Adab Murid terhadap Guru. docx

Adab Murid Terhadap Guru
Keberhasilan dan kemudahan dalam proses menuntut ilmu terletak pada kelakuan baik (adab) si
penuntut ilmu, terutama adab kepada guru. Sayyidina Ali rodhiallu’anhu berkata, "aku ibarat
budak dari orang yang mengajarkanku walaupun hanya satu huruf ". Perkataan Ali ini
merupakan ungkapan bahwa begitu besar penghormatan beliau kepada guru.
Khalifah Harun Ar Rasyid pernah mengirimkan putranya untuk belajar kepada syekh
burhanuddin. Suatu saat, ketika khalifah berkunjung untuk menemui putranya yang sedang
belajar, khalifah melihat putranya itu sedang menuangkan air wudhu untuk syekh. Lalu khalifah
berkata kepada putranya, "Wahai anakku, kenapa engkau menggunakan tangan kananmu untuk
menuangkan air sementara tangan kirimu kau biarkan diam. Gunakanlah kedua tanganmu, yang
satu untuk menuangkan air dan yang satu lagi untuk membasuh kaki gurumu." Subhanallah...
begitu tegas khalifah mendidik anaknya agar hormat kepada guru.
Contoh Akhlak murid terhadap Guru..


menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan ikhlas



tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru




jujur dan setia bersama guru



bersikap rendah hati, lembut dan santun kepada guru



hendaknya memaafkan guru ketika beliau melakukan suatu kesalahan



tidak menjelek-jelekan dan tidak memfitnah guru



tidak menghianati dan tidak menyakiti hati guru




berusaha melayani guru dengan sebaik-baiknya



selalu berusaha menyenangkan hati guru



memanggil guru dengan panggilan yang disukainya



berusaha menyukai apa yang disukai oleh guru



membiasakan diri memberikan hadiah kepada guru dan keluarganya sebagai tanda
penghormatan kepada mereka




tidak berjalan di depan guru ketika berjalan bersamanya



tidak terbahak-bahak di depan guru



tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan guru
1



selalu duduk dalam sikap sopan




berusaha keras ( jihad ) dan tekad membuat kemajuan bersama guru

Dan Menurut Imam al-Ghazali seseorang murid hendaklah:
Menurut Imam al-Ghazali seseorang murid hendaklah:
• Memberikan sepenuh perhatian kepada gurunya.
• Mendiamkan diri sewaktu guru sedang menyampaikan pelajaran.
• Menunjukkan minat terhadap apa yang disampaikan oleh guru.
• Tidak meninggikan suara terhadap guru, sebaliknya memadailah berkata dengan suara
yang didengari.
• Sekiranya perlu bertanya, pastikan guru bersedia memberikan jawapan.
• Menghormati guru di hadapan dan belakangnya.
• Menutup kelemahan guru agar tidak didedahkan tanpa keperluan.
• Mendoakan kebaikan baginya.

Adab Guru Terhadap Murid
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hak-hak penganutnya, sangat toleran
terhadap keozoran, disiplin terhadap keluasan dan tegas terhadap pelanggaran. Itulah kenapa
Islam disebut Rahmatan lil’alamin. Islam merupakan agama dengan penganut paling banyak di
seluruh penjuru bumi, oleh karena itu islam perlu mengatur bagaimana cara hambanya menjalani
kehidupan di antara sesamanya. Di saat bergaul dan menjalani kehidupan di antara sesama, ada

