Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem Solving pada Siswa Kelas 5 SDN Blaru 02 Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelajaran 2016 / 2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang hakikat pembelajaran matematika, proses pembelajaran, hasil belajar, menyelesaikan soal cerita matematika, dan model pembelajaran.

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

  Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif). Kebenarannya tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif, tetapi bersifat koheren. Berdasarkan hal tersebut, beberapa ahli sangat berhati-hati un tuk tidak menggunakan istilah “ilmu matematika”.

  Matematika sering dideskripsikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana yang dipakai. Berikut ini beberapa deskripsi matematika yang sering digunakan: a.

  Matematika sebagai struktur yang terorganisir.

  b.

  Matematika sebagai alat.

  c.

  Matematika sebagai pola pikir deduktif.

  d.

  Matematika sebagai cara bernalar.

  e.

  Matematika sebagai bahasa artifisial.

  f.

  Matematika sebagai seni yang kreatif.

  Dalam matematika sangat penting adanya abstraksi dan generalisasi. Abstraksi adalah pemahaman melalui pengamatan tentang sifat-sifatyang dimiliki dan tidak dimiliki dalam matematika. Sedangkan generalisasi adalah membuat perkiraan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus.

  Di dalam pembelajaran matematika, materi yang akan diajarkan harus diperkenalkan terlebih dahulu konsep dasarnya sebagai prasyarat untuk dapat mengikuti materi selanjutnya yang masih berkaitan dengan materi tersebut. Brunner (dalam Hudoyo, 1988:56) mengatakan tentang belajar matematika struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi-materi yang dipelajari serta menjalankan hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur itu ”.

  Untuk mempelajari matematika diperlukan suatu kegiatan pembelajaran yang dinamakan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal serta siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

  Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.

  Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang menyenangkan sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika dengan baik.

  Menurut Depdiknas (2004) tujuan pengajaran matematika di SD sebagai berikut: a.

  Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari).

  b.

  Menumbuhkan kemampuan siswayang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.

  c.

  Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

  d.

  Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa SD setelah selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis, jujur, cermat, serta cara berpikir logis dan rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, melainkan juga harus mampu menerapkan matematika dalam kehidupan bekal untuk mempelajari matematika lebih lanjut dan ilmu-ilmu lain. Tujuan akhir pembelajaran matematika di sekolah yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari- hari” (Heruman, 2007: 02).

  Salah satu materi yang dibahas dalam matematika adalah persoalan memecahkan soal cerita. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk uraian atau cerita baik secara lisan maupun tulisan. Soal cerita wujudnya berupa kalimat verbal sehari-hari yang makna dari konsep dan ungkapannya dapat dinyatakan dalam simbol dan relasi matematika. Menyelesaikan soal cerita diperlukan keterampilan dan kemampuan berpikir, sehingga siswa perlu ada bimbingan dari guru baik secara lisan maupun tertulis dalam menyelesaikan soal cerita. Apabila tanpa bimbingan maka akan menjadi masalah bagi siswa.

2.1.2 Proses Pembelajaran

  Proses adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi, yang mengubah input menjadi output (id.wikipedia.org/wiki/Proses). (Gagne, 1977:4) dalam kutipan idsejarah.net, menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah suatu kegiatan di mana terjadi perubahan dalam diri peserta didik baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap dan perilaku yang dilakukan dengan interaksi antara peserta didik dan pendidik/guru dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

  Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, antara lain adalah faktor yang datang dari guru, peserta didik, dan lingkungan. Faktor yang berasal dari guru antara lain: kondisi dalam diri guru, kemampuan mengajar, dan kemampuan mengatur kondisi kelas. Faktor yang berasal dari peserta didik dipengaruhi beragam aspek dari dalam diri peserta didik dan lingkungan sekitarnya yang nantinya akan berdampak pada kesiapannya dalam menerima pelajaran. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas mencakup lingkungan kelas dan lingkungan

2.1.3 Hasil Belajar

  Anni (2007: 5) menyebutkan bahwa “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar”. Oleh karena itu, hasil belajar dapat dilihat dari sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembelajar setelah mengalami proses belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan pembelajaran. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut.

  Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan (Hernawan, 2007: 10.20). Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom (dalam Hernawan, 2007: 10.29) antara lain:

  1. Kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa,

  2. Afektif, yaitu hasil belajar mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran

3. Psikomotor, yaitu hasil belajar yang mengacu pada kemampuan bertindak.

  Hasil belajar merupakan hal penting yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar siswa dan sejauh mana sistem pembelajaran yang diberikan oleh guru berhasil atau tidak. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika indikator yang terdapat dalam kompetensi dasarnya tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut dapat dilakukan tes. Melalui hasil tes ini dapat diketahui keberhasilan siswa dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar.

2.1.4 Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

2.1.4.1 Pengertian Soal Cerita Matematika

  Menurut Mardjuki (1999: 17), soal cerita matematika adalah soal matematika yang disajikan dalam bahasa atau cerita berdasarkan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Abidia (dalam Marsudi Raharjo, 2009: 2), soal ceritaadalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Soal cerita wujudnya berupa kalimat verbal sehari-hari yang makna dari konsep ungkapannya dapat dinyatakan dalam simbol dan relasi matematika. Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan mudah dipahami (Wijaya, 2008:14). Sedangkan Raharjo dan Astuti (2011:8) mengatakan bahwa soal cerita yang terdapat dalam matematika merupakan persoalan- persoalan yang terkait dengan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicari penyelesaiannya dengan menggunakan kalimat matematika. Kalimat matematika yang dimaksud adalah kalimat matematika yang memuat operasi hitung bilangan.

  Soal cerita merupakan soal yang dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, soal cerita yang berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat yang mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Ashlock,2003:80). Soal cerita yang diajarkan diambil dari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sekitar dan pengalaman siswa. Di samping itu, soal cerita berguna untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebelumnya. Penyelesaian soal cerita merupakan kegiatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam suatu soal ceritamatematika merupakan suatu proses yang berisikan langkah-langkah yang benar dan logis untuk mendapatkan penyelesaian (Jonassen, 2004:8). Dalam menyelesaikan suatu soal cerita matematika tidak sekedar memperoleh hasil berupa jawaban dari hal yang ditanyakan, tetapi yang lebih penting adalah siswa harus mengetahui dan memahami proses berpikir atau langkah-langkah untuk mendapatkan jawaban tersebut.

  Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa soal cerita matematika adalah soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari yang di dalamnya terkandung konsep matematika.

2.1.4.2 Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

  Ruseffendi (1992: 20) menyatakan bahwa: “Jika siswa memahami soal cerita, berarti siswa tersebut mengerti sesuatu, misalnya mampu mengubah informasi ke dalam bentuk pernyataan yang lebih bermakna, dapat memberikan interpretasi, mampu mengubah soal kata-kata ke dalam bentuk simbol dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu kesamaan, mampu mengartikan suatu kecenderungan dari suatu diagram d an sebagainya”.

  Seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita matematika harus memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan soal cerita matematika. Haji (1992: 12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan beberapa kemampuan, yaitu kemampuan untuk: a.

  Menentukan hal yang diketahui dalam soal.

  b.

  Menentukan hal yang ditanyakan.

  c.

  Membuat model matematika.

  d.

  Melakukan perhitungan.

  e.

  Menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semula.

  Cooney (1975: 227-229) berpendapat bahwa ketidakmampuan siswa dalam memahami soal matematika bentuk cerita adalah sebagai berikut: a.

  Kurangnya pengetahuan tentang konsep-konsep, termasuk didalamnya arti kata-kata atau istilah-istilah tertentu.

  b.

  Ketidakmampuan menyatakan soal tersebut dengan kata-kata sendiri, termasuk menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta prinsip matematika yang menghubungkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

  c.

  Kurangnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menafsirkan cerita.

  Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika adalah: a.

  Kemampuan memahami masalah.

  Dalam memahami masalah, siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal cerita.

  b.

  Kemampuan membuat perencanaan.

  Dalam membuat perencanaan, siswa membuat strategi ataumenentukan cara untuk menyelesaikan soal cerita. Untuk langkah ini siswa menuliskan kalimat matematika.

  c.

  Kemampuan melaksanakan rencana.

