Pengaruh debt leverage stabilitas keuang

Pengaruh debt leverage, stabilitas keuangan, target keuangan dan jumlah
riwayat pelanggaran peraturan terhadap pendeteksian kecurangan laporan
keuangan

Draft Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana
Ekonomi Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Padjadjaran

Disusun Oleh :
Taufik Nugraha Suryana
120110100130

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa banyak perubahan yang
sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau legislatif. Sebelum tahun 2005, kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah 2004 yang merupakan perubahan dari UU No. 22 Tahun
1999, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi
bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat
Pemilukada.
Hubungan antara eksekutif dan legislatif mengalami perubahan, yaitu tidak lagi
sebagai agen (eksekutif) dan prinsipal (legislatif), melainkan keduanya bertindak
sebagai agen dari masyarakat pemilih. Masyarakat memberikan suaranya langsung
untuk memilih kepala daerah melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada).
Dalam proses pelaksanaan pemilukada, dibutuhkan dana yang sangat besar mulai
dari pendaftaran, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan, serta kampanye

yang dilakukan partai politik dan calon kepala daerah. Dengan kata lain, pemilukada
adalah proyek besar yang harus dibiayai dengan anggaran besar pula. Akibatnya,
inefisiensi terjadi dalam paradigma proyek pemilukada.
Menurut The Indonesian Power for Democrasy & Konrad Adenauer Stiftung(dalam
Ritonga & Alam, 2010), Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) telah
diselenggarakan sejak tahun 2005, yang secara langsung dilaksanakan di 314
daerah tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia. Efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemilukada belum pernah dievaluasi secara serius baik
Pemerintah Pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga beberapa kalangan
berpendapat bahwa pemilukada langsung di beberapa daerah di Indonesia
mengakibatkan pembengkakan beban keuangan bagi daerah (Ritonga & Alam,
2010).
Menurut Ritonga & Alam (2010), dugaan potensi pemanfaatan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan meningkat ketika kepala daerah yang
akan berakhir masa jabatannya, mencalonkan diri dalam pemilukada yang akan
datang. Saat berada pada posisi ini, incumbent harus berkompetisi lagi untuk
mempertahankan kekuasaannya dan terpilih kembali pada periode selanjutnya.

Keunggulan kekuasaan yang dimiliki incumbent memberikan keuntungan bagi
incumbentdalam pengalokasian sumber daya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
yang menyatakan bahwa kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenangan, salah satunya
adalah menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD. Dengan kekuasaan yang
dimilikinya, incumbent berpeluang besar untuk memanfaatkan pos-pos belanja pada
APBD untuk keuntungan pribadinya. Ritonga & Alam (2010) mengatakan bahwa
belanja hibah dan belanja bantuan sosial merupakan salah satu pos belanja yang
dapat dimanfaatkan oleh incumbent untuk memikat hati masyarakat pemilih untuk
mendapatkan dukungan. Alasan ini cukup mendasar karena dalam Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 yang merupakan revisiPermendagri Nomor 13 Tahun 2006,
kedua jenis belanja ini merupakan bagian dari komponen belanja tidak langsung,
yang penyalurannya tidakmelalui program dan kegiatan, kedua jenis ini bersifat tidak
mengikat dan tidak terus-menerus.
Sejumlah Kepala Daerah yang Terjerat Korupsi
Nama dan Jabatan
Kasus
Keterangan
Binahati Benediktus

Dugaan korupsi
Ditahan Komisi
Baeha (Bupati Nias)
bantuan pascabencana
Pemberantasan
tsunami 2007 senilai
Korupsi (KPK) pada
Rp 3,8 miliar
11 Januari 2011
Agusrin M.
Dugaan korupsi dana
Mulai diadili di
Najamudin
bagi hasil Pajak Bumi
Pengadilan Negeri
(Gubernur
dan Bangunan 2006
Jakarta Barat
Bengkulu)
senilai Rp 20,16 miliar