satu keharusan yang disebut Adab, dengannya seorang manusia bisa menjaga sikap, setidaknya
untuk tidak menyakiti.
Menurut iman Al- Ghazali, Adab adalah : " Adab atau Akhlak adalah suatu ibarat kepastian
mengenai unsur yang konkrit di dalam diri, yang oleh karenanya , lahirlah tingkah laku secara
spontan". Merealisasikan Akhak dalam kehidupan merupakan suatu keharusan, begitupun
tingkah laku spontan bisa dikontrol, untuk mengontrol dan merealisasikan adab di perlukan suatu
ketetapan, disebut ilmu. Misalnya, kita perlu tahu apa yang tidak disukai seseorang, maka di saat
kita berada di sampingnya, maka harus dijahui. Seorang pelajar, sudah pasti harus punya adab
tersebut, karena kalau tidak, dia tidak pantas menyandang gelar pelajar, terutama adab dengan
Gurunya. Begitupun dengan Guru, selain sebagai seorang manusia yang biasa menjalani
kehidupan sosial, karena statusnya itu, Guru tentu punya kelakuan khusus, terutama dengan para
pelajarnya, alasannya sederhana, karena guru adalah panutan dimana setiap tingkah lakunya,
gerak geriknya, ucapannya akan jadi contoh yang utama bagi murid-muridnya, seandainya
panutan tersebut tidak baik, maka rusaklah keutuhan sebuah pembelajaran, rusaklah harga
2

sebuah pendidikan. Oleh karenanya, Guru harus sangat benar-benar memperhatikan
kelakuannya, terutama dengan muridnya, diantara adab dan kelakuan yang harus di punyai
seorang guru diantaranya,adalah :
1. Menerima masalah yang dibawa oleh murid dan sabar dengannya.

2. Mempunya rasa kasih sayang yang tinggi, pada segala urusan, terutama yang
menyangkut dengan muridnya.
3. Di saat mau duduk, maka harus memuliakan orang yang telah duduk duluan, duduk
dengan sifat lemah-lembut beserta menundukkan kepala.
4. Tidak takabur dengan semua orang, bukan hanya dengan muridnya saja, kecuali bagi
orang yang suka melakukan aniaya, maksiat dan bangga dengan hal tersebut, boleh
takabur dengan mereka untuk menolak kedhaliman atau kemaksiatan orang tersebut,
karena takabur kepada orang yang takabur adalah sedekah, sebagaimana tawadhu’ dengan
orang yang tawaddu’, karena sebagaimana dimaklumi bahwa orang yang berbuat aniaya
itu adalah orang yang takabur.
5. Mendahulukan sifat tawadhu’ di saat berkumpul dengan orang banyak, supaya diikuti
oleh mereka.
6. Meninggalkan bermain-main, bercanda dan bersendau-gurau dengan orang banyak dan
terutama dengan muridnya, karena dapat meruntuhkan martabatnya dan penghormatan
murid terhadapnya.
7. Lemah-lembut saat mengajar, terhadap murid yang kurang IQ-nya, murid yang tidak
bagus saat mengajukan pertanyaan, murid yang kurang memahami pelajaran, dan
sebagainya, maksudnya membaguskan perkataan atau tingkah laku, karena itu akan
membantu dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan murid.
8. Memberi perhatian lebih kepada murid yang bodoh di saat mengajar.

9. Jangan sekali-kali menyindir apalagi sampai marah terhadap murid yang bodoh tadi,
karena kebodohannya.
10. Tidak boleh malu dan takut mengatakan “ saya tidak tahu” atau “ Wallahu ‘alam” apabila
ada satu-satu masalah yang tidak diketahuinya atau kurang jelas maksudnya, karena
tersebut dalam satu riwayat hadis, bahwasannya nabi SAW. Pernah ditanyai oleh seorang
laki-laki, tentang negeri yang paling buruk, kemudian nabi menjawab, “ saya tidak tahu,
saya akan tanyakan kepada jibril ”, kemudian nabi menanyakan hal tersebut kepada jibril
As, jibril menjawab “ saya tidak tahu, saya akan tanyakan kepada Allah SWT”.
11. Ikhlas dan sungguh memperhatikan pertanyaan dari murid, memahami dengan sebenarbenarnya agar bisa dijawab dengan benar dan tepat.
12. Menerima kebenaran di saat berdiskusi atau berdebat, walau itu datang dari lawannya,
karena mengikut yang benar hukumnya wajib.
13. Jangan takut mencabut pernyataan atau i’tikad yang nyata salah pada kemudian hari,
sekalipun kebenaran itu datang dari orang yang derajatnya lebih rendah.
14. Menegah murid yang mempelajari ilmu yang dapat memudharatkan agama murid itu,
atau lainnya, seperti ilmu sihir, ilmu nujum (perbintangan), peramalan dan lain
sebagainya.
15. Menegah murid yang berencana menuntut ilmu, bukan karena Allah SWT. Atau bukan
karena negeri akhirat.
3


