BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Agus Setyoko

TUGAS BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
“BUDIDAYA JAGUNG OLAH TANAH KONSERVASI”
DISUSUN OLEH
NAMA : AGUS SETYOKO
NPM : 11110010.P

SEKOLAH TINGGI PERTANIAN
DHARMA WACANA METRO
LAMPUNG
2012

BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di Indonesia, jagung merupakan komoditi pertanian tanaman pangan penting
setelah padi. Luas panen jagung di Indonesia tahun 2000 menurut Biro Pusat Statistik
mencapai 3,5 juta ha, dengan total produksi 9,7 juta ton atau naik 5 % dari produksi
nasional tahun 1999. Produksi jagung terbesar adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Lampung dengan kontribusi 65,4 % terhadap produksi jagung Nasional. Disamping
sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, jagung pun digunakan sebagai pakan

( bahan makanan ternak ) dan bahan baku penting industri. Makin pentingnya komoditi
jagung ini tercermin dari makin meningkatnya kebutuhan jagung dalam negeri, yaitu rata
– rata mencapai 9,6 % per tahun sedangkan rata – rata peningkatan produksi hanya 1,1 %
pertahun. Atas dasar ini, peluang mengembangkan komoditi jagung di Indonesia sangat
besar.Untuk komoditit jagung, peluangnya lebih besar karena permasalahan budidaya
jagung relatif lebih sedikit, hama dan penyakitnya tidak terlalu banyak dan keuntungan
usaha taninya pun lebih tinggi.
Rendahnya produktivitas tanaman jagung terutama disebabkan : ( 1 ) sebagian
besar tanaman jagung di Indonesia ditanam dilahan kering yang kurang subur dan kurang
kahat air ,( 2 ) penggunaan varietas unggul masih kurang , ( 3 ) teknik pengolahan
tanahnya tidak memperhatikan teknik – teknik konservasi sehingga tanahnya makin lama
makin kurus, dan ( 4 ) pemupukan dan pemeliharaan tanaman belum optimum
Agar produktivitas tanaman dan keuntungan usaha tani jagung dapat ditingkatkan,
diperlukan teknik budidaya yang bukan hanya mampu meningkatkan produktivitas
tanaman jagung saja, tetapi juga mampu melestarikan sumberdaya lahan. Teknik olah
tanah konservasi merupakan salah satu upaya kongkrit yang mampu menjawab
permasalahan tersebut.

BAB II


TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Olah Tanah Konservasi
System Olah Tanah Konservasi ( OTK ) adalah suatu system persiapan lahan agar tanaman
dapat tumbuh dan berproduksi optimum dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dan air.
Pada perkembangannya system OTK lebih lanjut, aspek konservasi tanah dan air kemudian lebih
diseimbangkan dengan aspek sosial ekonomi. Pada system OTK, disamping kelayakan fisik
seperti kelayakan tanah dan persyaratan mulsa dilahan lebih dari 30 %, kelayakan sosial ekonomi
juga harus dipertimbangkan. Teknik olah tanah yang termasuk dalam rumpun OTK dan telah
banyak diterapkan petani di Indonesia antara lain olah tanah intensif bermulsa, olah tanah
konservasi bergulud, olah tanah minimum , dan tanpa olah tanah.
Sebelum tanam, gulma dikendalikan dengan herbisida layak lingkungan, yaitu yang mudah
terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumberdaya lingkungan lainnya.
Seperti teknik OTK lainnya, sisa tanaman musim sebelumnya dan gulma yang mati digunakan
sebagai mulsa untuk menutupi permukaan lahan minimal 30 % dengan berat kering antara 6 – 8
ton perhektar
2. Kelayakan Tanah
Keberhasilan budidaya jagung olah tanah konservasi ( OTK ) disamping ditentukan oleh
system pengelolaan budidayanya juga ditentukan oleh kelayakan tanahnya. Secara umum
penerapan budidaya jagung OTK akan lebih berhasil pada tanah berdrainase baik. Jika tidak,

