Menjaga Harmoni dengan Kasih Sayang
Menjaga Harmoni dengan Kasih Sayang
FAJAR KURNIANTO
“Orang-orang yang memiliki rasa kasih sayang akan dikasihi dan disayangi Allah. Kasihi
dan sayangilah makhluk-makhluk bumi, maka kalian akan dikasihi dan disayangi makhlukmakhluk langit.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar)
Apa yang seringkali hilang dari diri kita, tanpa kita sadari? Di antaranya adalah kasih
sayang dan cinta. Kita sering lupa bahwa dari agama Islam yang kita peluk banyak sekali kita
temukan perintah untuk mencintai makhluk-makhluk Allah: hewan, tumbuhan, dan sesama
manusia bahkan bumi tempat kita berpijak. Kita juga sering lalai bahwa rasa terdalam
kemanusiaan kita sebetulnya juga mendorong kita untuk mengasihi dan menyayangi makhlukmakhluk di sekitar kita.
Dalam Islam, misalnya, kita ingat sabda Nabi yang mengaitkan cinta dengan keimanan,
“Tidaklah (belumlah) salah seorang di antara kamu disebut beriman (sempurna) hingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dari Anas bin
Malik). Pada kesempatan lain, beliau mengaitkan kasih sayang Allah dengan kasih sayang kita
terhadap makhluk-Nya, “Allah tidak akan mengasihi dan menyayangi manusia yang tidak
mengasihi dan menyayangi sesamanya.” (HR. Al-Bukhari dari Jarir bin Abdullah)
Dikisahkan, Nabi mencela orang yang tidak punya rasa kasih sayang terhadap anak-anak
kecil. Abu Hurairah menuturkan, Nabi pernah mencium Husain. Ketika itu, di dekat beliau,
duduk seorang sahabat bernama Aqra bin Habis At-Tamimi. Melihat beliau mencium cucunya,
Aqra berkata, “Aku mempunyai sepuluh anak, tapi saya tidak pernah mencium satu pun dari
mereka.” Mendengar hal itu, beliau melihat ke arahnya, lalu bersabda, “Siapa saja yang tidak
punya rasa kasih sayang, maka ia tidak akan dikasihi dan disayangi.” (HR. Al-Bukhari)
Terhadap hewan, kita juga diperintahkan untuk mengasihi dan menyayangi. Ibnu Mas’ud
mengisahkan, suatu hari para sahabat bepergian bersama Nabi. Di tengah jalan, beliau
memisahkan diri untuk buang hajat. Saat itu para sahabat melihat induk burung bersama kedua
anaknya yang masih kecil. Mereka lalu mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun
mengepak-ngepakkan sayapnya, gelisah. Tatkala Nabi kembali, beliau bertanya, “Siapa yang
menyakiti burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikan anaknya kepada sang induk!”
(HR. Abu Dawud). Pada kesempatan lain, beliau melihat sarang semut terbakar. Maka beliau
bertanya, “Siapa yang membakar ini?” “Kami,” jawab orang-orang. Beliau bersabda, “Tidak
pantas kalian menyiksa makhluk dengan api, kecuali Allah (di neraka).” (HR. Abu Dawud)
Terkenallah juga kisah laki-laki yang dipuji Nabi gara-gara menolong seekor anjing yang
kehausan. Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah bersabda, “Pernah ada seorang laki-laki
bepergian jauh. Di tengah jalan, ia merasa kehausan. Tidak lama kemudian, ia menemukan
sebuah sumur, lalu turun ke dalamnya. Setelah meminum airnya, ia pun naik keluar. Tiba di atas,
seekor anjing ada di situ, menjulurkan lidahnya, mengendus-endus tanah, kehausan. Dalam
benaknya, laki-laki itu bergumam, ‘Anjing ini nasibnya sama denganku.’ Maka, ia pun kembali
turun ke dalam sumur, memenuhi sepatu kulitnya dengan air. Ia gigit sepatu itu, lalu keluar.
