Gunung Galunggung Gunung Galunggung Gunung Galunggung

PRAKTEK KULIAH LAPANGAN
GUNUNG GALUNGGUNG DAN
KAMPUNG NAGA
LAPORAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Laporan
Praktek Kuliah Lapangan (PKL)

Oleh :
Fajar Dwi Saputro
132170030
Kelas I A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada pimpinan
dan teladan tercinta Nabi Muhammad saw. Beserta keluarganya, sahabatnya, tabi’in
tabi’atnya dan kita semua selaku umatnya hingga akhir Zaman. Hanya dengan
petunjuk dan pertolongan Allah SWT penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Praktek Kuliah Lapangan Gunung Galunggung dan Kampung Naga ”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas laporan Praktek Kuliah
Lapangan (PKL).
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orang tua yang selalu memberikan motivasi, dukungan, do’a, dan materi.
2. Ibu Dr. Siti Fadjaradjani, M.T, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Geografi.
3. Bapak Drs. H. Nedi Sunaedi, M.Si selaku dosen wali kelas 1B.
4. Seluruh Dosen yang telah membimbing sehingga terselesaikannya makalah ini.
5. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih banyak kekurangan,
baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya penulis dan

pembaca pada umumnya.
Tasikmalaya, Juni 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Makalah ................................................................................ 2
D. Manfaat Makalah.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A . Landasan Teoritis.............................................................................. 3

B. Pembahasan........ ............................................................................... 5
1. Gunungapi Galunggung ................................................................ 5
2. Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya .................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................ 21
B. Saran ................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kawah Galunggung .................................................................... 5
Gambar 2.2 Peta Anomali Magnetik Sisa (dalam nT) Daerah
G. Galunggung (gabungan hasil survey 2007 dan 2008) ............ 11
Gambar 2.3 Peta Kawasan Rawan Bencana G. Galunggung ........................ 12
Gambar 2.4 Kampung Naga ........................................................................... 14
Gambar 2.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kampung Naga ........ 17
Gambar 2.6 Masjid As-Salam di Kampung Naga .......................................... 20


iv

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Stratigrafi Batuan Gunung Galunggung .......................................... 8

v

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gunung Galunggung merupakan gunungapi dengan ketinggian 2.167 m di atas
permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya Berlokasi di
Desa Linggajati Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Setelah terakhir
meletus pada Tahun 1982, Panorama alam di sekitar Gunung Galunggung saat ini
sangat mempesona. Kawah yang dulu memuntahkan lahar panas, pasir dan
bebatuan, kini telah berwujud menjadi semacam danau luas, bening, berair dan
tenang serta dikelilingi hutan hijau yang asri. Merupakan salah satu kajian geografi
yang bersifat fisik berada di Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan Kampung Naga
merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang

sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini
adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek
kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa
peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung
Naga juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan
adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan
masyarakat lain yang lebih modern.
Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat
kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban
modern. Ini merupakan kajan geografi yang bersifat social, mengarah kepada
kebudayaan, adat istriadat, geografi manusia, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
Dalam kaitannya dengan permasalah diatas maka ada beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi oleh penulis diantaranya:
1. Bagaimana kondisi dan sejarah gunung Galunggung?
2. Bagaimana kondisi sosial masyarakat dan kondisi alam di Kampung Naga?

1

2


C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan dalam menulis makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi dan sejarah gunung Galunggung
2. Untuk mengatahui kondisi sosial masyarakat dan kondisi alam di Kampung
Naga.
D. Manfaat Makalah
Penulisan makalah bermanfaat bagi penulis maupun pembaca yaitu untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang kondisi dan sejarah gunung
Galunggung dan Kampung Naga

