PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL BAGI SISWA PADA SD PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF.

(1)

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iv

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GRAFIK xviii

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR LAMPIRAN xxi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 10

E. Sistematika Penulisan Disertasi 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS PENELITIAN 12

A. Bimbingan Kelompok 12

B. Konsep Keterampilan Sosial 18

C. Konsep SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif 24

D.Konsep Permainan 28

E. Kerangka Pemikiran Penelitian 31

F. Hipotesis Penelitian 34

BAB III METODE PENELITIAN 36

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 36

B. Definisi Operasional Variabel 40

1. Bimbingan Kelompok 40

2. Keterampilan Sosial 42

3. SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif 44

4. Permainan 45

C. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data 47

1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data 47

2. Penimbangan Instrumen 50

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 53

D.Lokasi dan Subjek Penelitian 59

E. Tahap-tahap Penelitian 60

F. Teknik Analisis Data 72

1. Analisis Profil Keterampilan Sosial Siswa SD Penyelenggara


(2)

Permainan untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa pada

SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif 73

3. Analisis Efektivitas Program Bimbingan Kelompok melalui Permainan untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa pada

SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif. 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 76

A.Hasil Penelitian 76

1. Profil Keterampilan Sosial Siswa Siswa SD BPI. 76 2. Profil Keterampilan Sosial Siswa SDN Gegerkalong Girang 85

3. Profil Keterampilan Sosial Siswa SDN Putraco 95

4. Profil Keterampilan Sosial Siswa SDN Sarijadi 4 105 5. Profil Keterampilan Sosial Siswa SDN Tunas Harapan 114 6. Hasil Uji Coba Efektivitas Program Bimbingan Kelompok

melalui Permainan untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial

Siswa pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif 124

B. Pembahasan Penelitian 135

1. Pembahasan Profil Keterampilan Sosial Siswa 135

2. Pembahasan Validasi Rasional Program Bimbingan Kelompok

Melalui Permainan untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial 145 3. Pembahasan Hasil Uji Coba Program Bimbingan Kelompok

melalui Permainan untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif 150 4. Hasil Akhir Bimbingan Kelompok melalui Permainan untuk

Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa pada SD Penyelenggara

Pendidikan Inklusif 158

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 185

A. Kesimpulan 185

B. Rekomendasi 189

DAFTAR PUSTAKA 193

LAMPIRAN


(3)

Tabel 3. 1 Kisi-kisi Instrumen Pengungkapan Keterampilan Sosial

Siswa (Diri Sendiri) 48

Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Validasi Ahli 52

Tabel 3. 3 Uji Validasi Perilaku terhadap Lingkungan 54 Tabel 3. 4 Uji Validasi Perilaku terhadap Diri Sendiri 54 Tabel 3. 5 Uji Validitas Perilaku terhadap Orang Lain 56 Tabel 3. 6 Uji Validitas Perilaku Berhubungan dengan Tugas 57 Tabel 3. 7 Subjek Penelitian dan Pengembangan Program Bimbingan

Kelompok 60

Tabel 3. 8 Waktu Kegiatan Penelitian 64

Tabel 3. 9 Guru yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program 66 Tabel 3. 10 Perilaku Guru yang Mendukung Keberhasilan Program 70 Tabel 3. 11 Deskripsi Uji Program pada Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol 75

Tabel 4. 1 Kecenderungan Siswa SD BPI pada Setiap Perilaku

terhadap Lingkungan 76

Tabel 4. 2 Kecenderungan Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

terhadap Orang Lain 78

Tabel 4. 3 Kecenderungan Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

terhadap Diri Sendiri 81

Tabel 4. 4 Kecenderungan Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

Berhubungan dengan Tugas 83

Tabel 4. 5 Kecenderungan Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Perilaku terhadap Lingkungan 86

Tabel 4. 6 Kecenderungan Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku terhadap Orang Lain 88


(4)

Tabel 4. 8 Kecenderungan Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku yang Berhubungan dengan Tugas 93 Tabel 4. 9 Kecenderungan Siswa SDN Putraco pada Setiap Perilaku

terhadap Lingkungan 96

Tabel 4. 10 Kecenderungan Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Orang Lain 98

Tabel 4. 11 Kecenderungan Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Diri Sendiri 100

Tabel 4. 12 Kecenderungan Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku Berhubungan dengan Tugas 103

Tabel 4. 13 Kecenderungan Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Perilaku

terhadap Lingkungan 105

Tabel 4. 14 Kecenderungan Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Orang Lain 108

Tqbel 4. 15 Kecenderungan Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Diri Sendiri 110

Tabel 4. 16 Kecenderungan Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek

Perilaku Berhubungan dengan Tugas 112

Tabel 4. 17 Kecenderungan Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Perilaku terhadap Lingkungan 115

Tabel 4. 18 Kecenderungan Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Aspek Perilaku terhadap Orang Lain 117

Tabel 4. 19 Kecenderungan Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Aspek Perilaku terhadap Diri Sendiri 120

Tabel 4. 20 Kecenderungan Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Aspek Perilaku Berhubungan dengan Tugas 122

Tabel 4. 21 Uji Normalitas Perilaku terhadap Lingkungan 125 Tabel 4. 22 Uji Normalitas Perilaku terhadap Orang Lain 125 Tabel 4. 23 Uji Normalitas Perilaku Terhadap Diri Sendiri 126


(5)

Tabel 4. 24 Uji Normalitas Perilaku Berhubungan dengan Tugas 126 Tabel 4. 25 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

dalam Perilaku terhadap Lingkungan 127

Tabel 4. 26 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

dalam Perilaku terhadap Orang Lain 128

Tabel 4. 27 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

dalam Perilaku terhadap Diri Sendiri 128

Tabel 4. 28 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

dalam Perilaku Berhubungan dengan Tugas 129

Tabel 4. 29 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

Perilaku terhadap Lingkungan 130

Tabel 4. 30 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

dalam Perilaku terhadap Orang Lain 130

Tabel 4. 31 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

dalam Perilaku terhadap Diri Sendiri 131

Tabel 4. 32 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

dalam Perilaku Berhubungan dengan Tugas 131

Tabel 4. 33 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dalam

Perilaku terhadap Lingkungan. 132

Tabel 4. 34 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dalam

Perilaku terhadap Orang Lain 133

Tabel 4. 35 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dalam

Perilaku terhadap Diri Sendiri 134

Tabel 4. 36 Uji Berpasangan Pretest dan Posttest Perbandingan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dalam

Perilaku Berhubungan dengan Tugas 135

Tabel 4.37 Perubahan Sebelum dan Sesudah Pelaksanan Program


(6)

Tabel 4.38 Analisis Pelaksanaan Program Bimbingan Kelompok

melalui Permainan 156

Tabel 4.39 Aspek Bimbingan Kelompok melalui Permainan dan Tujuan

Pengembangan Keterampilan Sosial 167

Tabel 4.40 Matrik Satuan Layanan Bimbingan Kelompok melalui


(7)

Grafik 4. 1 Prosentase Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

terhadap Lingkungan 77

Grafik 4. 2 Prosentase Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

terhadap Orang Lain 80

Grafik 4. 3 Prosentase Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

terhadap Diri Sendiri 82

Grafik 4. 4 Prosentase Siswa SD BPI pada Setiap Aspek Perilaku

Berhubungan dengan Tugas 85

Grafik 4. 5 Prosentase Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku terhadap Lingkungan 87 Grafik 4. 6 Prosentase Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku terhadap Orang Lain 90 Grafik 4. 7 Prosentase Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku terhadap Diri Sendiri

92

Grafik 4. 8 Prosentase Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku Berhubungan dengan Tugas 95 Grafik 4. 9 Prosentase Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Lingkungan 97

Grafik 4. 10 Prosentase Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Orang Lain 99

Grafik 4. 11 Prosentase Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Diri Sendiri 102

Grafik 4. 12 Prosentase Siswa SDN Putraco pada Setiap Aspek

Perilaku Berhubungan dengan Tugas 105

Grafik 4. 13 Prosentase Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek

Perilaku terhadap Lingkungan 107

Grafik 4. 14 Prosentase Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek


(8)

Perilaku terhadap Diri Sendiri

Grafik 4. 16 Prosentase Siswa SDN Sarijadi 4 pada Setiap Aspek

Perilaku Berhubungan dengan Tugas 114

Grafik 4. 17 Prosentase Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Aspek Perilaku terhadap Lingkungan. 116 Grafik 4. 18 Prosentase Siswa SDN Gegerkalong Girang pada

Setiap Aspek Perilaku terhadap Orang Lain 119 Grafik 4. 19 Prosentase Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap

Aspek Perilaku terhadap Diri Sendiri 121

Grafik 4. 20 Prosentase Siswa SDN Tunas Harapan pada Setiap


(9)

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 34

Gambar 3. 1 Bagan Rancangan Penelitian 39


(10)

Lampiran 1 Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 2 Surat Keputusan Pembimbingan Penulisan Disertasi Lampiran 3 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Dasar (SD) merupakan dunia pendidikan formal pertama yang wajib diikuti oleh anak-anak. SD dinyatakan sebagai pendidikan dasar. Tujuan pendidikan di SD adalah meletakkan dasar-dasar pendidikan dengan tujuan meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Permendiknas, 2006: 47).

Penyelenggaraan pendidikan SD saat ini dapat dilakukan dengan seting penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak, tanpa kecuali. Pendidikan yang memberikan layanan kepada semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/sekolah formal maupun non formal yang berada di dekat tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak (Sunanto, et al. 2003: 3).

Berdasarkan kajian terhadap implementasi pendidikan inklusif di Kota Bandung telah dilaksanakan sejak tahun 2003 di tiga sekolah uji coba yaitu SDN Tunas Harapan, SD BPI, dan SDN Gegerkalong Girang, ditemukan bahwa implementasi pendidikan inklusif memberikan dampak yang positif


(12)

bagi perkembangan para siswa. Perkembangan positif, adanya penerimaan siswa berkebutuhan khusus/ABK di sekolah reguler oleh siswa lainnya dan orang tua telah mendorong terbentuknya kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam mendukung para siswa dalam mengembangkan dirinya (Alimin, et al., 2005).