16. Menegah murid mempelajari ilmu yang bersifat fardhu kifayah sebelum selesai dari ilmu
yang bersifat fardhu ‘ain. Fardhu ‘ain yang untuk kemashlahatan dhahir dan bathin si
murid, maksudnya, dengan fardhu ‘ain tersebut murid bisa mengerjakan seluruh amalan
yang diperintahkan kepadanya dan menjahui segala larangannya.
17. Segala sesuatu yang diajarkan oleh guru, harus dikerjakan oleh dirinya sendiri terlebih
dahulu, sebelum diajarkan kepada orang lain, supaya orang lain tersebut bisa
mengetahuinya dari perbuatan guru itu terlebih dahulu, sebelum mendengar langsung dari
mulut gurunya, karena pengetahuan yang timbul dari perbuatan lebih kuat pengaruhnya
dari pengetahuan yang timbul dari perkataan.
Demikianlah beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, sebagaimana yang
disebutkan oleh imam Al-Ghazali dalam kitab beliau, Muraqi ‘Ubudiyyah. Apabila pada
seorang guru belum mampu mengamalkannya, maka belum pantas disebut sebagai seorang
guru, atau syara’ tidak menganggapnya sebagai seorang guru, dan segala sesuatu yang
diajarkannya, tidak akan menemui keberkahan, sepanjang hidupnya.wallahu ‘alam.

Adab Kepada Orang Tua
Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:
1. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam atau tidak menyenangkan
2. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua
Dalil kedua ada di atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai

bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disebutkan di
dalamnya:
‫ وما ي دحح ددون إليه النظرر؛ تعظيمما له‬، ‫وإذا تك رل د ررم رخرفدضوا أصوارتهم عنرده‬
“jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan
mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” (HR. Al
Bukhari 2731).
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan
bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.
Maka dari hadits ini merendahkan suara dan tidak memandang dengan tajam merupakan akhlak
yang mulia dan sikap penghormatan yang tentu sangat layak untuk kita terapkan kepada orang
tua. Karena merekalah orang yang paling layak mendapatkan perlakuan yang paling baik dari
kita. Sebagaimana telah dijelaskan pada materi sebelumnya.

4

3. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata
Diantara adab yang mulia kepada orang tua adalah tidak mendahului mereka dalam berkata-kata
dan mempersilakan serta membiarkan mereka berkata-kata terlebih dahulu hingga selesai.
Lihatlah bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau berkata:
:‫ت أن أقورل‬

‫ فأرد د‬، ‫ مثدلها كرمثحل المسلححم‬،‫جرمة‬
‫ك درنا عنرد ال درنبحدي ص د رلى اللده علي يحه وسل د ررم فأتري حب د‬
‫ إ درن مرن ال د رشجرحة ش ر‬:‫ فقارل‬،‫ج درمارر‬
‫ر‬
‫ر‬
‫ هري ال درنخلدة‬:‫ فقارل ال درنب دي صدلى اللده علي يحه وسل درم‬،‫ت‬
‫ فرسك د‬،‫ فإذا أنا أصغدر القوحم‬،‫هري ال درنخلدة‬
“kami pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda:
‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata:
‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka
aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada
orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma’” (HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).
Ibnu Umar radhiallahu’anhuma melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih
tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada
orang tua.
4. Tidak duduk di depan orang tua sedangkan mereka berdiri
Dalilnya hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:
‫ت إلينا فرآنا قيامما‬
‫ فالتف ر‬,‫ وأبو بكرر ي ديسحمدع النارس تكبيرره‬,‫اشتكى رسودل اللحه صلى الله عليه وسلم فصلينا ورارءه وهو قاعدد‬
‫ يقومون على ملوحكهم وهم‬,‫ إن كددتم آنمفا لتفعلون فعرل فاررس والروحم‬:‫ فلما سل د ررم قال‬.‫ فصلينا بصلحته قعومدا‬,‫فأشار إلينا فقعدنا‬

