POTENSI PENGEMBANGAN Swelling Potential pada
POTENSI PENGEMBANGAN (SWELLING POTENTIAL) TANAH
DI WILAYAH BORONG RAYA MAKASSAR
Stevy Thioritz*
Abstrak
Hasil pengujian contoh tanah di wilayah Borong Raya Makassar diperoleh jenis tanah
adalah lunak, plastisitas tinggi, dan termasuk tanah organik dengan mineral yang dikandung
berjenis Kaolinite.
Dengan mengacu pada beberapa referensi parameter tanah ekspansif, maka tanah di wilayah
tersebut merupakan tanah ekspansif dengan potensi pengembangan derajat sedang (medium).
Kata kunci : tanah ekspansif, standar pengujian astm, mineral lempung
PENDAHULUAN
Pada tahun 1938 USBR (United States Bureau of Reclmation) pertama kali mengenal
masalah pengembangan tanah pada saat pembangunan pondasi syphon baja di Oregon,
Amerika Serikat. Sejak saat itu, para Sarjana Teknik sadar bahwa penyebab kerusakan bukan
karena penurunan. Dewasa ini, tanah ekspansif telah menjadi sebuah pertimbangan yang
mendasar apabila akan membangun struktur di atas tanah tersebut. Kembang susut (ekspansif)
volume tanah akan menyebabkan kerusakan pada bangunan.
Wilayah Borong Makassar menjadi obyek penelitian yang menarik karena tanah di
wilayah ini merupakan tanah kohesif yang mayoritas jenis tanahnya adalah lempung dan
pembangunan juga cukup pesat di lokasi tersebut. Pengujian laboratorium dilakukan untuk
beberapa parameter tanah yang relevan dengan potensi pengembangan tanah.
KEMBANG SUSUT TANAH LEMPUNG
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika
kadar air berubah. Jika kadar air turun, lempung menyusut dan sebaliknya bila kadar air
bertambah maka lempung mengembang. Derajat pengembangan bergantung pada beberapa
faktor seperti: tipe dan jumlah mineral lempung yang ada dalam tanah, luas spesifik lempung,
susunan tanah, konsentrasi garam dalam air pori, valensi kation, sementasi, adanya bahanbahan organik, kadar air awal dan sebagainya. Perubahan volume tanah yang besar
membahayakan bangunan.
Tanah ekspansif (kembang susut) adalah jenis tanah yang mempunyai kandungan
organik dan mineral lempung yang sangat tinggi dan tanah tersebut pada umumnya terbentuk
*
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar
dari hasil pelapukan batuan sedimen, batuan kapur, pengendapan vulkanik, endapan danau,
endapan laut, endapan kanal dalam kurun waktu yang panjang. Tanah ini biasanya terdapat
pada daerah persawahan yang mana terdapat banyak aliran air sungai. (Noormalasari, Susanto
Djoko, 2000).
Mineral lempung mempunyai partikel berbentuk seperti lembaran yang mempunyai
permukaan khusus, sehingga memiliki sifat sangat dipengaruhi gaya-gaya permukaan.
Secara umum mineral lempung terdiri atas :
1.
Montmorillonite (smectite) yaitu mineral yang terbentuk oleh dua lembaran silica
tetrahedral dan satu lembaran aluminium oktahedra (gibbsite) menghasilkan mineral 2:1.
Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah diantara ujung lembaran silica
dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang
berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Tanah yang mengandung
montmorillonite sangat mudah mengambang oleh tambahan kadar air, sehingga dapat
merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
2.
Illite yaitu mineral yang susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra (gibbsite) yang terikat diantara dua lembaran silica tetrahedral, menghasilkan
mineral 1:2. Lembar-lembar tersebut mempunyai ikatan dengan ion kalium (K+) lebih
lemah dari pada ikatan hydrogen yang mengikat satuan kristal Kaolinite.
3.
Kaolinite yaitu mineral yang tersusun dari lapisan silikat tetrahedra dengan satu lembaran
aluminium oktahedra (gibbsite) menghasilkan mineral 1:1. Struktur satuan ini tersusun
menjadi 70-100 lembaran atau lebih dengan ikatan hidrogen dan gaya van Der Waals
pada permukaan kontaknya, yang menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang tinggi
terhadap pengembangan (swelling).
