Pandangan Islam Terhadap Jual Beli Konte

Pandangan Islam Terhadap Jual Beli Kontemporer
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Seminar Pendidikan Agama Islam (SPAI) yang
diampu oleh Drs. H. Wahyu Wibisana, M.Pd

Disusun Oleh :
Aan Agustan

1206000

Asep Zaenuri

1206003

Ditta Audia Roza

1200154

Endah Nursalehah

1200212


Fernaldy Akbar F

1206280

Isnaeni Rahmawati

1206350

Yana Permana

1202304

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Makalah yang berjudul

“Pandangan Islam Terhadap Jual Beli Kontemporer” dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
penyelesaian makalah ini. Khususnya untuk Bapak Drs. H. Wahyu Wibisana, M.Pd selaku
Dosen mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam (SPAI).
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bernilai bagi pembaca
dan penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
diperlukan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Bandung, Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI


i

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................................................3
A. Pengertian Jual Beli..............................................................................................................3
B. Rukun Jual Beli.....................................................................................................................3
C. Syarat Jual Beli.....................................................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Sejarah Jual Beli...................................................................................................................6
B. Hukum Jual Beli di Dalam Islam..........................................................................................9
C. Macam-macam Jual Beli....................................................................................................10
D. Perbandingan Fiqh Muamalat Klasik dan Kotemporer......................................................11
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zaman globalisasi sekarang ekonomi menjadi hal yang penting. Maju mundurnya
negara pun ditentukan dari aspek ekonomi. Salah satu aktivitas ekonomi adalah jual
beli. Jual beli kini mulai bermacam-macam bentuk transaksi dan barangnya. Beberapa
cara transaksi kontemporer antara lain melalui online, rekening bersama, e-commerce,
dan ATM.

Barang-barang yang diperjualbelikan zaman sekarang pun beraneka ragam diantaranya
adalah barang elektronik, software, games, dan lain-lain. Semakin hari semakin
banyak bentuk dan transaksi baru yang bermunculan. Hal ini perlu ada pembatasan
agar tidak melampaui batas. Oleh karena itu perlu suatu aturan yang mengatur jual beli
kontemporer ini.


Hal yang membahayakan dalam jual beli jika dibebaskan tanpa aturan adalah dapat
membuat masyarakat menjadi jahiliyyah dan terpuruk. Kasus jual beli barang-barang
terlarang dapat mengakibatkan masyarakat sakau dan lupa sang pencipta Allah SWT.
Human trafficking kini menjadi hal yang menghantui bagi para pencari visa. Hal
tersebut sangat berbahaya karena hak sebagai manusia dirampas juga melampaui
batas.

Penyalahgunaan bentuk baru transaksi jual beli juga dapat merugikan kepentingan
1

umum, contohnya penimbunan BBM, penipuan online dan memonopoli harga.
Munculnya bentuk baru alat pembayaran menjadi hal yang harus dipikirkan. Dalam
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, kini terdapat alat pembayaran baru seperti
pulsa, bitcoin, easycoin dan lain-lain juga harus diperhatikan. Hukum jual beli
diperlukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Keseimbangan dalam
masyarakat juga diperlukan agar tidak ada penyalahgunakan dalam jual beli.

Perbedaan nampak terlihat jika dibanding situasi perdagangan jual beli pada zaman
Nabi Muhammad SAW. Beliau merupakan ekonom ulung yang mampu mengatur

Islam

di

Madinah

dengan

meningkatkan

pendapatan.

Barang-barang

yang

diperjualbelikan lebih jelas dibandingkan zaman globalisasi seperti hewan ternak,
baju, kebun dan lain-lain. Sedangkan untuk barang-barang pada zaman sekarang perlu
hukum yang jelas. Alasan ini yang membuat kami mengangkat judul “Pandangan
Islam terhadap Jual beli Kontemporer”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah jual beli?
2. Bagaimana hukum jual beli di dalam Islam?
3. Apa saja macam-macam jual beli?
4. Bagaimana perbandingan jual beli kontemporer dengan jual beli zaman Rasul?
C. Tujuan
berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian dari pembahasan
makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami sejarah jual beli di dalam Islam.
2. Untuk mengetahui dan memahami hukum jual beli di dalam Islam.
3. Untuk mengetahui macam-macam jual beli.