Peneliti melakukan studi pendahuluan di lima SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung, untuk mengukur keterampilan sosial siswa di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas diwakili oleh kelas lima, kelas bawah diwakili oleh kelas tiga. Peneliti melakukan wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner. Wawancara dilakukan terhadap kepala sekolah, guru kelas, guru pendidikan khusus (GPK)/guru pendamping, serta tata usaha. Pertanyaan wawancara berisi permasalahan terkait dengan sikap dan tanggapan terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif dan pendapat mereka mengenai pengaruhnya terhadap perkembangan keterampilan sosial siswa. Observasi dilakukan terhadap keterampilan sosial siswa pada saat bermain dan berinteraksi dalam proses pembelajaran. Kuesioner yang berisi indikator-indikator keterampilan sosial diberikan kepada siswa di 12 kelas, dengan rincian 6 kelas atas dan 6 kelas bawah. Jumlah seluruh siswa yang memberikan respon terhadap kuesioner adalah 390 orang siswa.

Peneliti mengukur keterampilan sosial siswa dengan menggunakan kuesioner yang meliputi pertanyaan mengenai empat aspek yang termasuk ke


(13)

dalam keterampilan sosial siswa, yaitu perilaku terhadap lingkungan, perilaku terkait dengan interpersonal dan intrapersonal, serta perilaku terhadap kesuksesan akademis. Kuesioner keterampilan sosial yang peneliti kembangkan didasarkan pada kajian teoritis. Untuk menentukan hasilnya, peneliti menggunakan skala penilaian yang ditentukan dengan rentang 0– 100. Peneliti menghitung jumlah total pencapaian skor siswa dan mengkatagorikan menjadi empat kriteria. Jumlah skor 0–25 termasuk kriteria sangat rendah, jumlah skor 26–50 termasuk kriteria rendah, jumlah skor 51– 75 termasuk kriteria cukup, dan jumlah skor 76–100 termasuk kriteria baik. Hasil pengukuran keterampilan sosial siswa di lima sekolah penyelenggara inklusif menunjukkan nilai rata-rata yang rendah sebesar 50. Jika dijabarkan berdasarkan setiap aspek, maka ketercapainnya adalah 48 untuk perilaku terkait lingkungan, 46 untuk interpersonal, 46 untuk intrapersonal, dan 60 untuk perilaku terhadap kesuksesan akademis.

Data hasil penelitian pendahuluan menunjukkan hasil sebagai berikut. (1) Sikap dan tanggapan kepala sekolah, guru kelas, GPK/guru pendamping, dan tata usaha terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif menunjukkan sikap positif, artinya mereka semua mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. (2) Kepala sekolah, guru kelas, GPK, dan tata usaha mempunyai tanggapan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif berpengaruh terhadap keterampilan sosial siswa. Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa diperlukan semacam program untuk mendukung pengembangan keterampilan sosial seluruh siswa yang memiliki perbedaan kekhususan


(14)

terutama ABK. (3) Keterampilan sosial para siswa masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan beberapa perilaku siswa satu sama lain pada saat belajar di kelas maupun pada saat bermain. Beberapa siswa masih nampak bermain sendiri bahkan tidak memiliki teman untuk bermain pada waktu istirahat. Beberapa siswa di kelas menunjukkan sikap pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dan usaha teman lain untuk mengajaknya belajar bersama atau mengarahkannya masih belum terlihat. (4) Kelima sekolah belum memiliki program pengembangan keterampilan sosial bagi para siswanya.

Berdasarkan hasil kajian di atas peneliti beranggapan bahwa diperlukan program pengembangan keterampilan sosial bagi siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif, sehingga pemahaman yang baik antara semua siswa dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan kekhasan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di mana di dalamnya terdapat ABK yang bersekolah bersama-sama dengan siswa lainnya dalam kelas yang sama. Dengan adanya program keterampilan sosial maka sekolah dan semua unsur sekolah memberikan bantuan dan dukungan agar anak-anak berkembang dengan baik.

Keberagaman keadaan siswa di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat menjadi wahana belajar yang baik bagi semua siswa dan warga sekolah lainnya, untuk belajar memahami bahwa semua orang adalah berbeda, tidak ada dua orang yang sama. Dengan pemahaman ini maka diharapkan dapat tercipta lingkungan yang kondusif, untuk membantu semua siswa berkembang dengan baik dan optimal.


(15)

Beberapa pertimbangan dan alasan lain tentang perlunya program keterampilan sosial bagi siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif adalah sebagai berikut. (1) Pengembangan keterampilan sosial perlu didukung sejak awal, dengan keterampilan sosial yang baik maka siswa dapat belajar berperilaku mengenai perilaku yang diterima secara sosial, yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan cara yang dapat menimbulkan respon positif dan membantu untuk menghindari respon negatif dari yang lain sebagai mana yang diungkapkan oleh J. F. Milburn. dan G. Cartledge (1992: 7).

In general, social skills are seen as socially acceptable learned behaviors that enable the person to interact with others in ways that elicit positive responses and assist in avoiding negative responses from them (2) Pengembangan keterampilan sosial bagi siswa sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dilakukan dengan bimbingan kelompok. Pilihan bimbingan kelompok sangat tepat karena kelompok menyediakan sebuah laboratorium yang mendemontrasikan kepada orang bahwa mereka tidak sendiri dan ada harapan untuk menciptakan hidup yang berbeda. Kelompok menyediakan komunitas perasaan dapat menjadi penawar untuk impersonal yang tidak terkait pribadi, budaya di tempat siswa hidup. Kelompok memiliki kekuatan tertentu sebab anggota dapat mengungkapkan masalah di luar masalah jangka panjang mereka, dengan sesi kelompok. Ada kesempatan untuk mencoba sesuatu yang berbeda dengan apa yang biasa mereka lakukan (Corey and Corey. 2006: 5). Sejalan dengan hal tersebut Gibson dan Mitchell (Natawidjaja. 2007: 9) memandang bahwa bimbingan kelompok sebagai


(16)

aktivitas-aktivitas kelompok yang terfokus pada penyediaan informasi dan/atau pengalaman-pengalaman melalui suatu aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. (3) Bimbingan kelompok untuk pengembangan keterampilan sosial siswa dipilih dan dikembangkan menggunakan setting

Psychoeducational groups. Psychoeducational groups sangat cocok untuk

digunakan dewasa ini. Psychoeducational groups efektif jika ditinjau dari sisi biaya, efektif dari sisi waktu karena dalam waktu yang sama dapat melayani sekelompok siswa tertentu dengan menggunakan waktu yang terbatas, memiliki tujuan yang jelas, dan mengajarkan anggota mengenai strategi pemecahan masalah dan keterampilan sosial yang dapat mempercepat perubahan pribadi. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Corey and Corey (2006: 5):

Psychoeducational group also fit well in today’s managed care scene because they can be design to be belief, cost effective treatment. These groups are definitely time limited, however, and they have fairly narrow goals. Many of these groups focus on symptomatic relief, teaching participant problem-solving strategies and interpersonal skills that can accelerate personal change.

(4) Pertimbangan pengembangan program keterampilan sosial didasarkan pada potensi sumber daya pelaksanaan bimbingan dan fungsi guru SD yang secara legal formal memiliki tugas dan fungsi selain sebagai pengajar sekaligus juga mengemban tugas sebagai pembimbing dan pengarah perilaku siswa. Tugas dan fungsi guru SD merupakan kompetensi pendukung yang harus dimiliki oleh guru SD/MI sebagaimana diamanatkan dalam Standar Kompetensi Guru Kelas SD Program Pendidikan D-II PGSD, kompetensi pendukung guru SD adalah pembelajaran yang mendidik, di mana dalam


(17)

kompetensi ini terkandung tugas mengenai kemampuan dalam menguasai strategi pembelajaran secara utuh dan lebih rinci dan mengacu pada pembentukan sikap nilai, pemahaman serta keterampilan baik emosional-sosial maupun kognitif dan psikomotorik (Depdiknas. 2002). Hal ini sejalan dengan Permendiknas RI No. 74 tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Tugas fungsi guru SD sebagai seorang guru harus mengarahkan para siswanya dalam semua aspek perkembangan termasuk perkembangan keterampilan sosial. Atas dasar pertimbangan keberagaman siswa dan tugas fungsi guru SD maka guru SD dituntut untuk dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan siswa termasuk mengembangkan keterampilan sosial mereka. (5) Program pengembangan keterampilan sosial yang dikembangkan di SD perlu dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa SD, di mana pada tahap usia ini siswa mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang khas, sehingga perlu dipilih bentuk program pengembangan keterampilan sosial yang sesuai. Usia SD disebut oleh Hurlock (1978: 258) sebagai ”umur sosialisasi”. Pada masa ”umur sosialisasi” ini, anak yang tadinya selalu berbuat atas dasar dorongan hati sekarang berusaha menggunakan tolok ukur orang dewasa untuk menilai orang atau situasi. Untuk pemenuhan kebutuhan pada ”umur sosialisasi”


(18)

anak-anak mengembangkannya melalui bermain. Bermain diyakini memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan anak. Hurlock (1978: 320) dalam bukunya menyatakan pula bahwa para ilmuwan telah menunjukkan bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga, tidak ada bidang lain yang lebih benar kecuali belajar menjadi seseorang yang sosial. Karena belajar menjadi sosial bergantung pada kesempatan berhubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dan karena hal ini terutama terjadi dalam kegiatan bermain, maka bermain sekarang dianggap sebagai alat yang penting bagi bersosialisasi. (6) Bimbingan kelompok melalui permainan, sangat sesuai bagi anak usia SD karena dunia anak adalah dunia bermain sebagaimana dinyatakan Isaacs (Macintyre 2002:1) menyatakan bahwa bermain adalah dunia anak-anak dan ini berarti mereka dapat memahami dunia sekitarnya melalui bermain.

