STRATEGI PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF kasdi

STRATEGI PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF

STRATEGI PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
Disampaikan pada Oreintasi Nazhir dan Pengembangan Wakaf Produktif SeKabupaten Tapin
Oleh : Eddy Khairani Z, S.Ag, M.Pd.I

A. PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir ini, wacana pengembangan wakaf secara produktif di
negeri kita cukup intensif, baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah. Hal ini dapat
dimaklumi karena prinsip dari ajaran wakaf itu sendiri berbasis pada upaya optimalisasi peran
kelembagaan Islam (Nazhir) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.1[1]
Sebagaimana diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi
wakaf kearah yang lebih fleksibel dan menguntungkan, yakni bahwa wakaf diartikan sebagai
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Perkembangan yang perlu digarisbawahi ialah kemungkinanya melakukan wakaf untuk
jangka waktu tertentu, misalnya satu atau dua tahun, dan tidak mesti untuk muabbad atau
selamanya sebagaimana yang lazim dipahami pada waktu yang lalu.2[2]
Harus diakui, berbagai upaya pengelolaan wakaf secara produktif telah dilakukan, baik
dari organisasi masa Islam, Nazhir, Perguruan Tinggi, LSM, maupun pemerintah sendiri.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya merupakan bukti bahwa pemerintah
menggarap wakaf secara serius sebagai payung hukum untuk mengembangkan perwakafan di
masa mendatang. Bahkan upaya pemerintah meregulasi peraturan terkait dengan masalah
tersebut masih terus dilakukan yang bertujuan memberdayakan lembaga-lembaga keagamaan
secara optimal untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak. Meski
upaya pemerintah tersebut perlu didukung kerja sama, sinergi, dan keseriusan semua pihak
yang terkait (stake holders) agar wakaf benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.
Jika mencermati kekayaan wakaf yang kita miliki, khususnya wakaf tanah yang
memiliki luas lebih dari 2,7 milyar meter persegi, sebenarnya kita dapat memberdayakannya
secara lebih optimal. Jumlah tanah wakaf yang apabila dikumpulkan menjadi satu melebihi
luasnya kota Jakarta merupakan potensi yang sungguh sangat besar. Tentu, tidak semua tanah
wakaf harus dikelola secara produktif, dalam arti harus menghasilkan uang, tetapi setidaknya
dari jumlah tersebut sekitar 10 persen dapat dikelola secara produktif.
Oleh karena itu, upaya pengembangan wakaf harus dilakukan dengan pola yang
integratif dan terencana dengan baik, sehingga wakaf dapat dikelola secara optimal dan
1
2

memberi manfaat yang lebih luas bagi kepentingan sosial.3[3] Dengan demikian yang

dikelola secara produktif ekan menjadi salah satu pilar yang perlu diperhitungkan dalam
mengatasi keterpurukan ekonomi masyarakat dana jalan alternatif pengentasan kemiskinan.4
[4]
B. Problematika Perwakafan di Indonesia
1. Kuatnya paham lama umat Islam dalam pengelolaan wakaf, seperti adanya anggapan bahwa
wakaf itu milik ALLAH semata yang tidak boleh diubah/ganggu gugat. Atas pemahaman itu,
banyak tokoh masyarakat atau umat Islam tidak merekomendasikan wakaf dikelola secara
produktif. Selain itu, belum utuhnya pemahaman bahwa wakaf memiliki fungsi sosial yang
lebih luas dan tidak terbatas pada ibadah mahdhah.
2. Kurangnya sosialisasi secara lebih luas terhadap paradigma baru untuk pengembangan wakaf
secara produktif. Sosialisasi massif dengan memasukkan wakaf sebagai bagian dari
instrumen pengembangan ekonomi umat menjadi aspek penting bagi pengembangan gagasan
wakaf produktif. Dengan kurangnya pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan
wakaf untuk kesejahteraan umum menjadi problem yang harus dipecahkan bersama.
3. Belum mempunyai persepsi yang sama, peran dan sinergi para pejabat teknis wakaf di daerah
dengan para pihak terkait terhadap upaya pemerintah pusat dalam upaya pengembangan
wakaf. Para pejabat teknis lebih banyak berkutat pada penanganan yang bersifat linier
dibandingkan memasarkan gagasan strategis dalam pengembangan wakaf yang lebih
berwawasan sosial.
4. Nazhir belum profesional sehingga wakaf belum dikelola secara optimal. Posisi Nazhir

menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat
wakaf. Profesionalisme nazhir di Indonesia masih tergolong lemah. Mayoritas dari mereka
lebih karena faktor kepercayaan dari masyarakat, sementara kompetensi minimal sebagai
pengelola wakaf secara produktif belum banyak dimiliki.
5. Lemahnya kemitraan dan kerjasama antara stake holders wakaf untuk menjalin kekuatan
internal umat Islam dalam mengelola dan mengembangkan wakaf secara produktif, sepeti
organisasi massa Islam, kalangan intelektual, LSM, tokoh agama, termasuk aparat
pemerintah. Kemitraan mereka lebih pada upaya-upaya yang masih bersifat artifisial yang
belum menyentuh pada aspek kerja sama konkrit, terencana dan massif.
6. Ekonomi global yang fluktuatif akibat hancurnya ekonomi Negara adi kuasa (Amerika
Serikat) sangat berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi dunia. Secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mikro dan makro sebuah negara.
Bahkan berdampak pada aspek-aspek non ekonomi, khususnya politik.
7. Sedikit para inisiator (promotor) dari umat Islam yang membuka akses kepada para investor
dari Timur Tengah yang memiliki dana yang melimpah. Banyaknya kekayaan wakaf yang
dimiliki oleh umat Islam Indonesia seharusnya menjadi daya tarik untuk pengembangan
secara lebih produktif dengan melibatkan para investor asing yang memiliki perhatian
terhadap pengembangan wakaf.5[5]
C. Beberapa Hal Sekitar Wakaf
3

4
5

Sebagaimana diketahui bahwa pada saat ini telah ada sedikit pergeseran definisi
wakaf kearah yang lebih fleksibel dan menguntungkan, yakni bahwa wakaf diartikan sebagai
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Perkembangan yang perlu digarisbawahi ialah kemungkinanya melakukan wakaf untuk
jangka waktu tertentu, misalnya satu atau dua tahun, dan tidak mesti untuk muabbad atau
selamanya sebagaimana yang lazim dipahami pada waktu yang lalu.
Disamping itu mengenai pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami
pergeseran arti kearah yang lebih baik dan memudahkan, yakni bahwa harta benda wakaf
ialah harta benda yang diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nulai ekonomi menurut syariah. Harta benda
wakaf tersebut dapat berupa harta benda tidak bergerak maupun yang bergerak. Harta
benda tidak bergerak meliputi:
1.

Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik

yang sudah maupun yang belum terdaftar.

2.

Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana di atas

3.

Tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah

4.

Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan

5.

Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangundangan yang berlaku. (psl. 16 ayat 2 uu No. 41/2004 ttg Wakaf)
Sedangkan harta wakaf bergerak meliputi: Uang, Logam mulia, Surat berharga,
Kendaraan, Hak atas kekayaan intelektual, Hak sewa, dan Harta bergerak lain sesuai ketentua

syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (psl. 16 ayat 3 uu No. 41/2004
tentang Wakaf)
Kesemuanya itu menunjukkan bahwa harta wakaf atau harta yang dapat diwakafkan itu tidak
hanya berupa tanah atau harta tidak bergerak lainnya, tetapi juga meliputi harta-harta lain.6[6]
D. Langkah-langkah Operasional