maka produksi tanaman jagung OTK akan kalah dengan jagung olah tanah intensif. Hal ini
karena adanya mulsa akan lebih memperburuk drainase tanah sehingga akan mengganggu
respirasi akar tanaman jagung. Dengan memperbaiki drainase tanah, kelebihan air tanah aan
berkurang dan udara tanah meningkat sehingga perakaran jagung akan berkembang lebih baik.
Sifat tanah penting lainnya yang dapatmempengaruhi keberhasilan budidaya jagung OTK
adalah tekstur tanah, kemiringan tanah, da nada tidaknya lapisan cadas. Tekstur tanah ideal yang
cocok untuk jagung OTK adalah tekstur ringan sampai sedang ( lempung berpasir sampai
lempung berliat ). Walaupun ada mulsa, tanah berstruktur ringan sampai sedang akan cepat

kering jika terjadi hujan lebat, sedangkan pada tanah bertekstur berat ( liat ) tanah akan lama
keringnya bahkan bisa tergenang, sehingga akan menurunkan produksi jagung. Jagung OTK
lebih tanggap pada tanah bergelombang sampai berbukit, walaupun dapat juga tumbuh dengan
baik pada tanah datar asal berdrainase baik. Keunggulan OTK pada tanah bergelombang sampai
berbukit karena OTK lebih mampu menekan erosi oleh air daripada OTI.
3. Keuntungan Olah Tanah Konservasi
a. Mengurangi tenaga kerja dan menghemat waktu
Pada teknik OTK tidak terlalu banyak memerlukan pengolahan tanah ( Olah Tanah
Minimum ) atau tidak memerlukan pengolahan tanah sama sekali kecuali untuk lubang tanam,
maka kebutuhan tenaga kerjanyapun menjadi lebih sedikit
b. Mengurangi kebutuhan energy dan peralatan pengolahan tanah

OTK dapat diterapkan secara modern, yaitu dengan menggunakan alat mekanisasi canggih
seperti alat penyemprot, alat penanam ( no-till planter ) sekaligus dengan alat untuk penempatan
pupuk dan alat pemanenan. Pada OTK dengan menggunakan alat mekanisasi, penggunaan
traktor untuk pengolahan tanah semakin berkurang. Hal ini berarti OTK mampu menghemat
bahan bakar ( energy ) dan mengurangi biaya perawatan traktor.
c. Meningkatkan produktivitas tanah dan pendapatan petani
Dengan berkurangnya kebutuhan tenaga kerja, energy dan kebutuhan pupuk serta
penghematan waktu, maka biaya produksi dapat dihemat sampai 40 %. Hal ini berarti dengan
produki yang sama, maka pendapatan petani OTK lebih tinggi.
d. Meningkatkan bahan organic tanah dan unsur hara
Penelitian terakhir menunjukan bahwamakin banyak tanah yang diolah, makin banyak emisi
karbon ke atmosfir, sehingga semakin sedikit karbon yang tertinggal dalam tanah. Sebaliknya
makin sedikit lapisan olah tanah yang dimanipulasi, makin sedikit emisi karbon ke atmosfir dan
ini berarti makin meningkat bahan organic tanah OTK. Bahan organic tanah merupakan sifat
penting tanah yang akan mempengaruhi bioata tanah dan proses fisika kimia tanah. Rerata

penambahan bahan organic tanah OTK mencapai 0,1 % pertahun. Selain bahan organic tanah,
unsur hara didalam tanah OTK jangka panjang juga meningkat.
e. Memperbaiki agregasi tanah dan sifat fisik tanah lainnya.
Akibat berkurangnya manipulasi lapisan olah tanah dan meningkatnya bahan organic tanah

pada tanah OTK, bongkahan tanahnya akan lebih mantap dari pada olah tanah intensif.
Kemantapat agregat dan ketahanan struktur tanah OTK jangka panjang rata – rata dua kali lebih
tinggi dari OTI. Berbeda denga OTI, kekerasan tanah OTK lapisan bawah tidak mengeras, tetapi
pada lapisan olah kekerasan tanah khususnya TOT cenderung meningkat. Pori makro tanah hasil
aktivitas cacing tanah juga menigkat. Perbaikan agregasi tanah ini akan berpengaruh terhadap
menurunnya erosi air, meningkatnya aerasi tanah, dan membaiknya daya penetrasi akar tanaman
dalam menembus tanah.
f. Menigkatkan konservasi air
Adanya mulsa pada permukaan tanah OTK dilahan kering mampu menahan penguapan air
tanah sehingga kelembaban dan ketersediaan air akan meningkat dan suhu tanah menurun. Pada
saat cuacu terik, tanaman jagung pada olah tanah intensif akan lebih cepat layu dari pada jagung
OTK yang tanahnya lebih lembab. Menigkatnya kelembaban tanah akan berpengaruh terhadap
menurunnya suhu tanah yang berdampak positif terhadap meningkatnya aktivitas biota tanah dan
pertumbuhan tanaman. Meningkatnya kelembaban tanah juga akan meningkatkan serapan bahan
makanan tanaman, sehingga produksi tanaman juga meningkat.
g. Menekan aliran permukaan dan erosi
Mulsa pada permukaan lahan OTK mampu meningkatkan infiltrasi dan menekan air
limpasan sehingga dapat mengurangi erosi oleh air. Tergantung dari tipe tanah dan jumlah
mulsanya, erositanah dapat ditekan sampai 90 %.
h. Menigkatkan biota tanah