Atas dasar pemikiran di atas maka peneliti melakukan penelitian mengenai program bimbingan kelompok melalui permainan untuk meningkatkan keterampilan sosial bagi siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Atas dasar latar belakang serta identifikasi masalah yang peneliti tuliskan, maka rumusan masalahnya adalah: “Bagaimana program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif.”


(19)

Selanjutnya rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana profil keterampilan sosial siswa SD pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?

2. Bagaimana rumusan program bimbingan kelompok melalui permainan bagi pengembangan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif?

3. Bagaimana efektivitas program bimbingan kelompok melalui permainan bagi pengembangan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif?

C. TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian adalah menghasilkan program bimbingan kelompok melalui permainan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan teori pengembangan keterampilan sosial dan melakukan pengembangan program yang efektif bagi peningkatan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif. Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan rujukan bagi SD penyelenggara pendidikan inklusif


(20)

dalam melaksanakan program peningkatan keterampilan sosial bagi para siswanya.

E. Sistematika Penulisan Disertasi

Bab I pendahuluan. Dalam bab I dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan juga sistematika penulisan disertasi.

Bab II kajian pustaka, kerangka dan hipotesis penelitian. Dalam bab II dibahasa mengenai konsep bimbingan kelompok, keterampilan sosial, konsep SD penyelenggara pendidikan inklusif, dan konsep permainan. Pada bab II juga diuraikan mengenai kerangka pemikiran penelitian dan hipotesis penelitian.

Bab III metode penelitian. Dalam bab III ini dibahas pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen pengumpulan data, subjek penelitian, tahap-tahap penelitian, dan teknik analisis data.

Bab IV hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab IV ini diuraikan dua hal utama yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian merupakan temuan-temuan penelitian yang menggambarkan profil keterampilan sosial siswa dan hasil uji coba efektivitas program bimbingan kelompok. Kedua juga diuraikan mengenai pembahasan mengenai profil keterampilan sosial siswa dan pembahasan hasil uji efektivitas dan validasi program.


(21)

Dalam Bab V kesimpulan dan rekomendasi. Dalam bab V disampaikan kesimpulan penelitian yang berisi temuan utama dari penelitian, dan rekomendasi berkaitan

dengan

temuan penelitian.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa di sekolah penyelenggara inklusif. Program bimbingan kelompok disusun berdasarkan kajian konsep dan teori keterampilan sosial, kajian konsep dan teori bimbingan kelompok, kajian dan konsep permainan, kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan, analisis permasalahan keterampilan sosial siswa di sekolah penyelenggara inklusif.

Fokus penelitian, permasalahan, dan tujuan penelitian mengarahkan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan/research and development dengan metode campuran/

siquential mixed methode designs. Penelitian dan pengembangan ini diarahkan

untuk membuat sebuah produk berupa program. Program yang dimaksud adalah program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Langkah yang dilakukan dalam rangka penelitian dan pengembangan menurut Borg and Gall (1989) adalah sebagai berikut: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji coba lebih luas, (9) revisi model akhir dan, (10) disiminasi dan sosialisasi. Pada penelitian ini peneliti


(23)

hanya melakukan tahapan penelitian dan pengembangan hingga tahap revisi hasil uji coba yang diuraikan pada tahapan-tahapan penelitian (Lihat hal 93). Hal ini didasarkan pada keterbatasan peneliti yang berkaitan dengan waktu dan kondisi, hal ini telah didiskusikan bersama dengan pembimbing.

Penelitian ini menggunakan metode campuran yaitu metode yang memadukan metode kuantitatif dan kualitatif di mana peneliti bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan gejala yang diamati dan metode kualitatif di mana peneliti akan bekerja dengan informasi dan data, di dalam menganalisanya tidak menggunakan analisa data statistik. Creswell, J. W. (1994) menyatakan terdapat tiga model pendekatan kuantitatif-kualitatif, yaitu: two-phrase design, dominant-less dominant design, dan siquential

mixed methode designs. Penelitian ini menggunakan sequential mixed methode design, memadukan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode

kuantitatif digunakan untuk mengkaji keterampilan sosial dan keefektifan program untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa SD di sekolah penyelanggara inklusif. Sementara itu pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui validitas rasional program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa di SD penyelenggara pendidikan inklusif.

Pelaksanaan penelitian secara teknis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: metode analisis deskriptif, metode partisipatif kolaboratif, dan metode quasi eksperimen. Metode analisis deskriptif dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, dan akurat tentang


(24)

fakta-fakta penelitian. Hal ini dilakukan untuk menganalisis keterampilan sosial siswa SD penyelenggara pendidikan inklusif dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan keterampilan sosial dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam rangka mengembangkan keterampilan sosial para siswa di sekolahnya. Metode partisipatif kolaboratif dalam proses uji kelayakan program hipotetik bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa di SD penyelenggara pendidikan inklusif. Uji kelayakan program dilaksanakan dengan uji rasional, uji keterbacaaan, uji kepraktisan dan uji coba terbatas. Uji rasional melibatkan melibatkan tiga orang pakar bimbingan dan konseling, uji keterbacaan melibatkan melibatkan sepuluh orang guru dari sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung, sedangkan uji kepraktisan dilakukan melalui diskusi dengan melibatkan dosen pembimbing akademik dan beberapa dosen pada program studi bimbingan dan konseling Universitas Pendidikan Indonesia.

Metode quasi eksperimen dengan design pretest dan posttest dilaksanakan dalam uji lapangan program hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang efektifitas program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa di SD penyelenggara pendidikan inklusif. Berikut peneliti sajikan bagan rancangan penelitian.


(25)

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian

File terpisah


(26)

B. Definisi Operasional Variabel

Terdapat empat variabel utama dalam penelitian ini, yaitu : bimbingan kelompok, keterampilan sosial, SD penyelenggara pendidikan inklusif, dan permainan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan maksud penelitian ini, maka definisi operasional diuraikan sebagai berikut.

1. Bimbingan Kelompok

Bimbingan adalah suatu proses memberikan bantuan kepada individu agar individu tersebut memahami dirinya, memahami lingkungannya sehingga dapat memfungsikan dirinya dengan baik di lingkungannya. Bimbingan diperlukan oleh setiap individu agar dapat mengarahkan dirinya dengan baik.

Sebagaimana dinyatakan oleh Natawidjaja (2004: 40):

Bimbingan diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.

Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada konseling. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.


(27)

Natawidjaja (2007: 40) menyatakan pula bahwa:

Penataan bimbingan kelompok pada umumnya berbentuk kelas yang beranggotakan 20 – 30 orang siswa. Informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman mengenai orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan yang tidak langsung.

Kegiatan bimbingan kelompok dalam penelitian ini diberikan oleh guru/GPK/team pengembang kreativitas/kesiswaan/psikolog atau ahli lainnya. Kegiatan bimbingan kelompok menggunakan alat-alat. Prinsip dan proses bimbingan kelompok menggunakan dinamika kelompok, seperti permainan kelompok baik di ruang tertutup maupun di alam terbuka.

Bimbingan kelompok merupakan kegiatan layanan yang paling dipakai oleh banyak orang, hal ini disebabkan karena bimbingan kelompok lebih efektif terutama ditinjau dari sisi waktu dalam waktu yang sama dapat melayani banyak siswa. Bimbingan kelompok juga sesuai dengan teori belajar yaitu mengandung aspek sosial belajar bersama. Peserta layanan akan berbagi gagasan serta dapat saling mempengaruhi sehingga dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya

Bimbingan kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: a. layanan bimbingan kelompok yang menggunakan dinamika kelompok

untuk memaksimalkan pencapaian mencapai tujuan, yaitu mengembangkan kepribadian siswa di mana berkembang kemampuan sosialisasinya, kepercayaan diri, komunikasi, keperibadian, serta


(28)

kemampuan dalam memecahkan persoalan dengan landasan nilai moral yang berlaku di lingkungan.

b. Bimbingan yang dilakukan melalui kelompok/kelas dalam seting pendidikan inklusif di mana terdapat ABK di dalamnya, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari delapan hingga sepuluh orang siswa. Bimbingan kelompok pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan permainan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial para siswa.

2. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah keterampilan yang ditunjukkan dalam membangun hubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya. Hal tersebut berarti bahwa anak dapat memberikan reaksi yang sesuai ketika berada dalam kelompok dan dalam situasi sosial/ budaya dan keterampilan ini merupakan dasar untuk membuat teman/ berteman (Macintyre, 2002: 1).

Combs and Slaby (Cartledge. 1986) menyatakan keterampilan sosial merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting bagi semua anak. Keterampilan sosial diartikan sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial yang terjadi dengan cara yang spesifik dapat diterima atau sesuai nilai-nilai sosial yang berlaku dan dalam waktu yang bersamaan memberikan manfaat pribadi, saling bermanfaat, atau memberikan manfaat bagi orang lain.


(29)

Keterampilan sosial siswa dari Stephens, T. M. (1978) dijabarkan dalam sebuah kurikulum keterampilan sosial di kelas. Stephens, T. M. (1978). Keterampilan sosial di kelas menurut Stephens, T. M. (1978) meliputi empat area yaitu: environmental behavior (EB), interpersonal

behaviors (IP), self-related behaviors (SR), dan task-related behavior (TR). Masing-masing area dijabarkan menjadi beberapa indikator.

Keterampilan sosial siswa dalam penelitian ini akan diukur berdasarkan ketercapaian indikator dalam empat area keterampilan sosial.