(10/1/2011)
Jefferson SM
Penyalahgunaan APBD
Mulai diadili di
Rumajar (Walikota
2006-2008 senilai Rp
Pengadilan Tipikor
Tomohon)
19,8 miliar
(3/1/2010)
Mochtar Mohamad
Penyuapan perolehan
Ditahan KPK
(Walikota Bekasi)
Adipura 2010,
(13/12/2010)
penyuapan
pengesahan APBD
2010 serta
penyalahgunaan APBD

2009
Syamsul Arifin
Dugaan korupsi APBD
Ditahan KPK
(Gubernur
Kabupaten Langkat
(22/10/2010)
Sumatera Utara)
2000-2007 senilai Rp 31
miliar (saat itu ia
menjabat Bupati
Langkat)
Awang Faroek
Pengelolaan dana hasil
Ditetapkan tersangka
Ishak (Gubernur
penjualan saham PT
oleh Kejaksaan
Kalimantan Timur)
Kaltim Prima Coal

(9/7/2010)

milik Pemerintah
Kabupaten Kutai
Timur oleh PT Kutai
Timur Energy
Pertama, adanya temuan bahwa perilaku oportunistik incumbent dalam
pengalokasian belanja hibah dan belanja bantuan sosial dalam APBD cenderung
pada self-interestsaat pelakasanaan pemilukada (Ritonga & Alam, 2010).
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2010) di Provinsi Jawa Tengah,
menyimpulkan bahwa kabupaten/ kota yang tergolong daerah miskin dan menengah
tidak memiliki diskresi yang cukup besar dalam mengalokasikan belanja daerahnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ritonga & Alam (2010), untuk mengetahui
adanya perbedaan alokasi belanja sebelum dan pada saat pemilukada, besarnya
alokasi belanja dinyatakan dengan nilai nominal, sehingga tidak obyektif. Jika
alokasi belanja hanyadilihat dari besaran rupiahnya mungkin mengalami kenaikan,
namun jika alokasi belanja tersebut diproporsikan dengan total belanja masing ,
alokasi belanja dari tahun pertama ke tahun kedua mungkin justru mengalami
penurunan.
Untuk itu dipandang perlu untuk mengalisis perbedaan alokasi belanja dengan cara

memproporsikan alokasi belanja terhadap total belanja. Selain itu, untuk mengetahui
adanya perbedaan antara daerah incumbentdan daerah non incumbent,Ritonga &
Alam (2010) hanya memperbandingkan rata-rata alokasi belanja kedua kelompok
daerah tersebut pada saat pemilukada, sehingga tidak bisa diperoleh jawaban yang
akurat, karena antara daerah incumbentdan non incumbent, keduanya mengalami
kenaikan dari tahun sebelum ke tahun pada saat pelaksanaan pemilukada. Maka
dari itu perlu melakukan penelitian ini untuk mengetahui adanya perbedaan antara
daerah incumbentdan daerah non incumbentdengan memperbandingkan perubahan
rata-rata proporsi belanja dari tahun sebelum ke tahun pada saat pemilukada.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 yang
direvisi menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa belanja hibah dan belanja bantuan
sosial berada di tangan
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah laporan audit memiliki kandungan informasi yang
berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Kemudian rumusan masalha
tersebut dijabarkan lebih lanjut, yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan harga saham yang signifikan antara sebelum
dan setelah pengumuman opini audit tanpa membedakan jenis opini audit


wajar tanpa pengecualian atau wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan pada perusahaan yang termasuk ke dalam perusahaan
ekstraktif
2. Apakah terdapat perbedaan harga saham yang signifikan antara sebelum
dan setelah pengumuman opini audi wajar tanpa pengecualian atau wajar
tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan pada perusahaan yang
termasuk ke dalam perusahaan ekstraktif

1.3. Pembatasan Masalah
Untuk lebih fokus dan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini,
penulis membatasi masalah-masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Opini audit yang dijadikan objek penelitian adalah wajar tanpa
pengecualian, wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan, dan
wajar dengan pengecualian.
2. Penelitian ini mengklasifikasikan opini audit wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelasan berdasarkan informasi yang terkandung di
dalamnya ke dalam enam kategori:
i.
Hanya mengandung informasi mengenai ketidakkonsistenan dalam

penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
ii.
Hanya mengandung informasi mengenai kesangsian mengenai
kelangsungan hidup entitas
iii.
Hanya mengandung informasi mengenai penyimpangan laporan
keuangan dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Publik Indonesia
iv.
Hanya mengandung informasi mengenai penekanan atas suatu hal
v.
Hanya mengandung informasi mengenai pendapat auditor sebagian
didasarkan atas laporan audito independen lain.
3. Saham perusahaan yang dipilih adalah saham-saham perusahaanperusahaan ekstraktif yang termasuk dalam Bursa Efek Indonesia

