PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI PERMAINAN UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU SOSIAL SISWA SD :Studi ke arah Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan perilaku sosial siswa kelas I SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal Serang.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi oprasional, asumsi, metode dan teknik penelitian, populasi dan sampel penelitian, dan sistematika.

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah calon pewaris bangsa dan merupakan amanah. menjaga meraka adalah kewajiban kita bersama antara orang tua, guru dan pemerintah karena jika mereka diterlantarkan tanpa pengawasan niscaya mereka akan menjadi orang celaka. Akan tetapi terlalu sayang (over protective) juga akan menghambat anak untuk bersosialisasi, dan permasalahan yang sering timbul pada saat ini adalah meningkatnya kenakalan anak-anak antara lain anak menjadi arogan, ingin menang sendiri, susah diatur dan atau sebaliknya anak menjadi pemalu, menurunnya prestasi belajar, kurang mandiri atau memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang tuanya, berdasarkan hasil penelitian Pujiana (2005 :135) menyatakan bahwa:

Hambatan perkembangan sosial yang dialami anak masa usia dini pada umumnya dikarenakan kurangnya pengalaman sosial yang mereka peroleh dalam lingkungan rumah maupun lingkungan luar rumah, bermain merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan dunia anak-anak. maka melalui bermain anak akan memperoleh pengalaman sosial sehingga akan meningkatkan rasa sosial, emosional, kecerdasan bahkan meningkatkan kemampuan anak untuk memecahkan berbagai persoalan.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan tempat penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak dan guru sebagai tenaga profesional yang diharapkan dapat mengembangkan kompetensi siswanya yang meliputi perkembangan akademis,


(2)

keterampilan sosial, dan memiliki kemandirian hal ini ditegaskan dalam undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bab I Pasal 1 menyebutkan “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Dengan demikian bahwa tugas guru adalah sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk mengajar, melatih, mengarahkan, membimbing dan mengevaluasi siswanya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah khususnya dan pendidikan nasional pada umumnya, hal ini ditegaskan dalam undang-undang guru dan dosen no 14 tahun 2005 pasal 6 menyatakan bahwa :

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, berdasarkan PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional, yang bertujuan untuk memandirikan siswa. konselor merupakan tenaga kependidikan yang memiliki tugas dan tanggungjawab dalam mengembangkan pribadi, sosial, belajar dan karir melalui kegiatan pengembangan diri. permen diknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan yang disusun dalam bentuk KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).

Untuk mencapai kemadirian siswa, guru sebagai tenaga profesional di sekolah hendaknya dapat menjadi teladan bagi siswanya karena guru pada dasarnya


(3)

digugu dan ditiru terutama bagi guru-guru yang mengajar di kelas rendah (kelas I SD) karena pada anak usia SD ini mereka lebih senang meniru, mengikuti apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, dari orang dewasa maka guru sebagai agen perilaku siswa di sekolah dan orang tua sebagai agen perilaku anak di rumah hendaknya dapat menjadi tokoh idola anak-anaknya.

Dunia anak adalah dunia bermain, pada masa anak-anak bermain, belajar, bekerja merupakan satu sistem yang tidak bisa dipisahkan sebab bermain dapat mengasah pengetahuan anak, mengembangkan emosi, motorik, sosial, serta intelektual anak, karena dengan bermain dan berinteraksi dengan orang lain maka akan mengoptimalkan indra anak. Permasalahan yang timbul pada saat ini adalah meningkatnya kenakalan anak-anak, pemalu, menurunya prestasi belajar, kurang kemandirian serta rasa ketergantungan yang tinggi pada orang tuanya,

Dari hasil pengamatan peneliti Permasalahan yang dialami oleh SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal Serang adalah sering menghadapi siswa-siswa yang kurang mandiri, menurunnya prestasi belajar dan rasa kurang percaya diri (pemalu), ingin menang sendiri, ingin selalu berkuasa, suka mengganggu temannya khususnya di kelas I dan banyak siswa yang selama berada di sekolah harus ditunggui oleh orang tuanya, hal ini akan merepotkan orang tua karena waktunya banyak tersita hanya untuk menunggu anak-anaknya.

Dari hasil pengamatan guru kelas 1 SD Pasir Kadusirung Cikeusal bahwa ditemukan adanya beberapa siswa yang kemampuan sosialisasi atau perilaku sosial rendah hal ini dapat dibuktikan adanya beberpa siswa yang menunjukan perilaku asosial (kurang sosial) seperti ingin menang sendiri, ingin menguasai orang lain,


(4)

sulit diatur, tidak mau mengalah, tidak mau antri, ingin selalu diperhatikan, memilih-milih teman, penyendiri, cepat marah, cengeng, suka usil dan mengganggu temannya.

Perilaku asosial atau kurang memiliki rasa sosial tersebut dimungkinkan akan menjadi karakter, perubahan sosial juga dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan norma dan pola atau system dalam tingkah laku sosial hal ini sesuai dengan pendapat Lowrence ( 1977 : 428) “the boundaries of our norms and paterns of social actiohns” maka penciptaan lingkungan sosial sangat dibutuhkan dalam rangka membentuk perilaku sosial anak. apabila tidak diberi bimbingan dengan baik khususnya oleh lingkungan yang paling dekat dengan anak, yaitu keluarga, sekolah dan teman bermain. Perilaku sosial dapat berubah sesuai dengan lingkungan sosial dan atau kelompok sosial yang memberikan dukungan, kepercayaan, kegembiraan dan kebebasan dari lingkungan sekolah atau keluarga, jika keluarga ataupun sekolah kurang memperdulikan perkembangan siswa dan menciptakan situasi, kondisi, serta kepercayaan kepada siswa dimungkinkan dapat menciptakan perilaku asosial, maka dengan kepercayaan, kebebasan, kegembiraan dalam permainan dimungkinkan dapat merubah perilaku siswa yang kurang sosial kearah perilaku yang lebih bersifat sosial.

Hal ini sesuai dengan pendapat Lowrence S.W (1977 :335) “Directly opposed to the situational emphasis is one that sees prejudice as a result of the prejudiced person”s conflicts and maladjustments”. Bahwa secara langsung dapat di lihat bahwa situasi yang penuh dengan prasangka atau tekanan dan ketidak percaya


(5)

akan menghasilkan konflik individu dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan harapan.

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial atau tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain, karena dengan kehadiran orang lain dapat membantu/ mendorong prestasi seseorang, hal ini dapat diamati melalui permainan-permainan anak seperti bersepeda, anak cepat pandai bersepeda jika bersama teman-temannya dibandingkan dengan bermain sendiri.

Menurut Sitti Hartinah (2008 : 46) memberikan tiga ciri utama pada masa kanak-kanak yaitu: (1) Dorongan fisik untuk untuk melakukan berbagai bentuk permainan kegiatan yang menuntut keterampilan gerak/fisisk, (2) Dorongan anak untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (peer group), dan (3) Dorongan mental untuk memasuki dunia konsep-konsep logika, simbol, dan komunikasi secara dewasa.