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka peneliti mendefinisikan keterampilan sosial dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan untuk mengatur

dan mengendalikan pikiran, emosi dan tingkah laku/perilaku untuk menilai dan memelihara serta membangun hubungan/interaksi dengan lingkungan sosial dengan efektif dengan mempertimbangkan kepentingan sosial, norma dan tujuan pribadi.

b. Keterampilan sosial meliputi aspek terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kepedulian terhadap lingkungan, perilaku terhadap diri sendiri (bersifat intrapersonal) seperti mengontrol emosi, menyelesaikan permasalahan sosial dengan tepat, memahami perasaan orang lain dan memproses informasi, perilaku yang berhubungan dengan orang lain (bersifat interpersonal) seperti mulai berinteraksi dan komunikasi dengan orang lain, dan perilaku yang berhubungan


(30)

dengan akademis misalnya dan melakukan apa yang diminta oleh guru dan mematuhi aturan yang ditetapkan.

3. SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif Sunanto et al (2003: 3) menyatakan:

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak, tidak kecuali. Pendidikan yang memberikan layanan kepada semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/sekolah formal maupun nonformal yang berada di dekat tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

masing-masing anak.”(2003: 3)

Berdasarkan pengertian di atas maka SD penyelenggara pendidikan inklusif yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada SD baik berstatus negeri atau pun swasta yang memiliki/menerima/memberi layanan pendidikan bagi siswa semua siswa termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). ABK belajar secara bersama-sama dengan siswa lainnya dalam kelas yang sama.

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat


(31)

istimewa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan pilihan lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Dalam penelitian ini peneliti mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai sebuah layanan pendidikan bagi semua siswa termasuk ABK dengan menghargai keberagaman potensi dan kondisi yang dimiliki masing-masing siswa, pendidikan yang memfasilitasi kebutuhan perkembangan semua siswa agar berkembang secara optimal.

4. Permainan

Bermain adalah segala hal yang bukan bekerja. Permainan dapat disajikan secara berkelompok. Permainan kelompok adalah kegiatan bermain yang dilakukan bersama-sama dalam kelompok. Permainan kelompok yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan aspek keterampilan sosial siswa (Macintyre. 2002. 1).


(32)

Permainan dapat menjadi alat pengajaran keterampilan seperti menunggu giliran, berbagi alat, menjadi pemenang yang baik atau kalah,

team work, kerjasama, perhatian pada detail, mengikuti aturan, self control, dan keterampilan pemecahan berbagai masalah. Sementara

permainan lainnya lebih pada memotivasi anak-anak untuk berpartisipasi sebab permainannya menyajikan hal yang menyenangkan dan lebih pada unsur bermain dari pada bekerja. Menggunakan permainan dapat bermanfaat di mana konten keterampilan sosial dapat mengurangi kecemasan dan resistensi (Cartledge. Gwendolyn & Milburn Joanne Fellows.1986: 143).

Permainan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai permaianan aktif yang dilakukan dalam bimbingan kelompok yang dijadikan alat pengajaran keterampilan sosial, seperti menunggu giliran, berbagi alat, menjadi pemenang yang baik atau kalah, team work, kerjasama, perhatian pada detail, mengikuti aturan, self control, keterampilan pemecahan berbagai masalah dan bertujuan untuk memotivasi anak-anak untuk berpartisipasi, permainan kelompok menyajikan hal yang menyenangkan, belajar dan mencoba sesuatu hal yang baru dengan mengikuti aturan yang telah dirancang sebelumnya. Aspek keterampilan sosial yang dikembangkan melalui permainan ini adalah perilaku terhadap lingkungan, perilaku terhadap orang lain, perilaku terhadap diri sendiri, dan perilaku yang berhubungan dengan tugas.


(33)

C. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data

1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan agar tersusun sebuah program pengembangan keterampilan sosial siswa SD di sekolah penyelenggara inklusif yang memiliki ketepatan, terpercaya, dan dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial bagi siswa di sekolah penyelenggara inklusif maka, maka dikembangkan perangkat instrumen penelitian yaitu: (a) angket self assessment (penilaian diri) keterampilan sosial siswa SD.

Angket ini digunakan untuk menjaring data mengenai keterampilan sosial siswa di sekolah penyelenggara inklusif, angket berisi pertanyaan yang menghendaki jawaban selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan pilihan adalah untuk mengakomodasi perilaku yang dilakukan oleh anak.

Berikut kisi-kisi instrumen pengungkapan keterampilan sosial siswa (self assessment).


(34)

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen

Pengungkapan Keterampilan Sosial Siswa (Diri sendiri)

Aspek Indikator Jum

Perilaku Terhadap Lingkungan Kepedulian Terhadap Lingkungan

Kemampuan memelihara kebersihan lingkungan/perilaku terhadap sampah

1

Kewajaran perilaku minum 1

Perilaku setelah merusak menjatuhkan sesuatu

1

Ketepatan perilaku dalam

menggunalakan alat-alat kelas dan bahan pelajaran

1

Perilaku dalam menggunakan alat bermain

1 Permasalah Darurat Kemampuan berperilaku mengikuti

aturan pada saat darurat

1 Kemampuan dalam mengidentifikasi kecelakaan

2 Perilaku di Ruang

Makan

Ketepatan perilaku dalam menggunakan alat makan

1

Perilaku dalam menyediakan makan milik sendiri

1 Ketepatan perilaku terhadap makanan yang tidak disukai

1 Perilaku di Sekitar

Lingkungan

Ketepatan perilaku berjalan/masuk ruangan

Perilaku menunggu giliran

Perilaku di jalan 1

Perilaku Terhadap Orang Lain

Menerima Kekuasaan

Perilaku terhadap peraturan orang dewasa yang berwenang

1 Perilaku terhadap permintaan teman yang berwenang

1 Perilaku teradap peraturan di kelas 3 Mengatasi Konflik Perilaku terhadap perilaku teman yang

mengganggu

4 Perilaku terhadap kritik dan hukuman 1 Mendapatkan

Perhatian

Perilaku dalam mendapatkan perhatian guru di kelas

1 Perilaku dalam menunggu giliran bicara 1 Perilaku dalam meminta sesuatu pada orang lain

3 Kemampuan mendapat perhatian dari 1


(35)

teman Memberi Salam

pada Orang Lain

Ketepatan perilaku pada saat bertemu orang lain

4 Ketepatan perilaku dalam mengenalkan orang lain

2 Membantu Orang

lain

Ketepatan perilaku ketika diminta bantuan oleh orang lain

6 Kemampuan menunjukkan perilaku simpati pada teman yang mengalami masalah

1

Membuat Percakapan

Ketepatan perilaku pada saat bercakap dengan orang lain

6 Kemampuan inisiatif membangun komunikasi dalam situasi informal

1 Mengatur Permainan Ketepatan perilaku dalam mengikuti

permainan

4 Perilaku Positif

Terhadap Orang Lain

Perilaku terhadap prestasi orang lain 1 Kemampuan berperilaku toleransi terhadap perbedaan

1 Bermain dalam

Situasi Informal

Ketepatan perilaku bermain dalam situasi informal

5 Kepemilikan Barang Kemampuan dalam membedakan

kepemilikan barang 4 Perilaku Terhadap Diri Sendiri Menerima Konsekwensi

Perilaku bertanggung jawab terhadap tidakan sendiri

3 Perilaku Etik Kemampuan membedakan benar salah 1

Perilaku jujur terhadap kesalahan sendiri

1

Kemampuan mengidentifikasi

konsekwensi perbuatan sendiri

1 Mengekpresikan

Perhatian

Kemampuan mengekpresikan perasaan diri sendiri atau orang lain

1 Perilaku Positif

Terhadap Diri Sendiri

Ketepatan perilaku pada saat dipuji 1 Keinginan menampilkan hasil karya 1 Ketepatan perilaku ketika ditanya tentang seseorang

1 Perilaku dalam melakukan tugas baru 1 Perilaku

Bertanggung Jawab

Ketepatan dalam kehadiran di sekolah 2 Ketepatan perilaku terhadap barang-barang milik sendiri

3 Ketepatan perilaku terhadap pesan yang harus disampaikan

1 Perilaku tanggung jawab terhadap barang-barang yang diminta dibawa ke sekolah


(36)

Kepedulian Terhadap Diri Sendiri

Ketepatan perilaku dalam menggunakan fasilitas umum

1 Kemampuan berperilaku mandiri dalam mengenakan pakaian

1 Ketepatan perilaku dalam menjaga kebersihan diri 1 Perilaku yang Berhubungan dengan Tugas (Pelajaran)

Menanyakan dan Menjawab

Pertanyaan

Ketepatan perilaku ketika diberi pertanyaan oleh guru

4

Perilaku dalam Pelajaran

Ketepatan perilaku pada saat mengikuti pelajaran

3 Diskusi di Kelas Ketepatan perilaku dalam mengikuti

diskusi di kelas

5

Ketepatan perilaku dalam

menyelesaikan tugas

4 Ketepatan perilaku dalam mengikuti arahan

2 Ketepatan perilaku dalam mengikuti aktivitas kelompok

3 Ketepatan perilaku terhadap pekerjaan sendiri

3 Ketepatan perilaku ketika mengerjakan tugas

5 Ketepatan perilaku ketika tampil di hadapan orang lain

3

Kualitas pekerjaan 4

2. Penimbangan Instrumen

Penilaian diri siswa diberi nilai dengan rentang nilain satu sampai dengan lima untuk setiap indikator. Hasil penilaian merupakan

baseline keterampilan sosial siswa. Baseline ini akan menjadi acuan

untuk melihat perubahan kemampuan keterampilan sosial siswa setelah diberi layanan bimbingan kelompok, dengan cara membandingkan hasil nilai keterampilan sosial setelah dan sebelum diberi layanan bimbingan kelompok.


