Makalah tentang Kepemimpinan Indonesia s
Makalah tentang Kepemimpinan Indonesia saat ini
Oleh
Novita Ayu Febriana ^_^
Jika berbicara masalah kepemimpinan, sejenak benak kita pastilah mengasosiasikan
pada sosok seorang presiden, gubernur, walikota, bupati, pak camat atau pak kades bahkan.
Namun kepemimpinan bukanlah hanya berbicara masalah jabatan atau siapa yang menjadi
seorang pemimpin saja, melainkan memiliki makna yang lebih luas dan komprehensif yaitu
berkenaan dengan tugas – tugas seorang pemimpin, apa yang seharusnya dan tidak
seharusnya dilakukan ( pemimpin sebagai role player ), dan sifat – sifat bijak lainnya yang
dimiliki oleh sosok seorang pemimpin dalam hal mengatasi caruk maruk permasalahan
bangsa ini.
Sementara itu dalam realitasnya, bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami masa –
masa “krisis” dalam hal kepemimpinan. Hal ini dibuktikan setiap kali momentum pemilu.
Banyak sekali wajah – wajah lama maupun baru yang menawarkan janji – janji akan
perubahan dan keadilan untuk rakyat dengan model kampanye yang bervariasi, namun tidak
satupun yang dapat mengubah penurunan angka golput di Indonesia di setiap tahunnya. Perlu
diketahui angka golput secara nasional menurut KPU Indonesia, setiap tahunnya meningkat
sebesar 5-10%. Yang paling terbesar adalah pada momentum pilpres terakhir pada tahun 2009
kemarin yaitu telah mencapai sebesar 17%. Jika angka tersebut dikonversi menjadi angka
penduduk Indonesia yaitu sebesar 250 juta jiwa, angka golput mencapai 42,5 juta jiwa.
Belum lagi adanya upaya pencitraan politik yang saat ini mulai popular dan mewarnai
kondisi perpolitikan bangsa saat ini. Hal yang dilakukan bisa sangat banyak, mulai dari pola
‘blusukan’ yang mengesankan kedekatan pemimpin dengan rakyat, bahwa sang pemimpin
sangat memperhatikan dan responsive terhadap kondisi memilukan rakyat. Ada juga yang
dengan mempublikasikan bahwa dirinya adalah seorang yang sederhana, rendah hati dan
tidak sombong dari penerbitan sebuah autobiografi dan sejenisnya. Belum lagi yang
menggunakan symbol – symbol ‘kebapakan’, ‘keibuan, atau keluarga lainnya seperti pakde,
bude, paklek, bulek dlsb. Itu semua bukanlah suatu masalah yang besar dalam hal
mengenalkan konsep kepemimpinan atau figur agar dapat di ingat atau diterima dengan
mudah oleh rakyat. Namun, jika hal itu yang sampai akhir ditawarkan sebagai suatu produk
kebijakan namun tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang kian
meningkat, penggangguran yang semakin banyak, angka kriminalitas dan asusila yang
semakin merebak, belum lagi masalah pendidikan, korupsi, inefesiensi pelayanan public dan
masih banyak lagi.
Kondisi krisis kepemimpinan tersebut merupakan fakta yang dapat kita pelajari dan
hadapi bersama selaku generasi muda. Bersamaan juga dengan konteks semangat hari
sumpah pemuda yang masih hangat, kita sebagai generasi muda seharusnya bisa “sedikit”
lebih kritis dan peka terhadap masalah krusial yang saat ini terjadi pada bangsa. Sikap kritis
tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk mencari dan menggali pengetahuan social-politik
bangsa yang kedepannya mampu menjadi bekal untuk mengabdi di masyarakat sebagai
tenaga ahli sesuai dengan bidang dan kemampuan yang kita miliki masing – masing saat ini.
Perlu disadari juga, posisi kita sebagai the agent of change merupakan posisi strategis yang
mampu mengubah nasib bangsa mulai dari saat ini dan mulai dari belajar untuk sadar dan
peka terhadap perkembangan global yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia saat ini.
Bangsa Indonesia membutuhkan semangat dan realisasi ilmu kita, jangan hanya hidup di
zona aman yang apatis dan hidup mengalir mengikuti rezim yang bergulir.
