Model Multimedia Pembelajaran untuk Anak

Model Multimedia Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan
Khusus

Dunia teknologi semakin pesat berkembang. Perkembangan
teknologi berdampak ke berbagai aspek sendi-sendi kehidupan manusia.
Mulai dari budaya, politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan aspekaspek lainnya. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Teknologi informasi
dan komunikasi membawa dampak yang cukup berpengaruh. Tidak saja
pada manusianya namun juga pada alat komunikasi yang digunakan.
Balai Pengembangan Multimedia Pendidikan dan Kebudayaan
(BPMPK) yang merupakan UPT dari Pustekkom - Kemdikbud selalu
berupaya untuk melahirkan inovasi-inovasi dan mengembangkan
program-program multimedia pembelajaran. Sudah berbagai format dan
jenis media yang pernah dikembangkan oleh BPMPK, mulai dari
teknologi rendah hingga teknologi masa kini.
Kurun waktu sekitar tahun 2009 lembaga ini mencoba untuk
mengikuti perkembangan teknologi yang sedang pesat saat itu. Salah
satunya adalah mobile learning. Konsep ini berangkat dari perangkat
telepon genggam yang semakin hari dirasakan banyak sekali manfaatnya.
Tak terkecuali sebagai penunjang proses pembelajaran. Mobile learning
sendiri cenderung menekankan pada konten pembelajaran yang dapat
diakses melalui telepon genggam.

Tahun 2009 teknologi yang berkembang saat itu adalah telepon
genggam dengan teknologi Symbian maupun Java. Kebanyakan telepon
ini ditandai dengan keyboard/papan tombol fsik yang masih sangat
kentara. Hampir semua perintah pada ponsel tersebut memiliki tombol
fsik tersendiri. Mulai dari tombol ke kanan-kiri, atas-bawah, angkaangka dan juga huruf-hurufnya. Saat itu BPMPK mengembangkan model
multimedia pembelajaran berbasis mobile learning dengan teknologi
flash-lliee. Untuk melihat dan menikmati model multimedia Flash-lliee ini
Anda dapat mengunjungi alamat link ini.
Sudah disinggung di awal tulisan ini bahwa teknologi sangat pesat
perkembangannya. Bisa dikatakan tiap detik teknologi mengalami evolusi
yang cukup signifkan. BPMPK sebagai lembaga pemerintahan yang
memiliki tugas dan fungsi mengembangkan serta memproduksi modelmodel multimedia pembelajaran senantiasa mencoba mengikuti
perkembangan teknologi tersebut.
Banyak yang mengatakan multimedia pembelajaran yang
dikembangkan hanya membidik para siswa yang memiliki fasilitas yang
memadai, sekolah yang unggul infrastrukturnya, siswa yang normal saja
dan lain sebagaianya.

BPMPK memiliki tantangan untuk mengembangkan model
multimedia pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).

Kenyataan di lapangan banyak dijumpai guru-guru SLB (sekolah luar
biasa) banyak mengalami kesulitan manakala memberikan pembelajaran
di kelas karena minimnya media untuk ABK. Kendatipun ada, media atau
alat peraga yang dimiliki juga masih sangat minim.
Tidak tanggung-tanggung dalam rangka mewujudkan model
multimedia pembelajaran untuk ABK, BPMPK menggandeng dengan
lembaga-lembaga terkait guna mencari data dan informasi mengenai
ABK.

Pra-Analisis Kebutuhan
BPMPK dalam rangka mengembangkan model multimedia memiliki
rencana dan tahapan secara sistematis dan berkesinambungan. Langkah
awal yang ditempuh oleh BPMPK bersama tim yang ada adalah studi
awal ke lapangan yakni ke Balai Pengembangan Pendidikan Khusus
& Layanan Khusus - Dinas Pendidikan & Kebudayaan Prov. Jateng
atau lebih dikenal dengan BP-Diksus.
Dari studi awal di lembaga tersebut tim pra-analisis mendapatkan
data dan informasi mengenai Anak Berkebutuhan Khusus dan berbagai
kemungkinan pengembangan model multimedia pembelajaran khusus
untuk ABK. Kepala BP-Diksus berikut dengan Kepala Seksi yang khusus

menangani ABK banyak memberikan informasi dan pemaparan terkait
ABK.
Selama ini sesungguhnya sudah ada media-media yang pernah
dikembangkan untuk ABK. Salah satunya adalah multimedia
pembelajaran interaktif (MPI) untuk ABK. Karena yang paling
memungkinkan adalah media berbasis komputer. Hal ini bukan tanpa
alasan, karena setiap anak/siswa berkebutuhan khusus ini memiliki tuna
yang beragam. Ada euna gra-iea, euna neera, euna d-aksha, euna rungu,
euna larash dan ketunaan yang lainnya. Masing-masing ketunaan memiliki
terapi dan pelayanan tersendiri. Jadi tidak bisa digeneralisasi pada saat
mengembangkan media.
Faktanya adalah dari kebanyakan guru ABK masih menggunakan
alat peraga ‘seadanya’ yang tersedia di tempat mengajar mereka. Dari
sisi sosiokultural kenyataannya banyak anak berkbutuhan khusus berasal
dari keluarga yang kurang mampu secara fnansial. Berbeda dengan
anak yang latar belakang ekonominya memadai, orang tua serangkali
memberikan fasilitas yang lengkap.
Anak atau siswa yang orang tua dengan latar belakang ekonomi
yang ‘kuat’ memiliki kemungkinan untuk mengenyam pendidikan yang
lebih dibanding dengan latar belakang orang tua dengan ekonomi lemah.