1. Regulasi peraturan perundang-undangan wakaf;
Ditjen Bimas Islam terus melakukan regulasi di bidang peraturan perundangundangan wakaf. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, saat ini sedang disusun Draft Peraturan Menteri Agama tentang Petunjuk
Pelaksanaan Wakaf di Indonesia. Dengan PMA tersebut diharapkan praktik wakaf dapat
berjalan sebagaimana mestinya untuk kepentingan kesejahteraan umum.
2. Sosialisasi peraturan per-UU wakaf dan paradigma baru wakaf;
Dalam rangka untuk memasyarakatkan peraturan perundang-undangan wakaf dan
paradigma baru wakaf di Indonesia, Ditjen Bimas Islam melakukan sosialisasi melalui
berbagai event lokal maupun nasional, seperti: (1) Lokakarya perwakafan masyarakat
kampus; (2) Sosialiasi Wakaf Tunai di lingkungan BMT dan LKS; (3) Training manejemen
pengelolaan wakaf di lingkungan Nazhir, dan lain-lain. Sosialisasi tersebut dilakukan
bertujuan menginformasikan kepada masyarakat pada umumnya, dan kepada para aparat
6


Negara yang terkait dengan pengelolaan wakaf di Indonesia, sekaligus menjadikan media
massa sebagai mitra pemerintah dalam upaya pemberdayaan wakaf.
3. Sertifikasi, inventarisasi, dan advokasi harta benda wakaf;
Untuk menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
terkait dengan pengamanan harta benda wakaf di Indonesia, Ditjen Bimas Islam menetapkan
berbagai kebijakan, yaitu:
a. Menyelesaikan proses sertifikasi terhadap tanah-tanah wakaf di berbagai daerah yang belum
memiliki sertifkat wakaf. Sertifikasi terhadap tanah wakaf merupakan langkah pengamanan
asset-aset wakaf di Indonesia secara hukum dari berbagai kepentingan di luar wakaf.
b. Inventarisasi harta benda wakaf di seluruh Indonesia melalui system komputerisasi.
c. Melakukan pemetaan potensi harta benda wakaf, sehingga dapat diketahui potensi yang dapat
dikembangkan.
d. Melakukan advokasi, perlindungan dan penyelesaian sengketa tanah wakaf dengan pihakpihak ketiga.
4. Peningkatan kualitas Nazhir dan lembaga wakaf;
Nazhir dan lembaga pengelola wakaf sebagai ujung tombak pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf diberikan motivasi dan pembinaan dalam rangka
meningkatkan profesionalisme manajemen, melalui berbagai pelatihan dan orientasi. Kualitas
Nazhir di Indonesia terus diberikan motivasi dan arahan dalam rangka melakukan
pembenahan, baik menyangkut kemampuan manajerial maupun skill individu yang sangat

menentukan dalam pemberdayaan wakaf secara produktif.
5. Menfasilitasi jalinan kemitraan investasi wakaf produktif;
Sebagai motivator dan fasilitator, Ditjen Bimas Islam memfasilitasi di berbagai
event dalam rangka untuk menggalang kemitraan usaha dengan para calon investor seperti
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di
beberapa daerah dalam pemberdayaan wakaf secara produktif. Aset-aset wakaf di Indonesia
yang cukup besar sangat potensial untuk dikembangkan dengan mengajak beberapa lembaga
pihak ketiga yang tertarik dalam pengembangan wakaf.
6. Memfasilitasi terbentuknya Badan Wakaf Indonesia (BWI);
Dalam rangka untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan wakaf di
Indonesia, Ditjen Bimas Islam memfasilitasi terbentuknya Badan Wakaf Indonesia (BWI)
sebagai lembaga yang memiliki tugas, diantaranya pembinaan terhadap Nazhir di seluruh
Indonesia.7[7]
E. Peran Nazhir dalam Pengembangan Wakaf
1. Nazhir (perseorangan, organisasi maupun badan hukum) menempati posisi kunci dalam
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, bahkan dapat dikatakan berhasil tidaknya
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf sangat tergantung kemampuan Nazhir yang
bersangkutan.
2. Dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf, Dalam undang-undang