1.4. Maksud dan Tujuan
1.4.1.Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menyajikan bukti empiris mengenai
adanya reaksi investor terhadap pengumuman laporan audit wajar tanpa

pengecualian, dan laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan pada perusahaan ekstraktif pada periode Februari 2012 – Juli
2012 dan periode Februari 2013 – Juli 2013
1.1.1.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakan dan rumusan permasalahan, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan harga saham yang sifnifikan
sebelum dan setelah pengumuman opini audit tanpa membedakan
jenis opini audit wajar tanpa pengecualian, audit wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelasan, dan wajar dengan
pengecualian pada perusahaan-perusahaan ekstraktif di Bursa Efek

Indonesia pada periode Februari 2012 – Juli 2012 dan periode Februari
2013 – Juli 2013
2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan harga saham yang signifikan
antara sebelum dan setelah pengumuman opini audi wajar tanpa
pengecualian, wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan,
dan wajar dengan pengecualian pada perusahaan-perusahaan
ekstraktif di Bursa Efek Indonesia pada periode Februari 2012 – Juli
2012 dan periode Februari 2013 – Juli 2013

1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapt memberi manfaat kepada:
1. Bagi penulis, penelitian ini akan menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman dalam hal ini mengenai pasar modal dan kinerja perusahaan
2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pemahaman dampak informasi yang terdapat dalam laporan audit
terhadap harga saham perusahaan tersebut
3. Bagi investor dan calon investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan salah satu acuan ataupun pertimbangan sebelum melakukan
investasi
4. Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi dan dapat memberikan informasi tamabahan untuk penelitian
selanjutnya dengan topik yang sama.

1.6. Kerangka Pemikiran
Agar informasi yang terdapat dalam laporan keuangan mencrminkan keadaan
sesungguhnya dan/atau bukan manipulasi dari pihak manajemen, maka laporan
keuangan harus diaudit oleh lembaga independen yaitu Kantor Akuntan Publik
(KAP).
Laporan audit adalah media yang digunakan auditor untuk berkomunikasi
dengan pengguna laporan keuangan. Auditor menyatakan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan auditan di dalam laporan audit. Pendapat auditor
disajikan dalam suatu laporan tertulis berupa laporan audit. Pendapat auditor
disajikan dalam suatu laporan tertulis berupa laporan audit baku. Pada paragraf
lingkup, auditor menyatakan bagwa audit dilaksanakan berdasarkan standar audit
yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan beberapa
penjelasan tambahan. Selain itu paragraf ini juga berisi pernyataan keyakinan
bahwa audit yang dilaksankan berdasarkan standar audit tersebut dapat
memberikan dasar yang memaddai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
Pendapat auditor tersebut mengenai kewajaran laporan keuangan auditan,
dalam semua hal yang material berdasarkan atas kesesuaian penyusunan laporan
keuangan dengan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK)

