Lupa dengan selaksa makna Teman

Lupa Teman
Sebuah sekolah di Jakarta, memiliki empat siswa yang tidak hanya berprestasi dalam
bidang akademik, namun juga dalam bidang non akademik. Keempat siswa ini pada awalnya
tidak saling mengenal. Pada awalnya, hanya Putra dan Steven saja yang saling mengenal karena
mereka mengikuti ekstrakurikuler yang sama. Pada saat yang sama, awalnya hanya Kevin dan
Alex yang saling mengenal dan dekat karena sepertinya mereka mempunyai beberapa karakter
yang sama.
Jika Putra dan Steven kurang berprestasi dalam bidang akademik, maka Kevin dan Alex
lebih menguasai bidang akademik. Namun, mereka semua aktif dalam kegiatan sekolah. Diantara
mereka tak ada yang menyangka, kedua pasang sahabat yang berbeda dapat menyatu menjadi
empat bersahabat. Seperti Putra misalnya, ia berfikir sangat tidak bisa dirinya beradaptasi dengan
orang yang jago akademiknya seperti Kevin dan Alex.
Selama setahun lebih, mereka berempat masih asyik berdua dengan temannya masingmasing. Putra dengan Steven dan Kevin dengan Alex. Persahabatan kedua pasang insan hebat ini
akhirnya mulai menyatu ketika kenaikan kelas ke kelas delapan. Dan saat kelas delapan inilah
cerita Putra dan para sahabatnya dimulai.
Putra merupakan seorang anak yang tidak terlalu pandai, namun tidak bodoh sekali. Pada
kelas tujuh, Putra merupakan Wakil Ketua OSIS di sekolahnya. Lalu, singkat cerita ia dipilih
menjadi Pelaksana Tugas Ketua OSIS di sekolahnya oleh Wakil Kepala Sekolah hingga sebulan
menjelang kelulusannya. Kesibukan berorganisasi inilah yang membuat Putra kurang berprestasi
dalam bidang akademik. Andai saja ia tidak berorganisasi, mungkin ia dapat bersaing ketat
dengan Kevin dan Alex.

Suatu hari, ketika Putra sedang belajar di kelasnya, ia dipanggil oleh Bu Welih, guru IPA
ketika Putra kelas tujuh. “Put, kamu bisa ya besok ikut lomba robotik sama Kevin dan Alex?”,
tanya Bu Welih dengan nada memohon. Putra kaget dan bingung. Dalam hatinya, tak mungkin
orang seperti dia mengikuti lomba dengan bidang robotik, sebab ia merasa tidak sepintar Kevin
dan Alex. “Waduh, kok saya bu? Saya kan ga pintar seperti Kevin dan Alex, masa saya ikut
lomba bareng mereka yang pintar bu?”, jawab Putra.
Akhirnya dengan bujuk rayu dan sedikit paksaan dari Bu Welih, Putra pun akhirnya
menuruti perintah Bu Welih. Disinilah pola pikir Putra yang berpikir bahwa anak seperti dia
tidak bisa seperti Kevin dan Alex berubah menjadi semangat yang hebat. Justru selama lomba
berlangsung, semangat Putra yang medominasi Kevin dan Alex hingga lolos ke babak semi final.
Selama perlombaan ini berlangsunglah, persahabatan antara Putra dengan Kevin dan Alex
melebihi persaudaraan.

Seiring berjalan waktu, mereka bertiga selalu nampak bersama. Dari mulai datang ke
sekolah hingga pulang sekolah, Putra, Kevin, dan Alex selalu bersama-sama. Dimana ada salah
satu diantara mereka, maka disanalah juga salah dua mereka berada. Walaupun mereka berempat
sudah saling mengenal, namun baru Putra, Kevin dan Alex saja yang nampak sangat dekat.
Namun Putra tetap dekat dengan Steven, karena Putra dan Steven adalah pengurus OSIS di
sekolah.
Hari-hari di sekolah mereka lalui bersama. Seiring berjalan waktu, tanpa mereka sadari,