2

4. Untuk mengetahui dan memahami perbandingan jual beli kontemporer dan
jual beli zaman Rasul.
D. Manfaat
Hasil penulisan makalaj ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan
pengetahuan dan wawasan kepada semua pihak tentang hukum jual beli di dalam
islam dan perbandingan jual beli kontemporer dan jual beli zaman Rasul.


3

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’
artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad). Secara
terminologi jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan
pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya. Menurut
syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang yang lain
dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak
menggunakan akad. Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-masing
bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami perkembangan. Di pasar
swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang
dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan penjual (ijab) diwujudkan

dalam daftar harga barang atau label harga pada barang yang dijual sedangkan pernyataan
pembeli (kabul) berupa tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya.

B.

Rukun Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat.
Menurut

lama

Hanafiyah,

rukun

jual-beli

adalah

ijab


dan

qabul

yang

menunjukkanpertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu :
1. Bai’ (penjual)
2. Mustari (pembeli)
4

3. Shighat (ijab dan qabul)
4. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)

C. Syarat Jual Beli
Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu :
1. Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli.

2. Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli.
3. Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).
Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:
1. Agar tidak terjai penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat
membedakan (memilih).
2. Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
3. Dewasa atau baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:
1. Bersih atau suci barangnya.
Tidak syah menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang
najis.
2. Ada manfaatnya.
Jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah,
seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
3. Dapat dikuasai.
Tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari
yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang atau
barang yang sulit mendapatkannya.
4. Milik sendiri.
Tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya
baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
5. Mestilah diketahui kadar barang atau benda, harga beserta jenis dan sifatnya.
Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka
hukumnya boleh.
5

BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah Jual Beli
Masyarakat yang masih primitif, kehidupannya masih sangat sederhana. Hal ini pernah
dialami oleh nenek moyang kita. Mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
cara mengambil dan memanfaatkan barang yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Perkembangan peradaban manusia juga menggeser tujuan kegiatan produksi masyarakat.
Semula, masyarakat memproduksi barang hanya untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya, lalu berkembang menjadi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain (untuk dijual).
Selanjutnya, terjadilah perdagangan dengan cara tukar-menukar antara barang dengan
barang lain yang dinamakan barter (pertukaran innatura).

Pertukaran barang dengan barang dapat terjadi jika syarat-syarat dapat dipenuhi. Syaratsyarat itu sebagai berikut.

a. Orang-orang yang akan melakukan pertukaran harus memiliki barang yang akan
ditukarkan.
b. Orang-orang yang akan melakukan pada waktu yang sama.
c. Barang-barang yang akan dipertukarkan hams mempunyai nilai yang sama.

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia maka pertukaran dengan cara barter
menjadi semakin sulit dilakukan. Bahkan, karena kebutuhan setiap orang semakin
banyak dan beragam, maka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak mungkin lagi
ditempuh dengan cara barter.

6

Karena menghadapi kesulitan dalam melakukan pertukaran barter, manusia terdorong
untuk mencari cara pertukaran yang lebih mudah. Manusia mulai menggunakan uang
barang dalam melakukan pertukaran. Contoh uang barang yaitu garam, senjata, dan kulit
hewan.

Pada umumnya benda-benda yang digunakan sebagai uang barang oleh masyarakat
setempat memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

a. Digemari oleh masyarakat setempat.
b. Jumlahnya terbatas.
c. Mempunyai nilai tinggi.

Kesulitan pertukaran dengan menggunakan uang barang tersebut mendorong manusia
untuk menetapkan benda yang dapat digunakan sebagai perantara tukar-menukar. Benda
yang dianggap cocok sebagai alat tukar menukar adalah logam. Pada masa lalu, logam
yang digunakan sebagai uang adalah emas atau perak. Mengapa masyarakat memilih
emas atau perak sebagai alat perantara pertukaran? Alasannya sebagai berikut.

a. Emas dan perak merupakan barang yang dapat diterima oleh semua anggota
masyarakat karena memiliki nilai yang tinggi dan jumlahnya langka.
b. Jika dipecah nilainya tetap (tidak berkurang).
c. Tahan lama (tidak mudah rusak).