Al-Thuneibat, et al. (2008) mengemukaakan bahwa laporan audit harus dapat
dimengerti, objektif, dan dapat diterima oleh pengguna sebagai sumber informasi
yang relevan. Laporan audit dikatakan relevan apabila dapat memberikan pengaruh
terhadap pengambilan keputusan. Hal ini berarti laporan audit harus berisi informasi
yang mempengaruhi keputusan investasi, keputusan kredit, dan harga saham.
Namun demikian, apabila tidak terjadi pengaruh terhadap pengambilan keputusan
maka nilai dari laporan audit itu patut dipertanyakan.
Mulyadi (2002) menyebutkan bahwa laporan audit wajar tanpa pengecualian
adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak. Laporan audit wajar tanpa
pengecualian akan memberikan sinyal positif sedangkan tipe laporan audit selain
wajar tanpa pengecualian belum tentu memberikan sinyal positif.
Berdasarkan teori ini pula, maka laporan audit tidak wajar dan tidak
menyatakan pendapat dapat memberikan sinyal negatif. Mulyadi (2002),
menyatakan pada laporan audit tidak wajar, informasi yang disajikan tidak dapat
dipercaya. Hal ini dikarenakan laporan audit tidak wajar menyatakan bahwa laporan
keuangan tersebut disajikan secara tidak wajar. Kemudian laporan tidak menyatakan
pendapat juga dapat memberikan sinyal negatif. Hal ini dikarenakan pada laporan ini
auditor tidak memperoleh cukup bukti mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut atau hubungan antara auditor dengan kliennya tidak independen. Oleh
karena itu, auditor tidak menyatakan pendapatnya.
Secara keseluruhan, penjelasan mengenai kerangka pemikiran diatas, dapat
dilihat di bawah ini
opini laporan audit
wajar tanpa pengecualian
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas
wajar dengan pengecualianmengurangi risiko informasi

mengurangi risiko informasi

proses keputusan investasi oleh para investor

reaksi pasar

perubahan harga saham

1.7. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
Ha1 : terdapat perbedaan harga saham yang sifnifikan sebelum dan setelah
pengumuman opini audit tanpa membedakan jenis opini audit wajar tanpa
pengecualian, audit wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan, dan
wajar dengan pengecualian pada perusahaan-perusahaan ekstraktif di Bursa Efek
Indonesia pada periode Februari 2012 – Juli 2012 dan periode Februari 2013 – Juli
2013
Ha2 : terdapat perbedaan harga saham yang signifikan antara sebelum dan setelah
pengumuman opini audi wajar tanpa pengecualian atau wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelasan pada perusahaan yang termasuk ke dalam perusahaan
ekstraktif
1.8. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia untuk mendapatkan
sumber data penelitian yang akan digunakan dan data-data lainnya yang
sedang dibutuhkan.
Waktu penelitian akan dimulai pada bulan Agustus 2013 sampai dengan
selesai

BAB II
2.1. Audit
Auditing menurut Arens, 2011 adalah “the accumulation and evaluation of
evidence about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria”.
Akuntan publik adalah pihak ynagmelaksankan fungsi pengauditan atas
laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan terbuka, yaitu
perusahaan-perusahaan yang sahamnya dijual kepada masyarakat umum. Praktik
akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Boynton, Johsnson, Kell (2001) menyatakan beberapa alsan munculnya
kebutuhan akan audit :





Konflik kepentingan
Konsekuensi
Kompleksitas
Remoteness

Standar umum atas audit adalah :
a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor
c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama

Standar pekerjaan lapangan atas audit adalah :
a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya
b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan
c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit

Standar pelaporan atas audit adalah :
a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan
b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingakan dengan
penerapan prindip akuntasi tersebut dalam periode sebelumnya
c) Pengungkapan informative dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor
d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa penyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan
tingkat tanggung jawa yang dipikul oleh auditor

Standar auditing ini dibuat sebagai acuan baig para auditor dalam melakukan
pemerikasaan sehingga hasil akhir dari audit yang berupa opini auditor juga akan
memberikan kepercayaan bagi penggunan laporan keuangan karena berasal dari
sebuah proses pemeriksaan yang memadai.
Laporan audit adalah media yang digunakan auditor untuk berkomunikasi
dengan pengguna laporan keuangan. Auditor menyatakan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan auditan di dalam laporan audit. Isi laporan audit baku
terikat pada format yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia

(IAPI). Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf, yaitu paragraf pengantar,
paragraf lingkup, dan paragraf pendapat.
Ada lima tipe opini audit yang diterbitkan oleh auditor:
1.
2.
3.
4.
5.