(37)

Program layanan bimbingan kelompok yang disusun oleh peneliti dikembangkan berdasarkan kajian empiris dan teoritis. Program yang disusun oleh peneliti dinilai kelayakannya oleh tiga orang ahli. Ketiga ahli tersebut adalah dua orang ahli bimbingan dan konseling, yaitu bapak Dr. Nandang Rusmana, M. Pd. dan Bapak Dr. Ilfiandra, M. Pd. dan satu orang ahli pendidikan inklusif yaitu Bapak Juang Sunanto, P. Hd. Pemilihan penilai kelayakan program dilakukan berdasarkan pertimbangan kesesuaian materi program yang dikembangkan oleh peneliti.

Instrumen validasi program keterampilan sosial oleh ahli ini menghendaki jawaban yang bersifat deskriptif dan kuantitatif, ahli memberikan penilaian secara deskriptif untuk setiap item dalam instrumen validasi ahli dan sekaligus memberikan penilaian bersifat kuantitatif. Nilai A jika item yang dikembangkan menunjukkan relevansi yang sangat baik dan sesuai untuk kajian item tersebut. Nilai B jika item yang dikembangkan menunjukkan relevansi yang baik dan sesuai untuk kajian item tersebut. Nilai C jika item yang dikembangkan menunjukkan relevansi yang cukup baik dan sesuai untuk kajian item tersebut. Nilai D jika item yang dikembangkan menunjukkan relevansi yang kurang baik dan kurang sesuai untuk kajian item tersebut.

Hasil validasi ahli diolah oleh peneliti dengan cara mengkaji kembali teori pengembangan program, merevisi dan melengkapi


(38)

hal-hal yang disarankan oleh ahli terhadap program yang dikembangkan oleh peneliti. Langkah berikutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah mengkonsultasikan hasil revisi program yang telah dilakukan oleh peneliti, hingga ahli menyetujui perubahan/revisi yang dilakukan oleh peneliti. Berikut kisi-kisi instrumen validasi ahli.

Tabel 3. 2

Kisi-kisi Instrumen Validasi Ahli

No Komponen

1 Rasional

Lingkup kedalamannya Argumentasi yang diberikan

Kesesuaian dengan bimbingan kelompok 2 Kebutuhan terhadap bimbingan kelompok

Lingkup kedalamannya Argumentasi yang diberikan

Kesesuaian dengan kebutuhan terhadap program bimbingan kelompok 3 Visi dan Misi

Kesesuaian visi dan misi dengan program

4 Kesesuaian tujuan program bimbingan kelompok dengan pengembangan keterampilan sosial

5 Kesesuaian ruang lingkup program dengan setting psychoeducational group

6 Metode, waktu, dan tempat pelaksanaan program Kesesuaian metode

Kesesuaian waktu

Kesesuaian tempat pelaksanaan 7 Komponen program

Lingkup kedalaman komponen program Argumentasi

Kesesuaian rumusan tujuan dengan pengembangan keterampilan sosial Tahap persiapan

Kesesuaian strategi bimbingan kelompok Tahap pelaksanaan

Argumentasi

Tahap monitoring dan evaluasi


(39)

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen a. Validitas Instrumen

Nilai validitas pada dasarnya adalah nilai korelasi yang berfungsi untuk menghitung item yang digunakan. Teknik yang digunakan adalah korelasi item total yaitu konsistensi antara skor item secara keseluruhan yang dapat dilihat besarnya koefisien korelasi antara setiap item dengan skor secara keseluruhan, yang merupakan dasar dari korelasi Pearson (product moment). Adapun rumus korelasi Pearson adalah sebagai berikut :

rxy = n∑xy –(∑x)( ∑ y)

√ (∑x 2–(∑x)2(n∑y 2–(∑y2)

Keterangan :

r = korelasi validitas yang dicari

x = skor yang diperoleh subjek dari seluruh item y = skor total yang diperoleh subjek dari seluruh item

∑x = jumlah skor dalam distribusi x ∑y = jumlah skor dalam distribusi y ∑x2

= jumlah kuadrat skor dalam distribusi x ∑y2 = jumlah kuadrat skor dalam distribusi y n = banyaknya responden

Untuk perhitungan digunakan sofware SPSS yang berfungsi mengukur tingkat validitas dari setiap item kuesioner yang dijadikan sebagai alat ukur penelitian.


(40)

Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh hasil validitas sebagai berikut.

Tabel 3.3

Uji Validitas Perilaku terhadap Lingkungan

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori

(r>0,361)

N01.1 52.7667 0.778 0,361 Valid

NO1.2 52.6667 0.787 0,361 Valid

NO1.3 53.0333 0.897 0,361 Valid

NO1.4 53.5667 0.832 0,361 Valid

NO1.5 53.3333 0.834 0,361 Valid

NO2.1 53.2000 0.718 0,361 Valid

NO2.2 53.2667 0.916 0,361 Valid

NO2.3 53.3333 0.870 0,361 Valid

NO3.1 53.3000 0.851 0,361 Valid

NO3.2 53.5333 0.876 0,361 Valid

NO3.3 53.2000 0.864 0,361 Valid

NO4.1 53.1000 0.911 0,361 Valid

NO4.2 53.2667 0.871 0,361 Valid

NO4.3 53.3333 0.680 0,361 Valid

Tabel 3.4

Uji Validitas Perilaku terhadap Diri Sendiri

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori

(r>0,361)

NO1.1 226.7667 0.411 0,361 Valid

NO1.2 227.0333 0.623 0,361 Valid

NO1.3 226.7667 0.529 0,361 Valid

NO1.4 226.7000 0.512 0,361 Valid

NO1.5 226.8667 0.611 0,361 Valid

NO2.1 226.9667 0.364 0,361 Valid

NO2.2 226.9000 0.410 0,361 Valid

NO2.3 226.8000 0.661 0,361 Valid

NO2.4 227.1333 0.482 0,361 Valid

NO2.5 227.2000 0.680 0,361 Valid


(41)

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori (r>0,361)

NO3.1 227.1000 0.566 0,361 Valid

NO3.2 227.0667 0.558 0,361 Valid

NO3.3 227.1333 0.384 0,361 Valid

NO3.4 227.1333 0.600 0,361 Valid

NO3.5 226.9333 0.655 0,361 Valid

NO3.6 227.1333 0.608 0,361 Valid

NO4.1 227.0000 0.675 0,361 Valid

NO4.2 226.8000 0.409 0,361 Valid

NO4.3 227.0000 0.643 0,361 Valid

NO4.4 226.8000 0.520 0,361 Valid

NO4.5 226.7000 0.370 0,361 Valid

NO4.6 226.7000 0.377 0,361 Valid

NO5.1 226.6000 0.530 0,361 Valid

NO5.2 226.7333 0.400 0,361 Valid

NO5.3 226.7333 0.388 0,361 Valid

NO5.4 227.0000 0.390 0,361 Valid

NO5.5 226.9667 0.657 0,361 Valid

NO5.6 226.8333 0.460 0,361 Valid

NO5.7 227.3000 0.542 0,361 Valid

NO6.1 226.9667 0.477 0,361 Valid

NO6.2 227.1667 0.520 0,361 Valid

NO6.3 227.1333 0.424 0,361 Valid

NO6.4 227.0667 0.524 0,361 Valid

NO6.5 227.4667 0.671 0,361 Valid

NO6.6 227.1667 0.689 0,361 Valid

NO6.7 227.1333 0.480 0,361 Valid

NO7.1 227.0667 0.398 0,361 Valid

NO7.2 227.2333 0.427 0,361 Valid

NO7.3 227.6333 0.501 0,361 Valid

NO7.4 227.1667 0.719 0,361 Valid

NO8.1 227.0667 0.433 0,361 Valid

NO8.2 226.9333 0.379 0,361 Valid

NO8.3 227.4000 0.510 0,361 Valid

NO9.1 227.0000 0.450 0,361 Valid

NO9.2 226.8667 0.557 0,361 Valid

NO9.3 226.9667 0.628 0,361 Valid


(42)

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori (r>0,361)

NO9.5 226.8667 0.503 0,361 Valid

NO10.1 226.8667 0.418 0,361 Valid

NO10.2 227.8000 0.384 0,361 Valid

NO10.3 227.5333 0.421 0,361 Valid

NO10.4 229.2667 0.364 0,361 Valid

Tabel 3.5

Uji Validitas Perilaku terhadap Orang Lain

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori

(r>0,361)

NO1.1 76.7333 0.735 0,361 Valid

NO1.2 76.9667 0.707 0,361 Valid

NO1.3 76.7000 0.711 0,361 Valid

NO2.1 76.8000 0.719 0,361 Valid

NO2.2 76.8333 0.756 0,361 Valid

NO2.3 76.7667 0.420 0,361 Valid

NO3.1 77.2667 0.386 0,361 Valid

NO3.2 76.8667 0.615 0,361 Valid

NO4.1 76.7333 0.631 0,361 Valid

NO4.2 76.6333 0.611 0,361 Valid

NO4.3 76.6667 0.621 0,361 Valid

NO4.4 76.6000 0.635 0,361 Valid

NO5.1 77.1000 0.411 0,361 Valid

NO5.2 77.8333 0.466 0,361 Valid

NO5.3 77.0000 0.348 0,361 Valid

NO5.4 77.7000 0.594 0,361 Valid

NO6.1 77.1333 0.366 0,361 Valid

NO6.2 76.9667 0.425 0,361 Valid


(43)

Tabel 3.6

Uji Validitas Perilaku Berhubungan dengan Tugas

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori

(r>0,361)