Selanjutnya, ia memberikannya kepada anjing itu. Atas apa yang laki-laki tadi lakukan, Allah
berterimakasih padanya dan mengampuni dosanya.” Para sahabat bertanya, “Nabi, apakah kita
akan mendapat pahala jika menolong binatang?” Beliau menjawab, “Kebaikan apa pun kepada
setiap yang punya jantung (makhluk hidup) ada pahalanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Terhadap tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, kita juga diperintahkan untuk
mengasihi dan menyayangi, tidak merusaknya. Ketika Abu Bakar mengirim pasukan di bawah
kepemimpinan Yazid bin Abu Sufyan, dia berpesan, “Aku pesankan kepada kalian hal-hal ini:
Jangan kalian bunuh wanita, bayi atau orang tua lanjut usia. Jangan kalian tebang pohon yang
sedang berbuah. Jangan kalian rusak gedung atau bangunan. Jangan kalian bunuh kambing atau
unta kecuali untuk dimakan. Jangan kalian bakar atau tenggelamkan lebah. Jangan kalian ambil
yang bukan haknya. Dan jangan kalian berkhianat.” (HR. Malik)
Allah sendiri memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim, dua nama Asmaul Husna. Kata
Ar-Rahman yang berarti Maha Pengasih dalam Alquran setidaknya disebutkan sebanyak 45 kali
di 45 ayat. Sedangkan kata Ar-Rahim yang berarti Maha Penyayang disebutkan sebanyak 34 kali
di 34 ayat. Dalam setiap awal surah Alquran selalu dimulai dengan bacaan basmalah yang di situ
tertera sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kecuali di surah At-Taubah.
Artinya, kita sesungguhnya diingatkan bahwa dalam hal apa pun prinsip kasih sayang harus kita
kedepankan atau dahulukan.
Nabi sendiri adalah rahmat bagi semesta alam, “Dan Kami tidak mengutus engkau
(Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ [21]:
107). Akar kata rahmat punya arti kasih sayang. Rahmat Allah adalah wujud dari kasih sayang-
Nya. Surah At-Taubah, misalnya, berbeda dengan surah-surah lainnya, tidak dimulai dengan
basmalah, karena isinya adalah perang. Tetapi, meski begitu, di akhir surah ini disebutkan sifatsifat Nabi yang luhur, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. AtTaubah [9]: 128)
Pendek kata, kasih sayang merupakan ajaran inti Islam. Mendorong manusia agar
mengasihi dan menyayangi makhluk Allah berarti menolak hal-hal sebaliknya. Islam melarang
sikap memusuhi, mendendam, membenci, mendengki, menyakiti, merusak, menghancurkan,
apalagi membunuh, dan seterusnya, karena semua ini berlawanan dengan prinsip-prinsip kasih
sayang dalam Islam. Nabi mengingatkan, “Janganlah kalian saling membenci, mendengki, dan
berpaling muka. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhari
dari Abu Hurairah)
Seyyed Hosein Nasr, intelektual muslim Iran, dalam bukunya, The Heart of Islam,
menyatakan bahwa tujuan agama (termasuk Islam) adalah menyelamatkan jiwa manusia,
kemudian menciptakan kedamaian dan keadilan di dalam masyarakat, sehingga orang dapat
hidup dengan baik, hidup dan mati dengan “damai”, yang makna terdalamnya berarti dalam
kondisi penuh rahmat yang mengantarkan kepada pengalaman akan kedamaian surga.
Tujuan Islam sejak awal, menurut Nasr, adalah melatih setiap individu agar peka dan
sadar akan kasih sayang dan rahmat Tuhan, menyadarkan kehidupan spiritual mereka pada sifatsifat Tuhan itu, dan merefleksikan kualitas Tuhan itu dalam bentuk kemanusiaan mereka, dalam
hubungan mereka dengan semua makhluk lain ciptaan Tuhan. Ajaran-ajaran Islam yang
termaktub di dalam Al-Qur’an secara spesifik, kata Nasr, bertujuan untuk menciptakan sebuah
masyarakat kasih sayang, yaitu masyarakat yang didasarkan bukan pada kompetisi yang kejam
dan ego individualistis, tapi pada kesadaran bahwa untuk meraih kebahagiaan yang hakiki serta
mendapat rahmat dan belas kasih Tuhan, kita harus menunjukkan kasih sayang dan kebaikan
kepada orang lain.
Ajaran Islam bukan hanya ritual ibadah, hubungan kita dengan Allah, tetapi juga ajaran
yang mengatur bagaimana hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan kita. Islam
berakar dari kata dasar “salima” yang berarti selamat. Maksudnya, Islam menuntun kita agar
selamat di dunia dan di akhirat. Selamat di dunia berarti mendorong kita untuk berupaya
menciptakan, menata dan menjaga hubungan sosial yang harmonis. Ini tidak bisa terwujud jika
kita tidak bersikap mengasihi dan menyayangi sesama. Rusak dan hancurnya harmoni sosial
terjadi manakala kita kehilangan rasa kasih sayang, harta paling berharga yang dianugerahkan
Allah dalam diri kita.