mereka sudah seperti sahabat yang sudah berpuluh-puluh tahun kenal. Dalam empat sahabat ini,
hanya Putra yang berbeda. Diantara empat sahabat ini, hanya Putra yang menganut kepercayaan
Islam. Hanya Putra yang berkulit hitam. Hanya Putra yang berdarah Jawa sangat kental.
Namun, semua itu tak jadi masalah. Putra sangat senang menjadi berbeda bahkan menjadi
minoritas diantara sahabat dekatnya. Karena Putra adalah seorang anak yang sangat nasionalis. Ia
tidak pernah memandang apapun dalam berteman. Yang ia pandang hanya satu, yaitu kesetiaan
persahabatan. Begitu juga dengan Kevin, Steven, dan Alex. Mereka bertiga nyaman dengan sifat
Putra yang seperti itu.
Bagi Putra, yang terpenting dalam sebuah hubungan adalah loyalitas tanpa batas. Putra
yakin, dari loyalitas itulah sebuah hubungan akan menjadi sempurna. Putra juga selalu berusaha
untuk bersikap loyal serta royal terhadap sahabatnya. Baginya, sahabatnya itu melebihi dari uang
yang ada di dompetnya. Putra menempatkan sahabatnya tidak hanya di hatinya. Namun juga di
darah dan jiwanya.
Persahabatan mereka terus berlanjut. Hingga pada suatu hari, ada pendaftaran Latihan
Dasar Kepemimpinan Siswa bagi yang ingin menjadi OSIS di sekolahnya. Awalnya Putra tak
ingin lagi mencalonkan dirinya. Baginya, sudah cukup saja menjadi Wakil Ketua OSIS. Namun,
Putra selalu meminta pendapat sahabatnya. Ia selalu mengatakan apapun kepada sahabatnya.
Hingga akhirnya Putra pun dilema ketika mendengar pendapat para sahabatnya itu.
“Eh, kayaknya gua ga nyalon OSIS lagi deh.”, curhat Putra kepada para sahabatnya.
“Lah, kenapa?’, jawab Alex. Semua sahabat Putra merasa kebingungan dengan keputusan Putra

yang mendadak ini. Mereka kaget, seorang Putra yang sangat aktif dan vokal dalam
berorganisasi, tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya tak ingin mencalonkan diri lagi.
“Gua capek. Prestasi gua juga semakin turun.”, keluh Putra. Putra menyadari bahwa
prestasi akademiknya semakin menurun sejak terlibat kesibukan OSIS. Alex, Steven, dan Kevin
terus memaksa agar Putra mencalonkan kembali menjadi OSIS. Awalnya Putra tetap pada
keputusannya. Namun, terlintas sebuah ide dan solusi dalam pikiran Putra.
“Oke, kalo kalian pada mau gua nyalon OSIS lagi, kalo gitu, kalian juga harus ikut gua
nyalon. Lo pada nyalon, gw nyalon. Lo pada enggak, gw juga enggak.”, ucap Putra dengan
penuh keyakinan bahwa sahabatnya akan setuju dengan pemikirannya itu. Tanpa berpikir

panjang Alex berkata, “Oke kalo gitu, kita ikut.”, balas Alex. Kevin hanya mengikuti keputusan
Alex saja. Sedangkan Steven, memang dia ingin menjadi OSIS lagi. Akhirnya mereka berempat
sepakat untuk terjun ke organisasi. Inilah pertama kalinya Putra mempengaruhi para sahabatnya
untuk terjun ke organisasi. Sebelumnya Putra sudah dipengaruhi oleh Kevin dan Alex melalui
lomba robotik.
Hari pertama Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) dimulai. Seperti biasa,
mereka berempat selalu bersama-sama. Tidak banyak cerita yang mereka alami selama
mengikuti LDKS selama dua hari. Singkat cerita, setelah melaksanakan LDKS, peserta LDKS
diseleksi untuk menjadi calon Ketua dan calon Wakil Ketua OSIS. Peserta yang lolos seleksi
akan diminta membuat visi dan misi.