NO1.1 152.5333 0.364 0,361 Valid

NO1.2 152.4333 0.404 0,361 Valid

NO1.3 152.8333 0.429 0,361 Valid

NO2.1 152.3333 0.482 0,361 Valid

NO2.2 152.2667 0.627 0,361 Valid

NO2.3 152.4333 0.404 0,361 Valid

NO3.1 154.7667 0.432 0,361 Valid

NO3.2 152.4333 0.421 0,361 Valid

NO3.3 153.8667 0.457 0,361 Valid

NO3.4 152.6333 0.432 0,361 Valid

NO3.5 152.5000 0.405 0,361 Valid

NO4.1 154.2667 0.403 0,361 Valid

NO4.2 152.7333 0.443 0,361 Valid

NO4.3 152.3333 0.437 0,361 Valid

NO4.4 152.8667 0.363 0,361 Valid

NO5.1 152.4333 0.398 0,361 Valid

NO5.2 152.1000 0.416 0,361 Valid

NO5.3 152.0667 0.489 0,361 Valid

NO6.1 152.3333 0.571 0,361 Valid

NO6.2 151.9667 0.442 0,361 Valid

NO6.3 151.9333 0.431 0,361 Valid

NO7.1 152.1000 0.557 0,361 Valid

NO7.2 152.2333 0.494 0,361 Valid

NO7.3 152.1667 0.566 0,361 Valid

NO8.1 152.0667 0.859 0,361 Valid

NO8.2 152.4333 0.362 0,361 Valid

NO8.3 152.4000 0.640 0,361 Valid

NO8.4 152.3667 0.707 0,361 Valid

NO8.5 152.3667 0.720 0,361 Valid

NO8.6 152.3000 0.628 0,361 Valid

NO9.1 152.4667 0.491 0,361 Valid

NO9.2 152.3667 0.630 0,361 Valid

NO9.3 152.2000 0.744 0,361 Valid


(44)

No. Item Mean r hitung r tabel Kategori (r>0,361)

NO10.2 152.2667 0.753 0,361 Valid

NO10.3 151.9667 0.396 0,361 Valid

NO10.4 152.2667 0.644 0,361 Valid

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan terhadap hasil suatu pengukuran, pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi merupakan suatu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur terpercaya (reliabel). Reliabilitas disebut juga kepercayaan konsistensi atau kesetabilan. Namun sebagai ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana suatu pengukuran terbebas dari kekeliuran.

Adapun pegujian reliabilitas instrumen penelitian dihitung dengan mempergunakan teknik belah dua dari Spearman Brown, dengan membagi dua kelompok yaitu skor butir soal ganjil dan jumlah skor butir soal genap. Kemudian diukur derajat hubungannya dengan koefisien korelasi rank menurut rumus yang telah ditentukan, dengan rumus sebagai berikut:

r = 2 rb 1 + rb

Keterangan:

r = reliabilitas internal seluruh instrumen


(45)

Langkah selajutnya menghitung korelasi product moment dengan menggunakan rumus:

rxy

= n∑xy –(∑x)( ∑ y)

√ (∑x 2–(∑x)2(n∑y 2–(∑y2)

Koefisien reliabilitas yang besarnya antara 0,7 – 0,8 dianggap baik untuk digunakan, (skala Guilford) dalam Kapian dan Saccuzo; 93:49). Berdasarkan hasil pengujian reliabailitas diperoleh:

1) Reliabilitas untuk perilaku terhadap lingkungan di dapat Guttman Split-Half nilai 0,978. Hal ini berarti bahwa t hitung > r tabel atau 0,978 > 0,361 maka hal ini berarti reliabel. 2) Reliabilitas untuk perilaku terhadap orang lain di dapat

Guttman Split-Half nilai 0,437. Hal ini berarti bahwa t hitung > r tabel atau 0,437> 0,361 maka hal ini berarti reliabel.

3) Reliabilitas untuk perilaku terhadap diri sendiri di dapat Guttman Split-Half nilai 0,530. Hal ini berarti bahwa t hitung > r tabel atau 0,530> 0,361 maka hal ini berarti reliabel.

4) Reliabilitas untuk perilaku terhadap orang lain di dapat Guttman Split-Half nilai 0,428. Hal ini berarti bahwa t hitung > r tabel atau 0,428> 0,361 maka hal ini berarti reliabel.

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini bertempat pada SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada SD


(46)

penyelenggara pendidikan inklusif. Proses pengembangan program terdiri dari tujuh tahap dengan subjek penelitian yang beragam. Pada studi pendahuluan subjek adalah siswa SD di lima SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian adalah sebanyak 378 orang siswa, yang ditentukan berdasarkan kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok atas adalah siswa yang berada di kelas empat sampai enam, dan kelompok bawah adalah siswa yang berada di kelas satu sampai kelas tiga. Kelompok atas yang di jadikan subjek penelitian adalah kelas lima, dan kelompok bawah yang dijadikan subjek penelitian adalah kelas tiga.

Tabel 3.7

Subjek Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Kelompok melalui Permainan

Tahapan Penelitian Subjek Jumlah

1. Studi Pendahuluan Siswa : SD BPI

SDN Gegerkalong Girang SDN Putraco

SDN Sarijadi 4 SDN Tunas Harapan

55 71 74 36 72 2. Validasi Program Pakar Bimbingan dan Konseling

Pakar Pendidikan Inklusif

2 1 3. Uji Coba Program Siswa SDN Gegerkalong Girang

1. Kelompok Eksperimen 2. Kelompok Kontrol

35 35

E.Tahap-Tahap Penelitian

Tahapan penelitian didasarkan pada penggunaan metode campuran dua tahap/siquensial mixed methode dengan pendekatan penelitian dan pengembangan/ Research & Development, pendekatan penelitian ini dipilih karena penelitian bertujuan untuk mengembangkan suatu produk berupa


(47)

program. Tahapan penelitian dilakukan dengan tujuh tahap yaitu mulai dari tahap pertama studi pendahuluan, tahap kedua perencanaan, tahap ketiga pengembangan program hipotetik, tahap keempat penelaahan program hipotetik, tahap kelima revisi program hipotetik, tahap keenam uji coba terbatas, tahap ketujuh revisi hasil uji coba terbatas. Pelaksanaan tujuh tahapan ini didasarkan oleh keterbatasan dari peneliti dan sudah dikonsultasikan dengan pembimbing.

Berikut bagan tahap penelitian yang dilakukan.

Bagan 3.2 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian sebagai berikut. Tahap pertama: studi pendahuluan

Dalam rangka melakukan studi pendahuluan peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Kajian konseptual dan analisis hasil penelitian terdahulu.

Tahap I

Studi Pendahuluan

Tahap II Perencanaan

Tahap V

Revisi Program Hipotetik

Tahap IV

Penelaahan Program Hipotetik

Tahap VI

Uji coba terbatas

Tahap VII

Revisi hasil uji coba terbatas Tahap III


(48)

Peneliti mengkaji konsep dan menganalisis hasil penelitian terdahulu mengenai bimbingan dan konseling, keterampilan sosial, dan SD penyelenggara pendidikan inklusif. Peneliti menemukan bahwa keterampilan sosial merupakan aspek perkembangan yang sangat penting bagi siswa SD, dan pada SD penyelenggara pendidikan inklusif terdapat ABK yang sering kali mengalami hambatan dalam keterampilan sosialnya, hal ini menunjukkan urgensi pengembangan keterampilan sosial bagi seluruh siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif. Setelah mengkaji konsep mengenai bimbingan dan konseling peneliti menemukan konsep bimbingan kelompok dengan seting pycoeducational

group sebagai wahana pengembangan keterampilan sosial. Peneliti pun

mempertimbangkan tahapan perkembangan siswa SD sehingga memilih permainan sebagai media pengembangan keterampilan sosial, hal ini dikarenakan siswa SD berada dalam tahap usia sosialisasi dan bermain merupakan cara yang tepat untuk memfasilitasi usia sosialisasi, karena dengan bermain terjadi interaksi dan bersosialisasi. Peneliti belum menemukan kajian hasil penelitian terdahulu mengenai keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara inklusif, namun peneliti menemukan bahwa sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mendorong semua warga sekolah untuk memiliki pemahaman yang baik terhadap satu dan yang lainnya, untuk itu perlu pengembangan hubungan yang lebih baik lagi antar semua warga sekolah.


(49)

2) Kajian lapangan untuk memperoleh informasi keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif. Langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: (a) peneliti menyebarkan angket self assessment keterampilan sosial siswa kepada siswa kelas tiga dan siswa kelas lima di lima sekolah penyelenggara inklusif. (b) Untuk memperkaya pemahaman peneliti mengenai keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara inklusif peneliti melakukan diskusi dengan para guru dan staf di sekolah. Peneliti mendapatkan masukan yang berharga dari diskusi yang dilakukan dengan guru dan staf. Masukan yang diberikan oleh para guru dan staf adalah akan lebih baik bila semua siswa dapat saling memahami satu dan yang lainnya dan bahwa banyak siswa menunjukkan perkembangan yang optimal, untuk itu diperlukan upaya untuk mengoptimalkan perkembangan semua siswa. Masukan ini peneliti jadikan bahan pertimbangan untuk menyusun program pengembangan keterampilan sosial siswa.

Tahap kedua: perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut. 1) Diskusi dan bimbingan dengan dosen pembimbing

Peneliti melakukan konsultasi dengan pembimbing mengenai penelitian yang dilakukan, diskusi mengenai temuan dan kajian teori yang dilakukan oleh peneliti, diskusi dan bimbingan dilakukan mulai dari bulan Januari 2010.


(50)

2) Peneliti merencanakan kegiatan dan waktu penelitian

Rencana kegiatan dan waktu penelitian digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3. 8

Rancangan Kegiatan dan Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan

Jan 10 Feb 10 Mrt 10 Ap 10 Mei 10 Jul 10 Agus 10 Sept 10 Okt 10 Nov 10 1 Tahap pertama,

studi

pendahuluan 2 Tahap kedua,

perencanaan 3 Pengembangan

program hipotetik 4 Penelaahan

program hipotetik

5 Revisi program hipotetik

6 Uji coba terbatas 7 Revisi hasil uji

coba terbatas

3) Menentukan ahli yang terlibat dalam uji kelayakan program

Peneliti menentukan ahli yang terlibat dalam validasi ahli berdasarkan saran dari dosen pembimbing. Ahli bimbingan dan konseling yang terlibat dalam validitas ahli adalah Bapak Dr. Nandang Rusmana, M. Pd. dan Bapak Dr. Ilfiandra, M. Pd., sementara ahli pendidikan inklusif yang terlibat adalah Bapak Juang Sunanto, P. Hd.

