HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

SKRIPSI

Oleh: MIRANTI ANDANSARI K1208103

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli 2012

TERE LIYE

DIDIKAN

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

: Miranti Andansari

NIM

: K1208103

Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA) ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 10 Juli 2012

Yang membuat pernyataan

Miranti Andansari

commit to user

iii

NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

Oleh: MIRANTI ANDANSARI K1208103

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juli 2012

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 12 Juli 2012

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sumarwati, M. Pd. Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum. NIP 19600413 198702 2 001

NIP 19700716 200212 2 001

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari

: Selasa

Tanggal : 31 Juli 2012

Tim Penguji Skripsi Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua : Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum.

Sekretaris : Budi Waluyo, S.S., M. Pd.

Anggota I : Dra. Sumarwati, M. Pd. Anggota II : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M.Hum.

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta a.n. Dekan, Pembantu Dekan I,

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si. NIP 19660415 199103 1 002

commit to user

vi

MOTTO

1. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles)

2. Kemenangan yang seindah–indahnya dan sesukar–sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri (Ibu Kartini)

3. Niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al – Mujadalah, ayat 11)

4. Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapi buanglah pengalaman buruk yang hanya merugikan (Anonim)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

1. Ibu, Bapak dan Dek Fahmi Ibu, yang selalu memotivasiku supaya mempunyai masa depan yang lebih baik, selalu mendoakan yang terbaik untukku. Takkan mampu tangan ini untuk menuliskan ucapan terima kasih kepadamu Ibu, karena begitu banyak jasamu kepadaku. Bapak, yang selalu keras mengajarkan disiplin kepadaku. Terima kasih Bapak, yang selalu bekerja keras untukku. Serta adikku Fahmi yang kusayangi. Kamu membuatku bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Arifin E. N Terima kasih karena senantiasa memberikan semangat dan motivasi di setiap langkah yang aku tempuh. Terima kasih telah mengajarkanku untuk bersikap lebih dewasa. Selalu ada di saat aku membutuhkanmu. Selalu berada di sisiku, baik di saat aku senang ataupun sedih.

3. Nafi W. S dan Fitri W Terima kasih kepada sahabat-sahabatku yang selalu mengingatkan, memotivasi, dan sering memberikan solusi dalam setiap permasalahan. Sahabat seperjuangan dalam menempuh pendidikan di kampus tercinta. Suka dan duka perkuliahan pernah kita alami bersama. Terima kasih atas kerja samanya.

commit to user

viii

ABSTRAK

Miranti Andansari. NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juli, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur dan (2) konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekriptif kualitatif dengan pendekatan psikologi sastra. Sumber data penelitian ini adalah novel Hafalan

Shalat Delisa karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2005.

Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen yang berupa novel Hafalan Shalat Delisa . Validitas data yang diperoleh melalui triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis ).

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa novel Hafalan Shalat Delisa bertema ketuhanan. Tokoh utamanya adalah Delisa dan tokoh tambahan yaitu Abi Usman, Ibu Guru Nur, Teuku Dien, Ustadz Rahman, Sersan Ahmed dan Prajurit Smith. Latar tempat terjadi di daerah Lhok Nga, Aceh. Latar waktu terjadi antara tahun 2004 sampai tahun 2005. Latar sosial tentang kehidupan keluarga Abi Usman yang sangat bersahaja dalam bertetangga. Alur dalam novel Hafalan Shalat Delisa adalah alur maju. Amanat dalam novel ini adalah kita seharusnya sebagai manusia harus tegar, ikhlas dan tulus dalam menghadapi semua musibah. Konflik batin yang dialami Delisa terjadi karena dia merindukan Ibu dan saudaranya serta ia mengalami kesulitan menghafal bacaan shalat. Abi Usman mengalami konflik batin karena pasca tsunami terjadi ia harus berperan ganda menjadi ayah sekaligus ibu, kakak-kakak serta sahabat bagi Delisa. Ibu Guru Nur mengalami konflik batin saat ia akan menyelamatkan Delisa. Ustadz Rahman mengalami konflik batin saat ia memutuskan untuk meninggalkan kota Lhok Nga. Sersan Ahmed dan Prajurit Smith mengalami tekanan dalam menghadapi tugasnya. Konflik antar tokoh terjadi karena Delisa kecewa terhadap Teuku Dien.

