KOMUNITAS ASEAN 2015 TANTANGAN UNTUK MEN

KOMUNITAS ASEAN 2015: SUATU TANTANGAN BAGI PEMUDA
DALAM MENJAGA KULTUR & BAHASA

KETUT GEDE WIGUNA*
(*)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Udayana

Satu visi, satu identitas dan satu komunitas. Kalimat tersebut merupakan slogan
yang terus disosialisasikan pemerintah dalam menyongsong komunitas ASEAN 2015.
Publikasi dan sosialisasi tersebut dilakukan sebagai upaya menginformasikan dan
menyiapkan SDM Indonesia agar dapat bersaing dalam era intergrasi wilayah yang erat
kaitanya dengan kebebasan dan globalisasi dalam segala sektor di kawasan Asia
Tenggara. Keberadaan komunitas ASEAN 2015 akan mengakibatkan interaksi
masyarakat Asia Tenggara tidak akan dihalangi oleh batasan-batasan negara lagi, oleh
karena hal tersebut kultur budaya khususnya bahasa Indonesia akan mulai hilang sebab
bahasa interaksi yang dipakai adalah bahasa Inggris yang notabena menjadi bahasa
dalam pergaulan internasional. Permasalahan ini tentunya akan mengakibatkan sedikit
demi sedikit keberadaan serta eksistensi bahasa Indonesia di Negara kita terpingirkan.
Karena hal tersebut pula, kultur identitas dan budaya kita juga perlahan akan hilang dan
nantinya akan diganti oleh identitas baru, yakni identitas sebagai masyarakat ASEAN.

Menurut sejarahnya, perbincangan mengenai integrasi kawasan ASEAN mulai
tercetus atas dasar keinginan bersama meningkatkan pertumbuhan dalam segala sektor
lewat interaksi tanpa batas antar negara-negara anggota ASEAN. Cita-cita ini akhirnya
bisa diwujudkan dengan kesepakatan Bali Concord I & II tahun 2003. Hasil dari
kesepakatan tersebut adalah kesatuan tekad mewujudkan integrasi kawasan melalui

komunitas ASEAN yang terdiri dari tiga pilar didalamnya, antara lain: pilar komunitas
politik keamanan, pilar komunitas ekonomi dan pilar sosial budaya (1). Tiga pilar tersebut
menekankan pada interaksi kerjasama tanpa batasan wilayah di kawasan Asia Tenggara.
Secara prinsip, hal ini akan mempengaruhi segala sektor kehidupan bangsa kita. Bahasa
bangsa serta budaya luhur kita akan menjadi sektor yang akan sangat terpengaruh oleh
adanya komunitas ASEAN 2015 ini. Selain itu melihat waktu diberlakukanya kebijakan
ini pada tahun 2015, menjadikan kesiapan masyarakat akan sulit ditumbuhkan, akan
tetapi hal ini bisa pula menjadi pacuan bagi masyarakat Indonesia khususnya kaum
pemuda untuk bertindak cepat dan responsif untuk saling mempersiapkan diri
menghadapi komunitas ASEAN 2015 mendatang.
Dalam keadaan seperti ini, kita akan dihadapkan kepada dua pilihan. Pilihan
pertama yakni menuruti arus komunitas ASEAN dan membentuk identitas baru, atau
pilihan kedua yakni melawan arus tersebut dengan tetap menjaga identitas dan bahasa
bangsa kita. Namun bila kita cermati lebih jauh, terdapat pilihan alternatif yang bisa

mengakomodasi eksistensi identitas dan budaya kita tanpa harus menolak secara penuh
komunitas ASEAN 2015 tersebut. Pilihan alternatif itu adalah, kita sebagai subjek
dalam komunitas ASEAN 2015 harus bisa berpandangan global namun tetap menjaga
eksistensi bahasa dan budaya kita dengan pemahaman diri tanpa menghapus identitas
awal kita sebagai bangsa Indonesia. Gagasan tersebut merupakan gagasan dasar yang
perlu diterjemahkan menjadi langkah implentatif guna menyongsong penerapan
komunitas ASEAN 2015.
Guna menjawab tantangan dari komunitas ASEAN 2015, kita harus bisa
memberdayakan pemuda Indonesia untuk menjadi agen yang dapat menjaga eksistensi
bahasa terlebih lagi kultur bangsa saat penerapan komunitas ASEAN 2015 tersebut.

Karena menurut rilis data Badan Pusat Statistik terbaru tahun 2010, piramida penduduk
Indonesia menunjukan komposisi penduduk pemuda, dengan rentang umur 19-30 tahun
sangat besar(2). Oleh sebab itu, pemuda adalah subjek yang paling tepat untuk menjadi
agen pertahanan bahasa dan kultur bangsa dalam menyambut komunitas ASEAN 2015.
Namun apabila saat ini melihat tren prilaku pemuda menurut riset Megawangi Ratna,
pemuda Indonesia cenderung mulai apatis terhadap budaya luhur bangsa dan sangat
mudah terpengaruh budaya luar akibat dari globalisasi informasi.(3)
Sebelum mencari langkah implementatif dari gagasan alternatif awal, kita harus
bisa memobilisasi pemuda dan mengarahkan pemikiran mereka agar tidak lagi bersikap