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoretis
1. Pengertian Gunungapi
Gunung-gunung yang menjulang tinggi ke angkasa dengan kokoh merupakan
hal yang menakjubkan bagi semua orang yang melihatnya. Sebagian orang
menganggap bahwa di atas gunung-gunung yang tinggi itu terdapat para penguasa
yakni para dewa. Bila gunung itu meletus, orang-orang menganggap bahwa para
dewa sedang murka. Namun itu hanya sebagian paradigma orang-orang di masa

yang lalu.
Kini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berputarnya
waktu. Pengetahuan tentang kegunungapian semakin berkembang. Banyak teoriteori yang mendasari akan perkembangan tentang ilmu kegunungapian.
Alzwar (1988: 32) mengemukakan. “Gunungapi adalah timbulan di permukaan
bumi, yang tersusun atas timbunan rempah gunungapi, tempat dengan jenis dan
kegiatan magma yang sedang berlangsung, tempat keluarnya batuan leleran dan
rempah lepas gunungapi dari dalam bumi”.
Mac Donald (1972: 12) mengemukakan. “Gunungapi adalah tempat atau bukaan
berasalnya batuan pijar (gas) dan umumnya keduanya, keluar ke permukaan bumi,
sehingga bahan batuan tersebut berakumulasi membentuk bukit atau gunung”.
Bronto (2006: 24) mengemukakan. “Gunungapi adalah sesuatu proses alam yang
berhubungan dengan kegiatan gunungapi, meliputi asal-usul pembentukan magma
di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk
dan kegiatannya, serta, setiap magma yang muncul ke permukaan bumi adalah
gunungapi”.

3

4


2. Pengertian Adat Istiadat
Dalam membicarakan pengertian adat ada beberapa hal yang perlu
dikemukakan, diantaranya adalah asal kata adat, pengertian adat secara umum.
Dalam bahasa Arab “adat” berasal dari kata “urf” dan Islam telah memberikan
corak khusus dalam ketentuan-ketentuan adat dalam lingkungan pemeluk agama
Islam. Sebelum hukum Barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum
rakyat yang kemudian disempurnakan dengan hukum Islam, sehingga disebut “adat
bersendikan syarak”.
Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di
Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660). "Adat" berasal dari bahasa Arab ‫عادات‬,
bentuk jamak dari ‫( عاداع‬adah), yang berarti "cara", "kebiasaan".
Seorang pemuka adat Minangkabau, yaitu Muhammad Rasyid Manggis Dt. Rajo
Penghulu dalam bukunya sejarah Ringkas Minangkabau Dan Adatnya mengatakan
: adat lebih tua dari pada adat. Adat berasal dari bahasa sansekerta dibentuk dari
“a”dan “dato”. “a” artinya tidak, “dato” artinya sesuatu yang bersifat kebendaan.
“a” artinya tidak, “dato” artinya sesuatu yang bersifat kebendaan. “adat” pada
hakekatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat kebendaan.
Adat istiadat adalah kebiasaan umum yang berasal dari tiru-meniru dan tidak
diberi kekuatan pengikat oleh penghulu-penghulu seperti permainan anak-anak
muda seni dan lain-lain serta tidak bertentangan dengan adat nan teradat.


5

B. Pembahasan
1. Gunungapi Galunggung

Gunungapi Galunggung merupakan gunung api aktif tipe strato, yang di dalam
pembagian fisiografi Jawa Barat, termasuk di dalam zona gunung api kwarter yang
terbentuk di bagian tengah Jawa Barat, dan secara pembagian karakteristik sedimen
batuan tersier terletak di dalam cekungan Bogor.
Letak astronomis Gunungapi Galunggung 07015’24,8” LS, 108004’36” BB.
Dengan ketinggian 1112 mdpl (Gunung Warirang).
Letak astronomis Danau Kawah Galunggung 07017’55,5” LS, 108006’46,3”BB.
Dengan ketinggian 574 mdpl.

Gambar 2.1
Kawah Galunggung
a. Sejarah Kisah Gunungapi Galunggung
Mitos Sejarah Gunungapi galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini
terdapat suatu Rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di

Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan
Leuwisari, Tasikmalaya. Tempat Sejarah Gunungapi galunggung merupakan salah
satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari
Hyang pada abad ke- XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke
daerah Pamijahan dengan Syeikh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh
ulama panutan. Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana
menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang
membuat susuk atau parit pertahanan.