Perkembangan ekonomi yang semakin pesat mendorong kegiatan transaksi menjadi
semakin sering dan bahkan semakin kompleks. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi
manusia untuk membawa uang logam dalam jumlah besar (berat dan repot). Untuk
7

mengatasinya, pemilik emas dan perak cukup melakukan transaksi dengan menunjukkan
bukti penyimpanan emas dan perak yang berupa surat bukti penyimpanan. Surat bukti
penyimpanan tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang menerima titipan emas dan perak.
Lama kelamaan yang beredar dalam masyarakat adalah kertas sebagai tanda bukti
penyimpanan emas dan perak tersebut. Di Indonesia, sekarang beredar uang kertas dan
uang logam yang dikeluarkan Bank Indonesia. Kedua jenis uang tersebut memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.

a. Dapat Diterima OIeh Masyarakat Umum

Uang yang beredar di Indonesia diterima oleh masyarakat umum karena masyarakat
percaya bahwa uang tersebut dapat digunakan sebagai alat tukar dan alat pembayaran.

b. Mudah Disim pan dan NiIainya Tetap

Uang yang beredar di Indonesia mudah disimpan. Bentuknya kecil sehingga praktis
menyimpannya. Kalian dapat menyimpan uang di saku maupun di dompet karena
ukuran uang tidak besar. Uang Rp l0.000,00 yang kalian simpan di saku selama
seminggu tetap bernilai Rp.l0.000,00.

c. Mudah Dibawa ke Mana-mana

Uang kertas dan uang logam mudah dibawa ke mana-mana karena ukurannya kecil
dan tidak berat. Namun demikian, jika kalian mempunyai uang logam cukup banyak
agak berat untuk membawanya. Kalian dapat menukarkannya dengan uang kertas
dengan nilai yang sama.

d. Mudah Dibagi Tanpa Mengurangi Nilal

8

Jika kalian mempunyai selembar uang kertas ratusan ribu rupiah dan ingin
menggunakannya untuk membeli buku seharga Rp20.000,00, kalian tidak mengalami
kesulitan. Penjual buku akan memberikan uang pengembalian Rp80.000,00. Dengan
demikian, selembar uang ratusan ribu rupiah tersebut dap dibagi tanpa mengurangi
nilainya. Sepuluh lembar uang sepuluhan ribu rupiah sama nilainya dengan selembar
uang ratusan ribu rupiah.

e. Jumlahnya Terbatas Seliingga Tetap Berharga

Uang kertas dan uang logam dicetak dengan jumlah terbatas untuk menjaga nilainya.
Uang tersebut juga dibuat dan bahan khusus dan diberi ciri khusus sehingg sulit untuk
dipalsukan.

f. Ada Jaminan

Uang yang beredar di Indonesia dijamin oleh pemerintah. Oleh karena itu, semua
orang mau menerima uang sebagai alat pertukaran dan pembayaran yang sah. Uang
kertas yang beredar merupakan uang kertas kepercayaan (fiduciary) atau uang tanda
(token money). Disebut uang kepercayaan karena nilai bahan untuk membuat uang
jauh lebih rendah daripada nilai yang tertera (tertulis) dalam uang. Uang kertas juga
merupakan uang tanda, karena masyarakat bersedia menerima uang kertas dengan
alasan terdapat tanda sah sebagai uang yang dikeluarkan oleh pemerintah.
B. Hukum Jual Beli di Dalam Islam
Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli juga dibenarkan
dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang. Jual beli
mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Jual
beli yang ada di masyarakat di antaranya adalah: 1) jual beli barter (tukar menukar barang
dengan barang); 2) money charger (pertukaran mata uang); 3) jual beli kontan (langsung
dibayar tunai); 4) jual beli dengan cara mengangsur (kredit); 5) jual beli dengan cara
lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi).

9

Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual beli dalam
agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Allah SWT telah
menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syari’at-Nya. Dalam Surah alBaqarah ayat 275 Allah SWT berfirman:

‫َوأَ َح َل اُ ْالﺒَ ْي َع َو َح َر َم ال ِرﺒﯜا‬
Artinya :
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. al-Baqarah:
275)
Hukum-hukum Jual Beli :
1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;
2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk
membayar hutang;
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan
barang yang dijual;
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual
barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak
harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.

C. Macam-macam Jual Beli
1. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan
a. Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
b. Jual beli ash-sharf atau Money Changer, yakni penukaran uang dengan uang.
c. Jual beli muqayadhah atau barter. Yakni menukar barang dengan barang.
2. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga
10

a. Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
b. Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal
jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain menjadi
tiga jenis lain:
 Jual beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan ke-untungan yang diketahui.
 Jual beli wadhi’ah. yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian
yang diketahui.