‫ إن صلى قائمما فصلوا قيامما وإن صلى قاعمدا فصلوا قعومدا‬.‫ ائتموا بأئ درمحتكم‬.‫ فل تفعلوا‬.‫قعودد‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaduh (karena sakit), ketika itu kami shalat
bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar
memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka
beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami
untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika beliau
mengucapkan salam, maka beliau bersabda, ‘kalian baru saja hampir melakukan perbuatan
kaum Persia dan Romawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam
keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya. Berimamlah dengan imam kalian. Jika
dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia
shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk” (HR. Muslim, no.
413).
Para ulama mengatakan dilarangnya hal tersebut karena merupakan kebiasaan orang kafir Persia
dan Romawi. Maka hendaknya kita menyelisihi mereka.

5

5. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara
duniawi
Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi
seperti makan, minum, dan perkara lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai
kisah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang
terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah
dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:
‫ت‬
‫ت فبدأ د‬
‫ حلب د‬، ‫ت عليهم‬
‫ فإذا أرح د‬. ‫ ولي صبيدة صغادر أرعى عليهم‬. ‫ وامرأتي‬. ‫اللهدم ! إنه كان لي والدان شيخان كبيران‬
‫ت كما كنت‬
‫فحلب‬
.
‫ناما‬
‫قد‬
‫ت فوجددتهما‬
‫د‬
‫ فلم آحت حتى أمسي د‬. ‫ت يورم الشجدر‬
‫ وأنه نأى بي ذا ر‬. ‫بوالدي فسقيدتهما قبل بندي‬
‫ح‬
‫ والصبيدة‬. ‫ وأكرده أن أسقري الصبيرة قبلهما‬. ‫ أكرده أن أوقرظهما من نومهما‬. ‫ فقمت عند رؤوحسهما‬. ‫ب‬
‫ت بالحل ح‬
‫ فجئ د‬. ‫ب‬
‫أحل د‬
‫ فافريج‬، ‫ت ذلك ابتغارء وجحهك‬
‫فعل‬
‫أني‬
‫تعلم‬
‫كنت‬
‫فإن‬
.
‫ر‬
‫الفج‬
‫طلع‬
‫حتى‬
‫بهم‬
‫ودأ‬
‫دأبي‬
‫ذلك‬
‫ل‬
‫ي‬
‫يز‬
‫فلم‬
.
‫قدمي‬
‫عند‬
‫يتضاغون‬
‫د‬
‫د‬
‫د‬
‫ فرأوا منها السمارء‬. ‫ففرج اللده منه فرجمة‬. ‫ نرى منها السمارء‬، ‫لنا منه فرجمة‬
“Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki
istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai
menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang tuaku sebelum
keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali
sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka
susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka. Aku
berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan
memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah merontaronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya
Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah
bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah
yang membuat mereka bisa melihat langit darinya“.

Adab Sesama Teman
Bagaimana ajaran Allah yang tertuang dalam firmannya di dalam Al Quran al-karim dan juga
cara nabi yang menjadi kesunatan untuk dilaksanakan dalam bergaul dengan teman? Teman
dalam hal ini adalah diartikan sebagai teman sebaya. Dalam hal adab dan tata cara
bergaul dengan teman sebaya, ada etika-etika yang sebaiknya dan perlu diperhatikan.
Berikut ini adalah tuntunan dari firman Allah dalam alQuran dan juga sunnah Nabi dari Haditshadits nabi yang menerangkan tentang adab dan tata cara bergaul dengan teman sebaya. Etika
yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1. Saling Mencintai dan menyukai teman
Dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw. yang berbunyi :
‫ب لنفسه‬
‫ب لخيه مايح د‬
‫ليؤمن احدكم حدتى يح د‬
6