6

Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan
kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung). Sementara naskah Sunda kuno
lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang
ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah–petuah yang
disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasa Galunggung pada masa itu kepada
anaknya. Sementara Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu
dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang telah melakukan dua kali perjalanan
dari Pakuan Pajajaran ke Jawa sempat menuliskan Galunggung dalam catatan
perjalanannya.


b. Sejarah Meletusnya Gunung Galunggung

1) Pra-letusan 1822
Pada pra-letusan 1822, terjadilah suatu ledakan raksasa dengan jari-jari lk
1000m. ada kemungkinan pada waktu itu dinding Gunung Galunggung sebelah
Timur runtuh dan terbentuklah kawah berbentuk sepatu kuda sebagaimana terlihat
sekarang. Anggapan lain adalah, bahwa semula kawah Gunung Galunggung
berbentuk corong yang hampir sempurna. Lambat-laun terjadilah sebuah danau
raksasa berkat kumpulan air hujan. Diakibatkan tekanan air atau adanya suatu
letusan, pematang lingkaran Timur yang lebih lemah, kemudian di terobosnya.
Bom, lapilli, dan abu gunungapi dilontarkan melalui kawah ini yang disertai juga
dengan terjadinya penyemburan terarah berupa pasir dan batu kea rah Timur hingga
jauh ke daerah Tasikmalaya.
Endapan letusan ini meluas sampai jalan besar antara Tasikmalaya dan
Manonjaya dan sampai lereng Gunung Sawal di seberang Citanduy, dengan luas
kira-kira 175km2, ada juga kemungkinan endapan disebelah selatan dan barat
Gunung Galunggung telah bergerak akibat hujan besar pertama dan dialirkan
sebagai lahar dingin ke Ciparay,Cimerak dan anak sungai Cikunten sampai daaratan
Singaparna.

7

Tahun kejadiannya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga telah
berlangsung sejak beberapa ribu tahun lalu, erosi pun memainkan perannya,
sehingga akhirnya terbentuk “Pebukitan sepuluh ribu (The Thousand Hills).”
2) Erupsi 1822
Aliran pirokolstik berwarna abu tua, bersifat lepas dan didominasi oleh ash.
Batuan ini ditutupi oleh endapan debris avalanche. Penanggalan radiokabon (C14)
dari fragmen kayu di dalam endapan fluvial yang berada di bawah kedua endapan
tersebut, mempunyai umur 590 - 150 tahun BP. Ini menunjukkan bahwa
Galunggung mempunyai periode istirahat panjang (dormant periode) sebelum
erupsi 1822).
3) Erupsi 1894
Pada tanggal 7 – 19 Oktober 1894, sumbat lava dilemparkan oleh letusan
Gunung Galunggung, Dinding kawah ambruk, dan berupa jatuhan piroklostik yang
ditutupi endapan halus. Neuman van Padang (1951) melaporkan bahwa terjadi
awan panas, tetapi tidak mengakibatkan jatuhnya korban manusia. Lahar hujan
terjadi pada tanggal 37 dan 30 Oktober. Desa yang hancur sebanyak 50 buah, jalan
yang diikuti lahar sama dengan jalan lahar pada letusan 1822.
4) Erupsi 1982-83
Aliran piroklostik tidak terkompaksi, kaya akan ash dan fragmen bom bertipe
bom

kerak

roti.

Total

volume

diperkirakan

5,6

x

106

m3.

Jatuhan piroklostik, mempunyai ketebalan 1-10 meter sampai 30 meter di sekitar
kawah aktif. Perlapisan baik dan memperlihatkan normal graded bedding dengan
material berukuran dari ash sampai bom dan blok. Fragmen bom bertipe bom kerak
roti. Aliran lava, aliran lava basal keluar pada bagian kaki kerucut silinder.
5) Kegiatan 2012
Pada bulan November 2012, Gunung Galunggung statusnya mengalami
peningkatan, Gunung Galunggung sudah hampir selama 30 tahun tertidur dengan
lelapnya, kini mulai bangun dan menunjukan aktivitas vulkaniknya sebagai
Gunungapi yang masih aktif, statusnya dari Normal (Level I) menjadi waspada
(Level II). Terdeteksi dengan jelas melalui alat yang ada dpusat pemantauan
Gunungapi Galunggung adanya getaran vulkanik, sejak tanggal 1 – 31 Januari 2012