Kata kunci: struktur intrinsik novel, psikologi sastra, konflik batin

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi.

3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi.

4. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing skripsi I, sekaligus sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Nugraheni Eko W, S.S., M. Hum., selaku pembimbing skripsi II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis.

commit to user

7. Keluarga besar mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008 yang menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, 10 Juli 2012

Penulis,

commit to user

xii

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................................

45

C. Data dan Sumber Data .....................................................................

46

D. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................

46

E. Pengumpulan Data ...........................................................................

46

F. Uji Validitas Data ..............................................................................

47

G. Analisis Data .....................................................................................

47

H. Prosedur Penelitian............................................................................

49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Novel Hafalan Shalat Delisa ...............................................

50

B. Konflik Batin yang Dialami Tokoh …………….. ........................... 84

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan ........................................................................................... 103

B. Implikasi ……………… ................................................................... 104

C. Saran ………………… ..................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 107 LAMPIRAN ………………………………………………………………... 110

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan ………………………….………… 45

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Situasi Konflik yang Ditimbulkan Manusia dalam Sastra…………….. 40

2 Alur Kerangka Berpikir ……………………………………………….. 44

3 Model Analisis Jalinan atau Mengalir ……………………………….... 48

4 Skema Prosedur Penelitian …………………………………………….. 49

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Cover Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ........................... 110

2 Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ........................ 111

3 Profil Pengarang …………………………………………………... .... 113

4 Surat Izin Penyusunan Skripsi ……………………………………… 115

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra tercipta karena adanya pengalaman batin pengarang berupa peristiwa atau realitas sosial yang menarik. Pengalaman tersebut melahirkan gagasan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Hal ini berarti sesuatu yang sifatnya imajinatif boleh jadi terjadi dalam kehidupan nyata. Orang lain mungkin mengalami peristiwa yang sama, seperti tertuang dalam karya sastra tersebut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pradopo (1997) yang mengemukakan bahwa “karya sastra yang kian banyak memancarkan tingkatan pengalaman jiwa dan merupakan keutuhan akan tinggi nilainya, ditambah lagi bila pengalaman itu makin lengkap, karya sastra jadi semakin hidup, besar dan agung, jadi kian tinggi mutunya” (hlm. 59).

Karya sastra selalu menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut mencakup hubungan antara masyarakat dengan seseorang, antarmanusia, manusia dengan Tuhannya, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Karya sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sastra menghadirkan gambaran kehidupan manusia. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dan individu, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sastra menghadirkan kompleksitas kehidupan manusia. Keberadaan sastra yang demikian itu, membuka peluang kepada ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi untuk ambil bagian dalam mengkajinya sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu tersebut.

Hakikat dalam sebuah pembelajaran sastra adalah apresiasi sastra karena dalam apresiasi sastra siswa dapat bertemu secara langsung dengan karya sastra. Siswa melaksanakan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami, serta merespon karya sastra di hadapan khalayak. Di sana diciptakan iklim kondusif agar siswa lebih terobsesi terhadap karya sastra serta dinamika yang ada

