Gaya Bahasa Dalam Tulisan Anak Dari Segi

Gaya Bahasa Dalam Tulisan Anak Dari Segi Nonbahasa
(Konteks Seri Kecil-Kecil Punya Karya)
Dinda Fitria Sabila
Pendahuluan
Gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata
yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk
menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki
kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan
mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 2001:112). Pada penulisan
cerita anak khususnya yang ditulis oleh anak-anak itu sendiri, gaya bahasa tentu saja
merupakan salah satu unsur yang membangun cerita tersebut. Meskipun setiap anak
memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda, mereka memiliki tipikal yang sama.
Pada analisis kali ini, penulis menggunakan konteks buku KKPK (Kecil-kecil
Punya Karya) yang diterbitkan oleh DAR! Mizan. Kecil-kecil Punya Karya merupakan
label buku yang merujuk pada buku bacaan untuk anak-anak tetapi ditulis oleh anakanak. Hal tersebut menyebabkan timbulnya budaya menulis dari diri anak-anak itu
sendiri sehingga menimbulkan kecirikhasan setiap anak dalam menulis khususnya
dalam gaya bahasa.
Gaya bahasa terdiri atas segi nonbahasa dan bahasa. Berbeda dengan bahasa,
nonbahasa lebih mengacu pada faktor-faktor diluar kebahasaan dari anak. Hal ini lebih
menarik untuk dibahas karena merupakan faktor eksternal dari anak.
Gaya Bahasa Tulisan Anak dari Segi Nonbahasa

Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam unsur
dan dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut1:
1.

Berdasarkan pengarang: gaya yang disebut sesuai denan nama

pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau
penulis dalam karangannya (Keraf, 2001:115). Sebagai contoh adalah Sri Izzati,
seorang penulis buku Kado untuk Ummi dan Let’s Bake Cookies bestseller
dalam seri KKPK. Sri Izzati memiliki nama pengenal yang cukup besar
1

Keraf, Gorys. 2001. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

dikalangan pembacanya sehingga ketika ia menuliskan buku yang lain dari
karyanya yang sebelumnya, pembaca akan mudah tertarik dengan tulisannya.
Sri Izzati mendapatkan sebuah penghargaan KKPK Young Inspiring Writer
pada Juni 2013 karena setelah Izzati, banyak anak-anak yang terinspirasi untuk
bisa menulis seperti dirinya.
Medina Savira, seorang penulis KKPK juga mengungkapkan pada

wawancara dengan Rizki Nawan, seorang penulis artikel, sebagai berikut,
“Waktu kelas 5 SD, aku diajak ke pelatihan jurnalistik sama guruku.
Terus ketemu sama kak Sri Izzati. Nah, kak Sri Izzati itu penulis KKPK (KecilKecil Punya Karya) yang sudah senior. Terus dari sana diajarkan untuk menulis.
Dina dari situ juga mulai baca serial KKPK. Setelah itu Dina mulai menulis
cerpen (cerita pendek). Setelah satu bulan, cerpennya dikirimkan ke penerbit
Mizan. Alhamdulillah, direspon.” (http://nawansays.blogspot.com). Hal ini
merupakan salah satu bukti bahwa Sri Izzati merupakan pengarang yang kuat
dan dapat mempengaruhi orang-orang dijamannya.
Sri Izzati merupakan pemula dalam penulisan tulisan anak. Oleh karena
itu, dapat dikatakan Izzati membawa gaya baru dalam dunia penulisan anakanak.
2.