tersebut diatur Nazhir memiliki kewajiban meliputi:
7

a. mengadmistrasikan, mengelola, mengembangan, mengawasi dan melindungi harta benda
wakaf
b. membuat laporan secara berkala kepada Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI)
mengenai kegiatan perwakafan.
F. Pengembangan Wakaf
1. Urgensi Pengembangan Harta Wakaf
Pengembangan harta wakaf merupakan hal baru dalam perwakafan di Indonesia,
mengingat wakaf selama pengelolaan masih bersifat konvensional dan tradisional dan
peruntukannya masih terbatas untuk keperluan sarana peribadatan dan sosial keagamaan.
Sehingga walaupun harta wakaf berupa tanah yang jumlahnya cukup banyak namun belum
dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat.
Dengan keluarnya Fatwa MUI Tahun 2002 yang membolehkan wakaf uang dan
lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf serta Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, yang membuka peluang wakaf benda
bergerak, seperti: logam mulia, surat berharga, HAKI, kendaraan dan juga uang.
Faktor yang mendorong perlunya pengembangan wakaf di Indonesia, meliputi:
a. Kemajuan teknologi, faktor ini menyebabkan proses pengaktifan tanah wakaf lebih baik bagi

lahan-lahan sempit dari tanah pemukiman yang ada di kota-kota khususnya, sehingga
memungkinkan untuk membuat bangunan dengan bentuk memanjang atau bertingkat-tingkat
melebihi bangunan yang ada sebelumnya.
b. Dalam kondisi seperti ini, tidaklah logis membiarkan harta (tanah) wakaf yang kecil dengan
manfaat yang sedikit. Sementara di sisi lain bangunan yang ada di sekitarnya dibangun
dengan puluhan tingkat yang mencakar langit. Perbedaan yang mencolok ini, menuntut
perlunya pengembangan harta wakaf, terutama dengan pertimbangan bahwa pengembangan
ini bisa menjadikan manfaat wakaf dapat dilipat gandakan.
c. Masa tidur panjang yang dialami oleh umat Islam telah menyebabkan kemunduran ekonomi.
Untuk kembali mengaktifkan tanah wakaf khususnya dan harta wakaf lainnya umumnya.8[8]
2. Pengembangan Wakaf Produktif
Apakah semua harta benda wakaf harus diberdayakan secara produktif? Tidak semua
harta benda wakaf harus diberdayakan secara produktif, tergantung situasi dan kondisi yang
ada. Namun menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf bahwa harta
benda wakaf yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan
efesien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 9[9]
Katagori
Pedesaan

Jenis Lokasi Tanah

Tanah persawahan
Tanah Perkebunan
Tanah ladang/Padang rumput
Tanah rawa
Tanah Perbukitan

Perkotaan

8
9

Tanah Pinggir Jalan Raya

Jenis Usaha
Pertanian, tambak ikan, perkebunan, industri
rumahan, tempat wisata
Palawija, real estate, pertamanan, industri
rumahan
Perikanan
Tempat wisata, bangunan villa, industri
rumahan, tempat penyulingan air miniral, dll

- Dekat Jalan Protokol
Dekat Jalan Utama

Dekat jalan TOL
Dekat Jalan Lingkungan
Tanah Dekat/didalam perumahan

Tanah Pantai

Tanah dekat Keramaian (Pasar,
terminal, stasiun, sekolah umum
dll)
Pinggir Laut
Rawa Bakau