commit to user

di dalamnya sehingga siswa menjadi tertarik mengikuti pembelajaran ini. Melalui apresiasi sastra diharapkan siswa mampu mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang tulus terhadap karya sastra yang ada. Semua ini dapat dicapai melalui pergulatan intens siswa dengan karya sastra yang didasari rasa suka serta obsesi mendalam terhadapnya sehingga pada akhirnya siswa dapat merasakan kenikmatan estetika dan keharuan akan maknanya. Hal inilah yang menjadi tujuan akhir dalam pembelajaran bahasa, khususnya sastra di sekolah, yaitu menjadikan siswa paham dan mengerti apa itu sastra serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran sastra dalam prosesnya membutuhkan sebuah karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Suatu karangan dikatakan berkualitas manakala karangan itu mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, memikat, menggugah, mewujudkan sebagai karya kreatif, mewujudkan diri sebagai karangan bersifat imajinatif yang dituang dalam wacana naratif, puitik atau dramatik. Karangan itu disampaikan dengan cara yang apik, indah, dan enak dibaca.

Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia sebenarnya. Dalam novel biasanya dimungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang sehingga tidak mengherankan

jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama. Novel

sebagai karya yang fiksional menggambarkan realitas kehidupan manusia dari sudut pandang sastra. Kehidupan fiksional tidak akan lepas dari refleksi fakta- fakta sosial sehari-hari. Fakta-fakta tersebut bisa jadi merupakan hal yang pernah dilihat, dirasakan, dialami, dan dicita-citakan pengarang. Oleh karena itu, idealisme dan cita-cita pengarang biasanya tergambar jelas dalam karyanya. Jadi, novel merupakan perpaduan antara fakta imajinasi dan idealisme pengarangnya.

Novel memotret kehidupan manusia yang di dalamnya berisi kesedihan, kebahagiaan, tragedi, dan komedi. Di dalam konteks itulah, novel menggambarkan banyak aspek kehidupan manusia. Semi (1993) menyatakan bahwa “novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat

commit to user

tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas” (hlm. 32). Novel juga mampu memengaruhi cara pandang atau persepsi pembaca terhadap kehidupan. Oleh karena itu, khazanah pengetahuan pembaca akan dipertajam dan diperluas dengan membaca novel. Pembaca yang mengapresiasi novel akan mendapatkan banyak pengalaman berharga tentang suatu kehidupan.

Dewasa ini novel bertema remaja, cinta, dan seks banyak bermunculan di peredaran. Tema yang begitu menjual tapi kurang mendidik bagi pembaca pada umumnya. Namun dari sekian banyak itu, masih terdapat beberapa novel yang berusaha untuk tidak tergoda dengan tema itu dan berusaha memberikan tema lain yang dikemas secara apik sehingga menjadikan sebuah bacaan yang bermutu dan berkualitas. Salah satu dari beberapa novel tersebut, terdapat sebuah novel yang menjadikan pendidikan sebagai temanya. Memiliki gaya penceritaan yang apik dan penggunaan sudut pandang serta setting yang terperinci yang menjadikannya sebuah novel yang enak dan layak dibaca. Novel ini adalah Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai karakter sendiri-sendiri dan sifat manusia sebagai makhluk sosial, maka terjadilah interaksi antarkarakter- karakter itu dalam sebuah komunitas tertentu. Interaksi antarkarakter-karakter tersebut sering menimbulkan persinggungan atau konflik. Konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan dan proses-proses lain yang tidak disadari. Dalam karya sastra konflik batin sebagai ketegangan atau pertentangan terjadi antara dua kekuatan, pertentangan yang terdapat dalam diri satu tokoh maupun antara dua tokoh, bahkan antarkelompok. Pergolakan yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dalam karya sastra merupakan salah satu bentuk pengungkapan dari proses kejiwaan manusia yang termasuk dalam psikologi. Dalam karya sastra tersebut menampilkan aspek-aspek kejiwaan sebagai daya tariknya. Aspek kejiwaan biasanya ditampilkan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut, sehingga untuk mengetahui atau mempelajari tingkah laku tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra kita perlu memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi.

commit to user

Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi. Pendekatan psikologi terhadap teks berlangsung secara deskriptif. Psikologi sastra memandang karya sastra sebagai bentuk aktivitas kejiwaan, pengarang dalam berkarya akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa. Psikologi sastra memandang karya sastra sebagai bentuk pantulan kejiwaan. Penggunaan kajian psikologi dalam melihat karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi lain. Konflik-konflik yang dialami tokoh dan cara-cara penyelesaiannya dapat menjadi petunjuk adanya unsur psikologi dalam sebuah karya sastra. Konflik-konflik yang dialami tokoh dapat berupa konflik tokoh dengan dirinya sendiri, lingkungan, maupun antar tokoh. Hardjana (1994) berpendapat bahwa “orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi” (hlm: 66).