  Dalam melaksanakan rencana, siswa mengerjakan soal dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya, misalnya siswa menyelesaikan kalimat matematika.

  d.

  Kemampuan menjawab pertanyaan.

  Dapat menjawab pertanyaan soal cerita sesuai konteks masalah pada soal cerita berdasarkan penyelesaian dari kalimat matematika.

  Dari permasalahan di atas, maka langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita adalah: a.

  Membaca soal dengan cermat.

  b.

  Menentukan hal yang diketahui dalam soal cerita.

  c.

  Menentukan hal yang ditanyakan dalam soal cerita.

  d.

  Membuat model/kalimat matematika.

  e.

  Melakukan perhitungan (menyelesaikan kalimat matematika).

  f.

  Menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal cerita.

2.1.5 Model Pembelajaran

  Model pembelajaran merupakan cara penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran, beberapa masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi masalah-masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model-model pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih karena itu dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Seperti: materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

  Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari siswa. Untuk menyelesaikan masalah yang ada siswa ditantang untuk kreatif dan memerlukan keaslian berpikir dalam menyelesaikan masalah. Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika salah satunya adalah Creative Problem Solving. Selama pembelajaran berlangsung guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator, disamping memberikan kemudahan (fasilitas) belajar kepada siswa dan siswa berinteraksi dengan sumber-sumber belajar yang dapat mempermudah proses belajarnya. Jadi dalam pembelajaran dengan model Creative Problem Solving, aktivitas siswa mendominasi proses pembelajaran, atau pembelajaran berpusat pada siswa. Hal ini selaras dengan saran Nasution (1995: 23) bahwa pengajaran modern hendaknya mengutamakan aktivitas siswa. Demikian pula teori belajar Bruner, yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan siswa menemukan dan memecahkan masalah. Hal tersebut relevan dengan penjabaran implikasi teori kognitif Piaget yang antara lain menyatakan bahwa dalam pembalajaran memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental peserta didik, mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Hidayat, 2005: 7).

  Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktifitas dan kreatifitas siswa, maka siswa akan menjadi kritis. Menurut Myrmel (2003: 93) model secara kritis dan kreatif sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Menurut Yudianto (2003: 26) Creative Problem Solving merupakan teknik sistematik dalam mengorganisasikan dan mengolah keterangan dan gagasan, sehingga masalah dapat dipahami dan dipecahkan.

2.1.5.1 Model Pembelajaran Creative Problem Solving

  Model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi (Wiederhold dalam Suyitno, 2004:37; dalam http://leeva-news.com/260/model- pembelajaran-creative-problem-solving-cps). Hal tersebut terjadi karena model pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri.

  Model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan suatu kegiatan yang didesain guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan. Fungsi guru adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang diberikan kepada siswa harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan siswa. Masalah di luar jangkauan kemampuan siswa dapat menurunkan motivasi siswa.

  Model pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan memecahkan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan (Karen dalam Cahyono, 2009: 3). Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan/permasalahan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin dalam Muslich M, 2007: 221).

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

  

Creative Problem Solving cocok digunakan dalam peningkatan kemampuan

  memecahkan masalah karena dalam model pembelajaran ini pengalaman sebelumnya dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan faktor yang penting

  Menurut Noller (Sujarwo, 2006), solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola kritis kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, memiliki ide baru dalam pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran Creative Problem Solving guru berperan sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan kesempatan secara luas kepada siswa untuk berlatih belajar mandiri. Guru membantu memberikan kemudahan bagi siswa dalam proses pembelajaran (Sujarwo, 2006).

2.1.5.2 Sintak Model Pembelajaran Creative Problem Solving

  Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran Creative Problem

  Solving adalah sebagai berikut: a.

  Klarifikasi masalah Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.

  b.

  Brainstorming/ Pengungkapan pendapat Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

  c.

  Evaluasi dan pemilihan Pada tahap evaluasi dan pemilihan, setiap kelompok mendiskusikan pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

  d.

  Implementasi Pada tahap ini siswa menentukaan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin dalam Muslich M, 2007: 221).