8

terjadi hingga 16 kali gempa, dan sejak tanggal 1 -11 Februari 2012 tercatat 11 kali
terjadi gempa vulkanik serta bau belerang tidak tercium.
Fenomena-fenomena yang terjadi sebagai pertanda terjadinya aktifitas vulkanik
Gunungapi Galunggung tersebut adalah:
a) Suhu air danau kawah naik menjadi 40°C dari sebelumnya di angka 27°C.
b) Terjadi perubahan warna air dari yang sebelumnya normal bening biru,
menjadi berwarna kuning kecoklatan.
c) Muncul gelembung-gelembung air.
d) Ikan – ikan di danau terlihat mulai melemas.
c. Dampak Positif dan Dampak Negatif Letusan Gunungapi Galunggung
1) Dampak positif letusan gunungapi galunggung lainnya ialah :
a) Terdapat ekshalasi gas, seperti solfatar (gas yang mengandung belerang),
fumarol (gas yang mengandung uap air) dan mofet (gas yang mengandung asam
arang yang sangat berbahaya karena dapat mematikan mahluk hidup).
b) Terdapat geyser yaitu sumber mata air panas yang memancar dari dalam bumi
secaraberkala atau periodik.
c) Terdapat mata air makdani yaitu mata air yang mengandung mineral.
d) Di daerah vulkanis potensial untuk mengusahakan tanaman budi daya seperti teh
dan kopi.
e) Di daerah vulkanis memungkinkan banyak turun hujan melalui hujan orografis.
Hal tersebut disebabkan gunung merupakan daerah penangkap hujan yang baik.
f) Di daerah gunung api memungkinkan dibangun pembangkit tenaga listrik.

2) Dampak negatif dari letusan suatu gunungapi:
a) Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik
atau bom, lahar letusan dan gas beracun).
b) Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat
rusaknya lahan pertanian/perkebunan/perikanan), kepanikan, pencemaran udara
atau air oleh gas racun: gigi kuning/keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.

9

d. Geologi Gunungapi Galunggung
Stratigrafi batuan gunung api dapat di teliti lebih jelas dan detil setelah terjadinya
erupsi 1982 - 1983. Kelompok batuan Gunung Galunggung terbagi dalam 3 (tiga)
formasi, yaitu:
1)

Formasi Galunggung Tua, yang merupakan periode pembentukan gunung api
strato Galunggung tua. Merupakan hasil kegiatan dengan pusat erupsi di Kawah
Guntur (Galunggung Tua), yang terdiri atas perselingan aliran lava, piroklastika
dan lahar, serta dike yang membentuk kawah Galunggung Tua. Analisis umur
dengan metoda 14C pada lapisan strato menghasilkan umur 20.000-25.000
tahun, dengan demikian umur seluruh kegiatan Galunggung Tua diperkirakan
antara 50.000-10.000 tahun yang lalu. Volume batuan mencapai lk 56,5 km3,
dan kegiatan gunung api ini diakhiri dengan intrusi cryptodome di bawah kawah
Guntur.

2)

Formasi Tasikmalaya, yang merupakan periode pembentukan kaldera tapal
kudaserta endapan "Perbukitan Sepuluh Ribu" (Ten Thousand Hills). Yang
merupakan endapan batuan "Perbukitan Sepuluh Ribu" yang terbentuk sebagai
akibat erupsi besar pada 4200 +/-150 tahun yang lalu, yang menyebabkan
terbentuknya kaldera tapal kuda pada bagian timur-tenggara kawah Gunung Api
Galunggung. Selain endapan longsoran "Perbukitan Sepuluh Ribu" batuan hasil
erupsi lainnya adalah awan panas dan lahar.

3)

Formasi Cibanjaran, yang merupakan periode "post caldera formation" sampai
dengan erupsi 1982-1983. Yang merupakan hasil kegiatan erupsi yang tercatat
dalam sejarah, yaitu 1822, 1894, 1918 dan 1982-1983.

10

Tabel 2.1
Stratigrafi batuan Gunung Galunggung

e. Morfologi
Gunung Galunggung menempati daerah seluas lk 275 km2 dengan diameter 27
km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat
berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian
timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier
Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuam
morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api, Kaldera dan Perbukitan Sepuluh Ribu.
Kerucut Gunung Api, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian
2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama
Kawah Guntur atau kawah saat di bagian puncaknya. Kawah ini berbentuk
melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 - 150 meter.Kerucut ini
merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera,