Artinya : tidak sempurna iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri. (HR. Bukhari)
Juga diterangkan dan dinyatakan dalam hadits yang lain yang bunyinya :
‫مثل الخوين مثل اليدين نغسل احداهما الخوي‬
Artinya : perumpamaan dua orang bersaudara adalah seperti kedua belah tangan, yang satu
membasuh yang lain. (HR. Abu Naim)
2. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa
Adab dan cara bergaul dengan teman sebaya adalah saling tolong menolong antara teman dalam
hal kebaikan dan taqwa. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya pada Al-Quran :
‫عرلى ٱلدحإثدحم روٱلددعددوروحن‬
‫عرلى ٱلدحبحدر روٱلتد رقد ر و ى‬
‫وى رورلا تررعارودنوا ي ر‬
‫روتررعارودنوا ي ر‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Ayat di atas juga mengandung makna anjuran dan larangan untuk tidak memberikan bantuan dan
tolong menolong dalam hal keburukan, berbuat dosa, kejelekan, maksiat dan pelanggaran yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Juga diterangkan dalam dalil hadits Nabi tentang perintah tolong menolong yang artinya :
"Jadilah kamu orang-orang yang mensyafaati orang lain terhadap dirimu, agar kamu mendapat
pahala. (HR. Abu Dawud)
3. Dilarang atau jangan mencari-cari kesalahan, keburukan atau aib orang lain
Dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, dan belum masuk iman itu dalam hatinya,
jangan kamu mengumpat orang lain, dan jangan kamu mencari-cari aib orang lain, karena
orang suka mencari-cari aib saudaranya sesama muslim itu, maka Allah akan mencari-cari
aibnya. Dan orang yang aibnya ditampakkan oleh Allah, maka akan diketahui oleh umum,
sekalipun ia bersembunyi di dalam rumah." (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim).
4. Adab Berbicara
Hendaknya berbicara dengan teman sebaya dengan lemah lembut, dengan muka yang manis,
ramah dan suka memberikan kemudahan kepada orang lain. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw :

7

‫ب الدسهل الطليق‬
‫ادن الله يح د‬
Artinya : "Sesungguhnya Allah menyukai kepada orang yang suka memberi kemudahan (kepada
orang lain) dan selalu jernih mukanya". (HR. Baihaqi).

5. Suka mengucapkan salam kepada teman
Dalam Islam memberi dan mengucapkan salam adalah salah satu kewajiban manusia di antara
sesama muslim. Memberi salam kepada orang lain, merupakan adab pergaulan yang dianjurkan
oleh Nabi Muhammad Rasulullah saw. : Sebagaimana sabda Nabi yang artinya :
"Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu
beriman, dan kamu tidak (dianggap) beriman sehingga kamu saling cinta-mencintai. Maukah
kamu kutunjukkan sesuatu yang apabila kamu mengerjakan dengan sungguh-sungguh, maka
kamu akan berkasih-kasihan? Maka mereka menjawab: mau, ya Rasulullah. Sabda beliau :
ucapkan salam di antara sesama kamu". (HR. Muslim).
Setia kawan dan berbuat dengan segala keikhlasan, termasuk di dalamnya memelihara
kehormatan saudara, menyelamatkan jiwanya, dan juga melindungi harta miliknya dari kejahatan
orang lain.
Dalil sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya :
"Barangsiapa yang menolak untuk mengaibkan kehormatan saudaranya, maka penolakannya itu
menjadi pelindung dari api neraka. (HR. Turmidi).
Hal-hal yang sebagaimana tersebut di atas adalah merupakan tata cara atau adab dalam
pergaulan dengan teman sebaya. Untuk memelihara, menjaga dan mempererat dengan sesama
teman sebaya, maka hendaknya kita perlu berpegang pada petunjuk-petunjuk Allah yang tersirat
dalam firmannya dan juga petunjuk dari Rasul Allah dalam hadits-hadits di atas tentang adab dan
tata cara pergaulan. Dengan demikian dapat tercipta pergaulan hidup sesama teman yang serasi
dan penuh kasih sayang sesuai dengan ajaran Islam.

