BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatkan Proses Pembelajaran Dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share Berbantu Media Video pada Siswa Kelas 5 Sem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung

penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang

mempunyai pandagan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam

penelitian ini berisi tentang hakikat IPA, hakikat belajar, model pembelajaran

  Think Pair and Share , media video dan hasil belajar.

2.1.1 Hakikat IPA

  Menurut Sagala (2010: 61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

  Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 12) menyatakan bahwa mengajar dan belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitifi lmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan- keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah.

  Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006: 12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu sebagai berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.

  Menurut Sulistyorini (2007: 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al. (Usman Samatowa, 2006: 146), pembelajaran

  IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.

  Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 7), pembelajaran

  IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam.

  Menurut Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1993: 6), tujuan pembelajaran

  IPA di Sekolah Dasar sebagai berikut: (1) Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana, (3) memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran penciptanya, (4) memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

  Menurut Mulyasa,(2010: 111) tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPAsebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan- keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari- hari.

  Ilmu Pengetahuan alam (IPA) atau sains menurut Holton dan Roller yang dikutip oleh Sumaji (2007:13) bahwa ilmu pengetahuan alam atau sains adalah suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimen dan observasi serta berguna untuk diamati dan di eksperimentasikan.

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di dalam pembahasannya terdapat beberapa penjelasan mengenai IPA , menurut Sumadi, dkk (2007:13) terdapat beberapa penjelasan mengenai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),yaitu:

  Tujuan dan fungsi mata pelajaran IPA dalam pendahuluan Garis –Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) untuk mata pelajaran IPA untuk mata pelajaran IPA tingkat SD,SLTP,SLTA terdapat kesamaan mengenai tujuan dan fungsinya.

  Pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA bertujuan “agar siswa memahami atau menguasai konsep IPA dan saling keterkaitanya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang di dapatinya.

  Dalam pembelajara IPA terdapat fungsi yang dapat dirasakan oleh pendidik maupun peserta didik(siswa) .Fungsi Mata pelajaran IPA antara lain : 1) Memberi bekal pengetahuan dasar , baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari

  2) Mengembang ketrampilan-ketrampilan dalam memperoleh, mengembangkan dan menetapkan konsep- konsep IPA. 3) Menanamkan sikap ilmiah dan melatihh siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya 4) Menyadarkan siswa akan keteraturnya alam dan segala keindahanya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan ciptaan-NYA memupuk daya kreatif dan inovatif siswa 5) Memupuk dan mengembangkan minat siswa terhadap IPA .

2.1.2 Hasil Belajar

  Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Beajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

  Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.

2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar

  Purwanto (2011: 44) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau yang mengakibatkan perubahan input secara fungsional. Winkel (2004: 53) mendefinisikan\ hasil belajar sebagai perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi bloom (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik). Menurut Patta Bundu (2006: 17), hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajarmengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, aspek afektif berkaitan dengan penguasaan nilai-nilai atau sikap yang dimiliki siswa sebagai hasil belajar, sedangkan aspek psikomotorik yaitu berkaitan dengan keterampilan-keterampilan motorik yang dimiliki oleh siswa.

  Menurut Mulyono Abdurrahman (1993: 31), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuantujuan instruksional. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar mencangkup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut penjelasan mengenai ketiga aspek tersebut. 1) Aspek kognitif Aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, mencangkup enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Aspek afektif Aspek afektif berkenaan dengan sikap, mencangkup lima aspek yaitu penerimaaan, partisipasi, penilaian, organisasi, pembentukan pola hidup. 3) Aspek psikomotorik Aspek psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada tujuh aspek yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, kreativitas.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Hasil belajar siswa tidak akan jauh dari beberapa pengaruh baik itu pengaruh dari luar maupun dari dalam. Menurut Dalyono dan Sri Rumini hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

  a) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri (a) faktor psikis antara lain kognitif atau inteligensi, bakat, afektif,psikomotorik, motivasi, minat, (b) Faktor fisik antara lain kesehatan jasmani, indera, anggota badan, organ dalam tubuh.

  b) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar, berupa lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar.

  Sejalan dengan pendapat Ngalim Purwanto (2010: 106) menyebutkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) Faktor dari luar yang mencakup faktor lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial. Faktor instrumental, berkaitan dengan kurikulum, atau bahan ajar, guru sebagai pengajar, sarana dan fasilitas yang tersedia, administrasi dan manajemen, (2) faktor dari dalam yang mencakup faktor fisiologi, berkaitan dengan bagaimana kondisi fisik, panca indera, dan sebagainya. Faktor psikologi, seperti minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemapuan kognitif, dan sebagainya.

  Dari pendapat dari Dalyono dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ada dua, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal), yaitu faktor instrumental. Faktor instrumental dalam penelitian ini berkaitan dengan bahan ajar atau sumber belajar. .