Biota tanah merupakan komponen penting dalam pertanian lestari. Semakin meningkat
jumlah dan jenis biota tanah, semakin tinggi kemampuan tanah tersebut dalam mendukung suatu

pertumbuhan tanaman. Kondisis permukaan lahan OTK memeang menyerupai lingkungan alami,
sehingga aktivitas biota tanah dapat berkembang dengan baik.
i. Memperbaiki kualitas air
Mulsa dipermukaan lahan OTK akan menahan partikel tanah, unsur hara, pupuk dan
pestisida untuk tetap berada dilahan petani, tidak terbawa oleh aliran permukaan kesungai atau
laut. Bahkan keberadaan mulsa dipermukaan lahan dapat mengurangi herbisida dalam aliran air
sampai separuhnya. Selain itu, biota tanah yang hidup dalam tanah OTK yang kaya bahan
organic mampu mengurai pestisida dalam tanah sehingga dapat melindungi air tanah dari
pencemaran.
j. Memperbaiki kualitas udara
Pada persiapan lahan teknik OTK, pembakaran residu tanaman tidak diperbolehkan, tetapi
residu tanaman justru harus digunakan sebagai mulsa untuk melindungi tanah dari kerusakan.
Dengan tidak adanya pembakaran dan lambatnya dekomposisi mulsa karena tidak diolah berarti
pasokan gas rumah kaca ( CO2 ) keatmosfir berkurang. Dampak positif ini bukan hanya akan
memperbaiki kualitas udara disekitar lahan petani, tetapi juga akan membantu mengurangi suhu
udara dunia yang saat ini makin panas.
k. Tantangan Dan Hambatan

a. Hambatan psikologis
Kebiasaan mengolah tanah sampai gembur dengan permukaan lahan yang bersih tanpa sisa –
sisa tanaman sebelumnya memang sudah merupakan tradisi mengolah tanah sejak ribuan tahun
yang lalu., sehingga sulit untuk merubahnya. Kebiasaan tersebut juga bahkan sudah menjadi
budaya bahwa mengolah lahan untuk ditanami itu harus dicangkul / dibajak sampai dalam,
gembur dan bersih. Bagaimana mungkin menanam jagung pada lahan yang tidak diolah dan
kotor lagi, seperti pada budidaya OTK yang harus menggunakan mulsa tanaman sebelumnya
minimal 30 %. Permukaan lahan OTK tertutup mulsa tersebut dianggap petani sebagai sesuatu
yang kotor dan petani akan malu kalau dianggap malas dan jorok.

Akan tetapi setelah petani tahu ahwa dengan tanpa mengolah tanah sekali pun ternyata produksi
jagungnya lebih tinggi, lebih menguntungkan dari pada OTI, apalagi cara pengolahan lahannya
ringan dan cepat. Langsung saja petani tersebut menerapkan OTK.
b. Hambatan Teknis
Hambatan teknis penting yang selama in I dikeluhkan petani adalah masalah penanaman
benih, tetapi kesulitan petani tersebut sudah terjawab, yaitu dengan no-till planter. Dengan no-till
planter, jalur penanaman dibuka oleh pisau pembuka tanah sehingga benih dengan mudah
ditanam, bahkan dipupuk juga bisa langsung dibenamkan. Jika tidak ada alat tersebut petani
menanggulangi masalah penanaman ini dengan membuat alur tanam dengan bajak beberapa
centimeter dari alur tanam sebelumnya, atau jika tidak ada bajak, cukup dikoak ( satu cangkulan