Hal ini bisa dibuktikan dengan fasilitas yang dimiliki oleh anak yang -iglevel. Orang tuanya pasti akan memberikan fasilitas penunjang
pembelajaran untuk anaknya semaksimal mungkin. Ini tidak bisa
dielakkan bahwa akan terjadi perkembangan yang berbeda di diri
masing-masing anak.

Analisis Kebutuhan
Studi awal sudah dilaksanakan dan akan ditindaklanjuti dengan
tahapan analisis kebutuhan secara lebih mendalam. BPMPK melakukan
kegiatan analisis kebutuhan model multimedia pembelajaran untuk ABK
di beberapa wilayah, diantaranya Bandung, Denpasar, Semarang,
Sidoarjo dan Yogyakarta.
Mengapa kegiatan tersebut dilakukan di beberapa tempat? Hal ini
dimaksudkan supaya dalam mengembangkan model multimedia
mendapatkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya. Wilayah
yang dipilih merupakan perwakilan yang beragam latar belakang sosial,
budaya dan kebiasaan hingga karakter daerahnya.
Dari lima lokasi yang dipilih BPMPK mengundang beberapa
komponen yang sekiranya memiliki kompetensi dan pemahaman
terhadap ABK. Komponen yang dilibatkan antara lain Dinas Pendidikan

(yang membidangi Pendidikan Khusus), Guru-guru Sekolah Luar
Biasa (SLB) dan Praktisi.
Kegiatan analisis kebutuhan berlangsung melalui stategi seperti berikut :
1. Pengarahan Kepala Dinas/ Kepala Sekolah setempat
2. Penjelasan teknis dari tim BPMPK
3. Diskusi kelompok, Focush Group Dishcushshion (FGD)
4. Kesimpuan hasil FGD.
Dinas Pendidikan (yang membidangi Pendidikan Khusus).
Dilibatkan dalam rangka memberikan informasi mengenai Anak
Berkebutuhan Khusus dalam perkembangan pada saat proses
pembelajaran.
Baik
yang
konvensional
maupun
yang
sudah
memanfaatkan media pembelajaran sebagai penunjang.
Dari pihak dinas diperoleh data secara deskriptif menerangkan bahwa :
 Selama ini siswa/guru masih menggunakan media yang sederhana/

manual. Selama ini medianya adalah buku, balok dan beberapa alat
peraga sederhana.
 Pembelajaran masih sangat klasikal dan guru merupakan kunci
dalam pembelajaran itu sendiri
 ABK mengalami kesulitan untuk berkomunikasi.
 Menyarankan kepada BPMPK pada saat membuat media
disesuaikan dengan kondisi anak.
 Menentukan ketunaan yang akan dibuatkan media.

 Menerjemahkan game/permainan/simulasi tertentu ke dalam
bentuk media yang menyenangkan.
 Materi yang dikembangkan hendaknya menekankan siswa pada
kemandirian.
Guru SLB. Dari beberapa wilayah yang hadir dalam kegiatan
analisis kebutuhan, lebih banyak peserta guru yang menangani anak tuna
grahita.
Secara umum mereka memberikan masukan sebagai berikut :
 Metode dan strategi pembelajaran ABK selama ini masih sangat
konvensional. Guru masih sering menulis di papan tulis. Metode
ceramah dan siswa pasif.

 Media yang selama ini digunakan adalah video dan audio.
 Masih banyak guru yang mengalami keadaan dimana satu guru
menangani lebih dari satu siswa/anak.
 Selama ini fasilitas dan infrastruktur masih sangat minim di
sekolah.
 Usulan media yang hendak dikembangkan  fotmat game edukasi,
berbasis komputer maupun ponsel pintar (shmarep-one).
Praktisi. Komponen peserta ini memiliki peranan yang cukup
penting dalam hal memberikan masukan dan ide-ide secara teknis. Media
akan lahir dari tangan-tangan yang ahli dibidangnya. Praktisi yang
diundang merupakan sumberdaya manusia yang memang sering
menangani hal-hal yang bersifat teknis, mulai dari bentuk dan jenis
media yang akan dikembangkan, teknologi yang hendak dipakai hingga
pada tataran operasional media.
Berikut beberapa masukan dan saran dari pihak praktisi :
 simulasi dan game, karena interaktif menstimulasi anak sehingga
tidak bosan mengandung perintah suara sebagai pemandu
 inetarksi berbasis indra yg berfungsi normal, bisa berbasis audio,
gerak, dsb bahkan bisa teknologi VR sesuai kondisi anak
 game bersifa tmengajak tingkatkan awarenes anak

 tampilan grafs sesuai ABK adalah 2D, sederhana dan colorfull
 font sederhana, warna cerah dan tegas serta sesuai layar media
yang digunakan
Analisis kebutuhan merupakan tahapan yang paling awal dalam
proses pengembangan suatu model multimedia. Berangkat dari hasil
kegiatan analisis kebutuhan tersebut, akan ditindaklanjuti ke ranah
Perancangan Desain dan Aplikasi. Tahapan perancangan juga akan
melibatkan beberapa pihak dan komponen terkait.
Dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Multimedia
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus masih belum berhenti di
sini. Masih ada tahapan Perancangan Desain dan Aplikasi, Penyusunan
GBIM (Garis-garis Besar Isi Media) hingga naskah medianya.

Tulisan ini hanya bermaksud mengantarkan pembaca maupun
calon pengguna media yang dikembangkan oleh BPMPK. Tunggu tulisan
berikutnya.
Semarang, 13 April 2017
Bentar Saputro
Sekshi Perancangan Model – BPMPK Kemendikbud