Tokoh dengan konflik-konflik batin merupakan terjemahan perjalanan manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan kenyataan, peristiwa- peristiwa yang dihadapi dengan memasuki ruang dan seluk beluk nilai kehidupan personal. Citra, cita-cita dan perasaan batin yang diungkapkan pengarang melalui tokoh-tokohnya dapat mewakili keinginan manusia dan kebenaran, nilai-nilai keagungan dan kritik terhadap kehidupan. Jadi, antara karya sastra dan psikologi terdapat hubungan timbal balik, hubungan itu bukanlah hubungan kausal yang sederhana namun merupakan hubungan yang dapat dipahami. Dari kenyataan di atas, psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku dan kehidupan psikis manusia dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam upaya pemahaman karya sastra. Penelitian ini akan menganalisis karya sastra dengan pendekatan psikologi sastra, pendekatan psikologi sastra bertolak dari pandangan bahwa suatu karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia, melalui penokohan yang ditampilkan oleh pengarang.

Pengarang menjadikan karya sastra sebagai objek dalam mengungkapkan gejolak emosinya, seperti perasaan sedih, senang, kecewa dan sebagainya. Melalui sebuah karya sastra, pembaca diajak masuk dalam pengalaman batin pengarang. Seorang pengarang harus dapat melukiskan rupa, watak atau pribadi para tokoh

commit to user

dengan sebaik-baiknya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya keadaan kejiwaan, karena manusia senantiasa berpikir dan memperlihatkan perilaku yang beragam. Kondisi kejiwaan manusia kadangkala mengalami ketidaksesuaian dengan situasi dan kondisi dalam kehidupan, karena manusia mempunyai alam pikiran yang terus berkembang sejalan dengan aktivitas-aktivitas yang dijalani. Ketidaksesuaian tersebut memicu konflik yang digambarkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan permasalahan. Konflik manusia terdiri dari konflik internal dan eksternal, sehingga konflik dalam kehidupan manusia dapat disebabkan karena manusia itu sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Dipilihnya novel Hafalan Shalat Delisa sebagai objek dalam penelitian ini, karena ditemukannya beberapa permasalahan yang dialami oleh tokoh yang menimbulkan konflik batin. Emosi dibangun secara detail dan manusiawi di dalam novel ini. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama, yakni pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya. Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye merupakan sebuah karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapatkan tanggapan ilmiah.

Berdasarkan penjelasan di atas, akan diteliti lebih lanjut tentang struktur dan konflik batin para tokoh yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye (Tinjauan Psikologi Sastra).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye?

2. Konflik batin apa sajakah yang dialami para tokoh dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye?

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan:

1. Struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

2. Konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan

Shalat Delisa karya Tere Liye.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia yang memanfatkan pendekatan Psikologi Sastra.

b.Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau referensi dalam penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bahasa Indonesia Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye baik digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

b. Bagi Siswa Siswa diharapkan dapat memahami dan menganalisis novel dalam usaha meningkatkan daya apresiasi siswa terhadap sebuah novel, terutama apresiasi mengenai novel dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.

c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan permasalahan yang sejenis.

commit to user

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut sebagai fiksi. Brooks (1952) mendefinisikan fiksi adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis dari uraian yang bersifat historis; dengan penunjukan khusus pada sastra (Tarigan, 1993: 120). Jadi karya fiksi memang bukan nyata, tetapi karya sastra juga bukan kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya sastra yang menekankan kekuatan kesastraannya pada daya penceritaannya. Karya sastra bukan hanya sebuah khayalan semata, tetapi juga merupakan sebuah refleksi dari suatu hal yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh penulis.

Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa Italia. Menurut Abrams (1981: 119), secara harfiah novella berarti sebagai sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2005: 9). Nurgiyantoro memaparkan bahwa “dewasa ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia, novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek” (2005:10) . Senada dengan Nurgiyantoro, Tarigan mengatakan novel dikatakan baru karena novel baru muncul kemudian dibandingkan dengan jenis-jenis lain seperti roman atau puisi (1984).

Menurut Waluyo & Wardani “secara etimologis, kata “novel” berasal dari “novellus” yang berarti baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru” (2009: 8). Sedangkan menurut Robert Lindell (1984) karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Waluyo & Wardani, 2009: 8).

commit to user

Semi memaparkan bahwa “novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas” (1993: 32). Sedangkan Goldmann (1977) mengatakan bahwa bentuk novel tampaknya merupakan transposisi ke dataran sastra kehidupan sehari-hari dalam masyarakat individualistik yang diciptakan oleh produksi pasar (Faruk, 1999: 31). Dalam hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang menggambarkan refleksi kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya secara utuh dengan berbagai nilai yang turut membangun kelengkapan sebuah cerita. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel tersebut tidak dituangkan secara eksplisit oleh penulisnya dan nilai tersebut pada akhirnya dapat diambil oleh pembaca sebagai sebuah pelajaran yang mungkin bermanfaat untuk kehidupannya.

Novel mengandung kata-kata yang jumlahnya berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas atau dengan kata lain jumlah minimum kata-katanya adalah 35.000 buah. Kalau kita asumsikan sehalaman kertas kuarto barisnya ke bawah sejumlah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris itu terdiri dari 10 buah, maka jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah (Tarigan, 1993). Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal lebih dari 100 halaman. Dengan kata lain, novel merupakan salah satu bentuk fiksi dalam bentuk prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal yang berkaitan dengan isi cerita novel, antara lain: (1) perubahan nasib tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; dan (3) biasanya tokoh utama yang diceritakan tidak sampai mati.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat. Syarat utama novel harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya. Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang

commit to user

isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel bagi novelis bukan hanya sebagai alat hiburan semata, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik, buruk (moral) dalam kehidupan ini, dan mengarahkan kepada pembaca tentang budi pekerti yang baik dan luhur.

Secara garis besar, novel merupakan sebuah karangan yang memaparkan ide, gagasan atau khayalan dari penulisnya. Hal tersebut sejalan dengan definisi novel yang terdapat di dalam The American College Dictionary (1960) novel adalah (1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif, terutama dalam bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/ dongeng-dongeng; dan (3) sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau diimajinasikan, suatu cerita yang disusun (Tarigan, 1993: 120).

Novel disajikan di tengah-tengah masyarakat, mempunyai fungsi dan peran serta dengan memberikan kepuasan batin bagi pembacanya lewat nilai

pendidikan yang terdapat dalam isi cerita. Novel pada dasarnya adalah sebuah

cerita yang di dalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Nurgiyantoro (2005) “membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin” (hlm. 3). Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup yang kompleks yang dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel pengarang dapat menceritakan semua aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk tentang berbagai perilaku manusia di dalamnya.

Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup, novel juga dapat berfungsi untuk mempelajari kehidupan manusia pada zaman tertentu. Senada dengan pendapat Wellek dan Warren (1956: 212) yang mengatakan bahwa betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Nurgiyantoro, 2005: 3). Masih menurut Nurgiyantoro (2005) yang menyatakan bahwa “novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,

commit to user

10

lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks” (hlm. 11). Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel itu.