  Tahapan-tahapan Creative Problem Solving yang dikemukakan di atas dapat melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide matematisnya, berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, berpikir sistematis dan logis sesuai data/fakta yang tersedia serta dapat melatih siswa untuk saling berinteraksi

  Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Solso (dalam Made Wena, 2008: 56) yakni: a.

  Identifikasi permasalahan.

  b.

  Representasi permasalahan.

  c.

  Perencanaan pemecahan.

  d.

  Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan.

  e.

  Menilai perencanaan, dan f. Menilai hasil pemecahan.

  Berdasarkan beberapa langkah di atas, maka implementasi Creative

  

Problem Solving dalam pembelajaran matematika terdiri dari langkah-langkah

  sebagai berikut: 1.

  Kegiatan Awal Guru menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran, guru mengulas kembali materi sebelumnya sebagai prasyarat pada materi saat ini kemudian guru menjelaskan aturan main dalam pelaksanaan model pembelajaran

  

Creative Problem Solving serta memberi motivasi kepada siswa akan pentingnya

pembahasan materi melalui pembelajaran Creative Problem Solving.

2. Kegiatan Inti Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion.

  Secara berkelompok, siswa memecahkan permasalahan yang disajikan sesuai dengan petunjuk yang tersedia. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru dalam memecahkan permasalahan (peranan guru dalam hal ini menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brainstorming serta menumbuhkan situasi dan kondisi lingkungan yang dihasilkan atas dasar interest siswa). Adapun penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan sintak sebagai berikut:

  a) Klarifikasi Masalah

  Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan. b) Brainstorming/ Pengungkapan pendapat

  Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah, tidak ada sanggahan dalam mengungkapan ide gagasan satu sama lain.

  c) Evaluasi dan Seleksi

  Pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

  d) Implementasi

  Pada tahap ini, siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

  3. Kegiatan Akhir Dalam tahap ini, siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas dengan menggunakan media sesuai dengan kreatifitasnya untuk menyampaikan gagasannya dan mendapatkan saran dan kritik dari kelompok lain sehingga diperoleh solusi yang optimal berkaitan dengan pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran ke arah matematika formal.

  2.1.5.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving

  Keungulan teknik ini adalah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran serta semua tingkatan usia anak didik, Lorna Curran dalam (Huda, 2011: 118). Dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving siswa diajak untuk aktif dan kreatif. Pembelajaran matematika menjadi lebih menarik, siswa dapat menyukai pembelajaran Matematika, siswa lebih mudah memahami isi materi yang di sampaikan oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Ada beberapa keunggulan model Creative Problem Solving yaitu:

  1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

  3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

  4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

  5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

  6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

  7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

  Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Creative Problem Solving juga mempunyai kelemahan, yaitu sebagai berikut:

  1. Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang.

  2. Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah.

  3. Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

  4. Memerlukan cukup banyak waktu dan melibatkan lebih banyak orang.

2.1.5.4 Solusi untuk Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving

  Pada dasarnya model Creative Problem Solving adalah suatu metode pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas,tetapi masih ada beberapa kelemahan dari model tersebut. Solusi untuk kelemahan-kelemahan model pembelajaran Creative

  Problem Solving adalah sebagai berikut: 1.

  Problem yang diajukan hendaknya benar-benar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan murid.

2. Para murid hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan serta cara-cara memecahkan masalah yang dimaksud.

  3. Masalah-masalah yang harus dipecahkan hendaknya bersifat aktual dan erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat, sehingga menimbulkan motivasi dan minat belajar para murid.

  4. Disamping bimbingan guru secara continue hendaknya tersedia sarana pembelajaran yang memadai serta waktu yang cukup untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

  Beberapa penelitian yang relevan tentang penerapan model pembelajaran baik dalam pembelajaran Matematika maupun mata

  Creative Problem Solving

  pelajaran lainnya telah banyak dipublikasikan. Hasil Penelitian yang dilakukan Hikmah (2010: vii

  ) dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe Creative Problem Solving untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-

  E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten Pangkep” menyimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan ketuntasan belajar fisika. Pada siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa mencapai 62,12 dari skor ideal 100, dan persentase siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 66,67%. Pada siklus II, skor rata-rata hasil belajar siswa mencapai 79,74 dari nilai ideal 100 dan persentase siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 91,30%. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