*Artikel ini dimuat di Majalah Hidayah, edisi Oktober 2012
FAJAR KURNIANTO
“Orang-orang yang memiliki rasa kasih sayang akan dikasihi dan disayangi Allah. Kasihi
dan sayangilah makhluk-makhluk bumi, maka kalian akan dikasihi dan disayangi makhlukmakhluk langit.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar)
Apa yang seringkali hilang dari diri kita, tanpa kita sadari? Di antaranya adalah kasih
sayang dan cinta. Kita sering lupa bahwa dari agama Islam yang kita peluk banyak sekali kita
temukan perintah untuk mencintai makhluk-makhluk Allah: hewan, tumbuhan, dan sesama
manusia bahkan bumi tempat kita berpijak. Kita juga sering lalai bahwa rasa terdalam
kemanusiaan kita sebetulnya juga mendorong kita untuk mengasihi dan menyayangi makhlukmakhluk di sekitar kita.
Dalam Islam, misalnya, kita ingat sabda Nabi yang mengaitkan cinta dengan keimanan,
“Tidaklah (belumlah) salah seorang di antara kamu disebut beriman (sempurna) hingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dari Anas bin
Malik). Pada kesempatan lain, beliau mengaitkan kasih sayang Allah dengan kasih sayang kita
terhadap makhluk-Nya, “Allah tidak akan mengasihi dan menyayangi manusia yang tidak
mengasihi dan menyayangi sesamanya.” (HR. Al-Bukhari dari Jarir bin Abdullah)
Dikisahkan, Nabi mencela orang yang tidak punya rasa kasih sayang terhadap anak-anak
kecil. Abu Hurairah menuturkan, Nabi pernah mencium Husain. Ketika itu, di dekat beliau,
duduk seorang sahabat bernama Aqra bin Habis At-Tamimi. Melihat beliau mencium cucunya,
Aqra berkata, “Aku mempunyai sepuluh anak, tapi saya tidak pernah mencium satu pun dari
mereka.” Mendengar hal itu, beliau melihat ke arahnya, lalu bersabda, “Siapa saja yang tidak
punya rasa kasih sayang, maka ia tidak akan dikasihi dan disayangi.” (HR. Al-Bukhari)
Terhadap hewan, kita juga diperintahkan untuk mengasihi dan menyayangi. Ibnu Mas’ud
mengisahkan, suatu hari para sahabat bepergian bersama Nabi. Di tengah jalan, beliau
memisahkan diri untuk buang hajat. Saat itu para sahabat melihat induk burung bersama kedua
anaknya yang masih kecil. Mereka lalu mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun
mengepak-ngepakkan sayapnya, gelisah. Tatkala Nabi kembali, beliau bertanya, “Siapa yang
menyakiti burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikan anaknya kepada sang induk!”
(HR. Abu Dawud). Pada kesempatan lain, beliau melihat sarang semut terbakar. Maka beliau
bertanya, “Siapa yang membakar ini?” “Kami,” jawab orang-orang. Beliau bersabda, “Tidak
pantas kalian menyiksa makhluk dengan api, kecuali Allah (di neraka).” (HR. Abu Dawud)
Terkenallah juga kisah laki-laki yang dipuji Nabi gara-gara menolong seekor anjing yang
kehausan. Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah bersabda, “Pernah ada seorang laki-laki
bepergian jauh. Di tengah jalan, ia merasa kehausan. Tidak lama kemudian, ia menemukan
sebuah sumur, lalu turun ke dalamnya. Setelah meminum airnya, ia pun naik keluar. Tiba di atas,
seekor anjing ada di situ, menjulurkan lidahnya, mengendus-endus tanah, kehausan. Dalam
benaknya, laki-laki itu bergumam, ‘Anjing ini nasibnya sama denganku.’ Maka, ia pun kembali
turun ke dalam sumur, memenuhi sepatu kulitnya dengan air. Ia gigit sepatu itu, lalu keluar.