Berdasarkan masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal

karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu.
(Keraf, 2001:116). Gaya bahasa yang ada pada buku KKPK sebagian besar
adalah gaya moderen sebagaimana dikutip sebagai berikut,
“Hah? Enggak salah, kan, apa yang aku dengar barusan? Tapi, bagus
juga, sih. Whatever, deh! Oke, kita belanja sekarang?...” (Abida,
2014:72)

Dalam kutipan buku KKPK yang berjudul “Dream To Paris” di atas
membuktikan bahwa anak-anak cenderung menggunakan bahasa yang moderen.
Anak-anak mendengarkan, melihat, dan mengaplikasikan bahasa sebagaimana
ia berada pada masa tersebut. Kata “whatever” menjadi kata yang meledak pada
tahun 2014 sehingga anak-anak menggunakan kata tersebut dalam tulisannya.
Selain itu, hal yang sama ada pada kutipan pada buku KKPK yang berjudul
“Active Girl” ini,

2

“Oke, bagus kalau begitu. Yuk, ke rumahku! Rumahku dekat, kok, dari
sini. Jalan kaki juga bisa…, enggak jadi jemput, deh,” (Oca, 2014:67).
Penggunaan kata “Oke”, “Yuk”, “Kok”, dan “Deh” adalah contoh dari gaya
bahasa moderen.
3.

Bersadarkan Medium: tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial

pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri (Keraf, 2001:116). Gaya yang
digunakan dalam penulisan buku KKPK sebagian besar adalah gaya Indonesia.

Penulisan anak cenderung berpola kalimat S-P atau S-P-O atau S-P-O-K.
Contohnya dalam kutipan berikut,
“Kami bertiga mengerjakan PR Matematika. Aku sering bertanya
tentang rumus akar pangkat tiga kepada Tasya dan Kanya…” (Oca,
2014:67).
Berdasarkan kutipan di atas, pola kalimat yang digunakan adalah pola S-P-O
dan ada pula yang ditambah keterangan menjadi S-P-O-K.
Selain mengenai pola kalimat, gaya bahasa anak-anak memang memakai
gaya bahasa sehari-hari orang Indonesia diluar kemungkinan bahwa tulisan
yang mereka publikasikan telah diedit oleh editor. Gaya bahasa yang ada tidak
terkesan seperti teks terjemahan atau sejenisnya sehingga anak-anak sebagai
pembaca tidak mengalami kesulitan dalam memahami ceritanya.
4.

Berdasarkan Subyek: subyek yang dipakai dalam penulisan tulisan anak

KKPK sebagian besar merupakan gaya populer. Gaya bahasa populer adalah
tulisan yang mengedepankan data-data, istilah, dan bahasa yang biasa
digunakan banyak orang pada umumnya dari seluruh lapisan masyarakat.
Seperti apa yang telah dituliskan pada poin 2, gaya bahasa anak-anak

yang modern dalam konteks masa juga sama dengan subyeknya. Anak-anak
cenderung menggunakan subyek populer karena tulisan yang mereka
publikasikan adalah bergenre fiksi. Contohnya ada pada kutipan berikut,
“Aku melirik jam. Wah… masih pukul 04.20. Daripada membuang
waktu, lebih baik aku belajar saja dulu…” (Oca, 2014:21).
Pada kutipan di atas, gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa populer.
5.

Berdasarkan Tempat: gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis,

karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya
(Keraf, 2001:116). Anak-anak menulis dengan gaya bahasa sesuai dengan
3

daerah mereka. Apabila mereka berasal dari daerah Jakarta, mereka akan
menulis dengan gaya bahasa yang ceplas ceplos sebagaimana masyarakat
Jakarta, Berbeda dengan gaya bahasa anak yang berasal dari Jawa yang lebih
terkesan kalem dalam tulisannya. Contohnya dapat dilihat pada kedua kutipan
berikut,
“Begini, lho, rencanaku. Teman-teman, kan, lagi sedih. Aku mau

memberi mereka kue biar…” (Abida, 2014:72)
Abida merupakan orang Gresik, Jawa Timur sehingga gaya bahasanya kalem
dan lembut. Namun, hal tersebut tidak bersifat mutlak.
6.