11

mempunyai kemiringan lereng hingga 30ᵒ di daerah puncak dan menurun hingga 5ᵒ
di bagian kaki.
1) Kaldera Gunungapi Galunggung
Kaldera, berbentuk sepatu kuda terbuka ke arah tenggara dengan panjang 9 km
dan lebar antara 2-7 km. Tinggi dinding Kaldera tertinggi adalah 1000 meter di
bagian barat-barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timur-tenggara. Di
dalam Kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000
meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat kerucut silinder
setinggi 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter
yang terbentuk selama periode erupsi 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut
silinder ini tertutup oleh air danau kawah. Pada 1997, setelah volume air danau
kawah dikurangi melalui terowongan pengendali air danau, kerucut silinder ini
muncul kembali di permukaan air danau.
2) Perbukitan Sepuluh Ribu Gunungapi Galunggung
Perbukitan Sepuluh Ribu atau perbukitan "Hillock", terletak di lereng kaki
bagian timur-tenggara dan berhadapan langsung dengan bukaan kaldera. Perbukitan
ini menempati dataran Tasikmalaya (lk 351 m) dengan luas lk 170 km2, dan dengan
jarak sebaran terjauh 23 km dari kawah pusat dan terdekat 6,5 km serta lebar
sebaran lk 8 km, dengan sebaran terpusat pada jarak 10 - 15 km. Jumlah bukit
tersebut lk 3.600 buah, tinggi bukit bervariasi antara 5 - 50 meter diatas dataran
Tasikmalaya dengan diameter kaki bukit antara 50 - 300 meter serta kemiringan
lereng antara 15 - 45ᵒ. Perbukitan ini terbentuk sebagai akibat erupsi besar yang
menghasilkan kaldera tapal kuda dan yang melongsorkan kerucut bagian timurtenggara, berumur 4200 tahun yang lalu.

f. Geomagnet Gunungapi Galunggung
Hasil survey magnetik (2008) dengan magnetometer Proton tipe Scintrex G.
Galunggung (dimana pengaruh harian dan medan magnet bumi sudah dikoreksi)
ditunjukan dalam peta anomali magnetik sisa. Data lengkap dengan koreksi yang
sudah dilakukan dapat dilihat pada lampiran.

12

Anomali magnet sisa di kawah G. Galunggung menunjukan sebuah anomali
magnet positif terutama di daerah kawah puncak. Kearah lereng timur dinding
kawah juga menunjukan suatu anomali positif. Ke arah barat anomali magnetik sisa
pertama-tama menunjukan kecenderungan negatif kemudian anomali magnetik sisa
menuju nol. Anomali positif lain, dengan amplitudo relatif lemah, terletak di daerah
endapan Perbukitan Sepuluh Ribu yaitu di arah tenggara Kawah G. Galunggung.
Letak base station survey magnetik dipilih di pos pengamatan gunungapi G.
Galunggung yang terletak di bagian selatan kawah (jarak dari kawah sekitar 6 km).

Gambar 2.2
Peta Anomali Magnetik Sisa (dalam nT) Daerah G. Galunggung (gabungan hasil
survey 2007 dan 2008).
Pada peta ini terlihat lebih jelas amplitudo anomali magnetik pada daerah puncak
yaitu di daerah kawah G. Galunggung amplitudo anomali magnetik sisa yang
kontras (amplitudo anomali positif mencapai 400 nT yang berdampingan dengan
anomali magnetik negatif ~ -300 nT). Sedangkan penyebaran anomali di daerah
perbukitan sepuluh ribu, amplitudo lebih dari 100 nT, nampak berkorelasi dengan
penyebaran endapan volkanik muda G. Galunggung.

13

g. Mitigasi Bencana Gunungapi Galunggung
Kegiatan G. Galunggung dipantau secara menerus baik secara visual dan
kegempaan dari Pos Pengamatan di Desa Padakembang, Kecamatan Padakembang,
Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya.
Seismometer (tipe L4C, 1 komponen-vertikal) penerima gempa dengan sistem
radio telemetri dipasang di sebelah tenggara puncak G. Galunggung. Sinyal gempa
ditransmisikan dengan sistim radio pancar (RTS) ke Pos Pengamatan dan direkam
dengan PS-2.
Selain itu, usaha untuk mengurangi resiko bencana erupsi G. Galunggung, telah
dibuat Peta Kawasan Bencana G. Galunggung. Dalam peta tersebut daerah dibagi
atas dua bagian, yaitu KRB II dan KRB I. Disamping itu juga telah dibuat
terowongan pengendali air danau kawah sebagai upaya peringatan dini.