Adab Orang Tua Kepada Anak
Banyak juga orang yang salah kaprah, menyangka putra-putrinya adalah miliknya, sehingga
bebas diperlakukan sesuka hati. Padahal sebenarnya anak hanyalah titipan Allah yang sewaktuwaktu akan kembali pada Allah. Dan sebagai titipan, tentu saja kita yang diberi amanah memiliki
kewajiban dalam menjaganya.
“Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang kepemimpinanmu… Orang
laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang
8

kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akan ditanya
tentang kepemimpinannya… [HR Bukhari juz 1, hal. 215]
Inilah 6 kewajiban orangtua pada anak yang perlu kita tanyakan ke diri sendiri sebagai bahan
introspeksi, sudahkah kita melakukannya:
1. Memilihkan ayah dan ibu yang baik untuk anak (sebelum menikah)
Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki
yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat bandel.” tuturnya kesal.
Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani
melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?”
Anak yang pintar ini menyela. “Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban
memenuhi hak anak?”
Umar ra menjawab, “Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak
terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan alQur’an.”
Dari kisah Umar bin Khaththab tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ketika hendak menikah,
jangan hanya memilih calon suami atau istri, tapi juga memilih calon ayah dan calon ibu yang
baik untuk anak kita kelak.
Jika kita tidak bersungguh-sungguh dalam mencarikan calon orangtua terbaik untuk anak kita
kelak, sama saja kita telah melanggar hak anak untuk dilahirkan dari rahim seorang ibu yang
baik, dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik dari sang ayah.
2. Memberinya nama yang bagus dan berarti baik
“Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu
sekalian, maka perbaguslah nama kalian.” (HR.Abu Dawud)
Pemberian nama yang baik untuk anak bisa dilakukan sambil melaksanakan aqiqah.
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Anak itu tergadai dengan
aqiqahnya, disembelih sebagai tebusannya pada hari ketujuh dan diberi nama pada hari itu
serta dicukur kepalanya". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 38]

“Rasulullah Saw. Diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah
nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau
mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam
nama laki-laki dan perempuan.Seperti dalam hadis yang disampaikan oleh aisyah ra.bahwa
Rasulullah Saw. Biasa merubah nama-nama yang tidak baik.” (HR Tirmidzi)
Sahabat Ummi, memberikan nama dengan arti buruk untuk anak sama saja berbuat durhaka pada
anak kita. Misalnya memberi nama anak kata-kata yang ada dalam Al Quran, tapi ternyata
artinya adalah nama neraka, atau nama setan, atau yang berarti buruk lainnya.

9

3. Memberi anak air susu ibu
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan pernyusuan.” (al-baqarah: 233)
Banyak penelitian ilmiah dan penelitian medis yang membuktikan bahwa masa dua tahun
pertama sangat penting bagi pertumbuhan anak secara alami dan sehat, baik dari sisi kesehatan
maupun kejiwaaan.
Ibnu sina, seorang dokter kenamaan, menegaskan urgensi penyusuan alami dalam
pernyataannya, “Bahwasanya seorang bayi sebisa mungkin harus menyusu dari air susu ibunya.
Sebab, dalam tindakannya mengulum puting susu ibu terkandung manfaat sangat besar dalam
menolak segala sesuatu yang rentan membahayakan dirinya.”
Jika memang air susu ibu tidak keluar, maka carikanlah ibu susu dengan akhlak yang baik
sebagaimana ibunda nabi Muhammad shalallaahu alaihi wassalaam melakukannya.
4. Mengajarkan Al Quran
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari kakek Ayub Bin Musa Al Quraisy dari Nabi saw bersabda,
“Tiada satu pemberian yang lebih utama yang diberikan ayah kepada anaknya selain pengajaran
yang baik.”
Thabrani meriwayatkan dari Jabir Bin Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Bahwa salah
seorang di antara kalian mendidik anaknya, itu lebih baik baginya dari pada menyedekahkan
setengah sha’ setiap hari kepada orang-orang miskin.”
Mengajarkan anak ayat dan juga akhlak alquran ini adalah kewajiban ibu dan bapak.
Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ali ra, “ Ajarkanlah tiga hal kepada anak-anak kalian,
yakni mencintai nabi kalian, mencintai keluarganya dan membaca al-qur’an. Sebab, para
pengusung al-qur’an berada di bawah naungan arsy Allah pada hari dimana tidak ada naungan
kecuali naunganNya, bersama para nabi dan orang-orang pilihanNya. Dan, kedua orang tua yang
memperhatikan pengajaran al-qur’an kepada anak-anak mereka, keduanya mendapatkan pahala
yang besar.”
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu.
Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. 20:132)
Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap,berbicara, dan bertingkah laku, sehingga semua
kelakuannya menjadi terpuji menurut Islam (H.R Turmuzy dari Jaabir bin Samrah)
Selain itu, orangtua juga perlu mengajarkan rasa malu sedini mungkin pada anak-anak.
Menanamkan etika malu pada tempatnya dan membiasakan minta izin keluar/masuk rumah,
terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat zhaiirah dan selepas shalat isya’.(Alqur’an surat Annuur ayat 56)
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah saw bersabda, “
perintahkanlah anak anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun, dan