Perkantoran, Pusat Perbelanjaan, apartemen,
hotel/penginapan, gedung pertemuan, dll
Perkantoran, pertokoan pusat perbelanjaan,
rumah sakit,rumah makan, sarana pendidikan,
hotel / penginapan, apartemen, gedung
pertemuan, apotek, pom bensin, warnet,
bengkel dll.
Pom Bensin, bengkel, rumah makan,
warung, dll.
Perumahan, klinik, apotek, sarana
pendidikan, warung, warnet, jasa photo copy,
dll
Sarana pendidikan, klinik, apotek, warung
klontong, catering BMT, dll
Pertokoan, rumah makan, bengkel, warung,
warnet, klinik, jasa penitipan, dll.
Tambak ikan, Obyek wisata, budi daya
rumput laut, kerajinan tangan
Perkebunan

Sumber : Pamplet Pemberdayaan Tanah Wakaf Secara Produktif (Upaya Pengembangan
Potensi Ekonomi Umat)
3. Strategi Pengembangan Wakaf
Hampir semua wakif yang menyerahkan tanahnya kepada Nazhir tanpa menyertakan
dana untuk membiayai operasional usaha produktif, tentu saja menjadi persoalan yang cukup
serius. Karena itu, diperlukan strategi riil agar harta wakaf yang begitu banyak di seluruh
provinsi di Indonesia dapat segera diberdayakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
banyak. Strategi riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah :

a. Kemitraan
Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai
modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi tanah strategis yang ada dengan nilai
komersialnya cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh
potensi ekonomi yang dimiliki oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan
bahwa sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik
dengan cara musyarakah maupun mudharabah sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.
Pihak-pihak ketiga itu adalah sebagai berikut:
1) Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non lembaga jasa keuangan. Lembaga
ini bisa berasal dari lembaga lain di luar wakaf, atau lembaga wakaf lainnya yang tertarik
terhadap pengembangan atas tanah wakaf yang dianggap strategis.
2) Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup. Modal yang akan ditanamkan berbentuk
saham kepemilikan sesuai dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan ini bisa
dilakukan lebih dari satu pihak dengan komposisi saham sesuai dengan kadar yang
ditanamkan.
3) Lembaga perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya sebagai pihak yang
memiliki dana pinjaman. Dana pinjaman yang akan diberikan kepada pihak nazhir wakaf
berbetuk kredit dengan sistem bagi hasil setelah melalui studi kelayakan oleh pihak bank.
4) Lembaga perbankan Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di
Indonesia, seperti Islamic Development Bank (IDB).
5) Lembaga keuangan dengan sistem pembangunan BOT (Build of Transfer).

6) Lembaga penjamin syariah sebagai pihak yang akan menjadi sandaran Nazhir apabila upaya
pemberdayaan tanah wakaf mengalami kerugian.
7) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat,
baik dalam atau luar negeri.
Selain bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang memiliki hubungan permodalan
usaha, nazhir wakaf harus mensinergikan program-program usahanya dengan Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Perguruan Tinggi, Lembaga Konsultan Keuangan, Lembaga Arsitektur,
Lembaga Manajemen Nasional, Lembaga Konsultan Hukum dan lembaga lainnya.
b. Terbentuknya Undang-Undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia
Begitu pentingnya wakaf bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka untuk
mendukung pengelolaan wakaf secara produktif Pemerintah telah berhasil melahirkan
Undang-undang Wakaf dan Peraturan Pemerintah sebagai Pelaksanaannya. Undang-undang
Wakaf dapat dikatakan merupakan rumusan konsepsi Fiqih Wakaf baru di Indonesia yang
antara lain : meliputi benda yang diwakafkan (mauquf bih): peruntukan wakaf (mauquf
‘alaih); jenis harta yang boleh diwakafkan tidak terbatas benda tidak bergerak (tanah dan
bangunan) maupun benda bergerak, seperti saham, uang, logam mulia, HAKI, kendaraan dan
lain-lain serta diatur kewajiban dan hak Nazhir wakaf, ini semua guna diatur untuk
menunjang pengelolaan wakaf secara produktif.
Undang-undang Wakaf10[10] selain sebagai hukum formal yang menjadi landasan
dalam pengembangan wakaf, juga mengamarkan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI)
yang mempunyai kewajiban membina lembaga kenazhiran yang ada di tanah air, agar Nazhir
yang ada dapat berkembang. Pembinaan oleh BWI kepada para Nazhir diharapkan terfokus
terhadap usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, tujuannya agar harta
wakaf dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga yang independen dan mempunyai peran
strategis, diharapkan dapat membantu, baik dalam pembiayaan, pembinaan maupun
pengawasan dan peningkatkan kualitas Nazhir agar para nazhir dapat melakukan pengelolaan
wakaf secara produktif. Selain itu diharapkan BWI dapat memfasiltasi upaya penggalangan
dana khususnya dana dari luar negeri.11[11]