Ternyata, dari mereka berempat, hanya Putra dan Alex yang lolos seleksi. Alex dan Putra
pun menjadi kandidat calon. Walaupun sama-sama menjadi kandidat calon, tetapi mereka tidak
berpasangan. Putra kaget namun senang ketika mengetahui bahwa sahabatnya sendiri menjadi
lawan kandidatnya. Putra juga bangga bisa membuat sahabatnya menjadi calon kandidat di
pemilihan OSIS.
Ada tiga calon kandidat dalam pemilihan kali ini. Selain Alex dan Putra, ada Prinsca
sebagai calon kandidat ketiga. Pemilihan pun berjalan walaupun dengan cara yang kurang
demokratis. Penghitungan suara juga tidak dilakukan secara terbuka seperti tahun lalu. Hasil
pemilihan yang tidak demokratis dan tidak transparan itu memenangkan Prinsca sebagai Ketua
OSIS. Alhasil, Putra mendapat jabatan sebagai Sekretaris OSIS dan Alex menjadi Bendahara
OSIS.
Setelah resmi menjadi pengurus OSIS, disinilah kedekatan Steven mulai nampak. Dulu
yang biasanya hanya nampak bertiga, sekarang mulai lebih lengkap lagi. Kemana-mana selalu
berempat. Popularitas mereka berempat di sekolah seketika melonjak tinggi. Banyak orang
menilai mereka adalah sebuah gabungan kekuatan yang sempurna. Sebuah kelompok anak yang
berisi bukan hanya anak pintar akademik namun cerdas dalam berbagai bidang.
Mereka berempat merupakan ahli dalam beberapa bidang pelajaran akademik. Seperti
Putra misalnya, ia ahli dalam bidang IPS dan Bahasa Indonesia. Steven juga ahli dalam bidang
Bahasa Inggris. Kevin yang ahli dalam bidang IPA dan Alex yang mahir dalam bidang
Matematika. Mereka berempat merupakan satu kekuatan yang menyatu. Tak heran jika prestasi

mereka berempat mendapat sorotan mulai dari sesama murid, para guru, hingga kepala sekolah.
Keseharian mereka hanya mengurus dua hal. Hal yang pertama, mereka mengurus
prestasi mereka berempat. Hal yang kedua yang lebih berat adalah mereka mengurus OSIS.
Segala kegiatan yang belum pernah dilakukan oleh OSIS tahun lalu, mereka adakan. Keaktifan
mereka berempat, terutama Putra, membuat Prinsca, Ketua OSIS menjadi tidak difungsikan.
Setiap kali sekolah membutuhkan sesuatu, yang dipanggil adalah OSIS. Namun, yang dimaksud
OSIS adalah Putra, Steven, Alex, dan Kevin.

Seiring berjalan waktu, Wakil Kepala Sekolah, Ibu Lilis secara tersembunyi mengangkat
Putra sebagai Pelaksana Tugas Ketua OSIS. Berbagai misi dan tugas dari sekolah, selalu mereka
berempat yang melaksanakan. Di genggaman tangan mereka berempat, OSIS menjadi sangat
aktif dan mendapatkan tingkat kepercayaan murid tertinggi sepanjang sejarah sekolah itu. Tidak
hanya mengadakan kegiatan yang meriah dan lain dari pada yang lain, namun OSIS di
genggaman mereka berempat juga ikut menuntaskan berbagai macam kasus yang ada di sekolah.
Dan karena mereka berempat yang memiliki kecerdasan, untuk pertama kalinya OSIS
menjadi pengharum bagi nama baik sekolah. Pihak sekolah merasa senang dengan mereka
berempat. Saking senangnya, Bu Lilis sampai berkata, “Kira-kira setelah kalian lulus, masih ada
ga ya yang kayak kalian?”, ujar Bu Lilis seakan-akan tak ingin kehilangan mereka pada tahun
depan.
Kenaikan kelas pun tiba. Putra merasa hanya Steven, Alex dan Kevin sahabat sejatinya.