: Lembaran aluminium
: Lembaran silika
: nH2O dan kation yang mudah
saling berganti
A. Kaolinite
B. Illite
C. Montmorillonite
: Postassium
Gambar 1. Mineral lempung (Hardiyatmo H.C)
Dari ketiga group mineral tersebut di atas, montmorillonite adalah mineral lempung
yang memberi andil terbesar pada masalah tanah ekspansif.
IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANAH EKSPANSIF
1. Identifikasi Tanah Ekspansif
Cara mengidentifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk
melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Menurut Fu Hua Chen, 1975,
identifikasi dapat di lakukan dalam tiga cara, yaitu:
a. Identifikasi secara mineralogis.
b. Metode tak langsung, seperti metode indeks tunggal, metode USBR, metode aktivitas
dan metode PVC (Potential Volume Change).
c. Pengukuran langsung, yang mana memberikan data yang lebih tepat.
Dari ketiga cara tersebut, identifikasi secara mineralogis merupakan cara yang sangat
mahal dan tidak ekonomis serta menggunakan peralatan yang masih langka.
Pengujian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Analisa ukuran butir, Batas-batas
Atterberg, Berat Jenis, Berat Volume, Kadar Air, Berat Isi Kering, Angka Pori, Porositas,
Derajat Kejenuhan, Kuat Geser, Konsolidasi dan Unconfined Compression Test.
Menurut Holtz dan Gibbs (1956), indeks plastis dan batas cair adalah indeks–indeks
yang bermanfaat untuk menentukan karakteristik pengembangan dari sebagian besar tanah
lempung. Indeks plastis dan pengembangan tanah lempung bergantung pada jumlah air yang
diserap tanah lempung seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan Indeks Plastisitas dengan Potensi Pengembangan
(Seed, Woodward dan Lundgren, 1962)
Kemungkinan Pengembangan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Indeks Plastis
0–15
10–35
20–55
55 ke atas
Sumber : Fu Hua Chen, 1975
Oleh Altemeyer 1955, diberikan suatu penuntun untuk penentuan kemungkinan
pengembangan pada berbagai nilai batas penyusutan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai-Nilai Batas Penyusutan
Prosentase
Batas Penyusutan
>10
10 – 12
< 12
Prosentase
Penyusutan Linear
28
>35
30
20-31
25-41
7-12
20-30
13-23
15-28
10-16
10-20
60
>30
>10
60-95
40-60
20-30
3-10
30-60
30-40
10-20
1-5
DI WILAYAH BORONG RAYA MAKASSAR
Stevy Thioritz*
Abstrak
Hasil pengujian contoh tanah di wilayah Borong Raya Makassar diperoleh jenis tanah
adalah lunak, plastisitas tinggi, dan termasuk tanah organik dengan mineral yang dikandung
berjenis Kaolinite.
Dengan mengacu pada beberapa referensi parameter tanah ekspansif, maka tanah di wilayah
tersebut merupakan tanah ekspansif dengan potensi pengembangan derajat sedang (medium).
Kata kunci : tanah ekspansif, standar pengujian astm, mineral lempung
PENDAHULUAN
Pada tahun 1938 USBR (United States Bureau of Reclmation) pertama kali mengenal
masalah pengembangan tanah pada saat pembangunan pondasi syphon baja di Oregon,
Amerika Serikat. Sejak saat itu, para Sarjana Teknik sadar bahwa penyebab kerusakan bukan
karena penurunan. Dewasa ini, tanah ekspansif telah menjadi sebuah pertimbangan yang
mendasar apabila akan membangun struktur di atas tanah tersebut. Kembang susut (ekspansif)
volume tanah akan menyebabkan kerusakan pada bangunan.
Wilayah Borong Makassar menjadi obyek penelitian yang menarik karena tanah di
wilayah ini merupakan tanah kohesif yang mayoritas jenis tanahnya adalah lempung dan
pembangunan juga cukup pesat di lokasi tersebut. Pengujian laboratorium dilakukan untuk
beberapa parameter tanah yang relevan dengan potensi pengembangan tanah.
KEMBANG SUSUT TANAH LEMPUNG
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika
kadar air berubah. Jika kadar air turun, lempung menyusut dan sebaliknya bila kadar air
bertambah maka lempung mengembang. Derajat pengembangan bergantung pada beberapa
faktor seperti: tipe dan jumlah mineral lempung yang ada dalam tanah, luas spesifik lempung,
susunan tanah, konsentrasi garam dalam air pori, valensi kation, sementasi, adanya bahanbahan organik, kadar air awal dan sebagainya. Perubahan volume tanah yang besar
membahayakan bangunan.