  Penelitian Widiani (2016) tentang “Penerapan Model Pembelajaran

  

Creative Problem Solving (CPS) untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam

  Pembelajaran PKn di Kelas

  IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul”mengemukakan bahwa model pembelajaran Creative Problem

  

Solving dapat meningkatkan hasil belajar PKn kelas IV, hal ini dapat dibuktikan

  pada hasil belajar siswa yang meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari. Persentase jumlah siswa yang berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian pada pra tindakan 0%, siklus I/1 hanya 7,14%, siklus I/2 menjadi 28,57%. Hasil pengamatan keaktifan siklus I belum berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian yaitu >75% siswa memperoleh skor akhir >2,66 sehingga perlu dilanjutkan penelitian tindakan siklus II. Pada siklus II/1 64,29% siswa kemudian siklus II/2 menjadi 100%. Penelitian tindakan siklus II berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian sehingga tidak perlu dilaksanakan penelitian tindakan lanjutan.

  Penelitian Supriyadi (2014) tenta ng “Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Creative Problem

  Solving (CPS)

  (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas IX Semester 1 MTs Negeri Surakarta 1 Tahun Pelajaran 2013/2014)

  ” mengemukakan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Data hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemandirian dan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Menyelesaikan tugasnya sendiri sebelum tindakan 20% dan di akhir tindakan 71,43%, (2) Mengatasi masalah belajarnya sendiri sebelum tindakan 14,29% dan di akhir tindakan 71,43%, (3) Percaya pada diri sendiri sebelum tindakan 14,29% dan di akhir tindakan 77,14%, (4) Mengatur dirinya sendiri sebelum tindakan 22,86% dan di akhir tindakan 74,29%. Nilai siswa yang mencapai KKM ≥ 65 sebelum tindakan 17,41% dan di akhir tindakan 82,86%.

Tabel 2.1 Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan

  No Penulis Judul Tahun Persamaan Perbedaan

  1 Dewi Hikmah

  Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe Creative

  Problem Solving

  untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Kelas

  VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten Pangkep 2010 Penelitian menggunakan model pembelajaran

  Creative Problem Solving

  Mata pelajaran yang ditetiti adalah Fisika pada kelas

  VIII

  2 Ninu Widiati

  IX Semester 1 MTs Negeri Surakarta 1 Tahun Pelajaran 2013/2014)

  Kondisi awal pada proses pembelajaran matematika, siswa memperoleh hasil belajar yang rendah, terbukti masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau masih banyak siswa yang medapatkan nilai dibawah 70. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada saat menyampaikan materi pembelajaran guru hanya ceramah saja tanpa menggunakan media ataupun alat peraga sehingga siswa menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar mengajar di kelas atau siswa kurang

  

Problem Solving menjadi sarana penyampaian materi ajar hingga mampu

memenuhi ketercapaian tujuan pembelajaran .

  jenjang kelas yang berbeda pula. Penerapan model pembelajaran Creative

  

Problem Solving dapat digunakan pada mata pelajaran yang berbeda dan pada

  IX Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative

  Penelitian dilakukan pada kelas

  b. Mata pelajaran yang ditetiti adalah sama- sama Matematika

  Creative Problem Solving

  a. Penelitian menggunakan model pembelajaran

  2014

  Pembelajaran Matematika di Kelas

  Penerapan Model Pembelajaran

  Creative Problem Solving (CPS) (PTK

  Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran

  3 Bambang Supriyadi

  Mata pelajaran yang ditetiti adalah PKn pada kelas IV

  b. Penelitian sama-sama dilakukan pada tahun 2016

  Creative Problem Solving

  a. Penelitian menggunakan model pembelajaran

  2016

  Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran PKn di Kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul

  Creative Problem Solving (CPS) untuk

2.3 Kerangka Pikir

  aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti melakukan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem . Dengan cara ini diharapkan dapat membantu siswa kelas 5 SDN Blaru 02

  Solving

  dalam meningkatkan proses pembelajaran sehingga hasil belajar matematika dapat meningkat.

  Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan perbaikan yaitu dengan menggunakan alternatif model pembelajaran lain. Dalam hal ini akan digunakan model pembelajaran Creative Problem Solving untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Kegiatan inti dari model pembelajaran Creative Problem Solving adalah mengungkapkan dan memilih strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika, tanpa ada contoh penyelesaian sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok tersebut siswa bebas mengungkapkan pendapatnya tentang strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Di sini guru memfasilitasi jalannya diskusi. Setelah siswa memilih strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, siswakemudian menerapkan strategi tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah. Kemudian guru membantu siswa untuk menganalisis hasil jawaban yang disajikan di depan kelas, jika jawaban yang dihasilkan benar guru cukup menegaskan jawaban tersebut. Apabila jawaban yang dihasilkan masih salah maka guru menunjuk siswa lain untuk menjawab soal tersebut sampai diperoleh jawaban yang benar. Setelah itu siswa dapat memperbaiki jawabannya, selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

  Dalam implementasinya, Creative Problem Solving dilakukan sebagai solusi kreatif. Solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. Creative Problem Solving dibangun atas tiga macam komponen, yaitu: ketekunan, masalah dan tantangan. Ketiga komponen tersebut atas pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

  Adapun kerangka pikir mengenai penerapan model pembelajaran Creative

  

Problem Solving pada mata pelajaran matematika dapat ditunjukkan melalui peta

  konsep sebagai berikut:

  Kondisi Ideal

  1. Guru memfasilitasi siswa dalam Kondisi Nyata pembelajaran 1. Pembelajaran berpusat pada guru.

  2. Siswa belajar menemukan sendiri

  2. Masih terdapat siswa yang pasif dari pengalaman yang relevan dan dalam belajar bekerja dalam kelompok.

  3. Siswa tidak dituntut untuk berpikir

  3. Siswa dapat mengembangkan kritis dan kreatif keterampilan berpikir kritis dan kreatif

  4. Siswa kurang tertantang dengan

  4. Guru melakukan penemuan- kegiatan pembelajaran. penemuan baru dalam meningkatkan

  5. Guru tidak memberikan semangat belajar. penghargaan terhadap siswa

  5. Guru memberikan penghargaan kepada siswa

  Solusi

  Proses dan hasil belajar matematika meningkat Klarifikasi masalah 1.

  Guru memberikan permasalahan kepada siswa.

  2. Siswa mempelajari LKS yang diberikan oleh guru.

  3. Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya tentang strategi apa yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah.

  4. Siswa berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mengerjakan LKS secara mandiri.

  Pengungkapan pendapat 5.

  Siswa bebas mengungkapkan pendapat dalam menyelesaikan masalah dan mendiskusikannya dengan kelompok masing-masing.

  Evaluasi dan Seleksi 6.

  Siswa mendiskusikan hasil LKS bersama kelompoknya.

  7. Siswa memilih pemecahan masalah yang tepat dalam kelompok.

  Implementasi 8.

  Siswa mempresentasikan hasil yang telah didiskusikan dikelompoknya di depan kelas dengan menggunakan strategi sesuai dengan kreatifitasnya dan guru membimbing serta memberi masukan terhadap pendapat anak

2.4 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka fikir seperti diuraikan di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: a.

  Penerapan model Creative Problem Solving dalam proses pembelajaran dengan langkah-langkah mengklarifikasi masalah, pengungkapan pendapat

  (brainstorming), evaluasi dan seleksi, serta implementasi dapat meningkatkan proses belajar siswa.

  b.

  Peningkatan proses pembelajaran melalui model pembelajaran Creative

  Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika secara

  signifikan dengan kriteria 80% siswa atau minimal 26 siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Dokumen yang terkait

4.1 Deskripsi Siklus I - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Kelas IV SDN Dadirejo 02 Semester II Tahun Ajaran 2016/2017

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Kelas IV SDN Dadirejo 02 Semester II Tahun Ajaran 2016/2017

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Kelas IV SDN Dadirejo 02 Semester II Tahun Ajaran 2016/2017

0 0 86

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 7

2.1 Kajian Teori 2.1.1 IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 21

3.1 Setting Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Jigsaw bagi Siswa Kelas V SDN 1 Tawangharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 56

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem Solving pada Siswa Kelas 5 SDN Blaru 02 Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelaj

0 0 6