h. Kawasan Rawan Bencana Gunungapi
Peta ini sebagai peta petunjuk untuk evakuasi jika terjadi peningkatan kegiatan
atau erupsi. Peta ini memperlihatkan kawasan di daerah G. Galunggung yang rawan
terhadap ancaman bahaya erupsi. Kawasan rawan bencana dibagi dalam tiga (3)
tingkatan, yaitu:
1) Kawasan rawan bencana 3, adalah kawasan yang setiap saat terlanda ancaman
bahaya erupsi; berupa awan panas, lontaran batu pijar, dan lahar erupsi. Kawasan
ini merupakan daerah yang tidak layak untuk pemukiman.
2) Kawasan rawan bancana 2, adalah kawasan yang berpotensi terlanda ancaman
bahaya erupsi; berupa awan panas, lontaran batu, dan lahar hujan.
3) Kawasan rawan bencana 1, adalah kawasan yang berpotensi terlanda ancaman
bahaya erupsi; berupa lahar hujan dan perluasan ancaman bahaya awan panas.

14

Gambar 2.3
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Galunggung

i. Terowongan Pengendali Air Danau Kawah
Pembangunan terowongan dimaksudkan untuk mengurangi dan menstabilkan
volume air danau kawah, dengan tujuan untuk memperkecil dampak ancaman lahar
erupsi jika terjadi erupsi. Pembangunan terowongan selesai pada 1997, dengan
volume akhir danau kawah yang semula 7.173.794 meter3 (1996) menjadi sebesar
749.764 meter3 (1997). Dari hasil analisis simulasi bahaya lahar erupsi maka
ancaman bahaya lahar erupsi yang melanda tiga sungai utama yang berhulu di
daerah puncak, adalah: Cikunir sejauh 1,08 km, Cipanas sejauh 0,72 km, dan
Cibanjaran sejauh 1,87 km.

2. Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya
a. Kondisi Kampung Naga
Bentuk asli dari kampung sangat berbeda dengan namanya, dan gambaran kita
tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang berada di sana.
Nama Kampung Naga itu sendiri ternyata merupakan suatu singkatan kata dari
Kampung diNa Gawir (bahasa sunda) yang artinya adalah kampung yang berada di
lembah yang subur. Kampung Naga adalah sebuah kampung kecil, yang para

15

penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, hal inilah yang membuat
kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini
menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah
barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di hutan tersebut terdapat
makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawahsawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang
bermata air dari Gunung Cikuray.

Gambar 2. 4
Kampung Naga
b. Sejarah dan Adat Istiadat Kampung Naga
Nenek moyang Kampung Naga Sendiri konon adalah Eyang Singaparna yang
makamnya sendiri terletak di sebuah hutan di sebelah barat Kampung Naga. Yang
membuat Kampung Naga ini unik adalah karena penduduk ini seperti tidak
terpengaruh dengan modernitas dan masih tetap memegang teguh adat istiadat yang
secara turun temurun. Kepatuhan warga Sanaga (Warga asli kampung Naga) dalam
mempertahankan upacara – upacara adat, termasuk juga pola hidup mereka yang
tetap selaras dengan adat leluhurnya seperti dalam hal religi dan upacara, mata
pencaharian, pengetahuan, kesenian, bahasa dan tata cara leluhurnya. Masyarakat
Kampung Naga memilki tempat-tempat larangan yaitu : 2 hutan larangan, sebelah
Timur dan Barat, tempat ini tidak boleh dimasuki oleh seorangpun kecuali pada
waktu upacara atau berziarah. Ada satu buah bangunan yang dianggap keramat