Tanah ekspansif (kembang susut) adalah jenis tanah yang mempunyai kandungan
organik dan mineral lempung yang sangat tinggi dan tanah tersebut pada umumnya terbentuk
*
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar
dari hasil pelapukan batuan sedimen, batuan kapur, pengendapan vulkanik, endapan danau,
endapan laut, endapan kanal dalam kurun waktu yang panjang. Tanah ini biasanya terdapat
pada daerah persawahan yang mana terdapat banyak aliran air sungai. (Noormalasari, Susanto
Djoko, 2000).
Mineral lempung mempunyai partikel berbentuk seperti lembaran yang mempunyai
permukaan khusus, sehingga memiliki sifat sangat dipengaruhi gaya-gaya permukaan.
Secara umum mineral lempung terdiri atas :
1.
Montmorillonite (smectite) yaitu mineral yang terbentuk oleh dua lembaran silica
tetrahedral dan satu lembaran aluminium oktahedra (gibbsite) menghasilkan mineral 2:1.
Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah diantara ujung lembaran silica
dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang
berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Tanah yang mengandung
montmorillonite sangat mudah mengambang oleh tambahan kadar air, sehingga dapat
merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
2.
Illite yaitu mineral yang susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium
oktahedra (gibbsite) yang terikat diantara dua lembaran silica tetrahedral, menghasilkan
mineral 1:2. Lembar-lembar tersebut mempunyai ikatan dengan ion kalium (K+) lebih
lemah dari pada ikatan hydrogen yang mengikat satuan kristal Kaolinite.
3.
Kaolinite yaitu mineral yang tersusun dari lapisan silikat tetrahedra dengan satu lembaran
aluminium oktahedra (gibbsite) menghasilkan mineral 1:1. Struktur satuan ini tersusun
menjadi 70-100 lembaran atau lebih dengan ikatan hidrogen dan gaya van Der Waals
pada permukaan kontaknya, yang menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang tinggi
terhadap pengembangan (swelling).
: Lembaran aluminium
: Lembaran silika
: nH2O dan kation yang mudah
saling berganti
A. Kaolinite
B. Illite
C. Montmorillonite
: Postassium
Gambar 1. Mineral lempung (Hardiyatmo H.C)
Dari ketiga group mineral tersebut di atas, montmorillonite adalah mineral lempung
yang memberi andil terbesar pada masalah tanah ekspansif.
IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANAH EKSPANSIF
1. Identifikasi Tanah Ekspansif
Cara mengidentifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk
melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Menurut Fu Hua Chen, 1975,
identifikasi dapat di lakukan dalam tiga cara, yaitu:
a. Identifikasi secara mineralogis.
b. Metode tak langsung, seperti metode indeks tunggal, metode USBR, metode aktivitas
dan metode PVC (Potential Volume Change).
c. Pengukuran langsung, yang mana memberikan data yang lebih tepat.
Dari ketiga cara tersebut, identifikasi secara mineralogis merupakan cara yang sangat
mahal dan tidak ekonomis serta menggunakan peralatan yang masih langka.
Pengujian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Analisa ukuran butir, Batas-batas
Atterberg, Berat Jenis, Berat Volume, Kadar Air, Berat Isi Kering, Angka Pori, Porositas,
Derajat Kejenuhan, Kuat Geser, Konsolidasi dan Unconfined Compression Test.
Menurut Holtz dan Gibbs (1956), indeks plastis dan batas cair adalah indeks–indeks
yang bermanfaat untuk menentukan karakteristik pengembangan dari sebagian besar tanah
lempung. Indeks plastis dan pengembangan tanah lempung bergantung pada jumlah air yang
diserap tanah lempung seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan Indeks Plastisitas dengan Potensi Pengembangan
(Seed, Woodward dan Lundgren, 1962)
Kemungkinan Pengembangan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Indeks Plastis
0–15
10–35
20–55
55 ke atas
Sumber : Fu Hua Chen, 1975
Oleh Altemeyer 1955, diberikan suatu penuntun untuk penentuan kemungkinan
pengembangan pada berbagai nilai batas penyusutan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai-Nilai Batas Penyusutan
Prosentase
Batas Penyusutan
>10
10 – 12
< 12
Prosentase
Penyusutan Linear
28
>35
30
20-31
25-41
7-12
20-30
13-23
15-28
10-16
10-20
60
>30
>10
60-95
40-60
20-30
3-10
30-60
30-40
10-20
1-5