10

pukullah agar mereka menunaikannya ketika berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat
tidur mereka.”
5. Memberi nafkah dan makanan halal
Memberi nafkah hanya dengan harta yang baik dan dari mata pencaharian yang halal adalah
kewajiban seorang bapak. Berdasarkan sabda Rasul saw: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan
bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia
habiskan, tentang ilmunya apa yang ia kerjakan dengannnya, tentang hartanya dari mana ia
mendapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.”
(H.R. Turmudzi)
Dan makanan yang diberikan kepada anak -anak hendaknya Makanan yang halal. Ini
berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada Sa’ad Bin Abi Waqhas, “Baguskanlah makananmu,
niscaya doamu akan dikabulkan.” Karenanya, anak dibiasakan untuk mengkonsumsi makanan
yang halal, mencari penghasilan yang halal dan membelanjakan kepada yang halal, sehingga ia
tumbuh dalam sikap sederhana dan pertengahan, terjauh dari sikap boros dan pelit.
Rasulullah Saw. Pernah mengajarkan sejumlah anak untuk berpesan kepada orang tuanya di kala
keluar mencari nafkah “Selamat jalan ayah! Jangan sekali-kali engkau membawa pulang kecuali
yang halal dan thayyib saja! Kami mampu bersabar dari kelaparan,tetapi tidak mampu menahan
azab Allah Swt. (H.R Thabraani dalam Al-Ausaath)
6. Menikahkan anak dengan calon suami/istri yang baik
Bila anak telah memasuki usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus
tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak
perlu menunggu memasuki usia senja.
Bila muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah
berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya,
sebagaimana firman-Nya, “Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang
yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika
mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada
mereka dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)

Adab Manusia Kepada Binatang
Kaum muslimin telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk berakhlak mulia kepada
siapa saja. Tak terkecuali terhadap hewan. Sebab, hewan juga merupakan salah satu makhluk
Allah yang memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik. Kecuali beberapa jenis hewan yang
memang sangat bermadharat bagi manusia.
Apalagi, hewan tersebut adalah hewan yang membantu kemaslahatan hidup. Maka sikap ihsan
kepada mereka adalah suatu kewajiban. Nah, bagaimanakah bentuk ihsan tersebut? Berikut ini
diantaranya.
11

1. Bersikap rahmah (kasih sayang) kepada mereka
Rahmah dalam pergaulan mutlak diperlukan dalam kehidupan kita. Sampai pun terhadap hewanhewan di sekitar kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Pada setiap yang mempunyai hati yang basah (hidup) itu terdapat pahala (dalam berbuat baik
kepadanya).” (HR. Al-Bukhari)
Lebih tegas lagi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang tidak berbelas kasih niscaya tidak dibelaskasihi.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Dengan lafazh perintah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Sayangilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh Yang ada di langit.” (HR.
At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash Shahihah)
Demikianlah keutamaan kasih sayang kepada makhluk lainnya. Suatu perkara yang akan
menyebabkan pemiliknya diberi pahala, dan kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Memberikan hak-hak binatang peliharaan
Termasuk dari hak binatang peliharaan adalah mendapatkan makan dan minum. Apalagi bila
hewan-hewan tersebut dikurung, diikat, dan semisalnya, yang tidak bisa mencari makan dan
minum sendiri. Maka, tidak menunaikan hak binatang atau mengurangi porsi yang semestinya
ditunaikan dalam hal ini merupakan bentuk kemaksiatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Seorang wanita masuk neraka dengan sebab kucing yang ia ikat. Ia tidak memberinya makan,
tidak pula melepaskannya agar ia dapat memakan hewan-hewan di tanah.” (HR. Al-Bukhari dari
shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma)
3. Tidak menjadikan hewan sebagai sasaran tembak/memanah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika melihat sebagian shahabat menjadikan
burung sebagai sasaran memanah, (artinya):
“Allah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran bidik.” (HR. AlBukhari, Muslim, dan Ahmad)