16

yaitu “Bumi Ageung” yaitu tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat, tempat ini
tidak boleh dimasuki kecuali oleh Ketua Adat atau Kuncen.
Hari yang diagungkan masyarakat Kampung Naga diantaranya hari Selasa, Rabu
dan Sabtu. Pada hari itu masyarakat dilarang untuk menceritakan asal usul atau
sejarah mengenai Kampung Naga dan pada bulan Syafar tidak boleh melaksanakan
upacara adat atau berziarah. Dalam pembangunan rumah-rumah diatur sedemikian
rupa yaitu dengan membujur Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah
harus saling berhadapan untuk menjaga kerukunan antar warga. Praktek
pembangunannya pun mempunyai wawasan lingkungan yang futuristik, baik secara
fisik, sosial, ekonomi maupun budaya. A. Letak Geografis Kampung Naga secara
administratife berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya
yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.
Peralatan hidup masyarakat Kampung Naga Masyarakat Kampung Naga
merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan ataupun perlengakpan
hidup yang sederhana, non teknologi yang kesemua bahannya tersedia di alam.
Seperti untuk memasak, masyarakat Sanaga menggunakan tungku dengan bahan
bakar menggunakan kayu bakar dan untuk membajak sawah mereka tidak
menggunkan traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal
lainnya, yang pasti masayarakat Sanaga tidak menggunakan peralatan canggih
berteknologi tinggi, dan kampung mereka pun tidak ada listrik.
Kesenian di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan
atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti
wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan
waditra goong.
Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung
Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah
jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama
oleh kalangan generasi muda. Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga
diantaranya : Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak
terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha

17

serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu. Terebang Sejat, dimainkan oleh 6
orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal.
Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan massal.
Sistem bangunan atau arsitek bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga
berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat
kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga
dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi
(Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilikbilik, kayu-kayu, dan lain- lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua
bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan
adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari
bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai
rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap
kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur.
Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah
tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh
menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung
(gedong). Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja,
dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah
berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang
masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu
belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari
memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Sistem bahasa dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas
menggunakan bahasa Sunda Asli, hanya sebagian orang dalam arti yang duduk di
pemerintahan. Adapula yang bisa berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan
apabila bercakap – cakap dengan wisatawan dari luar Jawa Barat.

18

c. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kampung Naga
Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana
mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu
bertani, menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah
membuat kerajinan, beternak dan berdagang.

Gambar 2.5
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Masyarakat Kampung Naga

Sistem Kemasyarakatan Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat
dengan budaya gotong royong, hormat menghormati, dan mengutamakan
kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi. Lebih jauh menilik pola hidup
dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan mendapatkan dua pemimpin dengan
tugasnya masing –masing yaitu pemerintahan desa dan pemimpin adat atau yang
oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran keduanya saling bersinergi
satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Sanaga. Sang Kuncen yang meski
begitu berkuasa dalam hal adat istiadat jika berhubungan dengan system
pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun
sebaliknya RT atau RW haruslah taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan
adat istiadat dan kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.

19

Sistem Pendidikan (Ilmu Pengetahuan) tingkat pendidikan masyarakat
Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan sekolah dasar, tapi
adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itupun hanya
minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga mereka pikir bahwa
buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga.
Dari anggapan tersebut orang tua menganggap lebih baik belajar dari
pengalaman dan dari alam atau kumpulan-kumpulan yang biasa dilakukan di mesjid
atau aula.

d. Kepercayaan yang Dianut Masyarakat Kampung Naga
Sistem Kepercayaan (Religi) penduduk Kampung Naga mengaku mayoritas
adalah pemeluk agama islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya
mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek
moyangnya.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adatistiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun.
Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan
sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila halhal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat,
tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka
Masyarakat Sanaga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya
makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang
kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai
terutama bagian sungai yang dalam (leuwi). Kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus
yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula
yang disebut “kunti anak” yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil
yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan
melahirkan.
Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut
oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.

20

Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat
Kampung Naga. Adapun upacara – upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat
Sanaga yang bertepatan dengan hari besar Islam yaitu : Bulan Muharam untuk
menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah Bulan Maulud untuk memperingati hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati
pertengahan bulan Hijriah Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya bulan
suci Ramadhan Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri Bulan
Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul Adha.
Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak
aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat. Sistem
hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni sesuatu
ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak
boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin
hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa
siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya. Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih
dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang
berkenaan dengan aktivitas kehidupannya. Pantangan atau pamali merupakan
ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh
setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,
pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.