saja ).
Herbisida yang digunakan dalam mengendalikan gulma pun harus layak lingkungan, yaitu
yang tidak menimbulkan residu dalam tanah, penerapan harus tepat dosis dan aplikasi harus
tepat waktu. Adanya mulsa organic yang tinggi pada lahan OTK akan mengurangi limpasan air
dan erosi, berarti herbisida yang hanyut akan berkurang, dan polusi perairan juga akan
berkurang. Harga herbisida juga sebagai factor penghambat. Makin mahalnya herbisida akan
mempengaruhi daya beli petani yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan OTK.
Adanya mulsa dipermukaan juga akan mempersulit cara pemupukan, dan apabila bahan
mulsanya dari serealia akan mengurangi efisiensi pemupukan terutama pupuk nitrogen. Untuk
mengurangi masalah tersebut, cara aplikasi pemupukan disarankan dengan cara sebar, tetapi
dengan cara larikan atau tugal didekat tanaman.

BAB III
PEMBAHASAN
1. System Pemilihan Varietas Jagung
System perakaran pada jagung akan dipengaruhi oleh keadaan tanah, terutama pada lapisan olah.
Pada system olah tanah konservasi, benih ditanam dengan system tugal tanpa dilakukan
pengolahan secara konvensionalo. Oleh karena itu perlu diperhatikan system perakaran tanaman
jagung agar dapat ditanam dengan vigor tinggi pada system olah tanah konservasi. Tanaman
jagumg dengan perakaran yang dalam merupakan alternatif yang cocok untuk dikembangkan

dilahan dengan system olah tanah konservasi. Sebaliknya tanaman jagung dengan system
perakaran dangkal atau menyebar tidak dalam maka akan tidak sesuai jika ditanam pada lahan
olah konservasi. Alternatife kedua untuk tanaman jagung yang sesuai dengan system olah tanah
konservasi adalah vigor benih yang tinggi, yaitu mampu berkecambah baik diareal yang hanya
menanam benih dengan system tugal tanpa adanya pengolahan konvensional. Vigor benih yang
tinggi dengan system perakaran yang dalam dan kuat akan memepermudah akar tanaman untuk
menetrasi tanah dan menyerap air serta unsur hara yang lebih baik disbanding kan dengan vigor
benih yang lemah dengan system perakaran yang dangkal. Selain itu, tanaman dengan system
perakaran dalam akan mampu bertahan hidup pada kondisi kering ( ketersediaan air minimum )
dibandingkan dengan tanaman dengan system perakaran dangkal. Tingginya daya hidup tanaman
( growth success ) dengan sistem perakaran dalam pada kondisi ketersediaan air yang minimum
berhubungan dengan tingkat efisiensi penggunaan air yang tinggi pula
Jadi tanaman dengan system perakaran dalam akan mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan air dan mencegah laju degradasi klorofil daun sehinggalaju fotosintesis akan
meningkat. Pemanfaatan air yang efisien oleh tanaman apalagi pada kondisi ketersediaan air
rendah akan mestimulasi keseimbangan antara laju fotosintesis dan transpirasi yang pada
gilirannya akan meningkatkan hasil. Keadaan ini akan secara langsung akan meningkatkan
translokasi fotosintat dari daun kebagian tongkol atau biji dan laju pengisian bij. Selanjutnya,
tanaman dengan system perakaran dalam akan memacu pertumbuhan vegetative yang lebih
cepat. Sifat laju pertumbuhan vegetative yang cepat ini sangat menguntungkan untuk penekanan

pertumbuhan gulma karena ternaungi oleh kanopi (penutup tajuk )

2. System Penanaman Atau System Budidaya Tanaman Jagung
a. Persiapan lahan
System budidaya jagung denga system OTK akan berbda dengan yang menggunakan
system olah tanah konvensional. Pada system OTK, sebelum benih ditanam dilahan,
terlebih dahulu gulma dikendalikan dengan herbisida atau dikepras yang kemudian
disemprot herbisida pada saat gula tumbuh ( kira – kira 2 minggu setelah pengeprasan
gulma ).
Secara umum setelah dilakukan pengeprasan gulma, benih jagung ditanam dengan
menggunakan system tugal. Setelah tanaman jagung muda berumur 2 minggu setelah
tanam, maka gulma yang sudah tumbuh disemprot denga herbisida. Sebaliknya pada
penanaman jagung dengan system olah tanah konvensional, sebelum benih ditanam,
dilakukan dulu pengolahan lahan satu kali bajak dan satu kali garu dan hal ini dapat
memakan waktu dua minggu. Jadi, pada saat tanaman jagung sudah berumur dua minggu
dilahan dengan system olah tanah konservasi, baru diadakan penanaman benih dilahan
dengan system olah tanah konvensional. Dengan kata lain terjadi perbedaan waktu dua
minggu lebih awal dipenanaman jagung dengan system olah tanah konservasi akan
dipanen lebih awal, yaitu dua minggu lebih awal daripada yang system olah tanah
konvensional.