Steven yang misterius namun tegas dalam bersikap serta sangat berani. Alex yang humoris dan
periang. Serta Kevin yang pintar dan bijak. Semuanya membuat diri Putra semakin lengkap. Dan
membuat keberadaan Putra di OSIS menjadi semakin kuat.
Akhirnya, Putra berpikir bahwa, Steven, Alex dan Kevin tidak bisa masuk sekelas dengan
dia di kelas sembilan nanti. Karena Steven, Alex dan Kevin pasti di kelas A karena mereka non
muslim. Putra pun punya ide. Ia membicarakan ide ini kepada Wakil Kepala Sekolah, Ibu Lilis.
“Bu, boleh ga bu saya sekelas sama Steven, Alex, dan Kevin di kelas A?’, ujar Putra memohon.
“Bisa, boleh, dengan catatan kamu harus tetap berprestasi karena kelas A kelas unggulan.”,
jawab Bu Lilis. “Ok bu, terima kasih.”, jawab Putra dengan senang.
Tahun ajaran baru dimulai. Tahun ini saatnya angkatan Putra melaksanakan Ujian
Nasional. Walaupun Ujian Nasional sudah di depan mata, mereka berempat tetap saja aktif
dengan kesibukan mereka di OSIS. Tidak ada guru yang protes memang, karena para guru dan
kepala sekolah percaya mereka berempat anak yang hebat.
Namun, ada satu kebiasaan mereka berempat yang harus mereka kurangi di kelas
sembilan ini. Yang biasanya mereka hampir tiap akhir pekan jalan-jalan rekreasi ke berbagai
tempat atau hanya sekedar nonton bioskop bersama adik kelas, kini mereka tak bisa melakukan
rutinitas akhir pekan itu lagi. Semakin mereka sibuk, semakin mereka bersama. Semakin kuat
pula pershabatan mereka.
Hingga pada akhirnya, saat LDKS tiba untuk regenerasi pengurus OSIS. Semua
persiapan untuk LDKS tahun ini sudah disiapkan oleh Putra, Steven, Alex, dan Kevin. Namun

persiapan mereka sia-sia karena ada suatu hambatan. Mereka berempat kecewa, namun
kekecewaan mereka dapat diminimalisir oleh Bu Lilis.
Alhasil, karena LDKS gagal, mereka masih harus sibuk menjadi OSIS. Padahal dua bulan
kemudia mereka sudah harus mengikuti Ujian Nasional. Akhirnya, Bu Lilis mengambil langkah

agar segera diadakan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Dengan berat hati, Putra dan
kawan-kawannya mengikuti perintah Bu Lilis. Pemilihan pun berjalan dengan lancar. Dan
seminggu setelah pemilihan, Putra, Steven, Alex dan Kevin pun selesai mengabdi kepada
sekolah sebagai pengurus OSIS. Ini saatnya mereka fokus dengan Ujian Nasional.
Dua bulan menjelang Ujian Nasional adalah waktu yang cepat. Tapi tidak jika dalam
waktu dua bulan, terjadi konflik. Lepas dari urusan OSIS, persahabatan mereka berempat diterpa
ujian. Kelas 9A mengalami konflik. Konflik ini berawal dari Leni yang menghasut Nugi. Jadi,
dalam kelas 9A, ada beberapa kelompok teman bermain. Awalnya, Putra, Steven, Alex dan
Kevin sering bermain dengan Olivia, Marlina, Zulfa, Nugi, Kaleb, Mika, dan Daniel.
Kelompok bermain Putra awalnya kedatangan seseorang bernama Leni. Awalnya Putra
sudah menduga bahwa kehadiran Leni adalah awal dari musibah ini. Ternyata, Leni menyukai
Nugi. Namun, karena Zulfa dan Nugi nampak dekat, walaupun hubungannya hanya sahabat.
Kedekatan mereka sebagai sahabat membuat Leni cemburu dan menghasut Nugi dan memfitnah
Zulfa. Konflik pun terjadi dan semakin panas ketika Leni membawa segerombolan teman
bermainnya yang berisi anak buangan yang tak berprestasi.

