F. Kerangka Berpikir
Upaya pembelajaran melalui pelatihan keterampilanmenjahit yang dilakukan
oleh Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra "Binangkit" Lembang Kabupaten
Bandung Propinsi Jawa Barat, merupakan salah satu wujud penyelenggaraan satuan
Pendidikan Luar Sekolah yang dilaksanakan oleh lembaga tersebut. Hasil pelatihan
ini tentunya memberikan pengaruh atau dampak terhadap diri para lulusannya
setelah kembali kemasyarakatnya.
Dari sinilah penelitian ini ingin melihat gambaran tentang apa yang
dilakukan oleh para lulusan pelatihan keterampilan menjahit tersebut, berkaitan
dengan mata pencaharian yang dilakukannya. Untuk lebih jelasnya kerangka
berpikir penelitian ini dapat dijelaskan dalam sebuah bagan, sebagaimana tertera
pada bagan 2 (pada halaman berikut):
Bagan 2
KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN
Input
Remaja/Pemuda
Pemerintah
PSPP Sebagai Penyelenggara
Pelatihan Keterampilan
Lulusan
Hasil
Penelitian
Pengelolaan Usaha Mandiri
(Mata Pencaharian)
21
Pengaruh
^D,%~
BAB HI
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam
tentang "Pengelolaan Usaha Mandiri Lulusan Pelatihan Keterampilan Bekas
Korban Penyalahgunaan Narkotika" dengan menggunakan pendekatan "Kualitatif
yang berbentuk "Studi Kasus". Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini bertujuan untuk mengungkapkan data yang ada di lapangan dengan cara
menguraikan
dan menginterpretasikan
sesuatu seperti apa adanya
serta
menghubungkan sebab akibat terhadap sesuatu yang terjadi agar diperoleh
gambaran realita sosial yang sebenamya.
Bogdan dan Taylor (1975 :5) mendefinisikan "metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif bempa : kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Sejalan
dengan pendapat tersebut, Kirk dan Miller (1986 :9) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya
dan
dalam
peristilahannya (Moleong, 1998 : 3).
Pendekatan kualitatif di dasarkan atas fenomenologis yang pada
dasamya bertujuan untuk memperoleh pemahaman (verstehen)
71
dan pengertian
12"
(understanding) tentang perilaku manusia ditinjau dari pelaku itu sendiri. Peneliti
kualitatif dalam orientasi fenomenologis sebagaimana dikemukakan oleh Geetsz
(1973), mencoba untuk memahami apa yang ia teliti dengan tekanan pada aspekaspek subjektif dari perilaku orang-orang, agar mengerti bagaimana dan apa
"meaning"
sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Fenomenologis
percaya, bahwa umat manusia mempunyai banyak cara menginterpretasikan
pengalaman, dan masing-masing dapat mengiterpretasikan melalui interaksi
dengan orang lain dan "meaning" dari pengalaman kita membentuk realitas
(Bogdan dan Biklen, 1982 : 30).
Pada bagian lain Bogdan dan Biklen (1982 -.27-29), menjelaskan
bahwa ada lima karakteristik dalam pendekatan kualitatif, yakni:
(1) Penelitian kualitatif hakekatnya mendapatkan data langsung dari sumbernya,
dan peneliti sebagai instrumen inti. Peneliti langsung mengikuti kehidupan :
sekolah, keluarga, tetangga ataulokasi lainyang menyangkut pendidikan.
(2) Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan meliputi
transkrip interview, foto, catatan lapangan, video tape, dokumen dan catatan
lainnya.
(3) Penelitian kualitatif lebih menekankan kepada proses daripada hasil atau
produk.
(4) Penelitian kualitatif berkecendemngan menganalisis data secara induktif.
Studi kualitatif tidak membuat hipotesis. Teori dikembangkan dari bawahdisebut "grounded theory " .
ir
(5)
"Meaning" adalah esensi penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif disebut
"participant perspective"
dan penelitian kualitatif percaya bahwa yang
didapat secara perspektif adalah akurat.
Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, S. Nasution secara
terinci
menjabarkan karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut: (1) Sumber data
ialah situasi yang wajar atau "natural setting"; (2) Peneliti sebagai instrumen
penelitian. Peneliti adalah "key instrument" atau alat penelitian utama; (3) Sangat
deskriptif; (4) Mementingkan proses maupun produk; (5) Mencari makna di
belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau
situasi; (6) Mengutamakan data langsung atau "first hand"; (7) Triangulasi, yaitu
memeriksa kebenaran data dengan cara memperoleh data dari sumber lain; (8)
Menonjolkan rincian kontekstual; (9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan
sama dengan peneliti; (10) Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan
pandangan responden tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia
dari segi pendiriannya; (11) Verifikasi, yaitu mencari kasus lain yang berbeda
dengan apa yang telah ditemukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya;
(12) Sampling yang purposif, dipilih menurut tujuan penelitian; (13) Menggunakan
"audit trial", yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah
laporan penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan; (14) Partisipasi tanpa
mengganggu untuk memperoleh situasi yang "natural" atau yang wajar; (15)
Mengadakan analisis sejak awal penelitian; dan (16) Desain penelitian tampil
dalam proses penelitian (S. Nasution, 1988 : 9-12).
Adapun penggunaan studi kasus dalam penelitian ini dimaksudkan
adalah penelitian yang sengaja dilakukan untuk mendalami tentang pengelolaan
kegiatan usaha mandiri atau pengelolaan mata pencaharian sehari-hari Para
Lulusan pelatihan keterampilan, yang meliputi : 1) Merencanakan usaha mandiri;
(2) Pelaksanaan usaha mandiri; (3) Upaya meningkatkan usaha mandiri; dan (4)
Berbagai faktor pendukung dan penghambat pengelolaan usaha mandiri; serta (5)
Pengaruh pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan
keterampilan terhadap upaya pengelolaan usaha mandiri atau pengelolaan mata
pencaharian sehari-hari Bekas Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Penelitian kasus adalah penelitian yang mendalam mengenai unit
kehidupan sosial tertentu seperti individu, kelompok, keluarga, lembaga atau
masyarakat yang hasilnya mempakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi
secara baik mengenai unit tersebut. Dalam kaitan ini, Jaspan Helen (1960),
mengemukakan pengertian studi kasus, sebagai berikut:
Case study adalah kumpulan dari semua bahan-bahan yang berguna
dari seseorang yang ditulis sedemikian mpa sehingga memberikan suatu
gambaran yang jelas tentang latar belakang dan keadaan seseorang pada
waktu ini yang mempakan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap
case tersebut. (Jaspan Helen, 1960 : 134).
Walaupun pengertian di atas, secara khusus di tujukan kepada
individu atau seseorang sebagai obyek perhatian dari studi kasus tersebut, akan
tetapi pada dasamya studi kasus itu bemsaha menyelidiki banyak aspek, namun
sedikit obyek. Studi kasus bemsaha menggambarkan
suatu keadaan yang
sesungguhnya pada waktu sekarang, sehingga dapat dijadikan dasar untuk
7T
penyelidikan selanjutnya terhadap keadaan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
dikemukakan sifat khas dari studi kasus, yaitu :
Suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan
(wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka
"studi kasus", dipelajari sebagai suatu keselumhan yang terintegrasi.
Tujuannya adalah untuk memperkembangkan
pengetahuan yang
mendalam mengenai obyek yang bersangkutan, yang berarti bahwa studi
kasus disifatkan sebagai suatu penelitian yang eksploratif (Vredenbregt, J,
1977 : 380).
Selanjutnya dikemukakan bahwa : "Studi kasus umumnya dipakai
dalam rangka studi eksploratif saja. Jadi bukan menguji suatu hipotesis melainkan
studi kasus justm berguna untuk memperkembangkan hipotesis, ..."(Vredenbregt,
J, 1977 : 43). Sedangkan yang dimaksud eksploratif adalah suatu istilah untuk
menunjukkan
penyelidikan atau pemeriksaan untuk tujuan diagnostic
(Komaraddin, 1984 : 93).
B. Subyek Yang Diteliti (Responden)
Dalam penel