Seperti yang diungkapkan pada point pertama, bahwa anak memiliki dorongan fisik untuk melakukan berbagai bentuk permainan dan kegiatan yang menuntut keterampilan/gerak fisik, maka guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling dan atau guru kelas dalam menyampaikan pembelajaran di kelas hendaknya di sesuikan dengan tahap perkembangan siswa, menurut pendapat para ahli bahwa permainan merupakan salah satu metode yang sesuai untuk belajar keterampilan berfikir, menyelesaikan masalah (permainan educatif), permainan juga dapat membuat suasana menyenangkan dan santai (permainan rekreatif), serta dapat menambah wawasan keilmuan dan teknologi (permainan informatif). Pembelajaran yang santai dan menyenangkan dengan menggunakan strategi, metoda, media dan materi yang menarik serta mudah di ikuti anak, akan menimbulkan minat, motivasi dan semangat anak untuk berprestasi.


(6)

Permainan merupakan metode pembelajaran yang dapat memanfaatkan seluruh kepribadian siswa karena dapat menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang di dasarkan pada aktivitas siswa yang berarti siswa bergerak aktif secara fisik, karena gerak fisik dapat meningkatkan proses mental, karena bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh (conteks motor) terletak tepat di sebelah bagian otak yang digunakan untuk berfikir dan memecahkan masalah, oleh karena itu menghalangi gerak tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal, sebaliknya dengan melibatkan tubuh dalam belajar cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu sepenuhnya pada diri siswa. Permainan merupakan sebuah metoda alternatif dalam berkomunikasi (violet, 1988) menyebutnya dengan “a windows to our children” teknik yang kreatif akan mengurangi masalah tingkah laku, membentuk pola pikir yang sehat, sifat afeksi dan mengembangkan interpersonal dengan bermain anak belajar secara bermakna. Melalui model permainan sebagai wahana yang sebagian besar anak-anak menyukainya.

Bimbingan kelompok merupakan upaya membantu individu dalam suasana kelompok agar individu dapat memahami dirinya mencegah serta memperbaiki dengan memanfaatkan dinamika kelompok agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembangannya secara optimal. Bimbingan kelompok pada umumnya dengan memanfaatkan dinamika kelompok, kelompok yang dinamis adalah kelompok yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut dalam makalah Prayitno, (1999:2) (1) saling hubungan yang dinamis, (2) tujuan bersama, (3) besarnya dan sifat


(7)

hubungan dalam kelompok, (4) etiket dan sikap terhadap orang lain, (5) dan kemampuan mandiri.

Dengan demikian perpaduan bimbingan kelompok melalui dinamika kelompok yang didalamnya terdapat permaian kelompok dimungkinkan dapat membentuk perilaku sosial anak, karena dalam kelompok yang efektif diharapkan adanya kerjasama, etiket dan sikap yang baik pada orang lain, serta kemandirian dari setiap anggotanya. Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan kelompok dan permainan karena keduanya memiliki kesamaan prinsip yaitu kebersamaan, maka dengan kebersamaan inilah akan terbentuknya suatu kelompok yang dinamis, dan diharapkan dalam kelompok dapat terbentuk prilaku sosial anak.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa, dijenjang Sekolah Dasar pada umumnya belum ada guru bimbingan dan kanseling yang khusus menangani dan melayanai kegiatan konseling bagi anak, namun demikian sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia sekolah dasar, kebutuhan akan pelayanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan meskipun kenyataannya belum adanya guru bimbingan dan konseling, walaupun layanan konseling ada namun berbeda dari kinerja konselor dijenjang sekolah menengah dan jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif dijenjang sekolah dasar, guru kelas dapat memposisikan diri sebagai guru bimbingan dan konseling di kelas dengan yang menjadi tanggungjawabnya dengan teknik-teknik yang menyenangkan seperti permainan.

Sehubungan dengan permasalahan diatas yaitu pentingnya sosialisasi dengan orang lain atau kelompok maka perlu kiranya dikembangkan perilaku sosial


(8)

anak-anak kearah positif dengan melalui bimbingan kelompok. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan prilaku sosial siswa.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini diarahkan untuk mengungkapkan profil perilaku siswa dan manfaat permainan bagi anak serta program bimbingan dan konseling yang dapat mengembangkan perilaku sosial siswa, untuk mencapai tujuan penelitian tersebut peneliti berusaha memahami terlebih dahulu mengenai berbagai permasalahan yang hendak diteliti, antara lain :

1. Seperti apa profil perilaku sosial siswa kelas I SDN Pasir Kadusirung Cikeusal Serang?

2. Program bimbingan dan konseling seperti apa yang sesuai dengan siswa kelas I SDN Kadusirung Cikeusal Serang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tersusunnya program bimbingan dan konseling kelompok dengan permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa di SDN Pasir Kadusirung Cikeusal Serang, maka secara rinci penelitian bertujuan untuk :

1 Mengetahui profil perilaku sosial siswa kelas I SDN Pasir Kadusirung Cikeusal Serang

2 Menghasilkan Program bimbingan dan konseling seperti yang sesuai dengan siswa SDN Pasir Kadusirung Cikeusal Serang.


(9)

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan terutama masalah permainan yang dapat mengembangkan perilaku sosial siswa.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan bagi guru bimbingan dan konseling, guru kelas atau fihak-fihak yang konsen dan tertarik dengan masalah perilaku sosial siswa.

3. Dapat mengungkapkan profile perilaku anak dengan melalui permaina-permainan kelompok.

4. Hasil dari analisa permainan ini dapat digunakan dalam mengukur tingkat sosialitas anak.

5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan membuka hati para orang tua, guru dalam memberikan bimbingan sosial bagi anaknya.

6. Diharapkan dengan penelitian ini dapat membuka peluang dan pemikiran para pemegang kebijakan pendidikan untuk segera mengalokasikan guru untuk sekolah dasar.

E. Definisi Oprasional

Bimbingan kelompok menurut Gazda (1978) (dalam makalah Prayitno) menyatakan: “layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dalam suasana kelompok, bimbingan kelompok merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyususn rencana dan keputusan yang tepat”.

Bimbingan kelompok lebih cocok untuk anak yang mengalami kesulitan bersosialisasi atau berperilaku kurang sosial dalam hal ini suka mengganggu orang


(10)

lain, mau menang sendiri (egois), tidak mau menerima kekalahan dan jika perilaku dilakukan berulang-ulang dimungkinkan akan membentuk sikap dan kebiasaan. Maka salah satu upaya guru bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan dapat membantu mengembangkan perilaku sosial anak agar siswa dapat diterima oleh lingkungannya dan menerima keadaan lingkungannya serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri, menurut David Schneider (Wirawan sarlito, 1996 : 36) menyatakan bahwa “manusia merupakan bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga memiliki tanggungjawab satu dengan yang lainnya dan secara bersama-sama mengejar kebahagian”.