2.1.2.3 Pengertian Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar

  Hasil belajar IPA tentu saja harus sesuai dengan tujuan pendidikan Sains yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pengajaran Sains dan tidak melupakan hakikat IPA itu sendiri. Hasil belajar Sains dikelompokan berdasarkan hakikat Sains itu sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Hal ini didasarkan pada pendapat Hungerford (Patta Bundu, 2006: 18), yang mengatakan bahwa IPA terbagi atas dua bagian yaitu: (1) the investigation (proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, dan menyimpulkan, (2) the knowledge (produk) seperti fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA. Dengan demikian, sebagai produk hasil belajar IPA berupa pemahaman terhadap fakta, konsep, prinsip, dan hukum Sains, dan sebagai proses, hasil belajar Sains berupa sikap, nilai, dan keterampilan ilmiah. Menurut Sumaji (2003: 41) memandang bahwa hasil belajar

  IPA terdiri dari dua aspek yakni aspek kognitif dan non kognitif. Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif erat kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau kerja otot (psikomotorik). Jika ditelaah dari hakikat IPA sendiri, maka hasil belajar IPA dilihat dari segi produk, proses, dan sikap. Segi produk, siswa diharapkan mampu menguasai konsep-konsep IPA. Segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan. Segi sikap dan nilai siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, serta bertanggung jawab.

2.1.3 Model pembelajaran Think Pair and Share

  Pembelajaran Think Pair and Share merupakan pembelajaran berbasis diskusi kelas dengan kelompok siswa berpasangan. Model pembelajaran Think Pair and

  

Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana model

  pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Sharan (dalam Isjoni, 2010:23) menyebutkan bahwa siswa yang belajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Jadi, siswa tidak lagi memperoleh pengetahuan itu hanya dari guru, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman lainnya untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara mengharagi pendapat orang saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lainnya. Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi

  

Think Pair and Share mempunyai tiga tahapan, yaitu tahap memikirkan masalah

  (Think ), tahap berpasangan (Pair), dan presentasi atau diskusi kelas (Share). Tahap

  

think guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan

  pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir mengerjakan bukan berfikir. Dalam menentukan batasan waktu untuk tahap ini, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, jenis dan bentuk pertanyaan yang diberikan, serta jadwal pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Tahap pair guru meminta para siswa untuk berpasangan (bisa dengan teman sebangku atau dengan teman dekat yang lain) untuk memikirkan masalah pada tahap think dan menyamakan presepsi terhadap permasalahn yang diberikan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Tahap pair ini memberikan peluang bagi siswa untuk mengungkapkan ide dan gagasan dengan saling berdiskusi dengan pasangannya. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih efektif, karena masing- masing siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Pada tahap terakhir yaitu tahap share, guru meminta pasangan- pasangan untuk berbagi dengan kelompok berpasangan keseluruhan kelas dengan menunjuk salah satu pasangan untuk mempresentasikan hasil kerjanya, dan dibahas secara klasikal (Lyman,1990; Ledlow,2001; Azizah,2003; Anonim,2007). Hal ini efektif baik untuk guru maupun siswa untuk mengetahui ide- ide dari tiap pasangan, dan kegiatan sharing ini dilanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat hasil dari yang didiskusikan untuk dilaporkan atau dipresentasikan. Pada langkah akhir ini, guru meminta pasangan- pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran. Menurut

  Chotimah,dkk (2007) mengembangkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1) Pengajar menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai . 2) Pebelajar diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan pengajar 3) Pebelajar diminta untuk berpasangan dengan teman sebelahnya (daam kelompok terdiri dari dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4) Pengajar memimpin pleno kecil, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya

  5) Berawal dari kegiatan tersebut, pengajar mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang akan diungkapkan oleh pebelajar 6) Pengajar memberikan kesimpulan 7) Menutup kegiatan pembelajaran Sedangkan kelebihan model pembelajaran Think Pair and Share menurut Ibrahim, dkk. (2000: 6) adalah; 1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran

  Think Pair and Share menuntut siswa menggunakan waktunya untuk

  mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya. 2) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 3) Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran Think Pair and Share diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional. 4) Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran Think Pair and Share akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional. 5) Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru

  6) Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal. 7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Think Pair and Share menurut Ibrahim, dkk. (2000: 6) adalah;. 1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas. 2) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas. 3) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor 4) Lebih sedikit ide yang muncul. 5) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah. 6) Menggantungkan pada pasangan. 7) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan

  Berdasarkan kelemahan dalam model pembelajaran Think Pair and Share menurut Ibrahim, dkk. (2000: 6). Maka solusi dalam penganan model pembelajaran ini adalah sebagai berikut : 1) Siswa dikondisikan dalam berkelompok sesuai dengan jumlah siswa dikelas 2) Guru memberikan penjelasan dengan kata kata yang mudah dipahami siswa 3) Mengkaitkan materi dalam kehidupan sehari hari 4) Guru mengajarkan siswa untuk tidak bergantung pada siswa lain.