3. System pengendalian hama dan penyakit
a. Hama penting Tanaman Jagung
Pada fase ini hama yang menyerang tanaman adalah semut, lapisan bibit, ulat tanah,
lundi, dll. Semut, terutama semut api kerap mengganggu biji yang baru ditanam sehingga
menyebabkan gagal perkecambahan. Semut ini sering memakan biji. Namun ketika
tanamn tumbuh besar, semut api ini berganti peran menjadi predator berbagai jenis hama.
Hama utama pada bibit jagung adalah:
Lalat bibit jagung. Lalat ini dari marga Atherigona dan mereka masih sekluarga dengan
lalat rumah. Selain menyerang bibit jagung, lalat ini juga menyerang bibit padi darat
Ngengat Agrotis ipsilon memiliki kemampuan memproduksi telur rata – rata 970mbutir,
maksimum 2370 butir per individu betina. Siklus hidup ( dari telur hingga dewasa ) hama
ini sekitar 36 hari. Didalam populasi hama ini dikendalikan oleh musuh alaminya yaitu
dari golongan parasite, predator, dan pathogen

Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera)
Ciri-ciri hama :
• Telur diletakkan pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730
butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan.
• Larva terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa
perkembangan larva pada suhu 24 - 27,2°C adalah 12,8 - 21,3 hari. Larva memiliki sifat
kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa
pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada
kekerasan tanah.
• Pupa umumnya terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula
serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran
serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa
bervariasi dari enam hari pada suhu 35°C dan sampai 30 hari pada suhu 15°C.
Hama Kutu daun ( Aphis sp.)
Tanaman Inangnya : jagung, sorgum, jewawut, tebu, dll
Gejalanya : Gejala langsung apabila populasi tinggi helaian daun menguning dan
mengering. Gejala tidak langsung sebagai vektor virus menimbulkan mozaik ataupaun
garis-garis Klorose sejajar tulang daun.
Penyebabnya : Aphis ( Rhopalosiphum maydis Fitc).
Serangga berwarna hijau, ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Pada bagian
belakang ruas apdomen kelima terdapat sepasang tabung sifunkulus.
Pengendalian :
Komponen pengendalian secara terpadu melipurti :
- Musuh alami : Predator (Harmonia actomaculata dan H. syrpids ) dan Parasit
- Insektisida sistematik karbofuran diberikan melalui pucuk pada stadia Vegetatif.
Hama kumbang Bubuk ( Sitophilus sp )
Inangnya : Beras, jagung, sorgum, dan kacang-kacangan.
Gejalanya : Biji jagung berlubang-lubang dan bercampur kotoran serangga serta banyak
kumbang bubuk. Kumbang bubuk menyerang mulai dari lapangan sampai di gidang
penimpanan biji.

Penyebabnya : Kumbang Sitophilus sp ( Motsch ). Serangga Betina mampu bertelur 300500 butir. Periode telur 3-7 hari . siklus hidupnya sekitar 30-45 hari serangga dewasa
tanpa di beri makan dapat bertahan hidup selama 36 hari dan bila di beri makan dapat
hidup antara 3-5 bulan.
Pengendalian :
Komponen pengendalian terpadu meliputi :
- Varietas tahan : genyah madura dan Goter
- Pengeringan biji/ benih kadar air 10%
- Sanitasi tempat penyimpanan biji
- Pengasapan
- Bahan nabati untuk dicampur biji sebelum di simpan : Serbuk daun Putri malu , daun
Mendi, daun Nimba, akar tuba, Biji Mahani, dan rimpong dringo dengan takaran 20-10 g/
kg biji
Serangan :
• Imago betina akan meletakkan telur pada rambut jagung dan sesaat setelah menetas
larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang
mengalami perkembangan.
• Serangan serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.
b. Penyakit penting tanaman jagung
Penyakit karat daun
Gejala penyakit ini dapat dilihat jelas pada tanaman dan daun yang telah tua. Pada
permukaan terutama bagian atas tampak struktur kecil yang menonjol dengan bentuk
bulat atau jorong dan berwarna cokelat. Pada bagian tersebut merupakan urediosorus
cendawan penyebab penyakit. Pada kondisi gejala yang intensif daun dapat mengering.
Penyebab penyakit karat pada jagung ada dua yaitu Puccinia sorghi dan P. polysora.
Cendawan membentuk urediosorus pada permukaan atas dan bawah daun dan juga pada
upih daun. Urediosorus ini berbentuk bulat atau jorong dan berwarna cokelat.
Urediospora berbentuk ulat dan bulat telur. Telium berwarna gelap tertutup epidermis.
Teliospora berbentuk jorong atau seperti gada.