Dinamika kelompok merupakan bidang ilmu pengetahuan sosial, khususnya ilmu tentang perilaku manusia (behavior science), dinamika kelompok diciptakan oleh Kurt Lewin (1946) pada saat kelompok lebih menonjolkan kepentingan perseorangan akibat dari sifat individualitasnya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diciptakan latihan-latihan dengan melalui permainan kelompok agar terciptanya suatu kerjasama atau peleburan anggota kelompok secara penuh, setiap kelompok memiliki kesadaran dan tanggungjawab bersama, maka dinamika kelompok bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa atau perilaku sosial siswa.

Permaianan merupakan metode atau cara yang tepat dalam pembelajaran yang dapat memanfaatkan seluruh kepribadian siswa agar siswa bergerak aktif secara fisik, karena gerak fisik dapat meningkatkan proses mental, karena bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh (conteks motor) terletak tepat


(11)

disebelah bagian otak yang digunakan untuk berfikir dan memecahkan masalah, oleh karena itu menghalangi gerak tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal, sebaliknya dengan melibatkan tubuh dalam belajar cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu sepenuhnya pada diri siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Dave Meier ( 2005:90)

Belajar dengan menggunakan aktivitas fisik secara umum lebih efektif, belajar tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu lama akan melumpuhkan otak dan belajarpun melambat layaknya merayap atau bahkan berhenti. Belajar yang melibatkan fisik akan membangkitkan proses mental dan cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu.

Belajar yang melibatkan fisik antara lain : membuat model, menciptakan sesuatu, memperagakan sesuatu, membicarakan dan merefleksikan pengalaman, simulasi, permaianan (games), melakukan tinjauan lapangan dan penelitian akan merangsang minat belajar siswa karena dalam permainan terdapat hubungan pikiran dan tubuh, maka agar minat belajar anak meningkat ciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu kewaktu.

F. Asumsi

1. Perilaku sosial akan mendorong rasa sosialitas dan penyesuaian diri anak untuk mengikuti pelajaran di sekolah dengan rasa aman dan nyaman.

2. Perilaku sosial anak dapat dikembangkan melalui bimbingan kelompok dengan teknik bermain.

3. Layanan bimbingan dan konseling akan mudah diterima dan difahami oleh personil sekolah apabila secara langsung dapat dirasakan manfaatnya.


(12)

4. Untuk memberikan layanan bimbingan kelompok agar menarik maka perlu dikemas dengan cara yang menarik diantaranya dengan permainan.

5. Program bimbingan kelompok dengan melalui permainan dirasakan lebih efektif karena dengan permainan akan tercipta suasana yang santai dan menyenangkan Menurut Nandang (Hildegard et.el,1993) guru tidak hanya mengajar, memerintah, menasehati melainkan dengan cara memberikan contoh, rangsangan, dorongan serta motivasi siswa untuk berfikir kreatif dan menemukan sendiri, guru sebagai patner bukan sebagai “bos”

G. Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian secara spesifik dengan menggunakan angka statistik, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai penyajian hasilnya.

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan utama pada penelitian ini, sedangkan sebagai pendekatan penunjang digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran faktual dilapangan, dalam penelitian ini data akan diperoleh melalui penggunaan instrumen angket dan pedoman observasi.

Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan program bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Penelitian deskritif yang dilakukan dengan menggunakan metode survei (Soehartono, 1999: 35). Alasan lainnya memilih metode deskriptif, karena peneliti


(13)

bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi dari pengamatan mengenai perilaku sosial siswa Sekolah Dasar.

Setelah diperolah data empiris mengenai profil perilaku sosial siswa Sekolah Dasar, diharapkan penelitian ini menghasilkan suatu produk pengembangan program bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa Sekolah Dasar.

H. Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan untuk memperoleh pemahaman mengenai perilaku sosial anak di Kelas I SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal ini peneliti menggunakan instrumen yang berupa pedoman observasi mengenai perilaku sosial pada saat bermain atau mengikuti pelajaran di kelas, serta dilengkapi dengan pedoman wawancara dan pengamatan guru kelas, serta angket perilaku sosial yang diisi oleh guru kelas sehingga hasil penelitian ini dapat menghasilkan suatu bentuk karya ilmiah yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pedoman observasi merupakan instrumen utama, mengingat anak SD dirasakan belum dapat mengisi angket sendiri, sedangkan wawancara dengan orang tua siswa dan pengamatan peneliti serta dilengkapai dengan angket perilaku sosial yang diisi oleh guru kelas I, dari keempat teknik tersebut masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, maka untuk mendapatkan hasil yang lebih obyektif maka peneliti menggabungkan keempat teknik itu untuk saling melengkapi dan menyempurnakan penelitian.


(14)

I. Subyek Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa SD Negeri pasir Kadusirung Cikeusal, jumlah seluruhnya yaitu 198 orang terdiri dari siswa laki-laki 98 orang dan siswa perempuan 100 orang dari seluruh kelas I sampai dengan kelas VI. Adapun yang menjadi subjeknya adalah siswa kelas I, merupakan siswa yang perialaku sosialnya masih perlu dikembangkan, maka peneliti menentapkan kelas I sebagai sampel penelitian, jumlah siswa sebanyak 13 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan, jadi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 27 orang yang dianggap sesuai dengan topik penelitian.

J. Sistematika

Dalam sistematika penelitian ini terdiri dari BAB I. Pendahuluan yang berisi tentang. Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Asumsi, Metode dan Teknik Penelitian, Populasi dan Sempel Penelitian, dan Sistematika. BAB II. Kajian Teoritik, mengenai peran Bimbingan dan Konseling Kelpompok dengan permainan dalam mengembangkan prerilaku Sosial Anak terdiri dari konsep perilaku sosial, konsep permianan dalam belajar, Konsep Bimbingan dan Konseling, Bimbingan kelompok, Karakteristik bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar, Model Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar, Katakteristik Anak Usia 6-7 tahun (SD Kelas I), Kegiatan Bimbingan dan Konseling yang telah dilakukan di SD Pasir Kadusirung, serta Hasil Studi Terdahulu. BAB III. Mengenai Metode Penelitian yang terdiri dari Desain Penelitian, Lokasi dan Sampel Penelitian, Definisi Oprasional, Kisi-kisi Perilaku Sosial Siswa Sekolah Dasar, Instrument Penelitian, dan Analisi Data. BAB IV. Temuan dan Pembahasan Hasil


(15)

Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian. BAB V. Kesimpulan dan Implikasinya yang berisi tentang Penafsiran Hasil Analisis dan Rekomendasi.


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini membahas tentang desain penelitian, lokasi dan sampel penelitian, definisi oprasional, kisi-kisi perilaku sosial siswa sekolah dasar, instrumen penelitian, dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian secara spesifik dengan menggunakan angka statistik, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai penyajian hasilnya.

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan utama pada penelitian ini, sedangkan sebagai pendekatan penunjang digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran faktual di lapangan, dalam penelitian ini data akan diperoleh melalui penggunaan instrumen angket dan pedoman observasi.

Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan program bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Penelitian deskritif yang dilakukan dengan menggunakan metode survei (Soehartono, 1999: 35). Alasan lainnya memilih metode deskriptif, karena peneliti bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi dari pengamatan mengenai perilaku sosial siswa Sekolah Dasar.