2.1.4 Hakikat Media Pembelajaran

  Media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan pengertian tersebut dikemukakan moleh Romiszowski (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1991: 8). Dapat dirumuskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untukmenyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dankemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Media pembelajaran sebagai suatu alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dimengerti dan dipahami oleh siswa, terutama pembelajaran yang rumit dan kompleks. Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi di lain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan Terdapat banyaknya media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga ke kompleks, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang harganya murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat yang semakin canggih, mulai dari berkembangnya bentuk bahan ajar cetak, lalu merambah ke bahan ajar audio, hingga bahan ajar audio-video. Ini semua menunjukkan bahwa bentuk bahan ajar selalu mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Webster (Azhar Arsyad, 2011: 5) teknologi merupakan suatu perluasan konsep media, dimana teknologi bukan sekedar benda, alat, bahan, atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam prosesbelajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Pengajaran dengan menggunakan audio-visual bercirikan adanya pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual lebar. Jadi, pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran. Teknologi audio visual yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah film, slide, dan video.

2.1.5 Pengertian Video

  Menurut Azhar Arsyad (2011 : 49) menyatakan bahwa video merupakan gambargambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa video merupakan salah satu jenis media audio- visual yang dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Kemampuan video melukiskan gambar hidup dan suara memberikan daya tarik tersendiri. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

  Berdasarkan pengertian menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Video menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

  2.1.6 Manfaat Penggunaan Media Video Dalam Pembelajaran

  Dalam penggunaan media video dalam pembelajaran banyak manfaat yang didapat. Manfaat media video menurut Andi Prastowo (2012 : 302), antara lain : a) Memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik,

  b) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bias dilihat, c) menganalisis perubahan dalam periode waktu tertentu,

  d) memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan suatu keadaan tertentu, dan e) menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang dapat memicu diskusi peserta didik.

  Berdasarkan penjelasan tentang media video , keberadaan media video sangat tidak disangsikan lagi di dalam kelas. Dengan video siswa dapat menyaksikan suatu peristiwa yang tidak bisa disaksikan secara langsung, berbahaya, maupun peristiwa lampau yang tidak bisa dibawa langsung ke dalam kelas. Siswa pun dapat memutar kembali video tersebut sesuai kebutuhan dan keperluan mereka. Pembelajaran dengan media video menumbuhkan minat serta memotivasi siswa untuk selalu memperhatikan pelajaran.

  2.1.7 Penerapan Think Pair and Share berbantuan media video

  Melalui model pembelajaran Think Pair and Share berbantuan media video akan berdampak positif bagi proses pembelajaran karena pada proses pembelajaran siswa dengan mudah memahami materi pembelajaran dengan memperhatikan penerapan model pembelajaran Think Pair and Share berbantuan media video adalah sebagai berikut: 1) Siswa dengan mudah memahami materi pelajaran 2) Siswa semakin aktif dalam pembelajaran dan lebih fokus terhadap materi yang disampaikan 3) Mengurangi kegaduhan di dalam kelas. 4) Hasil belajar siswa semakin meningkat

  Dari beberapa dampak diatas dapat kita simpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Pair and Share berbantuan media video sangat efektif digunaka dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA,karena melalui media video siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran tanpa harus keluar lingkungan sekolah.

  Kajian Penelitian yang Relevan

2.2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwijaya dengan penelitiannya yang

  berjudul “Penggunaan Media Gambar Dalam Penerapan model Think Pair And Share pada siswa kelas III SD Negeri 3 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari seluruh pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penggunaan media gambar dalam penerapan model

  

Think Pair And Share pada pelajaran IPA di kelas III SD Negeri 3 Purwodadi

  Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan dapat disimpulkan bahwa: penggunaan media gambar pada penerapan model Think Pair And Share mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 3 Purwodadi. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar siswa. Sebelum diberikannya tindakan ketuntasan belajar siswa dalam kelas tidak lebih dari 52% atau 24 siswa. Setelah diberikannya tindakan dengan penggunaan media gambar dalam penerapan model

  

Think Pair And Share pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 74%

  atau 34 siswa,pada siklus 2 ketuntasan klasikal belajar siswa meningkat mencapai 89% atau 41 siswa.