Oleh
Novita Ayu Febriana ^_^
Jika berbicara masalah kepemimpinan, sejenak benak kita pastilah mengasosiasikan
pada sosok seorang presiden, gubernur, walikota, bupati, pak camat atau pak kades bahkan.
Namun kepemimpinan bukanlah hanya berbicara masalah jabatan atau siapa yang menjadi
seorang pemimpin saja, melainkan memiliki makna yang lebih luas dan komprehensif yaitu
berkenaan dengan tugas – tugas seorang pemimpin, apa yang seharusnya dan tidak
seharusnya dilakukan ( pemimpin sebagai role player ), dan sifat – sifat bijak lainnya yang
dimiliki oleh sosok seorang pemimpin dalam hal mengatasi caruk maruk permasalahan
bangsa ini.
Sementara itu dalam realitasnya, bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami masa –
masa “krisis” dalam hal kepemimpinan. Hal ini dibuktikan setiap kali momentum pemilu.
Banyak sekali wajah – wajah lama maupun baru yang menawarkan janji – janji akan
perubahan dan keadilan untuk rakyat dengan model kampanye yang bervariasi, namun tidak
satupun yang dapat mengubah penurunan angka golput di Indonesia di setiap tahunnya. Perlu
diketahui angka golput secara nasional menurut KPU Indonesia, setiap tahunnya meningkat
sebesar 5-10%. Yang paling terbesar adalah pada momentum pilpres terakhir pada tahun 2009
kemarin yaitu telah mencapai sebesar 17%. Jika angka tersebut dikonversi menjadi angka
penduduk Indonesia yaitu sebesar 250 juta jiwa, angka golput mencapai 42,5 juta jiwa.
Belum lagi adanya upaya pencitraan politik yang saat ini mulai popular dan mewarnai
kondisi perpolitikan bangsa saat ini. Hal yang dilakukan bisa sangat banyak, mulai dari pola
‘blusukan’ yang mengesankan kedekatan pemimpin dengan rakyat, bahwa sang pemimpin
sangat memperhatikan dan responsive terhadap kondisi memilukan rakyat. Ada juga yang
dengan mempublikasikan bahwa dirinya adalah seorang yang sederhana, rendah hati dan
tidak sombong dari penerbitan sebuah autobiografi dan sejenisnya. Belum lagi yang
menggunakan symbol – symbol ‘kebapakan’, ‘keibuan, atau keluarga lainnya seperti pakde,
bude, paklek, bulek dlsb. Itu semua bukanlah suatu masalah yang besar dalam hal
mengenalkan konsep kepemimpinan atau figur agar dapat di ingat atau diterima dengan
mudah oleh rakyat. Namun, jika hal itu yang sampai akhir ditawarkan sebagai suatu produk
kebijakan namun tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang kian
meningkat, penggangguran yang semakin banyak, angka kriminalitas dan asusila yang
semakin merebak, belum lagi masalah pendidikan, korupsi, inefesiensi pelayanan public dan
masih banyak lagi.
Kondisi krisis kepemimpinan tersebut merupakan fakta yang dapat kita pelajari dan
hadapi bersama selaku generasi muda. Bersamaan juga dengan konteks semangat hari
sumpah pemuda yang masih hangat, kita sebagai generasi muda seharusnya bisa “sedikit”
lebih kritis dan peka terhadap masalah krusial yang saat ini terjadi pada bangsa. Sikap kritis
tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk mencari dan menggali pengetahuan social-politik
bangsa yang kedepannya mampu menjadi bekal untuk mengabdi di masyarakat sebagai
tenaga ahli sesuai dengan bidang dan kemampuan yang kita miliki masing – masing saat ini.
Perlu disadari juga, posisi kita sebagai the agent of change merupakan posisi strategis yang
mampu mengubah nasib bangsa mulai dari saat ini dan mulai dari belajar untuk sadar dan
peka terhadap perkembangan global yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia saat ini.
Bangsa Indonesia membutuhkan semangat dan realisasi ilmu kita, jangan hanya hidup di
zona aman yang apatis dan hidup mengalir mengikuti rezim yang bergulir.