Setelah diperolah data empiris mengenai profil perilaku sosial siswa Sekolah Dasar, diharapkan penelitian ini menghasilkan suatu produk pengembangan program


(17)

bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa Sekolah Dasar.

B. Lokasi dan Sampel penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal Serang, dengan alasan bahwa di sekolah ini masih ditemukan adanya siswa yang memiliki perilaku kurang sosial diantaranya mengganggu teman, ingin menang sendiri, suka jahil, atau tidak mau lepas dari orang tuanya atau memiliki ketergantungan pada orang tuanya, anak tidak mau sekolah jika tidak ditemani orang tuanya, hal ini dapat dilihat dalam hasil wawancara dengan guru kelas dan orang tua siswa serta pengamatan peneliti selama peneliti mengadakan penelitian dilokasi tersebut.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sabanyak 6 Kelas dengan jumlah siswa 198 siswa, dan untuk menentukan sampel atau kelas yang menjadi subyek penelitian peneliti mengambil kelas I, dengan jumlah siswa 27 orang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Sebab berdasarkan pengamatan peneliti siswa kelas I merupakan awal permulaan anak bersosialisasi dengan orang lain, sebelumnya anak hanya berhubungan dengan teman-teman di rumah dan keluarga, namun disekolah anak memulai lingkungan dan situasi yang baru yang memerlukan adaptasi dan penyesuaian baik dengan teman-teman maupun dengan guru-guru di sekolah, maka untuk penyesuaian diri anak dan lingkunagan yang baru perlu dikembangkan perilaku sosialnya, mengingat anak-anak di SD Negeri Pasir Kadusirung ini pada umumnya tidak melalui pendididkan Taman Kanak-kanak.


(18)

Tabel 3.1 Sampel penelitian

Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan perilaku Sosial Siswa

NO KELAS

JUMLAH SISWA

NAMA GURU KELAS Laki-laki Perempuan Jumlah

1 I 13 14 27 Rukiah

2 II 14 14 28 Ita Hermayati

3 III 20 25 45 Umayah

4 IV 21 19 40 Nepi Pariyanti

5 V 19 19 38 Ima Ahdia T.H

6 VI 11 9 20 Masri

Jumlah 98 100 198

Sumber penelitian adalah siswa kelas I dengan melalui kegiatan observasi peneliti dan didampingi oleh orang tua siswa, dan guru kels I mengingat kelas I belum dapat menentukan sikap dan perilakunya sendiri, anak masih tergantung dan patuh pada aturan/petunjuk/nasehat orang tua atau guru di sekolah. namun peneliti juga melengkapi penelitian ini dengan langsung mengadakan pengamatan pada saat anak bermain, anak belajar di sekolah dan juga menggunakan sumber sekunder yaitu guru kelas dan guru mata pelajaran yang lain seperti guru agama, guru olah raga dan kepala sekolah, orang tua siswa serta teman bermain siswa, hal ini dilakukan guna mempertajam dan menggali lebih luas data demi akuratnya penelitian ini selain itu peneliti juga menggambil data-data lain dari para peneliti terdahulu.


(19)

C. Definisi Oprasional

Bimbingan kelompok lebih menekankan pada pemberian informasi atau keterangan mengenai perkembangan belajar, jabatan, penjelasan mengenai kesehatan pergaulan sosial dengan memanfatkan suasana kelompok, karena dalam suasana kelompok siswa dapat mengenal dirinya, berperilaku sosial, membantu mengurangi beban moril, mengatasi konflik-konflik serta membentuk sikap-sikap positif lainya dengan melalui kelompok

Bimbingan kelompok dapat dimanfaatkan untuk anak yang mengalami kesulitan bersosialisasi atau berperilaku kurang sosial dalam hal ini suka mengganggu orang lain, mau menang sendiri, tidak mau menerima kekalahan dan jika perilaku dilakukan berulang-ulang dimungkinkan akan membentuk sikap dan kebiasaan yang kurang baik atau maljasman. Maka salah satu upaya guru bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan dapat membantu mengembangkan perilaku sosial anak agar siswa dapat diterima oleh lingkungannya karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri, menurut David Schneider (Wirawan sarlito, 1996 : 36) menyatakan bahwa “manusia merupakan bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga memiliki tanggungjawab satu dengan yang lainnya dan secara bersama-sama mengejar kebahagiaan”.

Dinamika kelompok merupakan bidang ilmu pengetahuan sosial, khususnya ilmu tentang perilaku manusia (behavior science), dinamika kelompok diciptakan oleh Kurt Lewin (1946) pada saat kelompok lebih menonjolkan kepentingan perseorangan akibat dari sifat individualitasnya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diciptakan latihan-latihan dengan melalui permainan kelompok agar terciptanya suatu kerjasama atau peleburan anggota kelompok secara penuh, setiap kelompok memiliki kesadaran dan


(20)

tanggungjawab bersama, maka dinamika kelompok bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial anak atau perilaku sosial siswa.

Permaianan merupakan metode atau cara yang tepat dalam pembelajaran yang dapat memanfaatkan seluruh kepribadian siswa agar siswa bergerak aktif secara fisik, karena gerak fisik dapat meningkatkan proses mental, karena bagian otak manusia yang terlibat dalam gerakan tubuh (conteks motor) terletak tepat disebelah bagian otak yang digunakan untuk berfikir dan memecahkan masalah, oleh karena itu menghalangi gerak tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal, sebaliknya dengan melibatkan tubuh dalam belajar cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu sepenuhnya pada diri siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Dave Meier (2005:90)

Belajar dengan menggunakan aktivitas fisik secara umum lebih efektif, belajar tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu lama akan melumpuhkan otak dan belajarpun melambat layaknya merayap atau bahkan berhenti. Belajar yang melibatkan fisik akan membangkitkan proses mental dan cenderung membangkitkan kecerdasan terpadu.

Belajar yang melibatkan fisik antara lain : membuat model, menciptakan sesuatu, memperagakan sesuatu, eksperimen, sosiodrama, cerita atau membicarakan dan merefleksikan pengalaman, simulasi, permaianan (games), melakukan tinjauan lapangan dan penelitian.

Untuk merangsang hubungan pikiran–tubuh, ciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu kewaktu. Dalam permainan ini akan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua panca indra.


(21)

D. Kisi-Kisi untuk Mengukur Profil perilaku sosial siswa SD

Tujuan Aspek Sub Aspek Indikator Juml

item Nomor item Mengetahui profil perilaku sosial siswa 1. Prilaku pada saat bermain 2. Prilaku pada saat belajar A. Bermain di rumah B. Bermain di sekolah A. Belajar di rumah

B. belajar di sekolah

1. anak selalu ingin menguasai permaianan

2. anak marah jika dalam bermain mengalami kegagalan /kalah. 3. anak lebih suka bermain

sendiri

4. anak selalu mengajak temanya untuk bermain bersama

5. anak menangis jika dalam bermain mengalami kekalahan

6. Bermain dengan teman-teman sebayanya saja. 1. anak selalu ingin menang

sendiri?