4)Menentukan sekolah dan kelas yang dilibatkan dalam uji coba terbatas program.


(51)

Peneliti memilih sekolah yang dilibatkan untuk uji coba terbatas program adalah sekolah tempat peneliti mengajar yaitu SDN Gegerkalong Girang. Alasan pemilihan tempat uji coba terbatas program adalah efesiensi dari sisi waktu dan biaya penelitian. Peneliti tidak meninggalkan tugas mengajar dan bisa mendapat bantuan keterlibatan para guru tanpa mengeluarkan biaya khusus untuk akomodasi dan hal lainnya, selain itu sekolah memberikan keleluasaan kepada peneliti untuk melakukan uji coba karena pihak sekolah merasa perlu untuk mengembangkan program yang mendukung pengembangan potensi bagi semua siswa termasuk ABK dan peneliti mempunyai tugas tambahan di sekolah tempat peneliti mengajar yaitu sebagai Special Need’s

Educational coordinator (SENco), hal ini memberikan banyak

kemudahan bagi peneliti dalam melakukan koordinasi dengan para guru pelaksana program.

Dalam tahap ini peneliti menentukan kelas untuk uji efektivitas program. Kelas yang dipilih sebagai untuk uji coba adalah dua kelas yaitu kelas 5A dan kelas 5B. Kelas 5A ditentukan sebagai kelas kontrol dan kelas 5B ditentukan sebagai kelas eksperimen. Penentuan kelas didasarkan atas pertimbangan keberagaman siswa yang ada di kelas 5, di mana di kedua kelas tersebut terdapat ABK. ABK yang ada di kedua kelas tersebut adalah anak dengan hambatan pemusatan perhatian yang disertai dengan hiperaktivitas, anak dengan hambatan perkembangan, dan anak berkesulitan belajar.


(52)

5) Peneliti menentukan guru yang terlibat dalam pelaksanaan program berdasarkan kesedian/kesukarelaan guru

Peneliti mengajak para guru untuk melaksanakan program dan para guru menyatakan kesediaannya secara suka rela. Berikut daftar guru yang terlibat dalam pelaksanaan program.

Tabel 3. 9

Guru yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program

No Nama guru Jabatan

1 Nindy Guru Pendamping

2 Tyas Ayu Emma Suciati, S. Pd. Guru Bahasa Inggris

3 Yoyoh Herlina, S. Pd. Guru Bahasa Inggris

4 Popon Sumaryani, AM. A. Pd. Guru Kelas 5

5 Resti Guru Pendamping

6 Endang Saepudin Guru Olah Raga

7 Yulia Minarsih Guru Pendamping

8 Gugun Purnama Guru Pendamping

9 Gerrysa Guru Pendamping

10 Yuni Guru Pendamping

6) Merencanakan teknis pelaksanaan pengembangan

Peneliti merencanakan teknis pelaksanaan pengembangan program sebagai berikut. (a) Menentukan waktu pelaksanaan pengembangan program. Pengembangan program dilaksanakan mulai dari bulan April hingga bulan Mei 2010. Peneliti mengunjungi lima sekolah penyelenggara inklusif untuk mengetahui profil keterampilan sosial siswa dan untuk melihat keberadaan/kegiatan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, peneliti menyebarkan angket self assessment keterampilan sosial siswa pada kelas atas dan kelas bawah masing-masing satu kelas pada setiap sekolah. (b) Menentukan tempat dan


(53)

menyiapkan keperluan untuk pengembangan program mulai dari instrumen penelitian hingga media yang digunakan dalam uji coba penelitian. (c) Merencanakan teknis pelaksanaan uji efektivitas sebagai berikut. Memberikan penjelasan kepada guru yang melaksanakan program tentang bagaimana program dilakukan, membagi tugas kepada setiap guru pelaksana program uji coba terbatas. Pembagian guru disesuaikan jumlah kelompok yang dibentuk untuk setiap permainan. Tugas guru dibagi menjadi pembimbing utama sebanyak dua orang, tugas utama pembimbing utama adalah menjelaskan dan membimbing/mengarahkan siswa secara keseluruhan sebelum kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil, dan mengarahkan seluruh siswa dalam tahap refleksi umum dari setiap permainan. Delapan orang guru dibagi menjadi pembimbing pada kelompok-kelompok kecil yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan permainan. Tugas kedelapan orang guru ini adalah membimbing dan mengarahkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil, tujuan pengarahan adalah agar siswa melakukan semua hal yang harus dilakukannya sesuai petunjuk permainan, serta guru pun memastikan mengarahkan siswa untuk berhubungan secara efektif dalam kelompoknya masing-masing.

Tahap ketiga: pengembangan program hipotetik

Berdasarkan kajian teori, penelitian terdahulu, hasil studi pendahuluan, maka peneliti mengembangan program bimbingan kelompok


(54)

melalui permainan bagi siswa SD penyelenggara pendidikan inklusif. Pada tahap pengembangan program hipotetik peneliti melakukan diskusi dan konsultasi dengan dosen pembimbing.

Tahap keempat: penelaahan program hipotetik

Untuk mendapatkan program bimbingan kelompok melalui permainan untuk meningkatkan keterampilan siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif yang memiliki kehandalan, terpercaya, dan dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial bagi siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif, maka pada tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut. Uji rasional program berdasarkan masukan-masukan konseptual dari ahli bimbingan kelompok dan ahli pendidikan inklusif.

Tahap Kelima: revisi program hipotetik

Peneliti melakukan revisi model hipotetik setelah peneliti mendapat masukan dari ahli bimbingan konseling dan ahli pendidikan inklusif baik dari sisi uji rasional maupun uji keterbacaan program, serta uji kepraktisan program. Pada tahap ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut. (1) Melakukan evaluasi dan menginventarisir hasil penelaahan kelayakan program. (2) Menyusun program hipotetik yang sudah direvisi.


(55)

Tahap keenam: Uji Coba Terbatas

Uji coba terbatas dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para guru pelaksana program bimbingan kelompok. Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Merencanakan uji coba terbatas

Uji coba terbatas direncanakan dilaksanakan pada awal tahun ajaran baru tahun pelajaran 2010-2011 yang jatuh pada bulan Juli 2010. Uji coba dilakukan selama satu bulan yaitu mulai dari minggu ke tiga bulan Juli hingga minggu ke dua pada bulan Agustus. Uji coba dilaksanakan satu minggu dua kali yaitu pada hari Jumat dan Hari Sabtu.

2) Menyiapkan fasilitator/guru pembimbing

Pelaksana program berjumlah 10 orang. Sebelum melaksanakan program, pelaksana program diberi pelatihan selama lima hari, setiap hari 4 jam @ 60 menit. Pemberi materi pelatihan adalah seorang psikolog yaitu Ibu Dra. Lismainar, Psi., M. Pd., Psikolog selain berlatar belakang jabatan profesional sebagai psikolog latar belakang pendidikan S2 beliau adalah bimbingan dan konseling. Pelatihan meliputi hal-hal sebagai berikut. (1) Pemahaman mengenai urgensi bimbingan kelompok melalui permainan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif. (2) Sikap dan perilaku yang diperlukan sebagai pembimbing. (3) Teknik pelaksanaan bimbingan kelompok melalui permainan. Berikut perilaku guru pembimbing yang dikembangkan.


(56)

Tabel 3. 10

Tabel Perilaku Guru yang Mendukung Keberhasilan Program

No Perilaku

Transformasional

Uraian

1 Stimulasi Intelektual 1. Menciptakan lingkungan belajar yang inovatif

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan suatu masalah

3. Membantu siswa mengembangkan pendekatan kreatif untuk memecahkan suatu persoalan

4. Memperluas perspektif berpikir dari siswa

5. Memperkuat kemampuan siswa untuk memecahkan persoalan

2 Konsiderasi Individual

1. Menunjukkan empati kepada kebutuhan dan harapan siswa

2. Memperlakukan siswa sebagai individu yang terhormat dan unik

3. Mendukung siswa untuk mewujudkan potensi mereka dan mencapai prestasi yang lebih tinggi

4. Membantu siswa belajar dari kesalahan mereka

5. Melayani siswa agar mereka dapat bekerja lebih baik

Motivasi Inspirasional

1. Menggairahkan siswa untuk mencapai hasil istimewa dalam bentuk prestasi dan pengembangan diri sendiri

2. Memberi inspirasi kepada siswa untuk mencapai masa depan yang lebih baik 3. Memberi inspirasi pada siswa untuk

memunculkan dan memanfaatkan seluruh potensi insani mereka

Pengaruh yang ideal 1. Membuat siswa bersemangat dalam melaksanakan tugasnya

2. Memberi keyakinan kepada siswa 3. Memberi contoh dan suri tauladan 4. Mengilhami berkembangnya kesetiaan

pada organisasi

5. Mendorong siswa mengungkapkan gagasan atau pendapatnya


(57)

3) Menyiapkan siswa untuk diberi bimbingan dalam rangka uji coba terbatas Pada tahap ini pembimbing melakukan pra kondisi kepada siswa yang dijadikan kelas eksperimen. Para siswa diberi penjelasan umum mengenai program bimbingan kelompok melalui permainan. Para siswa pun diberi penjelasan tentang tujuan yang diharapkan dicapai setelah program diberikan pada mereka.

4) Diskusi dan melakukan refleksi untuk mendapatkan masukan untuk perbaikan program

Pada tahap ini dilakukan diskusi dan refleksi mengenai program yang telah dilakukan. Pembimbing menyampaikan tantangan dan peluang dari setiap permainan yang telah dilakukan.