12

Dalam hadits lain:
“Janganlah kalian jadikan sesuatu yang memiliki ruh (makhluk bernyawa) sebagai sasaran
bidik.” (HR. Muslim dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Menjadikan hewan sebagai sasaran memanah, menembak, dan semisalnya, tanpa tujuan yang
hak merupakan bentuk kezaliman. Oleh karenanya, Allah Subhanallahu wa Ta’ala melaknat
pelakunya. Adapun dengan tujuan berburu, semisal memanah hewan yang masih liar, yang tidak
mungkin mendapatkannya kecuali dengan memanah, maka hal ini bukanlah termasuk larangan
dalam hadits ini.
4. Berbuat baik dalam menyembelih atau membunuhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu. Maka apabila
kalian membunuh, hendaklah berlaku ihsan dalam pembunuhan, dan apabila kalian
menyembelih, hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan. Hendaklah salah seorang kalian
membuat tenang sembelihannya, dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya.” (HR. Muslim)
Termasuk perbuatan baik ketika menyembelih adalah tidak mengasah pisau di depan hewan
tersebut. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang yang
meletakkan kakinya di atas perut kambing sambil mengasah pisau, sedang kambing itu
melihatnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Mengapa engkau tidak melakukannya sebelum ini? Apakah engkau hendak membuatnya mati
dua kali?” (HR. Ath-Thabarani dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan
dihasankan oleh Al Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah)
Demikian pula kita dilarang membunuh hewan dengan cara menyiksa. Seperti menusuk dengan
besi panas sampai mati, membenamkan ke dalam air, membakar, meracuni dengan gas beracun,
mencekik, dan segala perkara yang keluar dari makna ihsan dalam membunuh.
5. Tidak menyiksanya dengan cara apapun
Seperti memukuli, membebani dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksa atau
membakarnya.
Suatu ketika dalam sebuah safar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sarang semut
yang telah dibakar oleh sebagian shahabat. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Siapakah yang membakarnya?” Kami pun menjawab, “Kami, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

13

“Sesungguhnya tidak semestinya menyiksa dengan api selain Rabb pemilik api.” (HR. Abu
Dawud dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Dawud disebutkan, suatu saat Rasulullag shallallahu
‘alaihi wasallam memasuki sebuah kebun milik seorang shahabat Anshar. Di kebun itu terdapat
seekor unta, yang tiba-tiba mengeluarkan air mata ketika melihat Rasulullah shallallahu ‘alahi
wasallam. Akhirnya beliau bertanya, “Siapa pemilik unta ini?” Saat itu seorang pemuda datang
dengan mengatakan, “Saya, wahai Rasulullah.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun
menyampaikan,
“Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini? Sesungguhnya ia mengadu
kepadaku, bahwa engkau membiarkannya lapar dan terus-menerus memaksanya bekerja.” (HR.
Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah)
6. Boleh membunuh hewan yang mengganggu
Ada beberapa hewan yang diperbolehkan syariat untuk dibunuh. Hewan-hewan itu seperti anjing
buas, ular, kalajengking, tikus, gagak, rajawali, cicak/tokek, dan sebagainya. Hewan-hewan ini
adalah hewan yang bermudharat bagi manusia, atau karena suatu hikmah Allah yang tidak kita
ketahui. Oleh karenanya, demi kemaslahatan, diperbolehkan bahkan diperintahkan membunuh
hewan-hewan tersebut.
Kesimpulan
Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama,
terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia,
antartetangga, dan antarkaum. Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu
mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam. Namun,
dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dari segi kesopanan secara
umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam.

14