 Jual beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal, tanpa
keuntungan dan kerugian.

c. Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan
barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah
pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga
tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya disebut dengan jual beli munaqadhah (obral). Yakni si pembeli
menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual
berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan membeli dengan
harga ter-murah yang mereka tawarkan.
3. Klasifikasi Jual Beli Dilihat dari Cara Pembayaran
a. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
b. Jual beli dengan pembayaran tertunda.
c. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
d. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
D. Perbandingan Fiqh Muamalat Klasik dan Kotemporer
1.
Pengertian Muamalat Klasik
Secara sederhana, muamalat dapat diartikan sebagai pergaulan hidup tempat setiap
orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang lain di
sekitarnya. Sedangkan hokum muamalat dapat diartikan sebagai patokan atau aturan
hokum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat.
Adapun ruang lingup pembahasan fiqh muamakat klasik ini para fuqaha membatasi
pembicaraan hokum muamalat dalam urusan-urusan perdata yang menyangkut
11

hubungan kebendaan seperti pengertian benda dan macam-macamnya, hubungan
manusia dengan benda yang menyangkut hak milik, pencabutan hak milik perikatan
tertentu seperti jual-beli, utang piutang, sewa-menyewa dan sebagainya.

2.

Pengertian Muamalat Kotemporer

Kata Muamalat berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi sama dan semakna
dengan al-mufa’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi
kebutuhan

masing-masing.

Sedangkan

Fiqh

Muamalat

secara

terminology

didefinisikan sebagai hokum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hokum manusia
dalam persoalan keduniaan.

Fiqih Muamalat adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan
hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang
diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci.

Jenis-jenis muamalat terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Jenis Muamalat yang hukumnya ditunjuk langsung oleh Nash dengan memberikan
batasan tertentu. Diantara persoalan tersebut adalah persoalan warisan dan
keharaman riba. Hokum-hukum seperti ini bersifat permanen dan tidak dapat
diubah dan tidak menerima perubahan
b. Jenis muamalat yang tidak ditunjuk langsung oleh Nash, tetapi diserahkan kepada
hasil ijtihad para ulama, sesuai dengan kreasi para ahli dalam rangka memenuhi
kebutuhan umat manusia sepanjang tempat dan zaman, serta sesuai pula dengan
situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh adalah Ba’I alMu’athah (jual beli dengan saling menyerahkan uang dan mengambil barang
tanpa dibarengi dengan ijab dan qabul)
12

Secara bahasa kontemporer berarti pada waktu yang sama/semasa; sewaktu; pada
masa kini; dewasa ini. Sedangkan Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan-aturan
Allah SWT yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam kaitannya dengan ke harta bendaan dalam bentuk transaksi-transaksi yang
modern.

3.

Perbandingan Fiqh Muamalat Klasik dan Kontemporer

Berdasarkan pemaparan dan keterangan tentang fiqh muamalah klasik dan
kontemporer pada pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
mengenai konsep kedua fiqh ini, yaitu:

a. Jika dilihat dari segi pengertiannya kedua kon fiqh muamalah ini tidak jauh
berbeda yaitu sama membahas tentang bagaimana seseorang harus berprilaku
dalam kehidupannya sehari-hari baik yang bersifat maaliyah maupun ghairu
maaliyah, hanya saja dalam konsep fiqh muamalah kontemporer lebih disesuaikan
dengan konteks kekinian dengan ditambah dengan kata-kata kontemporer
b. Secara prinsip kedua konsep ini masih memakai prinsip yang sama hanya saja
pada fiqh muamalah kontemporer pemahamannya lebih diperluas dengan
menyesuaikan berdasarkan konteks bisnis kontemporer juga.
c. Keduanya masih menggunakan sumber hukum yang sama yaitu berpedoman pada
al-Qur’an dan perincian dari hadits Rasulullah serta pengembangan hukum secara
kontekstual melalui ijtihad para ulama melalui berbagai metode, dan pada konsep
fiqh muamalah kontemporer metode ini dipadukan dengan berbagai macam
kecanggihan teknologi yang ada sehingga mampu menyesuaikan dengan
perkembangan bisnis kontemporer yang semakin menjamur serta tidak melenceng
dari konsep syari’ah yang telah ditentukan dalam al-qur’an, hadits maupun ijtihad
tersebut
d. Dari segi objek kajian keduanya juga tidak ada perbedaan yaitu sama-sama
membahas hubungan manusia yang bersifat maaliyah dan ghairu maaliyah akan
tetapi pada pembahasan maaliyahnya terutama dari segi akad atau transaksi bisnis
pada fiqh muamalah kontemporer lebih banyak pengembangan penciptaan
13