Wajar tanpa pengecualian
Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas
Wajar dengan pengecualian
Tidak wajar
Tidak menyatakan pendapat

2.2. Teori sinyal
Signaling theory dan asymmetric informations digagas pertama kali oleh Ackerlof,
Spence dan Stigliz yang menjadikan mereka memperoleh Nobel Ekonomi pada
tahun 2001. Signaling theory dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan
yang menggunakan informasi yang asimetris antara perusahaan dengan pihak luar
karena manajemen lebih banyak tahu tentang prospek perusahaan dan peluang
masa depan dibandingkan pihak luar (investor). Informasi asimetri akan terjadi jika
manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi asimetri,
perusahaan harus memberikan informasi sebagai sinyal kepada investor. Informasi
asimetris perlu diminimalkan, sehingga perusahaan go public dapat
menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada investor.

2.3. Investasi
Keputusan investasi yang sehat memerlukan serangkaian kegiatan yang sistematis
dalam menilai sekuritas yang akan diinvestasikan sebelum menetukan pilihan yang
dianggap sesuai. Sharpe (1995) meruntut tahapan-tahapan tersebut menjadi :






Menentukan kebijakan investasi
Melakukan analisis sekuritas
Membentuk portfolio
Merevisi portfolio
Mengevaluasi kinerja portfolio

2.4. Pengaruh informasi audit terhadap keputusan investasi
Mulyadi (2002) menyebutkan bahwa laporan audit wajar tanpa pengecualian
adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak. Laporan audit wajar tanpa
pengecualian akan memberikan sinyal positif sedangkan tipe laporan audit selain
wajar tanpa pengecualian belum tentu memberikan sinyal positif.

Berdasarkan teori ini pula, maka laporan audit tidak wajar dan tidak
menyatakan pendapat dapat memberikan sinyal negatif. Mulyadi (2002),
menyatakan pada laporan audit tidak wajar, informasi yang disajikan tidak dapat
dipercaya. Hal ini dikarenakan laporan audit tidak wajar menyatakan bahwa laporan
keuangan tersebut disajikan secara tidak wajar. Kemudian laporan tidak menyatakan
pendapat juga dapat memberikan sinyal negatif. Hal ini dikarenakan pada laporan ini
auditor tidak memperoleh cukup bukti mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut atau hubungan antara auditor dengan kliennya tidak independen. Oleh
karena itu, auditor tidak menyatakan pendapatnya.
Chen et al (2000) meneliti pengaruh pendapat auditor wajar dengan
pengecualian terhadap harga dan return saham selama periode 1995-1997. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa

tidak terdapat reaksi yang signifikan terhadap

pendapat auditor wajar dengan pengecualian dan pendapat auditor wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelasan.
Meiden (2008) meneliti pengaruh pendapat auditor wajar tanpa pengecualian
dan pendapat auditor wajar tanapa pengecualian dengan paragraf penjelasan
terhadap return dan volume perdagangan saham pada industri non-manufaktur yang
terdaftar di BEJ tahun 2005. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pendapat auditor
wajar tanpa pengecualian berpengaruh terhadap return saham secara keseluruhan
dan pada kelompok real estate, sedangkan pada kelompok bank dan sekuritas tidak
berpengaruh. Namun pendapat auditor wajar tanpa pengecualian tidak berpengaruh
terhadap volume perdagangan secara keseluruhan maupun secara kelompok bank,
real estate, dan sekuritas. Selain itu, hasil pengujian juga menunjukkan bahwa
pendapat auditor wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan tidak
berbpengaruh terhadap return saham dan volume perdagangan secara keseluruhan
maupun kelompok bank, real estate, dan sekuritas.
Diaz (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Reaksi Pasar
Terhadap Pengumuman Pergantian Kantor Akuntan Publik, menyatakan rekasi
pasar yang ditandai dengan nilai CAR (cumulative abnormal return) saham yang
negatif di sekitar tanggal pengumuman pergantian KAP untuk pergantian KAP dari
KAP Non-Big Four ke KAP Big Four, dan pergantian dari KAP Big Four ke KAP NonBig Four. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fried dan Schiff (1981)
dalam Diaz (2009) yang mendapati reaksi pasar yang negatif di sekitar tanggal
pengumuman. Hal ini menjukkan bahwa investor memandang pergantian KAP
sebagai berita buruk yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Satyo Wicaksono (2012), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Opini
Audit Terhadap Abnormal Return Saham, menyatakan tidak adanya perbedaan yang
signifikan anatar sebelum dan setelah publikasi laporan audit.