2. anak selalu terlibat dalam setiap permaianan di sekolah 3. anak sering membantu

temannya dalam bermain 4. anak sering menolong

temannya yang celaka /jatuh saat bermain.

5. anak berdiskusi dalam menyelesaikan permaianan. 6. anak memilih-milih teman

dalam bermain 7. anak bermaian tanpa

membedakan jenis kelamin. 1. Menurut perintah dan

nasehat orang tua 2. Mengikuti apa yang

dianjurkan teman-temannya. 3. Belajar dengan

teman-temannya (belajar sepeda) 1. Menurut perintah dan

nasehat guru

2. Mengerjakan tugas bersama teman di kelas

3. Meminjam alat tulis dengan

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19


(22)

3. Prilaku pada saat istirahat A. Diluar kelas B. prilaku emosi cara memaksa.

4. Mengganggu temannya yang sedang belajar. 5. Berbicara dengan bahasa

yang baik dan sopan. 1. Bermain bersama

teman-temannya.

2. Membantu temannya yang mengalami kesulitan. 3. Berbicara dengan bahasa

yang baik dan sopan. 4. Merusak dan mengganggu

permainan teman.

1. Merebut maianan orang lain dan ingin menguasai.

2. Jahil, suka mengambil milik atau mainan orang lain 3. Meminjam milik orang lain

dan tidak mengembalikannya 4. Ingin selalu diperhatikan oleh orang tua dan guru

5. Iri jika teman yang lain memiliki barang atau permainan baru

6. Sekolah ditungguin oleh orang tuanya

7. Makan dan minum disuapin atau dilayani orang tua

8. Berangkat dan pulang sekolah di antar dan jemput oleh

orang tua

9. Menangis jika orang tua tidak menunggu di depan kelas. 10. Tidak mau sekolah jika tidak diantar dan ditungguin orang tua 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35


(23)

E. Instrumen Penelitian Lembar pengamatan

Nama siswa : ……….Nama siswa : ………

No Pernyataan Ya Kadang Tidak

pernah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Anak selalu ingin menguasai permaianan

Anak marah jika dalam bermain mengalami kegagalan/kalah. Anak lebih suka bermain sendiri

Anak selalu mengajak temanya untuk bermain bersama Anak menangis jika dalam bermain mengalami kekalahan Bermain dengan teman-teman sebayanya saja.

Anak selalu ingin menang sendiri?

Anak selalu terlibat dalam setiap permaianan di sekolah Anak sering membantu temannya dalam bermain Anak sering menolong temannya yang celaka/jatuh saat bermain.

Anak berdiskusi dalam menyelesaikan permaianan. Anak memilih-milih teman dalam bermain

Anak bermaian tanpa membedakan jenis kelamin. Menuruti perintah dan nasehat orang tua

Mengikuti apa yang dianjurkan teman-temannya. Belajar dengan teman-temannya (bola, englek , boneka) Menuruti perintah dan nasehat guru


(24)

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Meminjam alat tulis dengan cara memaksa. Mengganggu temannya yang sedang belajar. Berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan. Bermain bersama teman-temannya.

Membantu temannya yang mengalami kesulitan. Saya bangga jika menang dalam permainan. Merusak dan mengganggu permainan teman.

Merebut mainan orang lain dan ingin menguasai permainan. Jahil, suka mengambil milik atau mainan orang lain

Meminjam milik orang lain dan tidak mengembalikannya Ingin selalu diperhatikan oleh orang tua dan guru

Marah jika teman yang lain memiliki barang atau permainan baru

Sekolah ditunggu oleh orang tuanya hingga pulang sekolah Makan dan minum disuapin atau dilayani orang tua

Berangkat dan pulang sekolah di antar jemput oleh orang tua Menangis jika orang tua tidak menunggu di depan kelas. Tidak mau sekolah jika tidak diantar dan ditungguin orang tua

Catatan

1. jika jawaban iya = skor 1, kadang-kadang 2 dan tidak pernah 3 untuk pernyataan negatif.

2. jika jawaban ya = skor 3, kadang-kadang = skor 2 dan tidak pernah 3 jika pernyataan positif.


(25)

F. Analisis Data

Analiasis data dengan menggunakan metode deskriptip, karena Metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Penelitian deskritif yang dilakukan dengan menggunakan metode survei (Soehartono, 1999: 35). Alasan lainnya memilih metode deskriptif, karena peneliti bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi dari pengamatan mengenai perilaku sosial siswa Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah yang didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian secara spesifik dengan menggunakan angka statistik, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai penyajian hasilnya.

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan utama pada penelitian ini, sedangkan sebagai pendekatan penunjang digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran faktual dilapangan, dalam penelitian ini data akan diperoleh melalui penggunaan instrumen angket dan pedoman observasi.

penelitian ini untuk mengamati perilaku sosial siswa dimana perilaku sosial ini tidak dapat diukur denga tes tertulis maupun tes lisan, sedangkan dimaksudkan disini adalah untuk mengembangkan perilaku sosial siswa, menurut Cece Rakhmat (2006: 46) “ tes tindakan digunakan untuk mengukur aspek perilaku psikomotor dalam hal ini mengukur keterampilan melakukan kegiatan sosial yang tidak mungkin diukur atau diungkap oleh tes tertulis maupun tes lisan”. Maka langkah dalam menganalisa data sebagai berikut :

1. Data yang telah dikumpul dari inventori perilaku sosial berdasarkan jawaban responden

dengan menggunakan skala likert

a. Pilihan responden diberi skor sebagai berikut “ya” = 1, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 3 dan pilihan siswa kemudian dianalisa melalui normalitas sebaran jawaban dan daya pembeda butir soal dan hasilnya dikategorikan kedalam kategori siswa yang memiliki


(26)

Dengan menggunakan rumus sebagai berikut : f

P = n

p = Prosentase

f = frekuensi jawaban n = nilai total

Dalam penetapan cara penyekoran, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berkisar I sampai dengan 3. Perincian Kriteria penskoran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2

Kriteria (Skor) Alternatif Jawaban Untuk Tiap Item

NO OPTION SKOR

+ _

1 Ya 3 1

2 Kadang-kadang 2 2

3 Tidak pernah 1 3

b. Cara menguji coba butir soal

Item perilaku sosial tersebut diujicobakan kepada 27 responden dengan hasil sebagai berikut pada tabel 3.3

Tabel 3.3

Analisis Perilaku Siswa

NO KRITERIA KUALIFIKASI

PERILAKU 1 Lebih dari (rata-rata ideal + 1,5 SD ideal) Tinggi

2 Antara (rata-rata 0,5 SD) dan (rata-rata + 0,5 SD) Sedang


(27)

Pensekoran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Option pilihan jawaban observer terdiri dari 3 pilihan yaitu sering (S), kadang-kadang (K), dan jarang (J) dan kriteria setiap item sebagai berikut sering = 3, kadang-kadang = 2, dan jarang = 1.