21

Gambar 2.6
Masjid As-Salam di Kampung Naga
e. Sistem Politik Kampung Naga
Sistem Politik Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di
pimpin oleh ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana
hasi yang diperoleh adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
Sistem Hukum Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga
memiliki aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh
akan keberadaan aturan tersebut.
Lembaga pemerintahan sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada
sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua
lembaga yaitu :
1) Lembaga Pemerintahan: RT RK / RW Kudus (Kepala Dusun)
2) Lembaga Adat: Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai
pemangku adat dan memimpin upacara adat dalam berziarah.
Adapun, punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun Lebe dijabat oleh Bapak Ateng
yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir sesuai dengan syariat
Islam.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Gunungapi Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5).
Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir
menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air
keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian
pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir
kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar
bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan
4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur
dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung. Dengan pola pengaliran sungai yang
beranekragam dari kawah hingga kaki gunung.
Dan keberadaan Kampung Naga sebagai kajian geografi yang bersifat social
budaya, selain menarik karena keunikan budaya masyarakatnya, namun juga
ternyata dapat menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga khususnya dan bagi
masyarakat Jawa Barat pada umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli
peninggalan nenek moyang itu harusnya menjadi treadcenter dan suatu kebanggaan
bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis local maupun
luar negeri untuk dijadikan bahan observasi.

B. Saran
Kita selaku bangsa Indoesia yang kaya akan sifat fisiknya maupun sosialnya
hendaklah mempelajari tentang ilmu geografi khususnya yang bersifat fisik dan
nonfisik, karena kedua sifat itu yang selalu ada pada setiap hari. Factor fisik dan
social tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari.
Selain itu, kita dapat sekedar melihat-lihat, ada baiknya kita melihat-lihat sambil
melakukan penelitian-penelitian ke sejumlah tempat bahwa yang terkandung di
kedua sifat itu terdapat beribu-ribu ilmu untuk kita pelajari dan dipahami.

21

DAFTAR PUSTAKA
Program Studi Pendidikan Geografi. (2013). “Pemantapan Materi Perkuliahan
Mengkaji Gunungapi Galunggung dan Kampung Naga”. Tasikmalaya.
Kusumadinata. K. dkk. (1979) “Data Dasar Gunungapi Indonesia”. Direktorat
Vulkanologi, Bandung
Bronto. S, Hartono. (1996) “Pengembangan Wisata di Kawasan Gunungapi
Galunggung, Kab. Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat”.
Mulyo Agung. (2008). “Pengantar Ilmu Kebumian”. Bandung: CV. Pustaka Setia
http://hamlandz.blogspot.com/2011/12/pengertian-adat-secara-umum-dankhusus.html Hasil dari catatan penulis. [Tersedia].
http://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung
naga-2/ Hasil dari catatan penulis. [Tersedia].

Dokumen yang terkait

PENGARUH BELOK KIRI LANGSUNG (LTOR) TERHADAP KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang BCA dan Simpang Galunggung Kota Malang)

1 24 2

RESPON MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM SIARAN BERITA BONTANG HARI INI (BHI) DI LNGTV Studi Pada Warga RT.04 Kelurahan Gunung Telihan Kecamatan Bontang Barat Kalimantan Timur

1 33 2

PEMAKNAAN PESAN KOMUNIKASI PADA MEDIA TRADISIONAL SENI BANTENGAN (Studi Resepsi Pada Anggota Padepokan Gunung Ukir Di Kota Batu)

5 52 55

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Produktivitas Kerja Pekerja Wanita Penyadap Karet di PDP Gunung Pasang Kabupaten Jember Factors Related with Work Productivity of Women Rubber Tapper Workers at PDP Gunung Pasang Jember Regency

0 28 6

Dampak sosial pernikahan usia dini studi kasus di desa Gunung sindur-Bogor

3 68 79

Strategi pengembangan wisata alam taman nasional Gunung Gede Pangrango Cibodas - Cianjur Jawa Barat

4 65 106

Sistem Informasi Rekam Medik di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Berbasis Client Server

4 44 234

Makalah Bencana Gunung Meletus

0 9 6

DAMPAK TEKNOLOGI PIROLISIS (PEMBAKARAN TERTUTUP) TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK TEMPURUNG KELAPA (Studi Kasus di Desa Gunung Terang Kabupaten Lampung Selatan)

1 24 104

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUB MATERI POKOK MENGGOLONGKAN HEWAN BERDASARKAN JENIS MAKANANNYA (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas IV Semester Ganjil SD Negeri 3 Gunung Sugih Pa

0 21 27