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldman (1977) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam sebuah dunia yang juga tergradasi (Faruk, 1999: 29). Nilai-nilai otentik yang dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel yang dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak tertuang secara eksplisit. Goldmann (1977) membedakan novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan ( Faruk, 1999: 31).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang dibangun atas unsur-unsur intrinsiknya yang mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus yang berbentuk lebih panjang dan muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain, misalnya, roman dan cerpen.

b. Unsur Pembangun Novel

Sebuah novel dibangun atas kerangka-kerangka yang saling terpadu. Unsur- unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali dirumuskan oleh para ahli, namun pada intinya ada dua unsur pembangun novel yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2005) adalah “unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra” (hlm: 23).

Unsur dalam sebuah karya sastra baik itu intrinsik maupun ekstrinsik dalam novel, cerpen, puisi, dan drama adalah suatu keharusan untuk dimasukan dalam karya-karya tersebut. Novel sebagai karya fiksi dibangun melalui beberapa unsur intrinsiknya, antara lain tema, penokohan, latar/setting, alur/plot, amanat.

commit to user

11

Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah: 1). Tema

Definisi tema menurut Stanton dan Kenney (1966) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 67). Makna yang dimaksud dapat berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema atau tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi yang diciptakannya. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak disembunyikan karena hal inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun demikian tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan secara otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.

Senada dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro mengatakan bahwa tema adalah inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita semua berpusat pada tema (2005). Selain itu tema juga disebut ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi penciptaan karya sastra. Tema sebagai makna yang dikandung oleh cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menunjang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semampis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan.

Hartoko dan Rahmanto (1986) mengatakan tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 2005: 68).

Waluyo dan Wardani (2009) mengatakan “untuk membedakan tema dengan amanat cerita adalah bahwa tema bersifat obyektif, lugas dan khusus sedangkan amanat cerita bersifat subyektif, kias dan umum” (hlm. 11). Obyektif artinya semua pembaca diharapkan menafsirkan tema suatu cerita dengan tafsiran yang sama. Amanat dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh pembaca. Masih menurut Waluyo dan Wardani (2009) tema cerita dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu: (1) tema yang bersifat fisik; (2) tema organik; (3) tema sosial; (4) tema egoik (reaksi pribadi); dan (5) tema divine (Ketuhanan).

commit to user

12

Tema-tema tersebut disaring dari beberapa motif yang menentukan hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam sebuah karya sastra yang diambil dari khasanah kehidupan yang ada.

2). Penokohan/perwatakan Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah jalinan cerita dan konflik yang padu.

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan.

Penokohan merupakan hal yang penting dalam sebuah cerita karena tanpa tokoh yang diceritakan sebuah cerita tidak akan berjalan. Ia tidak akan menjadi cerita melainkan hanya deskripsi atau narasi. Menurut Suharianto (1982:31) mendefinisikan penokohan adalah penggambaran para tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya yang meliputi sifat, sikap, tingkah laku, pandangan hidup, keyakinan, adat istiadat, dan lain sebagainya (Sangidu, 2004: 132). Lalu menurut Esten (1986) “masalah penokohan adalah masalah bagaimana cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh: bagaimana membangun dan mengembangkan watak tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah karya sastra” (hlm: 40). Nurgiyantoro (2005) “penokohan dan karakterisasi - sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan - menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita” (hlm: 165). Definisi penokohan menurut Jones (1968) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran

commit to user

13

yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 165). Pendapat senada, Waluyo dan Wardani (2009) menyatakan bahwa “bagian cerita cerita fiksi ini membicarakan tokoh-tokoh cerita (penokohan) dan watak tokoh-tokoh itu (perwatakan). Keduanya memilki hubungan yang sangat erat. Tokoh-tokoh itu memiliki watak yang menyebabkan terjadi konflik dan konflik itulah yang kemudian menghasilkan cerita” (hlm: 27).

Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah jalinan cerita dan konflik yang padu. Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra.