Sedangkan untuk perilaku sosial siswa dapat dikategorikan dari skor maksimal ideal perilaku sosial siswa adalah 105, yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah item yaitu 35 item dengan skor maksimal 3, dan untuk memperoleh rata-rata ideal (setengah dari skor maksimal ideal) yaitu 52,5 dan simpangan baku ideal (sepertiga dari rata-rata ideal) yaitu 18. Dengan demikian untuk menentukan kecenderungan dan penafsiran mengenai perilaku sosial siswa dapat dikemukakan pada tabel 3.4

Tabel 3.4

Hasil Analisis perilaku Sosial Siswa

NO KRITERIA KUALIFIKASI

PERILAKU SOSIAL

1

79 Tinggi

2 61-78 Sedang

3

61

Rendah /kurang

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai lingkungan dan suasana permainan kelompok anak di sekolah peneliti mengunakan pedoman wawancara dan pedoman observasi dengan analisa data kualitatif. Analisa ini dilakukan dengan mengadakan observasi lingkungan dan wawancara kepada guru kelas dan orang tua siswa serta guru-guru yang lain seperti guru olah raga dan guru agama.

2. Pedoman Observasi

Observasi dilakukan langsung oleh peneliti artinya peneliti terlibat langsung sebagai partisipan dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun diluar kelas, seperti pada saat anak mengikuti permainan pada saat istirahat, dengan melalui


(28)

observasi ini peneliti dapat melihat langsung aktifitas siswa selama mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di kelas, diluar kelas, dilapangan, selain itu peneliti juga melakukan observasi tidak langsung yaitu dengan memanfaatkan guru kelas atau teman dekat anak pada saat bermain dengan kelompoknya baik di kelas maupun diluar kelas.

Pengamatan atau observasi langsung ini merupakan penelitian utama karena peneliti langsung mengamati perilaku siswa disaat bermain dan belajar, hasil dari pengamatan ini menjadi bahan utama peneliti yang kemudian akan dilengkapi dan dan disempurnakan oleh hasil observasi tidak langsung yaitu oleh guru kelas, maupun oleh orang tua siswa meskipun dalam observasi tidak langsung ini kadang kala terdapat rekayasa subyektifitas observer, maka untuk menghindari hal tersebut peneliti menyediakan lembar observasi dengan option yang telah disediakan, observer hanya memberikan tanda chek dan kemudian melaporkan kepada peneliti.

3. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan secara mendalam dengan guru kelas, dan orang tua siswa sebagai sumber data utama selain itu juga peneliti mengadakan wawancara dengan teman-temannya, sebelum melaksanakan wawancara dengan responden utama. Langkah awal sebelum peneliti mengadakan kegiatan wawancara terlebih dahulu meyiapkan lembar atau pedoman wawancara agar kegiatan wawancara lebih terarah dan terfokus pada masalah yang hendak diteliti. Pedoman wawancara disusun sesuai dengan tujuan penelitian

Data pokok yang ingin diperoleh dari hasil wawancara adalah : (1) perilaku anak disaat pelajaran di kelas, (2) perilaku sosial anak disaat istirahat/bermain, (3) perilaku


(29)

sosial siswa kepada guru, (4) daya dukung personil sekolah terhadap layanan bimbingan dan konseling, (5) gambaran perilaku sosial siswa pada umumnya di sekolah.


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian bab I sampai dengan bab IV dapat ditarik kesimpulan bahwa : anak-anak SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal Serang pada umumnya memiliki perilaku sosial yang masih rendah mencapai 11% dengan ditunjukan dengan adanya ingin menguasai orang lain, suka mengganggu temannya, tidak mau mengalah dan selain itu beberapa anak memiliki ketergantungan pada orang tua yang ditunjukan kurang dapat bergaul, disekolah harus ditunggui oleh orang tuanya, pemalu dan kurang percaya diri, maka dengan dilaksanakan bimbingan kelompok melalui permainan pada umumnya anak-anak mempunyai sifat-sifat ingin menguasai, tidak mau mengalah mulai menurun rata-rata mencapai 4,43%, maka dapat disimpulkan bahwa dengan bimbingan kelompok permaian dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa disekolah yang pada akhirnya siswa memahami patokan baik buruk benar dan salah dalam berperilaku sehari-hari, mematuhi tata tertib atau aturan-aturan yang berlaku di sekolah, memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, mau menerima kekalahan, serta mampu mengekpresikan perasaannya dengan wajar tidak manja dan tidak ”arogan ”

Perilaku sosial siswa harus dikembangkan karena perilaku dimasa anak-anak sekarang akan berpengaruh terhadap perilaku dimasa mendatang disaat anak menjadi dewasa, bila anak yang pada waktu kecilnya tidak mau mengakui


(31)

kekalahan, egois kelak pada saat dewasa juga menjadi orang yang egois dan tidak mau mengakui kekalahan karena perilaku itu dapat membentuk kepribadian.

Guru kelas merupakan personil sekolah yang diharapkan mampu berperan aktif dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling mengingat di sekolah dasar pada ummnya belum memiliki tenaga bimbingan konseling secara khusus dan berkualifikasi sebagai guru bimbingan namun layanan bimbingan tetap harus di lakukan dalam membantu anak mengembangkan kepribadiannya dan mengarahkan anak yang mengalami perilaku sosial yang rendah ke arah perilaku sosial yang tinggi atau agar anak kelak menjadi pribadi yang memiliki peran sosial baik di masyarakat pada umumnya maupun dilingkungan kelurganya oleh sebab itu guru kelas hendaknya memahami program bimbingan dan konseling serta dasar-dasar memberikan layanan konseling.

Program bimbingan dan konseling dikembangkan untuk mencapai perkembangan sosial, pribadi, sosial dan karir dengan melalui layanan dasar, layanan perencanaan individual, layanan responsif dan dukungan sistem maka untuk mengembangkan perilaku sosil siswa di sekolah dasar adalah dengan melalui permaianan karena dalam permainan tersebut anak akan belajar bersosialisasi, meyesuaikan diri, mengiukti aturan, mengatasi masalah, mengembangkan panca indra serta mengembangkan kepribadian hal ini dikarenakan dalam permainan atau anak bermain terdapat proses kognisi, proses afektif, proses interpersonal dan proses pemecahan masalah.

Berdasarkan uji coba dilapangan terhadap 27 siswa tentang teknik merubah sikap belajar siswa dengan menggunakan game dari teknik permainan yang di uji cobakan mengatakan pada umumnya menyatakan program bimbingan dan konseling


(32)

yang dapat mengembangkan perilaku sosial siswa dengan menggunakan teknik game dalam layanan konseling.

Teknik game yang diuji cobakan adalah ”kucing dan tikus” dalam memahami perilaku sosial dan kerjasama siswa, permainan kucing dan tikus ini diperuntukan dalam kegiatan layanan perencanaan individual dan layanan dasar serta untuk kegiatan responsif yaitu dengan menggunakan ”loncat tali” dengan bermain loncat tali siswa akan memahami perasaan orang lain dan hasil setelah kegiatan diakhiri siswa merasakan adanya perubahan perilaku sosial yang semula kurang sosial menjadi lebih sosial karena siswa memahami perasaan orang lain dan perasaan dirinya sendiri.