  Pada penelitian yang dilakukan oleh Giyastutik dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas Vii A Smp Negeri 3 Karanganyar Tahun Pelajaran 2007/2008 .Dari seluruh pelaksanaan proses pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar siswa. Dalam pelaksanaan siklus I dan II dengan metode Think Pair and Share diperoleh peningkatan hasil belajar siswa. Pencapaian rata-rata kelas pada siklus sebesar 72,19 naik 13,44 dari prasiklus. Jumlah siswa yang mencapai batas tuntas pada siklus I adalah 37 siswa (92,5%) naik 35% dari prasiklus. Sedang siswa yang belum mencapai batas tuntas ada 3 orang (7,5%) turun 35% dari prasiklus.Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan hasil belajar yang signifikan yaitu 80,46 naik 8,27 dari siklus I. Pada siklus ini semua siswa (100%) mencapai batas ketuntasan

  Kerangka Pikir

2.3 Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan terdapat

  masalah pada hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Danyang. Dalam proses pembelajaran IPA pada materi pelapukan pada batuan siswa kelas V SD Negeri 1 Danyang mengalami kesulitan dalam pemahaman tentang pelapukan, yang menyebabkan prestasi belajar siswa rendah dilihat dari rata-rata ulangan harian siswa.

  Dalam pembelajaran siswa masih malu bertanya dan mengeluarkan pendapat sehingga keaktifan siswa belum terlihat. Guru juga masih menggunakan pembelajaran konvensional dengan hanya berceramah dan kegiatan diskusi jarang dilakukan.

  Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Think Phare And Share berbantu media video pada siswa kelas V. Diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran Think

  

Phare And Share berbantu media video siswa khususnya pada mata pelajaran IPA memiliki kelebihan yaitu aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi atau kerjasama. Siswa cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dapat mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain. Juga kemampuan kerjasama siswa dapat terbangun. Dan dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

  Adapun kerangka berpikir mengenai penerapan model pembelajaran Think

  Phare and Share berbantuan media video pada mata pelajaran IPA dapat ditunjukkan

  melalui peta konsep sebagai berikut:

PEMBELAJARAN IPA

  Siswa malas Pembelajaran

  Guru ,bosan, jenuh

  Konvensional Menyampaikan materi tidak

  Materi dengan dikuasai ceramah

  Model pembelajaran Think Phare And

  Guru sebagai

  Share berbantu media

  fasilitator video Hasil belajar rendah < KKM

  1) Memahami pembelajaran dengan menggunaan media video Siswa lebih aktif

  2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar dan antusias 3) Berdiskusi dalam kelampok dan bertukan dalam pendapat maupun usulan pembelajaran

  4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil berupa laporan Pembelajaran lebih

  Proses pembelajaran menyenangkan meningkat dan Hasil dengan media belajar > KKM konkret sehingga

Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir

  siswa tidak jenuh

  Hipotesis Penelitian

2.4 Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah diungkapkan di

  kajian teori, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Penarapan model pembelajaran Think Phare And Share berbantu media video dalam pembelajaran IPA pokok bahasan proses pembentukan tanah dapat meningkatkan proses pembelajaran pada siswa kelas 5 semester II SDN 1 Danyang tahun pelajaran 2014/2015 secara signifikan minimal 10 % melalui cara: memahami pembelajaran dengan menggunaan media video,mengorganisasikan siswa untuk belajar, berdiskusi dalam kelampok dan bertukan pendapat maupun usulan, mengembangkan dan mempresentasikan hasil berupa laporan dengan signifikansi guru sebesar 80 % dan signifikansi siswa sebesar 85%

  2) Penerapan model pembelajaran Think Phare And Share berbantu media video dalam pembelajaran IPA pokok bahasan proses pembentukan tanah dapat meningkatkan proses pembelajaran pada siswa kelas 5 semester II SDN 1 Danyang tahun pelajaran 2014/2015 secara signifikan mengalami ketuntasan

  belajar individual dengan nilai hasil belajar IPA ≥ 69 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA meningkat minimal 5 nilai dari KKM ≥ 69 yang ditentukan oleh sekolah atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 90 % dari 39 siswa (kriteria baik).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Penggunaan Metode Inkuiri dengan Metode Konvensional pada Siswa Kelas III SDN Mlowo Karangtalun 01 Tahun Ajaran 2014/2015 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobog

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Penggunaan Metode Inkuiri dengan Metode Konvensional pada Siswa Kelas III SDN Mlowo Karangtalun 01 Tahun Ajaran 2014/2015 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobog

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Penggunaan Metode Inkuiri dengan Metode Konvensional pada Siswa Kelas III SDN Mlowo Karangtalun 01 Tahun Ajaran 2014/2015 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobog

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Penggunaan Metode Inkuiri dengan Metode Konvensional pada Siswa Kelas III SDN Mlowo Karangtalun 01 Tahun Ajaran 2014/2015 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobog

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

0 0 89

1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatkan Proses Pembelajaran Dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share Berbantu Media Video pada Siswa Kelas 5 Semester II SD

0 0 8