Berdasarkan Hadirin: Gaya bahasa yang dipakai dalam mayoritas KKPK

adalah gaya populer atau demagog. Hal tersebut berarti gaya bahasa yang
digunakan cocok dengan masyarakat banyak. Berbeda dengan gaya bahasa
sastra yang hanya dapat dimengerti oleh kalangan sastra atau gaya bahasa sopan
yang ditujukan untuk orang yang dihormati.
Contoh dari gaya bahasa demagog adalah sebagai berikut,
“Mama mengeluarkan mobil dari garasi. Laras segera masuk ke dalam
mobilnya. Mobil pun berjalan dengan kecepatan sedang.” (Abida,
2014:25)
Pada kutipan di atas pembaca dengan mudah mengerti bahwa yang dimaksud
pada narasi penulis adalah seorang ibu mengeluarkan mobil dari garasi,
kemudian Laras segera masuk kedalam mobil. Akhirnya, mobil itu berjalan dan
melaju dengan kecepatan sedang. Berbeda dengan kutipan berikut,
“Kami ingin Bapak Presiden dapat membantu kami dan menepati apa

yang diberitakan kepada rakyat Indonesia.” –Roni Balukh
(http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/senza/surat-untuk-jokowi)
Kutipan di atas ditulis oleh Roni Balukh kepada Presiden Jokowi sehingga gaya
bahasa yang ia gunakan adalah gaya bahasa yang sopan atau formal.
Anak-anak menggunakan bahasa demagog karena hadirin yang menjadi
pembacanya adalah masyarakat luas dan tidak terbatas oleh kalangan tertentu.
Sebagian besar pembaca KKPK adalah anak-anak sehingga gaya bahasa yang
digunakan harus dapat diterima oleh anak-anak walaupun orang dewasa juga
pasti sudah dapat memahami gaya bahasa anak tersebut.
7.

Berdasarkan tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari

maksud ingin disampaikan oleh pengarang, dimana pengarang ingin
4

mencurhakan gejolak emotifnya (Keraf, 2001:116). Gaya bahasa yang
digunakan oleh anak-anak kebanyakan adalah gaya sentimental. Sentimental
dipengaruhi oleh rasa sentimen, bersifat menyentuh perasaan (KBBI).
Anak-anak menulis dengan dipengaruhi oleh perasaan mereka dan

tulisan mereka bersifat membawa perasaan, contohnya perasaan bahagia, sedih,
kecewa, marah, dan sebagainya.
Kesimpulan
Gaya bahasa tulisan anak dari segi nonbahasa dibagi atas tujuh pokok, yaitu
berdasarkan pengarang, masa, medium, subyek, tempat, hadirin, dan tujuan.
Berdasarkan pengarang, fenomena KKPK telah melahirkan gaya baru seperti
contohnya Sri Izzati yang menginspirasi para pembacanya. Berdasarkan masa, gaya
bahasa anak-anak adalah gaya bahasa moderen. Berdasarkan medium, gaya bahasa
yang digunakan adalah gaya Indonesia. Berdasarkan subyek, gaya bahasa yang
digunakan adalah gaya bahasa populer. Berdasarkan tempat, gaya bahasa disesuaikan
dengan latar belakang wilayah penulis itu sendiri tinggal. Berdasarkan hadirin, gaya
bahasa yang digunakan adalah gaya populer atau demagog. Terakhir, berdasarkan
tujuan, gaya bahasa yang digunakan oleh anak-anak adalah gaya sentimental.
Daftar Pustaka
Aliya,

Haya.

2014.


Sri

Izzati,

Bukan

Penulis

Cilik

Lagi.

[online].

(http://www.hayaaliyazaki.com/2014/04/sri-izzati-bukan-penulis-cilik-lagi.html,
Keraf, Gorys. 2001. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Rifqi, Abida. 2014. Dream to Paris. Bandung: DAR! Mizan
Sativa, Oryza. 2014. Active Girl. Bandung: DAR! Mizan
diakses tanggal 14 Desember 2014)
Nawan, Rizky. 2012. Buat Apa Penulis Bayar Pajak Kalau Korupsi?. [online].

(http://nawansays.blogspot.com/2012/11/buat-apa-penulis-cilik-bayar-pajak.html,
diakses tanggal 14 Desember 2014)

5