Dengan demikian program bimbingan dan konseling yang dapat mengakomodir semua kebutuhan siswa, kebutuhan sekolah serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah serta berdasarkan penelitian yaitu program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar siswa program bimbingan dan konseling kelompok yang dapat mengembangkan perilaku sosial anak dengan melalui bimbingan kelompok bermain atau permainan kelompok.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil kesimpulan dari bab I sampai dengan bab IV maka peneliti dapat merekomendasikan sebagai berikut :

1. Bagi guru bimbingan dan konseling sudah selayaknya dalam melaksanakan dan menyusun program bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan siswa, sekolah dan kondisi lingkungan. Sehingga Layanan konseling dapat dirasakan oleh semua personil sekolah, dan dalam pelaksanaan kegiatannya


(33)

guru pembimbing dalam mengembangkan perilaku sosial anak hendaknya berkolaborasi dengan guru kelas dan orang tua siswa.

2. Untuk Kepala Sekolah sebagai pemegang kebijakan disekolah hendaknya dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kususnya penyediaan alat-alat, kelengakapan permainan anak.

3. Sudah saatnya guru-guru SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal memahami perilaku sosial siswa dalam menentukan materi dan metode mengajar sehingga akan menciptakan hubungan dan kondisi kelas yang menyenangkan, serta sedini mungkin guru kelas selalu berkolaborasi dengan orang tua siswa.

4. Bagi pemerintah, mengingat tenaga profesional bimbingan dan konseling sangat terbatas, maka dipandang perlu adanya upaya pemerintah untuk pengangkatan guru bimbingan dan konseling untuk sekolah dasar.

5. Untuk orang tua siswa selayaknya memiliki kepeduliaan terhadap perilaku sosial siswa dirumah dengan memberikan dukungan, bantuan baik material maupun moral kepada anak-anaknya serta dapat menyempatkan waktu untuk berkolaborasi, konsultasi dengan fihak sekolah terkait masalah sosial siswa. 6. Para siswa sudah selayaknya dapat memanfaatkan waktu luang untuk bermain

dan belajar agar dapat mengembangkan rasa saling menghargai orang lain, mampu mengendalikan emosi dan meningkatkan rasa sosialitas.

7. Untuk Peneliti Selanjutnya dengan penelitian ini sudah selayaknya peneliti lanjutan dapat mengembangkan wawasan keilmuan dan materi-materi permaianan yang lebih baik dengan jenis dan metode permainan yang baru serta dapat dikemukakan tema-tema penelitian untuk lanjutan dengan menambahkan


(34)

wilayah penelitian atau tema yang lebih khusus dari bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa ini selain dengan permainan kucing dan tikus, dan permainan loncat tali.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Asfandiyar Andi Y. (2009). Kenapa Guru Harus Kreatif?. Bandung : Mizan Ahman. (1998:23). Makalah Kongres. Yogya : Tidak diterbitkan.

Cavanagh, E. Michael. (1982) The Counseling Experiennce. California : Monterey Carkhuff, Robert R (1985) The Art Of Helping,Washington : Library of Conggres

Cataloging in Publicatioan Data

Coleman, C. James (1969), Psychology And Affectif Behavior. California : Malibu Corey Gerald (2003) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung :

Aditama

Erford Bradley T. (2004) Profesional School Counceling A.Hand Book Theories. Amerika : Pro Ep Inc.

Hartinah Sitti (2008) Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Aditama (2009) Konsep Dasar Bimbingan Kelompok, Bandung : Aditama Meir Dave (2000) The Accele rated Learning, Bandung Kaita

Mar`at (1981) sikap manusia perubahan serta pengukurannya. Bandung : Ghalia Indonesia

Natawijaya Rochman (2009) Konseling Kelompok Konsep Dasar dan Pendekatan. Bandung : Rizqi

Nurihsan, A. Juntika (2006) Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : Aditama.

(2002) Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung : UPT UPI

Nurkancana, Wayan (1993) Pemahaman Individu, Surabaya : Usaha Nasional Okun, F. Barbara (1987) ,Effectif Helping Interviewing And Counceling Tecnique.

California : Brooks Monterey

Pujiana (2005) Program Bimbingan Bagi Anak Usia Dini yang Mengalami Hambatan Perkembangan Sosial Dengan Menggunakan Pendekatan Bermain. Tesis pada Jurusan Bimbingan dan Konseling Program Pasca sarjana UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(36)

Prayitno, (1999) Makalah Diklat Layanan Pembelajaran PPPG Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta : Tidak diterbitkan

Rakhamat, Cece dan Solehudin (2006) Pengukuran dan Penilaian Hasil Belaja. Bandung : Aditama

Rusmana Nandang. (2009) Permainan ( Game & Play). Bandung : Rizki

(2009) Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis. Bandung : Rizki

Schmidt, John J (2003) Counceling in Schools,Essensial service and comprehensive Program. New York : Printed USA.

Sularti (2010) Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Perilaku Sosial Anak . SMP Negeri 10 Kota Serang : Tidak diterbitkan

Syamsudin, M Abin (2005) Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Sueharto Irawan. (1999) Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya. ( 2007) Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung :

Maestro

Sucipto. (1999) Profesi Keguruan, Rineka Cipta Jakarta.

Wringhtsman S, Lawrence (1977) Social Psychology. California : Publising Company.Inc

Wirawan Sarlito S. (2002) Psikologi Sosial , Jakarta : Balai Pustaka

Yusuf LN Syamsu. ( 2005) Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya

( 2002) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya

Nurhudaya, Ilfiandra (2006) Bimbingan Konseling dan Pengembangan Diri. bandung : UPT BK UPI


(1)

kekalahan, egois kelak pada saat dewasa juga menjadi orang yang egois dan tidak mau mengakui kekalahan karena perilaku itu dapat membentuk kepribadian.

Guru kelas merupakan personil sekolah yang diharapkan mampu berperan aktif dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling mengingat di sekolah dasar pada ummnya belum memiliki tenaga bimbingan konseling secara khusus dan berkualifikasi sebagai guru bimbingan namun layanan bimbingan tetap harus di lakukan dalam membantu anak mengembangkan kepribadiannya dan mengarahkan anak yang mengalami perilaku sosial yang rendah ke arah perilaku sosial yang tinggi atau agar anak kelak menjadi pribadi yang memiliki peran sosial baik di masyarakat pada umumnya maupun dilingkungan kelurganya oleh sebab itu guru kelas hendaknya memahami program bimbingan dan konseling serta dasar-dasar memberikan layanan konseling.

Program bimbingan dan konseling dikembangkan untuk mencapai perkembangan sosial, pribadi, sosial dan karir dengan melalui layanan dasar, layanan perencanaan individual, layanan responsif dan dukungan sistem maka untuk mengembangkan perilaku sosil siswa di sekolah dasar adalah dengan melalui permaianan karena dalam permainan tersebut anak akan belajar bersosialisasi, meyesuaikan diri, mengiukti aturan, mengatasi masalah, mengembangkan panca indra serta mengembangkan kepribadian hal ini dikarenakan dalam permainan atau anak bermain terdapat proses kognisi, proses afektif, proses interpersonal dan proses pemecahan masalah.