G.

Langkah – Langkah Pemberdayaan Tanah Wakaf
Ada 4 faktor utama dalam pemberdayaan wakaf secara produktif, yaitu: potensi
ekonomi wakaf, nazhir profesional, manajemen pengelolaan modern, pendayagunaan hasil.
Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan menurut urutan prioritas dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Pemetaan potensi ekonomi tanah wakaf
Sebelum pemberdayaan tanah wakaf dilakukan, pemetaan potensi ekonomi harus
dibuat terlebih dahulu. Sejauh mana dan seberapa mungkin tanah wakaf itu dapat
diberdayakan dan dikembangkan secara produktif? Faktor-faktor
yang perlu
dipertimbangkan dalam pemetaan potensi ekonomi adalah letak geografis, seperti lokasi,
dukungan masyarakat dan tokohnya, tinjauan pasar, dukungan teknologi, dll. Jika dalam
pemetaan disimpulkan bahwa tanah wakaf memiliki potensi ekonomi, maka langkah kedua
adalah studi kelayakan.
10
11

2. Pembuatan proposal studi kelayakan usaha
Studi kelayakan usaha dalam bentu proposal merupakan prasarat utama sebelum
melakukan aksi pemberdayaan tersebut dan dibuat berdasarkan analisa lengkap dengan
menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan,
Kesempatan dan Ancaman. Isi proposal paling tidak memuat beberapa hal, yaitu latar
belakang, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek organisasi dan
manajemen, aspek ekonomi dan keuangan(biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan,
sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, proyeksi laba-rugi,dll), dan kesimpulan –
rekomendasi.
3. Menjalin kemitraan usaha
Setelah studi kelayakan usaha dibuat secara cermat, hal yang perlu dipikirkan adalah
mencari mitra usaha untuk pemberdayaan dan pengembangan, baik dari perbankan syariah
maupun investor usaha swasta.
4. SDM yang berkualitas
Rekrutmen dan kesiapan Sumber Daya manusia (SDM) dalam usaha produktif adalah hal
yang mutlak. SDM yang profesional dan amanah12[12] harus dijadikan perhatian utama
Nazhir yang akan memberdayakan tanah wakaf. Jika Nazhir tidak memiliki kemampuan
yang baik dalam usaha pengembangan, maka nazhir dapat mempercayakan kepada SDM
yang memiliki kualitas baik dan moralitas tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan skill, seperti
sarjana ekonomi, manajemen, komputer dan lain-lain.
5. Manajemen Modern dan Profesional
Dalam pengembangan dan pengelolaan tanah wakaf secara produktif diperlukan pola
manajerial yang modern, transparan, profesional dan akuntabel.
6. Penerapan sistem kontrol dan pengawasan
Agar pemberdayaan dan pengembangan wakaf produktif dapat berjalan dengan baik.
Kontrol dan pengawasan yang baik. Kontrol dan pengawasan dapat diterapkan dalam
lingkungan internal manajemen, maupun dari kalangan eksternal seperti masyarakat, LSM,
akademisi, akuntan publik dan lain sebagainya. Penerapan kontrol dan pengawasan
diharapkan agar tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan tanah wakaf.13[13]