Penyakit bulai ( corn downy mildew )
Berbentuk cendawan jamur, gejala serangan timbul garis kuning yang lebar bpada daun,
bila terbawa dari benih, maka setiap daun muda yang baru tumbuh Nampak kuning,
penularannya melalui benih atau melalui spora yang terbawa angin.
Cara pengendaliannya menanam varietas yang tahan bulai, menanam serentak, dan
pencampuran sentrimone.
Penyakit hawar daun
Penyakit hawar daun tersebar luas disemua Negara penghasil jagung. Penyakit ini dibagi
menjadi tiga macam, yaitu : northern leaf blight, southern leaf blight, dan southern leaf
spot. Gejala yang tampak yaitu pada daun mula – mula bercak bebentuk seperti perahu
atau belah ketupat yang ujungnya meruncing seraha tulang daun, kemudian bercak
menyatu dan meluas, sehingga daun yang terserang dapat menjadi kering dan berwarna
cokelat.
Pathogen penyakit hawar daun ada tiga yaitu: Helminthosporium turcicum, H. maydis,
dan H. carbonum. Ketiga cendawan mempunyai mempunyai stadium sempurna yang
masuk dalam genus Cochliobolu. Cendawan dapat memperthanakan diri, baik pada
tanaman hidup, rumput – rumputan maupun sisa – sisa tanaman. Umumnya curah hujan
yang tinggi mendukung perkembangan penyakit. Penyakit dapat dikelola secara terpadu
menggunakan varietas tahan dan fungisida.
c. Pengelolaan gulma
System pengendalian gulma juga terjadi perbedaan antara penanaman jagung system
OTK denga system olah tanah konvensional. System pengendalian gulma dilaksanakan
pada tanaman yang berumur 4-5 minggu setelah tanam dengan penyemprotan herbisida,
sedangkan dilahan olah konvensional, pengendalian gulma dilaksnakan dengan manual
atau koret. Jadi pada system OTK, diperlukan tanaman jagung yang tahan terhadap
herbisida untuk menghindari keracunan herbisida. Selain itu pengendalian gulma dengan
cara manual dilahan olah tanah konvensional akan mengganggu pertumbuhan akar
tanaman jagung yang dapat menurunkan pertumbuhan tanaman jaagung karena tanaman
juga memerlukan energy untuk proses penyembuhan akar tanaman yang rusak akibat
koret atau alat pengendalian lain nya.