Berdasarkan uji coba dilapangan terhadap 27 siswa tentang teknik merubah sikap belajar siswa dengan menggunakan game dari teknik permainan yang di uji cobakan mengatakan pada umumnya menyatakan program bimbingan dan konseling


(2)

yang dapat mengembangkan perilaku sosial siswa dengan menggunakan teknik game dalam layanan konseling.

Teknik game yang diuji cobakan adalah ”kucing dan tikus” dalam memahami perilaku sosial dan kerjasama siswa, permainan kucing dan tikus ini diperuntukan dalam kegiatan layanan perencanaan individual dan layanan dasar serta untuk kegiatan responsif yaitu dengan menggunakan ”loncat tali” dengan bermain loncat tali siswa akan memahami perasaan orang lain dan hasil setelah kegiatan diakhiri siswa merasakan adanya perubahan perilaku sosial yang semula kurang sosial menjadi lebih sosial karena siswa memahami perasaan orang lain dan perasaan dirinya sendiri.

Dengan demikian program bimbingan dan konseling yang dapat mengakomodir semua kebutuhan siswa, kebutuhan sekolah serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah serta berdasarkan penelitian yaitu program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar siswa program bimbingan dan konseling kelompok yang dapat mengembangkan perilaku sosial anak dengan melalui bimbingan kelompok bermain atau permainan kelompok.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil kesimpulan dari bab I sampai dengan bab IV maka peneliti dapat merekomendasikan sebagai berikut :

1. Bagi guru bimbingan dan konseling sudah selayaknya dalam melaksanakan dan menyusun program bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan siswa, sekolah dan kondisi lingkungan. Sehingga Layanan konseling dapat dirasakan oleh semua personil sekolah, dan dalam pelaksanaan kegiatannya


(3)

guru pembimbing dalam mengembangkan perilaku sosial anak hendaknya berkolaborasi dengan guru kelas dan orang tua siswa.

2. Untuk Kepala Sekolah sebagai pemegang kebijakan disekolah hendaknya dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kususnya penyediaan alat-alat, kelengakapan permainan anak.

3. Sudah saatnya guru-guru SD Negeri Pasir Kadusirung Cikeusal memahami perilaku sosial siswa dalam menentukan materi dan metode mengajar sehingga akan menciptakan hubungan dan kondisi kelas yang menyenangkan, serta sedini mungkin guru kelas selalu berkolaborasi dengan orang tua siswa.

4. Bagi pemerintah, mengingat tenaga profesional bimbingan dan konseling sangat terbatas, maka dipandang perlu adanya upaya pemerintah untuk pengangkatan guru bimbingan dan konseling untuk sekolah dasar.

5. Untuk orang tua siswa selayaknya memiliki kepeduliaan terhadap perilaku sosial siswa dirumah dengan memberikan dukungan, bantuan baik material maupun moral kepada anak-anaknya serta dapat menyempatkan waktu untuk berkolaborasi, konsultasi dengan fihak sekolah terkait masalah sosial siswa. 6. Para siswa sudah selayaknya dapat memanfaatkan waktu luang untuk bermain

dan belajar agar dapat mengembangkan rasa saling menghargai orang lain, mampu mengendalikan emosi dan meningkatkan rasa sosialitas.

7. Untuk Peneliti Selanjutnya dengan penelitian ini sudah selayaknya peneliti lanjutan dapat mengembangkan wawasan keilmuan dan materi-materi permaianan yang lebih baik dengan jenis dan metode permainan yang baru serta dapat dikemukakan tema-tema penelitian untuk lanjutan dengan menambahkan


(4)

wilayah penelitian atau tema yang lebih khusus dari bimbingan kelompok melalui permainan untuk mengembangkan perilaku sosial siswa ini selain dengan permainan kucing dan tikus, dan permainan loncat tali.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Asfandiyar Andi Y. (2009). Kenapa Guru Harus Kreatif?. Bandung : Mizan Ahman. (1998:23). Makalah Kongres. Yogya : Tidak diterbitkan.

Cavanagh, E. Michael. (1982) The Counseling Experiennce. California : Monterey Carkhuff, Robert R (1985) The Art Of Helping,Washington : Library of Conggres

Cataloging in Publicatioan Data

Coleman, C. James (1969), Psychology And Affectif Behavior. California : Malibu Corey Gerald (2003) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung :

Aditama

Erford Bradley T. (2004) Profesional School Counceling A.Hand Book Theories. Amerika : Pro Ep Inc.

Hartinah Sitti (2008) Perkembangan Peserta Didik, Bandung : Aditama (2009) Konsep Dasar Bimbingan Kelompok, Bandung : Aditama Meir Dave (2000) The Accele rated Learning, Bandung Kaita

Mar`at (1981) sikap manusia perubahan serta pengukurannya. Bandung : Ghalia Indonesia

Natawijaya Rochman (2009) Konseling Kelompok Konsep Dasar dan Pendekatan. Bandung : Rizqi

Nurihsan, A. Juntika (2006) Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : Aditama.

(2002) Pengantar Bimbingan dan Konseling. Bandung : UPT UPI

Nurkancana, Wayan (1993) Pemahaman Individu, Surabaya : Usaha Nasional Okun, F. Barbara (1987) ,Effectif Helping Interviewing And Counceling Tecnique.

California : Brooks Monterey

Pujiana (2005) Program Bimbingan Bagi Anak Usia Dini yang Mengalami Hambatan Perkembangan Sosial Dengan Menggunakan Pendekatan Bermain. Tesis pada Jurusan Bimbingan dan Konseling Program Pasca sarjana UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(6)

Prayitno, (1999) Makalah Diklat Layanan Pembelajaran PPPG Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta : Tidak diterbitkan

Rakhamat, Cece dan Solehudin (2006) Pengukuran dan Penilaian Hasil Belaja. Bandung : Aditama

Rusmana Nandang. (2009) Permainan ( Game & Play). Bandung : Rizki

(2009) Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatis. Bandung : Rizki

Schmidt, John J (2003) Counceling in Schools,Essensial service and comprehensive Program. New York : Printed USA.

Sularti (2010) Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Perilaku Sosial Anak . SMP Negeri 10 Kota Serang : Tidak diterbitkan

Syamsudin, M Abin (2005) Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Sueharto Irawan. (1999) Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja Rosdakarya. ( 2007) Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung :

Maestro

Sucipto. (1999) Profesi Keguruan, Rineka Cipta Jakarta.

Wringhtsman S, Lawrence (1977) Social Psychology. California : Publising Company.Inc

Wirawan Sarlito S. (2002) Psikologi Sosial , Jakarta : Balai Pustaka

Yusuf LN Syamsu. ( 2005) Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya

( 2002) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya

Nurhudaya, Ilfiandra (2006) Bimbingan Konseling dan Pengembangan Diri. bandung : UPT BK UPI