apatis terhadap budaya asli bangsa kita. Cara untuk mulai mempengaruhi dan mengubah
sifat apatis dari mayoritas pemuda Indonesia adalah pendekatan personal serta
pencitraan kebanggaan terhadap budaya dan bahasa bangsa melalui media elektronik.
Dua langkah awal tersebut akan bisa menjadikan pemuda Indonesia lebih siap dan sadar
dalam rangka menjaga bahasa serta akar kultur budaya dalam gempuran globalisasi
masif akibat dari penerapan komunitas ASEAN 2015.
Apabila sudah terjalin kesatuan sikap dari pemuda untuk menjaga bahasa dalam
arena komunitas ASEAN 2015, maka kita harus menyusun serta melaksanakan langkah
implementatif dari gagasan yakni berpandangan global namun tetap menjaga eksistensi
bahasa dan budaya kita dengan pemahaman diri tanpa menghapus identitas awal
sebagai bangsa Indonesia. Sesuai dengan teori integrasi regional yang dikemukakan
oleh Claude (1967) bahwa integrasi regional yang terjadi akan mentransformasi budaya
baru oleh karena keadaan yang bebas atau liberal (4). Teori ini semakin memperkuat
persepsi dasar bahwa komunitas ASEAN 2015 akan sedikit membahayakan bagi budaya
bangsa kita yang telah ada secara turun temurun. Namun sikap mempertahankan budaya

atau konservatisme adalah hal yang tidak rasional lagi dalam kehidupan masyarakt
global seperti sekarang ini. Maka dari hal tersebut, dalam menghadapi komunitas
ASEAN 2015, kita harus bisa bersikap relevan untuk menjadikan budaya kita terimbas
namun tetap adaptatif terhadap pengaruh luar serta tidak bertentangan dengan akar

budaya kita.
Langkah mempertahankan bahasa serta budaya secara kongret dalam arena
komunitas ASEAN 2015 dapat diklasifikasikan menjadi dua , yakni langkah internal
dan eksternal. Langkah internal dalam hal ini maksudnya adalah pemahaman, pola pikir,
tindakan dari individu yang harus berorientasi kepada sikap emansipatif terhadap
budaya serta bahasa Indonesia dalam pergaulanya. Sedangkan langkah eksternal
maksudnya adalah langkah pemuda sebagai kelompok kepentingan atau kelompok
penekan terhadap pemerintah, guna mengeluarkan peraturan serta kebijakan yang bisa
memproteksi bahasa dan kultur kita.
Sebagai implementasi langkah internal, kita sebagai pemuda harus membuka
wawasan serta pemikiran. Menurut pemahaman kaum post stukturalis doktrin budaya
barat yang lebih baik dari budaya kita mengakibatkan kita selalu menganggap kita tidak
lebih baik dari masyarakat barat(5). Oleh karena hal tersebut, dalam pergaulan
internasional kita akan selalu menggunakan acuan pola masyarakat barat dalam
bertindak. Apabila dikaitkan dengan komunitas ASEAN 2015, bahasa inggris akan
dianggap sebagai bahasa yang universal dan harus dipakai dalam pergaulanya. Sikap
kita harus bisa berimbang. Walaupun harus memahami bahasa Inggris sebagai bahasa
pergaulan internasional, namun kita harus memposisikan diri agar bahasa Indonesia bisa
memiliki nilai tawar dan berguna pula dalam interaksi masyarakat ASEAN, khususnya
yang terjadi di daerah Negara kesatuan republic Indonesia. Secara tidak langsung, orang


Asia Tenggara yang ingin melakukan interaksi di wilayah Indonesia harus menghargai
bahasa kita dan sedikit tidaknya tau bahasa dan kultur kita sebagai kultur yang luhur.
Sebenarnya untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa masyarakat ASEAN
sangat memunkinkan mengingat nilai tawar Indonesia dalam segala sektor sangat
mumpuni.
Sebagai implementasi langkah eksternal, pemuda dengan porsi penduduk
terbanyak diharapkan dapat memposisikan diri sebagai kelompok penekan atau
kelompok kepentingan bagi pemerintah dalam rangka memperjuangkan kebijakan
proteksi terhadap bahasa dan kultur bangsa dalam menghadapi integrasi regional
komunitas ASEAN 2015. Memperjuangkan pengetatan kriteria rekrutmen tenaga asing,
melakukan sinkronisasi kultur dan bahasa Indonesia dalam segala lini, memperkuat
ketahanan nasional dalam bidang pendidikan dan kesehatan untuk menunjang daya
saing masyarakat dan menerapkan skala prioritas kepada masyarakat Indonesia dalam
bidang rekrutmen kerja.
Apabila langkah internal dan eksternal dari pemuda telah terimplementasi
dengan baik dan tepat, maka tidak akan ada lagi kekhawatiran dari pemuda ataupun
masyarakat Indonesia mengenai terdegradasinya bahasa Indonesia khususnya kultur
bangsa kita yang luhur dalam arena komunitas ASEAN 2015. Bahkan apabila kita tetap
bisa berpegang teguh pada langkah kita tersebut, posisi tawar Indonesia akan sangat

kuat dengan factor lain yakni sumber daya yang dimiliki bangsa ini, tidak mustahil
kultur dan bahasa kita menjadi kultur dominan dalam pergaulan masyarakat Asia
Tenggara dan bahasa Indonesia menjadi bahasa utama ASEAN. Dengan optimisme
yang kuat dan rasionalitas, kita berkeyakinan kultur dan bahasa kita akan semakin kuat
pasca penerapan komunitas ASEAN 2015.

REFRENSI PUSTAKA

(1)

Cetak biru komunitas ASEAN. 2010. Jakarta: Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN

Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia
(2)

Rilis data, sensus penduduk 2010. Laman Elektronik. Akses: http://bps.go.id. Tanggal

akses: 29 Juni 2014
(3)


Publikasi Ilmiah Megawangi Ratna. Pengaruh Globalisasi dalam kehidupan remaja.

http://www.academia.edu. Diakses 29 Juni 2014
(4)

Claude.A.,A Theory.of Political Integration, Dorsey : Homewood. 1967).

(5)

Bertens, Kees. Post strukturalis dan Filsafat Barat Kontemporer Prancis