Salah satu sifat gulma adalah jahat, merusak, atau sangat merugikan. Gulma dapat
mengganggu manusia, tanaman atau binatang. Kehilangan hasil tanaman yang diderita
akibat berinteraksi dengan gulma merupakan refleksi akhir dari proses kompetisi yang
berjalan sepanjang interaksi tersebut. Tinjauan terhadap kerugian akibat gulma terhadap
petani mendasari tersusunnya jenis – jenis gulma yang sangat merugikan dipertanian
yang selanjutnya kita sebut sebagai gulma penting tanaman di indonesia
Secara umum, beberapa sifat gulma yang memungkinkan dirinya berpotensi sebagai
gulma penting tanaman adalah :
1. Sifat perkembangbiakan dan penyebaran yang sangat cepat. Sifat ini ditandai denga
adanya organ generative ( biji dan spora ). Disamping itu organ perkembangbiakan
generative ( rhizome, stolon, anakan, umbi ) alat bantu penyebaran, seperti adanya
rambut atau sayap. Gulma yang memiliki sifat ini akan lebih cepat menguasai sarana
tumbuh yang ada, sebagai contoh alang – alang ( Imperata cylindrical ), grintingan
atau kawatan ( Cynodon dactylon ), lempuyangan, teki, eceng gondok, kiambang atau
suket janji dan ganging.
2. Sifat pertumb uhan yang menjalar. Sifat tersebut akan menyulitkan petani dalam
proses pemeliharaan tanaman, karena gulma tersebut dapat membelit atau memanjat
tanaman pokoknya. Sebagai contoh adalah rayutan ( Mikania micrantha) , mantangan
( Ipomea triloba ) dn parean ( Momordica charaantea ). Kemungkinan gulma yang
memiliki sifat ini kurang bersifat kompetitif terhadap tanamannya namun
memerlukan biaya yang tinggi untuk mengendalikannya.
d. System pemupukan
Penempatan pupuk sebaiknya 10-15 cm dari tanaman dengan system tugal ataupun barisan.
Penempatan pupuk yang kurang tepat akan berakibat pada gangguan pertumbuhan tanaman yang
pada akhirnya akan menurunkan produksi jagung.
Pemupukan urea akan lebih baik jika dilakukan pada 1-2 minggu setelah tanam. Kebutuhan
Nitrogen akan terus meningkat, oleh karena itu, pemupukan urea atau Nitrogen untuk kedua kali
merupakan keputusan yang tepat. Pemberian nitrogen yang kedua dilakukan pada saat 40-7- hari
setelah tanam karena pada saat itu, tanaman jagung masih membutuhkan nitrogen terbesar untuk
pertumbuhan vegetative optimum dan pengisian biji.

Kebutuhan fosfor untuk tanaman jagung lebih rendah dibandingkan dengan nitrogen dan
kalium, namun fosfor merupakan unsur yang penting untuk nutrisi jagung. Gejala
kekurangan fofor biasanya Nampak pada saat 2-6 mst atau tinggi tanaman sekitar 2/3 m
( 63 cm ). Beberapa factor pengaruh yang mempengaruhi jumlah ketersediaan fosfor
untuk tanaman, yaitu pH tanah antara 5,5 – 7,0 merupakan yang optimum untuk
ketersediaan fosfor, jumlah bahan organic dalam tanah, kedalaman system perakaran dan
struktur tanah
4. System pemanenan
a. Waktu panen
Tanaman jagung yang sipa panen jika kadar air biji pada saat panen sekitar 26 – 32 %
dan kondisi ini tergantung pada tetua jagung itu sendiri dan keadaan cuaca. Produksi jagung
yang tinggi sangat ditentukan oleh waktu panen yang tepat dan system penyimapanan yang
benar. Jika panen ditunda maka dapat kehilangan hasil sekitar 3-5 % apalagi cara pemanenan
yang tidak tepat akan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 10 – 15 %.
Ada beberapa cara untuk menentukan saat panen tanaman jagung, yaitu adanya lingkar
hitam pada perbatasan biji dengan janggel ( black layer ), klobot pembungkus terjadi perubahan
warna ( dari hijau menjadi kecokelatan ), kadar air biji, jumlah hari yang ditentukan saat
munculnya rambut tongkol, dan terjadi pengerasaan biji pada saat ditekan dengan jari tangan.
Pada musim kemarau, waktu panen yang relative tepat,waktu panen yang relative tepat,
yaitu kadar air biji tlah mencapai 26-32 % atau klobot dan tanaman telah berubah warna dari
hijau kecoklat – coklatan serta biji mengalami pengerasan jika ditekan dengan jari tangan.
Sebaliknya pada musim hujan, saat yang relative cepat untuk panen jagung yaitu kadar air
mencapai 34 – 36 %
b. Panen
Tongkol dipotong, dikupas klobotnya baik dilapang maupun ditempat penampungan,
dimasukan kedalam karung plastic dan diikat, lalu diangkut kerumah atau kegudang.
System pengangkutan tongkol yang telah dikupas klobotnya dapat denga tenaga
manusia( gendong, pikul, atau dengan sepeda) , tenaga hewan ( gerobak ), dan dapat
dengan tenaga mesin ( mobil, truk , traktor dll ). Ada beberapa petani yang