Akhirnya, dalam kelas 9A terbentuk dua kubu. Kubu Zulfa dan kubu Leni. Putra yang
berposisi sebagai Sekretaris Kelas, membela kubu Zulfa yang berisi kelompok bermainnya yaitu
Olivia, Marlina, Steven, Kevin, Daniel, Mika, Kaleb. Namun Putra berpura-pura netral. Karena
posisinya sebagai Sekretaris Kelas dan Zulfa merupakan Wakil Ketua Kelas. Putra pun penasaran
dengan tanggapan Alex, sang Ketua Kelas.
Ternyata Alex memilih membela kubu Leni, karena ternyata sebelum Putra menanyakan
tanggapan Alex soal konflik ini, Alex sudah dipengaruhi oleh Leni dan kawan-kawannya. Putra
sang Sekretaris hanya bisa terdiam dan segera memberi tahu kepada kubu Zulfa bahwa sang
Ketua Kelas berpihak pada yang salah. Pada konflik inilah sudah jelas nasib persahabatan
mereka berempat.
Yang membuat persahabatan mereka lebih renggang lagi adalah ketika teman Leni, Agnes
dari kelas C, menyukai Alex dan terus berusaha mendekati Alex. Agnes memiliki sifat yang beda
tipis dengan Leni. Seorang perempuan yang malas dan tidak berprestasi. Ternyata, sikap Alex
membela kubu Leni di kelas 9A menjadi kesempatan bagi Agnes untuk lebih mendekati Alex.
Kian lama, Alex lebih sering bermain dengan Leni dan Agnes serta kawan-kawannya.
Steven, Kevin, dan Putra dilupakannya. Awalnya hanya Kevin yang merasa dilupakan oleh Alex.
Karena Kevin dan Alex sudah kenal sejak kelas tujuh. Dan Kevin juga sering membantu Alex
dalam hal pelajaran dan tugas. Namun setelah sudah sangat jelas bahwa Alex telah lupa teman,
semua kubu Zulfa merasa dilupakan.
Namun Putra belum merasa dilupakan. Steven juga sepertinya belum merasa dilupakan.

Karena Putra dan Steven masih berhubungan baik walaupun mulai agak renggang. Namun, Putra

masih tak percaya dan heran dengan sikap Alex yang berubah secara signifikan. Putra masih tak
percaya dengan sahabatnya itu. Walaupun Putra sudah menduga bahwa yang tadinya berempat
akan tersisa menjadi bertiga.
Akhirnya, karena penasaran, Putra pun ikut bermain bersama Alex dan Agnes serta
teman-temannya Agnes. Menurut Putra, memang beda rasanya berteman dengan orang berandal
dan berteman dengan orang alim. Walaupun tidak nyaman bermain bersama Agnes, Putra tetap
berpura-pura karena masih penasaran dengan sikap Alex.
Seiring berjalan waktu, Putra tambah yakin bahwa Alex memang telah berubah. Tapi
Putra tetap bersikap seperti biasa pada Alex. Akhirnya Putra memutuskan untuk tidak bermain
dengan Alex dan Agnes serta kawan-kawannya lagi. Karena sudah jengkel dengan Alex yang
lupa teman, akhirnya Putra, Steven, Kevin, dan kubu Zulfa lebih memilih fokus untuk
menghadapi Ujian Nasional.
Detik-detik menjelang Ujian Nasional, hubungan antara Putra, Steven, Kevin, Zulfa,
Olivia, dan Marlina dengan Alex, semakin dingin. Bertegur sapa pun sudah tidak lagi. Bahkan
ketika Wali Kelas 9A, Pak Timo bertanya, “Alex mana?”. Olivia menjawab, “Bapak, yang dicari
Alex terus.”, dengan nada agak menyindir. Jawaban Olivia membuat Pak Timo terdiam.
Ujian Naional telah berlalu. Putra, Steven, Kevin, Mika, Olivia, Marlina dan
berencana liburan ke TMII tiga hari setelah Ujian Nasional selesai. Mereka bertujuh

merencanakan semuanya. Untuk perjalanan mereka. Masing-masing dari mereka juga
menyiapkan segala hal yang ingin dibawa. Mereka bertujuh sepakat untuk berangkat ke
pada hari Senin supaya tidak ramai.