produk-produk akad baru seperti membahas tentang asuransi, bisnis Multi Level
Marketing, transaksi saham, obligasi syari’ah dan berbagai produk-produk
perbankan syari’ah.
e. Konsep yang ditawarkan oleh fiqh muamalah kontemporer lebih fleksibel dan
kontekstual dibandingkan dengan fiqh muamalah klasik yang masih stagnan dan
bersifat tekstual jika dilihat dari perkembangan bisnis sekarang ini, akan tetapi
tetap memperhatikan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah.

14

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zaman globalisasi sekarang ekonomi menjadi hal yang penting. Maju mundurnya negara
pun ditentukan dari aspek ekonomi. Salah satu aktivitas ekonomi adalah jual beli. Jual
beli kini mulai bermacam-macam bentuk transaksi dan barangnya. Beberapa cara
transaksi kontemporer antara lain melalui online, rekening bersama, e-commerce, dan
ATM.
Hukum-hukum Jual Beli :
1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;
2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk
membayar hutang;
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan
barang yang dijual;
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual
barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak
harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.
Perbandingan fiqh muamalah klasik dan kontempoter

1. Jika dilihat dari segi pengertiannya kedua kon fiqh muamalah ini tidak jauh berbeda
yaitu sama membahas tentang bagaimana seseorang harus berprilaku dalam
kehidupannya sehari-hari baik yang bersifat maaliyah maupun ghairu maaliyah, hanya
saja dalam konsep fiqh muamalah kontemporer lebih disesuaikan dengan konteks
kekinian dengan ditambah dengan kata-kata kontemporer
2. Secara prinsip kedua konsep ini masih memakai prinsip yang sama hanya saja pada
fiqh muamalah kontemporer pemahamannya lebih diperluas dengan menyesuaikan
berdasarkan konteks bisnis kontemporer juga.
3. Keduanya masih menggunakan sumber hukum yang sama yaitu berpedoman pada alQur’an dan perincian dari hadits Rasulullah serta pengembangan hukum secara
kontekstual melalui ijtihad para ulama melalui berbagai metode, dan pada konsep fiqh
15

muamalah kontemporer metode ini dipadukan dengan berbagai macam kecanggihan
teknologi yang ada sehingga mampu menyesuaikan dengan perkembangan bisnis
kontemporer yang semakin menjamur serta tidak melenceng dari konsep syari’ah
yang telah ditentukan dalam al-qur’an, hadits maupun ijtihad tersebut
4. Dari segi objek kajian keduanya juga tidak ada perbedaan yaitu sama-sama membahas
hubungan manusia yang bersifat maaliyah dan ghairu maaliyah akan tetapi pada
pembahasan maaliyahnya terutama dari segi akad atau transaksi bisnis pada fiqh
muamalah kontemporer lebih banyak pengembangan penciptaan produk-produk akad
baru seperti membahas tentang asuransi, bisnis Multi Level Marketing, transaksi
saham, obligasi syari’ah dan berbagai produk-produk perbankan syari’ah.
5. Konsep yang ditawarkan oleh fiqh muamalah kontemporer lebih fleksibel dan
kontekstual dibandingkan dengan fiqh muamalah klasik yang masih stagnan dan
bersifat tekstual jika dilihat dari perkembangan bisnis sekarang ini, akan tetapi tetap
memperhatikan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah.

16

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, Irwin. [2008]. Jual Beli Dan Hukum-Hukumnya, [Online]. Tersedia :
https://irwin2007.wordpress.com/category/jual-beli-dan-hukum-hukumnya/ [12 Maret
2015]
Anonim. [2013]. Pengertian Jual Beli dan Ruang lingkupnya Menurut Islam, [Online].
Tersedia
:
http://basicartikel.blogspot.com/2013/04/pengertian-jual-beli-danruang.html [12 Maret 2015]
Sutarto dkk [2008]. Ilmu Pengetahuan Sosial. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri: Solo
Aira [31 Mei]. Peran Fiqh Muamalah Klasik Dalam Bisnis Kontemporer, [Online].
Tersedia : http://aira-cute.blogspot.com/2011/05/peran-fiqh-muamalah-klasik-dalambisnis.html [12 Maret 2015]

17