memangkas bagian tanaman diatas tongkol sebelum pemanenan ( beberapa hari
sampai dua minggu setelah panen ). System ini akan lebih cocok jika daun tanaman
jagung masih menunjukan warna kehijauan ( stay green ) untuk pakan ternak,
misalnya varietas Srikandi.
c. Pengeringan
System pengeringan yang dilakukan oleh petani selama ini, yaitu dengan
pemanfaatan sinar matahari ( penjemuran ) dan, denga pemanfaatan mesin pengering
pada perusahaan besar. Penjemuran tongkol tanpa klobot dapat dilakukan dihalaman
rumah yang sudah disemen lantainya, diatas tikar atau anyaman bamboo dan didalam
mesin pengering. System pengeringan dengan pemanfaatan sinar matahari akan
mempunyai masalah pada saat musim hujan, maka, biasanya petani akan mengikat
tongkol dan diletakan diatas para – para dapur atau bambu panjang pada dinding
rumah.
Waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air biji dari 28 % menjadi 14 %
dengan system matahari sekitar 4-7 hari ( jika frekuensi hujan tidakk setiap hari ).
System penjemuran dengan klobot akan menurunkan butir retak dibandingkan dengan
system penjemuran tanpa klobot.
d. Penyimpanan
Untuk lebih meningkatkan kualitas benih jagung setelah dipanen, maka perlu
diperhatikan kadar air biji. Kadar air biji rendah ( 10-13 % ) akan menurunkan
kerusakan fisik ( retak atau pecah ), biologi ( serangan hama-penyakit ), dan biokimia
( karbohidrat, lemak, dan protein ) saat dilakukan penyimpanan. Selanjutnya, kadar
air biji yang rendah ( 10 % ) akan mampu menekan butir rusak dengan jangka waktu
simpan sekitar 12 bulan. Sebaliknya, jika system penyimpanan tanpa memperhatikan
kadar air biji dan kelembaban ruang simpan ( yang biasanya dilakukan oleh petani )
akan meningkatkan butir rusak dan daya simpan hanya bertahan berkisar 3-4 bulan
saja.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Olah tanah konserv asi merupakan olah tanah yag mampu melestarikan baik fisik,
biologis, maupun kimia tanah.
2. System olah tanah konservasi dapat dijadikan sebagai alternative teknologi pengolahan
tanah untuk dikembangkan dilahan kering. Karena system ini sering membuat kondisi
yang kurang cocok bagi pertumbuhan tanaman jagung, maka perlu didukung dengan
penciptaan varietas – variertas jagung yang mempunyai sifat – sifat vigor benih tinggi,
system perakaran dalam, dan tahap terhadap herbisida
3. Dalam melaksanakan PHT pada tanaman jagung, petani perlu melakukan pemantaun
secara rutin. Pemantauan diperlukan untuk mendatakan keadaan tanaman HPT dan
musuh alaminy, cuaca, tanah dan air ) dan rutinitas dapat memebrikan data terkini
tentang tanaman.
4. Tumbuhan gulma tidak selalu bersifat merugikan. Status gulma tersebut sangat
ditentukan oleh manusia atau petani yang diusahakan.
5. Pemaduan berbagai metode pengendalian sehingga secara ekonomis lebih
menguntungkan inilah yan kita kenal sebagai pengendalian gulma terpadu.

DAFTAR PUSTAKA
-

Badan Pusat Statistik ( BPS ) 2000. Produksi padi dan tanaman palawija di Indonesia.
Jakarta

-

Conservation Technology Information Center ( CTIC ) 2000. Agriculture can capture
carbon. Partners. Vol. 18 No. 2. USA

-

Kompes. 2000. Pestisida untuk pertanian dan kehutanan. PT. Yasaguna, Jakarta.

-

Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Tekhnik olah tanah konservasi untuk menunjang
pengembangan pertanian lahan kering yang berkelanjutan berkelanjutan. Prosising
Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 8-9
Mei 1995

-

Setiawan, K. 1993. Pemuliaan tanaman dan olah tanah konservasi : suatu alternative
pengembangan pertanian dilahan kering. 150-155. Pros. Seminar Nasional IV Budidaya
Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 4-5 Mei 1993

-

Tjitrosoedirdjo, S., I.H, Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan gulma
diperkrbunan. BIOTROP-Gramedia, Jakarta. 210 hlm.
Utomo, M. 1990. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk pertanian
berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija Departemen Pertanian. Jakarta

-

Utomo ,M. 1997. Olah Tanah Konservasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Universitas Lampung. April 1997. Universitas Lampung