Sedangkan menurut Abrams (1981: 20) pengertian tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 2005: 165).

Pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro tokoh dibedakan menjadi dua jenis yaitu dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda. Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling sering diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita (2005).

Masih menurut Nurgiyantoro bahwa tokoh cerita dapat dibedakan antara tokoh sederhana dan tokoh kompleks (2005). Tokoh sederhana adalah tokoh yang dalam penampilannya hanya menampilkan sifat atau watak tertentu saja sedangkan tokoh komplek atau bulat adalah tokoh yang memiliki berbagai sifat dan watak yang diceritakan secara detail.

commit to user

14

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pandang pengarang untuk menggambarkan karakter tokoh dalam sebuah cerita yang dapat berfungsi untuk menyampaikan amanat, plot, serta tema yang ada dalam cerita tersebut.

3). Latar/setting Semi berpendapat bahwa latar/setting merupakan “lingkungan terjadinya peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu dalam cerita” (1993: 46). Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu terjadinya peristiwa. Menurut Abrams (1981) latar/setting disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2005: 216). Senada dengan Abrams, Stanton (1965) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan kejadian atau dunia dekat tempat kejadian itu berlangsung (Waluyo, 2002: 198).

Pendapat lain, Hudson (1965: 18) menambahkan bahwa latar atau setting adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan pandangan hidup tokoh (Waluyo & Wardani 2009: 34). Latar tidak hanya menunjukkan tempat dalam waktu tertentu tetapi juga ada beberapa hal lainnya. Latar meliputi penggambaran lokasi geografis termasuk topografi pemandangan, sampai pada rincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan, atau kesibukan sehari-hari tokoh-tokoh, waktu terjadinya peristiwa, lingkungan agama, moral, emosional para tokoh dan sejarah tentang peristiwa dalam sebuah cerita.

Masih menurut Waluyo dan Wardani (2009) “setting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis” (hlm:34). Pendapat Waluyo dan Wardani didukung dengan pendapat Nurgiyantoro yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok . Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok tersebut sebagai berikut :

a) Latar tempat Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota, instansi atau tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan

commit to user

15

dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.

b) Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.

c) Latar sosial Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual (2005: 227).

Fungsi latar menurut Waluyo dan Wardani (2009) “berkaitan erat dengan unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan” (hlm. 28). Fungsi latar adalah untuk: (1) mempertegas watak pelaku, (2) memberikan tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampalkan, (4) metafora bagi situasi psikis pelaku, (5) sebagai pemberi atmosfir (kesan), dan (6) memperkuat posisi plot (hlm: 35).

Menurut Nurgiyantoro “latar sebagai salah satu unsur cerita fiksi yang harus mampu memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas” (2005: 216). Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca sehingga menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga pembaca merasa lebih akrab dengan cerita yang ada.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa latar atau setting adalah lingkungan atau tempat terjadinya suatu peristiwa dalam cerita yang meliputi tempat, waktu, maupun sosial yang menentukan watak atau karakter dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.

commit to user

16

4). Alur atau plot Menurut Lukman Ali (1968: 120) menyatakan bahwa plot merupakan sambung-sinambungnya cerita berdasarkan hubungan sebab-akibat dan menjelaskan mengapa sesuatu terjadi (Waluyo dan Wardani, 2009: 14). Plot tidak hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan konsekuensi serta hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Waluyo dan Wardani (2009) “rangkaian kejadian yang menjalin plot meliputi: (1) eksposisi; (2) inciting moment; (3) ricing action; (4) complication; (5) climax; (6) falling action; dan (7) denouement (penyelesaian)” (hlm: 15). Eksposisi berarti pemaparan awal dalam cerita. Inciting moment berarti peristiwa mulai terjadi problem-problem yang ditampilkan oleh pengarang untuk kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Ricing action berarti penanjakan konflik dan selanjutnya terus terjadi peningkatan konflik. Complication artinya konflik yang semakin ruwet. Climax berarti cerita mencapai puncak dari keseluruhan cerita itu dan semua kisah atau peristiwa sebelumnya ditahan untuk menonjolkan saat klimaks tersebut. Falling action berarti konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya. Denouement berarti penyelesaian dari semua problem yang ada.