Selanjutnya, ia memberikannya kepada anjing itu. Atas apa yang laki-laki tadi lakukan, Allah
berterimakasih padanya dan mengampuni dosanya.” Para sahabat bertanya, “Nabi, apakah kita
akan mendapat pahala jika menolong binatang?” Beliau menjawab, “Kebaikan apa pun kepada
setiap yang punya jantung (makhluk hidup) ada pahalanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Terhadap tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan, kita juga diperintahkan untuk
mengasihi dan menyayangi, tidak merusaknya. Ketika Abu Bakar mengirim pasukan di bawah
kepemimpinan Yazid bin Abu Sufyan, dia berpesan, “Aku pesankan kepada kalian hal-hal ini:
Jangan kalian bunuh wanita, bayi atau orang tua lanjut usia. Jangan kalian tebang pohon yang
sedang berbuah. Jangan kalian rusak gedung atau bangunan. Jangan kalian bunuh kambing atau
unta kecuali untuk dimakan. Jangan kalian bakar atau tenggelamkan lebah. Jangan kalian ambil
yang bukan haknya. Dan jangan kalian berkhianat.” (HR. Malik)
Allah sendiri memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim, dua nama Asmaul Husna. Kata
Ar-Rahman yang berarti Maha Pengasih dalam Alquran setidaknya disebutkan sebanyak 45 kali
di 45 ayat. Sedangkan kata Ar-Rahim yang berarti Maha Penyayang disebutkan sebanyak 34 kali
di 34 ayat. Dalam setiap awal surah Alquran selalu dimulai dengan bacaan basmalah yang di situ
tertera sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kecuali di surah At-Taubah.
Artinya, kita sesungguhnya diingatkan bahwa dalam hal apa pun prinsip kasih sayang harus kita
kedepankan atau dahulukan.
Nabi sendiri adalah rahmat bagi semesta alam, “Dan Kami tidak mengutus engkau
(Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ [21]:
107). Akar kata rahmat punya arti kasih sayang. Rahmat Allah adalah wujud dari kasih sayang-
Nya. Surah At-Taubah, misalnya, berbeda dengan surah-surah lainnya, tidak dimulai dengan
basmalah, karena isinya adalah perang. Tetapi, meski begitu, di akhir surah ini disebutkan sifatsifat Nabi yang luhur, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. AtTaubah [9]: 128)
Pendek kata, kasih sayang merupakan ajaran inti Islam. Mendorong manusia agar
mengasihi dan menyayangi makhluk Allah berarti menolak hal-hal sebaliknya. Islam melarang
sikap memusuhi, mendendam, membenci, mendengki, menyakiti, merusak, menghancurkan,
apalagi membunuh, dan seterusnya, karena semua ini berlawanan dengan prinsip-prinsip kasih
sayang dalam Islam. Nabi mengingatkan, “Janganlah kalian saling membenci, mendengki, dan
berpaling muka. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhari
dari Abu Hurairah)
Seyyed Hosein Nasr, intelektual muslim Iran, dalam bukunya, The Heart of Islam,
menyatakan bahwa tujuan agama (termasuk Islam) adalah menyelamatkan jiwa manusia,
kemudian menciptakan kedamaian dan keadilan di dalam masyarakat, sehingga orang dapat
hidup dengan baik, hidup dan mati dengan “damai”, yang makna terdalamnya berarti dalam
kondisi penuh rahmat yang mengantarkan kepada pengalaman akan kedamaian surga.
Tujuan Islam sejak awal, menurut Nasr, adalah melatih setiap individu agar peka dan
sadar akan kasih sayang dan rahmat Tuhan, menyadarkan kehidupan spiritual mereka pada sifatsifat Tuhan itu, dan merefleksikan kualitas Tuhan itu dalam bentuk kemanusiaan mereka, dalam
hubungan mereka dengan semua makhluk lain ciptaan Tuhan. Ajaran-ajaran Islam yang
termaktub di dalam Al-Qur’an secara spesifik, kata Nasr, bertujuan untuk menciptakan sebuah
masyarakat kasih sayang, yaitu masyarakat yang didasarkan bukan pada kompetisi yang kejam
dan ego individualistis, tapi pada kesadaran bahwa untuk meraih kebahagiaan yang hakiki serta
mendapat rahmat dan belas kasih Tuhan, kita harus menunjukkan kasih sayang dan kebaikan
kepada orang lain.
Ajaran Islam bukan hanya ritual ibadah, hubungan kita dengan Allah, tetapi juga ajaran
yang mengatur bagaimana hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan kita. Islam
berakar dari kata dasar “salima” yang berarti selamat. Maksudnya, Islam menuntun kita agar
selamat di dunia dan di akhirat. Selamat di dunia berarti mendorong kita untuk berupaya
menciptakan, menata dan menjaga hubungan sosial yang harmonis. Ini tidak bisa terwujud jika
kita tidak bersikap mengasihi dan menyayangi sesama. Rusak dan hancurnya harmoni sosial
terjadi manakala kita kehilangan rasa kasih sayang, harta paling berharga yang dianugerahkan
Allah dalam diri kita.
*Artikel ini dimuat di Majalah Hidayah, edisi Oktober 2012