H. Kondisi Tanah Wakaf di Kabupaten Tapin
Berdasarkan hasil pemutakhiran data tanah wakaf se Kabupaten Tapin tahun 2011
oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tapin, tercatat jumlah keseluruhan tanah wakaf
adalah 772.180,25 M2 yang terletak di 501 lokasi yang tersebar di seluruh kecamatankecamatan di Kabupaten Tapin. Pada umumnya pemanfaatan tanah wakaf di Kabupaten
Tapin dapat diuraikan sebagai berikut : mesjid 100 lokasi dengan luas 208.872,40 M 2,
Langgar/Mushalla 235 lokasi dengan luas 73.384 M2, Madrasah/Sekolah 69 lokasi dengan
luas 169.297 M2, Kuburan/Makam 76 lokasi dengan luas 161.824 M2, Tempat sosial seperti
panti asuhan 21 lokasi dengan luas 158.802,85 M2. Lihat table berikut :
12
13

NO

Unit Organisasi

Jumlah
Lokasi

Luas M2

1

Kec. Tapin Utara

85

136.033,60

2

Kec. Tapin Selatan & Salam babaris

54

148.936,00

3

Kec. Tapin Tengah

74

142.316,25

4

Kec. Binuang & Hatungun

93

124.745,00

5

Kec. Candi Laras Selatan

31

33.095,10

6

Kec. Candi Laras Utara

39

71.876,00

7

Kec. Bakarangan

27

9.101,50

8

Kec. Piani

18

11.589,00

9

Kec. Bungur

36

63.302,80

10

Kec. Lokpaikat

44

31.185,00

501

772.180,25

JUMLAH

Sumber : Laporan Model F.7

GRAFIK TANAH WAKAF DI KABUPATEN TAPIN
TAHUN 2011

Sumber : LAKIP Penyelenggara Zakat Wakaf Kantor Kemenag Kab. Tapin 2011

: LAKIP Penyelenggara Zakat Wakaf Kantor Kemenag Kab. Tapin 2011

GRAFIK PERKEMBANGAN KEGUNAAN TANAH WAKAF
TAHUN 2011

: LAKIP Penyelenggara Zakat Wakaf Kantor Kemenag Kab. Tapin 2011

I. Penutup
Untuk mengoptimalkan potensi wakaf, dituntut kemampuan dan kerja keras kita untuk
mewujudkannya, terutama dalam upaya merubah paradigma terhadap pengelolaan harta
wakaf. Kesamaan persepsi dan cara pendang terhadap pengembangan dan pemberdayaan
wakaf produktif sangat penting agar tumbuhnya dukungan masyarakat guna terwujudnya
perekonomian masyarakat yang kuat dan sejahtera.
----- TERIMA KASIH ----

Sumber Bacaan :
Departemen Agama RI, Pamplet Pemberdayaan Tanah Wakaf Secara Produktif (Upaya
Pengembangan Potensi Ekonomi Umat), (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, 2007)
----------------------------, Nazhir Profesional dan Amanah, (Jakarta: Dirjend Bimas Islam Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, 2008)
----------------------------, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004, (Jakarta:
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara haji, 2005)
M.

Ichsan Amir Mujahid, Strategi Nazhir Dalam Pengembangan Wakaf Produktif,
http://k2ichsan.blogspot.com/2012/06/strategi-nazhir-produktif-2.html, Diakses tanggal
05 Juni 2012

Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, Paradikma Baru Dalam Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf
Produktif,
http://www.walisongo.ac.id/view/?p=kolom&id=paradigma
_baru_pengelolaan _dan_pemberdayaan_wakaf_produktif_di_indonesia , Dikases
tanggal 05 Juni 2012
Kementerian Agama RI, Model Pemberdayaan Wakaf Produktif, (Jakarta: Dirjend Bimas Islam,
2010)