Pendapat lain, alur dikatakan oleh Nurgiyantoro terbagi ke dalam beberapa jenis perbedaan yang berdasarkan pada kriteria urutan waktu, kriteria jumlah, kriteria kepadatan (2005: 153).

a) Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu. Urutan waktu di sini adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam fiksi tersebut secara teoritis. Urutan waktu dibagi menjadi dua golongan. (1) Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah dengan jalur yang lurus maju atau

lebih dikenal dengan alur progresif. (2) Tidak Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah menggunakan alur mundur,

sorot balik, flash back atau lebih dikenal dengan alur regresif.

commit to user

17

b) Berdasarkan Kriteria Jumlah Berdasarkan jumlah adalah banyaknya jalur alur dalam karya fiksi. Ada kemungkinan karya fiksi hanya terdiri atas: (1) Satu jalur saja (alur tunggal)

Hanya menampilkan kisah tentang seorang tokoh saja, yang dikembangkan hanya hal-hal yang berkaitan dengan sang tokoh.

(2) Lebih dari satu alur (sub-sub alur) Pada kriteria ini sub-sub plot memiliki alur cerita lebih dari satu. Terdiri dari alur utama dan alur pendukung (sub-sub alur).

c) Berdasarkan Kriteria Kepadatan Kriteria kepadatan yang dimaksud adalah: (1) Alur padat, yaitu alur yang dipaparkan secara tepat, peristiwa fungsional itu

terjadi susul-menyusul dengan rapat sehingga pembaca seolah-olah diharuskan untuk terus-menerus mengikuti jalan cerita dan ketika salah satu bagian cerita tersebut dihilangkan maka cerita tersebut tidak akan menjadi utuh.

(2) Alur longgar, yaitu cerita fiksi yang memiliki alur longgar. Pergeseran antara

cerita yang satu dengan cerita selanjutnya berlangsung lambat. Sekalipun alur terbagi menjadi beberapa bagian, tidak tertutup kemungkinan jika dalam satu karya terdapat berbagai kategori alur senyampang alur tersebut masih bersifat padu, dan utuh sehingga cerita yang ditampilkan dapat dipahami secara menyeluruh .

Berhubung adanya ketidakterikatan pada panjang cerita yang memberi kebebasan kepada pengarang, novel umumnya memiliki lebih dari satu plot. Terdiri dari satu plot utama dan sub-sub plot. Plot utama berisi konflik yang menjadi inti persoalan, sedangkan sub-sub plot adalah berupa munculnya konflik- konflik tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah deretan atau urutan peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

commit to user

18

5). Amanat Amanat adalah pesan moral yang ingin pengarang sampaikan kepada pembacanya. Amanat ini bisa berupa pesan moral, ajakan (persuasi), provokasi, atau lainnya. Tema dan pesan cerita adalah makna terdalam dari cerita itu sendiri. Wujud amanat dapat berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk memberikan nasihat dari tindakan tokoh cerita.

Amanat secara umum dapat dikatakan bentuk penyampaian nilai dalam fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005). Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara serta merta, tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang terkandung dalam karya tersebut. Pembaca dapat merenungkannya dan menghayatinya secara intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah bagian dari dialog dan tindakan tokoh dalam menghadapi suatu masalah yang mungkin berbeda antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat tersebut mulai terlihat, bagaimana amanat tersebut sampai di hati pembaca melalui kepandaian khusus pengarang dalam menceritakannya. Pembaca dapat saja menyadari atau menolak tindakan- tindakan tokoh dalam cerita tersebut demi terwujudnya amanat.

Dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang disampaikan secara tersirat dan penafsirannya bersifat subyektif.