Zulfa
telah
telah
TMII

Pada Sabtu malam, Bu Lilis menghubungi Putra melalui pesan singkat di Whatsapp. Bu
Lilis meminta agar Putra datang ke sekolah pada hari Senin untuk membahas soal pelepasan
yang sudah diwacanakan sejak sebelum Ujian Nasional bersama para Ketua Kelas. Namun, Putra
menolaknya dengan keras dan tegas. Bu Lilis merasa marah dan kecewa lalu menanyakan
kepada Putra mengapa ia tak mau.
Alasan pertama Putra adalah karena ia sudah janji dengan para sahabatnya untuk berlibur
ke TMII pada hari Senin. Alasan kedua Putra, karena Putra merasa, dengan ikut serta dirinya
dalam acara pelepasan, akan membuat tidak senang orang-orang yang tidak suka dengan Putra.
Setelah berdebat panjang melalui pesan di Whatsapp, Putra mengusulkan agar dirinya digantikan
oleh Alex. Bu Lilis menerima usul itu dengan rasa kecewa dan marah besar dengan Putra.
Sebenarnya ada kekecewaan di hati Putra. Dulu, Prinsca, Ketua OSIS, menunjuk Putra

sebagai Ketua Panitia Pelepasan. Namun, secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada Putra,
Prinsca membentuk panitia sendiri dengan Alex ketuanya. Namun Putra tetap berlapang dada. Ia
lebih memilih berlibur bersama sahabatnya dibanding memperebutkan jabatan Ketua Panitia
Pelepasan.

Kedekatan Alex dengan panitia lainnya, membuat Alex semakin lupa teman. Putra sudah
mulai tak peduli. Walaupun banyak sahabat Putra yang mengatakan bahwa Alex tidak tahu
terima kasih kepada Putra. Karena berkat Putra, Alex bisa menjadi seperti itu. Namun, Putra
senang dapat membuat orang lain menjadi hebat dan sukses walaupun orang itu lupa dengannya.
Pengumuman hasil Ujian Nasional pun tiba. Dan Olivia menjadi juara 1 Ujian Nasional
di sekolah itu. Putra dan kawan-kawan kubu Zulfa merasa senang, karena juara 1 Ujian Nasional
diraih oleh kubu mereka. Ini menunjukkan bahwa kubu mereka yang terbaik dan dapat
membanggakan sekolah. Sementara Alex, jangankan mengalahi Kevin, bahkan hasil Ujian
Nasional Alex masih di bawah Putra. Bagi Putra, ini tamparan keras tapi halus untuk Alex.
Semua ini memang tak disangka bagi Putra. Alex yang humoris, periang dan memiliki
canda khas tersendiri, yang membuat Putra tidak dapat marah walaupun Alex terlambat ketika
dibutuhkan dapat berubah dengan sekejap. Semuanya tidak pernah terpikirkan oleh Putra bahwa
akan terjadi seperti ini.
Akhirnya, ternyata Putra, Kevin, dan Marlina, bertemu dengan Alex kembali di SMA.
Dan pada akhirnya, teman yang sudah lupa itu tidak dapat mengingat temannya lagi. Walaupun
mereka berasal dari SMP yang sama, namun di SMA mereka bagaikan orang yang baru kenal.
Putra bermain dengan Kevin dan Marlina seperti biasa di SMP dulu. Sedangkan Alex asyik
dengan teman barunya. Walaupun Putra, Kevin dan Marlina berbeda sekolah dengan Steven,
Kaleb, Mika, Olivia dan Zulfa, namun mereka tetap berhubungan baik dan semakin erat
persahabatan mereka hingga nanti mereka menceritakan persahabatannya kepada anak cucu
mereka.