Tahap 7: Revisi Hasil Uji Coba Terbatas

Pada tahap ini dilakukan revisi hasil uji coba terbatas berdasarkan diskusi dan refleksi serta penilaian kelayakan oleh pelaksana program bimbingan kelompok. Peneliti mengolah masukan yang diberikan dari pelaksana program bimbingan kelompok dan menelaah hasil observasi terhadap pelaksanaan program bimbingan kelompok yang dilakukan oleh peneliti bersama rekan pembimbing.


(58)

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Profil Keterampilan Sosial Siswa SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Untuk mengetahui hasil penelitian tentang profil keterampilan sosial siswa di kelima SD penyelenggara pendidikan inklusif, peneliti menghitung rata-rata jawaban siswa dengan menggunakan lima kriteria, yaitu sangat baik, baik, cukup, rendah, dan sangat rendah. Rentang nilai kriteria tersebut adalah 0 sampai dengan 5. Kriteria tersebut dijabarkan sebagai berikut. Nilai 4,01-5,00 adalah sangat baik, nilai 3,01- 4,00 adalah baik, nilai 2,01 - 3,00 adalah cukup, nilai 1,01- 2,00 adalah rendah, nilai 0,01- 1,00 adalah sangat rendah.

Kriteria sangat baik artinya siswa memiliki keterampilan sosial

yang sangat baik dan berarti performa keterampilan sosial siswa sudah sangat sesuai untuk setiap aspek keterampilan sosial yang diukur. Siswa menjawab 81% - 100% pada pilihan “selalu” pada instrumen penilaian keterampilan sosial diri sendiri.

Kriteria baik artinya siswa memiliki keterampilan sosial yang

baik dan berarti performa keterampilan sosial siswa sudah sesuai untuk setiap aspek keterampilan sosial yang diukur. Siswa menjawab 61% - 80% pada pilihan “sering” pada instrumen penilaian keterampilan sosial diri sendiri.

Kriteria cukup artinya siswa memiliki keterampilan sosial yang


(1)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

penyelenggara inklusif yang secara umum masih belum optimal. b. Para kepala sekolah memfasilitasi para guru baik guru pada sekolah

penyelenggara inklusif maupun sekolah lainnya dengan diberi pelatihan agar memiliki bekal kemampuan dan pemahaman mengenai bimbingan dan konseling khususnya pada pemahaman melakukan bimbingan kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial para siswanya.

2. Guru

Berdasarkan hasil pembahasan hasil studi pendahuluan guru perlu meningkatkan keterampilan siswa melalui program bimbingan kelompok dengan permainan sehingga tingkat keterampilan sosial siswa dapat meningkat.

a. Khusus untuk guru SD BPI sebaiknya lebih memberikan perhatian pada perilaku berhubungan dengan tugas, karena aspek ini tingkat ketercapaiannya paling rendah.

b. Khusus untuk guru SDN Gegerkalong Girang dan SDN Putraco sebaiknya lebih memfokuskan pada aspek perilaku terhadap orang lain, hal ini dikarenakan pada keterampilan sosial siswa SDN Gegerkalong Girang dan SDN Putraco merupakan aspek yang perolehan nilainya terkecil dibandingkan dengan yang lain

c. Khusus untuk guru SDN Tunas Harapan sebaiknya lebih memfokuskan pada aspek perilaku siswa terhadap lingkungan dan perilaku berhubungan dengan tugas, karena dua aspek ini ketercapaian


(2)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

nilainya adalah paling kecil.

d. Khusus untuk guru SDN Sarijadi 4 sebaiknya lebih memfokuskan pada aspek perilaku terhadap lingkungan karena aspek ini ketercapaian nilainya paling kecil jika dibandingkan dengan aspek lainnya.

3. Peneliti selanjutnya

Dalam penelitian ini hanya lebih fokus pada keterampilan sosial siswa dan cara meningkatkan keterampilan sosial siswa salah satunya dengan pengembangan program bimbingan kelompok melalui permainan. Ada beberapa komponen-komponen yang belum diteliti yang mampu meningkatkan keterampilan sosial siswa selain program bimbingan kelompok melalui permainan. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti dan mengembangkan:

a. Program bimbingan kelompok melalui “Permainan Sosial” di mana dalam permainan ini siswa terlibat dalam interaksi sosial dengan teman-teman sebaya mereka.

b. Program bimbingan kelompok melalui “Symbolic Play”, di mana permainan ini mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan kemampuan intelektual tingkat tinggi, belajar untuk memahami perasaan yang muncul saat mereka melakukan permainan, mereka pun belajar menunggu giliran, berbagi dan memahami apa yang dilakukan temannya serta memahami mengapa mereka melakukan sesuatu hal dalam permainan. Melalui permainan ini pula anak


(3)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

belajar mengembangkan kemampuan lingustik mereka, kemampuan ini terkembangkan saat mereka menyampaikan ide, membuat pernyataan, memberikan alasan, atau berbagi pikiran dengan teman lainnya saat bermain bersama.

4. Peneliti sendiri melakukan sosialisasi dan diseminasi program lebih luas agar sekolah/para guru mengetahui,mengenal, dan memahami program bimbingan kelompok melalui permainan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa pada SD penyelenggara pendidikan inklusif.


(4)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Zaenal.,Hermawan, Budi., Rigmalia, Dante. (2005). Masa Transisi dari Segregasi Menuju Inklusi di Jawa Barat.

www.idp-europe.org/symposium/wednesday-presentation.php.

Baker, E. T., Wang, M. C. & Walberg, H. J. (1994/1995). The Effects of Inclusion on Learning. Educational Leadership

Baker, E. T.(1994). A Meta Analysis Evidence for Non-Inclusive Educational Practices. Disertasi, Temple University.

Carlberg, C. & Kavale, K. The Efficacy of Special Class vs Regular Class Placement for Exceptional Children: A Meta Analysis. The Journal of Special Education. 14, 295-305.

Cartledge, Gwendolyn & Milburn Joanne Fellows, (1986). Teaching Social Skills to Children Innovative Approches, Second Edition. New York. Pergamon Press.

Cartledge, Gwendolyn & Milburn Joanne Fellows. (1995). Learning Social Skill Council for Exceptional Children Journal. Colombus USA.

Corey, Marianne Schncider and Corey, Gerald. (2006). Group Process and Practice. Seventh Edition. USA. Thomson Brooks/Cole.

Creswell, J. W. (1994). Research Design; Qualitative and Quantitative Approaches. California. SEGA Publication.

Gary, Khroehnert.(2003). 100 Training Games. Sydney. Mx Graw Hill Book Company.

Hellen, K. A., Hottzman, W., and Messicks, S. (1982). Placing Children in Special Education : A Strategy for Equity. Washington DC. National Academy Press

Hurlock. E. (1978). Child Development. USA Mc. Graw Hill, Inc.

Macintyre, Christiane. (2002). Play for Children with Special Needs. London. David Fulton Publisher Ltd.

Modul Kegiatan dalam Memfasilitasi Kelompok. (2003). Jakarta. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat. Ditjen Bina Keswa. Departemen Kesehatan RI.

Modul Keterampilan Sosial untuk Meningkatkan Kesehatan Jiwa Remaja. (2005). Jakarta. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat. Ditjen Bina Keswa. Departemen Kesehatan RI.


(5)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Mulyono, Abdulrahman. (2003). Landasan Pendidikan Inklusif dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan LPTK. Yogyakarta. Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. 26 Agustus 2002.

Natawidjaja, Rochman (ed.). (1981) Pedoman Pembinaan Program Bimbingan di Sekolah. Jakarta. Dep. P dan K, Dirjen Dikdasmen.

Natawidjaja, Rochman. (2007). Konseling Kelompok: Konsep dan Pendekatan. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Ramdhani, Nella. (1994). Pelatihan Keterampilan Sosial untuk Kesulitan Bergaul. http://nellastaff.ugm.ac.id

Pedoman Penyelenggaraan & Modul Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat bagi Pengajar Sekolah Dasar dan MI (2001). Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan UNICEF Indonesia. Jakarta

Peduli Hak Anak.2009. Games Bersama Kelompok Anak, Senin 31 Mei 2010. http://pedulihakanak.wordpress.com/2009/03/09/games-bersama-kelompok-anak/

Permendiknas RI No. 74 tahun 2008 tentang Guru. Rabu, 12 Desember 2012. 10.35. www.slideshare.net/suediahmad/pp-no-74-th-2008-ttg guru#btnnet. Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah

(Teori dan Aplikasi). Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Rubin, K. H., Bukowski, W. and Parker, J. (2006). Peer Interactions, Relationship and Groups in N. Eisenberg, Handbook of Child Psychology (sixth edition) : Social, Emotional and Personality Development. New York. Wiley Robinson, N. S., and Garber, J. (1995). Social Support and Psychopathology A

Cross The Life Span. In Cicchetti, D. Cohen D. J. Editor. Developmental psychopathology, Risk, Disorder, and Adaptation. Volume 2 New York. John Wiley and Sons

Stainback,W. & Stainback, S. (1990). Support Networks for Inclusive Schooling: Independent Integrated Education. Baltimore: Paul H. Brooks.

Staub,D. &Peck, C.A.(1994/1995). What are The Outcomes for Nondisabled Students? Educational Leadership.

Santrock, J. . W. (1983). Life Span Developmental. Dalas. University of Texas. Sunanto, J. dkk. (2003). Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua. Bandung. Dinas


(6)

Dante Rigmalia, 2013

Program Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada SD Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Standar Kompetensi Guru Kelas SD Program Pendidikan D-II PGSD. (2002). Jakarta. Depdiknas

Schncider Corey and Gerald Corey. (2006). Group Process and Practice Sevent Edition. USA. Thomson-Broooks/Cole.

Thomson, L. Charles, Rudolph. Linda. B, Henderson. Donna A. (2004). Counceling Children sixth Edition. USA. Brooks/ Cole.

O’Neil,J.(1994/1995). Can Inclusion Work? A Conversation with James Kauffman and Mara Sapon-Shevin. Educational Leadership.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. (1994). Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus. Jakarta. UNESCO Office Jakarta.